64
Penyakit Gastrointestinal

Penyakit Gastrointestinal

  • Upload
    eren

  • View
    46

  • Download
    0

Embed Size (px)

DESCRIPTION

DISPEPSIA..

Citation preview

Penyakit Gastrointestinal

Sistem pencernaan manusia terdiri dari:

• Saluran pencernaan (organ pencernaan

yang dilewati oleh bahan makanan),

yaitu: mulut (cavum oris), kerongkongan

(oesophagus), lambung (ventrikulus),

usus halus (intestinum tenue), dan usus

besar (intestinum crasum)

• Kelenjar pencernaan (organ pencernaan

yang berfungsi menghasilkan

getah/enzim pencernaan), yaitu: mulut,

lambung, usus halus, hati, dan pankreas.

Anatomi Sistem Pencernaan

Gambar saluran dan kelenjar pencernaan

• Penyakit gastrointestinal ialah suatu kelainan atau penyakit pada jalan makanan/pencernaan.

Pengertian Penyakit Gastrointestinal

• Merupakan kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri atas nyeri

ulu hati, mual, kembung, muntah, rasa cepat kenyang dan sendawa.

Dispepsia

Pengertian

Klasifikasi

• Dispepsia organik bila telah diketahui kelainan organic sebagai

penyebabnya.

• Dispepsia nonorganik atau fungsional atau dispepsia non ulkus,

bila tidak jelas penyebabnya.

Patofisiologi

1. Sekresi asam lambung• Kasus dispepsia fungsional, umumnya mempunyai tingkat sekresi

asam lambung, baik sekresi basal atau dengan stimulasi pentagastrin yang rata-rata normal.

• Terjadinya peningkatan sensitivitas mukosa lambung terhadap asam yang menimbulkan rasa tidak enak di perut.

2. Infeksi Helicobakter pylori3. Dismotilitas gastrointestinal

– terjadi perlambatan pengosongan lambung dan adanya hipomotilitas antrum sampai 50% kasus,

– harus dimengerti bahwa proses motilitas gastrointestinal merupakan proses yang sangat kompleks, sehingga gangguan pengosongan lambung tidak dapat mutlak menjadi penyebab dispepsia.

4. Ambang rangsang persepsi

Etiologi

Manifestasi Klinis

Didasarkan atas gejala yang dominan, dispepsia dibagi menjadi tiga tipe:• Dispepsia dengan keluhan seperti ulkus (ulkus-like dispepsia), dengan

gejala:– Nyeri epigastrium terlokalisasi– Nyeri hilang setelah makan– Nyeri saat lapar– Nyeri episodik

• Dispepsia dengan gejala dismotilitas (dysmotility-like dispepsia), dengan gejala:– Mudah kenyang– Perut cepat terasa penuh saat makan– Mual– Muntah– Upper abdominal bloating– Rasa tak nyaman bertambah saat makan

• Dispepsia nonspesifik

Penatalaksanaan

• Pasien dispepsia dalam melakukan pengobatan dengan menggunakan

modifikasi pola hidup dengan melakukan program diet yang ditujukan untuk

kasus dispepsia fungsional agar menghindari makanan yang dirasa sebagai

faktor pencetus.

• Pola diet yang dapat dilakukan seperti makan dengan porsi kecil tetapi sering,

makan rendah lemak, kurangi atau hindari minuma-minuman spesifik seperti:

kopi, alcohol dll, kurangi dan hindari makanan yang pedas.

• Terapi medikamentosa untuk kasus dispepsia hingga sekarang belum terdapat

regimen pengobatan yang memuaskan terutama dalam mengantisipasi

kekambuhan.

Pengobatan

1) Antacid 20-150 ml/hari

– Antacid berfungsi untuk menetralkan asam lambung. Pemakaian antacid tidak

dinajurkan secara terus-menerus, sifatnya hanya simtomatis untuk mengurangi

rasa nyeri.

– Penggunaan dosis besar dapat menyebabkan diare.

2) Antikolinergik

– Kerja antikolinergik tidak spesifik.

– Obat yang bekerja spesifik adalah pirenzepin untuk menekan sekresi asam

lambung.

3) Antagonis reseptor H2

– Obat ini banyak digunakan untuk mengatasi dispepsia organic. Obat

– tergolong antagonis reseptor H2 adalah; simetidin, roksatidin, ranitidine dan

famotidine.

4) Penghambat pompa asam

– Golongan obat ini menghambat sekresi asam lambungpada stadium akhir dari

proses sekresi asam lambung.

– Obat termasuk dalam golongan penghambat asam adalah; omeperazol,

lansoprazol dan pantoprazole.

5) Sitroprotetif

– Prostaglandin sintetik seperti misoprosol dan eprostil, selain bersifat

sitoprotektif juga dapat menekan sekresi asam lambung oleh sel parietal.

6) Golongan prokinetik

– Obat yang termasuk golongan prokinetik; sisaprid, domperidon dan

metoklopramid.

– Obat golongan ini efektif untuk mengobati dispepsia fungsional dan refluks

esofangitis dengan mencegah refluks dan memperbaiki bersihan asam lambung.

Gastritis

Gastritis• Gastritis adalah inflamasi yang terjadi pada mukosa lambung ditandai dengan adanya

radang pada daerah tersebut yang disebabkan karena mengkonsumsi makanan yang

dapat meningkatkan asam lambung (seperti makanan yang asam atau pedas) atau

bisa disebabkan oleh kebiasaan merokok dan minum alkohol.

Gejala umum gastritis:

• Sakit saat buang air besar

• Mual dan muntah

• Sering merasa lapar

• Perut kembung

• Nyeri yang terasa perih pada perut dan dada

• Sering bersendawa

Jenis-Jenis Gastritis

Gastritis

Gastritis Akut Gastritis Kronik

A. Gastritis Akut

• Gastritis akut adalah inflamasi akut pada lambung dan

biasanya terbatas hanya pada mukosa.

• Peradangan mungkin disertai perdarahan ke dalam

mukosa dan pada kasus yang lebih parah, terlepasnya

epitel mukosa superfisial (erosi)

Patofisiologi Gastritis Akut

Zat iritasi yang masuk ke dalam lambung akan mengiritasi mukosa lambung. Jika mukosa

lambung teriritasi ada 2 hal yang akan terjadi :

• Karena terjadi iritasi mukosa lambung sebagai kompensasi lambung. Lambung akan

meningkat sekresi mukosa berupa HCO3. Di lambung HCO3 akan berikatan dengan

NaCL sehingga menghasilkan HCI dan NaCO3. Hasil dari persenyawaan tersebut akan

meningkatkan asam lambung. Jika asam lambung meningkat maka akan

meningkatkan mual muntah, maka akan terjadi gangguan nutrisi cairan & elektrolit.

• Iritasi mukosa lambung akan menyebabkan mukosa inflamasi, jika mukus yang

dihasilkan dapat melindungi mukosa lambung dari kerusakan HCL maka akan terjadi

hemostatis dan akhirnya akan terjadi penyembuhan tetapi jika mukus gagal

melindungi mukosa lambung maka akan terjadi erosi pada mukosa lambung. Jika

erosi ini terjadi dan sampai pada lapisan pembuluh darah maka akan terjadi

perdarahan yang akan menyebabkan nyeri dan hypovolemik.

Etiologi Gastritis Akut

• Pemakaian obat anti inflamasi non steroid (NSAID) secara berlebihan terutama aspirin

• Konsumsi alkohol yang berlebihan• Merokok berat• Kemoterapi kanker• Uremia• Infeksi bakteri atau virus sitemik (mis, salmonelosis atau infeksi

CMV)• Stress berat (mis. Trauma, luka bakar, pembedahan)• Iskemia dan syok• Upaya bunuh diri, misalnya dengan larutan asam dan basa• Iradiasi atau pembekuan lambung • Trauma mekanis (mis. Intibasi nesogastik)• Gastrektomi distal

Manifestasi Klinis Gastritis Akut

• Adanya keluhan abdomen tidak jelas, seperti anoreksia dan mual

• Sakit kepala• Mengalami ketidaknyamanan, malaise• Nyeri epigastrium• Muntah dan cegukan• Pendarahan

Penatalaksanaan Gastritis Akut

• Meliputi pencegahan terhadap setiap pasien dengan resiko tinggi,

• Pengobatan terhadap penyakit yang mendasari dan menghentikan obat yang dapat menjadi kuasa dan pengobatan suportif.

• Pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian antasida dan antagonis H2 sehingga mencapai pH lambung 4. Meskipun hasilnya masih jadi perdebatan, tetapi pada umumnya tetap dianjurkan.

Gastritis Kronik

Pengertian

• Terjadi karena adanya inflamasi lambung yang lama disebabkan

oleh ulkus benigna atau maligna dari lambung, atau oleh bakteri

Helicobacter pylory (H. Pylory).

• Gastritis kronik dapat dibagi dalam berbagai bentuk tergantung

pada kelainan histologi, topografi, dan etiologi yang menjadi dasar

pikiran pembagian tersebut.

Etiologi Gastritis Kronik

• Infeksi kronik h. Pylori• Imunologik (autoimun),

menyebabkan amenia pernisiosa• Toksik, misalnya alkohol dan rokok• Pasca bedah, terutama setelah

tindakan anterktomi yang diikuti gastroenterostomi dengan refluk sekresi duodenum yang mengandung empedu

• Motorik dan mekanis, termasuk

obsrtuksi, bezoar (isi lambung yang

memadat), dan atonia lambung

• Radiasi

• Penyakit granulomatosa (mis.

Penyakit Crohn)

Patofisiologi Gastritis Kronik

• Gastritis kronik disebabkan oleh gastritis akut yang berulang sehingga

terjadi iritasi mukosa lambung yang berulang-ulang dan terjadi

penyembuhan yang tidak sempurna akibatnya akan terjadi atrhopi

kelenjar epitel dan hilangnya sel pariental dan sel chief. Karena sel

pariental dan sel chief hilang maka produksi HCL. Pepsin dan fungsi

intinsik lainnya akan menurun dan dinding lambung juga menjadi tipis

serta mukosanya rata, Gastritis itu bisa sembuh dan juga bisa terjadi

perdarahan serta formasi ulser

Manifestasi Klinis Gastritis Kronik

• Adanya perasaan penuh• Anoreksia • Nyeri hulu hati setelah makan• Kembung• Rasa asam dimulut• Mual dan muntah

Pencegahan Gastritis

• Kurangilah makanan yang dapat mengiritasi lambung, misalkan makanan

yang pedas, asam, dogoreng, dan berlemak.

• Hilangkan kebiasaan mengkonsumsi alkohol.

• Jangan merokok karena merokok akan merusak lapisan pelindung lambung.

• Berkonsultasi dengan dokter bila menemukan gejala sakit maag.

• Memperbanyak olahraga

• Menurunkan tingkat stress anda disarankan banyak mengkonsumsi

makanan bergizi, cukup istirahat, berolahraga secara teratur, serta selalu

menenangkan pikiran.

Pemeriksaan Penunjang Gastritis

1. Pemeriksaan darah

– Digunakan untuk memeriksa apakah terdapat H. Pylori dalam darah.

Hasil tes yang positif menunjukkan bahwa pasien pernah kontak dengan

bakteri pada suatu waktu dalam hidupnya tapi itu tidak menunjukkan

bahwa pasien tersebut terkena infeksi.

– Tes darah dapat juga dilakukan untuk memeriksa anemia yang terjadi

akibat perdarahan lambung karena gastritis.

2. Uji napas urea

– Suatu metode diagnostik berdasarkan prinsip bahwa urea diubah oleh

urease H. Pylori dalam lambung menjadi amoniak dan karbondioksida

(CO2). CO2 cepat diabsorpsi melalui dinding lambung dan dapat

terdeteksi dalam udara ekspirasi.

3. Pemeriksaan feces – Tes ini memeriksa apakah terdapat bakteri H. Pylori dalam feses atau tidak.– Hasil yang positif dapat mengindikasikan terjadinya infeksi. – Pemeriksaan juga dilakukan terhadap adanya darah dalam feses. Hal ini

menunjukkan adanya pendarahan dalam lambung.

4. Endoskopi saluran cerna bagian atas – Dengan tes ini dapat terlihat adanya ketidaknormalan pada saluran cerna bagian

atas yang mungkin tidak terlihat dari sinar-x. – dilakukan dengan cara memasukkan sebuah selang kecil yang fleksibel

(endoskop) melalui mulut dan masuk ke dalam esofagus, lambung dan bagian atas usus kecil.

– Tenggorokan akan terlebih dahulu dianestesi sebelum endoskop dimasukkan untuk memastikan pasien merasa nyaman menjalani tes ini.

– Jika ada jaringan dalam saluran cerna yang terlihat mencurigakan, dokter akan mengambil sedikit sampel (biopsy) dari jaringan tersebut. Sampel itu kemudian akan dibawa ke laboratorium untuk diperiksa.

– Tes ini memakan waktu kurang lebih 20 sampai 30 menit. Pasien biasanya tidak langsung disuruh pulang ketika tes ini selesai, tetapi harus menunggu sampai efek dari anestesi menghilang kurang lebih satu atau dua jam

5. Rontgen saluran cerna bagian atas – Tes ini akan melihat adanya tanda-tanda gastritis atau penyakit pencernaan lainnya.

Biasanya akan diminta menelan cairan barium terlebih dahulu sebelum dirontgen. Cairan ini akan melapisi saluran cerna dan akan terlihat lebih jelas ketika di rontgen.

6. Analisis Lambung – Tes ini untuk mengetahui sekresi asam dan merupakan teknik penting untuk

menegakkan diagnosis penyakit lambung. – Suatu tabung nasogastrik dimasukkan ke dalam lambung dan dilakukan aspirasi isi

lambung puasa untuk dianalisis. – Analisis basal mengukur BAO ( basal acid output) tanpa perangsangan. – Uji ini bermanfaat untuk menegakkan diagnosis sindrom Zolinger- Elison(suatu tumor

pankreas yang menyekresi gastrin dalam jumlah besar yang selanjutnya akan menyebabkan asiditas nyata).

7. Analisis stimulasi – Dapat dilakukan dengan mengukur pengeluaran asam maksimal (MAO,

maximum acid output) setelah pemberian obat yang merangsang sekresi asam seperti histamin atau pentagastrin.

– Tes ini untuk mengetahui teradinya aklorhidria atau tidak.

Penatalaksanaan Gastritis

a. Penatalaksanaan Farmakologi

Obat-obatan yang biasanya digunakan:

1. Antasida (Menetralisir asam lambung dan menghilangkan rasa nyeri)

2. Pompa Proton pencegah pertumbuhan bakteri(Menghentikan produksi

asam lambung dan menghambat infeksi bakteri helicobacter pylori)

3. Agen Cytoprotektif (Melindungi jaringan mukosa lambung dan usus halus)

4. Obat anti sekretorik (Mampu menekan sekresi asam)

5. Pankreatin (Membantu pencernaan lemak, karbohidrat, protein dan

mengatasi gangguan sakit pencernaan seperti perut kembung, mual, dan

sering mengeluarkan gas)

6. Ranitidin (Mengobati tukak lambung)

7. Simetidin (Mengobati dispepsia)

a. Penatalaksanaan Non-Farmakologi

• Gastritis kronik diatasi dengan memodifikasi diet pasien dan meningkatkan

istirahat.

• Jika tidak dapat dilakukan endoskopi caranya yaitu dengan mengatasi dan

menghindari penyebab pada gastritis akut, kemudian diberikan pengobatan

empiris berupa antacid. Tetapi jika endoskopi dapat dilakukan berikan terapi

eradikasi.

Gastroesopageal Reflux Disease (GERD)

Kondisi patologis dimana sejumlah isi lambung berbalik (refluks) ke esofagus

melebihi jumlah normal, dan menimbulkan berbagai keluhan.

DEFINISI

PATOFISIOLOGI

Terjadinya aliran balik / refluks pada penyakit GERD diakibatkan oleh gangguan

motilitas / pergerakan esofagus bagian ujung bawah. Pada bagian ujung ini

terdapat otot pengatur (sfingter) disebut LES, yang fungsinya mengatur arah aliran

pergerakan isi saluran cerna dalam satu arah dari atas ke bawah menuju usus

besar. Pada GERD akan terjadi relaksasi spontan otot tersebut atau penurunan

kekuatan otot tersebut, sehingga dapat terjadi arus balik atau refluks cairan atau

asam lambung, dari bawah ke atas ataupun sebaliknya

ETIOLOGI

• Penyakit refluks gastroesofagus disebabkan oleh proses yang multifaktor.

• Pada orang dewasa faktor-faktor yang menurunkan tekanan sfingter

esofagus bawah sehingga terjadi refluks gastroesofagus antara lain

coklat, obat-obatan (misalnya aspirin), alkohol, rokok, kehamilan.

• Faktor anatomi seperti tindakan bedah, obesitas, pengosongan lambung

yang terlambat dapat menyebabkan hipotensi sfingter esofagus bawah

sehingga menimbulkan refluks gastroesofagus.

MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis GERD dapat berupa:

1. Heart Burn, yaitu sensasi terbakar di

daerah retrosternal. Gejala heartburn

adalah gejala tersering.

2. Regurgitasi, yaitu kondisi dimana

material lambung terasa di faring.

Kemudian mulut terasa asam dan pahit.

3. Disfagia. Biasanya terjadi oleh karena

komplikasi berupa striktur

Gejala Atipikal :1. Batuk kronik dan kadang wheezing2. Suara serak3. Pneumonia4. Fibrosis paru5. Bronkiektasis6. Nyeri dada nonkardiak

Gejala lain :1. Penurunan berat badan2. Anemia3. Hematemesis atau melena4. Odinofagia

PENATALAKSANAAN

Pengobatan penderita PRGE terdiri dari:

1. Tahap I Bertujuan untuk mengurangi refluks, menetralisasi bahan refluks, memperbaiki barrier anti refluks dan mempercepat proses pembersihan esofagus dengan cara : • Posisi kepala atau ranjang ditinggikan (6-8 inci) • Diet dengan menghindari makanan tertentu seperti makanan

berlemak, berbumbu, asam, coklat, alkohol, dll. • Menurunkan berat badan bagi penderita yang gemuk • Jangan makan terlalu kenyang • Jangan segera tidur setelah makan dan menghindari makan

malam terlambat • Jangan merokok dan menghindari obat-obat yang dapat

menurunkan SEB seperti kafein, aspirin, teofilin, dll.

2. Tahap IIMenggunakan obat-obatan, seperti :

a. Obat prokinetik yang bersifat mempercepat peristaltik dan meninggikan tekanan SEB, misalnya• Metoklopramid : 0,1 mg/kgBB 2x sehari sebelum makan dan

sebelum tidur • Betanekol : 0,1 mg/kgBB 2x sehari sebelum makan dan sebelum

tidur. b. Obat anti-sekretorik untuk mengurangi keasaman lambung dan

menurunkan jumlah sekresi asam lambung, umumnya menggunakan antagonis reseptor H2 seperti • Ranitidin : 2 mg/kgBB 2x/hari, • Famotidin : 20 mg 2x/hari atau 40 mg sebelum tidur (dewasa), • jenis penghambat pompa ion hidrogen seperti Omeprazole: 20 mg 1-

2x/hari untuk dewasa dan 0,7 mg/kgBB/hari untuk anak. c. Obat pelindung mukosa seperti

• Sukralfat: 0,5-1 g/dosis 2x sehari, diberikan sebagai campuran dalam 5-15 ml air.

d. Antasida • Dosis 0,5-1 mg/kgBB 1-2 jam setelah makan atau sebelum tidur, untuk

menurun-kan refluks asam lambung ke esofagus.

3. Tahap III

• Pembedahan anti refluks pada kasus-kasus tertentu

dengan indikasi antara lain mal-nutrisi berat, GERD

persisten, dll. Operasi yang tersering dilakukan

yaitu fundo-plikasi Nissen, Hill dan Belsey.

Ulkus Duodenum

• Ulkus duodenalis, merupakan jenis ulkus peptikum yang paling banyak

ditemukan, terjadi pada duodenum (usus dua belas jari), yaitu beberapa

sentimeter pertama dari usus halus, tepat dibawah lambung.

• Ulkus lambung atau ulkus duodenum merupakan bagian dari ulkus

peptikum, pemberian nama ini hanya di dasarkan pada letak perbedaan

anatomis terbentuknya ulkus. Dimana ulkus gaster terbentuk di lambung

sedangkan ulkus duodenum terbentuk di usus halus atau tepatnya pada

bagian duodenum.

• Ulkus duodenal adalah ulserasi pada mukosa duodenal yang

disebabkan oleh peningkatan jumlah asam hidroklorik dalam

duodenum.

ETIOLOGI

1. Infeksi bakteri H. pylori

2. Peningkatan sekresi asam

3. Konsumsi obat-obatan

4. Refluks usus lambung

MANIFESTASI KLINIS

• Nyeri : Biasanya pasien dengan ulkus mengeluh nyeri tumpul, seperti

tertusuk atau sensasi terbakar di epigastrium tengah atau di punggung. Hal

ini diyakini bahwa nyeri terjadi bila kandungan asam lambung dan

duodenum meningkat menimbulkan erosi dan merangsang ujung saraf yang

terpajan. Teori lain menunjukkan bahwa kontak lesi dengan asam

merangsang mekanisme refleks local yang mamulai kontraksi otot halus

sekitarnya. Nyeri biasanya hilang dengan makan, karena makan

menetralisasi asam atau dengan menggunakan alkali, namun bila lambung

telah kosong atau alkali tidak digunakan nyeri kembali timbul.

• Muntah : Meskipun jarang pada ulkus duodenal tak terkomplikasi, muntah

dapat menjadi gejala ulkus peptikum. Hal ini dihubungkan dengan

pembentukan jaringan parut atau pembengkakan akut dari membran

mukosa yang mengalami inflamasi di sekitarnya pada ulkus akut. Muntah

dapat terjadi atau tanpa didahului oleh mual, biasanya setelah nyeri berat

yang dihilangkan dengan ejeksi kandungan asam lambung.

• Konstipasi dan perdarahan : Konstipasi dapat terjadi pada pasien ulkus,

kemungkinan sebagai akibat dari diet dan obat-obatan. Pasien dapat juga

datang dengan perdarahan gastrointestinal sebagian kecil pasien yang

mengalami akibat ulkus akut sebelumnya tidak mengalami keluhan, tetapi

mereka menunjukkan gejala setelahnya.

PENATALAKSANAAN

• Dimulai dengan menghilangkan iritan lambung (misalnya obat anti

peradangan non-steroid, alkohol dan nikotin).

• Makanan cair tidak mempercepat penyembuhan maupun mencegah

kambuhnya ulkus. Tetapi penderita hendaknya menghindari makanan

yang tampaknya menyebabkan semakin memburuknya nyeri dan perut

kembung

Obat-obat ulkus.• Ulkus biasanya diobati minimal selama 6 minggu dengan obat-obatan

yang mengurangi jumlah asam dalam lambung dan duodenum. • Obat ulkus bisa menetralkan atau mengurangi asam lambung dan

meringankan gejala, biasanya dalam beberapa hari.

1. Sukralfat.

Cara kerja:• Dengan membentuk lapisan pelindung menutupi ulkus untuk

mempercepat penyembuhan. • Sangat efektif untuk mengobati ulkus. • Sukralfat diminum 2 sendok takar (10ml) 4 kali/hari sewaktu

lambung kosong (1 jam sebelum makan dan tidur).

Efek samping • Biasanya terjadi konstipasi dan mulut kering.

2. Antagonis H2 (simetidin, ranitidine, famotidine, nizatidine)

Cara kerja:

• Memblokir efek histamin pada sel parietal sehingga sel parietal

tidak dapat dirangsang untuk mengeluarkan asam lambung.

• Inhibisi ini bersifat reversibel.

• Pengurangan sekresi asam post prandial dan nocturnal, yaitu

sekresi nocturnal lebih dominan dalam rangka penyembuhan dan

kekambuhan tukak/sikardian.

Dosis Terapeutik

• Simetidin : 2 x 400 mg atau 800 mg malam hari

• Ranitidin: 300 mg malam hari

• Nizatidine : 1 x 300 mg malam hari

• Famotidin : 1 x 40 mg malam hari

• Roksatidin : 2 x 75 mg atau 150 mg malam hari.

3. Misoprostol.

• Digunakan untuk mencegah ulkus gastrikum yang disebabkan

oleh obat-obat anti peradangan non-steroid.

• Obat ini diberikan kepada penderita artritis yang mengkonsumsi

obat anti peradangan non-steroid dosis tinggi.

• Tetapi obat ini tidak digunakan pada semua penderita artritis

karena menyebabkan diare (pada 30% penderita).

4. Proton Pump Inhibitor/PPI (Omeprazol, Lansoprazol, Pantoprazol, Rabeprazol,

Esomeprazol). 

Cara Kerja PPI:

• Memblokir kerja enzim K+H+-ATPase yang akan memecah K+H+-ATP,

menghasilkan energi yang digunakan untuk mengeluarkan asam HCl dari

kanalikuli sel parietal ke dalam lumen lambung.

• PPI mencegah pengeluaran asam lambung dari sel kanalikuli, menyebabkan

pengurangan rasa sakit pasien tukak, mengurangi aktivitas factor agresif

pepsin dengan pH>4 serta meningkatkan efek eradikasi oleh regime triple

drugs.

Dosis:

• Omeprazol 2 x 20 mg /standard dosis atau 1 x 40 mg / double dosis.

• Lansoprazol/Pantoprazol 2 x 40 mg /standard dosis atau 1 x 60 mg / double

dosis.

Apendiksitis

• Apendisitis adalah infeksi pada appendiks karena tersumbatnya

lumen oleh fekalith (batu feces), hiperplasi jaringan limfoid, dan

cacing usus. Obstruksi lumen merupakan  penyebab utama

Apendisitis. Erosi membran mukosa appendiks dapat terjadi karena

parasit seperti Entamoeba histolytica, Trichuris trichiura, dan

Enterobius vermikularis

JENIS-JENIS APENDIKSITIS

a. Appendicitis Akut Sederhana (Cataral Appendicitis)

• Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa disebabkan

obstruksi. Sekresi mukosa menumpuk dalam lumen appendiks dan

terjadi peningkatan tekanan dalam lumen yang mengganggu aliran

limfe, mukosa appendiks jadi menebal, edema, dan kemerahan.

• Gejala diawali dengan rasa nyeri di daerah umbilikus, mual, muntah,

anoreksia, malaise, dan demam ringan. Pada appendicitis kataral terjadi

leukositosis dan appendiks terlihat normal, hiperemia, edema, dan

tidak ada eksudat serosa.

b. Appendicitis Akut Purulenta (Supurative Appendicitis)

• Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema

menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks

dan menimbulkan trombosis.

• Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks.

Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke dalam

dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa

menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Pada appendiks

dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen

terdapat eksudat fibrinopurulen.

• Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan,

nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri pada

gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada

seluruh perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum.

c. Appendicitis Akut Gangrenosa

• Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri

mulai terganggu sehingga terjadi infrak dan ganggren.

• Selain didapatkan tanda-tanda supuratif, appendiks mengalami

gangren pada bagian tertentu. Dinding appendiks berwarna ungu,

hijau keabuan atau merah kehitaman. Pada appendicitis akut

gangrenosa terdapat mikroperforasi dan kenaikan cairan

peritoneal yang purulen.

d. Appendicitis Infiltrat

• Appendicitis infiltrat adalah proses radang appendiks yang

penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum,

kolon dan peritoneum sehingga membentuk gumpalan massa

flegmon yang melekat erat satu dengan yang lainnya.

e. Appendicitis Abses

• Appendicitis abses terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi

nanah (pus), biasanya di fossa iliaka kanan, lateral dari sekum,

retrocaecal, subcaecal, dan pelvic.

f. Appendicitis Perforasi

• Appendicitis perforasi adalah pecahnya appendiks yang sudah

ganggren yang menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut

sehingga terjadi peritonitis umum. Pada dinding appendiks

tampak daerah perforasi dikelilingi oleh jaringan nekrotik.

g. Appendicitis Kronis

• Appendicitis kronis merupakan lanjutan appendicitis akut

supuratif sebagai proses radang yang persisten akibat infeksi

mikroorganisme dengan virulensi rendah, khususnya obstruksi

parsial terhadap lumen.

• Diagnosa baru dapat ditegakkan jika ada riwayat serangan nyeri

berulang di perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang

kronik appendiks secara makroskopik dan mikroskopik.

• Secara histologis, dinding appendiks menebal, sub-mukosa dan

muskularis propia mengalami fibrosis. Terdapat infiltrasi sel

radang limfosit dan eosinofil pada sub mukosa, muskularis propia,

dan serosa.

Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor prediposisi yaitu:

a. Factor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini terjadi karena: • Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab

terbanyak.  • Adanya faekolit dalam lumen appendiks • Adanya benda asing seperti biji-bijian • Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.

b. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan Streptococcus

ETIOLOGI

c. Tergantung pada bentuk apendiks:

• Appendik yang terlalu panjang  

• Massa appendiks yang pendek

• Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen

appendiks

• Kelainan katup di pangkal appendiks

GEJALA KLINIS

• Sakit, kram di peri umbilikus menjalar ke kuadran kanan bawah. • Anorexia. • Mual. • Muntah (tanda yang umum, kurang umum pada anak yang lebih

besar). • Demam ringan di awal penyakit, dapat naik tajam pada peritonitis. • Nyeri lepas. • Bising usus menurun atau tidak ada sama sekali. • Konstipasi. • Diare. • Disuria. • Iritabilitas. • Gejala berkembang cepat, kondisi dapat di diagnosis dalam 4

sampai 6 jam setelah munculnya gejala pertama.

PENATALAKSANAAN

• Penanggulangan konservatif Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang tidak mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik. Pemberian antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada penderita Apendisitis perforasi, sebelum operasi dilakukan  penggantian cairan dan elektrolit, serta pemberian antibiotik sistemik

• OperasiBila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan Apendisitis maka tindakan yang dilakukan adalah operasi membuang appendiks (appendektomi). Penundaan appendektomi dengan pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses appendiks dilakukan drainage (mengeluarkan nanah).

• Pencegahan Tersier

Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya

komplikasi yang lebih  berat seperti komplikasi intra-abdomen.

Komplikasi utama adalah infeksi luka dan abses intraperitonium. Bila

diperkirakan terjadi perforasi maka abdomen dicuci dengan garam

fisiologis atau antibiotik. Pasca appendektomi diperlukan perawatan

intensif dan pemberian antibiotik dengan lama terapi disesuaikan

dengan besar infeksi intra-abdomen.

Diare

• Diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih lunak

atau lebih cair dari biasanya, dan terjadi paling sedikit 3 kali dalam 24 jam.

• Sementara untuk bayi dan anak-anak, diare didefinisikan sebagai

pengeluaran tinja >10 g/kg/24 jam, sedangkan rata-rata pengeluaran tinja

normal bayi sebesar 5-10 g/kg/ 24 jam

KLASIFIKASI

1. Berdasarkan lamanya diare:

• Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari.

• Diare kronik, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari

dengan kehilangan berat badan atau berat badan tidak bertambah

(failure to thrive) selama masa diare tersebut.

2. Berdasarkan mekanisme patofisiologik:

• Diare sekresi (secretory diarrhea)

• Diare osmotic (osmotic diarrhea)

PATOFISIOLOGI

1. Gangguan osmotik

Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan

menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga

terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus

yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya

sehingga timbul diare.

2. Gangguan sekresi

Akibat rangsangan tertentu (misal oleh toksin) pada dinding usus akan

terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan

selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.

3. Gangguan motilitas usus

Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk

menyerap makanan, sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus

menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan yang selanjutnya

dapat menimbulkan diare pula.

ETIOLOGI

• Bakteri : Shigella, Salmonella, E. Coli, Gol. Vibrio, Bacillus cereus,

Clostridium perfringens, Stafilokokus aureus, Campylobacter

aeromonas

• Virus : Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus, Coronavirus, Astrovirus

• Parasit : Protozoa, Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Balantidium

coli, Trichuris trichiura, Cryptosporidium parvum, Strongyloides

stercoralis.

• Non infeksi : malabsorpsi, keracunan makanan, alergi, gangguan

motilitas, imunodefisiensi, kesulitan makan, efek samping obat,

kecemasan dll

MANIFESTASI KLINIS

• Mula-mula gelisah, suhu badan mungkin meningkat, nafsu makan

berkurang atau tidak ada kemudian timbul diare. Tinja makin cair, mungkin

mengandung darah dan atau lendir, warna tinja berubah menjadi kehijau-

hijauan karena tercampur empedu. Karena seringnya defekasi, anus dan

sekitarnya lecet karena tinja makin lama menjadi asam akibat banyaknya

asam laktat, yang terjadi dari pemecahan laktosa yang tidak dapat

diabsorpsi oleh usus.

• Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare. Bila penderita

telah banyak kehilangan air dan elektrolit terjadilah gejala dehidrasi. Berat

badan turun, pada bayi ubun-ubun cekung, tonus dan turgor kulit

berkurang selaput lendir mulut dan bibir terlihat kering.

PENATALAKSANAAN

Prinsip perawatan diare

adalah:

• Pemberian cairan

(rehidrasi awal dan

rumat )

• Diatetik (pemberian

makanan)

• Obat – obatan

PENCEGAHAN

• Mencuci tangan pakai sabun dengan benar pada lima waktu penting yakni sebelum makan, setelah buang air besar, sebelum memegang bayi, setelah menceboki anak dan sebelum menyiapkan makanan;

• Meminum air minum sehat, atau air yang telah diolah, antara lain dengan cara merebus, pemanasan dengan sinar matahari atau proses klorinasi;

• Pengelolaan sampah yang baik supaya makanan tidak tercemar serangga (lalat, kecoa, kutu, lipas, dan lain-lain);

• Membuang air besar dan air kecil pada tempatnya, sebaiknya menggunakan jamban dengan tangki septik.

THANK YOU