61
PENYELESAIAN PERKARA PIDANA MELALUI RESTORATIVE JUSTICE TERHADAP TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH MANULA (STUDI NORMATIF DAN SOSIOLOGIS) SKRIPSI Disusun untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum oleh Wahyu Nur Dwi Wijayanto 8111413155 PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2019

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA MELALUIlib.unnes.ac.id/36073/1/8111413155_Optimized.pdf · 2020. 5. 4. · ii PENGESAHAN Skripsi dengan judul “Penyelesaian Perkara Pidana Melalui Restorative

  • Upload
    others

  • View
    5

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PENYELESAIAN PERKARA PIDANA MELALUIlib.unnes.ac.id/36073/1/8111413155_Optimized.pdf · 2020. 5. 4. · ii PENGESAHAN Skripsi dengan judul “Penyelesaian Perkara Pidana Melalui Restorative

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA MELALUI

RESTORATIVE JUSTICE TERHADAP TINDAK

PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH MANULA

(STUDI NORMATIF DAN SOSIOLOGIS)

SKRIPSI

Disusun untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum

oleh

Wahyu Nur Dwi Wijayanto

8111413155

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2019

Page 2: PENYELESAIAN PERKARA PIDANA MELALUIlib.unnes.ac.id/36073/1/8111413155_Optimized.pdf · 2020. 5. 4. · ii PENGESAHAN Skripsi dengan judul “Penyelesaian Perkara Pidana Melalui Restorative

ii

PENGESAHAN

Skripsi dengan judul “Penyelesaian Perkara Pidana Melalui Restorative Justice

Terhadap Tindak Pidana Yang Dilakukan Oleh Manula (Studi Normatif &

Sosiologis)”, disusun oleh Wahyu Nur Dwi Wijayanto (NIM. 8111413155)), telah

dipertahankan di hadapan Sidang Ujian Skripsi Fakultas Hukum Universitas

Negeri Semarang, pada:

Hari :

Tanggal :

Penguji Utama,

Rasdi, S.Pd., M.H.

NIP. 196406121989021003

Penguji I Penguji II

Anis Widyawati, S.H., M.H. Muhammad Azil Maskur, S.H., M.H.

NIP. 197906022008012021 NIP. 198504272014041001

Mengetahui,

Dekan Fakultas Hukum UNNES

Dr. Rodiyah, S.Pd., S.H., M.Si.

NIP.197206192000032001

Page 3: PENYELESAIAN PERKARA PIDANA MELALUIlib.unnes.ac.id/36073/1/8111413155_Optimized.pdf · 2020. 5. 4. · ii PENGESAHAN Skripsi dengan judul “Penyelesaian Perkara Pidana Melalui Restorative

iii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya yang bertandatangan di bawah ini:

Nama : Wahyu Nur Dwi Wijayanto

NIM : 8111413155

menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Penyelesaian Perkara Pidana Melalui

Restorative Justice Terhadap Tindak Pidana Yang Dilakukan Oleh Manula (Studi

Normatif & Sosiologis)”, adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik

yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar. Apabila

dikemudian hari diketahui adanya plagiasi maka saya siap

mempertanggungjawabkan secara hukum.

Semarang, 26 April 2019

Yang Menyatakan,

Wahyu Nur Dwi Wijayanto

NIM. 8111413155

Page 4: PENYELESAIAN PERKARA PIDANA MELALUIlib.unnes.ac.id/36073/1/8111413155_Optimized.pdf · 2020. 5. 4. · ii PENGESAHAN Skripsi dengan judul “Penyelesaian Perkara Pidana Melalui Restorative

iv

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS

AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Negeri Semarang, saya yang bertanda

tangan di bawah ini:

Nama : Wahyu Nur Dwi Wijayanto

NIM : 8111413155

Program Studi : Ilmu Hukum (S1)

Fakultas : Hukum

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada

Universitas Negeri Semarang Hak Bebas Royalti Non-eksklusif (Non-exclusive

Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul “Analisis Yuridis Pidana

Kurungan sebagai Pidana Pengganti Denda di dalam Undang-Undang Nomor 8

Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian

Uang” beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti

Non-eksklusif ini Universitas Negeri Semarang berhak menyimpan, mengalih

mediakan/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),

merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan

nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Semarang

Pada tanggal : 26 April 2019

Yang menyatakan,

Wahyu Nur Dwi Wijayanto

NIM. 8111413155

Page 5: PENYELESAIAN PERKARA PIDANA MELALUIlib.unnes.ac.id/36073/1/8111413155_Optimized.pdf · 2020. 5. 4. · ii PENGESAHAN Skripsi dengan judul “Penyelesaian Perkara Pidana Melalui Restorative

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

Jadikan Setiap Tempat Sebagai Sekolah dan Jadikan Setiap Orang Sebagai Guru

(Ki Hajar Dewantara)

Kebahagiaan itu bergantung pada dirimu sendiri.

(Aristoteles)

Setiap orang memiliki jalan kesuksesan masing-masing.

(Penulis)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan untuk:

1. Orang tuaku tercinta Tuinah dan Untung

Sugiarso, kakak tercinta Tunas Adi Susanto,

adik tercinta Rona Mutiara Amalia dan nenek

tercinta Ropiah.

2. Seluruh sahabat yang selalu memberi dukungan.

3. Almamater UNNES dan Fakultas Hukum

Universitas Negeri Semarang.

Page 6: PENYELESAIAN PERKARA PIDANA MELALUIlib.unnes.ac.id/36073/1/8111413155_Optimized.pdf · 2020. 5. 4. · ii PENGESAHAN Skripsi dengan judul “Penyelesaian Perkara Pidana Melalui Restorative

vi

PRAKATA

Puji syukur peneliti ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat, karunia dan hidayah-Nya kepada peneliti sehingga skripsi yang berjudul

“Penyelesaian Perkara Pidana Melalui Restorative Justice Terhadap Tindak

Pidana Yang Dilakukan Oleh Manula (Studi Normatif & Sosiologis)” dapat

terselesaikan. Penyelesaian skripsi ini bertujuan untuk melengkapi persyaratan

memperoleh gelar Sarjana Hukum Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang.

Penyelesaian penelitian dengan tersusunnya skripsi ini atas bantuan dari berbagai

pihak, sehingga dengan rendah hati penulis sampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum. Rektor Universitas Negeri Semarang.

2. Dr. Rodiyah, S.Pd., S.H., M.Si. Dekan Fakultas Hukum Universitas

Negeri Semarang.

3. Rasdi, S.Pd., M.H., sebagai penguji utama, Anis Widyawati, S.H., M.H.

sebagai penguji I, dan Muhammad Azil Maskur, S.H., M.H. sebagai

Penguji II sekaligus dosen pembimbing yang telah memberikan saran dan

kritik yang membangun sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Puguh Budi Utomo, S.H. selaku penyidik di Kepolisian Resor Kota Besar

Semarang, Dadang Suryawan, S.H. selaku Jaksa Fungsional pada Seksi

Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Kota Semarang, Dr. Eddy

Parulian Siregar, S.H., M.H., Hakim Pengadilan Negeri Semarang, Dr. Ali

Imron, S.H., M.Ag, dosen Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam

Negeri Walisongo Semarang, dan Abdul Azis, S.Psi., M.Psi. selaku dosen

psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang yang

telah meluangkan waktunya untuk memberikan ilmu dan pengalamannya

sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.

5. Keluarga besar UNIT PERADILAN SEMU, Alumni dan senior Mas

Romy Gumilar, Bang Agustin Lamatsi Hutabarat, Mas Denny

Page 7: PENYELESAIAN PERKARA PIDANA MELALUIlib.unnes.ac.id/36073/1/8111413155_Optimized.pdf · 2020. 5. 4. · ii PENGESAHAN Skripsi dengan judul “Penyelesaian Perkara Pidana Melalui Restorative

vii

Ardiyansyah, Bang Salomo Tarigan, Bang Adi, Bang Bolmer, Bang Jube,

Ka Tiara, Bang Rudi, Mas Rizki, Bang Rendy Andhika, Bang Dimas Estu,

Bang Sigit, Kak Aya, Bang Pandu, Bang Husen Alfarisy, Bang

Muhammad Hafidz Habibie, kak Nur Zahara Fardani, kak Hafizha, kak

Chika Marsha, Kak Fitria Khorunnisa, Bang Sofyan Anshori Rambe, Bang

Dimas Bayu M, kak Laili, Bang Artan, dan Bang Adiyansyah.

6. Sahabatku tercinta angkatan 2013 UNIT PERADILAN SEMU, Revie

Rachmansyah Pratama, Riadi Prabowo, Alldian Dwi Juliansyah, Martin

Adil Riko Harefa, Sultan Fauzan Hanif, Bayu Aji, Wahyu Nur Dwi

Wijayanto, Angga Putra Mahardika, Desy Wulandari, Eka Fatmawati,

Naila Zulfaa, Maftuhah, Elza Devi F.S, Ana Guna Maryana, dan Gianefi

Safitri.

7. Adik-adikku tersayang angkatan 2014 UNIT PERADILAN SEMU, Agam

Barep S, Stella Pangestu, Suparjo, Ridwan Tri Handoko, Idhar Dhani,

Nasiyatul Laili, Selexta Apriliani, Nina Ayu, Sucitra Indah Sari, Dyah Ayu

Adiningtyas, Andryane Balkis Raysa, Diani Juliani, Akbar Maruf, dan

Van Basten.

8. Adik-adikku tersayang angkatan 2015 UNIT PERADILAN SEMU,

Muhammad Bahtiyar, Arif Budiman, Sofyan, Abed Nego, Ahmad Nizar,

Tiara Listyani Putri, Rena Budiarti, Umi Farida, Winda Saputri, Ana

Wahyu Hassan, Lina Wahyu, Eka Candra, Listiana Citra, Putri Ratnasari,

Sidma Mun Sesri, Lulu Laila, Afada Hauna, Anisa Ribut, Anandya, dan

Fadli Rabbi.

9. Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat peneliti sebutkan satu

persatu.

Semoga semua pihak mendapatkan pahala yang berlipat ganda dari Allah

SWT. Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh

karena itu, saran dan kritik yang membangun dari semua pihak sangat

Page 8: PENYELESAIAN PERKARA PIDANA MELALUIlib.unnes.ac.id/36073/1/8111413155_Optimized.pdf · 2020. 5. 4. · ii PENGESAHAN Skripsi dengan judul “Penyelesaian Perkara Pidana Melalui Restorative

viii

diharapkan guna penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat

bermanfaat bagi pembaca.

Semarang, 26 April 2019

Penulis

Page 9: PENYELESAIAN PERKARA PIDANA MELALUIlib.unnes.ac.id/36073/1/8111413155_Optimized.pdf · 2020. 5. 4. · ii PENGESAHAN Skripsi dengan judul “Penyelesaian Perkara Pidana Melalui Restorative

ix

ABSTRAK

Wijayanto, Wahyu Nur Dwi. 2019. Penyelesaian Perkara Pidana Melalui

Restorative Justice Terhadap Tindak Pidana Yang Dilakukan Oleh Manula (Studi

Normatif & Sosiologis). Skripsi, Bagian Hukum Pidana, Fakultas Hukum,

Universitas Negeri Semarang. Pembimbing: Muhammad Azil Maskur, S.H., M.H.

Kata Kunci: penyelesaian perkara pidana, manula, restorative justice.

Melihat kondisi manula yang mengalami penurunan dibeberapa aspek,

kiranya perlu pemberlakuan yang berbeda dari aparat penegak hukum dalam

menangani perkara pidana yang dilakukan oleh manula. Sangat disayangkan

apabila seorang lansia yang terjerat suatu tindak pidana harus menjalani suatu

proses hukum yang memakan waktu cukup lama sebagaimana diatur dalam Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan akhirnya pada proses pengadialan

divonis terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan suatu tindak pidana.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah 1) Bagaimanakah praktek penyelesaian

perkara pidana terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh manula? 2)

Bagaimanakah kebijakan penyelesaian perkara pidana melalui restorative justice

terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh manula?

Penelitian skripsi ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode

normartif-sosiologis. Data yang digunakan berasala dari data primer dan sekunder.

Teknik pengambilan data menggunakan metode wawancara dan studi

kepustakaan. Validitas data dilakukan dengan teknik triangulasi data, dengan

menggunakan sumber, metode dan teori. Analisis data lebih menekankan pada

bahan hukum sekunder.

Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan praktek penyelesaian

perkara pidana terhadap tersangka/terdakwa manula diselesaikan dengan

mekanisme sebagaimana diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Pidana (KUHAP). Artinya manula di sini dipersamakan perlakuannya dengan

orang dewasa lain yang belum memasuki usia lanjut. Proses semacam ini penulis

temukan pada instansi Kejaksaan Negeri Kota Semarang dan Pengadilan Negeri

Semarang. Namun lain halnya di Poltertabes Kota Semarang, penulis menemukan

proses penyelesaian perkara pidana terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh

manula dengan cara restorative justice. Kebijakan penyelesaian perkara pidana

melalui restorative justice terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh manula

belum diatur dalam KUHAP sekarang ini. Padahal jika melihat kondisi manula

yang mengalami penurunan baik dari aspek fisik, psikologi, dan sosial sangat

disayangkan apabila manula yang terjerat hukum diproses dengan menggunakan

mekanisme sebagaimana diatur KUHAP. Maka dari itu, perlu kiranya KUHAP

yang akan datang mengakomodir penyelesaian semacam itu beserta

mekanismenya.

Simpulan dalam penelitian ini adalah praktek penyelesaian perkara pidana

terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh manula pada instansi Polrestabes

Semarang di lakukan restorative justice. Sedangkan pada Kejaksaan Negeri Kota

Page 10: PENYELESAIAN PERKARA PIDANA MELALUIlib.unnes.ac.id/36073/1/8111413155_Optimized.pdf · 2020. 5. 4. · ii PENGESAHAN Skripsi dengan judul “Penyelesaian Perkara Pidana Melalui Restorative

x

Semarang dan Pengadilan Negeri Semarang dilakukan melalui mekanisme

KUHAP. Dewasa ini, formulasi kebijakan penyelesaian perkara pidana melalui

restorative justice untuk manula belum diatur. Maka dari itu, perlu kiranya

KUHAP yang akan datang mengakomodir penyelesaian semacam itu beserta

mekanismenya.

Page 11: PENYELESAIAN PERKARA PIDANA MELALUIlib.unnes.ac.id/36073/1/8111413155_Optimized.pdf · 2020. 5. 4. · ii PENGESAHAN Skripsi dengan judul “Penyelesaian Perkara Pidana Melalui Restorative

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i

PENGESAHAN KELULUSAN ............................................................................ ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................ iii

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK

KEPENTINGAN AKADEMIS ............................................................................ iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ........................................................................ vi

PRAKATA ............................................................................................................. vi

ABSTRAK ............................................................................................................. ix

DAFTAR ISI .......................................................................................................... xi

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1

1.2. Identifikasi Masalah ............................................................................... 11

1.3. Pembatasan Masalah .............................................................................. 11

1.4. Rumusan Masalah .................................................................................. 12

1.5. Tujuan Penelitian ................................................................................... 12

1.6. Manfaat Penelitian ................................................................................. 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 14

2.1. Penelitian Terdahulu ........................................................................... 14

Page 12: PENYELESAIAN PERKARA PIDANA MELALUIlib.unnes.ac.id/36073/1/8111413155_Optimized.pdf · 2020. 5. 4. · ii PENGESAHAN Skripsi dengan judul “Penyelesaian Perkara Pidana Melalui Restorative

xii

2.2. Landasan Teori .................................................................................... 17

2.2.1. Sistem Peradilan Pidana .............................................................. 17

2.2.2. Teori Sistem Pemidanaan ............................................................ 27

2.3. Landasan Konseptual .......................................................................... 33

2.3.1. Restorative Justice ....................................................................... 33

2.3.2. Hukum Pidana .............................................................................. 37

2.4. Kerangka Berfikir ............................................................................... 39

BAB III METODE PENELITIAN ..................................................................... 42

3.1. Pendekatan Penelitian ......................................................................... 42

3.2. Jenis Penelitian .................................................................................... 43

3.3. Fokus Penelitian ................................................................................... 44

3.4. Lokasi Penelitian ................................................................................... 45

3.5. Data dan Sumber Data ........................................................................ 45

3.5.1 Data Primer ................................................................................... 46

3.5.2 Data Sekunder .............................................................................. 47

3.6. Teknik Pengambilan Data .................................................................. 48

3.7. Validitas Data ....................................................................................... 50

3.8 Analisis Data ......................................................................................... 51

Page 13: PENYELESAIAN PERKARA PIDANA MELALUIlib.unnes.ac.id/36073/1/8111413155_Optimized.pdf · 2020. 5. 4. · ii PENGESAHAN Skripsi dengan judul “Penyelesaian Perkara Pidana Melalui Restorative

xiii

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................... 52

4.1 Praktek Penyelesaian Perkara Pidana terhadap Tindak Pidana yang

Dilakukan oleh Manula ......................................................................... 52

4.4.1. Praktek Penyelesaian Perkara Pidana terhadap Tindak Pidana

yang Dilakukan oleh Manula di Polrestabes Semarang ............ 55

4.4.2 Praktek Penyelesaian Perkara Pidana terhadap Tindak Pidana

yang Dilakukan oleh Manula di Kejaksaan Negeri Kota

Semarang ................................................................................... 60

4.4.3. Praktek Penyelesaian Perkara Pidana terhadap Tindak Pidana

yang Dilakukan oleh Manula di Pengadilan Negeri Semarang . 63

4.2 Formulasi Kebijakan Dalam Penyelesaian Perkara Pidana Melalui

Restorative Justice Terhadap Tindak Pidana Yang Dilakukan Oleh

Manula .................................................................................................... 66

4.2.1. Urgensi Penyelesaian Perkara Pidana Melalui Restorative

Justice Terhadap Tindak Pidana Yang Dilakukan Oleh Manula 66

4.2.2. Penyelesaian Perkara Pidana Melalui Restorative Justice

Terhadap Tindak Pidana Yang Dilakukan Oleh Manula Saat Ini 73

4.2.3. Penyelesaian Perkara Pidana Melalui Restorative Justice

Terhadap Tindak Pidana Yang Dilakukan Oleh Manula Di Masa

Yang Akan Datang .................................................................... 75

Page 14: PENYELESAIAN PERKARA PIDANA MELALUIlib.unnes.ac.id/36073/1/8111413155_Optimized.pdf · 2020. 5. 4. · ii PENGESAHAN Skripsi dengan judul “Penyelesaian Perkara Pidana Melalui Restorative

xiv

BAB V PENUTUP ................................................................................................ 98

5.1 Simpulan ................................................................................................. 98

5.2 Saran ....................................................................................................... 99

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 100

LAMPIRAN ........................................................................................................ 104

Page 15: PENYELESAIAN PERKARA PIDANA MELALUIlib.unnes.ac.id/36073/1/8111413155_Optimized.pdf · 2020. 5. 4. · ii PENGESAHAN Skripsi dengan judul “Penyelesaian Perkara Pidana Melalui Restorative

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perbuatan pidana merupakan perbuatan yang dilarang oleh suatu

aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana

tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut. Dapat juga

dikatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh suatu aturan

hukum dilarang dan diancam pidana, asal saja dalam pada itu diingat bahwa

larangan ditujukan kepada perbuatan (yaitu suatu keadaan atau kejadian

yang ditimbulkan oleh kelakuan orang), sedangkan ancaman pidananya

ditujukan kepada orang yang menimbulkan kejadian itu (Moeljatno,

2008:59).

Pada kehidupan di masyarakat, perbuatan pidana atau tindak

pidana tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa saja, melainkan anak pun

juga melakukannya dan bahkan manusia lanjut usia (manula) pun ikut

menjadi subjek dalam suatu tindak pidana. Menurut Pasal 1 Ayat (2)

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia

disebutkan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60

(enam puluh) tahun keatas. Merdekawati (2008:12-14), dengan memasuki

usia lanjut, pastilah terjadi suatu beberapa perubahan terhadap kemampuan

fisik, psikologis, dan sosial yang tidak lagi sebaik dengan yang dialami pada

masa sebelum lansia. Beberapa dampak penurunan yang dialami seseorang

ketika memasuki usia lanjut yaitu sebagai berikut;

Page 16: PENYELESAIAN PERKARA PIDANA MELALUIlib.unnes.ac.id/36073/1/8111413155_Optimized.pdf · 2020. 5. 4. · ii PENGESAHAN Skripsi dengan judul “Penyelesaian Perkara Pidana Melalui Restorative

2

1) Penurunan kondisi fisik

2) Penurunan fungsi kognitif dan psikomotorik

3) Perubahan dalam peran sosial masyarakat

4) Dementia atau penurunan daya ingat dan daya pikir.

Selain dampak tersebut, menurut Salamah (2005:2), kondisi psikhis

lansia ditandai dengan adanya ciri-ciri emosional yaitu mudah marah dan

tersinggung, regresi yaitu tingkah laku kembali seperti anak kecil, ilusi yaitu

salah tangkap terhadap obyek apapun, delusi yaitu anggapan bahwa segala

disekitarnya jelek, dimensia yaitu pikun atau mudah lupa, dan neurasthenia

yaitu merasa letih, lelah, sensitif terhadap cahaya dan suara. Kondisi psikhis

lansia selalu mempunyai keinginan untuk dihargai, diperhatikan, ditemani,

dirawat, dilayani oleh keluarganya.

Melihat kondisi manula sebagaimana disebutkan di atas, kiranya

perlu pemberlakuan yang berbeda dari aparat penegak hukum dalam

menangani perkara pidana yang dilakukan oleh manula. Sangat disayangkan

apabila seorang lansia dengan kondisi sebagaimana disebutkan di atas yang

terjerat suatu tindak pidana harus menjalani suatu proses hukum yang

memakan waktu cukup lama dan akhirnya pada proses pengadialan divonis

terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan suatu tindak pidana. Sebagai

contoh adalah kasus nenek Asyani (63 tahun). Bahwa nenek Asyani

didakwa mencuri dua batang pohon jati milik perhutani untuk dibuat tempat

tidur. Pada saat palu hakim diketuk, nenek Asyani langsung

mengungkapkan amarahnya dan tak terima dengan vonis bersalah oleh

hakim. Nenek Asyani divonis 1 tahun penjara dengan masa percobaan 1

Page 17: PENYELESAIAN PERKARA PIDANA MELALUIlib.unnes.ac.id/36073/1/8111413155_Optimized.pdf · 2020. 5. 4. · ii PENGESAHAN Skripsi dengan judul “Penyelesaian Perkara Pidana Melalui Restorative

3

tahun 3 bulan dan denda Rp 500 juta subsider 1 hari hukuman percobaan

(Liputan6, 2015, https://www.liputan6.com/news/read/2219231/nenek-

asyani-terdakwa-pencuri-kayu-divonis-1-tahun-penjara, 23 Mei 2018).

Kasus nenek Asyani ini mencerminkan bahwa benar adanya anggapan

bahwa hukum tajam ke bawah namun tumpul ke atas. Orang miskin dan

lansia dengan mudah menjadi sasaran hukum yang kaku dan kejam, namun

sebaliknya hukum tak berkuasa ketika menghadapi orang yang memiliki

kekuasaan sehingga disegani oleh masyarakat.

Dengan vonis yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim di atas, artinya

nenek Asyani sebelumnya telah melewati serangkaian proses hukum acara

dalam KUHAP yaitu mulai dari tahap penyelidikan, penyidikan, penuntutan,

hingga persidangan, bahkan pelaksanaan putusan. Penyelesaian perkara

tersebut tidaklah efektif jika dikaitkan dengan kondisi fisik manula

sebagaimana dijabarkan sebelumnya.

Penegakan hukum yang diterapkan pada kasus yang melibatkan

manula di atas merupakan salah satu bentuk law enforcement (penegakan

hukum) yang kaku dan hanya mengutamakan asas kepastian hukum semata.

Mazkur (2016:9), pihak kepolisian yang merupakan pintu gerbang pertama

dalam penindakan terhadap perlakuan warga negara yang diduga melakukan

tindak pidana dalam arti memenuhi rumusan pidana akan serta merta

menjalankan tugasnya sebagai lembaga penyidikan. Cara pandang

demikianlah dirasa terlalu strict dalam memaknai suatu aturan hukum.

Selama ini, hukum hanya dipahami sebagai aturan-aturan yang

bersifat kaku dan terlalu menekankan pada aspek the legal system tanpa

Page 18: PENYELESAIAN PERKARA PIDANA MELALUIlib.unnes.ac.id/36073/1/8111413155_Optimized.pdf · 2020. 5. 4. · ii PENGESAHAN Skripsi dengan judul “Penyelesaian Perkara Pidana Melalui Restorative

4

melihat kaitan antara ilmu hukum tersebut dengan persoalan-persoalan yang

harus ditangani (Henry, 2010:115). Hukum yang kaku atau tidak fleksibel

akan menimbulkan kompleksitas dan aneka konflik dalam kehidupan sosial,

sehingga diperlukan konsepsi hukum yang dapat diterima masyarakat

(akseptable) dan yang sesuai dengan sifat karakteristik dan pola kehidupan

masyarakat (adaptable). Agar hukum nasional Indonesia menjadi hukum

yang akseptable dan adaptable maka harus ditempuh upaya untuk menggali

nilai-nilai yang hidup dan diyakini oleh masyarakat sebagai sebuah nilai

luhur (Ali Imron, 2008:123). Kondisi penegakan hukum yang tidak fleksibel

diperparah dengan pengetahuan dari masyarakat sendiri tentang bagaimana

menyelesaikan perkara pidana yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.

Persepsi masyarakat Indonesia tentang prosedur penanganan dan hukuman

bagi prosedur penanganan dan hukuman bagi para pelaku kejahatan atau

para pelanggar hukum dalam beberapa tahun terakhir ini terlanjur legal,

formal, dan prosedural. Cara pandang demikianlah yang kurang tepat dan

menjadikan masyarakat memiliki sifat pendendam, masyarakat penghakim

“punitive” society terhadap tindak pidana yang terjadi di sekitarnya (Atalim,

2013:141).

Bahwa perlu kiranya para penegak hukum seperti polisi, jaksa, hakim,

dan advokat selaku legal structure mengerti konsep yang efektif dalam

menangani perkara pidana yang dilakukan oleh manula yang notabene

masuk ke dalam kategori tindak pidana ringan (tipiring).

Usaha-usaha yang rasional untuk mengendalikan atau menanggulangi

kejahatan (politik kriminal) sudah barang tentu tidak hanya menggunakan

Page 19: PENYELESAIAN PERKARA PIDANA MELALUIlib.unnes.ac.id/36073/1/8111413155_Optimized.pdf · 2020. 5. 4. · ii PENGESAHAN Skripsi dengan judul “Penyelesaian Perkara Pidana Melalui Restorative

5

sarana “penal” (hukum pidana), tetapi dapat juga dengan menggunakan

sarana-sarana yang non-penal (Muladi & Arief, 2005:159). Ketika

menangani suatu perkara pidana, tidak serta merta menggunakan jalur

litigasi. Adapun cara lain (non-litigasi) yang diharapkan mampu

memberikan penyelesaian yang efektif jika terjadi suatu perkara pidana,

terkhusus perkara pidana yang identik dengan kasus-kasus yang dipandang

terlalu kecil atau dikenal dengan istilah insignificance principle dan

irrelevance principle. Salam (2013:73), Insignificance principle artinya

tindak pidana yang dilakukan tidak memiliki nilai dan hasil yang

insignifikan. Sedangkan irrelevance principle tidak hanya

mempertimbangkan perbuatan yang tidak berbahaya, namun juga

mempertimbangkan kualitas kesalahan dari pelaku. Dengan melihat kedua

prinsip tersebut, akan lebih efektif bila kasus sebagaimana dialami oleh

nenek Asyani diselesaikan secara kekeluargaan dengan melihat bobot tindak

pidana serta kondisi fisiknya yang sudah tidak muda lagi.

Konsep restorative justice di Indonesia sendiri sebenarnya sudah ada

sejak zaman dahulu. Jauh sebelum lahirnya PBB, di Indonesia telah

mengenal upaya penyelesaian suatu sengketa baik perdata maupun pidana

dengan mempergunakan upaya penyelesaian dengan pendekatan

musyawarah, yang mana merupakan nilai terpenting dalam restorative

justice (Iswara, 2013:33).

Berbicara mengenai legalitas penerapan restorative justice di

Indonesia, konsep ini bisa kita jumpai dalam Undang-Undang Nomor 11

Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA). Selain itu,

Page 20: PENYELESAIAN PERKARA PIDANA MELALUIlib.unnes.ac.id/36073/1/8111413155_Optimized.pdf · 2020. 5. 4. · ii PENGESAHAN Skripsi dengan judul “Penyelesaian Perkara Pidana Melalui Restorative

6

terdapat pula Nota Kesepakatan Bersama Ketua Mahkamah Agung

Republik Indonesia, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik

Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia, dan Kepala Kepolisian Negara

Republik Indonesia tentang Pelaksanaan Penerapan Penyesuaian Batasan

Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda, Acara Pemeriksaan Cepat, Serta

Penerapan Keadilan Keadilan Restoratif Nomor 131/KMA/SKB/X/2012,

M.HH-07.HM.03.02, KEP-06/E/EJP/10/2012, B/39/X/2012 Tahun 2012.

Nota Kesepakatan Bersama ini merupakan suatu pelaksanaan Peraturan

Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 (Perma Nomor

2 Tahun 2012) tentang Penyesuaian Batasan Tindak Ringan dan Jumlah

Denda dalam KUHP ke seluruh aparat penegak hukum.

Dengan melihat Perma di atas, tindak pidana yang dilakukan oleh

nenek Asyani sebenernya masuk ke dalam kategori tindak pidana ringan

dikarenakan nilai dari tindak pidananya di bawah Rp. 2.500.000,-. Oleh

karena itu, seharusnya kasus nenek Asyani bisa diselesaikan melalui

restorative justice. Tetapi sebaliknya, para aparat penegak hukum justru

memilih jalur litigasi untuk menyelesaikannya. Sangat ironi apabila secara

legal substance, konsep keadilan restoratif sebenarnya sudah disepakati oleh

para aparat penegak hukum namun kenyataannya tidak diterapkan secara

optimal. Kiranya perlu untuk mempertegas pemberlakuannya, diadakan

suatu pembaharuan dalam hukum pidana untuk mengakomodir konsep

keadilan restoratif ke dalam suatu undang-undang dengan memasukannya

ke dalam RUUKHAP.

Page 21: PENYELESAIAN PERKARA PIDANA MELALUIlib.unnes.ac.id/36073/1/8111413155_Optimized.pdf · 2020. 5. 4. · ii PENGESAHAN Skripsi dengan judul “Penyelesaian Perkara Pidana Melalui Restorative

7

Berdasarkan Pasal 1 Angka 2 Nota Kesepakatan Bersama Ketua

Mahkamah Agung Republik Indonesia, Menteri Hukum dan Hak Asasi

Manusia Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia, dan Kepala

Kepolisian Negara Republik Indonesia tentang Pelaksanaan Penerapan

Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda, Acara

Pemeriksaan Cepat, Serta Penerapan Keadilan Keadilan Restoratif Nomor

131/KMA/SKB/X/2012, M.HH-07.HM.03.02, KEP-06/E/EJP/10/2012,

B/39/X/2012 Tahun 2012, Keadilan Restoratif (Restorative Justice) adalah

penyelesaian perkara tindak pidana ringan yang dilakukan oleh penyidik

pada tahap penyidikan atau hakim sejak awal persidangan dengan

melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan tokoh masyarakat

terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan

menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula.

Pengertian di atas hampir sama dengan pendapat Johnstone dan Van

Ness sebagaimana dikutip oleh Shen (2016:78) yang menyatakan bahwa

restorative justice diidentifikasikan ke dalam tiga konsep:

The first is the encounter conception, emphasizing stakeholder

meetings outside formal, professional‐dominated settings, the rights of

stakeholders, and the benefits to them of discussing the crime, its

causes and its aftermath. The second is the reparative conception,

emphasizing repairing the harm caused or revealed by a crime. The

third is the transformation conception, which defined restorative

justice as a way of life that emphasizes equal and wholesome

relationship with other beings and the environment.

dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa Johnstone dan Van Ness

memberikan tiga konsepsi utama yang terdapat dalam pengertian restorative

justice. Pertama, mempertemukan para pihak yang berkepentingan di luar

Page 22: PENYELESAIAN PERKARA PIDANA MELALUIlib.unnes.ac.id/36073/1/8111413155_Optimized.pdf · 2020. 5. 4. · ii PENGESAHAN Skripsi dengan judul “Penyelesaian Perkara Pidana Melalui Restorative

8

pengaturan formal hukum acara untuk mendiskusikan terkait tindak pidana

yang terjadi termasuk penyebab dan akibatnya. Kedua adalah konsepsi

reparatif, yaitu memperbaiki kerusakan yang telah terjadi akibat adanya

tindak pidana. Ketiga adalah transformasi, yang mendefinikasikan keadilan

restoratif sebagai cara untuk mewujudkan hubungan yang baik dan sehat

dengan makhluk hidup lain dan lingkungannya.

Konsep restorative justice merupakan konsep dalam perspektif dan

pencapaian keadilan kepada perbaikan maupun pemulihan keadaan setelah

peristiwa, berbeda dengan konsep retributif yang lebih berorientasi kepada

pembalasan. Penyelesaian perkara melalui restosrative justice juga dikenal

sebagai alternatif atau cara lain peradilan kriminal dengan mengedepankan

pendekatan intergasi pelaku satu sisi dan korban/masyarakat di lain sisi

sebagai satu kesatuan untuk mencari solusi serta kembali pada pola

hubungan baik dalam masyarakat. Eksistensi proses restorative justice

sebagai alternatif penyelesaian perkara pidana sangat ditentukan oleh

kesadaran dan pengetahuan masyarakat itu sendiri, termasuk aparat penegak

hukumnya. Pemahaman peradilan yang hanya mengedepankan penerapan

aturan, membuktikan kesalahan pelaku dan lalu menghukumnya, tidak akan

bisa menerima konsep ini (Prayitno, 2012:409-413). Pendekatan restorative

justice juga dipandang sebagai salah satu jawaban untuk mencairkan

“kebekuan” penerapan hukum legalistik-positivistik (Umar, 2015:6).

Sistem pemidanaan dengan mengedepankan pembalasan (retribution)

kepada pelaku pembuat tindak pidana merupakan aliran yang klasik dalam

hukum pidana. Pemberian pidana semacam itu hanya berorientasi kepada

Page 23: PENYELESAIAN PERKARA PIDANA MELALUIlib.unnes.ac.id/36073/1/8111413155_Optimized.pdf · 2020. 5. 4. · ii PENGESAHAN Skripsi dengan judul “Penyelesaian Perkara Pidana Melalui Restorative

9

pelaku tindak pidana dengan tujuan menimbulkan efek jera sehingga pelaku

tindak pidana tidak melakukan tindak pidana lagi setelah menjalankan

pidananya. Cara pandang tentang sistem pemidanaan sebagaimana

dijabarkan di atas merupakan cara pandang yang bertolak pada teori absolut

yang lahir pada aliran klasik. Teori absolut atau teori pembalasan yang

menjadi dasar pijakan aliran klasik terdiri atas pembalasan subjektif dan

pembalasan objektif. Pembalasan subjektif adalah pembalasan kesalahan,

pembalasan terhadap pelaku yang tercela, sedangkan pembalasan objektif

adalah pembalasan terhadap perbuatan, perbuatan apa yang telah dilakukan

oleh pelaku (Hiariej, 2014:31). Dewasa ini, penyelesaian perkara dengan

menggunakan perspektif bahwa pidana dijadikan sebagai suatu pembalasan

adalah suatu hal keliru apalagi dalam menyelesaikan perkara pidana yang

menyangkut nenek Asyani sebagai subjek dalam suatu tindak pidana. Ada

pun hal lain yang lebih penting dan harus diperhatikan adalah bagaimana

mengembalikan kerusakan yang terjadi di masyarakat akibat terjadinya

suatu tindak pidana dengan melibatkan para pihak yang terlibat. Cara

demikian dipandang sebagai alternatif penyelesaian perkara yang jauh lebih

efektif ketimbang menggunankan cara litigasi yang cukup memakan waktu

yang lama sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Pidana.

Maka dari itu, secara legal substance terkait penerapan keadilan

restoratif memang harus diakomodir dengan sedemikian rupa sehingga

dapat dijadikan landasan untuk menyelesaikan perkara pidana yang

tergolong kedalam tindak pidana yang insignificant dan irrelevant,

Page 24: PENYELESAIAN PERKARA PIDANA MELALUIlib.unnes.ac.id/36073/1/8111413155_Optimized.pdf · 2020. 5. 4. · ii PENGESAHAN Skripsi dengan judul “Penyelesaian Perkara Pidana Melalui Restorative

10

terkhusus dengan subjek hukum manula. Menurut Effendy sebagaimana

dikutip Adji (2016:13) menyatakan bahwa keadilan restoratif sebagai bagian

dari penyelesaian perkara pidana haruslah diberikan tempat dalam peraturan

perundang-undangan yang juga disertai dengan landasan/teori hukumnya.

Namun demikian, penerepan konsep restorative justice ini tidak serta

merta dapat diimplementasikan kepada seluruh perkara pidana yang

melibatkan manula di dalamnya. Ada beberapa kasus dengan tersangka atau

terdakwa manula yang melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana

penjara di atas lima tahun. Seperti halnya kasus seorang kakek 61 tahun

dilaporkan ke Polisi karena cabuli 4 orang anak. Dengan dugaan tindakan

yang dilakukannya tersebut, ia diancam Pasal 82 Ayat 1 Undang-Undang

nomor 23 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana paling

singkat lima tahun dan paling lama 15 tahun (Kompas, 2018

(https://regional.kompas.com/read/2018/02/23/13320071/kakek-61-tahun-

dilaporkan-ke-polisi-karena-cabuli-4-bocah, 24 Mei 2018),.

Berdasarkan penjabaran di atas, maka penulis mengangkat topik

penelitian untuk dilakukannya pengkajian lebih mendalam dengan tujuan

terciptanya penegakan hukum pidana yang fleksibel dalam menangani

perkara pidana yang dilakukan manula. Artinya, dalam penegakkannya

tidak hanya mengacu pada peraturan undang-undang semata tanpa menggali

nilai dasar hukum itu sendiri. Berdasarkan uraian sebagaimana dituliskan

sebelumnya, penulis tertarik untuk mengangkat topik penelitian dengan

judul “PENYELESAIAN PERKARA PIDANA MELALUI

RESTORATIVE JUSTICE TERHADAP TINDAK PIDANA YANG

Page 25: PENYELESAIAN PERKARA PIDANA MELALUIlib.unnes.ac.id/36073/1/8111413155_Optimized.pdf · 2020. 5. 4. · ii PENGESAHAN Skripsi dengan judul “Penyelesaian Perkara Pidana Melalui Restorative

11

DILAKUKAN OLEH MANULA (STUDI NORMATIF DAN

SOSIOLOGIS)”.

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis mengidentifikasikan beberapa

permasalahan antara lain:

1. Praktek penyelesaian perkara pidana terhadap tindak pidana yang

dilakukan oleh manula masih dengan menggunakan mekanisme

sebagaimana diatur dalam KUHAP.

2. Penyelesaian perkara pidana melalui restorative justice terhadap

tindak pidana yang dilakukan oleh manula sulit diterapkan karena

tidak ada dasar hukum yang mengaturnya.

3. Kebijakan formulasi dalam menyelesaikan perkara pidana melalui

restorative justice terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh

manula.

4. Efisiensi dan efektifitas sistem peradilan pidana dalam menyelesaikan

perkara pidana melalui restorative justice terhadap tindak pidana yang

dilakukan oleh manula.

1.3. Pembatasan Masalah

Dengan berbagai macam bentuk permasalahan yang dimunculkan oleh topik

ini, maka agar memfokuskan kepada suatu pembahasan, sehingga pada

penelitian ini penulis memberikan batasan masalah yang akan dikaji sebagai

berikut:

Page 26: PENYELESAIAN PERKARA PIDANA MELALUIlib.unnes.ac.id/36073/1/8111413155_Optimized.pdf · 2020. 5. 4. · ii PENGESAHAN Skripsi dengan judul “Penyelesaian Perkara Pidana Melalui Restorative

12

1. Praktek penyelesaian perkara pidana melalui restorative justice

dengan tersangka/terdakwa manula dalam pemeriksaan tingkat

penyidikan, penuntutan, dan persidangan.

2. Kebijakan formulasi dalam menyelesaikan perkara pidana melalui

restorative justice terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh

manula.

1.4. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis mengkaji rumusan masalah

sebagai berikut:

1. Bagaimanakah praktek penyelesaian perkara pidana terhadap tindak

pidana yang dilakukan oleh manula?

2. Bagaimanakah kebijakan penyelesaian perkara pidana melalui

restorative justice terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh

manula?

1.5. Tujuan Penelitian

Tujuan yang diharapkan penulis dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui dan memahami bagaimanakah praktek

penyelesaian perkara pidana terhadap tindak pidana yang dilakukan

oleh manula.

2. Untuk mengetahui dan memahami bagaimanakah formulasi kebijakan

penyelesaian perkara pidana melalui restorative justice terhadap

tindak pidana yang dilakukan oleh manula.

Page 27: PENYELESAIAN PERKARA PIDANA MELALUIlib.unnes.ac.id/36073/1/8111413155_Optimized.pdf · 2020. 5. 4. · ii PENGESAHAN Skripsi dengan judul “Penyelesaian Perkara Pidana Melalui Restorative

13

1.6. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan penulis dalam penelitian ini adalah:

1. Secara Teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi ilmu

pengetahuan terkait praktek penyelesaian perkara pidana terhadap

tindak pidana yang dilakukan oleh manula.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi ilmu

pengetahuan terkait formulasi kebijakan penyelesaian perkara pidana

melalui restorative justice terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh

manula.

2. Secara Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua

pihak antara lain;

a. Kepada aparat penegak hukum baik polisi, jaksa, hakim dan

advokat dalam rangka menyelesaikan perkara pidana yang

dilakukan oleh manula melalui restorative justice.

b. Kepada pemerintah dalam rangka melakukan pembaharuan atau

kebijakan hukum pidana terkait penyelesaian perkara pidana

yang dilakukan oleh manula melalui restorative justice.

c. Kepada mahasiswa dan masyarakat dapat dijadikan informasi

terkait penyelesaian perkara pidana yang dilakukan oleh manula

melalui restorative justice.

Page 28: PENYELESAIAN PERKARA PIDANA MELALUIlib.unnes.ac.id/36073/1/8111413155_Optimized.pdf · 2020. 5. 4. · ii PENGESAHAN Skripsi dengan judul “Penyelesaian Perkara Pidana Melalui Restorative

14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

Berikut ini penulis cantumkan beberapa penelitian terdahulu untuk

menjaga orisinalitas dan nilai kebaharuan dalam penelitian ini dalam

kaitannya dengan Penyelesaian Perkara Pidana Melalui Restorative Justice

terhadap Tindak Pidana yang Dilakukan oleh Manula.

2.1.1. Skripsi yang disusun oleh Muhammad Fadil Paramajeng

Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar Tahun

2014: Tinjauan Yuridis Penjatuhan Pidana Terhadap

Terdakwa Yang Berusia Lanjut (Studi Kasus Putusan No.

356/Pid.B/PN. Sungguminasa)

Penelitian skipsi berfokus pada pembahasan penjatuhan

pidana terhadap terdakwa yang berusia lanjut dalam kasus

persetubuhan dengan anak. Hasil penelitian tersebut menyatakan

penerapan hukum pidana materiil terhadap terdakwa yang berusia

lanjut dalam Putusan No. 356/Pid.B/PN.

Perbedaan hasil penelitan skripsi di atas dengan penelitian

skripsi yang penulis lakukan ialah terkait ruang lingkup

pembahasannya. Penelitian tersebut lebih membahas terkait

pemberian pidana terhadap manula dalam kasus persetubuhan

dengan anak yang penyelesaiannya melalui jalur litigasi, sedangkan

ruang lingkup yang diteliti oleh penulis adalah proses penyelesaian

Page 29: PENYELESAIAN PERKARA PIDANA MELALUIlib.unnes.ac.id/36073/1/8111413155_Optimized.pdf · 2020. 5. 4. · ii PENGESAHAN Skripsi dengan judul “Penyelesaian Perkara Pidana Melalui Restorative

15

perkara pidana melalui restorative justice terhadap tindak pidana

yang dilakukan oleh manula.

2.1.2. Skripsi yang disusun oleh Desti Afriani Putri P. Fakultas

Hukum Universitas Airlangga Surabaya Tahun 2016:

Pemidanaan Terhadap “Lansia” dalam Perspektif

Pertanggungjawaban Pidana

Penelitian skripsi di atas menyatakan bahwa lansia sebagai

subjek hukum yang memenuhi persyaratan untuk bisa dimintai

pertanggungjawaban pidana tetapi menjadi sangat berat jika

seorang lansia yang sudah tua renta dengan kondisi yang

memprihatinkan harus menjalani proses pemidanaan yang

memakan waktu tidak sedikit dan tekanan-tekanan mental yang

ada.

Skrispi Desti Afriani Putri P. tersebut melihat manula

sebagai subjek yang telah melakukan tindak pidana dari perspektif

Pertangunggjawaban Pidana, artinya hanya melihat dari segi pidana

materil. Sedangkan skripsi penulis selain membahas hukum pidana

materil, lebih lanjut membahas juga pidana formil yaitu berua

proses penyelesaian perkara pidana dengan tersangka/terdakwa

manula.

Page 30: PENYELESAIAN PERKARA PIDANA MELALUIlib.unnes.ac.id/36073/1/8111413155_Optimized.pdf · 2020. 5. 4. · ii PENGESAHAN Skripsi dengan judul “Penyelesaian Perkara Pidana Melalui Restorative

16

2.1.3. Skripsi yang disusun oleh Usman Fakultas Syari’ah dan

Hukum Universitas Alauddin Makassar Tahun 2017:

Pemidanaan Terhadap “Lansia” dalam Perspektif

Pertanggungjawaban Pidana

Tidak jauh berbeda dengan sebelumnya, skripsi ini

berfokus pada penerapan pidana materil dan pertimbangan hakim

dalam menjatuhkan putusan nomor 75/Pid.B/2016/PN.Maros. di

mana terdakwanya berusia lanjut.

Perbedaan fokus skripsi di atas dengan penelitian skripsi

yang penulis lakukan ialah terkait ruang lingkup pembahasannya.

Penelitian tersebut lebih membahas terkait pemberian pidana

terhadap manula melalui jalur litigasi, sedangkan ruang lingkup

yang diteliti oleh penulis adalah proses penyelesaian perkara pidana

melalui restorative justice terhadap tindak pidana yang dilakukan

oleh manula. Ruang lingkup penelitian yang dilakukan oleh penulis

lebih luas. Selain membahas pidana materil sebagai dasar sistem

pemidanaan. Membahas juga hukum pidana formil terkait

penyelesain perkara pidana dengan tersangka/terdakwa manula.

2.1.4. Jurnal yang disusun oleh Faizhal End Millzrein, Fakultas

Hukum, Universitas Brawijaya Tahun 2017

Hasil penelitian jurnal ini menunjukkan bahwa urgensi

dari penerapan konsep diversi dalam penyelesaian kasus lanjut usia

sebagai pelaku tindak pidana ringan yaitu karena kondisi lanjut usia

Page 31: PENYELESAIAN PERKARA PIDANA MELALUIlib.unnes.ac.id/36073/1/8111413155_Optimized.pdf · 2020. 5. 4. · ii PENGESAHAN Skripsi dengan judul “Penyelesaian Perkara Pidana Melalui Restorative

17

yang mengalami permasalahan baik dari segi fisik, mental, sosial,

dan ekonomi sehingga kondisinya melemah, selain itu belum ada

aturan yang jelas dan tegas terhadap perlindungan hukum serta

penanganan penyelesaian perkara pidana yang melibatkan pelaku

orang lanjut usia.

Penelitian ini membahas atau meneliti tindak pidana

ringan yang dilakukan oleh seseorang yang berusia lanjut. Berbeda

dengan skripsi sebagaimana penulis susun, dalam hasil penelitian

tidak hanya membahas terkait tindak pidana ringan saja. Tetapi

juga membahas tindak pidana yang lebih berat dari segi

pemidaannya. Hal ini untuk menentukan kebijakan tindak pidana

mana saja yang dapat diselesaikan melalui konsep keadilan

restoratif.

2.2. Landasan Teori

2.2.1. Sistem Peradilan Pidana

Penegakan hukum pidana oleh negara dilakukan melalui aparat

penagak hukum dengan titik sentralnya pada lembaga peradilan

dengan putusan pengadilan sebagai hasil akhirnya (Baskoro,

2001:15). Aparat penegak hukum yang dimaksud di sini adalah

kepolisian, kejaksaan, hakim, adovikat dan lembaga

pemasyarakatan. Para penegak hukum tersebut saling berkaitan

satu sama lain dalam melaksanakan fungsi peradilan sehingga

dikenal dengan istilah Sistem Peradilan Pidana.

Page 32: PENYELESAIAN PERKARA PIDANA MELALUIlib.unnes.ac.id/36073/1/8111413155_Optimized.pdf · 2020. 5. 4. · ii PENGESAHAN Skripsi dengan judul “Penyelesaian Perkara Pidana Melalui Restorative

18

Sistem peradilan pidana untuk pertama kali diperkenalkan

oleh pakar hukum pidana dan para ahli dalam criminal justice

science di Amerika Serikat seiring dengan ketidakpuasan terhadap

mekanisme kerja aparatur penegak hukum dan institusi penegakan

hukum yang didasarkan pada pendekatan hukum dan ketertiban,

yang sangat menggantungkan keberhasilan penanggulangan

kejahatan pada efektivitas dan efisiensi kerja organisasi kepolisian.

Dalam hubungan ini pihak kepolisian ternyata menghadapi

berbagai kendala, baik yang bersifat operasional maupun prosedur

legal dan kemudian kendala ini tidak memberikan hasil yang

optimal dalam upaya menekan kenaikan angka kriminalitas, bahkan

terjadi sebaliknya (Supriyatna, 2009:2).

Atmasasmita sebagaimana dikutip Supriyatna (2009:2-3)

menerangkan bahwa orang pertama di Amerika Serikat yang

memperkenalkan rekayasa administrasi peradilan pidana melalui

pendekatan sistem (system approach) adalah Frank Remington.

Gagasan tersebut kemudian diberi nama Criminal Justice System

(Sistem Peradilan Pidana). Kemudian Blumstein membuat diagram

skematik terkait Criminal Justice System dengan menerapkan

pendekatan manajerial yang bertopang pada pendekatan sistem

terhadap mekanisme administrasi peradilan pidana. Sejak saat itu

dalam penanggulangan kejahatan di Amerika Serikat diperkenalkan

dan dikembangkan pendekatan sistem sebagai pengganti

pendekatan hukum dan ketertiban. Melalui pendekatan sistem ini

Page 33: PENYELESAIAN PERKARA PIDANA MELALUIlib.unnes.ac.id/36073/1/8111413155_Optimized.pdf · 2020. 5. 4. · ii PENGESAHAN Skripsi dengan judul “Penyelesaian Perkara Pidana Melalui Restorative

19

kepolisian, pengadilan dan lembaga pemasyarakatn tidak lagi

merupakan instansi yang berdiri sendiri melainkan masin-masing

merupakan unsur penting dan berkaitan erat satu sama lain.

Secara umum sistem peradilan pidana dapat diartikan

sebagai suatu proses bekerjanya beberapa lembaga penegak

hukum melalui sebuah mekanisme yang meliputi kegiatan

bertahap yang dimulai dari penyidikan, penuntutan,

pemeriksaan di sidang pengadilan, dan pelaksanaan putusan

hakim yang dilakukan oleh lembaga pemasyarakatan (Supriyatna,

2009:1).

Atmasasmita (2010:6), dalam bukunya mengutip pendapat

Geoffrey Hazard mengatakan bahawa dalam sistem peradilan

pidana dikenal tiga bentuk pendekatan, yaitu pendekatan normatif,

administratif, dan sosial.

a) Pendekatan Normatif

Pendekatan ini memandang keempat aparatur penegak

hukum (kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan lembaga

pemasyarakatan) sebagai institusi pelaksana peraturan

perundang-undangan yang berlaku sehingga keempat aparatur

tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem

penegakan hukum semata-mata. Lebih jauh Packer membedakan

normatif ke dalam dua model, yaitu Crime Control Model dan

Due Process Model. Polarisasi pendekatan normatif ke dalam

sistem peradilan pidana gaya Packer tersebut tidak bersifat

Page 34: PENYELESAIAN PERKARA PIDANA MELALUIlib.unnes.ac.id/36073/1/8111413155_Optimized.pdf · 2020. 5. 4. · ii PENGESAHAN Skripsi dengan judul “Penyelesaian Perkara Pidana Melalui Restorative

20

mutlak, sehingga operasionalisasi kedua model ini dilandaskan

pada asumsi yang sama sebagai berikut (Atmasasmita, 2010:7-

8):

(1). Penetapan suatu tindakan sebagai tindak pidana harus lebih

dahulu ditetapkan jauh sebelum proses identifikasi dan

kontak dengan seorang tersangka pelaku kejahatan atau

asas “ex post facto law” atau asas undang-undanga tidak

berlaku surut.

(2). Diakui kewenangan terbatas pada aparatur penegak hukum

untuk melakukan tindakaan penyidikan dan penangkapan

terhadap seorang tersangka pelaku kejahatan.

(3). Seorang pelaku kejahatan adalah subjek hukum yang

harus dilindungi dan berhak atas peradilan yang jujur dan

tidak memihak.

Selain terdapat kesamaan antara kedua model tersebut,

terdapat juga perbedaan yang tampak dari nilai-nilai yang

dijadikan landasan kerja kedua model tersebut. Perbedaan

tersebut akan dijabarkan pada tabel dan penjabaran di bawah ini

(Atmasasmita, 2010:7-11):

Page 35: PENYELESAIAN PERKARA PIDANA MELALUIlib.unnes.ac.id/36073/1/8111413155_Optimized.pdf · 2020. 5. 4. · ii PENGESAHAN Skripsi dengan judul “Penyelesaian Perkara Pidana Melalui Restorative

21

Crime Control Model Due Process Model

5 Karakteristik Value 6 Karakteristik

1. Represif

2. Presumption of guilt

3. Informal fact-finding

4. Factual guilt

5. Efisiensi

Mekanisme 1. Preventif

2. Presumption of innocence

3. Formal-adjudicative

4. Legal guilt

5. Efektivitas

Affirmative model Tipologi Negative model

Berikut ini merupakan penjabaran mengenai perbedaan

antara nilai yang melandasi crime control model dan due

process of law.

Nilai yang melandasi crime control model adalah:

(1). Tindakan represif terhadap suatu tindakan criminal

merupakan fungsi terpenting dari suatu proses peradilan;

(2). Perhatian utama harus ditujukan kepada efisiensi dari

suatu penegakan hukum;

(3). Proses criminal penegakan hukum harus dilandaskan pada

prinsip cepat (speedy) dan tuntas (finality);

(4). Asas presumption of guilt akan menyebabkan sistem ini

dilaksanakan secara efisien;

Page 36: PENYELESAIAN PERKARA PIDANA MELALUIlib.unnes.ac.id/36073/1/8111413155_Optimized.pdf · 2020. 5. 4. · ii PENGESAHAN Skripsi dengan judul “Penyelesaian Perkara Pidana Melalui Restorative

22

(5). Proses penegakan hukum harus menitikberatkan kepada

kualitas temuan-temuan fakta administratif, oleh karena

temuan tersebut akan membawa ke arah: (a) pembebasan

seorang tersangka dari penuntutan, atau (b) kesediaan

tersangka menyatakan dirinya bersalaha atau “plead of

guilty”.

Nilai-nilai yang mendasari due process model adalah:

(1). Kemungkinan adanaya faktor “kelalaian yang sifatnya

manusiawi” atau “human error” menyebabkan model ini

menolak “informal fact-finding process” sebagai cara

untuk menetapkan secaraa definitive “factual guilt”

seseorang. Model ini hanya mengutamakan “formal

adjudicative dan adversary fact-findings.” Hal ini berarti

dalam setiap kasus tersangka harus diajukan ke muka

pengadilan yang tidak memihak dan diperiksa sesudah

tersangka memperoleh hak yang penuh untuk mengajukan

pembelaannya;

(2). Model ini menekankan kepada pencegahan “preventive

measures” dan menghapuskan sejauh mungkin kesalahan

mekanisme administrasi peradilan;

(3). Proses peradilan harus dikendalikan agar dapat dicegah

penggunannya sampai pada titik optimum karena

kekuasaan cenderung disalahgunakan atau memiliki

Page 37: PENYELESAIAN PERKARA PIDANA MELALUIlib.unnes.ac.id/36073/1/8111413155_Optimized.pdf · 2020. 5. 4. · ii PENGESAHAN Skripsi dengan judul “Penyelesaian Perkara Pidana Melalui Restorative

23

potensi untuk menempatkan individu pada kekuasaan yang

koersif dari negara;

(4). Model ini bertolak dari nilai yang bersifat anti terhadap

kekuasaan sehingga memegang teguh doktrin legal-guilt.

Doktrin ini memiliki pemikiran bahwa seseorang dianggap

bersalah apabila penetapan kesalahannya dilakukan secara

procedural dan dilakukan oleh mereka yang memiliki

kewenangan untuk tugas tersebut, yaitu pengadilan yang

tidak memihak. Dalam konsep legal-guilt ini mengandung

“presumption of innonncence” atau asas praduga tak

bersalah.

(5). Gagasan “equality before the law” atau persamaan di

muuka hukum lebih diutamakan, berarti pemerintah harus

menyediakan fasilitas yang sama untuk setiap orang yang

berurusan dengan hukum. Kewajiban pemerintah ialah

menjamin bahwa ketidakmampuan secara ekonomi

seorang tersangka tidak akan menghalangi haknya untuk

membela dirinya di muka pengadilan.

Masih dari sumber yang sama, dalam tipologi modelnya,

crime control model merupakan tipe “affirmative model”,

artinya menekankan pada eksistensi dan penggunaan kekuasaan

pada setiap sudut dari proses pengadilan pidana dan dalam

proses ini kekuasaan legislatif sangat dominan. Sedangkan pada

due process model merupakan tipe “negative model”, artinya

Page 38: PENYELESAIAN PERKARA PIDANA MELALUIlib.unnes.ac.id/36073/1/8111413155_Optimized.pdf · 2020. 5. 4. · ii PENGESAHAN Skripsi dengan judul “Penyelesaian Perkara Pidana Melalui Restorative

24

selalu menekankan pembatasan pada kekuasaan formal dan

modifikasi dari penggunaan kekuasaan tersebut. Kekuasaan

yang dominan dalam model ini adalah kekuasaan yudikatif dan

selalu mengacu pada konstitusi.

Terkait dua model di atas ada beberapa ahli yang

mengutarakan pendapatnya. Supriyatna (2009:4-6), kedua model

sebagaimana diperkenalkan oleh Packer (Crime Control Model

dan Due Process Model), didasarkan pada pemikiran mengenai

hubungan antara negara dan individu dalam proses kriminal

yang menempatkan pelaku tindak pidana sebagai musuh

masyarakat (enemy of the society), sedangkan tujuan utama dari

pemidanaan adalah mengasingkan pelaku tindak pidana dari

masyarakat.

Sebagai reaksi terhadap kedua model yang dianjurkan oleh

Packer, kemudian Griffiths memperkenalkan model yang ketiga

yang disebutnya sebagai Family Model (model kekeluargaan).

Dalam model ini sanksi pidana tidak berfungsi untuk

mengasingkan, tetapi untuk pengembalian kapasitas

pengendalian diri (capacity for self control). Salah satu negara

yang disebut-sebut menganutt Family Model ini adalah negeri

Belanda. Namun menurut Barama (2016:13), yang mengutip

pendapat Muladi mengatakan bahwa terkait family model ini

tidak dapat diterima sepenuhnya karena terlalu berorientasi

Page 39: PENYELESAIAN PERKARA PIDANA MELALUIlib.unnes.ac.id/36073/1/8111413155_Optimized.pdf · 2020. 5. 4. · ii PENGESAHAN Skripsi dengan judul “Penyelesaian Perkara Pidana Melalui Restorative

25

kepada pelanggar padahal disisi lain terdapat korban (the victim

of crime) yang memerlukan perhatian serius.

Disamping ketiga model sistem peradilan pidana tersebut,

dalam perkembangannya saat ini terdapat berbagai usaha untuk

mengembangkan apa yang disebut sebagai sistem peradilan

pidana terpadu atau integrated criminal justice system. Model

terpadu dalam penyelenggaraan peradilan pidana dapat dikaji

dalam sistem peradilan pidana di Jepang yang memiliki

karakteristik (Supriyatna, 2009:6):

(1). Adanya sistem pendidikan yang memadai dari para penegak

hukum yang memungkinkan mereka memiliki pandangan

yang sama dalam melaksanakan tugasnya. Seleksi untuk

menjadi hakim, jaksa, dan pengacara dalam

penyelenggaraan peradilan pidana dilaksanakan oleh

organisasi pengacara di Jepang dan setelah mereka lulus,

kemudian masuk dalam pendidikan yang sama dengan

koordinasi oleh Mahkamah Agung Jepang.

(2). Para penegak hukum professional yang dicapai melalui

pelatihan yang baik dengan disiplin yang tinggi, serta

terorganisir dengan baik.

(3). Tujuan yang ingin dicapai adalah apa yang disebut sebagai

“precise justice” atau keadilan yang pas (tepat). Konsep

precise justice ini tampaknya merupakan kririk orang

Page 40: PENYELESAIAN PERKARA PIDANA MELALUIlib.unnes.ac.id/36073/1/8111413155_Optimized.pdf · 2020. 5. 4. · ii PENGESAHAN Skripsi dengan judul “Penyelesaian Perkara Pidana Melalui Restorative

26

Jepang terhadap model peradilan di Amerika Serikat yang

menurut mereka hanya mengejar apa yang disebut layman

justice (keadilan orang awam).

(4). Adanya partisipasi masyarakat yang tinggi akibat tingkat

profesionalisasi yang dimiliki oleh aparat penegak hukum di

Jepang.

b) Pendekatan Administratif

Pendekatan administratif memandang keempat aparatur

penegak hukum sebagai suatu organisasi manajemen yang

memiliki mekanisme kerja, baik hubungan yang bersifat

horisontal maupun yang bersifat vertikal sesuai dengan struktur

organisasi yang berlaku dalam organisasi tersebut. Sistem yang

digunakan adalah sistem administratif (Atmasasmita, 2010:7).

c) Pendekatan Sosial

Pendekatan sosial memandang keempat aparatur penegak

hukum merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu

sistem soal sehingga masyarakat secara keseluruhan ikut

bertanggung jawab atas keberhasilan atau ketidakberhasilan dari

keempat aparatur penegak hukum tersebut dalam melaksanakan

tugasnya. Sistem yang digunakan adalah sistem sosial

(Atmasasmita, 2010:7).

Page 41: PENYELESAIAN PERKARA PIDANA MELALUIlib.unnes.ac.id/36073/1/8111413155_Optimized.pdf · 2020. 5. 4. · ii PENGESAHAN Skripsi dengan judul “Penyelesaian Perkara Pidana Melalui Restorative

27

2.2.2. Teori Sistem Pemidanaan

Mudzakkir (2008:10-11), dari sudut fungsional, sistem

pemidanaan dapat diartikan sebagai keseluruhan sistem (aturan

perundang-undangan) untuk

fungsionalisasi/operasionalisasi/konkretisasi pidana dan

keseluruhan sistem (aturan perundang-undangan) yang mengatur

bagaimana hukum pidana ditegakkan atau diperasionalkan secara

konkret, sehingga seseorang dijatuhi sanksi (hukum) pidana. Dari

sudut ini maka sistem pemidanaan identik dengan sistem

penegakkan hukum pidana materil, hukum pidana formil, dan

pelaksanaan pidana. Sedangkan dari sudut norma-substantif (hanya

dilihat dari norma-norma hukum pidana substantif), sistem

pemidanaan dapat diartikan sebagai keseluruhan sistem

aturan/norma hukum pidana materiel untuk pemberian atau

penjatuhan dna pelaksanaan pidana.

Walaupun negara atau penguasa berwenang menjatuhkan

hukuman kepada seseorang, hak ini tidak dapat dijalankan secara

sewenang-wenang. Penguasa tetap harus mempunyai dasar

dijatuhkannya hukuman tersebut (Herlina, 2004:22). Secara

historis, dengan berkembangnya zaman berkembang pula sistem

pemidanaannya. Secara tradisional teori-teori pemidanaan pada

umumnya dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu teori absolut

atau teori pembalasan (retributive/vergeldings) dan teori relatif

atau teoiru tujuan (utilitarian/doeltheorieen) (Muladi & Arief,

Page 42: PENYELESAIAN PERKARA PIDANA MELALUIlib.unnes.ac.id/36073/1/8111413155_Optimized.pdf · 2020. 5. 4. · ii PENGESAHAN Skripsi dengan judul “Penyelesaian Perkara Pidana Melalui Restorative

28

2005:10). Sedangkan menurut Hiariej (2014:31), dalam ilmu

hukum pidana dewasa ini terdapat empat teori dalam menjatuhkan

pidana, yaitu:

2.2.2.1. Teori Absolut

Penganut teori absolut ini antara lain adalah

Imannuel Kant, Hegel, Herbart, dan Julius Stahl. Pendapat

Kant, pidana adalah etik. Praktisnya adalah suatu

ketidakadilan, oleh karena itu kejahatan harus dipidana (de

straf ls de straf van ethiek; de practische rede eist

onvoorwaardelijk, dat opo het misdrijf de straf volgt).

Karena menerapkan prinsip pembalasan, teori ini hanya

berorientasi kepada perbuatannya saja.

Muladi & Arief (2005:10), pidana merupakan akibat

mutlak yang harus ada sebagai suatu pembalasan kepada

orang yang melakukan kejahatan. Jadi, dasar pembenaran

dari pidana terletak pada adanya atau terjadinya kejahatan

itu sendiri. Menurut Johannes Andenaes tujuan utama

(primair) dari pidana menurut teori absolut ialah “untuk

memuaskan tuntutan keadilan” (to satisfy the claims of

justice). Masih dari sumber yang sama, tuntutan keadilan

yang sifatnya absolut ini terlihat jelas dalam pendapat

Immanuel sebagai berikut:

Page 43: PENYELESAIAN PERKARA PIDANA MELALUIlib.unnes.ac.id/36073/1/8111413155_Optimized.pdf · 2020. 5. 4. · ii PENGESAHAN Skripsi dengan judul “Penyelesaian Perkara Pidana Melalui Restorative

29

“... Pidana tidak pernah dilaksanakan semata-mata

sebagai sarana untuk mempromosikan

tujuan/kebaikan lain, baik si pelaku itu sendiri

maupun bagi masyarakat, tetapi dalam semua hal

harus dikenakan hanya karena orang yang

bersangkutan telah melakukan suatu kejahatan.

Bahkan walaupun seluruh anggota masyarakat

sepakat untuk menghancurkan dirinya sendiri

(membubarkan masyarakat) pembunuh terakhir yang

masih berada di dalam penjara harus dipidana mati

sebelum resolusi/keputusan pembubaran masyarakat

itu dilaksanakan. Hal ini harus dilakukan karena

setiap orang seharusnya menerima ganjaran dari

perbuatannya, dan perasaan balas dendam tidak boleh

tetap ada pada anggota masyarakat, karena apabila

tidak demikian mereka semua dapat dipandang

sebagai orang yang ikut ambil dalam pembunuhan itu

yang merupakan pelanggaran terhadap keadilan

umum”.

Jadi menurut Kant, pidana merupakan suatu tuntutan

keadilan.

Page 44: PENYELESAIAN PERKARA PIDANA MELALUIlib.unnes.ac.id/36073/1/8111413155_Optimized.pdf · 2020. 5. 4. · ii PENGESAHAN Skripsi dengan judul “Penyelesaian Perkara Pidana Melalui Restorative

30

2.2.2.2. Teori Relatif

Jika teori absolut menyatakan bahwa tujuan pidana

sebagai pembalasan, maka teori reslatif mencari dasar

pemidanaan adalah penegakan ketertiban masyarakat dan

tujuan pidana untuk mencegah kejahatan. Teori relatif juga

disebut sebagai teori relasi atau teori tujuan. Hal ini karena

relasi antara ketidakadilan dan pidana bukanlah hubungan

secara apriori. Hubungan antara keduanya dikaitkan

dengan tujuan yang hendak dicapai pidana, yaitu

perlindungan kebendaan hukum dan penangkal

ketidakadilan.

Pencegahan terhadap kejahatan pada dasarnya

dibagi menjadi pencegahan umum dan khusus. Adanya

penjatuhan pidana secara umum agar setiap orang tidak lagi

melakukan kejahatan. Sedangkan secara khusus ditujukan

terhadap pelaku kejahatan yang telah dijatuhi pidana

sehingga tidak lagi mengulangi perbuatannya.

Muladi dan Nawawi Arief (2005:16), menyatakan

bahwa teori relatif memandang pidana bukanlah untuk

memuaskan tuntutan absolut dari keadilan. Pembalasan itu

sendiri tidak mempunyai nilai, tetapi hanya sebagai sarana

untuk melindungi kepentingan masyarakat. Oleh karena itu

menurut J. Andenaes, teori ini dapat disebut sebagai “teori

perlindungan masyarakat” (the theory of social defence).

Page 45: PENYELESAIAN PERKARA PIDANA MELALUIlib.unnes.ac.id/36073/1/8111413155_Optimized.pdf · 2020. 5. 4. · ii PENGESAHAN Skripsi dengan judul “Penyelesaian Perkara Pidana Melalui Restorative

31

2.2.2.3. Teori Gabungan

Teori gabungan merupakan suatu teori dalam

pemindaan yang menggabungkan antara teori absolut dan

teori relatif. Marpaung (2009:107), kedua teori tersebut

mengajarkan bahwa penjatuhan pidana adalah untuk

mempertahankan tata tertib hukum dalam masyarakat dan

memperbaiki pribadi si penjahat. Penjatuhan pidana tidak

hanya beorientasi pada upaya untuk membalas tindakan

orang itu, tetapi juga agar ada upaya untuk mendidik atau

memperbaiki orang itu sehingga tidak melakukan kejahatan

lagi yang merugikan dan meresahkan masyarakat (Ali,

2015:192). Artinya, walau pun ada suatu tujuan pemidanaan

tetapi tidak terlepas dari adanya aspek pembalasan terhadap

subjek yang melakukan tindak pidana tersebut.

Teori ini menyatakan bahwa penggunaan kedua teori

tersebut (absolut dan relatif) memiliki kelemahan-

kelemahan yaitu (Koeswadji, 1995:11-12) :

a). Kelemahan teori absolut adalah menimbulkan

ketidakadilan karena dalam penjatuhan hukuman

perlu mempertimbangkan bukti-bukti yang ada dan

pemabalasan yang dimaksud tidak harus negara

yang melaksanakan.

Page 46: PENYELESAIAN PERKARA PIDANA MELALUIlib.unnes.ac.id/36073/1/8111413155_Optimized.pdf · 2020. 5. 4. · ii PENGESAHAN Skripsi dengan judul “Penyelesaian Perkara Pidana Melalui Restorative

32

b). Kelemahan teori relatif yaitu dapat menimbulkan

ketidakadilan karena pelaku tindak pidana ringan

dapat dijatuhi hukum berat; kepuasaa masyarakat

diabaikan jika tujuannya untuk memperbaiki

masyarakat; dan mencegah kejahatan dengan

menakut-nakuti sulit dilaksanakan.

2.2.2.4. Teori Kontemporer

Hiariej (2014:35-36), dalam bukunya mengutip

pendapat Wayne R. Lafave yang menyatakan bahwa salah

satu tujuan pidana adalah sebagai deterrence effect atau

efek jera agar pelaku kejahatan tidak lagi mengulangi

perbuatannya. Masih menurut Lafave, tujuan pidana yang

lain adalah rehabitlitasi. Artinya, pelaku kejahatan harus

diperbaiki ke arah yang lebih baik, agar ketika kembali ke

masyarakat ia dapat diterima oleh komunitasnya dan tidak

lagi mengulangi perbuatan jahat. Terakhir menurut Lafave,

pidana bertujuan untuk memulihkan keadialan yang dikenal

dengan istilah restorative justice atau keadilan restoratif.

Restorative justice dipahami sebagai bentuk pendekatan

penyelesaian perkara menurut hukum pidana dengan

melibatkan pelaku kejahatan, korban, keluarga korban atau

pelaku dan pihak lain yang terkait untuk mencari

penyelesaian yang adil dengan menekankan pada pemulihan

kembali pada keadaan semula dan bukan pembalasan.

Page 47: PENYELESAIAN PERKARA PIDANA MELALUIlib.unnes.ac.id/36073/1/8111413155_Optimized.pdf · 2020. 5. 4. · ii PENGESAHAN Skripsi dengan judul “Penyelesaian Perkara Pidana Melalui Restorative

33

2.3. Landasan Konseptual

2.3. 1. Restorative Justice

Garner (2004:4097), memberikan defisini keadilan

restoratif sebagai berikut:

Restorative justice.An alternative delinquency sanction that

focuses on repairing the harm done, meeting the victim's

needs, and holding the offender responsible for his or her

actions. • Restorative-justice sanctions use a balanced

approach, producing the least restrictive disposition while

stressing the offender's accountability and providing relief

to the victim. The offender may be ordered to make

restitution, to perform community service, or to make

amends in some other way that the court.

Pada hakikatnya, prinsip restoratif atau pengembalian

keadaan sudah ada esensinya paling tidak semenjak Aristoteles,

hanya saja saat itu diberi nama prinsip pembalasan (Reciprocity)

(Gunawan, 2015:60). Dalam Sistem Peradilan di Indonesia, konsep

Restorative Justice untuk saat ini diterapkan pada kasus Pidana

Anak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun

2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak serta Nota

Kesepakatan Bersama Ketua Mahkamah Agung Republik

Indonesia, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik

Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia, dan Kepala

Kepolisian Negara Republik Indonesia tentang Pelaksanaan

Penerapan Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah

Denda, Acara Pemeriksaan Cepat, Serta Penerapan Keadilan

Page 48: PENYELESAIAN PERKARA PIDANA MELALUIlib.unnes.ac.id/36073/1/8111413155_Optimized.pdf · 2020. 5. 4. · ii PENGESAHAN Skripsi dengan judul “Penyelesaian Perkara Pidana Melalui Restorative

34

Keadilan Restoratif Nomor 131/KMA/SKB/X/2012, M.HH-

07.HM.03.02, KEP-06/E/EJP/10/2012, B/39/X/2012 Tahun 2012.

Padahal Restorative Justice merupakan suatu kebutuhan

dalam rangka Pembaharuan Hukum Pidana di masa yang akan

datang dan harus ditempatkan pada posisi yang jelas dalam

peraturan perundang-undangan. Pemberlakuan keadilan restoratif

dalam sistem peradilan pidana bukan tanpa landasan yang jelas, hal

ini dibuktikan dengan adanya dasar asumsi yang mendorong untuk

diterapkannya konsep ini, antara lain (Dandurand, 2006:8):

Restorative justice programmes are based on several

underlying assumptions: (a) that the response to crime

should repair as much as possible the harm suffered by the

victim; (b) that offenders should be brought to understand

that their behaviour is not acceptable and that it had some

real consequences for the victim and community; (c) that

offenders can and should accept responsibility for their

ahaction; (d) that victims should have an opportunity to

express their needs and to participate in determining the

best way for the offender to make reparation, and (e) that

the community has a responsibility to contribute to this

process.

Konsep keadilan restoratif didasari oleh beberapa asumsi

antara lain; (a) bahwa atas terjadinya suatu kejahatan sebisa

mungkin diupayakan terkait perbaikan kerugian yang diderita oleh

korba; (b) pelaku harus diberikan suatu pemahaman bahwa

perilakunya merupakan sesuatu yang melanggar hukum dan

memiliki konsekuensi bagi korban dan masyarakat; (c) bahwa

pelaku harus menerima pertanggungjawaban atas tindakannya; (d)

bahwa korban memiliki kesempatan untuk berpartisipasi dalam

Page 49: PENYELESAIAN PERKARA PIDANA MELALUIlib.unnes.ac.id/36073/1/8111413155_Optimized.pdf · 2020. 5. 4. · ii PENGESAHAN Skripsi dengan judul “Penyelesaian Perkara Pidana Melalui Restorative

35

menentukan cara terbaik bagi pelaku untuk melakukan suatu

perbaikan; dan (e) bahwa masyarakat memiliki tanggung jawab

juga untuk berkontribusi dalam proses ini.

Berdasarkan kesimpulan Makalah Prof. Dr. Muladi, S.H.,

dalam Seminar Nasional Hari Ulang Tahun Ikatan Hakim

Indonesia ke-59 yang berujudul “Restorative Justice dalam Sistem

Peradilan Pidana”, Keadilan Restoratif merupakan suatu

pendekatan terhadap keadilan atas dasar falsafah dan nilai-nilai

tanggung jawab, keterbukaan, kepercayaan, harapan, penyembuhan

dan “inclusiveness” dan berdampak terhadap pengambilan

keputusan kebijakan sistem peradilan pidana dan praktisi hukum di

seluruh dunia dan menjanjikan hal positif ke depan berupa sistem

keadilan untuk mengatasi konflik akibat kejahatan dan hukum yang

dapat dipertanggungjawabkan serta keadilan restoratif dapat

terlaksana apabila fokus perhatian diarahkan pada kerugian akibat

tindak pidana, keprihatinan yang sama dan komitmen untuk

melibatkan pelaku dan korban, mendorong pelaku untuk

bertanggung jawab, kesempatan untuk dialog antara pelaku dan

korban, melibatkan masyarakat terdampak kejahatan dalam proses

restorative, mendorong kerjasama dan reintegrasi.

Marshall sebagaimana dikutip oleh Mudzakkir (20018:27-

28) menyatakan bahwa prinsip-prinsip yang terkandung dalam

restorative justice adalah sebagai berikut:

Page 50: PENYELESAIAN PERKARA PIDANA MELALUIlib.unnes.ac.id/36073/1/8111413155_Optimized.pdf · 2020. 5. 4. · ii PENGESAHAN Skripsi dengan judul “Penyelesaian Perkara Pidana Melalui Restorative

36

a) Membuat ruang bagi keterlibatan personal bagi mereka-

mereka yang memiliki kepedulian (khususnya pelaku,

korban, juga keluarga mereka dan komunitas secara

keseluruhan).

b) Melihat masalah kejahatan dalam konteks sosialnya.

c) Merupakan upaya penyelesaian masalah kejahatan yang

melihat ke depan (preventif).

d) Fleksibilitas dalam praktek (kreatifitas).

Dalam penggunaannya, konsep keadilan restoratif ini lebih

tepat diterapkan oleh aparat penegak hukum khususnya kepolisian

karena disitulah proses awal yang dilakukan (penyelidikan dan

penyidikan) ketika terjadi suatu tindak pidana. Namun demikian,

perlu kiranya aparat penegak hukum yang lain baik kejaksaan dan

hakim mampu menerapkan konsep penyelesaian seperti ini.

Sebagai contoh di negara Belgia. Dandurand (2006:13),

menyatakan “In Belgium, for example, mediation can also be

offered when the public prosecutor has already decided to

prosecute the suspect.” Pada intinya, di negara Belgia

memperbolehkan penuntut umum melakukan suatu mediasi untuk

menyelesaiakan perkara pidana.

Page 51: PENYELESAIAN PERKARA PIDANA MELALUIlib.unnes.ac.id/36073/1/8111413155_Optimized.pdf · 2020. 5. 4. · ii PENGESAHAN Skripsi dengan judul “Penyelesaian Perkara Pidana Melalui Restorative

37

2.3. 2. Hukum Pidana

Hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang

berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-

aturan untuk (Moeljatno, 2000:1):

a) Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh

dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau

sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barangsiapa

melanggara larangan tersebut;

b) Menentukan kapan dan dalam hal apa kepada mereka yang

telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau

dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan;

c) Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu

dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah

melanggar larangan tersebut.

Tidak jauh berbeda, menurut Hiariej (2014:13), hukum

pidana merupakan aturan hukum dari suatu negara yang berdaulat,

berisi perbuatan yang dilarang atau perbuatan yang diperintahkan,

disertai dengan sanksi pidana bagi yang melanggar atau yang tidak

mematuhi, kapan dan dalam hal apa sanksi pidana itu dijatuhkan

dan bagaimana pelaksanaan pidana tersebut yang pemberlakuannya

dipakasakan oleh negara.

Mahrus Ali (2015:2) dalam bukunya, mengutip pendapat

Van Bemmelen yang menyatakan bahwa hukum pidana secara

Page 52: PENYELESAIAN PERKARA PIDANA MELALUIlib.unnes.ac.id/36073/1/8111413155_Optimized.pdf · 2020. 5. 4. · ii PENGESAHAN Skripsi dengan judul “Penyelesaian Perkara Pidana Melalui Restorative

38

eksplisit terbagi dalam dua hal, yaitu hukum pidana materiil dan

hukum pidana formal. Menurutnya, hukum pidana materiil terdiri

atas tindak pidana yang disebut berturut-turut, peraturan umum

yang dapat diterapkan terhadap perbuatan itu, dan pidana yang

diancamkankan terhadap perbuatan itu. Sedangkan hukum pidana

formal adalah mengatur cara bagaimana acara pidana seharusnya

dilakukan dan menentukan tata tertib yang harus diperhatikan pada

kesempatan itu.

Pengertian hukum pidana sebagaimana dituliskan di atas

merupakan pengertian hukum pidana dalam arti luas yang meliputi

hukum pidana materiil dan hukum pidana formal.

Page 53: PENYELESAIAN PERKARA PIDANA MELALUIlib.unnes.ac.id/36073/1/8111413155_Optimized.pdf · 2020. 5. 4. · ii PENGESAHAN Skripsi dengan judul “Penyelesaian Perkara Pidana Melalui Restorative

39

2.4. Kerangka Berpikir

Tindak Pidana yang

dilakukan oleh Manula

Litigasi Non-Litigasi

Konsep Penyelesaian

Melalui Restorative Justice

Hukum Pidana Formil

Undang-Undang Nomor

8 Tahun 1981 Tentang

Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana

• Intergrated Criminal

Justice System

• Teori Sistem

Pemidanaan

(Kontemporer)

Kebijakan Hukum

Pidana/Pembaharuan

Hukum Pidana

Kebijakan Formulasi Penyelesaian Perkara Pidana

Melalui Restorative Justice Terhadap Tindak

Pidana yang Dilakukan Oleh Manula

Page 54: PENYELESAIAN PERKARA PIDANA MELALUIlib.unnes.ac.id/36073/1/8111413155_Optimized.pdf · 2020. 5. 4. · ii PENGESAHAN Skripsi dengan judul “Penyelesaian Perkara Pidana Melalui Restorative

40

Penjelasan:

a). Input

Penelitian ini didasarkan pada segala sumber hukum yang

mengakomodir adanya suatu penyelesaian perkara pidana melalui cara

non-penal (restorative justice) terhadap tindak pidana yang dilakukan

oleh manula. Sumber hukum terkait penelitian diakui memang belum

jelas adanya.

Secara legal substence, penyelesaian secara restorative justice di

Indonesia terkait tindak pidana yang dilakukan oleh manula dapat

diterapkan dengan menggunakan dasar Nota Kesepakatan Bersama

Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia, Menteri Hukum dan

Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik

Indonesia, dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia tentang

Pelaksanaan Penerapan Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan

dan Jumlah Denda, Acara Pemeriksaan Cepat, Serta Penerapan

Keadilan Keadilan Restoratif Nomor 131/KMA/SKB/X/2012, M.HH-

07.HM.03.02, KEP-06/E/EJP/10/2012, B/39/X/2012 Tahun 2012.

Selain mendasarkan pada Nota Kesepakatan Bersama di atas,

penulis juga dalam melakukan penelitian ini mendasarkan pada

pendapat-pendapat para ahli hukum atau doktrin. Adapun pendapat

ahli hukum ini terwujud dalam teori-teori yang akan penulis gunakan

antara lain, teori dalam sistem pemidanaan dan teori sistem peradilan

pidana.

Page 55: PENYELESAIAN PERKARA PIDANA MELALUIlib.unnes.ac.id/36073/1/8111413155_Optimized.pdf · 2020. 5. 4. · ii PENGESAHAN Skripsi dengan judul “Penyelesaian Perkara Pidana Melalui Restorative

41

b). Proses

Kemudian sumber-sumber hukum di atas dijadikan penulis

sebagai landasan menyelesaikan permasalahan sebagaimana

dijabarkan pada bagian rumusan masalah.

c). Output

Tujuan dari penelitian ini yang pertama ialah untuk mengetahui

secara jelas bagaiamana praktek penyelesaian perkara pidana melalui

restorative justice terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh

manula.

Kedua, dengan kurang jelasnya pengaturan mengenai

penyelesaian perkara pidana melalui restorative justice terhadap

tindak pidana yang dilakukan oleh manula, maka penelitian ini

bertujuan untuk memberikan suatu formulasi kebijakan hukum pidana

dalam rangka pembaharuan Hukum Acara Pidana yang akan datang

atau dengan kata lain memasukkan konsep restorative justice ke

dalam RUUKUHAP di Indonesia.

d). Manfaat

Penenlitian ini diharapkan diharapkan dapat dijadikakan sebagai

sumber referensi di bidang hukum pidana baik untuk aparat penegak

hukum, pemerintah, mau pun masyarakat terkait penyelesaian perkara

pidana melalui restorative justice terhadap tindak pidana yang

dilakukan oleh manula.

Page 56: PENYELESAIAN PERKARA PIDANA MELALUIlib.unnes.ac.id/36073/1/8111413155_Optimized.pdf · 2020. 5. 4. · ii PENGESAHAN Skripsi dengan judul “Penyelesaian Perkara Pidana Melalui Restorative

98

BAB V

PENUTUP

5.1. Simpulan

Berdasarkan hasil wawancara dan pembahasan terkait penyelesaian

perkara pidana melalui restorative justice terhadap tindak pidana yang

dilakukan oleh manula, dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Praktek penyelesaian perkara pidana terhadap tindak pidana yang

dilakukan oleh manula berdasarkan hasil wawancara adalah dengan

mekanisme sebagaimana diatur di dalam Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana (KUHAP). Artinya manula di sini dipersamakan

perlakuannya dengan orang dewasa lain yang belum memasuki usia

lanjut. Proses semacam ini penulis temukan pada instansi Kejaksaan

Negeri Kota Semarang dan Pengadilan Negeri Semarang. Namun lain

halnya di Poltertabes Kota Semarang, penulis menemukan proses

penyelesaian perkara pidana terhadap tindak pidana yang dilakukan

oleh manula dengan cara restorative justice.

2. Kebijakan penyelesaian perkara pidana melalui restorative justice

terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh manula belum diatur

dalam KUHAP sekarang ini. Padahal jika melihat kondisi manula

yang mengalami penurunan baik dari aspek fisik, psikologi, dan

sosial sangat disayangkan apabila manula yang terjerat hukum

diproses dengan menggunakan mekanisme sebagaimana diatur

KUHAP. Secara legalitas, proses penyelesaian perkara pidana dengan

Page 57: PENYELESAIAN PERKARA PIDANA MELALUIlib.unnes.ac.id/36073/1/8111413155_Optimized.pdf · 2020. 5. 4. · ii PENGESAHAN Skripsi dengan judul “Penyelesaian Perkara Pidana Melalui Restorative

99

konsep keadilan restoratif hanya dapat kita jumpai pada perkara anak

sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012

tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Dengan melihat kondisi

manula, perlu kiranya KUHAP yang akan datang mengakomodir

penyelesaian semacam itu dengan syarat tertentu agar perkara pidana

dengan tersangka atau terdakwa manula dapat diselesaikan dengan

lebih efektif dan efisien.

5.2. Saran

1. Perlu diakomodir penyelesaian perkara pidana melalui restorative

justice terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh manula ke dalam

KUHAP yang akan datang dengan syarat tertentu. Proses demikian

juga kiranya perlu dapat diterapkan pada semua tahap pemeriksaan

mulai dari penyidikan, penunutan, dan pengadilan.

2. Untuk mengisi kekosongan hukum, kiranya aparat penegak hukum

terkhusus hakim dapat menggali nilai-nilai yang ada di masyarakat

sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 5 Undang-Undang Nomor 48

Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman sebagai landasan

penyelesaian perkara pidana melalui restorative justice terhadap

tindak pidana yang dilakukan oleh manula.

Page 58: PENYELESAIAN PERKARA PIDANA MELALUIlib.unnes.ac.id/36073/1/8111413155_Optimized.pdf · 2020. 5. 4. · ii PENGESAHAN Skripsi dengan judul “Penyelesaian Perkara Pidana Melalui Restorative

100

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Ali, Mahrus. 2015. Dsasar-Dasar Hukum Pidana. Jakarta: Sinar Grafika.

Amiruddin dan Zainal Asikin. 2004. Pengantar Metode Penelitian Hukum.

Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Atmasasmita, Romli. 2010. Sistem Peradilan Pidana Kontemporer. Jakarta:

Kencana.

Baskoro, Bambang Dwi. 2001. Bunga Rampai Penegakan Hukum Pidana.

Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Dandurand, Yvon dkk. 2006. Handbok on Restorative Justice Programmes. New

York: United Nations Publication.

Garner, Bryan, A. 2004. Black’s Law Dictionary, Eight Edition. United State of

America: Thomson Business.

Gunawan, T.J. 2015. Konsep Pemidanaan Berbasis Nilai Kerugian Ekonomi.

Yogyakarta; Genta Press.

Hiariej, Eddy, O.S. 2014. Prinsip-Prinsip Hukum Pidana. Yogyakarta; Cahaya

Atma Pustaka.

Koeswadji. 1995. Perkembangan Macam-macam Pidana Dalam Rangka

Pembangunan Hukum Pidana. Bandung: Citra Aditya Bhakti.

Lexi, J. Moleong. 1991. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja

Rosydakarya.

Lexi, J. Moelong. 2005. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja

pRosydakarya

Mahmud, Marzuki, Peter. 2005. Penelitian Hukum. Edisi Revisi. Jakarta:

Prenadamedi Group.

Marpaung, Leden. 2009. Asas-Teori-Praktek Hukum Pidana. Jakarta: Sinar

Grafika.

Moeljatno. 2000. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta; Rineka Cipta.

Moeljatno. 2008. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta; Rineka Cipta.

Mukti Fajar, Soerjono Sukanto, dan Achmad Yulianto. 2015. Dualisme

Penelitian Hukum Normatif & Empiris. Yogyakaarta: Pustaka Pelajar.

Muladi, Arief, Barda Nawawi. 2005. Teori-Teori dan Kebijakan Pidana.

Bandung: P.T. Alumni.

Muladi. 1998. Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana. Semarang: UNDIP.

Mudzakkir dkk. 2008. Perencanaan Pembangunan Hukum Nasional Bidana

Hukum Pidana dan Sistem Pemidanaan (Politik Hukum dan Pemidanaan).

Jakarta: Departemen Hukum dan HAM, Badan Pembinaan Hukum

Nasional.

Page 59: PENYELESAIAN PERKARA PIDANA MELALUIlib.unnes.ac.id/36073/1/8111413155_Optimized.pdf · 2020. 5. 4. · ii PENGESAHAN Skripsi dengan judul “Penyelesaian Perkara Pidana Melalui Restorative

101

Raharjo, Satjipto. 2003. Sisi-Sisi Lain dari Hukum di Indonesia. Jakarta:

Kompas.

Setiadi, Edi, Kristian. 2017. Sistem Peradilan Pidana Terpadu Dan Sistem

Penegakan Hukum Di Indonesia. Jakarta: Kencana.

Soekanto, Suryono. 2010. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press.

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung:

Alfabeta.

Suratman, dan Dillah, Philips. 2012. Metode Penelitian Hukum. Bandung:

Alfabeta.

Suryana, 2010. “Buku Ajar Perkuliahan: Metode Penelitian (Model Praktis

Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif)”. Universtias Pendidikan Indonesia.

B. Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia.

Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Pidana tahun 2018.

Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Acara Pidana tahun 2012.

C. Skripsi/Tesis/Disertasi/Jurnal dll

Skripsi

Paramajeng, Muhammad, Fadil. Skripsi: Tinjauan Yuridis Penjatuhan Pidana

Terhadap Terdakwa yang Berusia Lanjut (Studi Kasus Putusan No.

356/Pid.B/2012/PN. Sungguminasa). Universitas Hasanuddin. Makassar.

Putri, Desti, Afriani. 2016. Skripsi: Pemidanaan Terhadap “Lansia” dalam

Perspektif Pertanggungjawaban Pidana. Universitas Airlangga. Denpasar.

Disertasi

Imron, Ali. 2008. Disertasi: Kontribusi Hukum Islam Terhadap Pembangunan

Hukum Nasional (Studi Tentang Konsepsi Taklif Dan Mas`Uliyyat Dalam

Legislasi Hukum). Universitas Diponegoro. Semarang.

Jurnal

Atalim, A. 2013. Keadilan Restoratif Sebagai Kritik Inheren Terhadap

Pengadilan Legal-Konvensional. Jurnal Rechts Vinding Vol. 2 No. 2.

Arianto, Henry. 2010. Hukum Responsif dan Penegakan Hukum di Indonesia.

Lex Jurnalia Vol. 7 No. 2.

Barama, Michael. 2016. Model Sistem Peradilan Pidana Dalam Perkembangan.

Jurnal Ilmu Hukum Vol. III No. 8.

Chandra, Septa. 2013. Restorative Justice: Suatu Tinjauan Terhadap

Pembaharuan Hukum Pidana Di Indonesia (Restorative Justice: a Revie

of Criminal Law Reform in Indonesia). Jurnal Rechts Vinding Vol. 2 No.

2.

Page 60: PENYELESAIAN PERKARA PIDANA MELALUIlib.unnes.ac.id/36073/1/8111413155_Optimized.pdf · 2020. 5. 4. · ii PENGESAHAN Skripsi dengan judul “Penyelesaian Perkara Pidana Melalui Restorative

102

Danil, Elwi. 2012. Konstitusionalitas Penerapan Hukum Adat Dalam

Penyelesaian Perkara Pidana. Jurnal Konstitusi Vol. 9 No. 3

Hilmy, Yunan. 2013. Penegakan Hukum Oleh Kepolisian Melalui Pendekatan

Restorative Justice Dalam Sistem Hukum Nasional. Jurnal Rechts Vinding

Vol. 2 No. 6.

Maskur, M. A. 2016. Potret Buram Positivisme Hukum: Sebuah Telaah

Terhadap Kasus-Kasus Kecil yang Menciderai Rasa Keadilan

Masyarakat. Jurnal Humani Vol. 6 No 1.

Merdekawati, Pricilia. 2008. Gambaran Umum Kondisi Lansia. Jurnal Vol. 2

No. 6.

Prayitno, Kuat, Puji. 2012. Restorative Justice Untuk Peradilan di Indonesia

(Perspektif Yuridis Filosofis dalam Penegakan Hukum In Concreto).

Jurnal Dinamikka Hukum Vol. 12 No. 3.

Ridwan. 2012. Membangun Integritas Penegak Hukum bagi Terciptanya

Penegakan Hukum Pidana yang Berwibawa. Jurnal Media Hukum Vol.

19. No. 1.

Salamah. 2005. Kondisi Psikis dan Alternatif Penanganan Masalah

Kesejahteraan Sosial Lansia di Panti Wredha. Jurnal PKS Vol. IV No 11.

Shen, Yinzhi. 2016. Development of Restorative Justice in China: Theory and

Practice. International Journal for Crime, Justice and Social Democracy

5(4): 76‐86. DOI: 10.5204/ijcjsd.v5i4.339. University at Albany, State

University of New York, USA.

Soleh, Nur. 201. Restorative Justice Dalam Hukum Pidana Islam dan

Kontribusinya Bagi Pembaharuan Hukum Pidana Materiil di Indonesia.

Isti’dal, Jurnal Studi Hukum Islam, Vol. 2. No.2. Universitas Islam Sultan

Agung Semarang.

Supriyatna. 2009. KUHAP dan Sitem Peradilan Pidana Terpadu. Jurnal Vol.

VII. No. 1.

Supriyatna. 2009. KUHAP dan Sitem Peradilan Pidana Terpadu. Jurnal Vol.

VIII. No. 1.

Triwanti, Shinta, Puji dkk. 2014. Peran Panti Sosial Tresna Wedha Dalam

Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Lansia. Jurnal Vol. 4 No. 2.

Universitas Padjadjaran.

Makalah

Adji, Indrianto, Seno. 2016. Sistem Hukum Pidana dan Keadilan Restoratif.

Makalah pada Focus Group Discussion (FGD) dengan Tema

Pembangunan Hukum Nasional Yang Mengarah Pada Pendekatan

Restorative Justice Dengan Indikator Yang Dapat Terukur Manfaatnya

Bagi Masyarakat”, pada hari Kamis, tanggal 01 Desember 2016, Jam

10.00 – 12.30 WIB, di Ruang Aula Lt. 4 Gedung BPHN, Jalan

Mayjen Sutoyo, Cililitan, Jakarta Timur.

Page 61: PENYELESAIAN PERKARA PIDANA MELALUIlib.unnes.ac.id/36073/1/8111413155_Optimized.pdf · 2020. 5. 4. · ii PENGESAHAN Skripsi dengan judul “Penyelesaian Perkara Pidana Melalui Restorative

103

Atmasasmita, Romli. 2005. Independensi Kepolisian Republik Indonesia Dalam

Penegakan Hukum. Makalah Badan Pembinaan Hukum Nasional.

Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia.

Suharjono. 2012. Kesimpulan Makalah Muladi: Restorative Justice dalam

Sistem Peradilan Pidana. Pada Seminat Nasional Hari Ulang Tahun Ikatan

Hakim Indonesia (IKAHI) ke-59 di Jakarta dengan tema Restoratife

Justice dalam Hukum Pidana Indonesia. Rabu, 25 April 2012.

Koran

Sholahudin, Umar. 2015. Keadilan Nenek Asyani. Republika, 18 Maret 2015.

D. Internet

Institute For Criminal Justice Reform. 2015. http://icjr.or.id/lansia-di-penjara-

penyelesaian-sengketa-pidana-di-luar-pengadilan-dalam-rancangan-

kuhap/. (diakses pada 1 Desember 2018. Pukul 00:04 WIB).

Liputan6. 2015. http://www.liputan6.com/news/read/2219231/nenek-asyani-

terdakwa-0 pencuri-kayu-divonis-1-tahun-penjara. (diakses pada 5

April 2018. Pukul 17:18 WIB).

Hidayat, Anwar. 2017. https://www.statistikian.com/2017/02/metode-penelitian-

metodologi-penelitian.html. (diakses pada 15 April 2018. Pukul 18:24

WIB).