Upload
anafelixs
View
767
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
eyd
Citation preview
penulisan kata
Berikut adalah ringkasan pedoman umum penulisan kata.
1. Kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan. Contoh: Ibu percaya bahwa engkau tahu.
2. Kata turunan (lihat pula penjabaran di bagian Kata turunan)
1. Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasar. Contoh:
bergeletar, dikelola [1]
.
2. Jika kata dasar berbentuk gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis serangkai
dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya. Tanda hubung boleh
digunakan untuk memperjelas. Contoh: bertepuk tangan, garis bawahi
3. Jika kata dasar berbentuk gabungan kata mendapat awalan dan akhiran sekaligus,
unsur gabungan ditulis serangkai. Tanda hubung boleh digunakan untuk
memperjelas. Contoh: menggarisbawahi, dilipatgandakan.
4. Jika salah satu unsur gabungan hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata
ditulis serangkai. Contoh: adipati, mancanegara.
5. Jika kata dasar huruf awalnya adalah huruf kapital, diselipkan tanda hubung.
Contoh: non-Indonesia.
3. Bentuk ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung, baik yang
berarti tunggal (lumba-lumba, kupu-kupu), jamak (anak-anak, buku-buku), maupun yang
berbentuk berubah beraturan (sayur-mayur, ramah-tamah).
4. Gabungan kata atau kata majemuk
1. Gabungan kata, termasuk istilah khusus, ditulis terpisah. Contoh: duta besar,
orang tua, ibu kota, sepak bola.
2. Gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang mungkin menimbulkan kesalahan
pengertian, dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan pertalian.
Contoh: alat pandang-dengar, anak-istri saya.
3. Beberapa gabungan kata yang sudah lazim dapat ditulis serangkai. Lihat bagian
Gabungan kata yang ditulis serangkai.
5. Kata ganti (kau-, ku-, -ku, -mu, -nya) ditulis serangkai. Contoh: kumiliki, kauambil,
bukumu, miliknya.
6. Kata depan atau preposisi (di [1], ke, dari) ditulis terpisah, kecuali yang sudah lazim
seperti kepada, daripada, keluar, kemari, dll. Contoh: di dalam, ke tengah, dari Surabaya.
7. Artikel si dan sang ditulis terpisah. Contoh: Sang harimau marah kepada si kancil.
8. Partikel
1. Partikel -lah, -kah, dan -tah ditulis serangkai. Contoh: bacalah, siapakah, apatah.
2. Partikel -pun ditulis terpisah, kecuali yang lazim dianggap padu seperti adapun,
bagaimanapun, dll. Contoh: apa pun, satu kali pun.
3. Partikel per- yang berarti "mulai", "demi", dan "tiap" ditulis terpisah. Contoh: per
1 April, per helai.
9. Singkatan dan akronim. Lihat Wikipedia:Pedoman penulisan singkatan dan akronim.
10. Angka dan bilangan. Lihat Wikipedia:Pedoman penulisan tanggal dan angka.
Kata turunan
Secara umum, pembentukan kata turunan dengan imbuhan mengikuti aturan penulisan kata yang
ada di bagian sebelumnya. Berikut adalah beberapa informasi tambahan untuk melengkapi aturan
tersebut.
Jenis imbuhan
Jenis imbuhan dalam bahasa Indonesia dapat dikelompokkan menjadi:
1. Imbuhan sederhana; hanya terdiri dari salah satu awalan atau akhiran.
1. Awalan: me-, ber-, di-, ter-, ke-, pe-, per-, dan se-
2. Akhiran: -kan, -an, -i, -lah, dan -nya
2. Imbuhan gabungan; gabungan dari lebih dari satu awalan atau akhiran.
1. ber-an
2. di-kan dan di-i
3. diper-kan dan diper-i
4. ke-an dan ke-i
5. me-kan dan me-i
6. memper-kan dan memper-i
7. pe-an
8. per-an
9. se-an
10. ter-kan dan ter-i
3. Imbuhan spesifik; digunakan untuk kata-kata tertentu (serapan asing).
1. Akhiran: -man, -wan, -wati, dan -ita.
2. Sisipan: -in-,-em-, -el-, dan -er-.
Awalan me-
Pembentukan dengan awalan me- memiliki aturan sebagai berikut:
1. tetap, jika huruf pertama kata dasar adalah l, m, n, q, r, atau w. Contoh: me- + luluh
meluluh, me- + makan memakan.
2. me- mem-, jika huruf pertama kata dasar adalah b, f, p*, atau v. Contoh: me- + baca
membaca, me- + pukul memukul*, me- + vonis memvonis, me- + fasilitas + i
memfasilitasi.
3. me- men-, jika huruf pertama kata dasar adalah c, d, j, atau t*. Contoh: me- + datang
mendatang, me- + tiup meniup*.
4. me- meng-, jika huruf pertama kata dasar adalah huruf vokal, k*, g, h. Contoh: me- +
kikis mengikis*, me- + gotong menggotong, me- + hias menghias.
5. me- menge-, jika kata dasar hanya satu suku kata. Contoh: me- + bom mengebom,
me- + tik mengetik, me- + klik mengeklik.
6. me- meny-, jika huruf pertama adalah s*. Contoh: me- + sapu menyapu*.
Huruf dengan tanda * memiliki sifat-sifat khusus:
1. Dilebur jika huruf kedua kata dasar adalah huruf vokal. Contoh: me- + tipu menipu,
me- + sapu menyapu, me- + kira mengira.
2. Tidak dilebur jika huruf kedua kata dasar adalah huruf konsonan. Contoh: me- +
klarifikasi mengklarifikasi.
3. Tidak dilebur jika kata dasar merupakan kata asing yang belum diserap secara sempurna.
Contoh: me- + konversi mengkonversi.
Aturan khusus
Ada beberapa aturan khusus pembentukan kata turunan, yaitu:
1. ber- + kerja bekerja (huruf r dihilangkan)
2. ber- + ajar belajar (huruf r digantikan l)
3. pe + perkosa pemerkosa (huruf p luluh menjadi m)
4. pe + perhati pemerhati (huruf p luluh menjadi m)
enulisan Huruf dalam Bahasa Indonesia
4 Oktober 2009 Yeptirani Tinggalkan Komentar Go to comments
HURUF KAPITAL
Dalam Pedoman Umum EYD terdapat beberapa kaidah penulisan huruf kapital. Berikut ini
disajikan beberapa hal yang masih perlu kita perhatikan.
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama pada awal kalimat.
Contoh: Dia mengantuk; Apa maksudnya?; dll.
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung.
Contoh: Adik bertanya:Kapan kita pulang?
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam menulis ungkapan yang
berhubungan dengan hal keagamaan, kitab suci, dan nama Tuhan, termasuk kata ganti
untuk Tuhan.
Contoh: Allah, Yang Mahakuasa, Atas rahmat-Mu (bukan atas rahmatmu), dll.
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama untuk menuliskan kata-kata, seperti, imam,
makmum, doa, puasa, dan misa.
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama gelar kehormatan, keturunan, dan
keagamaan yang diikuti nama orang.
Contoh: Sultan Hasanuddin, Nabi Muhammad, Imam Hanafi, dll.
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan
keagamaan jika tidak diikuti nama orang.
Contoh: Seorang nabi adalah utusan Tuhan, Sebagai seorang sultan, dia patut dihormati, dll.
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama jabatan dan pangkat yang diikuti
nama orang, nama instansi, atau nama tempat.
Contoh: Gubernur Bali, Gubernur Fauzi Bowo, Kepala Kantor Wilayah, dll.
Nama jabatan dan pangkat itu tidak ditulis dengan huruf kapital jika tidak diikuti nama orang,
nama instansi, atau nama tempat.
Contoh: Siapa yang dilantik menjadi gubernur?, Ayah dia seorang jenderal bintang tiga.
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku, dan bahasa.
Contoh: bangsa Indonesia, suku Banjar, bahasa Perancis.
Perhatikan penulisan berikut!
Mengindonesiakan kata-kata asing; keingris-ingrisan
Perhatikan juga bahwa yang dituliskan dengan huruf kapital hanya nama bangsa, nama suku,
dan nama bahasa, sedangkan kata bangsa, suku, dan bahasa ditulis dengan huruf kecil saja.
Contoh: bangsa Indonesia; suku Banjar; bahasa Perancis.
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan
peristiwa sejarah.
Contoh: tahun Hijriah; bulan Agustus; hari Waisak; perang Salib; Republik Indonesia.
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama khas geografi.
Contoh: Sungai Barito; Danau Toba; Asia Tenggara; Pulau Bangka; Gunung Semeru.
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata-kata umum:
Contoh: dia hanyut di sungai; gunung mana yang akan kita daki?
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama resmi badan, lembaga
pemerintahan, dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi.
Contoh: Majelis Permusyawaratan Rakyat; Undang-Undang Dasar 1945.
Tapi perhatikan!
menurut undang-undang dasar kita, Saudara dapat dijatuhi hukuman berat.
Huruf kapital dipakai dalam singkatan nama gelar dan sapaan.
Contoh: Dr. M.A. S.H. Sdr.
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan
seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman yang dipakai sebagai kata ganti
sapaan.
Contoh: Kapan Bapak berangkat?; Mau kemana, Bu?
Namun, perhatikan!
*Kita harus menghormati ibu kita!
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata ganti orang kedua (Anda)
Contoh: Tahukah Anda tentang kabar itu?; Saudara diundang ke rumah
HURUF MIRING
Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan buku, majalah, dan surat kabar
yang dikutip dalam keterangan.
Contoh: Sudahkah anda membaca koran Kompas hari ini?
Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan kata nama ilmiah atau ungkapan
asing.
Contoh: Nama latin untuk tanaman padi adalah Oriza sativa.
Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf,
bagian kata, atau kelompok kata.
Contoh: Huruf pertama kata dunia adalah d; Buatlah sebuah karangan dengan tema
lingkunganku!
Pemakaian Huruf dalam Bahasa Indonesia
3 Oktober 2009 Yeptirani Tinggalkan Komentar Go to comments
ABJAD
Ada 26 huruf yang digunakan di dalam abjad bahasa Indonesia, yaitu:
A* a (:/a/), B** b (:/be/), C** c (:/ce/), D** d (:/de/), E* e (:/e/), F** f (:/ef/), G** g (:/ge/), H**
h (:/ha/), I* i (:/i/), J** j (:/je/), K** k (:/ka/), L** l (:/el/), M** m (:/em/), N** n (:/en/), O* o
(:/o/), P** p (:/pe/), Q** q (:/ki/), R** r (:/er/), T** t (:/te/), U* u (:/u/), V** v (:/fe/), W** w
(:/we/), X** x (:/eks/), Y** y (:/ye/), Z** z (:/zet/).
(5 vokal* dan 21 konsonan**)
Selain abjad-abjad di atas, bahasa Indonesia juga menggunakan 4 (empat) gabungan huruf dan 3
(tiga) diftong.
Gabungan huruf:
sy, kh, ng, ny.
Diftong:
ai, au, oi.
PEMENGGALAN KATA PADA KATA DASAR DAN KATA BERIMBUHAN
1. Kata Dasar
Yang paling penting dalam pemenggalan kata adalah Anda harus mengetahui kata
dasarnya lebih dahulu. Di samping itu, gabungan huruf dan diftong tidak dapat
dipisahkan.
Kalau di tengah kata ada dua buah konsonan yang berurutan, pemenggalannya dilakukan
di antara kedua konsonan itu.
Contoh: pan-dai, cap-lok, swas-ta, Ap-ril.
Kalau di tengah kata ada tiga buah konsonan atau lebih, pemenggalannya dilakukan
antara konsonan yang pertama (termasuk ng) dan yang kedua.
Contoh: in-struk-tur, bang-krut, ul-tra, ben-trok, in-tra.
Kalau di tengah kata ada dua buah vokal yang berurutan, pemenggalan dilakukan di
antara kedua vokal itu.
Contoh: ma-in, sa-at, bu-ah
Huruf diftong ai, au, dan oi tidak pernah diceraikan sehingga pemenggalan kata tidak
dilakukan di antara kedua huruf itu.
Contoh: au-la bukan a-u-la; sau-da-ra bukan sa-u-da-ra.
2. Kata Berimbuhan
Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran), termasuk awalan yang mengalami perubahan bentuk,
dipenggal. Partikel yang biasanya ditulis serangkai dengan kata dasarnya dapat dipenggal pada
pengertian baris.
Contoh: la-pang-an, pe-nuh-i, pel-a-jar, mem-ba-ca, per-gi-lah, wa-lau-pun, be-ra-pa-kah.
3. Penulisan Nama Diri
Penulisan nama diri (nama sungai, gunung, jalan, dan sebagainya) disesuaikan dengan EYD,
kecuali jika ada pertimbangan khusus. Pertimbangan khusus itu menyangkut segi adat, hukum,
atau kesejarahan.
Contoh: Universitas Padjadjaran, Universitas Gadjah Mada, Soetomo Poedjosoeparmo.
Penulisan Gabungan Kata dalam Bahasa Indonesia
5 Oktober 2009 Yeptirani Tinggalkan Komentar Go to comments
Gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk ditulis terpisah.
Contoh: tanda tangan; terima kasih; rumah sakit; tanggung jawab; kambing hitam; dll.
Perhatikan kalau gabungan kata itu mendapatkan imbuhan!
Apabila gabungan kata itu mendapatkan awalan atau akhiran saja, awalan atau akhiran itu harus
dirangkai dengan kata yang dekat dengannya. kata lainnya tetap ditulis terpisah dan tidak
diberi tanda hubung.
Contoh: berterima kasih; bertanda tangan; tanda tangani; dll.
Apabila gabungan kata itu mendapatkan awalan dan akhiran, penulisan gabungan kata harus
serangkai dan tidak diberi tanda hubung.
Contoh: menandatangai; pertanggungjawaban; mengkambinghitamkan; dll.
Gabungan kata yang sudah dianggap satu kata.
Dalam bahasa Indonesia ada gabungan kata yang sudah dianggap padu benar. Arti gabungan kata
itu tidak dapat dikembalikan kepada arti kata-kata itu.
Contoh: bumiputra; belasungkawa; sukarela; darmabakti; halalbihalal; kepada; segitiga; padahal;
kasatmata; matahari; daripada; barangkali; beasiswa; saputangan; dll
Kata daripada, misalnya, artinya tidak dapat dikembalikan kepada kata dari dan pada. Itu
sebabnya, gabungan kata yang sudah dianggap satu kata harus ditulis serangkai.
Gabungan kata yang salah satu unsurnya tidak dapat berdiri sendiri sebagai satu kata
yang mengandung arti penuh, unsur itu hanya muncul dalam kombinasinya.
Contoh: tunanetra; tunawisma; narasumber; dwiwarna; perilaku; pascasarjana; subseksi; dll.
Kata tuna berarti tidak punya, tetapi jika ada yang bertanya, Kamu punya uang? kita tidak
akan menjawabnya dengan tuna. Begitu juga dengan kata dwi, yang berarti dua, kita tidak
akan berkata, saya punya dwi adik laki-laki. Karena itulah gabungan kata ini harus ditulis
dirangkai.
Perhatikan gabungan kata berikut!
1. Jika unsur terikat itu diikuti oleh kata yang huruf awalnya kapital, di antara kedua unsur
itu diberi tanda hubung.
Contoh: non-Indonesia; SIM-ku; KTP-mu.
1. Unsur maha dan peri ditulis serangkai dengan unsur yang berikutnya, yang berupa kata
dasar. Namun dipisah penulisannya jika dirangkai dengan kata berimbuhan.
Contoh: Mahabijaksana; Mahatahu; Mahabesar.
Maha Pengasih; Maha Pemurah; peri keadilan; peri kemanusiaan.
Tetapi, khusus kata ESA, walaupun berupa kata dasar, gabungan kata maha dan esa ditulis
terpisah => Maha Esa.
Penulisan Kata Ulang dan Kata Depan
6 Oktober 2009 Yeptirani Tinggalkan Komentar Go to comments
KATA ULANG
Kata ulang dituliskan dengan menggunakan tanda hubung di antara kedua unsurnya. Penulisan
kata ulang ada bermacam-macam.
1. Pengulangan kata dasar
Contoh: anak-anak; adik-adik; kunang-kunang; laki-laki; ramai-ramai; undang-undang.
2. Pengulangan kata berimbuhan
Contoh: berlari-larian; berkejar-kejaran; didorong-dorong; kait-mengait; rumput-rumputan.
3. Pengulangan gabungan kata
Contoh: meja-meja tulis; rumah-rumah sakit; kereta-kereta api cepat; duta-duta besar.
4. Pengulangan kata yang berubah bunyi
Contoh: sayur-mayur; bolak-balik; pontang-panting; mondar-mandir.
KATA DEPAN
Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.
Contoh: di rumah; di sini; di mana; di samping; ke mana; ke sana; ke muka; dari mana; dari
rumah; dll.
Tetapi, perhatikan awalan di- dan ke- ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.
Contoh: disampaikan; dibaca; dikemukakan; ketujuh; keputusan; kekasih; dll.
Kata hari ini:
Kata PERUBAHAN dan kata BERUBAH berasal dari kata dasar UBAH, bukan RUBAH.
Karenanya, jangan pernah menggunakan kata MERUBAH, tetapi gunakan kata bakunya,
MENGUBAH, karena RUBAH itu adalah nama seekor binatang yang mirip musang.
Kata Ganti dalam Bahasa Indonesia
10 Oktober 2009 Yeptirani Tinggalkan Komentar Go to comments
1. Kata Ganti -ku, -mu, dan -nya ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.
Contoh:
Apa yang kumiliki sudah kauambil.
Bukuku, bukumu, dan bukunya tersimpan di perpustakaan.
2. Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.
Contoh:
Harimau itu marah sekali kepada sang Kancil.
Surat itu dikirim kembali kepada si pengirim.
Penulisan Partikel dalam Bahasa Indonesia
7 Oktober 2009 Yeptirani Tinggalkan Komentar Go to comments
Terdapat lima partikel dalam bahasa Indonesia, yaitu lah, kah, tah, per, dan pun.
Partikel lah, kah, dan tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Contoh: Apakah kucing ini milik Anda?; Tengoklah ke kiri dan ke kana jika hendak
menyeberang jalan!
Partikel per yang berarti tiap-tiap, demi, dan mulai ditulis terpisah dari bagian
kalimat yang mendahului dan mengikutinya. Namun, partikel per pada bilangan
pecahan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.
Contoh: Harga kain itu adalah sepuluh ribu rupiah per meter; dua pertiga.
Partikel pun yang sudah dianggap padu benar ditulis serangkai dengan kata yang
mendahuluinya. Sedangkan partikel pun yang ditulis setelah kata benda, kata sifat, kata
kerja, dan kata bilangan, dituliskan terpisah.
Contoh: walaupun; meskipun; biarpun; adapun; bagaimanapun; kendatipun; maupun;
sekalipun; sungguhpun;
Contoh yang ditulis terpisah: Jika tak ada yang kuning, merah pun tidak masalah, asal
bunganya bisa dipajang.
Singkatan dan Akronim
12 Oktober 2009 Yeptirani Tinggalkan Komentar Go to comments
Singkatan adalah bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas satu huruf atau lebih.
1. Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan, atau pangkat diikuti dengan tanda titik.
Contoh:
A.S. Surajuddin
Muh. Yamin
Djaja Hs.
M.B.A. master or business administration
M.Sc. master of science
S.E. sarjana ekonomi
Bpk. bapak
Sdr. saudara
2. Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta
nama dokumen resmi yang terdiri atas huruf awal kata ditulis dengan huruf kapital dan tidak
diikuti dengan tanda titik.
Contoh:
DPR Dewan Perwakilan Rakyat
PT Perseroan Terbatas
KTP Kartu Tanda Penduduk
3. Singkatan umum yang terdiri dari tiga huruf atau lebih diikuti satu tanda titik. Singkatan yang
terdiri dari dua huruf diikuti tanda titik pada setiap hurufnya.
Contoh:
dll. dan lain-lain
dsb. dan sebagainya
sda. sama dengan di atas
Yth. Yang terhormat
a.n. atas nama (bukan a/n)
d.a. dengan alamat (bukan d/a)
u.b. untuk beliau (bukan u/b)
u.p. untuk perhatian (bukan u/p)
4. Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang tidak diikuti
tanda titik.
Contoh:
Cu (kuprum/timah)
TNT (trinitroluen)
cm (sentimeter)
Rp (rupiah)
Akronim ialah singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan suku kata, ataupun
gabungan huruf dan suku kata dari deret kata yang diperlakukan sebagai kata.
1. Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal sari deret kata ditulis seluruhnya
dengan huruf kapital.
Contoh:
ABRI Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
LAN Lembaga Administrasi Negara
IKIP Institut Keguruan Ilmu Pendidikan
2. Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan suku kata dari
deret kata ditulis dengan huruf awal huruf kapital.
Contoh:
Akabri Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
Bappenas Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
3. Akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan huruf, suku kata, ataupun gabungan
huruf dan suku kata dari deret kata seluruhnya ditulis dengan huruf kecil.
Contoh:
pemilu pemilihan umum
rapim rapat pimpinan
Jika dianggap perlu membentuk akronim, hendaknya diperhatikan syarat-syarat berikut:
1) Jumlah suku kata akronim jangan melebihi suku kata yang lazim pada kata Indonesia.
2) Akronim dibentuk dengan mengindahkan keserasian kombinasi vokal dan konsonan yang
sesuai dengan pola kata Indonesia yang lazim.
Kata hari ini:
Pakailah dll. (dan lain-lain) atau dsb. (dan sebagainya) saja. Jangan memakai dlsb. (dan lain
sebagainya) karena dlsb. tidak terdefinisikan artinya dalam bahasa Indonesia.
Berikut ini contoh-contoh penulisan gelar yang benar.
Gelar Sarjana
S.Ag. (Sarjana Agama)
S.Pd. (Sarjana Pendidikan)
S.Si. (Sarjana Sains)
S.Psi. (Sarjana Psikologi)
S.Hum. (Sarjana
Humaniora)
S.Kom. (Sarjana
Komputer)
S.Sn. (Sarjana Seni)
S.Pt. (Sarjana Peternakan)
S.Ked. (Sarjana
Kedokteran)
S.Th.I. (Sarjana Theologi
Islam)
S.Kes. (Sarjana Kesehatan)
S.Sos. (Sarjana Sosial)
S.Kar. (Sarjana Karawitan)
S.Fhil. (Sarjana Fhilsafat)
S.T. (Sarjana Teknik)
S.P. (Sarjana Pertanian)
S.S. (Sarjana Sastra)
S.H. (Sarjana Hukum)
S.E. (Sarjana Ekonomi)
S.Th.K. (Sarjana Theologi
Kristen)
S.I.P. (Sarjana Ilmu
Politik)
S.K.M. (Sarjana Kesehatan
Masyarakat)
S.H.I. (Sarjana Hukum
Islam)
S.Sos.I. (Sarjana Sosial
Islam)
S.Fil.I. (Sarjana Filsafat
Islam)
S.Pd.I. (Sarjana
Pendidikan Islam), dsb.
Gelar Magister
M.Ag. (Magister Agama)
M.Pd. (Magister
Pendidikan)
M.Si. (Magister Sains)
M.Psi. (Magister
Psikologi)
M.Hum. (Magister
Humaniora)
M.Kom. (Magister
Komputer)
M.Sn. (Magister Seni)
M.T. (Magister Teknik)
M.H. (Magister Hukum)
M.M. (Magister
Manajemen)
M.Kes. (Magister
Kesehatan)
M.P. (Magister Pertanian)
M.Fhil. (Magister
Fhilsafat)
M.E. (Magister Ekonomi)
M.H.I. (Magister Hukum
Islam)
M.Fil.I. (Magister Filsafat
Islam)
M.E.I. (Magister Ekonomi
Islam)
M.Pd.I. (Magister
Pendidikan Islam), dsb.
S.Th.K. (Sarjana Theologi
Kristen)
Gelar Sarjana Muda
Luar Negeri
B.A. (Bechelor of Arts)
B.Sc. (Bechelor of
Science)
B.Ag. (Bechelor of
Agriculture)
B.E. (Bechelor of
Education)
B.D. (Bechleor of Divinity)
B.Litt. (Bechelor of
Literature)
B.M. (Bechelor of
Medicine)
B.Arch. (Bechelor of
Architrcture), dsb.
Gelar Master Luar
Negeri
M.A. (Master of Arts)
M.Sc. (Master of Science)
M.Ed. (Master of
Education)
M.Litt. (Master of
Literature)
M.Lib. (Master of Library)
M.Arch. (Master of
Architecture)
M.Mus. (Master of Music)
M.Nurs. (Master of
Nursing)
M.Th. (Master of
Theology)
M.Eng. (Master of
Engineering)
M.B.A. (Master of
Business Administration)
M.F. (Master of Forestry)
M.F.A. (Master of Fine
Arts)
M.R.E. (Master of
Religious Ediucation)
M.S. (Mater of Science)
M.P.H. (Master of Public
Health), dsb.
Gelar Doktor Dalam Negeri
Penulisan gelar doktor dalam negeri pun sering tidak dipahami dengan benar oleh kebanyakan
orang, padahal jika kita mampu menganalisis, tidaklah sulit untuk dapat menemukan
jawabannya.
Penulisan gelar doktor dalam negeri sama dengan penulisan gelar-gelar yang lain. Karena huruf
D dan R merupakan rangkaian satu kata, maka penulisan gelar doktor yang benar adalah:
Dr. (Doktor), dan ditulis di depan nama penyandang gelar. Huruf D ditulis dengan huruf
besar, dan huruf R ditulis dengan huruf kecil, dan diakhiri dengan tanda titik pula.
Selain itu, di Indonesia juga memberlakukan sebutan profesional untuk program diploma. Aturan
main penulisan sebutan profesional dalam negeri untuk program diploma ditulis di belakang
nama penyandang sebutan profesional tersebut. Perhatikan beberapa sebutan profesional
program diploma dalam negeri sebagai berikut.
Program diploma satu (D1) sebutan profesional ahli pratama, disingkat (A.P.);
Program diploma dua (D2) sebutan profesional ahli muda, disingkat (A.Ma.);
Program diploma tiga (D3) sebutan profesional ahli madya, disingkat (A.Md.); dan
Program diploma empat (D4) sebutan profesional ahli, disingkat (A.).
Akhir-akhir ini sebutan profesional untuk program diploma, sebagaimana yang tertera itu,
cenderung diikuti oleh ilmu keahlian yang dimiliki. Sebagai misal, sebutan profesional untuk ahli
muda kependidikan disingkat A.Ma.Pd., ahli madya keperawatan disingkat A.Md.Per., ahli
madya kesehatan disingkat A.Md.Kes., ahli madya kebidanan disingkat A.Md.Bid., dan ahli
madya pariwisata disingkat A.Md.Par.
Selanjutnya, banyak orang bertanya-tanya tentang beberapa gelar doktor luar negeri yang tidak
mereka pahami maksudnya, juga tidak mereka ketahui cara penulisannya, sehingga banyak
diantara mereka hanya dapat memperkirakan maksud, dan demikian pula cara penulisannya.
Karena berdasarkan perkiraan belaka, maka banyak diantara mereka salah menebak maksud serta
cara penulisannya.
Penulisan gelar doktor, master, dan sarjana muda dari luar negeri, ditulis di belakang nama
penyandang gelar. Sebagaimana penulisan gelar-gelar dalam negeri, penulisan gelar dari luar
negeri pun sama. Untuk dapat memahami penulisan yang benar, kita perlu menganalisis kata per
kata sebagaimana cara menganalisis kata per kata pada penulisan gelar dalam negeri. Sebagai
misal, gelar doctor of philosophy, yang ditulis benar [Ph.D.]. Huruf P ditulis dengan huruf
besar, tetapi huruf H ditulis dengan huruf kecil, dan diakhiri dengan tanda titik. Huruf H
ditulis dengan huruf kecil karena posisinya sebagai bagian dari rangkaian satu kata dengan huruf
P yang merupakan kepanjangan dari kata philosophy, sedangkan huruf D ditulis dengan
huruf besar sebagai singkatan dari kata doctor, dan diakhiri dengan tanda titik.
Perhatikan beberapa gelar doktor luar negeri yang sering kita jumpai di Indonesia, dan contoh
penulisannya:
Ph.D. (Doctor of Philosophy); => Sigit Sugito, Ph.D.
Ed.D. (Doctor of Education); => Sigit Sugito, Ed.D.
Sc.D. (Doctor of Science); => Sigit Sugito, Sc.D.
Th.D. (Doctor of Theology); => Sigit Sugito, Th.D.
Pharm.D. (Doctor of Pharmacy); => Sigit Sugito, Pharm.D.
D.P.H. (Doctor of Public Health); => Sigit Sugito, D.P.H.
D.L.S. (Doctor of Library Science); => Sigit Sugito, D.L.S.
D.M.D. (Doctor of Dental Medicince); => Sigit Sugito, D.M.D.
J.S.D. (Doctor of Science of Jurisprudence). => Sigit Sugito, J.S.D., dsb.
Tambahan lagi, penulisan gelar ganda yang kedua gelar tersebut berada di belakang nama
penyandang gelar, juga perlu memperhatikan teknik penulisan yang benar. Bahwasanya, selama
ini kita sering menjumpai bahkan mungkin, menjadi pelaku sendiri penulisan gelar ganda yang
tidak memperhatikan tata cara penulisan yang benar.
Tenik penulisan gelar ganda yang kedua-duanya berada di belakang nama penyandang gelar,
banyak terkait dengan penggunaan tanda baca koma (,). Penulisan yang benar adalah setelah
nama (penyandang gelar), dibubuhkan tanda koma (,) kemudian diikuti gelar yang pertama,
ditulis dengan teknik penulisan yang benar, lalu dibubuhkan tanda koma untuk penulisan gelar
yang kedua, dan seterusnya (jika ada gelar-gelar yang lain). Perhatikan beberapa contoh
penulisan gelar ganda di bawah ini:
Endra Lesmana, S.Ag., S.H.
Endra Lesmana, S.Pd., S.S.
Endra Lesmana, S.Hum., S.Pd.I.
Jika penyandang gelar memiliki gelar lebih dari dua gelar, dan semuanya berada di belakang
nama penyandang gelar, teknik penulisannya pun sama. Perhatikan pula beberapa contoh
penulisan gelar yang lebih dari dua gelar di belakang nama penyandang gelar.
Imam Prasodjo, S.S., M.Hum., M.Pd.
Imam Prasodjo, S.Pd., S.S., M.Ed.
Imam Prasodjo, S.Ag., M.E.I., Ph.D.
Penulisan gelar dengan mengikuti nama penyandang gelar yang ditulis dengan huruf balok
(kapital), gelar tetap ditulis sesuai dengan penulisan gelar yang benar. Jika gelar tersebut terdapat
huruf peluncur sebagai bagian dari rangkaian satu kata, sebagai misal, gelar S.Ag., S.Pd., S.Pt.,
huruf g, d, dan t yang posisinya sebagai huruf peluncur dari rangkaian satu kata, tidak ditulis
dengan huruf besar. Perhatikan beberapa contoh di bawah ini:
Ditulis Benar Ditulis Salah Juga Ditulis Salah
Hadi Mulya, S.Pd. HADI MULYA, S.PD. HADI MULYA, S.Pd.
Hadi Mulya, S.Ag. HADI MULYA, S.AG. HADI MULYA, S.Ag.
Hadi Mulya, S.Pt. HADI MULYA, S.PT. HADI MULYA, S.Pt.
Di dalam aturan kebahasaan, nama orang tidak dibenarkan ditulis dengan huruf balok (kapital),
kecuali untuk kepentingan tertentu. Jika ditulis, huruf balok (kapital) hanya dibenarkan ditulis
pada awal kata nama orang. Karena itu, penulisan gelar dengan mengikuti nama penyandang
gelar yang sama-sama ditulis menggunakan huruf balok, tidak hanya salah, tetapi sudah salah
kaprah
1 Dr. Warsiman, M.Pd.
Dosen tetap Fakultas Adab, dosen Program Pascasarjana IAIN S
KATA BAKU
Kata-kata baku adalah kata-kata yang standar sesuai dengan aturan kebahasaaan yang berlaku,
didasarkan atas kajian berbagai ilmu, termasuk ilmu bahasa dan sesuai dengan perkembangan
zaman. Kebakuan kata amat ditentukan oleh tinjauan disiplin ilmu bahasa dari berbagai segi
yang ujungnya menghasilkan satuan bunyi yang amat berarti sesuai dengan konsep yang
disepakati terbentuk.
Kata baku dalam bahasa Indonesia memedomani Pedoman Umum Pembentukan Istilah yang
telah ditetapkan oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa bersamaan ditetapkannya
pedoman sistem penulisan dalam Ejaan Yang Disempurnakan. Di samping itu, kebakuan suatu
kata juga ditentukan oleh kaidah morfologis yang berlaku dalam tata bahasa bahasa Indonesia
yang telah dibakukan dalam Tata Bahasa Baku Bahasa Indoensia.
Dalam Pedoman UmumPembentukan istilah (PUPI)diterangkan sistem pembentukqan istilah
serta pengindonesiaan kosa kata atau istilah yang berasal dari bahasa asing. Bila kita
memedomani sistem tesebut akan telihat keberaturan dan kemanapan bahasa Indonesia.
Kata baku sebenanya merupakan kata yang digunakan sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia
yang telah ditentukan. Konteks penggunaannya adalah dalam kalimat resmi, baik lisan maupun
tertulis dengan pengungkapan gagasan secara tepat.
Suatu kata bisa diklasifikasikan tidak baku bila kata yang digunakan tidak sesuai dengan kaidah
bahasa Indonesia yang ditentukan. Biasanya hal ini muncul dalam bahasa percakapan sehari-hari,
bahasa tutur.
Baku - Tidak Baku
apotek - apotik
atlet - atlit
bus -bis
cenderamata - cinderamata
konkret - konkrit-kongkrit
sistem - sistim
telepon - tilpon-telpon
pertanggungjawaban -
pertanggung jawaban
utang - hutang
pelanggan - langganan
hakikat - hakekat
kaidah - kaedah
dipersilakan -
dipersilahkan
anggota - anggauta
pihak - fihak
disahkan - disyahkan
lesung pipi - lesung pipit
mengubah - merubah
mengesampingkan-
mengenyampingkan
kualitas - kwalitas
universitas - university
teater - theatre
struktur - structure
monarki - monarkhi
devaluasi - defaluasi
abstrak - abstrac
akomodasi - akomodir
legalisiasi - legalisir
diagnosis -diadnosa
hipotesis -hipotesa
kultur - culture
deputi - deputy
sekuritas - Security
aktivitas - aktifitas
relatif - relative
repertoar - repertoire
teknologi - tekhnologi;
technologi
elektronik - electronik
direktur - director
konduite - kondite
akuarium - aquarium
kongres - konggres
hierarki - hirarkhi
aksi - action
psikiatri - psychiatry
grup - group
rute - route
institut - institute
aki - accu
taksi - taxi
sekadar - sekedar
memesona - mempesona
imbau - himbau
berpikir - berfikir
nasihat - nasehat
terempas - terhempas
pukul 19.30 WIB - jam
19.30 WIB
standardisasi - standarisasi
objek - obyek
sportivitas - sportifitas
sportif - sportip
aktivitas - aktifitas
aktif - aktip
pengkreditan - pengreditan
mengkreditkan -
mengreditkan
antarnegara - antar negara
pascapanen - pasca panen
dasawisma - dasa wisma
pancaroba - panca roba
Penggunaan ragam baku
Surat menyurat antarlembaga
Laporan keuangan
Karangan ilmiah
Lamaran pekerjaan
Surat keputusan
Perundangan
Nota dinas
Rapat dinas
Pidato resmi
Diskusi
Penyampaian pendidikan
Dan lain-lain.
Kalimat Baku
Ada beberapa istilah yang dalam konteks soal tes memiliki pengertian yang sama atau dapat
disamakan dengan kalimat baku. Istilah-istilah itu, misalnya, kalimat efektif dan kalimat yang
baik dan benar. Kalimat baku adalah sebuah kalimat standar yang dipergunakan dalam penulisan
karya ilmiah. Penulisan karya ilmiah mempergunakan kalimat-kalimat yang secara umum
dikenal sebagai ragam tulis formal. Meskipun banyak di antara kita pernah membaca atau
bahkan menulis karya ilmiah, kemampuan kita mengenali atau menulis dengan kalimat yang
baku masih sedikit yang memilikinya.
Sebuah kalimat dapat dikategorikan sebagai kalimat baku jika memenuhi syarat-syarat: (1)
struktur kalimat, (2) bentukan kata, (3) makna kalimat, dan (4) kaidah ejaan. Keempat syarat
tersebut harus dipenuhi. Jika ada yang tidak terpenuhi, kalimat tersebut tidak dapat disebut
kalimat baku.
Struktur Kalimat
Syarat struktur kalimat adalah syarat yang berhubungan dengan kaidah-kaidah kalimat. Berikut
ini beberapa kaidah kalimat yang sering diabaikan sehingga kalimat yang kita buat bukanlah
sebuah kalimat baku.
Memiliki S dan P
Kalimat baku harus memiliki S dan P. Ketidakhadiran S atau P menyebabkan kalimat tidak baku.
(1) Dalam rapat itu membahas masalah kenaikan gaji pegawai.
Jika dianalisis unsur-unsurnya, kalimat tersebut tidak memiliki S. Kelompok kata dalam rapat itu
berfungsi sebagai K sebab merupakan frase preposisional yang diawali preposisi dalam. Kata
membahas menempati fungsi P. Kelompok kata masalah kenaikan gaji pegawai adalah O kalimat
itu. Pola kalimat tersebut adalah
(1) Dalam rapat itu membahas masalah kenaikan gaji pegawai.
K P O
Karena itu, kalimat tersebut tidak merupakan kalimat baku. Agar menjadi kalimat baku,
perbaikan dapat dilakukan sebagai berikut:
Menghilangkan preposisinya sehingga menjadi frane nominal, dengan demikian kalimat itu
menjadi
(1a) Rapat itu membahas masalah kenaikan gaji pegawai.
S P O
Mengubah kata kerja membahas dalam kalimat itu menjadi dibahas sehingga kalimat itu menjadi
(1b) Dalam rapat itu dibahas masalah kenaikan gaji pegawai.
K P S
Perhatikan kalimat (2) di bawah ini!
(2) Kecelakaan lalu lintas itu sebab kecerobohan sopir.
Analisis unsurnya menunjukkan kelompok kata kecelakaan lalu lintas menempati S, sedangkan
sebab kecerobohan sopir yang merupakan frase preposisional (diawali sebab yang pada kalimat
itu menjadi kata depan) dan menempati fungsi K. Dengan demikian, kalimat tersebut berpola
(2) Kecelakaan lalu lintas itu sebab kecerobohan sopir.
S K
Ternyata kalimat tersebut tidak memiliki P sehingga dapat dianggap sebagai kalimat tidak baku.
Kalimat tersebut dapat diperbaiki dengan cara
Mengubah sebab menjadi disebabkan sehingga kalimat menjadi
(2a) Kecelakaan lalu lintas itu disebabkan kecerobohan sopir.
S P Pel.
Menambahkan kata lain, misalnya kata terjadi, yang akan berfungsi sebagai P
(2b) Kecelakaan lalu lintas itu terjadi sebab kecerobohan sopir.
S P K
Perhatikan kalimat (3) di bawah ini!
(3) Jika ekspedisi tersebut tidak menemukan sepotong fosil pun, maka dana ekspedisi harus
dikembalikan.
Pada kalimat tersebut terdapat konjungsi subordinatif jika dan maka. Konjungsi jika dan maka
menandai bahwa klausa yang mengikuti konjungsi tersebut merupakan klausa terikat yang
merupakan perluasan unsur K. Jadi, kalimat tersebut tidak memiliki S dan P sebab unsur yang
ada pada kalimat tersebut semuanya K. Jika dipolakan akan terlihat polanya seperti di bawah ini
(3) Jika ekspedisi tersebut tidak menemukan sepotong fosil pun,
K
maka dana ekpedisi harus dikembalikan.
K
Agar menjadi kalimat baku, yang dapat dilakukan terhadap kalimat tersebut adalah
menghilangkan salah satu konjungsinya tergantung pada hubungan antarklausa yang
dikehendaki.
(3a) Jika ekspedisi tidak menemukan sepotong fosil pun,
K
dana ekspedisi harus dikembalikan.
S P
Kalimat (3a) merupakan perbaikan kalimat (3) dengan menghilangkan konjungsi maka sehingga
hubungan antarkalimat yang terjadi adalah hubungan syarat atau pengandaian.
(3b) Ekspedisi tidak menemukan sepotong fosil pun
S P O
maka dana ekspedisi harus dikembalikan.
K
Kalimat (3b) juga merupakan hasil perbaikan kalimat (3), hanya yang dihilangkan adalah
konjungsi jika dan hubungan antarklausa yang terjadi adalah hubungan akibat.
Hubungan P dengan unsur yang mengikutinya.
Unsur P dapat diikuti O, Pel., atau K bergantung pada jenis kata yang mengisi unsur P itu. Jika P
ditempati oleh kata yang bukan kata kerja, berarti dalam kalimat itu tidak ada O atau Pel. Di
dalam kalimat aktif transitif, hubungan P dan O sangat rapat sehingga tidak boleh disisipi
preposisi. Perhatikan kalimat (4) di bawah ini.
(4) Kami akan mendiskusikan tentang hal itu nanti.
S P O
Berdasarkan polanya terlihat bahwa kalimat (4) adalah kalimat aktif transitif, tetapi kalimat itu
menjadi tidak baku sebab antara P dan O-nya terdapat preposisi tentang. Agar menjadi kalimat
baku, semestinya preposisi tentang pada kalimat itu dihilangkan sehingga kalimat menjadi
(4a) Kami akan mendiskusikan hal itu.
S P O
Bila kita ingin mempertahankan preposisi tentang, P kalimat (4) harus diubah menjadi kata kerja
berpartikel. Agar menjadi kata kerja berpartikel, kata mendiskusikan diubah menjadi berdiskusi
sehingga kalimat menjadi
(4b) Kami akan berdiskusi tentang hal itu.
S P Pel.
Jadi, perlu diingat bahwa dalam kalimat aktif transitif antara P dan O tidak boleh terdapat
preposisi.
Pemasifan dengan tepat
Berbicara tentang kalimat pasif biasanya sebagian besar di antara kita terbayang kalimat dengan
P berupa kata kerja berawalan di-. Padahal, ada bentuk kalimat pasif yang justru tidak boleh
mempergunakan kata kerja berawalan di-. Bilamana kita menggunakan di- atau tidak akan
dijelaskan di bawah ini. Perlu diingat yang dapat dipasifkan adalah kalimat aktif transitif, selain
itu tidak dapat dipasifkan.
Perhatikan kalimat (5) di bawah ini.
(5) Kita sedang membicarakan kenaikan tarif listrik.
S P O
Kalimat (5) berdasarkan polanya termasuk ke dalam kalimat aktif transitif sehingga kalimat
tersebut dapat dijadikan kalimat pasif. Sebelum dilakukan pemasifan, kita harus perhatikan dulu
kata yang menempati unsur S. S kalimat (5) diisi oleh kata kita yang ternyata termasuk ke dalam
pronomina persona (kata ganti orang) pertama. Dalam kaidah bahasa Indonesia, jika S kalimat
aktif ditempati oleh pronomina persona pertama dan kedua, pemasifan tidak boleh dengan cara
mengubah me- menjadi di- pada predikatnya. Langkah pemasifan dengan S berupa pronomina
persona pertama dan kedua sebagai berikut
Hilangkan awalan me- pada kata yang menempati P.
Bila ada adverbia (akan, sedang telah, tidak, ) ke depan pronomina.
Bagian O pada kalimat aktifnya dapat diletakkan di awal atau akhir kalimat.
Hasil pemasifan dengan cara di atas terlihat pada kalimat di bawah ini.
(5a) Sedang kita bicarakan kenaikan tarif listrik.
(5b) Kenaikan tarif listrik sedang kita bicarakan.
Pelesapan unsur dalam kalimat majemuk
Kalimat majemuk baik setara maupun bertingkat sering mengalami pelesapan unsur yang
disebabkan satu atau lebih unsur pada klausa-klausanya diisi oleh kata atau frase yang sama.
Misalnya,
(6) Sebab tidak belajar semalam, Andika tidak bisa menjawab soal itu.
P K S P O
Kalimat (6) di atas merupakan kalimat yang mengalami pelesapan S. Asalnya kalimat itu
berbunyi
(6a) Sebab Andika tidak belajar semalam, Andika tidak bisa menjawab soal itu.
S P K S P O
Kalimat (6a) terdiri atas dua klausa: klausa pertama sebab Andika tidak belajar dan klausa kedua
Andika tidak bisa menjawab soal itu. Kedua klausa itu ternyata memiliki S yang sama yaitu
Andika. Sebab itu, kata Andika yang mengisi S pada klausa pertama harus dihilangkan agar
kalimat lebih hemat. Hasil menghilangkan unsur pada salah satu klausa sebab adanya kesamaan
kata/frase yang mengisi unsur yang sama pada dua klausa yang berbeda dalam satu kalimat itu
disebut kalimat majemuk pelesapan.
Mari kita analisis kalimat (7) di bawah ini.
(7) Setelah dijemur seharian, Ibu Tuti menggoreng kerupuk itu.
P K S P O
Kalimat (7) terdiri atas dua klausa: klausa pertama setelah dijemur seharian dan klausa kedua Ibu
Tuti menggoreng kerupuk itu. Klausa pertama tidak memiliki S, sedangkan klausa kedua
memiliki S, yaitu Ibu Tuti. Jika kita menduga bahwa kalimat (7) merupakan kalimat pelesapan S,
kita akan keliru sebab S pada klausa pertama tidak mungkin Ibu Tuti.
(7a) Setelah Ibu Tuti dijemur seharian, Ibu Tuti menggoreng kerupuk itu.
S P K S P O
Rasanya sulit untuk menerima kalimat (7a) di atas sebab tidak mungkin yang dijemur dalam
kalimat tersebut adalah Ibu Tuti. Jadi, kalimat (7) bukan pelesapan S. Kalaupun kita mengatakan
bahwa yang dilesapkan adalah kerupuk itu, itu pun keliru sebab kerupuk itu pada klausa kedua
menempati O, sedangkan klausa pertama kehilangan S. Jadi, sebenarnya kalimat (7) bukanlah
kalimat baku sebab pelesapan yang terjadi pada kalimat itu tidak tepat. Jika diperbaiki, kalimat
(7) semestinya berbunyi
(7b) Setelah dijemur seharian, kerupuk itu digoreng oleh Ibu Tuti.
P K S P Pel.
Perubahan yang terjadi pada kalimat (7b) menghasilkan kalimat baku. Kalimat (7b) mengalami
pelesapan S sebab berasal dari kalimat
(7c) Setelah kerupuk itu dijemur seharian, kerupuk itu digoreng oleh Ibu Tuti.
S P K S P Pel.
Memperhatikan asas kesejajaran bentuk/paralelisme
Asas kesejajaran atau paralelisme dalam kalimat merupakan penerapan peristiwa morfologis
dalam proses sintaksis. Proses morfologis biasanya berkaitan dengan pemakaian imbuhan,
sedangkan proses sintaksis adalah proses penyusunan sebuah kalimat. Asas kesejajaran dipakai
sebab berkaitan dengan keruntutan proses berpikir.
Perhatikan kelompok kata di bawah ini.
(8) Pusat Pendidikan dan Latihan
Kelompok kata (8) tidak menerapkan asas kesejajaran. Kata pendidikan dibentuk dari kata dasar
yang diberi konfiks pe-an, sedangkan kata latihan dibentuk dari kata dasar yang diberi akhiran
an. Agar sejajar, semestinya kata latihan diganti menjadi pelatihan.
(8a) Pusat Pendidikan dan Pelatihan.
Kalimat (9) di bawah ini juga tidak menerapkan asas kesejajaran.
(9) Pak Ali mengepel lantai, menyapu halaman, dan perbaikan pintu yang rusak.
Ketidaksejajaran kalimat (9) terlihat pada ketidakkonsistenan pemakaian imbuhan, mengepel dan
menyapu menggunakan awalan me-, sedangkan pada perbaikan menggunakan per-an.
Bentukan Kata
Yang dimaksud bentukan kata adalah proses pengimbuhan dan makna gramatikal imbuhan.
Penerapan imbuhan mempunyai kaidah atau aturan. Melekatkankan imbuhan pada kata dasar
dapat menyebabkan perubahan bentuk imbuhan bergantung pada kata dasar yang dilekatinyanya
agar pengucapannya menjadi lancar. Setelah dilekatkan pada kata dasar, imbuhan akan
memunculkan makna yang biasanya disebut makna gramtikal. Sering kita keliru memahami
makna imbuhan tersebut sehingga pemakaian kata tersebut dalam kalimat menjadi salah.
Ketepatan Pengimbuhan
Salah satu kaidah yang perlu diingat agar pengimbuhan menjadi tepat adalah proses nasalisasi.
Proses nasalisasi diambil dari istilah konsonan nasal yaitu konsonan yang dihasilkan sebab udara
yang keluar dari paru-paru melalui hidung. Konsonan nasal ada empat buat, yaitu /m/, /n/, /ng/,
dan /ny/. Proses nasalisasi terjadi jika awalan me- dan pe- dilekatkan kepada kata yang berfonem
awal /k/, /p/, /t/, dan /s/, lalu fonem awal tersebut berubah menjadi konsonan nasal.
Contoh
me- + kirim = mengirim, /k/ pada kirim berubah menjadi /ng/
me- + pesona = memesona, /p/ pada pesona berubah menjadi /m/
me- + taati = menaati, /t/ pada taati berubah menjadi /n/
me- + sontek = menyontek, /s/ pada kata sontek berubah menjadi /ny/
Namun, me- atau pe- tidak mengalami nasalisasi jika kata yang dilekati itu berfonem awal
berupa konsonan rangkap, seperti /pr/, /kr/, /tr/, dan /sk/.
Contoh
me- + protes = memprotes
me- + kritik = mengkritik
me- + traktir = mentraktir
me- + skor = menskor
Jadi, kalimat yang memiliki S-P atau kalimat sempurna tidak bisa disebut kalimat baku apabila
dalam kalimat tersebut terdapat kata berimbuhan yang tidak tepat.
Misalnya kalimat (10) di bawah ini
(10) Kami tidak mempercayai berita-berita tersebut lagi.
S P O
Kalimat (10) adalah kalimat sempurna, tetapi kalimat tersebut tidak disebut kalimat baku sebab
terdapat kata yang salah, yaitu kata mempercayai, yang semestinya memercayai.
Ketepatan makna imbuhan
Imbuhan memiliki makna gramatikal, yaitu makna yang muncul setelah imbuhan itu dilekatkan
pada sebuah kata. Imbuhan tidak memiliki makna leksikal; sebuah imbuhan tidak memiliki arti
apa pun sebelum imbuhan itu dilekatkan kepada sebuah kata. Kaitannya dengan kalimat baku
adalah kesalahan menggunakan imbuhan akan menyebabkan makna yang terbentuk pada kalimat
pun ada kemungkinan keliru.
Imbuhan me-i dan me-kan memiliki perbedaan makna meskipun dengan jumlah sedikit ada juga
persamaannya. Apakah kata yang berimbuhan me-i ataukah me-kan yang harus dipergunakan
dalam sebuah kalimat bergantung kepada makna keseluruhan kalimat yang ingin disampaikan.
Perhatikan pasangan kata di bawah ini.
menugasi = menyerahi seseorang tugas
menugaskan = menyerahkan tugas, pekerjaan
membawahi = menempatkan diri di bawah perintah seseorang
membawahkan= menempatkan (sesuatu) di bawah
Perhatikan kalimat-kalimat di bawah ini.
(11) Presiden menugaskan Mendiknas untuk menyelesaikan kasus itu.
Kalimat (11) bukanlah kalimat baku sebab terdapat kata berimbuhan yang tidak tepat, yaitu
menugaskan. Seharusnya, sesuai dengan kalimat (11), kata yang tepat adalah menugasi bukan
menugaskan. Perbaikan yang tepat untuk kalimat (11) sebagaimana terlihat pada kalimat di
bawah ini
(11a) Presiden menugasi Mendiknas untuk menyelesaikan kasus itu.
(11b) Presiden menugaskan penyelesaian kasus itu kepada Mendiknas.
Kalimat (12) di bawah ini juga bukan kalimat baku.
(12) Presiden membawahi menteri-menteri.
Makna keseluruhan kalimat (12) di atas adalah Presiden menempatkan diri di bawah perintah
menteri-menteri sehingga kalimat itu menjadi tidak baku. Oleh karena itu, perbaikan untuk
kalimat (12) adalah
(12a) Presiden membawahkan menteri-menteri.
(12b) Menteri-menteri membawahi Presdien.
Kehematan
Kalimat baku pun harus memperhatikan kehematan, yaitu menghindari pemakaian kata yang
mubazir. Pemakaian kata mubazir biasanya terjadi akibat adanya pleonasme atau tautologi dalam
kalimat tersebut. Yang dimaksud dengan pleonasme adalah sebuah usaha menjelaskan sebuah
gagasan/ide yang sudah jelas, sedangkan tautologi adalah usaha menjelaskan sebuah gagasan/ide
dengan gagasan/ide lain yang memiliki makna yang sama.
Perhatikan kalimat-kalimat di bawah ini.
(13) Para hadirin merasa puas atas penjelasan direktur perusahaan tersebut.
(14) Saya melihat peristiwa itu dengan mata kepala saya sendiri.
(15) Buku kuliahnya sangat tebal sekali.
Perbaikan kalimat-kalimat di atas adalah
(13a) Hadirin merasa puas atas penjelasan direktur perusahaan tersebut.
(14a) Saya melihat peristiwa itu.
(15a) Buku kuliahnya sangat tebal.
Kalimat baku
Kalimat yang secara efektif dapat dipakai untuk menyampaikan gagasan secara tepat.
Tujuannya, agar intonasi tersampaikan secara baik.
Beberapa kesalahan yang menghasilkan kalimat tidak baku:
1. Terpengaruh bahasa daerah
contoh:
Apa kamu sudah makan?
Apakah kamu sudah makan?
Bukumu ada di saya ~ Bukumu ada pada saya.
2. Terpengaruh bahasa asing
contoh:
- Orang yang mana berbaju putih itu abangku.
- Orang yang berbaju putih itu abangku.
3. Kerancuan
contoh:
- Di sekolahku mengadakan pesta.
- Di sekolahku diadakan pesta.
- Sekolahku mengadakan pesta.
4. Kemubaziran
Contoh:
- Kami semua sudah hadir.
- Kami sudah hadir.
5. Terpengaruh bahasa tutur
Contoh :
- Saya sudah bilang sama dia.
- Saya sudah berkata dengan dia.
- Emangnya itu bini Tono ?
- Apakah itu istri Tono?
6. Salah susunan kata
Contoh :
- Kami sudah baca suratmu.
- Suratmu sudah kami baca.