8
”Seminar Granite” Universitas Trisakti, Jakarta 21 Oktober 2013 Peran Industri Migas dalam Pembangunan di Indonesia dan Tantangan Kedepannya Oleh: Rovicky Dwi Putrohari Ketua Umum IAGI (Ikatan Ahli Geologi Indonesia) Industri migas di Indonesia sudah dimulai sejak akhir abad 19. Peran industry ini dalam perkembangan Indonesia dimulai terutama sejak orde baru, dan terus berkembang hingga pasca reformasi. Dua periode utama ini akan dibahasa dalam tulisan dibawah ini. Gambar produksi migas sejak jaman colonial sebagai awal pengusahaan migas di Indonesia. Perekonomian pada masa Orde Lama Segera setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Indonesia mengalami permasalahan politik hingga pertengahan ‘50-an. Sekitar tahun 1955, pembangunan ekonomi mulai meramba ke proyek- proyek besar. Hal ini dikuatkan dengan keluarnya kebijakan Rencana Pembangunan Semesta Delapan

Peran Industri Migas Di Indonesia

Embed Size (px)

DESCRIPTION

peran industri

Citation preview

Page 1: Peran Industri Migas Di Indonesia

”Seminar Granite” Universitas Trisakti, Jakarta 21 Oktober 2013

Peran Industri Migas dalam Pembangunan di Indonesia dan Tantangan Kedepannya

Oleh: Rovicky Dwi Putrohari

Ketua Umum IAGI (Ikatan Ahli Geologi Indonesia)

Industri migas di Indonesia sudah dimulai sejak akhir abad 19. Peran industry ini dalam perkembangan Indonesia dimulai terutama sejak orde baru, dan terus berkembang hingga pasca reformasi. Dua periode utama ini akan dibahasa dalam tulisan dibawah ini.

Gambar produksi migas sejak jaman colonial sebagai awal pengusahaan migas di Indonesia.

Perekonomian pada masa Orde Lama Segera setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Indonesia mengalami permasalahan politik hingga pertengahan ‘50-an. Sekitar tahun 1955, pembangunan ekonomi mulai meramba ke proyek-proyek besar. Hal ini dikuatkan dengan keluarnya kebijakan Rencana Pembangunan Semesta Delapan

Page 2: Peran Industri Migas Di Indonesia

”Seminar Granite” Universitas Trisakti, Jakarta 21 Oktober 2013 Tahun (1961). Kebijakan ini berisi rencana pendirian proyek-proyek besar dan beberapa proyek kecil untuk mendukung proyek besar tersebut. Rencana ini mencakup sektor-sektor penting dan menggunakan perhitungan modern. Namun sayangnya Rencana Pembangunan Semesta Delapan Tahun ini tidak berjalan atau dapat dikatakan gagal karena beberapa sebab seperti adanya kekurangan devisa untuk menyuplai modal serta kurangnya tenaga ahli.

Perekonomian Indonesia pada masa ini mengalami penurunan atau memburuk. Terjadinya pengeluaran besar-besaran yang bukan ditujukan untuk pembangunan dan pertumnbuhan ekonomi melainkan berupa pengeluaran militer untuk biaya konfrontasi Irian Barat, Impor beras, proyek mercusuar, dan dana bebas (dana revolusi) untuk membalas jasa teman-teman dekat dari rezim yang berkuasa. Perekonomian juga diperparah dengan terjadinya hiperinflasi yang mencapai 650%. Selain itu Indonesia mulai dikucilkan dalam pergaulan internasional dan mulai dekat dengan negara-negara komunis.

Kegagalan diatas menjadi sebuah pembelajaran besar bagi bangsa ini, dimana perolehan Negara (income), modal serta kurangnya tenaga ahli.

Peran industri migas masa Orde Baru Industri migas menjadi penggerak utama pembangunan di Indonesia dimulai sejak dimulainya produksi minyak besar-besaran yang meningkat tajam di tahun 1970.

Dalam kerangka APBN masa Orde Baru, migas merupakan motor penggerak utama sebagai sumber devisa Negara serta sebagai modal dasar pembangunan. Proporsi (prosentase) penerimaan migas dalam APBN dari awal repelita hingga akhir repelita terus menurun dari sebesar 60% hingga mencapai hanya 17% saja. Produksi nasional riil (diukur dengan Produk Domestik Bruto) di dalam tahun takwim 1973 diperkirakan telah meningkat menjadi kurang lebih 42 persen lebih besar daripada nilai tahun 1968, atau suatu laju pertumbuhan rata-rata sekitar 7 persen setiap tahun.

Penerimaan dari migas terutama dipengaruhi oleh kapasitas produksi dan tingkat konsumsi BBM dalam negeri, Upaya untuk mengembangkan kapasitas sektor migas yang telah dilaksanakan sejak Repelita I telah berhasil meningkatkan produksi minyak bumi dari 219,9 juta barel dalam tahun 1968 menjadi 616,5 juta barel dalam tahun 1977/78.

Sejak itu produksi minyak mulai menurun yang disebabkan oleh penurunan produksi secara alamiah dari lapangan-lapangan minyak tua. Sementara itu konsumsi dalam negeri meningkat terus. Pada tahun 1987/88 produksi minyak bumi menjadi 507,9 juta barel sehingga kapasitas ekspor juga turun. Untuk itu selama 5 tahun terakhir telah dilaksanakan berbagai langkah untuk menjamin kelangsungan produksi dan menghemat penggunaan BBM.

Page 3: Peran Industri Migas Di Indonesia

”Seminar Granite” Universitas Trisakti, Jakarta 21 Oktober 2013

Tabel. Peranan dan kontribusi migas dalam APBN Orde Baru

Penerimaan sektor migas besarnya relatif konstant karena produksi serta harga minyak yang juga relatif konstant. Produksi migas di Indonesia menurun sejak sekitar tahun 2000, namun ada keuntungan karena harga minyak (harga energy) yang melambung tinggi sehingga seolah-olah penerimaan migas tidak banyak berubah. (lihat tulisan selanjutnya)

Kesadaran perlu eksplorasi muncul tahun 1988 dengan pemberian insentif untuk daerah frontier.

Khusus untuk wilayah kawasan Timur Indonesia, dalam bulan Pebruari 1989 telah dikeluarkan kebijaksanaan penyempurnaan insentif bagi kontrak bagi hasil. Dalam ketentuan ini perbandingan bagi hasil untuk kontrak baru atas daerah yang sudah diketahui (konvensional) adalah 80% pemerintah dan 20% kontraktor, sedangkan bagi kontrak baru atas lahan di wilayah baru adalah 75% pemerintah dan 25% kontraktor.

Page 4: Peran Industri Migas Di Indonesia

”Seminar Granite” Universitas Trisakti, Jakarta 21 Oktober 2013

Prosentase penerimaan migas pada akhir Repelita V, sebenarnya sudah menurun jauh, hanya sekitar 15-17% saja dari total penerimaan APBN. Beban subsidi yg diperhitungkan dari harga keekonomian dan harga jual ke public masih belum dirasakan karena harga minyak masih relative rendah <30$/bbl.

Peran industri migas masa Orde Reformasi

Pada awalnya, Orde reformasi yang dimulai sejak 1998 melihat industry migas sedikit berbeda. Dengan sebelumnya. Walaupun minyak masih menjadi komoditi utama penyumbang migas dengan proporsi hingga 25 %, ini disebabkan karena harga minyak yang melambung tinggi.

Namun disisi volume produksi sebenarnya terjadi penurunan jumlah volume yang cukup signifikan.

Perubahan pola penerimaan migas ini yang mulai “membingungkan” dalam pemanfaatan sumberdaya migas. Subsidi minyak menjadi sangat-sangat membebani APBN.

Page 5: Peran Industri Migas Di Indonesia

”Seminar Granite” Universitas Trisakti, Jakarta 21 Oktober 2013 Migas itu energy bukan sekedar komoditi. Kondisi industri Indonesia masa reformasi memperlihatkan penurunan produksi. Namun penemuan-penemuan migas sangat kurang akibat semakin sedikitnya pengeboran sumur-sumur eksplorasi. Kurangnya kegiatan pengeboran inilah yang dikhawatirkan nantinya akan menjadi masalah utama ketika harga migas melambung dan subsidi semakin memberatkan APBN.

Dalam APBN sumbangan migas masih sangat tinggi, tetapi ini bukan disebabkan karena kesuksesan industry migas dalam meingkatkan produksi maupun dalam menemukan lapangan baru. Beban subsidi ditambah beban biaya produksi (cost-recovery) menjadikan ketimpangan dalam memahami kondisi migas di Indonesia.

Peningkatan proporsi penerimaan migas tahun 2000 ini terpicu oleh naiknya harga minyak mentah dunia. Namun kenaikan ini berdampak pada profil APBN tahun-tahun berikutnya dimana subsidi minyak menjadi beban yang memberatkan dan juga menyulitkan penempatan migas dalam APBN.

Diskusi proporsi dalam memandang industry migas menjadikan industry ini semakin sulit berkembang. Disisi lain sulitnya penemuan serta sulitnya operasi dilapangan yang terhambat oleh aturan yang tumpang tindih menjadikan industry migas semakin sulit.

Grafik profil distribusi penerimaan sector Migas

Page 6: Peran Industri Migas Di Indonesia

”Seminar Granite” Universitas Trisakti, Jakarta 21 Oktober 2013

Tabel. Pendapatan Negara 2005-2010

Plow back di sektor migas Sektor migas merupakan salah satu penyumbang devisa terbesar bagi Negara Indonesia , yaitu sebesar 28% dari total pendapatan negara pada tahun 2005. Namun besarnya pendapatan dari sektor migas ternyata tidak diikuti oleh suatu reinvestasi. Hal ini dapat dilihat dari kecilnya anggaran yang diberikan kepada sektor migas dalam hal ini Departemen ESDM di setiap tahunnya yang nilainya hanya sekitar 3% dari jumlah penerimaan negara yang berasal dari sector migas. Sehingga mengakibatkan kurang berkembangnya sektor migas dalam negeri.

Page 7: Peran Industri Migas Di Indonesia

”Seminar Granite” Universitas Trisakti, Jakarta 21 Oktober 2013 Lemahnya niat pemerintah (Negara) dalam usaha peningkatan produksi dengan usaha eksplorasi ini

tercermin pada minimnya dana Plow Back (yaitu dana untuk kebutuhan eksplorasi migas yang diperoleh dari keuntungan usaha eksplorasi itu sendiri). Dari penerimaan Negara Dari Sektor Migas Sebesar 28% hanya diberikan Plow Back Migas 0,07% Dari Penerimaan Sektor ESDM Tahun 2011. Sebagai gambaran komparasi, rata-rata perusahaan migas akan mengeluarkan 10-20% anggarannya untuk usaha eksplorasi (pencarian lapangan baru).

Tantangan eksplorasi Indonesia ada di Indonesia Timur. Indonesia Timur memiliki banyak potensi sumberdaya yang perlu dicari dan dikembangkan. Namun perlu diketahui dan disadari bawah potensi ini masih memerlukan usaha keras, biasa serta waktu yang cukup.

Lapangan migas besar yang ada di Indonesia timur terutama di Klamono (lapangan Tua), Kompleks Tangguh, serta Lapangan Abadi. Indonesia Timur menyimpan sumberdaya terutama gas, daerah-daerah yang berpotensi diantaranya Laut Timor, Selatan Banda, Pulau Papua dll.

Gambar. Lokasi titik-titik sumur migas yang sudah dibor di Indonesia. Indonesia Timur masih relatif sedikit dibanding Indonesia Barat.

Page 8: Peran Industri Migas Di Indonesia

”Seminar Granite” Universitas Trisakti, Jakarta 21 Oktober 2013

Penutup

Industri Migas telah memberikan sumbangan sangat signifikan dalam pembangunan di Indonesia terutama sejak Orde Baru. Saat ini migas (minyak dan gas) sudah harus ditinjau sebagai sumber energy bukan hanya sumber devisa walaupun sumbangan pemasukan migas dalam APBN pmasih sekitar 25%.

Sumbangan dan peran migas dalam pembangunan di Indonesia masih sangat diperlukan namun saat ini merupakan masa krisis dan kritis untuk menentukan langkah selanjutnya dalam memposisikan migas didalam struktur APBN, dalam strategi pembangunan jangka panjang (MP3EI).

Kenaikan harga keekonomian migas (energy) memerlukan peninjauan dalam system subsidi yang tidak membebani rakyat dan tidak membebani APBN.

Tantangan untuk meningkatkan produksi migas di Indonesia terletak pada usaha eksplorasi (pencarian lapangan baru). Terutama untuk mencari lapangan baru di Indonesia Timur serta pencarian prospek-prospek di daerah yang masih memiliki potensi Indonesia Barat, termasuk juga migas nonconventional (unconventional oil-gas).