22
PERAN ISLAM DALAM PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN TEKNOLOGI Ringkasan Peran Islam dalam perkembangan iptek pada dasarnya ada 2 (dua). Pertama, menjadikan Aqidah Islam sebagai paradigma ilmu pengetahuan. Paradigma inilah yang seharusnya dimiliki umat Islam, bukan paradigma sekuler seperti yang ada sekarang. Paradigma Islam ini menyatakan bahwa Aqidah Islam wajib dijadikan landasan pemikiran (qa’idah fikriyah) bagi seluruh bangunan ilmu pengetahuan. Ini bukan berarti menjadi Aqidah Islam sebagai sumber segala macam ilmu pengetahuan, melainkan menjadi standar bagi segala ilmu pengetahuan. Maka ilmu pengetahuan yang sesuai dengan Aqidah Islam dapat diterima dan diamalkan, sedang yang bertentangan dengannya, wajib ditolak dan tidak boleh diamalkan. Kedua, menjadikan Syariah Islam (yang lahir dari Aqidah Islam) sebagai standar bagi pemanfaatan iptek dalam kehidupan sehari-hari. Standar atau kriteria inilah yang seharusnya yang digunakan umat Islam, bukan standar manfaat (pragmatisme/utilitarianisme) seperti yang ada sekarang. Standar syariah ini mengatur, bahwa boleh tidaknya pemanfaatan iptek, didasarkan pada ketentuan halal-haram (hukum-hukum syariah Islam). Umat Islam boleh memanfaatkan iptek, jika telah dihalalkan oleh Syariah Islam. Sebaliknya jika suatu aspek iptek telah diharamkan oleh Syariah, maka tidak boleh umat Islam memanfaatkannya, walau pun ia menghasilkan manfaat sesaat untuk memenuhi kebutuhan manusia. Pengantar Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) di satu sisi memang berdampak positif, yakni dapat memperbaiki kualitas hidup manusia. Berbagai sarana modern industri, komunikasi, dan transportasi, misalnya, terbukti amat bermanfaat. Dengan ditemukannya mesin jahit, dalam 1 menit bisa dilakukan sekitar 7000 tusukan jarum jahit. Bandingkan kalau kita menjahit dengan tangan, hanya bisa 23 tusukan per menit (Qardhawi, 1997). Dahulu Ratu Isabella (Italia) di abad XVI perlu waktu 5 bulan dengan sarana komunikasi

Peran Islam Dalam Perkembangan Ilmu Pengetahuan Teknologi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Peran Islam Dalam Perkembangan Ilmu Pengetahuan Teknologi

PERAN ISLAM DALAM PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN TEKNOLOGI

Ringkasan

Peran Islam dalam perkembangan iptek pada dasarnya ada 2 (dua). Pertama, menjadikan Aqidah Islam sebagai paradigma ilmu pengetahuan. Paradigma inilah yang seharusnya dimiliki umat Islam, bukan paradigma sekuler seperti yang ada sekarang. Paradigma Islam ini menyatakan bahwa Aqidah Islam wajib dijadikan landasan pemikiran (qa’idah fikriyah) bagi seluruh bangunan ilmu pengetahuan. Ini bukan berarti menjadi Aqidah Islam sebagai sumber segala macam ilmu pengetahuan, melainkan menjadi standar bagi segala ilmu pengetahuan. Maka ilmu pengetahuan yang sesuai dengan Aqidah Islam dapat diterima dan diamalkan, sedang yang bertentangan dengannya, wajib ditolak dan tidak boleh diamalkan. Kedua, menjadikan Syariah Islam (yang lahir dari Aqidah Islam) sebagai standar bagi pemanfaatan iptek dalam kehidupan sehari-hari. Standar atau kriteria inilah yang seharusnya yang digunakan umat Islam, bukan standar manfaat (pragmatisme/utilitarianisme) seperti yang ada sekarang. Standar syariah ini mengatur, bahwa boleh tidaknya pemanfaatan iptek, didasarkan pada ketentuan halal-haram (hukum-hukum syariah Islam). Umat Islam boleh memanfaatkan iptek, jika telah dihalalkan oleh Syariah Islam. Sebaliknya jika suatu aspek iptek telah diharamkan oleh Syariah, maka tidak boleh umat Islam memanfaatkannya, walau pun ia menghasilkan manfaat sesaat untuk memenuhi kebutuhan manusia.

Pengantar

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) di satu sisi memang berdampak positif, yakni dapat memperbaiki kualitas hidup manusia. Berbagai sarana modern industri, komunikasi, dan transportasi, misalnya, terbukti amat bermanfaat. Dengan ditemukannya mesin jahit, dalam 1 menit bisa dilakukan sekitar 7000 tusukan jarum jahit. Bandingkan kalau kita menjahit dengan tangan, hanya bisa 23 tusukan per menit (Qardhawi, 1997). Dahulu Ratu Isabella (Italia) di abad XVI perlu waktu 5 bulan dengan sarana komunikasi tradisional untuk memperoleh kabar penemuan benua Amerika oleh Columbus (?). Lalu di abad XIX Orang Eropa perlu 2 minggu untuk memperoleh berita pembunuhan Presiden Abraham Lincoln. Tapi pada 1969, dengan sarana komunikasi canggih, dunia hanya perlu waktu 1,3 detik untuk mengetahui kabar pendaratan Neil Amstrong di bulan (Winarno, 2004). Dulu orang naik haji dengan kapal laut bisa memakan waktu 17-20 hari untuk sampai ke Jeddah. Sekarang dengan naik pesawat terbang, kita hanya perlu 12 jam saja. Subhanallah…

Tapi di sisi lain, tak jarang iptek berdampak negatif karena merugikan dan membahayakan kehidupan dan martabat manusia. Bom atom telah menewaskan ratusan ribu manusia di Hiroshima dan Nagasaki pada tahun 1945. Pada tahun 1995, Elizabetta, seorang bayi Italia, lahir dari rahim bibinya setelah dua tahun ibunya (bernama Luigi) meninggal. Ovum dan sperma orang tuanya yang asli, ternyata telah disimpan di “bank” dan kemudian baru dititipkan pada bibinya, Elenna adik Luigi (Kompas, 16/01/1995). Bayi tabung di Barat bisa berjalan walau pun asal usul sperma dan ovumnya bukan dari

Page 2: Peran Islam Dalam Perkembangan Ilmu Pengetahuan Teknologi

suami isteri (Hadipermono, 1995). Bioteknologi dapat digunakan untuk mengubah mikroorganisme yang sudah berbahaya, menjadi lebih berbahaya, misalnya mengubah sifat genetik virus influenza hingga mampu membunuh manusia dalam beberapa menit saja (Bakry, 1996). Kloning hewan rintisan Ian Willmut yang sukses menghasilkan domba kloning bernama Dolly, akhir-akhir ini diterapkan pada manusia (human cloning). Lingkungan hidup seperti laut, atmosfer udara, dan hutan juga tak sedikit mengalami kerusakan dan pencemaran yang sangat parah dan berbahaya. Beberapa varian tanaman pangan hasil rekayasa genetika juga diindikasikan berbahaya bagi kesehatan manusia. Tak sedikit yang memanfaatkan teknologi internet sebagai sarana untuk melakukan kejahatan dunia maya (cyber crime) dan untuk mengakses pornografi, kekerasan, dan perjudian.

Di sinilah, peran agama sebagai pedoman hidup menjadi sangat penting untuk ditengok kembali. Dapatkah agama memberi tuntunan agar kita memperoleh dampak iptek yang positif saja, seraya mengeliminasi dampak negatifnya semiminal mungkin? Sejauh manakah agama Islam dapat berperan dalam mengendalikan perkembangan teknologi modern? Tulisan ini bertujuan menjelaskan peran Islam dalam perkembangan dan pemanfaatan teknologi tersebut.

Paradigma Hubungan Agama-Iptek

Untuk memperjelas, akan disebutkan dulu beberapa pengertian dasar. Ilmu pengetahuan (sains) adalah pengetahuan tentang gejala alam yang diperoleh melalui proses yang disebut metode ilmiah (scientific method) (Jujun S. Suriasumantri, 1992). Sedang teknologi adalah pengetahuan dan ketrampilan yang merupakan penerapan ilmu pengetahuan dalam kehidupan manusia sehari-hari (Jujun S. Suriasumantri, 1986). Perkembangan iptek, adalah hasil dari segala langkah dan pemikiran untuk memperluas, memperdalam, dan mengembangkan iptek (Agus, 1999). Agama yang dimaksud di sini, adalah agama Islam, yaitu agama yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad Saw, untuk mengatur hubungan manusia dengan Penciptanya (dengan aqidah dan aturan ibadah), hubungan manusia dengan dirinya sendiri (dengan aturan akhlak, makanan, dan pakaian), dan hubungan manusia dengan manusia lainnya (dengan aturan mu’amalah dan uqubat/sistem pidana) (An-Nabhani, 2001).

Bagaimana hubungan agama dan iptek? Secara garis besar, berdasarkan tinjauan ideologi yang mendasari hubungan keduanya, terdapat 3 (tiga) jenis paradigma (Lihat Yahya Farghal, 1990: 99-119):

Pertama, paradagima sekuler, yaitu paradigma yang memandang agama dan iptek adalah terpisah satu sama lain. Sebab, dalam ideologi sekularisme Barat, agama telah dipisahkan dari kehidupan (fashl al-din ‘an al-hayah). Agama tidak dinafikan eksistensinya, tapi hanya dibatasi perannya dalam hubungan pribadi manusia dengan tuhannya. Agama tidak mengatur kehidupan umum/publik. Paradigma ini memandang agama dan iptek tidak bisa mencampuri dan mengintervensi yang lainnya. Agama dan iptek sama sekali terpisah baik secara ontologis (berkaitan dengan pengertian atau hakikat sesuatu hal),

Page 3: Peran Islam Dalam Perkembangan Ilmu Pengetahuan Teknologi

epistemologis (berkaitan dengan cara memperoleh pengetahuan), dan aksiologis (berkaitan dengan cara menerapkan pengetahuan).

Paradigma ini mencapai kematangan pada akhir abad XIX di Barat sebagai jalan keluar dari kontradiksi ajaran Kristen (khususnya teks Bible) dengan penemuan ilmu pengetahuan modern. Semula ajaran Kristen dijadikan standar kebenaran ilmu pengetahuan. Tapi ternyata banyak ayat Bible yang berkontradiksi dan tidak relevan dengan fakta ilmu pengetahuan. Contohnya, menurut ajaran gereja yang resmi, bumi itu datar seperti halnya meja dengan empat sudutnya. Padahal faktanya, bumi itu bulat berdasarkan penemuan ilmu pengetahuan yang diperoleh dari hasil pelayaran Magellan. Dalam Bible dikatakan:

“Kemudian daripada itu, aku melihat empat malaikat berdiri pada keempat penjuru angin bumi dan mereka menahan keempat angin bumi, supaya jangan ada angin bertiup di darat, atau di laut, atau di pohon-pohon.” (Wahyu-Wahyu 7:1)

Kalau konsisten dengan teks Bible, maka fakta sains bahwa bumi bulat tentu harus dikalahkan oleh teks Bible (Adian Husaini, Mengapa Barat Menjadi Sekular-Liberal, www.insistnet.com) Ini tidak masuk akal dan problematis. Maka, agar tidak problematis, ajaran Kristen dan ilmu pengetahuan akhirnya dipisah satu sama lain dan tidak boleh saling intervensi.

Kedua, paradigma sosialis, yaitu paradigma dari ideologi sosialisme yang menafikan eksistensi agama sama sekali. Agama itu tidak ada, dus, tidak ada hubungan dan kaitan apa pun dengan iptek. Iptek bisa berjalan secara independen dan lepas secara total dari agama. Paradigma ini mirip dengan paradigma sekuler di atas, tapi lebih ekstrem. Dalam paradigma sekuler, agama berfungsi secara sekularistik, yaitu tidak dinafikan keberadaannya, tapi hanya dibatasi perannya dalam hubungan vertikal manusia-tuhan. Sedang dalam paradigma sosialis, agama dipandang secara ateistik, yaitu dianggap tidak ada (in-exist) dan dibuang sama sekali dari kehidupan.

Paradigma tersebut didasarkan pada pikiran Karl Marx (w. 1883) yang ateis dan memandang agama (Kristen) sebagai candu masyarakat, karena agama menurutnya membuat orang terbius dan lupa akan penindasan kapitalisme yang kejam. Karl Marx mengatakan:

“Religion is the sigh of the oppressed creature, the heart of the heartless world, just as it is the spirit of a spiritless situation. It is the opium of the people.”

(Agama adalah keluh-kesah makhluk tertindas, jiwa dari suatu dunia yang tak berjiwa, sebagaimana ia merupakan ruh/spirit dari situasi yang tanpa ruh/spirit. Agama adalah candu bagi rakyat) (Lihat Karl Marx, Contribution to The Critique of Hegel’s Philosophy of Right, termuat dalam On Religion, 1957:141-142) (Ramly, 2000: 165-166).

Berdasarkan paradigma sosialis ini, maka agama tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan iptek. Seluruh bangunan ilmu pengetahuan dalam paradigma sosialis didasarkan

Page 4: Peran Islam Dalam Perkembangan Ilmu Pengetahuan Teknologi

pada ide dasar materialisme, khususnya Materialisme Dialektis (Yahya Farghal, 1994: 112). Paham Materialisme Dialektis adalah paham yang memandang adanya keseluruhan proses perubahan yang terjadi terus menerus melalui proses dialektika, yaitu melalui pertentangan-pertentangan yang ada pada materi yang sudah mengandung benih perkembanganitu sendiri (Ramly, 2000: 110).

Ketiga, paradigma Islam, yaitu paradigma yang memandang bahwa agama adalah dasar dan pengatur kehidupan. Aqidah Islam menjadi basis dari segala ilmu pengetahuan. Aqidah Islam –yang terwujud dalam apa-apa yang ada dalam al-Qur`an dan al-Hadits– menjadi qa’idah fikriyah (landasan pemikiran), yaitu suatu asas yang di atasnya dibangun seluruh bangunan pemikiran dan ilmu pengetahuan manusia (An-Nabhani, 2001).

Paradigma ini memerintahkan manusia untuk membangun segala pemikirannya berdasarkan Aqidah Islam, bukan lepas dari aqidah itu. Ini bisa kita pahami dari ayat yang pertama kali turun (artinya) :

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan.” (Qs. sl-‘Alaq [96]: 1).

Ayat ini berarti manusia telah diperintahkan untuk membaca guna memperoleh berbagai pemikiran dan pemahaman. Tetapi segala pemikirannya itu tidak boleh lepas dari Aqidah Islam, karena iqra` haruslah dengan bismi rabbika, yaitu tetap berdasarkan iman kepada Allah, yang merupakan asas Aqidah Islam (Al-Qashash, 1995: 81).

Paradigma Islam ini menyatakan bahwa, kata putus dalam ilmu pengetahuan bukan berada pada pengetahuan atau filsafat manusia yang sempit, melainkan berada pada ilmu Allah yang mencakup dan meliputi segala sesuatu (Yahya Farghal, 1994: 117). Firman Allah SWT:

“Dan adalah (pengetahuan) Allah Maha Meliputi segala sesuatu.” (Qs. an-Nisaa` [4]: 126).

“Dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.” (Qs. ath-Thalaq [65]: 12).

Itulah paradigma yang dibawa Rasulullah Saw (w. 632 M) yang meletakkan Aqidah Islam yang berasas Laa ilaaha illallah Muhammad Rasulullah sebagai asas ilmu pengetahuan. Beliau mengajak memeluk Aqidah Islam lebih dulu, lalu setelah itu menjadikan aqidah tersebut sebagai pondasi dan standar bagi berbagai pengetahun. Ini dapat ditunjukkan misalnya dari suatu peristiwa ketika di masa Rasulullah Saw terjadi gerhana matahari, yang bertepatan dengan wafatnya putra beliau (Ibrahim). Orang-orang berkata, “Gerhana matahari ini terjadi karena meninggalnya Ibrahim.” Maka Rasulullah Saw segera menjelaskan:

“Sesungguhnya gerhana matahari dan bulan tidak terjadi karena kematian atau kelahiran seseorang, akan tetapi keduanya termasuk tanda-tanda kekuasaan Allah. Dengannya

Page 5: Peran Islam Dalam Perkembangan Ilmu Pengetahuan Teknologi

Allah memperingatkan hamba-hamba-Nya…” [HR. al-Bukhari dan an-Nasa`i] (Al-Baghdadi, 1996: 10).

Dengan jelas kita tahu bahwa Rasulullah Saw telah meletakkan Aqidah Islam sebagai dasar ilmu pengetahuan, sebab beliau menjelaskan, bahwa fenomena alam adalah tanda keberadaan dan kekuasaan Allah, tidak ada hubungannya dengan nasib seseorang. Hal ini sesuai dengan aqidah muslim yang tertera dalam al-Qur`an:

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang berakal.” (Qs. Ali ‘Imran [3]: 190).

Inilah paradigma Islam yang menjadikan Aqidah Islam sebagai dasar segala pengetahuan seorang muslim. Paradigma inilah yang telah mencetak muslim-muslim yang taat dan shaleh tapi sekaligus cerdas dalam iptek. Itulah hasil dan prestasi cemerlang dari paradigma Islam ini yang dapat dilihat pada masa kejayaan iptek Dunia Islam antara tahun 700 – 1400 M. Pada masa inilah dikenal nama Jabir bin Hayyan (w. 721) sebagai ahli kimia termasyhur, Al-Khawarzmi (w. 780) sebagai ahli matematika dan astronomi, Al-Battani (w. 858) sebagai ahli astronomi dan matematika, Al-Razi (w. 884) sebagai pakar kedokteran, ophtalmologi, dan kimia, Tsabit bin Qurrah (w. 908) sebagai ahli kedokteran dan teknik, dan masih banyak lagi (Tentang kejayaan iptek Dunia Islam lihat misalnya M. Natsir Arsyad, 1992; Hossein Bahreisj, 1995; Ahmed dkk, 1999; Eugene A. Myers 2003; A. Zahoor, 2003; Gunadi dan Shoelhi, 2003).

Aqidah Islam Sebagai Dasar Iptek

Inilah peran pertama yang dimainkan Islam dalam iptek, yaitu aqidah Islam harus dijadikan basis segala konsep dan aplikasi iptek. Inilah paradigma Islam sebagaimana yang telah dibawa oleh Rasulullah Saw.

Paradigma Islam inilah yang seharusnya diadopsi oleh kaum muslimin saat ini. Bukan paradigma sekuler seperti yang ada sekarang. Diakui atau tidak, kini umat Islam telah telah terjerumus dalam sikap membebek dan mengekor Barat dalam segala-galanya; dalam pandangan hidup, gaya hidup, termasuk dalam konsep ilmu pengetahuan. Bercokolnya paradigma sekuler inilah yang bisa menjelaskan, mengapa di dalam sistem pendidikan yang diikuti orang Islam, diajarkan sistem ekonomi kapitalis yang pragmatis serta tidak kenal halal haram. Eksistensi paradigma sekuler itu menjelaskan pula mengapa tetap diajarkan konsep pengetahuan yang bertentangan dengan keyakinan dan keimanan muslim. Misalnya Teori Darwin yang dusta dan sekaligus bertolak belakang dengan Aqidah Islam.

Kekeliruan paradigmatis ini harus dikoreksi. Ini tentu perlu perubahan fundamental dan perombakan total. Dengan cara mengganti paradigma sekuler yang ada saat ini, dengan paradigma Islam yang memandang bahwa Aqidah Islam (bukan paham sekularisme) yang

Page 6: Peran Islam Dalam Perkembangan Ilmu Pengetahuan Teknologi

Namun di sini perlu dipahami dengan seksama, bahwa ketika Aqidah Islam dijadikan landasan iptek, bukan berarti konsep-konsep iptek harus bersumber dari al-Qur`an dan al-Hadits, tapi maksudnya adalah konsep iptek harus distandardisasi benar salahnya dengan tolok ukur al-Qur`an dan al-Hadits dan tidak boleh bertentangan dengan keduanya (Al-Baghdadi, 1996: 12).

Jika kita menjadikan Aqidah Islam sebagai landasan iptek, bukan berarti bahwa ilmu astronomi, geologi, agronomi, dan seterusnya, harus didasarkan pada ayat tertentu, atau hadis tertentu. Kalau pun ada ayat atau hadis yang cocok dengan fakta sains, itu adalah bukti keluasan ilmu Allah yang meliputi segala sesuatu (lihat Qs. an-Nisaa` [4]:126 dan Qs. ath-Thalaq [65]: 12), bukan berarti konsep iptek harus bersumber pada ayat atau hadis tertentu. Misalnya saja dalam astronomi ada ayat yang menjelaskan bahwa matahari sebagai pancaran cahaya dan panas (Qs. Nuh [71]: 16), bahwa langit (bahan alam semesta) berasal dari asap (gas) sedangkan galaksi-galaksi tercipta dari kondensasi (pemekatan) gas tersebut (Qs. Fushshilat [41]: 11-12), dan seterusnya. Ada sekitar 750 ayat dalam al-Qur`an yang semacam ini (Lihat Al-Baghdadi, 2005: 113). Ayat-ayat ini menunjukkan betapa luasnya ilmu Allah sehingga meliputi segala sesuatu, dan menjadi tolok ukur kesimpulan iptek, bukan berarti bahwa konsep iptek wajib didasarkan pada ayat-ayat tertentu.

Jadi, yang dimaksud menjadikan Aqidah Islam sebagai landasan iptek bukanlah bahwa konsep iptek wajib bersumber kepada al-Qur`an dan al-Hadits, tapi yang dimaksud, bahwa iptek wajib berstandar pada al-Qur`an dan al-Hadits. Ringkasnya, al-Qur`an dan al-Hadits adalah standar (miqyas) iptek, dan bukannya sumber (mashdar) iptek. Artinya, apa pun konsep iptek yang dikembangkan, harus sesuai dengan al-Qur`an dan al-Hadits, dan tidak boleh bertentangan dengan al-Qur`an dan al-Hadits itu. Jika suatu konsep iptek bertentangan dengan al-Qur`an dan al-Hadits, maka konsep itu berarti harus ditolak. Misalnya saja Teori Darwin yang menyatakan bahwa manusia adalah hasil evolusi dari organisme sederhana yang selama jutaan tahun berevolusi melalui seleksi alam menjadi organisme yang lebih kompleks hingga menjadi manusia modern sekarang. Berarti, manusia sekarang bukan keturunan manusia pertama, Nabi Adam AS, tapi hasil dari evolusi organisme sederhana. Ini bertentangan dengan firman Allah SWT yang menegaskan, Adam AS adalah manusia pertama, dan bahwa seluruh manusia sekarang adalah keturunan Adam AS itu, bukan keturunan makhluk lainnya sebagaimana fantasi Teori Darwin (Zallum, 2001). Firman Allah SWT:

“(Dialah Tuhan) yang memulai penciptaan manusia dari tanah, kemudian Dia menciptakan keturunannya dari sari pati air yang hina (mani).” (Qs. as-Sajdah [32]: 7).

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal.” (Qs. al-Hujuraat [49]: 13).

Implikasi lain dari prinsip ini, yaitu al-Qur`an dan al-Hadits hanyalah standar iptek, dan bukan sumber iptek, adalah bahwa umat Islam boleh mengambi iptek dari sumber kaum non muslim (orang kafir). Dulu Nabi Saw menerapkan penggalian parit di sekeliling

Page 7: Peran Islam Dalam Perkembangan Ilmu Pengetahuan Teknologi

Madinah, padahal strategi militer itu berasal dari tradisi kaum Persia yang beragama Majusi. Dulu Nabi Saw juga pernah memerintahkan dua sahabatnya memepelajari teknik persenjataan ke Yaman, padahal di Yaman dulu penduduknya adalah Ahli Kitab (Kristen). Umar bin Khatab pernah mengambil sistem administrasi dan pendataan Baitul Mal (Kas Negara), yang berasal dari Romawi yang beragama Kristen. Jadi, selama tidak bertentangan dengan aqidah dan syariah Islam, iptek dapat diadopsi dari kaum kafir.

Syariah Islam Standar Pemanfaatan Iptek

Peran kedua Islam dalam perkembangan iptek, adalah bahwa Syariah Islam harus dijadikan standar pemanfaatan iptek. Ketentuan halal-haram (hukum-hukum syariah Islam) wajib dijadikan tolok ukur dalam pemanfaatan iptek, bagaimana pun juga bentuknya. Iptek yang boleh dimanfaatkan, adalah yang telah dihalalkan oleh syariah Islam. Sedangkan iptek yang tidak boleh dimanfaatkan, adalah yang telah diharamkan syariah Islam.

Keharusan tolok ukur syariah ini didasarkan pada banyak ayat dan juga hadits yang mewajibkan umat Islam menyesuaikan perbuatannya (termasuk menggunakan iptek) dengan ketentuan hukum Allah dan Rasul-Nya. Antara lain firman Allah:

“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan…” (Qs. an-Nisaa` [4]: 65).

“Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya…[i/]” (Qs. al-A’raaf [7]: 3).

Sabda Rasulullah Saw:

“[i]Barangsiapa yang melakukan perbuatan yang tidak ada perintah kami atasnya, maka perbuatan itu tertolak.” [HR. Muslim].

Kontras dengan ini, adalah apa yang ada di Barat sekarang dan juga negeri-negeri muslim yang bertaqlid dan mengikuti Barat secara membabi buta. Standar pemanfaatan iptek menurut mereka adalah manfaat, apakah itu dinamakan pragmatisme atau pun utilitarianisme. Selama sesuatu itu bermanfaat, yakni dapat memuaskan kebutuhan manusia, maka ia dianggap benar dan absah untuk dilaksanakan. Meskipun itu diharamkan dalam ajaran agama.

Keberadaan standar manfaat itulah yang dapat menjelaskan, mengapa orang Barat mengaplikasikan iptek secara tidak bermoral, tidak berperikemanusiaan, dan bertentangan dengan nilai agama. Misalnya menggunakan bom atom untuk membunuh ratusan ribu manusia tak berdosa, memanfaatkan bayi tabung tanpa melihat moralitas (misalnya meletakkan embrio pada ibu pengganti), mengkloning manusia (berarti manusia bereproduksi secara a-seksual, bukan seksual), mengekploitasi alam secara serakah walaupun menimbulkan pencemaran yang berbahaya, dan seterusnya.

Page 8: Peran Islam Dalam Perkembangan Ilmu Pengetahuan Teknologi

Karena itu, sudah saatnya standar manfaat yang salah itu dikoreksi dan diganti dengan standar yang benar. Yaitu standar yang bersumber dari pemilik segala ilmu yang ilmu-Nya meliputi segala sesuatu, yang amat mengetahui mana yang secara hakiki bermanfaat bagi manusia, dan mana yang secara hakiki berbahaya bagi manusia. Standar itu adalah segala perintah dan larangan Allah SWT yang bentuknya secara praktis dan konkret adalah syariah Islam.

Penutup

Dari uraian di atas dapat dipahami, bahwa peran Islam yang utama dalam perkembangan iptek setidaknya ada 2 (dua). Pertama, menjadikan Aqidah Islam sebagai paradigma pemikiran dan ilmu pengetahuan. Jadi, paradigma Islam, dan bukannya paradigma sekuler, yang seharusnya diambil oleh umat Islam dalam membangun struktur ilmu pengetahuan. Kedua, menjadikan syariah Islam sebagai standar penggunaan iptek. Jadi, syariah Islam-lah, bukannya standar manfaat (utilitarianisme), yang seharusnya dijadikan tolok ukur umat Islam dalam mengaplikasikan iptek.

Jika dua peran ini dapat dimainkan oleh umat Islam dengan baik, insyaallah akan ada berbagai berkah dari Allah kepada umat Islam dan juga seluruh umat manusia. Mari kita simak firman-Nya:

“Kalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (Qs. al-A’raaf [7]: 96).

Wallahu a’lam.

Daftar Pustaka

1. Agus, Bustanudin. 1999. Pengembangan Ilmu-Ilmu Sosial : Studi Banding Antara Pandangan Ilmiah dan Ajaran Islam. Jakarta : Gema Insani Press.

2. Ahmed, Shabir et.al. 1999. Islam dan Ilmu Pengetahuan. Bangil : Al-Izzah.

3. Al-Baghdadi, Abdurrahman. 1996. Sistem Pendidikan di Masa Khilafah Islam. Bagil : Al-Izzah.

4. ———-. 2005. “Al-Qur`an Mu’kjizat Yang Abadi”. Jurnal Al-Insan. Vol I, No. 1, Januari 2005. Jakarta: Lembaga Kajian dan Pengembangan Al-Insan. hal. 104-114.

5. An-Nabhani, Taqiyuddin. 2001. Nizham Al-Islam. Tanpa Tempat Penerbit : Hizbut Tahrir.

6. Arsyad, M. Natsir. 1992. Ilmuwan Muslim Sepanjang Sejarah : Dari Jabir Hingga Abdus Salam. Bandung : Penerbit Mizan.

Page 9: Peran Islam Dalam Perkembangan Ilmu Pengetahuan Teknologi

7. Bahreisj, Hossein. 1995. Menengok Kejayaan Islam. Surabaya : PT. Bina Ilmu

8. Bakry, Nurchalis et.al. 1996. Bioteknologi dan Al-Qur`an Referensi Dakwah Dai Modern. Jakarta : Gema Insani Press.

9. Farghal, Hasan. 1994. “Pokok Pikiran Tentang Hubungan Ilmu Dengan Agama”. Dalam Abdul Hamid Abu Sulaiman. Permasalahan Metodologis Dalam Pemikiran Islam. Jakarta: Media Da’wah.

10. Gunadi, RA & M. Shoelhi (Ed.). 2003. Khazanah Orang Besar Islam Dari Penakluk Jerusalem Hingga Angka Nol. Jakarta : Penerbit Republika.

11. Hadipermono, Syeichul. 1995. Bayi Tabung dan Rekayasa Genetika. Surabaya : Wali Demak

Press.

12. Myers, Eugene A.2003. Zaman Keemasan Islam Para Ilmuwan Muslim dan Pengaruhnya Terhadap Dunia Barat (Arabic Thought and Western World in The Golden Age of Islam). Alih bahasa M.M. el-Khoiry. Yogyakarta : Fajar Pustaka Baru.

13. Qaradhawi, Yusuf. 1997. Norma dan Etika Ekonomi Islam. Jakarta : Gema Insani Press.

14. Ramly, Andi Muawiyah. 2000. Peta Pemikiran Karl Marx [Materialisme Dialektis dan Materialisme Historis]. Yogyakarta : LKiS.

15. Suriasumantri, Jujun S.1986. Ilmu Dalam Perspektif Moral, Sosial, dan Politik. Jakarta : PT Gramedia

16. ———-. 1992. Ilmu Dalam Perspektif : Sebuah Kumpulan Karangan Tentang Hakekat Ilmu. Cetakan X. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.

17. Winarno, Budi. 2004. Globalisasi Wujud Imperialisme Baru. Yogyakarta : Tajidu Press.

18. Zahoor, A. 2003. Dominasi Ilmuwan Muslim Tahun 700 – 1400 M. Jakarta : Bina Mitra Press.

19. Zallum, Abdul Qadim. 2001. Demokrasi Sistem Kufur : Haram Mengambil, Menerapkan, dan Menyebarluaskannya. Bogor : Pustaka Thariqul Izzah.

20. Zubair, A. Charis. 1997. Etika Rekayasa Menurut Konsep Islam. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Tag:Ilmu Pengetahuan, Islam, TEKNOLOGI

Page 10: Peran Islam Dalam Perkembangan Ilmu Pengetahuan Teknologi

Mengingat Kembali Peran Ilmuwan Muslim13 Jun 2010

Susie Evidia Y

Para ilmuwan Islam telah memberikan dasar-dasar perkembangan ilmu dan teknologi.

Kalangan Barat sering mengklaim sebagai penemu di berbagai bidang keilmuan. Untuk beberapa hal mungkin bisa dibenarkan. Namun, jika menelisik warisan peradaban Islam tak sedikit penemuan-penemuan besar lahir dari kalangan Muslim. Bahkan, temuan tersebut kini dikembangkan sebagai peralatan mutakhir.

Buku ini mengungkap satu per satu karya-karya besar umat Islam yang selama ini dianggap karya bangsa barat. Di bidang kedokteran, kehebatan dokter-dokter Muslim mendapat pengakuan dunia. Terbukti sejumlah tokoh kedokteran terkemuka hadir di masa Dinasti Abbasiyah Ibnu Sina, Ibnu Rushd, Ibnu Al Nafis, Al-Zahrawi dan Al-Razi, dan Ibnu Maimon.Mereka sempat membagikan ilmunya ke dalam tulisan. Seperti Al-Razi (841-926 M) banyak menyumbangkan tulisan, bahkan kini salah satu tulisannya menjadi rujukan buku di sekolah kedokteran di Paris. Sedangkan Al-Zahwai adalah ahli bedah, bukunya yang terkenal Al-Tastif Liman Ajizan Al- Talif digunakan di Eropa hingga abad ke-17.

Tak hanya kedokteran umum dan spesialis, kedokteran gigi pun muncul di masa kejayaan Islam. Lucunya, di abad ke-17 Barat mengaku sebagai perintis dunia kedok-teran. Bahkan menjadikan Pierre Fauchard dari Prancis sebagai Bapak Ilmu Kedokteran Modern, f Tak masuk akal. Karena menurut Noble, 700 tahun sebelum Pierre lahir, telah hadir Abulcasis (930-1013 M) yang sukses mengembangkan bedah gigi dan perbaikan gigi. Keberhasilan Abulacasis memukau para dokter gigi modern.Dunia medis lainnya yang terkuak di masa kejayaan peradaban Islam adalah konsep rumah sakit, apotek, berikut dunia farmasinya. Terpapar juga para ahli meracik obat-obatan yang hingga kini menjadi acuan para apoteker di dunia.

Para ilmuwan Muslim ternyata tak hanya andal di bidang medis. Ilmu hitung pun menjadi warisan yang diberikan oleh ilmuan Muslim yang digunakan para murid hingga kini. Di antaranya, aritma-tika, kalkulus, geometri, trigono-metri. Muhammad Ibn Musa al-Khawarizmi di masa Khalifah Mamun ditetapkan sebagai Bapak Aljabar. Dunia Barat menyebutnya Algebra.Tak hanya matematika, kimia yang kini dipelajari murid SMA pun diakui hasil karya di masa " peradaban Islam. Ilmuwan Jerman abad ke-18 mengakui bahwa ilmu kimia hampir sepenuhnya diciptakan peradaban Islam. Peradaban Yunani hanya sebatas melahirkan hipotesis samar-samar.

Sederet zat kimia dan senyawa kimia yang ditemukan kimiawan Muslim di antaranya asam klori-da, asam nitrat, asam sitrat, asam asetat, alkohol. Beragam peralatan praktik laboratorium kimia juga dikembangkan di masa peradaban

Page 11: Peran Islam Dalam Perkembangan Ilmu Pengetahuan Teknologi

Islam.Bagaimana sumbangsih Islam terhadap seni musik? Tak bisa diremehkan. Di masa kejayaan Islam (Dinasti Abbasiyah), seni musik berkembang sangat pesat. Sokongan penguasa terhadap musisi dan penyair yang membuat dunia seni menggeliat. Seni musik pun dijadikan alat saat proses penyebaran Islam di penjuru jazirah Arab, Persia, Turki hingga India.

Islam pun andil menjadi perintis pembuatan alat musik yang selanjutnya dikembangkan para musisi Eropa. Gitar, kecapi, organ, biola, rebab, adalah beberapa alat musik yang diwariskan masa kejayaan Dunia teknologi informasi yang kini menjadi andalan umat manusia ternyata pertama kali diawali di masa kejayaan Islam. Insinyur Muslim begitu banyak di masa itu. Salah satunya, teknologi komputer -yang merupakan sumbangsih dari insinyur Islam. Masa itu baru dikembangkan berupa komputer analog. Komputer ini digunakan seperti termometer, radar, kekuatan cahaya, dan lainnya.

Al-Jazari (1136-1206 M) didaulat sebagai Bapak Teknik Modern. Insinyur Muslim abad ke-12 M ini menemukan peralatan teknologi fenomental sebagai perintis robot. Tak menyangkakah, kalau Islamiah yang menguak teknologi modern? Kehebatan Al-Jazari lainnya adalah berhasil membuat program komputer analog pertama dalam bentuk Jam Istana. Karya-karya besarnya termuat di kitab khusus panduan membuat berbagai mesin mekanik.Setelah Al-Jawari, dari Iran muncul insinyur Jamshid Al-Ka-shi. Dia pakar matematika dan astronomi yang sukses menciptakan alat hitung penentu waktu dan hari terjadinya konjungsi planet-planet. Kashi pun sukses menciptakan komputer planet the plate of zones, yaitu komputer planet mekanik yang secara nyata mampu memecahkan sederet masalah terkait planet.

Kecanggihan teknologi lainnya di masa peradaban Islam tercipta di bidang teknik sipil, pengairan, metalurgi, geodesi, tekstil, tinta, hingga perminyakan yang menjadi kekayaan bangsa Timur Tengah. Teknologi militer pun mengalami puncaknya di masa kejayaan Islam, yaitu masa Turki Usmani (1300 M). Mereka membuat meriam mutakhir pesanan Sultan Mahmud II. Beratnya mencapai 18 ton. Negara-negaraa Eropa baru membuat meriam abad k-15-16. Namun, hasilnya tak secanggih yang dibuat di masa kekhalifahan Turki Usmani.

Meriam itu bagaikan penjaga di darat. Namun, kekhalifahan Usmani pun kuat di laut. Sultan Mahmud II menetapkan lautdalam Golden Hom sebagai pusat industri dan gudang persenjataan maritim. Komandan Angkatan Laut masa itu, Hamza Pasha yang diserahi tugas membangunnya.Yang lebih canggih lagi di masa pemerintahan Ottoman itu, adalah keberhasilan membangun kapal Gallipoli Maritime Arsenal. Tak heran, Lautan Hitam dan Ot-ranto menjadi wilayah kekuasaannya. Kapal terbesar di dunia pun pernah dibuat di masa itu.Yang belum disadari, ternyata Islam pun andil menyumbangkan temuannya di bidang pendidikan. Universitas pertama yang didirikan di dunia hadir di masa kejayaan Islam. Universitas Al-Qarawiyyin di bangun di Fez, Maroko, yang kemudian

Page 12: Peran Islam Dalam Perkembangan Ilmu Pengetahuan Teknologi

didaulat sebagai universitas tertua di dunia.

Universitas Al-Azhar di Kairo, Mesir, termasuk juga warisan tertua peradaban Islam yang dibangun tahun 975 M.Masih melimpah lagi rentetan penemuan yang diwariskan para pemuka Islam. Di buku setebal 287 halaman ini diungkap 47 temuan. Beberapa di antara temuan itu ada yang bisa dipakai untuk mematahkan hasil temuan Barat, seperti teori evolusi yang didengungkan Charles Darwin (manusia berasal dari kera, red). Teori ini bisa dipatahkan lewat teori evoluasi yang ditemukan ilmuan Islam. Dengan penjelasan di buku ini bisa dibandingkan antara temuan evolusi tersebut.

Temuan ilmuwan Islam ini . layak di baca semua pihak, anak-anak hingga dewasa. Materinya sangat kaya dengan ilmu pengetahuan dan sejarah. Diharapkan buku ini menjadi pencerahan dan kebanggaan bahwa Islam sebenarnya berada di balik setiap kesuksesan di berbagai bidang yang muncul di dunia ini. Walaupun pada akhirnya beberapa temuan awal itu diadopsi dan ditindaklanjuti oleh bangsa Barat.Materi-materi di buku ini telah dimuat di rubrik Khazanah, Republika, sejak 2008. Penulis mengembangkan ke dalam bentuk buku berdasarkan tuntutan dari para pembaca. Kini terkabullah keinginan tersebut.

Entitas terkaitAbulcasis | Azhar | Bapak | Barat | Beragam | Beratnya | Buku | Diharapkan | Dinasti | Eropa | Ibnu | Ilmu | Iran | Islam | Islamiah | Jamshid | Jazari | Kapal | Kashi | Kecanggihan | Kehebatan | Khawarizmi | Komputer | Materinya | Meriam | Muslim | Ottoman | Penulis | Pierre | Prancis | Qarawiyyin | Razi | Sederet | Seni | SMA | Sokongan | Talif | Teknologi | Temuan | Teori | Terbukti | Terpapar | Timur | Turki | Universitas | Usmani | Walaupun | Zahrawi | Zahwai | Bapak Teknik | Charles Darwin | Dunia Barat | Gallipoli Maritime | Golden Hom | Hamza Pasha | Ibnu Al | Ilmuwan Jerman | Insinyur Muslim | Kalangan Barat | Keberhasilan Abulacasis | Khalifah Mamun | Lautan Hitam | Peradaban Yunani | Pierre Fauchard | Sultan Mahmud | Turki Usmani | Bapak Ilmu Kedokteran | Dinasti Abbasiyah Ibnu | Komandan Angkatan Laut | Muhammad Ibn Musa | Sultan Mahmud II | Susie Evidia Y | Tastif Liman Ajizan | Mengingat Kembali Peran Ilmuwan Muslim | Ringkasan Artikel IniDunia Barat menyebutnya Algebra.Tak hanya matematika, kimia yang kini dipelajari murid SMA pun diakui hasil karya di masa " peradaban Islam. Gitar, kecapi, organ, biola, rebab, adalah beberapa alat musik yang diwariskan masa kejayaan Dunia teknologi informasi yang kini menjadi andalan umat manusia ternyata pertama kali diawali di masa kejayaan Islam. Kecanggihan teknologi lainnya di masa peradaban Islam tercipta di bidang teknik sipil, pengairan, metalurgi, geodesi, tekstil, tinta, hingga perminyakan yang menjadi kekayaan bangsa Timur Tengah. Kapal terbesar di dunia pun pernah dibuat di masa itu.Yang belum disadari, ternyata Islam pun andil menyumbangkan temuannya di bidang pendidikan. Universitas pertama yang didirikan di dunia hadir di masa kejayaan Islam. Universitas Al-Qarawiyyin di

Page 13: Peran Islam Dalam Perkembangan Ilmu Pengetahuan Teknologi

bangun di Fez, Maroko, yang kemudian didaulat sebagai universitas tertua di dunia. Universitas Al-Azhar di Kairo, Mesir, termasuk juga warisan tertua peradaban Islam yang dibangun tahun 975 M.Masih melimpah lagi rentetan penemuan yang diwariskan para pemuka Islam. Diharapkan buku ini menjadi pencerahan dan kebanggaan bahwa Islam sebenarnya berada di balik setiap kesuksesan di berbagai bidang yang muncul di dunia ini. Walaupun pada akhirnya beberapa temuan awal itu diadopsi dan ditindaklanjuti oleh bangsa Barat.Materi-materi di buku ini telah dimuat di rubrik Khazanah, Republika, sejak 2008.

Jumlah kata di Artikel : 1009Jumlah kata di Summary : 201Ratio : 0,199

*Ringkasan berita ini dibuat otomatis dengan bantuan mesin. Saran atau masukan dibutuhkan untuk keperluan pengembangan perangkat ini dan dapat dialamatkan ke tech at mediatrac net.Pendapat Anda

Pendapat anda mengenai ringkasan artikel ini : Baik Buruk

Peranan dan Metode Penelitian Ilmuwan MuslimFebruary 21, 2009 by globalmanagement Leave a Comment

Oleh : Syeh Assery

Dari beberapa pembahasan literature filsafat ilmu pengetahuan tampak adanya lompatan priode dari priode Yunani ke priode skolastik Eropa lalu ke priode Renaissance dan

Page 14: Peran Islam Dalam Perkembangan Ilmu Pengetahuan Teknologi

seterusnya, tanpa membahas atau mengakui adanya beberapa tokoh pemikir muslim yang memiliki peran dalam perkembangan ilmu pengetahuan.

Sebagai perimbangan pengetahuan mengenai “missing link” dalam sejarah filsafat ilmu pengetahuan adalah perlu juga memahami kontribusi pemikir pemikir muslim atau kita sebut muslim scientist. Adapun yang dimaksud adalah muslim scientist yang berjasa dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan science modern.

Dari ratusan muslim scientis sejak abad 600M hingga 1200M maka dibawah ini akan diceritakan 3 diantaranya. Diambilnya tiga tokoh dibawah ini karena kontribusi mereka dalam mendahulukan metode penelitian dengan menggunakan matematika, observasi, bahkan pengujian empiris dalam memperoleh kebenaran atau ilmu pengetahuan. Juga mewakili pemikir muslim pada tahun 800an, 900an, dan 1000an Masehi.

Yang pertama patut disebut adalah Alkindi atau Abu Yusuf Yakub bin Ishaq Alkindi. Beliau lahir pada tahun 809M di Kufah dan wafat pada tahun 866M.

Adapun beberapa Pendapat-pendapatnya antara lain adalah :(1) Logika adalah perlu sebagai persiapan sebagai seorang filsuf, tapi matematika lebih penting. Baginya, penalaran matematis lebih fundamental dibanding logika.(2) Empat unsur penting adalah tanah, angin, api, air. Walaupun berpendapat bahwa empat unsur utama itu tidak dapat terbagi bagi lagi pada pembagian terkecilnya, spt aristoteles dan ptolemaios, namun menyatakan bahwa nasib terakhir unsur tetap ditangan Tuhan, yang akan membuatnya abadi apabila berkehendak demikian.(3) Bahwa efektifitas suatu obat obatan campuran tergantung atas hubungan matematis antara bahan bahan obat itu.

Alkindi Menghasilkan karya puluhan buku dan ratusan artikel meliputi astronomi, meteorologi, pengobatan, geometri, ilmu hitung, logika. Banyak karyanya juga mengomentari filsuf Yunani. Beberapa Pengakuan ilmuwan barat antara lain dari tokoh Gronimo Cardano dan Roger Bacon.

Tokoh kedua yang perlu dijelaskan disini adalah Almuqaddasi yang lahir pada tahun 946M. Pada tahun 985M menerbitkan buku yang merupakan kumpulan tulisan pengamatannya tentang adat istiadat, aktivitas perdagangan, maupun matauang yang berlaku di suatu negara dan pemetaan topografinya.

Objek pengamatannya adalah populasi, keragaman etnik, kelompok sosial, pendpatan masyarakat, sumberdaya mineral, arkeologi, dan mata uang yang digunakan. Masalah fiskal, mata uang dan fluktuasinya juga menjadi perhatiannya. Juga kondisi masyarakat urban, evolusinya, keberagamannya, kompleksityasnya merupakan daya tarik yang membuat dia menuliskannya. Metode penelitian yang digunakan adalah observasi, penelitian, dan pengumpulan data, lalu menuliskannya dalam sebuah karya.

Karya monumentalnya adalah Ahsanul Tagosim fi Makrifatil Agolim (The best divisions for knowledge of the regions) yang manuskripnya dipopulerkan oleh Aloys Sprenger

Page 15: Peran Islam Dalam Perkembangan Ilmu Pengetahuan Teknologi

ilmuwan Jerman pada tahun 1800an Masehi. Juga A Miguel sejarawan Perancis merangkum karya Almugaddasi.

Tokoh ketiga yang bisa disebut dan ditampilkan disini adalah Albiruni Abu Raihan Muhammad bin Ahmad Albiruni yang lahir tahun 973M di Turkmenistan sekarang, dan wafat tahun 1048M. Beliau adalah ahli filsafat, astronomi, fisika, juga kedokteran. Tidak diketahui pasti berguru pada siapa, tapi dipengaruhi pemikiran filsafat Alkindi, Alfarabi, dan Almas’udi. Beliau bersama tim ekspedisi Sultan Mahmoud Algezna menuju dan membuka india sebagai basis baru kawasan pengembangan agana Islam utk wilayah timur.

Adapun beberapa Pendapat-pendapatnya: adalah sebagai berikut:(1) Bahwa gerak eliptis lebih mungkin bagi garis edar planet dibanding gerak melingkar.(2) Bahwa cahaya lebih cepat dari suara,(3) Bahwa benda tidak dapat dibagi terus menerus karena akan ada suatu kondisi tidak dapat dibagi lagi,(4) Melakukan pengukuran jenis berat berbagai zat dan bahwa seluruh benda tertarik ke bumi,(5) Rotasi bumi terjadi di sekeliling sumbunya,

Pendapat-pendapat tersebut juga disampaikannya dalam berdiskusi dan dalam surat suratnya maupun dalam perdebatan dg Ibnu Sina. Adapun karya-karyanya antara lain: Aljamahir, Alatsarul bagiyah, dan lebih dari 100 buah artikel. Sedangkan pengakuan ilmuwan barat terhadap Albiruni antara lain oleh Max Mayerhof dan JN Sircar, sejawaran India.