5
Penyalahgunaan zat adalah pemakaian zat atau obat diluar indikasi medik, tanpa petunjuk atau resep dokter digunakan untuk pemakaian sendiri secara teratur atau berkala, sekurang kurangnya selama satu bulan dan dapat menciptakan keadaaan tak terkuasai oleh individu. Pemakaian bersifat patologik dan dapat menimbulkan gangguan konsentrasi (hendaya) dalam fungsinya dirumah, di sekolah atau kampus, di tempat kerja, atau di lingkungan social yang dapat membahayakan dirinya sendiri atau masyarakat Penyalahgunaan NAPZA merupakan masalah yang kompleks dan memiliki dimensi yang sangat luas, baik dari sudut medik, psikiatrik, kesehatan jiwa, maupun psikososial. Banyak ahli yang berkompeten dalam masalah NAPZA dan telah memberikan defenisi, atau pengertian, tentang penyalahgunaan NAPZA, meskipun dengan istilah yang berbeda-beda: zat, obat, narkoba, atau napza. Widjono, dkk. (1991), misalnya, mendefenisikan penyalahgunaan obat sebagai pemakaian obat secara terus-menerus, atau sesekali tetapi berlebihan, dan tidak menurut petunjuk dokter atau praktek kedokteran. Ini selaras dengan rumusan WHO yang mendefenisikan penyalahgunaan zat yang berlebihan secara terus-menerus, atau berkala, diluar maksud medik atau pengobatan. Sarason dan Sarason (1993) mendefenisikan penyalahgunaan zat sebagai penggunaan bahan kimia, legal atau ilegal, yang menyebabkan kerusakan fisik, mental dan sosial seseorang. Sedangkan Wicaksana (1996), Holmes (1996), dan Hawari (1998) mendefenisikan penyalahgunaan zat sebagai pola penggunaan yang bersifat patologik paling sikit satu bulan lamanya, sehingga menimbulkan gangguan funsi sosial dan okupasional (pekerjaan dan sekolah). Pola penggunaan zat yang patologik dapat berupa intoksikasi sepanjang hari terus-menerus menggunakan zat

Penyalahgunaan Zat

  • Upload
    nanana

  • View
    7

  • Download
    3

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ok

Citation preview

Page 1: Penyalahgunaan Zat

Penyalahgunaan zat adalah pemakaian zat atau obat diluar indikasi medik, tanpa petunjuk atau resep

dokter digunakan untuk pemakaian sendiri secara teratur atau berkala, sekurang kurangnya selama satu

bulan dan dapat menciptakan keadaaan tak terkuasai oleh individu. Pemakaian bersifat patologik dan

dapat menimbulkan gangguan konsentrasi (hendaya) dalam fungsinya dirumah, di sekolah atau kampus,

di tempat kerja, atau di lingkungan social yang dapat membahayakan dirinya sendiri atau masyarakat

Penyalahgunaan NAPZA merupakan masalah yang kompleks dan memiliki dimensi yang sangat

luas, baik dari sudut medik, psikiatrik, kesehatan jiwa, maupun psikososial. Banyak ahli yang

berkompeten dalam masalah NAPZA dan telah memberikan defenisi, atau pengertian, tentang

penyalahgunaan NAPZA, meskipun dengan istilah yang berbeda-beda: zat, obat, narkoba, atau napza.

Widjono, dkk. (1991), misalnya, mendefenisikan penyalahgunaan obat sebagai pemakaian obat secara

terus-menerus, atau sesekali tetapi berlebihan, dan tidak menurut petunjuk dokter atau praktek

kedokteran. Ini selaras dengan rumusan WHO yang mendefenisikan penyalahgunaan zat yang

berlebihan secara terus-menerus, atau berkala, diluar maksud medik atau pengobatan. Sarason dan

Sarason (1993) mendefenisikan penyalahgunaan zat sebagai penggunaan bahan kimia, legal atau ilegal,

yang menyebabkan kerusakan fisik, mental dan sosial seseorang. Sedangkan Wicaksana (1996), Holmes

(1996), dan Hawari (1998) mendefenisikan penyalahgunaan zat sebagai pola penggunaan yang bersifat

patologik paling sikit satu bulan lamanya, sehingga menimbulkan gangguan funsi sosial dan okupasional

(pekerjaan dan sekolah). Pola penggunaan zat yang patologik dapat berupa intoksikasi sepanjang hari

terus-menerus menggunakan zat tersebut, meskipun pengguna mengetahui bahwa Universitas

Sumatera Utara dirinya sedang menderita sakit fisik yang berat akibat zat tersebut, atau adanya

kenyataan bahwa ia tidak dpat berfungsi dengan baik tanpa menggunakan zattersebut. Gordon dan

Gordon (2000) membedakan pengertian pengguna, penyalah guna, dan pecandu narkoba. Menurutnya,

pengguna adalah seseorang yang menggunakan narkoba hanya sekedar untuk, misalnya bersenag-

senag, rileks atau relaksasi, dan hidup mereka tidak berputar di sekitar narkoba. Pengguna jenis ini

disebut juga pengguna sosial rekreasional. Penyalah guna, adalah seseorang yang mempunyai masalah

secara langsung berhubungan dengan narkoba. Masalah tersebut bisa muncul dalam ranah fisik, mental,

emosional, maupun spritual. Penyalah guna menolak untuk berhenti sama sekali dan selamanya.

Sedangkan pecandu adalah seseorang yang sudah mengalami hasrat/obsesi secara mental dan

emosional serta fisik. Bagi pecandu, tidak ada hal yang lebih penting selain memperoleh narkoba,

sehingga jika tidak mendapatkannya, ia akan mengalami gejala-gejala putus obat dan kesakitan.

Page 2: Penyalahgunaan Zat

Dampak penyalahgunaan NAPZA Menurut Rachim (2001) ancaman penyalahgnaan narkoba

bersifat multi dimensional; kesehatan, ekonomi, sosial, pendidikan, keamanan dan penegakan hukum.

Dari dimensi kesehatan, penyalahgunaan narkoba dapat menghancurkan dan merusak kesehatan

manusia, baik kesehatan jasmani maupun rohani; dari dimensi ekonomi memerlukan biaya besar; dari

dimensi sosial dan pendidikan dapat menyebabkan perilaku ke arah asusila dan anti sosial; sedangkan

dari dimensi keamanan dan penegakan hukum dapat mendorong terjadinya tindakan-tindakan yang

mengganggu masyarakat dan pelanggaran hukum lainnya. Dari dimensi kesehatan, Ogden (2000)

menyatakan bahwa dampak penyalahgunaan narkoba, antara lain, meningkatkan kemungkinan terkena

sirosis hati, kanker pancreas, gangguan memori, dan meningkatkan risiko terjadinya kecelakaan. Pendek

kata, penyalahgunaan narkoba dapat menghilangkan potensi dan kapasitas untuk berfikir dan bekerja

produktif, dapat mendorong tindak kriminalitas, dapat menyebabkan berbagai jenis penyakit serius bagi

penyalah guna, dan bahkan dapat mengakibatkan kematian dini. Dalam catatan Hawari, sebagaimana

dilansir oleh majalah sabili (4 April 2002), 17,16% penyalah guna narkoba mati sia-sia dalam usia muda.

Belum lagi yang terkena penyakit paru-paru, lever, hepatitis c, dan bahkan 33% diantaranya terjangkit

HIV/AIDS, yang hingga sekarang belum ditemukan obat maupun vaksin pencegahnya.

Efek samping Susunan saraf pusat

1. Analgesia Khasiat analgetik didasarkan atas 3 faktor:

a. meningkatkan ambang rangsang nyeri

b. mempengaruhi emosi, dalam arti bahwa morfin dapat mengubah reaksi yang timbul

menyertai rasa nyeri pada waktu penderita merasakan rasa nyeri. Setelah pemberian obat penderita

masih tetap merasakan (menyadari) adanya nyeri, tetapi reaksi khawatir takut tidaklagi timbul. Efek

obat ini relatif lebih besar mempengaruhi komponen efektif (emosional) dibandingkan sensorik

c. Memudahkan timbulnya tidur

2. Eforia Pemberian morfin pada penderita yang mengalami nyeri, akan menimbulkan perasaan

eforia dimana penderita akan mengalami perasaan nyaman terbebas dari rasa cemas. Sebaliknya pada

Page 3: Penyalahgunaan Zat

dosis yang sama besar bila diberikan kepada orang normal yang tidak mengalami nyeri, sering

menimbulkan disforia berupa perasaan kuatir disertai mual, muntah, apati, aktivitas fisik berkurang dan

ekstrimitas terasa berat.

3. Sedasi Pemberian morfin dapat menimbulkan efek mengantuk dan lethargi. Kombinasi morfin

dengan obat yang berefek depresi sentral seperti hipnotik sedatif akan menyebabkan tidur yang sangat

dalam

4. Pernafasan Pemberian morfin dapat menimbulkan depresi pernafasan, yang disebabkan oleh

inhibisi langsung pada pusat respirasi di batang otak. Depresi pernafasan biasanya terjadi dalam 7 menit

setelah ijeksi intravena atau 30 menit setelah injeksi subkutan atau intramuskular. Respirasi kembali ke

normal dalam 2-3 jam

5. Pupil Pemberian morfin secara sistemik dapat menimbulkan miosis. Miosis terjadi akibat

stimulasi pada nukleus Edinger Westphal N. III

6. Mual dan muntah Disebabkan oleh stimulasi langsung pada emetic chemoreceptor trigger

zone di batang otak.

Efek perifer

1. Saluran cerna o Pada lambung akan menghambat sekresi asam lambung, mortilitas lambung

berkurang, tetapi tonus bagian antrum meninggi. o Pada usus beasr akan mengurangi gerakan

peristaltik, sehingga dapat menimbulkan konstipasi

2. Sistem kardiovaskular Tidak mempunyai efek yang signifikan terhadap tekanan darah,

frekuensi maupun irama jantung. Perubahan yang tampak hanya bersifat sekunder terhadap

berkurangnya aktivitas badan dan keadaan tidur, Hipotensi disebabkan dilatasi arteri perifer dan vena

akibat mekanisme depresi sentral oleh mekanisme stabilitasi vasomotor dan pelepasan histamin

3. Kulit Mengakibatkan pelebaran pembuluh darah kulit, sehingga kulit tampak merah dan

terasa panas. Seringkali terjadi pembentukan keringat, kemungkinan disebabkan oleh bertambahnya

peredaran darah di kulit akibat efek sentral danpelepasan histamin

4. Traktus urinarius Tonus ureter dan vesika urinaria meningkat, tonus otot sphinkter

meningkat,sehingga dapat menimbulkan retensi urine.