29
Penyakit Akibat Kerja (Bisinosis) pada Pekerja Garmen Dea Mindy Sasmita 102012409 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 2015 Jalan Arjuna Utara no.6 Jakarta 11510 [email protected] Abstrak Bisinosis merupakan penyakit paru akibat kerja dengan karakterisasi penyakit saluran udara akut atau kronik yang di jumpai pada pekerja pengelolahan kapas, rami halus, dan rami. Bisinosis adalah gejala saluran napas serupa asma dalam berbagai derajat yang disebabkan oleh pajanan terhadap serat kapas. Oleh karena gejala awal bisinosis terjadi pada hari kerja pertama yang biasanya hari Senin, bisinosis disebut juga Monday morning fever atau Monday moning chest tightness atau Monday morning asthma. Bisinosis lebih sering ditemukan pada karyawan pemintalan yang terpajan debu kapas kadar tinggi dibanding karyawan pertenunan. Kata Kunci : Monday morning sickness, serat kapas Abstract Bisinosis an occupational lung disease with disease characterization of acute or chronic airways were encountered in workers pengelolahan cotton , flax , and hemp . Bisinosis is similar respiratory symptoms in varying degrees of asthma caused by exposure to cotton fibers . Hence the initial

Penyakit Akibat Kerja

Embed Size (px)

DESCRIPTION

qwqda

Citation preview

Page 1: Penyakit Akibat Kerja

Penyakit Akibat Kerja (Bisinosis) pada Pekerja Garmen

Dea Mindy Sasmita

102012409

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

2015

Jalan Arjuna Utara no.6

Jakarta 11510

[email protected]

Abstrak

Bisinosis merupakan penyakit paru akibat kerja dengan karakterisasi penyakit

saluran udara akut atau kronik yang di jumpai pada pekerja pengelolahan kapas, rami

halus, dan rami. Bisinosis adalah gejala saluran napas serupa asma dalam berbagai

derajat yang disebabkan oleh pajanan terhadap serat kapas. Oleh karena gejala awal

bisinosis terjadi pada hari kerja pertama yang biasanya hari Senin, bisinosis disebut

juga Monday morning fever atau Monday moning chest tightness atau Monday

morning asthma. Bisinosis lebih sering ditemukan pada karyawan pemintalan yang

terpajan debu kapas kadar tinggi dibanding karyawan pertenunan.

Kata Kunci : Monday morning sickness, serat kapas

Abstract Bisinosis an occupational lung disease with disease characterization of

acute or chronic airways were encountered in workers pengelolahan cotton , flax ,

and hemp . Bisinosis is similar respiratory symptoms in varying degrees of asthma

caused by exposure to cotton fibers . Hence the initial symptoms Byssinosis occur on

the first business day which is usually Monday , Byssinosis called Monday morning

Monday moning fever or chest tightness or Monday morning asthma . Bisinosis more

often found in employees exposed to cotton dust spinning higher levels than

employees weaving . Keywords : Monday morning sickness , cotton fiber

Pendahuluan

Perkembangan teknologi dan industri berdampak pula pada kesehatan. Industri

menimbulkan polusi udara baik di dalam maupun di luar lingkungan kerja sehingga

mempengaruhi sistem respirasi. Berbagai kelainan saluran napas dan paru pada

pekerja dapat terjadi akibat pengaruh debu, gas ataupun asap yang timbul dari proses

Page 2: Penyakit Akibat Kerja

industri.1 Pneumokoniosis merupakan salah satu penyakit utama akibat kerja, terjadi

hampir di seluruh dunia dan merupakan masalah yang mengancam para pekerja. Data

World Health Organization (WHO) tahun 1999 menunjukkan bahwa terdapat 1,1 juta

kematian oleh penyakit akibat kerja di seluruh dunia, 5% dari angka tersebut adalah

pneumokoniosis. Pada survei yang dilakukan di Inggris secara rutin yaitu surveillance

of workrelated and occupational respiratory disease (SWORD) menunjukkan

pneumokoniosis hampir selalu menduduki peringkat 3-4 setiap tahun.2

Pneumokoniosis sudah dikenal lama sejak manusia mengenal proses penambangan

mineral. Berbagai jenis debu mineral dapat menimbulkan pneumokoniosis, Debu

asbes dan silika serta batubara merupakan penyebab utama pneumokoniosis. Debu

mineral lainnya dapat juga menyebabkan pneumokoniosis. Pneumokoniosis baru

tampak secara klinis dan radiologis setelah pajanan debu berlangsung 20-30 tahun.

Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja,

bahan, proses maupun lingkungan kerja.Menurut ILO 1,1 juta kematian karena

penyakit atau kecelakaan akibat hubungan pekerjaan 300,000 kematian adalah akibat

250 juta kecelakaan yang terjadi 160 juta peny akit akibat hubungan kerja.1,2

Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan,alat

kerja , bahan , proses maupun lingkungan kerja.Paparan debu di lingkungan kerja

dapat menimbulkan berbagai penyakit. Penyakit yang timbul diantaranya yang

berkaitan dengan pulmonologi termasuk pneumokoniosis dan silikotuberkulosis,

penyakit paru dan saluran nafas akibat debu logam keras, penyakit paru dan saluran

nafas akibat debu kapas (bissinosis), asma akibat kerja dan lainnya.Pabrik tekstil

yang memakai kapas ,hemp, flax sebagai bahan dasar memberi resiko menderita

bisinosis.2

TUJUH LANGKAH DIAGNOSIS PAK

Langkah I : Diagnosis Klinik

Anamnesis3,4

Pada anamnesis klinik penyakit akibat hubungan kerja dokter perlu

menanyakan identitas pasien terutama pekerjaan pasien.Sebelumnya 3 pertanyaan

baku yang di rekomendasikan hipocrates yaitu menanyakan nama pasien , usia, dan

tempat tinggal.Selain itu perlu di tanyakan apakah pekerjaan menyebabkan atau

Page 3: Penyakit Akibat Kerja

berhubungan dengan penyakit,Alasan lain di tanyakan untuk menanyakan riwayat

pekerjaan pasien yang kembali bekerja, seperti apakah kembali bekerja menyababkan

kambuhnya penyakit, atau kembali bekerja menyababkan kerugian dan mengganggu

kesehatan teman sekerja atau masyarakat.selain itu riwayat pekerjaan yang perlu di

tanyakan seperti sudah berapa lama bekerja, riwayat pekerjaan sebelumnya, alat kerja,

bahan kerja, serta proses kerjaa, sampa dengan hasil produksi, lain nya seperti apa alat

pelindung diri yang dipakai,waktu bekerja sehari, apakah punya kebiasaan merokok ,

apakah ada pekerja lain yang mengeluh hal yang sama seperti pasien dan apakah ada

keadaan lain yang memperberat penyakit pasien pada saat kembali bekerja.Beberapa

pertanyaan yang membantu menegakan diagnosa bisinosis sendiri di antaranya

menyangkut keluhan pasien,seperti adakah sesak napas, nyeri dada,batuk, demam,

apakah membaik jika pekerja berlibur dan kambuh jika pasien kembali bekerja.

Pemeriksaan Fisik3,4

Pengukuran tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi napas, dan Suhu.Pada

pasein dengan bisinosis didapatkan terjadi penurunan frekuensi nafas dan peningkatan

suhu, sedangkan nadi dan tekanan darah dalam batas normal kecuali ada penyakit

penyerta lainnya. Didapatkan keluhan iritasi saluran napas bagian atas seperti : bersin-

bersin, iritasi pada mata, hidung, stridor.

Pada pasien bisinosis dengan efek kronik biasa memiliki ciri obstruksi jalan

napas dan secara klinik sulit di bedakan dengan bronchitis kronis dan emfisema, maka

pada saat Inspeksi terdapat retraksi inspirasi abnormal dari intercostal.

Gambaran klinis: Penyakit ini memiliki ciri napas pendek dan dada sesak.

Dalam bentuk dini berupa dada rasa tertekan dan atau sesak napas pada hari pertama

kerja sesudah hari libur, selanjutnya disebut hari Senin (Monday morning chest

tightness). Mungkin disertai batuk yang lama-kelamaan menjadi batuk berdahak. Pada

sebagian besar individu, temuan ini akan berkurang atau hilang pada hari kedua

bekerja. Pada pekerja yang sudah lama terpajan selama bertahun-tahun, adanya

riwayat dispnoe saat melakukan kegiatan adalah temuan yang biasa.

Pemeriksaan Penunjang3,4

Uji fungsi Paru

Pemeriksaan spirometri merupakan pemeriksaan terhadap fungsi ventilasi

dengan menggunakan alat spriometer yang mengukur arus udara dalam satuan isi dan

waktu.Spirometri mencatat nilai ekspirasi lebih umum digunakan.Spirometer dapat

digunakan untuk berbagai macam uji tetapi yang paling bermanfaat di lapangan

Page 4: Penyakit Akibat Kerja

adalah volume ekspirasi paksa 1 detik (VEPI) dan kapasitas vital palsa (KVP),

Dengan spirometri ini, dapat diketahui uji fungsi paru dasar yang meliputi Vital

Capacity (VC), Force Vital Capacity (FVC) dan Forced Expiratory Volume in One

Second (FEV1). Vital Capacity adalah jumlah udara maksimal yang dapat diekspirasi

sesudah inspirasi maksimal sedang Force Vital Capacity adalah pengukuran kapuritas

vital yang di dapat pada ekspirasi dengan dilakukan secepat dan sekuat mungkin.

Forced Expiratory Volume One Second adalah volume udara yang dapat diekspirasi

dalam waktu satu detik selama tindakan FVC kedua pembacaan tersebut dapat dibuat

dari usaha ekspirasi yang sama. Pembacaan akhir pada kedua hal tersebut adalah rata-

rata tiga tarikan napas yang di dahului oleh dua tarikan napas latihan.

Pada tes fungsi paru, tes dibagi dalam dua kategori yaitu tes yang

berhubungan dengan fungsi ventilasi paru-paru dan dinding dada serta tes yang

berhubungan dengan pertukaran gas. Pemeriksaan dengan spirometri ini adalah tes

yang berhubungan dengan fungsi ventilasi paru-paru dan dinding dada. Hasil dari tes

fungsi paru ini tidak dapat untuk mendiagnosa suatu penyakit paru-paru tapi hanya

memberikan gambaran gangguan fungsi paru yang dapat dibedakan atas kelainan

ventilasi obstruktif dan restriktif. Kelainan obstruktif adalah setiap keadaan hambatan

aliran udara karena adanya sumbatan atau penyempitan saluran nafas.Sedangkan

gangguan restriktif adalah gangguan pada paru yang menyebabkan kekakuan paru

sehingga membatasi pengembangan paru-paru.

Pada kasus bisinosis pemeriksaan dilakukan pada hari pertama bekerja,

dilakukan sebelum dan sesudah pajanan selama 6 jam, dapat menghasilkan penurunan

FEV I. Gambaran penurunan FEV I yang bermakna (10% atau lebih) , derajat

perbaikan penyumbatan jalan napas dapat dikaji dengan tes FEV I sebelum giliran

tugas dilakukan setelah dua hari tidak terpajan.

Radiologis

Gambaran radiologi paru pada penderita Bisinosis tidak menunjukkan

kelainan yang khas.

Pemeriksaan Tempat kerja

Pemeriksaan tempat kerja:5

- Faktor penyebab

- Hasil pengukuran

Page 5: Penyakit Akibat Kerja

Pabrik tekstil mengeluarkan bahan pencemar debu. Bila berhadapan dengan

bahan pencemar debu (bentuk partikel) maka yang perlu dievaluasi adalah komposisi

kimiawi dari debu tersebut., tentang ukuran aerodinamik partikel debu tersebut karena

hal ini berhubungan dengan deposisi didalam saluran napas, serta kadar dari debu

tersebut, hal ini berhubungan dengan NAB. Keadaan lingkungan kerja seperti suhu

terlalu panas, kelembapan dapat mempengaruhi respons karyawan terhadap pengaruh

bahan dalam lingkungan kerja.4,5 Di samping itu kelembapan yang tinggi dapat

mengurangi gerakan silia saluran napas sehingga mengakibatkan lebih banyak

partikel dalam lingkungan kerja yang terhirup tidak dapat dikeluarkan kembali dan

masuk ke dalam saluran napas lebih dalam. Kelembapan optimal untuk mendapatkan

toleransi karawaan sebaik-baiknya adalah antara 30% dan 70%.5

Diagnosis Klinis

Bronkitis Kronik5,6

Bronkitis kronik merupakan penyakit saluran napas yang sering didapat di

masyarakat. Penyakit ini menjadi masalah kesehatan oleh karena sifatnya yang

kronik, persisten dan progresif. Infeksi saluran napas merupakan masalah klinis yang

sering dijumpai pada penderita bronkitis kronik yang dapat memperberat penyakitnya.

Eksaserbasi infeksi akut akan bronkitis kronik yang dapat memperberat penyakitnya.

Eksaserbasi infeksi akut akan mempercepat kerusakan yang telah terjadi, disamping

itu kuman yang menyebabkan eksaserbasi juga berpengaruh terhadap morbiditas

penyakit ini. Penyakit ini berlangsung lebih lama dibandingkan bronkitis akut, yaitu

berlangsung selama 1 tahun dengan frekuensi batu produktif 3 bulan selam 2

tahun .berturut-turut..Temuan utama pada bronkitis adalah hipertropi kelenjar mukosa

bronkus dan peningkatan jumlah sel goblet dengan infiltasi sel-sel radang dan edema

pada mukosa sel bronkus. Pembentukan mukosa yang terus menerus mengakibatkan

melemahnya aktifitas silia dan faktor fagositosis dan melemahkan mekanisme

pertahananya sendiri. Pada penyempitan bronkial lebih lanjut terjadi akibat perubahan

fibrotik yang terjadi dalam saluran napas.

Gejala umum bronkitis akut maupun bronkitis kronik adalah: Batuk dan

produksi sputum adalah gejala yang paling umum biasanya terjadi setiap hari.

Intensitas batuk, jumlah dan frekuensi produksi sputum bervariasi dari pasien ke

pasien. Dahak berwarna yang bening, putih atau hijaukekuningan. Dyspnea (sesak

napas) secara bertahap meningkat dengan tingkat keparahan penyakit. Biasanya,

orang dengan bronkitis kronik mendapatkan sesak napas dengan aktivitas dan mulai

Page 6: Penyakit Akibat Kerja

batuk. Gejala kelelaha, sakit tenggorokan , nyeri otot, hidung tersumbat, dan sakit

kepala dapat menyertai gejala utama. Demam dapat mengindikasikan infeksi paru-

paru sekunder virus atau bakteri. Penyebab dari bronkitis sendiri adalah kebiasaan

merokok, usia dan infeksi Hemophilus influenza dan Streptococus pneumonie

TBC Paru5,6

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman

TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi

dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. TB paru sering menimbulkan gejala klinis

yang dapat dibagi menjadi 2 yaitu gejala respiratorik dan gejala sistematik. Gejala

respiratorik seperti batuk, batuk darah, sesak napas, nyeri dada, sedangkan gejala

sistemik seperti demam, keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan dan

malaise. Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai

gejala yang cukup berat tergantung dari luasnya lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada

saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka

mungkin pasien tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi akibat adanya

iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak keluar. Pada

pemeriksaan penunjang didapati flek pada paruu dan terlihat perselubungan dan pada

pemeriksaan kultur sputum didapati BTA + . penyebab tersering dari TBC paru

sendiri adalah mycobacterium tuberculosis.

Langkah II : Pajanan yang dialami

Pengetahuan mengenai pajanan yang dialami oleh seorang tenaga kerja adalah

esensial untuk dapat menghubungkan suatu penyakit dengan pekerjaannya. Untuk ini

perlu dilakukan anamnesis mengenai riwayat pekerjaannya secara cermat dan teliti.

Lebih baik jika ada pengukuran lingkungan.

- Bahan yang diproduksi

- Materi (bahan baku) yang digunakan

- Informasi tertulis yang ada mengenai bahan-bahan yang digunakan

(MSDS, label, dan sebagainya.

Yang diartikan dengan debu kapas ialah debu yang dilepaskan ke dalam udara

yang terjadi pada pengolahan serat kapaas. Debu kapas yang timbul waktu panen,

pengangkutan dan pengolahan tidak hanya mengandung bahan yang berasal dari serat

kapas saja, tetapi tercemar oleh bahan yang berasal dari tanaman seperti daun, ranting,

biji, berbagai mikroorganisme seperti virus, bakteri, jamur dan lain-lain bahan yang

Page 7: Penyakit Akibat Kerja

berasal dari tanah. Komponennya sebagian besar terdiri dari selulose, protein, dan

mineral. Debu kapas dibagi menurut urutannya sebagai berikut:4

- Halus atau respirabel yang berukuran kurang dari 7 µm.

- Sedang yang berukuran antara 7 µm-2 mm.

- Kasar berukuran lebih dari 2 mm yang terutama terdiri atas serat

kapas sendiri.

Serat yang tampak dengan mata dan terlalu besar untuk dihirup yang

berukuran sampai 2,5 cm disebut fly. Kadar protein ditemukan sebanyak 28-47%

dalam debu halus dan 3-7% dalam debu yang berukuran sedang-kasar.2,4

Kadar debu kapas dalam lingkungan kerja dapat diukur dengan alat pengukur

debu yang dapat diletakkan di lokasi kerja dengan ketinggian breathing zone antara

mulut dan hidung yaitu sekitar 1,5 m dari lantai untuk jangka waktu tertentu yang

disebut vertical elutriator. Ada pula alat pengukur debu kapas yang disebut personal

sampler yang dapat diikatkan pada ikat pinggang karyawan, sehingga kadar debu

yang diukur lebih banyak berhubungan dengan lama pemaparan karyawan. 4

Langkah III : Hubungan pajanan dengan Penyakit

Dengan menarik nafas, udara yang mengandung debu masuk ke dalam paru-

paru. Secara umum terdapat tiga factor yang berpengaruh pada inhalasi bahan

pencemar kedalam paru, yaitu factor komponen fisik, kimiawi dan host. Aspek fisik

adalah bahan yang diinhalasi sedangkan aspek kimiawi yang berpengaruh antara lain

adalah kecenderungan untuk bereaksi dengan jaringan sekitarnya, keasaman atau

tingkat alkalisitas yang dapat merusak silia dan sistem enzim.6 Bahan tersebut, dapat

menimbulakan fibrosis di paru dan bersifat antigen yang masuk keparu, factor host

penting diperhitungkan sistem pertahanan paru baik anatomis maupun fisiologis. Silia

yang aktif dapat membersihkan debu yang menempel dan asap rokok jelas

mempengaruhi daya pertahanan paru.

Lamanya paparan dan kerentanan individu yang terpapar perlu diperhatikan.

Partikel debu yang dapat dihirup oleh pernafasan manusia mempunyai ukuran 0,1

mikron sampai 10 mikron. Pada hidung dan tenggorokan bagian bawah ada cilia yang

berfungsi menahan benda-benda asing seperti debu dengan ukuran 5 – 10 mikron

yang kemudian dikeluarkan bersama secret waktu nafas. Partikel-partikel debu yang

berdiameter lebih dari 15 mikron tersaring keluar pada saluran nafas bagian atas.

Partikel 5-15 mikron tertangkap pada mukosa saluran yang lebih rendah dan kembali

disapu ke laring oleh kerja mukosiliar, selanjutnya akan ditelan.4,6 Bila partikel ini

Page 8: Penyakit Akibat Kerja

mengiritasi saluran nafas, atau melepaskan zat-zat yang merangsang respon imun,

dapat timbul penyakit pernafasan misalnya bronchitis.4

Partikel 0.5-5 mikron melewati system mukosiliar dan masuk ke saluran nafas

terminal serta alveoli.4 Dari sana debu ini akan dikumpulkan oleh sel-sel scavenger

(makrofag) dan dihantar kembali ke system limfatik atau system mukosiliar. Partikel

berdiameter kurang dari 0.5 mikron kemungkinan tetap mengambang dalam udara

dan tidak di retensi. Partikel-partikel panjang atau serta yang berdiameter kurang dari

3 mikron dengan panjang sampai 100 mikron dapat mencapai saluran nafas terminal,

namun tidak dibersihkan oleh makrofag, akan tetapi partikelini mungkin pula ditelan

oleh lebih dari satu makrofag dan dibungkus dengan protein sehingga terbentuk abses.

Secara ringkas dapat dikatakan reaksi yang timbul akibat debu yang terinhalasi pada

paru tergantung pada sifat alamiah kimia dari debu, ukuran debu, distribusi dari debu

yang terinhalasi, kadar partikel debu, lamanya paparan, kerentanan individu dan

pembersihan partikel debu.2,4

Disamping itu debu kapas juga dapat menimbulkan reaksi alergi sebagaimana

debu yang lain seperti serpihan kayu, tenun, wol dan kapur. Hal ini merupakan reaksi

hipersensitivitas tipe I dimana debu kapur yang menempel pada permukaan mukosa

saluran nafas disertai dengan media reaksi immunoglobulin E (lgE) akan mengikat sel

mukosa yang dapat berakibat sel mukosa akan melepaskan bahan vasoaktif termasuk

histamine.2,4,6 Reaksi alergi ini menyebabkan terjadinya bronkhostriksi, meningkatnya

sekresi mucus, dan meningkatnya permeabilitas kapiler sebagai akibat dari rekasi

histamine.2,4,6

Langkah IV : Pajanan Cukup Besar

Kadar partikel debu yang rendah dalam udara inhalasi , dapat di bersihkan

secara komplit , namun semakin tinggi kadarnya maka semakin banyak I dalam

mengalami deposisi dalam paru.Untuk debu kapas standar menurut WHO yang di

perbolehkan 0,2 /m3.4,7 Angka-angka prevalensi Bisinosis antara 20-50% telah

dilaporkan pada ruang penyisiran (cadroom) kapas dengan kadar debu respirasi antara

0,35 mg/m3, dan 0,60 mg/m3 .Prevalensi kurang dari 10% di temukan pada ruang

dengan kadar debu respirasi kurang dari 0,1 mg/m3.4,7 Penurunan FEV I pertahun

lebih besar didapatkan diantara para pekerja tekstil dengan riwayat paparan dbu yang

lama , bila di banddingkan dengam subjek yang tidak terpapar. Perokok juga lebih

rentan terhadap bisinosis dan mungkin mengalami bentuk lanjut dari penyakit ini.7

Epidemiologi

Page 9: Penyakit Akibat Kerja

Penelitian tentang prevalensi Bisinosis di lakukan pada karyawan pabrik

tekstil di berbagai Negara antara 1-88% dan pada umumnya bergantung pada kadar

debu lingkungan kerja dan lama nya paparan.Prevalensi bisinosis tidak selalu

berkorelasi positif antara timbulnya gangguan saluran pernapasan dengaan tinggi nya

debu lingkungan kerja.Menurut Rylander tidak selalu di temukan hubungan antara

bisinosis dengan obstruksi akut bahkan obtruksi akuit sering di temukan tanpa

adanya bisinosis,sedangkan peneliti di Surabaya menemukan adanya hubungan

bermakna antra obstruksi akut dengan lama paparan.4 Murlinhar di Bombay

melaporkan adanya korelasi positif antara lama bekerja dengan derajat penurunan

fungsi paru dan peningkatan prevalensi bisinosis. Dan beberapa peneliti di Beijing

mendapatkan rata-rata timbulnya kelainan fungsi paru didapatkan setelah bekerja

lebih dari 5 tahun.Penelitian tentang kadar debu dengan prevalensi bisinosis dan

penurunan fungsi paru dilaporkan di Cina dimana kadar debu kapas antara 3,04- 12,32

mg/m3 didapatkan perasaan dada tertekan di awal kerja sebesar 9%.7 Penurunan VEPI

sebesar 21,8%, batuk disertai dahak 18,2 %, dan bronchitis kronik sebesar 10,9 %,

serta bisinosis didapatkan sebesar 1,7 %.7 Di Indonesia penyakit ini belum dilaporkan

secara spesifik bukan karna tidak ada tetapi penyakit paru masih didominasi oleh

penyakit infekssi spesifik maupun nonspesifik, dan kurangnya pengetahuan tenaga

kesehatan tentang gejala dan perjalanan penyakit menyerupai penyakit yang tidak

berhubungan dengan pekerjaan.4

Cara kerja , Proses kerja , lingkungan kerja2,4,7,8

Untuk membuat kain, dimulai dari bahan baku yang paling dasar yaitu kapas.

Dari kapas proses selanjutnya untuk membuat kain kaos disebut proses pemintalan

atau didalam industri tekstil biasa disebut dengan proses spinning.

Proses spinning yakni proses mengolah kapas atau polyester menjadi benang. Setelah

proses pemintalan atau spinning, maka hasilnya adalah benang. Benang hasil

pemintalan ini akan masuk ke proses berikutnya yang disebut soft winder. Soft

winder adalah proses penggulungan benang hasil dari pemintalan.

Benang yang telah digulung melalui proses soft winder, akan masuk ke proses

pencelupan benang. Tujuannya adalah untuk memberi warna pada benang sebelum

ditenun menjadi kain. Jadi warna dari kain itu berasal dari proses pencelupan benang

ini. Setelah proses pencelupan benang selesai kemudian benang dikeringkan.

Proses selanjutnya setelah pencelupan atau pewarnaan pada benang adalah

proses weaving. Weaving biasa disebut juga proses penenunan, yaitu proses mengolah

Page 10: Penyakit Akibat Kerja

benang menjadi kain. Sebelum masuk ke proses penenunan atau weaving, benang

perlu dipersiapkan terlebih dahulu. Proses ini, mempersiapkan benang hingga

terbentuk anyaman benang yang siap masuk ke mesin tenun. Setelah itu baru masuk

ke proses dalam proses weaving atau penenunan.

Setelah proses penenunan selesai maka hasilnya adalah lembaran-lembaran

kain. Kain-kain dari hasil mesin tenun ini kemudian masuk ke proses pemeriksaan

atau disebut Shiage. Di proses ini kain akan dicek dan ditentukan gradenya. Bila dari

pemeriksaan ditemukan kecacatan maka kain dikirim ke bagian perbaikan. Di proses

ini juga dilakukan proses klasifikasi kain sesuai dengan jenisnya.

Lulus dari proses pemeriksaan atau Shiage. Kain akan masuk ke proses

pemolesan terhadap warna, penampilan dan pegangan (handling) disebut dengan

proses Dyeing. Proses ini merupakan proses terakhir dari proses produksi, mulai dari

pengolahan bahan baku kapas atau polyester hingga menjadi kain.

Sebelum kain dikirim ke pasaran ada proses terakhir yaitu proses

penggulungan dan pengepakan kain sesuai dengan pesanan dari pelanggan. Sampai

tahap ini selesailah proses produksi kain di pabrik.

Kemudian kain akan dipasarkan ke pelanggan-pelanggan atau distributor dan

pusat-pusat grosir kain. Dari pusat-pusat grosir inilah bisanya industri garmen

mendapatkan supply bahan baku kain. Industri-industri garmen ini meliputi industri

konveksi, sablon atau percetakan hingga ke level industri rumah tangga.

Sampai di level konveksi atau industri garment, kain-kain tersebut dipotong

sesuai pola. Setelah dipotong kain kaos  kemudian dijahit, dan dikemas sampai

menjadi produk akhir seperti t-shirt.

Alat Pelindung Diri

Perlindungan tenaga kerja melalui usaha-usaha teknik pengamanann tempat,peralatan

, dan lingkungan kerja adalah sangat perlu diutamakan.Namun kadang keadaan

bahaya masih belum dapat di kendalikan sepenuhnyam sehingga diperlukan alat

pelindung diri (personal protektif devices) alat demikian harus memenuhi persyaratan

:8,9

Enak dan nyaman di pakai

Tidak mengganggu kerja

Memberi perlindungan efektif terhadap jenis bahaya

Page 11: Penyakit Akibat Kerja

Pada kasus bisinosis salah satu APD yang utama adalah APD untuk alat

pernapasan yakni respirator atau masker khusus.APD seperti masker filter berguna

jika secara teratur di periksa filtrasi udara efektif dan sempurna.sayangnya pemakaian

masker seringkali tidak mengenakan , khususnya di daerah yang beriklim panas.8,9

Langkah V : Faktor Individu

Status kesehatan fisik dari masing-masing individu, mempengaruhi berat-

ringannya penyakit bisisnosis ini. Pada penderita bisinosis yang mempunyai riwayat

atopi atau alergi, kebiasaan olahraga yang jarang bahkan tidak penah atau riwayat

penyakit dalam keluarga yang lain, dapat menimbulkan gejala yang lebih berat serta

memperburuk keadaan bisinosis yang dialami.4 Kerentanan masing-masing individu

juga mempengaruhi cepat-lambat munculnya bisinosis ini.

Demikian juga dengan higene perorangan sangat penting dalam timbulnya

penyakit ini. Higene perorangan yang baik, meminimalisasikan adanya pajanan yang

dapat masuk kedalam tubuh seseorang.4,8 Semakin meningkatnya umur maka lebih

rentan terhadap suatu penyakit.Kerentanan individu Hal ini sulit di perkirakan karena

individu yang berbeda dengan paparan yang sama akan menimbulkan bahwa peranan

saraf otonom cukup penting dalam respon terhadap iritan.Gangguan keseimbangan

antara rangsangan vagus dan simpatolitik tampaknya mempengaruhi sensitivitas

seseorang terhadap rangsang debu.3,4 Diperkirakan juga dalam paparan terhadap debu

dapat merusak epithelium saluran napas, sensitasi reseptor sensoris sehingga dapat

meningkatkan reflex bronkokonstriksi.8

Langkah VI Faktor lain di Luar individu

Selain dari pada kualitas dan kuantitas paparan dalam pekerjaan, bisisnosis

juga dapat ditimbulkan dari faktor lain diluar pekerjaan seperti kebiasaan, pekerjaan

dirumah ataupun pekerjaan sambilan.4

Kebiasaan yang buruk seperti merokok, juga lebih rentan terhadap bisinosis

oleh karena zat yang terkandung di dalam nya dapat merusak system pertahanan

alamin dalam tubuh kita, sehingga tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya, selain

itu rokok juga dapat memperberat kondisi pasien terhadap penyakit, bahkan dengan

merokok seseorang lebih mungkin mengalami bentuk lanjut dari pada penyakit itu

sendiri dapat dan bahkan mempercepat timbulnya komplikasi yang lebih berat.4,7,8

Pekerjaan dirumah ataupun pekerjaan sambilan yang berkaitan dengan adanya

paparan debu, juga dapat menjadi salah satu faktor munculnya penyakit bisinosis

Page 12: Penyakit Akibat Kerja

Pada kelainan yang ada di selaput lendir akan menimbulkan gejala berupa

penyumbatan.sedangkan enfisema adalah jenis penyakit paru obstruktif yang

melibatkan kerusakan pada kantung udara (alveoli) di paru, sehingga membuat pasien

sulit bernapas/sesak napas.4

Langkah VII : Diagnosis okupasi

Penyakit paru akibat paparan debu kapas (Bisinosis)

Penyakit paru akibat kerja ialah penyakit atau kerusakan paru yang terjadi

akibat debu/asap/ gas/ bahan yang berbahaya oleh pekerja di tempat kerja mereka.

Penyakit Bisinosis adalah penyakit pneumoconiosis yang disebabkan oleh

pencemaran debu napas atau serat kapas di udara yang kemudian terhisap ke dalam

paru-paru.4 Debu kapas atau serat kapas ini banyak dijumpai pada pabrik pemintalan

kapas, pabrik tekstil, perusahaan dan pergudangan kapas serta pabrik atau bekerja lain

yang menggunakan kapas atau tekstil; seperti tempat pembuatan kasur, pembuatan jok

kursi dan lain sebagainya.4

Masa inkubasi penyakit bisinosis cukup lama, yaitu sekitar 5 tahun. Tanda-

tanda awal penyakit bisinosis ini berupa sesak napas, terasa berat pada dada, terutama

pada hari Senin (yaitu hari awal kerja pada setiap minggu).4 Secara psikis setiap hari

Senin bekerja yang menderita penyakit bisinosis merasakan beban berat pada dada

serta sesak nafas. Reaksi alergi akibat adanya kapas yang masuk ke dalam saluran

pernapasan juga merupakan gejala awal bisinosis. Pada bisinosis yang sudah lanjut

atau berat, penyakit tersebut biasanya juga diikuti dengan penyakit bronchitis kronis

dan mungkin juga disertai dengan emphysema Paparan debu kapas dapat

menimbulkan obtruksi saluran napas atau bisinosis.7 Patogenesis bisinosis belum

sepenuhnya jelas, ada bukti bahwa suatu zat toksik yang melepaskan histmamin

mungkin bertanggung jawab atas gejala khas bisinosis, yaitu sesak napas pada hari

pertama setelah liburan akhir minggu.7 Secara luas di yakini bahwa kerja pelepasan

histamine ini di sebabkan oleh senyawa molekuler kecil yang larut air dan stabil panas

yang berasal dari bulu tanaman kapas.disamping pelepasan histamine paparan

terhadap debu kapas juga menyebabkan iritasi saluran napas bagian atas dan bronkus ,

dimana setelah paparan yang lama perlahan-lahan berlanjut menjadi penyakit paru

obtruktif kronik. Mungkin juga terdapat lebih dari satu tipe reaksi manusia terhadap

debu ini,Inhalasi endotoksin bakteri gram negative telah terbukti dapat menyebabkan

gejala menyerupai bisinosis.

Page 13: Penyakit Akibat Kerja

Gejala bisinosis di bagi dalam 4 derajat , yaitu :4,7

Derajat 0 Tidak ada gejala

Derajat ½ Kadang-kadang dada tertekan pada hari

pertama kerja

Derajat 1 Dada tertekan atau sesak napas tiap hari

pertama minggu kerja

Derajat 2 Rasa berat didada dan sukar bernafas

tidak hanya pada hari pertama tapi pada

hari lain minggu kerja

Derajat 3 Gejala seperti derajat 2 ditambah toleransi

terhadap aktivitas secara menetap dan

pengurungan kapasitas ventilasi

Tabel 1 : derajat bisinosis.4,7

PENATALAKSANAAN

Medikamentosa

1. Beta2-Agonis Long Acting 10,11

Termasuk didalamnya adalah formoterol dan salmeterol yang mempunyai durasi

kerja panjang lebih dari 12 jam. Cara kerja obat beta2-agonis adalah melalui

aktivasi reseptor beta2-adrenergik yang menyebabkan aktivasi dari adenilsiklase

yang meningkatkan konsentrasi siklik AMP . Beta2-agonis long acting inhalasi

menyebabkan relaksasi otot polos saluran nafas, meningkatkan klirens mukosiliar,

menurunkan permeabilitas vaskuler dan dapat mengatur pelepasan mediator dari

sel mast dan basofil. Juga menghambat reaksi asma segera dan lambat setelah

terjadi induksi oleh alergen, dan menghambat peningkatan respon saluran nafas

akibat induksi histamin. Efek sampingnya adalah stimulasi kardiovaskuler, tremor

otot skeletal dan hipokalemi.

2. Sodium kromoglikat dan sodium nedokromil10,11

Sodium kromoglikat adalah antiinflamasi non steroid, dan mekanisme kerja yang

pasti belum diketahui. Obat ini terutama menghambat pelepasan mediator yang

dimediasi oleh IgE dari sel mast dan mempunyai efek supresi selektif terhadap sel

Page 14: Penyakit Akibat Kerja

inflamasi yang lain (makrofag, eosinofil, monosit). Obat ini diberikan untuk

pencegahan karena dapat menghambat reaksi asma segera dan reaksi asma lambat

akibat rangsangan alergen, latihan, udara dingin dan sulfur dioksida. Pemberian

jangka panjang menyebabkan penurunan nyata dari jumlah eosinofil pada cairan

BAL dan penurunan hiperrespon bronkus nonspesifik. Bisa digunakan jangka

panjang setelah asma timbul, dan akan menurunkan gejala dan frekuensi

eksaserbasi.

Sodium nedokromil memiliki kemampuan antiinflamasi 4-10 kali lebih besar

dibanding sodium kromoglikat. Walau belum jelas betul, nedokromil menghambat

aktivasi dan pelepasan mediator dari beberapa sel inflamasi. Juga sebagai

pencegahan begitu asma timbul.

3. Teofilin lepas lambat10,11

Obat ini merupakan golongan metilxantin utama yang dipakai pada

penatalaksanaan asma. Mekanisme kerja teofilin sebagai bronkodilator masih

belum diketahui, tetapi mungkin karena teofilin menyebabkan hambatan terhadap

phospodiesterase (PDE) isoenzim PDE IV, yang berakibat peningkatan cyclic

AMP yang akan menyebabkan bronkodilatasi.

Teofilin adalah bronkodilator yang mempunyai efek ekstrapulmonar, termasuk

efek antiinflamasi. Teofilin secara bermakna menghambat reaksi asma segera dan

lambat segera setelah paparan dengan alergen. Beberapa studi mendapatkan

teofilin berpengaruh baik terhadap inflamasi kronis pada asma.

Banyak studi klinis memperlihatkan bahwa terapi jangka panjang dengan teofilin

lepas lambat efektif dalam mengontrol gejala asma dan memperbaiki fungsi paru.

Karena mempunyai masa kerja yang panjang, obat ini berguna untuk mengontrol

gejala nokturnal yang menetap walaupun telah diberikan obat antiinflamasi.

Efek sampingnya adalah intoksikasi teofilin, yang dapat melibatkan banyak sistem

organ yang berlainan. Gejala gastrointestinal, mual dan muntah adalah gejala awal

yang paling sering. Pada anak dan orang dewasa bisa terjadi kejang bahkan

kematian. Efek kardiopulmoner adalah takikardi, aritmia dan terkadang stimulasi

pusat pernafasan.

4. Kortikosteroid 10,11

Mekanisme aksi antiinflamasi dari kortikosteroid belum diketahui secara

pasti. Beberapa yang ditawarkan adalah berhubungan dengan metabolism asam

arakidonat, juga sintesa leukotrien dam prostaglandin, mengurangi kerusakan

Page 15: Penyakit Akibat Kerja

mikrovskuler, menghambat produksi dan sekresi sitokin, mencegah migrasi dan

aktivasi sel radang dan meningkatkan respon reseptor beta pada otot polos saluran

nafas.

Studi tentang kortikosteroid inhalasi menunjukkan kegunaannya dalam

memperbaiki fungsi paru, mengurangi hiperrespon saluran nafas, mengurangi

gejala,mengurangi frekuensi dan beratnya eksaserbasi dan memperbaiki kualitas

hidup. Dosis tinggi dan jangka panjang kortikosteroid inhalasi bermanfaat untuk

pengobatan asma persisten berat karena dapat menurunkan pemakaian

koetikosteroid oral jangka panjang dan mengurangi efek samping sistemik.

Untuk kortikosteroid sistemik, pemberian oral lebih aman dibanding

parenteral. Jika kortikosteroid oral akan diberikan secara jangka panjang, harus

diperhatikan mengenai efek samping sistemiknya. Prednison, prednisolon dan

metilprednisolon adalah kortikosteroid oral pilihan karena mempunyai efek

mineralokortikoid minimal, waktu paruh yang relatif pendek dan efek yang ringan

terhadap otot bergaris. Pendapat lain menyatakan kortikosteroid sistemik dipakai

pada penderita dengan penyakit akut, pasien yang tidak tertangani dengan baik

memakai bronkodilator dan pada pasien yang gejalanya menjadi lebih jelek

walaupun telah diberi pengobatan maintenance yang baik.

Pencegahan8,9

1. Melakukan pre-employment medical check up

- Penderita yang atopik idealnya dianjurkan menghindari tempat yang jelas

tepat mencetuskan serangan asma, seperti produksi sutra, deterjen, dan

pekerjaan yang mempunyai paparan garam platinum. Industri dan tempat

kerja yang mempunyai risiko tinggi menimbulkan serangan asma

hendaklah tidak menerima pegawai yang atopik.

2. Pengendalian kadar debu dalam lingkungan

i. Pencegahan Terhadap Sumbernya

- Pengontrolan debu di ruang kerja terhadap sumbernya antara lain :

Isolasi sumber agar tidak mengeluarkan debu di ruang kerja dengan

‘Local Exhauster’ atau dengan melengkapi water sprayer pada cerobong

asap.

Page 16: Penyakit Akibat Kerja

ii. Pencegahan Terhadap Transmisi

- Memakai metode basah yaitu,penyiraman lantai dan pengeboran basah

(Wet Drilling).

- Dengan alat berupa Scrubber,Elektropresipitator,dan Ventilasi Umum.

iii. Pencegahan Terhadap Tenaga Kerja

Antara lain dengan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) berupa masker,

sarung tangan. Pemantauan medis agar bissinosis dan obstruksi saluran

napas dapat ditemukan dan dicegah sedini mungkin

3. Kebiasaan Merokok

Kebiasaan merokok mempunyai hubungan yang paling bermakna

secara statistic terhadap terjadinya bisinosis selain lama paparan. Hal ini

berarti karyawan yang merokok mempunyai resiko 3,3 kali lebih besar

disbanding dengan karyawan tidak merokok. Sebaiknya sewaktu pemeriksaan

prakerja dilakukan ditanyakan riwayat merokok pada calon karyawan.

Karyawan yang diambil bekerja sebaiknya tidak mempunyai riwayat merokok

atau diharuskan berhenti merokok untuk menurunkan resiko menghidap

bisinosis.

Prognosis

Bisinosis ringan atau dini kemungkinan masih reversible sedangkan penyakit

yang berat dan kronis tidak .Pasien dengan gejala khas dan menunjukan penurunan

FEVI 10% lebih harus dipindahka ke tempat yang tidak terpajan.Pasien dengan

penyumbatan jalan napas sedang dan berat (FEV <60%) harus tidak terpajan.2,4

KESIMPULAN

Untuk mencegah terjadinya obstruksi saluran napas pada karyawan yang

terpapar dengan debu kapas, semua karyawan yang melamar untuk bekerja di pabrik

tekstil hendaknya menjalani penyaringan khusus yang dimulai dengan wawancara

terpimpin dan dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik, spirometri, foto paru dan tes

Page 17: Penyakit Akibat Kerja

kulit terhadap beberapa allergen inhalan umum. Kepada karyawan yang baru diterima,

hendaknya diberikan penyuluhan tentang kesehatan kerja, bahaya pemaparan debu

kapas dan gejala dini obstruksi saluran napas. Mereka dianjurkan segera melaporkan

diri kepada dokter perusahaan bila merasa dada tertekan, batuk dan sesak yang ada

hubungannya dengan lingkungan kerja. Karena rokok pada umumnya mempunyai

hubungan dengan gangguan saluran napas, semua karyawan yang terpapar dengan

debu kapas dianjurkan tidak atau menghentikan merokok. Instansi pemerintah

diharapkan agar dapat mengawasi pabrik-pabrik yan mengolah kapas dengan jalan

mengukur kadar debu dalam lingkungan kerja, memeriksa mesin, kualitas udara

dalam pabrik, mengontrol pemakaian filter, respiratoir dan masker dan bila perlu

memperketat izin operasi pabrik.

Daftar Pustaka

1. Jeyaratnam J, Koh david.Bisinosis . Dalam : Praktik kedokteran kerja.Jakarta :

EGC.2010.h 85-7.

2. Yunus F. Dampak Debu Industri pada Paru Pekerja dan Pengendaliannya.

Cermin Dunia Kedokteran :Jakarta.2007. Hal : 45-50

3. Bickley L.S. Pemeriksaan Torak dan Paru. Dalam: Buku Saku Pemeriksaan

Fisik & Riwayat Kesehatan Bates Edisi ke-5.Jakarta : EGC. 2008. h 110

4. Suma’mur, PK. Higine Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Sagung Seto :

Jakarta .2009. Hal : 245-59

5. Suryadi, dr. 2010. Buku Ajar Praktik Kedokteran Kerja. Penerbit Buku

Kedokteran EGC. Jakarta.

6. Sudoyo, A.W; Setiyohadi, B; Alwi, I; Simadibrta, MK; Setiati, S; Buku Ajar

Ilmu Penyakit Dalam. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Jakarta.2006. h. 234-56.

7. Cowie RL, Murray JF, Becklake MR. Pneumoconiosis. In: Mason RJ,

Broaddus VC, Murray JF, Nadel JA, editors. Textbook of Respiratory

Medicine. 4th Ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2005. p. 1748-82

8. Levy, S. Barry. Wegman, David H. Occupational Health : Regocnizing and

Preventing Work Related Disease and Injury. 4th Edition. Lippincott Williams

& Wilkin : USA. 2005. Hal : 477-502

9. Ridley J. Iktisar Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Erlangga : Jakarta. 2006.

Hal : 253-6.

Page 18: Penyakit Akibat Kerja

10. MedLinePlus. Byssinosis. Edisi 2011. Tersedia dari URL

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001089.html . Diunduh

tanggal 19 Oktober 2015.

11. Darmanto, D. Respirologi (Respiratory Medicine). Penerbit Buku Kedokteran

EGC. Jakarta. 2009. H. 456-60.