Upload
others
View
13
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PERAN MORALITAS INDIVIDU: ANTARA SISTEM KEUANGAN DESA DAN
PENCEGAHAN KECURANGAN (FRAUD)
(STUDI DI DESA KABUPATEN/KOTA PROVINSI ACEH)
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh sistem keuangan desa terhadap pencegahan
kecurangan (fraud) pengelolaan dana desa. Di samping itu, penelitian ini juga meneliti apakah moralitas individu dapat memoderasi hubungan antara sistem keuangan desa terhadap pencegahan
fraud dana desa. Responden penelitian berjumlah 100 orang terdiri dari kepala desa, sekertaris desa,
kaur keuangan, dan operator sistem keuangan desa seluruh responden ini berasal dari 23 Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner
yang didistribusikan melalui google form kepada responden pada bulan februari sampai mei 2021.
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah PLS-SEM (Partial Least Square-
Structural Equation Modelling) dengan menggunakan aplikasi WarpPLS versi 7.0. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa sistem keuangan desa berpengaruh positif terhadap pencegahan
kecurangan dan moralitas individu dapat menjadi variabel moderasi hubungan antara sistem
keuangan desa dan pencegahan kecuragan. Impilkasi hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan dasar para pengambil kebijakan dalam menerapkan Sistem keuangan desa dan sebagai pedoman
praktis bagi desa dalam menjalankan Siskeudes.
Keywords: Sistem Keuangan Desa, Moralitas Individu, Pencegahan Fraud.
1) Pendahuluan
Dana desa merupakan anggaran dana yang diamatkan kepada aparatur desa untuk dikelola
demi kemaslahatan desanya. Anggaran tersebut bersumber dari Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN). Dana desa menjadi salah satu cara yang ditempuh oleh pemerintah dengan
tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pemerataan pembangunan pedesaan,
dan mengembangkan perekonomian pedesaan. Pemberian wewenang pengelolaan dana desa
kepada aparatur desa tidak menutup kemungkinan terjadinya kecurangan (fraud) dalam hal
akuntanbilitas dana desa dan alokasi dana desa (Rahimah et al, 2018). Personil yang
dipercayakan dengan informasi sensitif dan kontrol perusahaan terutama yang menjabat
sebagai fungsi keuangan atau peran terkait keuangan biasanya terlibat dalam kecurangan
(KPMG, 2011; dan Rezaee, 2005).
Menurut data yang diterbitkan oleh Indonesian Corruption Watch (ICW), terhitung
dari tahun 2015-2020 terdapat 676 terdakwa kasus korupsi yang dilakukan oleh aparatur desa
yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 111 miliar (Kompas.com, 2021). Pada tahun
2018 di Indonesia terjadi 96 kasus kecurangan dana desa, termasuk Aceh yang memiliki posisi
keempat dengan banyaknya 22 kasus korupsi dana desa pada tahun 2018 (Antaranews.com,
2019). Seperti kasus kecurangan di Aceh utara pada desa Tanjong Ceungai yang merugikan
Negara sebesar Rp 176 juta, diduga pelaku merupakan kepala desa dalam alokasi dana untuk
Badan Usaha Milik Gampong (desa) tahun 2016. Kecurangan juga terjadi di Aceh Selatan di
Desa Jambo Dalem yang merugikan negara mencapai Rp 250 juta, diduga pelaku merupakan
dua perangkat Desa Jambo Dalem alat bukti terdapat beberapa penyimpangan dalam
pengelolaan dana desa tersebut, antara mark up harga hingga fiktif. Kasus kecurangan juga
terjadi di Bireun pada Desa Reusep Ara, kecamatan Jangka yang merugikan negara mencapai
Rp 296 juta. kerugian itu disebabkan oleh mantan kepala desa, tersangka kasus korupsi dana
desa dan alokasi dana gampong tahun 2018. Selanjutnya di Sabang pada desa Ujong Kareung
juga terdapat kasus kecurangan pengelolaan dana desa yang merugikan negara mencapai Rp
206 juta, diduga pelaku merupakan mantan kepala desa tersangka diduga telah melakukan
tindak pidana korupsi dalam penggunaan ADD/ADG Gampong Ujong Kareng tahap I Tahun
2016.
Tuanakotta (2010) mengungkapkan bahwa fraud merupakan salah satu perbuatan
terlarang karena melawan hukum, dimana hal tersebut ditunjukan untuk mendapatkan untung
baik berupa uang, barang atau harta, jasa, atau upaya dalam memenangkan proses bisnis.
Menurut Romney & Steinbart (2016:149) ada tiga jenis kecurangan, yaitu korupsi,
penyalahgunaan aset dan kesalahan pengungkapan. Diantara tiga jenis kecurangan ini, korupsi
merupakan bentuk kecurangan yang banyak terjadi di pemerintahan Indonesia. Korupsi
merupakan perbuatan asusila yang merugikan banyak pihak dan telah menjadi masalah umum
di negara Indonesia (Rifai & Mardijuwono, 2020; dan Tuanakotta 2010). Fraud organisasi
menciptakan dampak negatif terhadap iklim investasi di tanah air, hal ini juga dapat
berdampak pada kepercayaan lokal, negara bagian atau nasional kondisi ekonomi berdasarkan
ukuran bisnis yang terkena fraud organisasi maka dari itu pentingnya pencegahan fraud untuk
citra organisasi ekonomi nasional, dan mekanisme yang efisien, penuntutan yang ketat harus
dilakukan untuk mengidentifikasi dan menghentikan kelanjutan terjadinya fraud (Gupta &
Gupta, 2015; Wardhani, 2016).
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengkaji faktor-faktor apa saja yang dapat
memengaruhi pencegahan fraud antaralain: sistem (Le, N. T., Vu, L. T., & Nguyen, 2020;
Rahim et al., 2017; Baldock, 2016; dan Fahrurrozi, 2019), moralitas individu (Rahimah et al.,
2018; Atmadja & Saputra, 2017; Widiyarta et al., 2017; Hussain & Hussaien, 2020;
Fernandhytia & Muslichah, 2020; dan Setiawan, 2018), whistleblowing system (Suh & Shim,
2020; Saputra et al., 2020; Peterson, 2016;dan Suharto, 2020), kompetensi aparatur (Wahyuni
& Nova, 2019; dan Laksmi & Sujana, 2019). Namun hasil penelitian masih belum konsisten.
Sehingga penelitian ini ditujukan untuk mengkaji kembali hasil penelitian terdahulu untuk
mendapatkan hasil yang pasti.
Faktor pertama yang ditinjau dari struktural yang mempengaruhi pencegahan fraud
khususnya pada pemerintah desa adalah dengan menerapkan aplikasi sistem keuangan desa
(siskeudes) sebagai pengembangan teknologi. Menurut Sulina et al., (2017) pengembangan
aplikasi Siskeudes diciptakan untuk mencegah terjadinya fraud baik yang dilakukan dengan
cara sengaja maupun tidak sengaja. Dengan adanya penerapan siskeudes, pelaporan yang dulu
dilakukan secara manual berubah menjadi sistem pelaporan yang terotomatisasi dan lebih
efektif, karena adanya pelaporan yang terintegrasi dan terkomputerisasi akan mengurangi
terjadinya tindakan kecurangan sehingga pelaporan tersebut lebih akuntabel dari yang
sebelumnya. Pengelolaan dana desa akan semakin akuntabel jika pengoperasian dan
penggunaan aplikasi siskeudes dilaksanakan dengan baik dan benar sehingga dapat hal
tersebut dapat mencegah terjadinya kecurangan (Arfiansyah, 2020; dan(Fahrurrozi, 2019).
Menurut (Rahman & Anwar,2014; Rahim et al., 2017; Baldock, 2016; dan Fahrurrozi, 2019)
fraud dapat dicegah dengan adanya peranglat lunak atau aplikasi yang terproteksi dengan baik.
Faktor yang dapat mencegah fraud selanjutnya ditinjau dari keprilakuan moralitas.
Memiliki moralitas yang tinggi membuat individu lebih memperhatikan kepentingan umum,
bukan hanya kepentingan pribadinya (Islamiyah & Sari, 2020). Hal ini mencerminkan adanya
hubungan positif antara moralitas individu dengan pencegahan fraud seperti bukti temuan
(Rahimah et al., 2018; Islamiyah & Sari, 2020; Laksmi & Sujana, 2019; dan Saputra et al.,
2020). Namun hasil penelitian Dewi et al., (2017) yang menyatakan moralitas tidak
berpengaruh terhadap pencegahan fraud.
Motivasi dari penelitian ini selain karena ketidakkonsistenan hasil penelitian terdahulu
terkait pengaruh sistem dan moralitas terhadap pencegahan fraud dana desa adalah masih
sedikit yang mengkaji sistem pengendalian internal menggunakan sistem keuangan desa, maka
dari itu peneliti tertarik untuk mengkaji dan membahas sistem keuangan desa terhadap
pencegahan fraud dengan memasukkan moralitas individu sebagai pemoderasi. Penelitian ini
mengambil unit analisis individu, yaitu aparatur desa. Pengujian dilakukan dengan
menggunakan dasar teori agensi, mengingat principal dan agent memiliki hubungan terhadap
pengelolaan dana desa, dimana pemerintah daerah merupakan agent yang dipercayakan untuk
mengelola dana desa sedangkan masyarakat dan pemerintah pusat yang merupakan principal.
Penelitian ini diharapkan memberikan bukti empiris. Hasil temuan diharapkan dapat
dijadikan pedoman bagi pengambil kebijakan, serta dapat memberikan wawasan tentang
aspek-aspek terkait dengan sistem keuangan desa dan moralitas individu dalam melakukan
pengelolaan dana desa dalam upaya pencegahan kecurangan.
Pada bagian selanjutnya artikel ini akan membahas kerangka teoritis dan
pengembangan hipotesis kemudian dilanjutkan dengan metodologi penelitian dan dilanjutkan
pada bagian yang merupakan hasil dan pembahasan lalu pada bagian akhir merupakan bagian
kesimpulan, keterbatasan, dan saran
2) Kerangka Teoritis Dan Pengembangan Hipotesis
Agency Theory
Penelitian ini menggunakan agency theory karena dalam pengelolaan dana desa
Principal dan agent memiliki hubungan terhadap pengelolaan dana desa, dimana pemerintah
daerah merupakan agent yang dipercayakan untuk mengelola dana desa sedangkan masyarakat
dan pemerintah pusat yang merupakan principal. Transparansi sangat dibutuhkan dalam hal
ini agar tidak terjadi penyalahgunaan dan kecurangan dalam pengelolaannya.
Bentuk dari tanggungjawab pemerintah desa, Teori Jensen & Meckling (1976) percaya
laporan keuangan harus meminimalkan konflik antara pihak terkait, dan individu biasanya
bertindak untuk kepentingan pribadi. Bentuk hubungan keagenan daerah adalah pendelegasian
kekuasaan terhadap pemerintah daerah secara efektif, transparan, terintegrasi dan efisien,
bertindak sebagai agen penyelenggara pemerintahan, dan bertindak sebagai badan utama untuk
memberikan pelayanan kepada masyarakat (Yamin & Sutaryo, 2015).
Teori keagenan Jensen & Meckling (1976) sering terjadinya masalah dikarenakan
tujuan dan kepentingan antara agent dan principal tidak sama yang mana terkadang apa yang
agent lakukan sulit principal telusuri. Kecenderungan kecurangan manajemen juga ditentukan
oleh faktor moralitas (Wilopo, 2006). Teori keagenan Eisenhardt (1989) dijelaskan dalam tiga
karakteristik dasar pribadi, yaitu lebih mengutamakan kepentingannya sendiri (self interest),
tidak berfikir panjang untuk masa depan (bounded rationality), dan menghindari resiko (risk
averse).
Pencegahan Kecurangan (Fraud)
Fraud menurut Repousis et al., (2019) merupakan fenomena universal yang sudah ada
dari jaman, Tuanakotta (2017:226) menyatakan fraud sebagai keinginan individu demi
memperoleh keuntungan dalam sektor pemerintahan melakukan penyalahgunaan wewenang
dan dianggap sebagai salah satu masalah utama yang menciptakan tantangan bagi organisasi
bisnis (Perri & Brody, 2012; Naibaho, 2019; Repousis et al., 2019). Dalam mendeteksi
kecurangan banyak model yang dapat digunakan seperti fraud triangle, fraud diamond, dan
fraud star (Clinard & Cressey, 1954; Wolfe & Hermanson, 2004; dan (Umar & Mohamed,
2016). Menurut Clinard & Cressey (1954) secara umum pendekatan yang dapat digunakan
untuk deteksi kecurangan adalah dengan model segitiga kecurangan. Model ini menjelaskan
bagaimana seseorang melakukan suatu kecurangan yang dimotivasi oleh tiga komponen yaitu
tekanan, peluang, dan rasionalisasi
Salah satu faktor fraud adalah tekanan, seseorang mungkin mengalami tekanan
keuangan atau jenis tekanan lainnya. Huang et al., (2017) menemukan bahwa tekanan adalah
pemicu terkuat di antara ketiga faktor tersebut. Berada di bawah tekanan akan meningkatkan
kemungkinan terjadinya fraud (Suyanto, 2009); dan Aidafitri et al., 2014). Tekanan-tekanan
ini bisa berupa tekanan gaya hidup, tuntutan ekonomi, profesionalisme, dan lain sebagainya.
Tekanan yang paling sering dialami adalah tekanan ekonomi, yakni kebutuhan seseorang akan
uang. Jenis kebutuhan ini dianggap harus dihadapi sendiri dan tidak untuk disebarkan ke orang
lain dalam penyelesaiannya sehingga berujung terjadinya kecurangan.
Adanya kesempatan atau peluang membuat kondisi terjadinya kecurangan sangat
terbuka lebar. Fraud lebih sering terjadi pada perusahaan dengan sistem pengendalian internal
yang lemah, keamanan yang buruk pada properti, atau kebijakan yang tidak jelas terkait
dengan perilaku yang dapat diterima (Manurung & Hadian, 2013; Gupta & Gupta, 2015;
Nawawi, 2017).
Rasionalisasi adalah sikap atau karakter seseorang yang membenarkan praktik curang
(Skousen et al., 2009). Rasionalisasi merupakan bagian fraud triangle yang sangat sulit diukur.
Bagi mereka yang terbiasa tidak jujur, akan mudah merasionalisasi kecurangan. Pelaku tindak
kecurangan akan selalu berusaha mencari pembenaran yang rasional untuk membenarkan
perbuatannya (Priantara, 2013).
Menurut Ghazali et al., (2014) sangat penting memiliki strategi yang efektif untuk
mencegah kecurangan. Manajemen dapat mengatasi kesulitan penanganan fraud dan dilema
terkaitnya dengan menyusun kebijakan dan mekanisme penanganan fraud. Memiliki kebijakan
keamanan komputer juga dianggap perlu untuk mencegah kecurangan. Mekanisme lain yang
paling banyak dikutip termasuk pentingnya memiliki kebijakan investigasi kecurangan, serta
kebijakan kode etik atau etika kerja.
Menurut Adams (2006:56) untuk menangani kerugian finansial karena penipuan, cara
yang paling tepat dilakukan adalah dengan pencegahan. Dengan pencegahan fraud
menyediakan lingkungan di mana terdapat sedikit peluang untuk terjadinya fraud (Omar &
Bakar, 2012). Namun, banyak peneliti telah menemukan bahwa sebagian besar organisasi
memberikan lebih banyak komitmen untuk antisipasi daripada pencegahannya, dan lebih
memilih mengelola kejadiannya secara individu (Bishop, 2004; Omar & Bakar, 2012; KPMG,
2013). Lebih lanjut Laufer (2011) mengemukakan bahwa mencegah fraud lebih murah
daripada mendeteksi fraud.
Kustiawan (2016) mengungkapkan tanggung jawab utama pencegahan fraud terletak
pada pihak yang bertanggung jawab atas pengelolaan entitas dan pihak manajemen. Hal ini
merupakan hal yang penting. Manajemen, di bawah pengawasan penanggung jawab tata
kelola, menekankan bahwa pencegahan fraud dapat mengurangi kemungkinan terjadinya
penipuan. Individu tidak boleh melakukan kecurangan, karena kemungkinan besar akan
diterdeteksi dan dihukum. Hal ini membutuhkan pembentukan budaya kejujuran dan perilaku
etis, yang dapat diterapkan di bawah pengawasan aktif dari mereka yang bertanggung jawab
atas tata kelola.
Sistem Keuangan Desa
Siskeudes adalah aplikasi yang dikembangkan Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (BPKP) untuk memenuhi kebutuhan pengelolaan dana desa dan berkonsep
akuntabilitas yaitu mampu mempertanggungjawabkan alokasi dana yang digunakan, dengan
adanya aplikasi tersebut dapat meningkatkan kualitas tata kelola keuangan desa yang
memenuhi prinsip transparansi dan juga akuntabilitas, salah satu upaya dengan menerapkan
aplikasi Siskeudes, baik dari tahap perencanaan, pelaporan dan
pertanggungjawabannya.Tujuan diterapkannya Siskeudes untuk memudahkan pelaporan
keuangan dan menata kelola keuangan desa dengan optimal serta sarana untuk mengontrol
atau mengukur pengelolaan keuangan desa agar tidak menyimpang dari ruang lingkup
peraturan perundang-undangan.
Siskeudes dikembangkan oleh pemerintah dan BPKP pada mei 2015 diluncurkan pada
juli 2015 dan diimplementasikan pada awal tahun 2016. Sampai dengan tanggal 31 Desember
2019, Siskeudes sudah 95,06% diterapkan oleh seluruh desa di Indonesia. Aplikasi Siskeudes
telah dilaksanakan pada 73.751 desa di 430 Kabupaten/Kota atau 98,40% dari 74.954 di 434
Kabupaten/Kota. Di Aceh pada akhir bulan desember 99,45% desa sudah
mengimplementasikan Siskeudes. Dengan adanya implementasi siskeudes didesa diharapkan
dapat mempermudah aparatur desa dalam pengelolaan dana desa.
Moralitas Individu
Moralitas merupakan cara hidup atau kebiasaan. Moralitas merupakan kualitas dalam
perbuatan manusia yang memperlihatkan bahwa perbuatan itu baik atau buruk. Moralitas
mencakup pengertian tentang baik atau buruknya perbuatan manusia. Seseorang yang
memiliki moral yaitu jika bersikap sesuai dengan aturan lingkungan sekitar yang mana
memiliki sikap dan perilaku yang baik (Umam, 2010; dan Udayani & Sari, 2017)
Menurut Kohlberg (1971) terdapat tiga tingkatan tahap perkembangan moral pertama
pre-conventional pada tahap terendah ini individu lebih cenderung bertindak karena
menunjukkan kepatuhan dan ketakutan terhadap hukum yang ada. Selain itu pada level moral
ini, individu juga akan menganggap hal yang utama dalam melakukan suatu tindakan adalah
kepentingan pribadinya. Kedua conventional, pada tahap kedua ini individu memiliki dasar
pertimbangan moral terkait dengan pemahaman hukum. Untuk menghindari terjadinya
kecurangan manajemen mulai mengikuti standar akuntansi dan peraturan lainnya sehingga
membentuk moralitas manajemennya. Ketiga post-conventional, pada tahap tertinggi ini
individu sudah mulai terlihat kedewasaan moral manajemen yang lebih tinggi. Ketika
menanggapi isu terkait tanggung jawab sosial kepada orang lain, kematangan moral menjadi
dasar pertimbangan manajemen. Berdasarkan tanggung jawab sosial, diharapkan para
manajemen yang memiliki moralitas tinggi tidak akan melakukan penyelewengan dalam
akuntansi.
Model yang dikemukakan oleh Kohlberg (1971) ini adalah model yang lazim
digunakan peneliti dan dianggap sebagai yang paling populer dan teruji teori ranahnya dan
tetap menjadi salah satu karya yang paling banyak dikutip dalam menjelaskan moralitas seperti
penelitian (Hussain & Hussaien, 2020; Trevino, 1992; Hayes, 1994; Fisher & Lovell, 2009;
ICAEW, 2007; Weber & McGivern, 2010).
Menurut Welton & Lagrone (1994), pembenaran mengenai individu diukur dengan
menggunakan level penalaran moralnya. Pada level penalaran rendah individu cenderung akan
lebih melakukan kecurangan, namun sebaliknya pada level penalaran yang tinggi individu
cenderung melakukan hal yang benar dan tidak melakukan kecurangan. Penalaran moral
berkaitan dengan bagaimana individu berpikir dan apa yang mereka pertimbangkan tentang
situasi moral, hal ini merupakan proses untuk menentukan situasi yang benar atau salah (
Hussain & Hussaien, 2020). Setiawan (2018) menyatakan bahwa level penalaran moral
individu akan mempengaruhi perilaku etisnya. Tingginya level moral individu menyebabkan
semakin besarnya kemungkinan individu untuk melakukan hal yang benar (Rest et al., 2000).
Hubungan Sistem Keuangan Desa Terhadap Pencegahan Fraud
Aplikasi sistem keuangan desa (siskeudes) sebagai merupakan penggunaan
pengembangan teknologi dapat mencegah terjadinya fraud. Terdapat beberapa penelitian yang
menyatakan sistem dapat mencegah terjadinya fraud seperti penelitian (Le, N. T., Vu, L. T.,
& Nguyen, 2020; Rahim et al., 2017; Baldock, 2016; dan Fahrurrozi, 2019) termasuk
Siskeudes. Hasil penelitian Arfiansyah (2020) menyatakan bahwa Siskeudes berpengaruh
terhadap akuntabilitas pengelolaan dana desa. Menurut Arfiansyah, (2020) akuntabilitas
merupakan suatu bentuk pertanggungjawaban pengelolaan dana desa yang sudah dipercaya
sebagai pelaksanaan kewajiban kepala desa untuk tercapainya tujuan desa, pengelolaan dana
desa menjadi tolak ukur kepercayaan masyarakat karena adanya akuntabilitas yang diharapkan
dapat memperbaiki kualitas kinerja pemerintahan desa, dengan adanya kepercayaan ini dapat
mengurangi tingkat kecurangan dana desa. Dari uraian tersebut maka diajukan hipotesis
sebagai berikut:
H1: Sistem Keuangan Desa Berpengaruh terhadap Pencegahan Kecurangan (Fraud)
Pengelolaan Dana Desa
Hubungan Sistem Keuangan Desa Terhadap Pencegahan Fraud dengan Moralitas
Individu Sebagai Variabel Moderasi
Moralitas merupakan aspek fundamental untuk menilai baik atau buruknya perilaku
seseorang (Alou et al., 2017). Lebih lanjut Setiawan (2018) menyatakan bahwa tingkatan
penalaran moral yang dimiliki oleh setiap individu mencerminkan tindakan individu tersebut.
Orang yang memiliki tingkat penalaran yang rendah akan berbeda dengan orang dengan
tingkat penalaran yang tinggi saat mereka dihadapkan oleh dilema etika.
Sistem keuangan desa dirancang dengan mempertimbangkan pengendalian internal,
berbagai penelitian (Puspasari & Suwardi, 2016; Laksmi & Sujana, 2019; dan Islamiyah &
Sari, 2020) menyatakan bahwa kecenderungan untuk tidak melakukan kecurangan didukung
dengan seseorang yang memiliki moralitas yang tinggi dengan sistem pengendalian internal
yang baik dengan terjadinya hal tersebut mampu untuk pencegahan fraud.
Hasil penelitian lainnya dari Atmadja & Saputra (2017) menyatakan bahwa moralitas
mampu memoderasi sistem pengendalian internal terhadap pencegahan fraud dalam
pengelolaan dana desa hal tesebut karena didukung oleh sistem pengendalian internal yang
handal. Oleh karena hasil penelitian Puspasari & Suwardi (2016) dan Atmadja & Saputra
(2017) penulis dapat menduga dengan adanya penanaman nilai moral yang baik pada setiap
perangkat aparatur desa yang menjalankan siskeudes akan membuat mereka menyajikan
laporan pertanggungjawaban secara benar dan jujur, dimana hal ini dapat mencegah terjadinya
kecurangan. Dari uraian tersebut maka diajukan hipotesis sebagai berikut:
H2: Sistem Keuangan Desa melalui Moralitas Individu berpengaruh terhadap Pencegahan
Kecurangan (Fraud) Pengelolaan Dana Desa.
Gambar 2.1 Skema Pemikiran
3) Metode Penelitian
Sampel dan Teknik Pengumpulan Data
Responden penelitian ini merupakan aparatur desa pada Kabupaten/Kota di Provinsi
Aceh. Responden terdiri dari kepala desa, sekertaris desa, kaur keuangan, dan operator
siskeudes. Kuesioner didistribusikan menggunakan web dengan google document melalui
google form dan didistribusikan kepada responden melalui whatsapp. Untuk daerah tertentu
kontak responden didapatkan dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Gampong (DPMG).
Distribusi dilakukan dari bulan februari sampai mei, dan pada tanggal jatuh tempo yang
ditentukan, 100 kuesioner selesai dikumpulkan. Menurut Chin (2002) minimal ukuran sampel
dalam PLS-SEM ialah 30-100 ukuran sampel.
Pengukuran
Pengukuran pencegahan fraud dalam penelitian ini berupa kuesioner yang
dikembangkan oleh anti fraud control yang terdiri dari 16 dimensi yaitu dengan audit tanpa
diduga, pengalihan penugasan/harus mengambil cuti, saluran pengaduan fraud, program
dukungan karyawan, pelatihan terkait fraud untuk manajer dan eksekutif, audit internal,
pelatihan fraud untuk karyawan, kebijakan anti-fraud, audit eksternal untuk pengendalian intern
dan pelaporan keuangan, kode etik, telaah manajemen atas pengendalian intern, audit eksternal
atas laporan keuangan, komite audit yang bersifat independen, sertifikasi terkait kewajaran
laporan keuangan oleh manajemen, penghargaan untuk pengadu fraud, dan usaha untuk
melindungi terhadap pengadu fraud. Instrumen menggunakan skala pengukuran interval dan
teknik pengukuran variabel dengan skala likert berkisar antara 1-5. Poin 1 menyatakan “Sangat
Tidak Setuju” (STS) yang dan poin 5 berarti “Sangat Setuju” (SS).
Pengukuran ini juga pernah digunakan oleh penelitian Rahmawati et al., (2020) terkait
penelitiannya yang bejudul ”determinan fraud prevention pada pemerintahan desa di kabupaten
banjar”, dan Atmadja & Saputra (2017) terkait penelitiannya yang berjudul "Pencegahan
Fraud dalam Pengelolaan Keuangan Desa”.
Sistem
Keuangan Desa
Pencegahan
Fraud
Moralitas
Individu
Pengukuran Siskeudes dalam penelitian ini berupa kuesioner yang dikembangkan oleh
Romney & Steinbart (2018:30) yang terdiri dari tujuh dimensi yaitu, relevan, andal, lengkap,
tepat waktu, dapat dipahami, dapat diverifikasi dan dapat diakses. Instrumen menggunakan
skala pengukuran interval dan teknik pengukuran variabel dengan skala likert berkisar antara 1-
5. Poin 1 menyatakan “Sangat Tidak Setuju” (STS) yang dan poin 5 berarti “Sangat Setuju”
(SS). Pengukuran ini juga pernah digunakan dalam penelitian Azmi & Harry (2017) terkait
penelitiannya yang berjudul kajian kualitas sistem informasi akuntansi pada perguruan tinggi
muhammadiyah di indonesia.
Pengukuran Moralitas dalam penelitian ini berupa kuesioner yang dikembangkan oleh
(Kohlberg dalam Hussain & Hussaien, 2020) yang terdiri dari tujuh dimensi, yaitu, kepatuhan
dan hukuman, individualisme, kesesuaian antarpribadi, keselarasan sosial, utilitas sosial, dan
prinsip etika universal. Instrumen menggunakan skala pengukuran interval dan teknik
pengukuran variabel dengan skala likert berkisar antara 1-5. Poin 1 menyatakan “Sangat Tidak
Setuju” (STS) yang dan poin 5 berarti “Sangat Setuju” (SS).
Metode Analisis
PLS-SEM (Partial Least Square- Structural Equation Modelling)
Penelitian ini menggunakan metode analisis PLS-SEM dengan menggunakan aplikasi
WarpPLS 7.0, dilakukan dengan tiga tahap pengujian yaitu, outer model, inner model, dan
hipotesis. Outer model dilakukan untuk menilai reabilitas dan validitas dari indikator-indikator
pembentuk konstruk laten. Ghozali & Latan (2014:91) menjelaskan bahwa outer model
memiliki 4 kriteria yaitu convergent validity, discriminant validity, indicator reliability, dan
composite reliability. Sedangkan Inner model digunakan untuk memantau nilai R-Squares pada
tiap variabel laten endogen selaku kekuatan prediksi dari model struktural (Geisser, 2012).
Adapun rule of thumb untuk mengevaluasi inner model yaitu, Cofficients of Determination 𝑅2,
Effect Size (𝑓2), Predictive Relevance (𝑄2), dan Ukuran 𝑞2 effect. Pengujian hipotesis Nilai
signifikansi yang digunakan adalah ϒi = 0,05 atau ϒi = 5%. Jika nilai signifikansi suatu variabel
eksogen <0,05 maka variabel eksogen berpengaruh terhadap variabel endogen. Sebaliknya, jika
nilai signifikansi suatu variabel eksogen >0,05 maka variabel eksogen tidak berpengaruh
terhadap variabel endogen.
4) Hasil dan Pembahasan
Statistik Deskriptif Variabel Penelitian
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menyebarkan
kuesioner melalui google form yang didistribusikan kepada responden melalui
whatsApp, Penyebaran kuesioner dilakukan selama 2 bulan, yakni mulai dari Februari
sampai Mei 2021. Responden sebanyak 100 aparatur desa dari seluruh total kepala desa,
sekertaris desa, kaur keuangan, dan operator Siskeudes di kabupaten/kota di provinsi
aceh. Profil responden yang berpartisipasi dalam penelitian dapat dilihat pada tabel 1
dibawah ini.
Tabel 1 Deskripsi Karakteristik Responden No Karakteristik Responden Frekuensi (N) Persentase (%)
1 Prov/Kab/Kota 1. Kabupaten Aceh Barat 2. Kabupaten Aceh Barat Daya 3. Kabupaten Aceh Besar 4. Kabupaten Aceh Jaya 5. Kabupaten Aceh Selatan 6. Kabupaten Aceh Singkil 7. Kabupaten Aceh Tamiang
8. Kabupaten Aceh Tengah 9. Kabupaten Aceh Tenggara 10. Kabupaten Aceh Timur 11. Kabupaten Aceh Utara 12. Kabupaten Bener Meriah 13. Kabupaten Bireuen 14. Kabupaten Gayo Lues 15. Kabupaten Nagan Raya
16. Kabupaten Pidie 17. Kabupaten Pidie Jaya 18. Kabupaten Simeulue 19. Kota Banda Aceh 20. Kota Langsa 21. Kota Lhokseumawe 22. Kota Sabang 23. Kota Subulussalam
24. Total
2 1 12 2 4 3 1 2
9 29 1 1 3 4 1 1 5
1 12 2 1 2 1
100
0,02% 0,01% 0,12% 0,02 % 0,04% 0,03 % 0,01 % 0,02 %
0,09 % 0,29% 0,01% 0,01% 0,03% 0,04% 0,01% 0,01% 0,05%
0,01% 0,12% 0,02% 0,01% 0,02% 0,01%
100%
2 Usia
a. 21-30 tahun b. 31-40 tahun c. 41-50 tahun d. 51-60 tahun e. Total
21 32 34 13
100
0,21% 0,32% 0,34% 0,13%
100%
3 Jenis Kelamin
a. Pria b. Wanita c. Total
95 5
0,95% 0,05%
100 100%
4 Jabatan a. Kepala Desa b. Sekertaris Desa c. Kaur Keuangan d. Operator Siskeudes e. Total
43 21 23 14
100
0,43% 0,21% 0,23% 0,14% 100%
5 Masa Jabatan
a. 1-2 tahun b. 2-3 tahun c. 3-4 tahun d. 4-5 tahun e. Lebih dari 5 tahun
f. Total
24 15
12 41 8
100
0,24% 0,15%
0,12% 0,41% 0,08%
100%
6 Pendidikan
a. SMA/SMK
b. Diploma (I/II/III/IV) c. Sarjana (S1) d. Sarjana (S2)
e. Total
49
8 40 3
100
0,49%
0,08% 0,40% 0,03%
100%
Tabel 2 Tanggapan Responden terhadap Sistem Keuangan Desa
No
Pernyataan
Skor Jawaban Rata-
rata STS TS N S SS
1 Informasi yang dihasilkan sistem keuangan desa saya dapat meningkatkan pengambilan
keputusan, mengurangi ketidakpastian dan mengoreksi ekspetasi sebelumnya
1
1
9
53
36
4,22
2 Laporan yang dihasilkan oleh sistem keuangan desa saya bebas dari kesalahan/bias dan dapat menggambarkan aktivitas desa saya
1 2 12 54 31 4,33
3 Sistem keuangan desa saya lengkap sehingga memudahkan saya untuk menilai kegiatan
1 1 9 52 37 4,23
4 Dengan adanya sistem keuangan desa, memudahkan saya untuk menyajikan laporan keuangan secara tepat waktu
0
1 12 34 53 4,39
5 Dengan adanya sistem keuangan desa dapat memberikan informasi
yang mudah dimengerti
0
1 8 40 51 4,41
6 Dengan adanya Siskeudes, saya dengan mudah mendapatkan informasi yang dapat diverifikasi secara langsung ke bukti transaksi awal
0
0
11 39 50 4,39
7 Saya dapat mengakses sistem keuangan desa kapan saja, ketika
dibutuhkan dalam format yang digunakan
1 1 9 45 44 4,30
Rata-rata 4,32
tabel 2 di atas menunjukkan nilai rata-rata responden adalah 4,32. Hal ini
mengindikasikan kesetujuan responden terhadap pencegahan fraud. Pernyataan dengan nilai
rata-rata paling tinggi terdapat dalam pernyataan nomor 5 yaitu 4,41 mengenai dengan adanya
sistem keuangan desa dapat memberikan informasi yang mudah dimengerti dengan didominasi
oleh 51 responden dengan pilihan sangat setuju. Selanjutnya pernyataan dengan nilai rata-rata
paling rendah terdapat dalam pernyataan nomor 1 yaitu 4,22 mengenai Informasi yang
dihasilkan sistem keuangan desa dapat meningkatkan pengambilan keputusan, mengurangi
ketidakpastian dan mengoreksi ekspetasi sebelumnya dengan didominasi oleh 53 responden
dengan pilihan setuju.
Tabel 3 Tanggapan Responden terhadap Moralitas Individu
No
Pernyataan
Skor Jawaban Rata-
rata STS TS N S SS
1 Saya bekerja sesuai 0 0 0 41 59 4,59
tanggungjawab di tempat saya
bekerja
2 Saya sadar akan tanggungjawab saya di tempat saya bekerja
0
0
5
28 67 4,62
3 Saya membantu rekan atau organisasi dimana saya bekerja untuk mencapai tujuan.
0
0
7 34 59 4,52
4 Saya membiarkan rekan saya bekerja jika tidak sesuai dengan
tujuannya dalam melakukan pekerjaan.
37
41 19 3 0 4,12
5 Saya merupakan pribadi yang baik di pandangan rekan saya.
0
1 15 51 33 4,16
6 Saya dapat beradaptasi dengan baik dalam lingkungan kerja saya dan juga lingkup lainnya.
0
0
15 44 41 4,26
7 Saya bertindak sesuai moral yang
berlaku dalam organisasi saya bekerja dan juga masyarakat.
0
1 11 37 51 4,38
8 Saya memiliki keinginan untuk melakukan semua kewajiban yang saya miliki serta memiliki toleransi terhadap perbedaan yang ada pada organisasi saya bekerja.
0
1 10 39 50 4,38
9 Saya memiliki komitmen untuk
berprilaku dan bersikap sesuai dengan norma yang berlaku
0
0
8 38 54 4,46
10 Saya bekerja secara jujur dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab saya.
0
0
7 36 57 4,50
11 Saya merasa bersalah ketika melakukan kebohongan ketika bekerja.
0
2 10 24 64 4,50
Rata-rata 4,40
tabel 3 di atas menunjukkan nilai rata-rata responden adalah 4,40. Hal ini
mengindikasikan kesetujuan responden terhadap moralitas individu. Pernyataan dengan nilai
rata-rata paling tinggi terdapat dalam pernyataan nomor 2 yaitu 4,62 mengenai kesadaran akan
tanggungjawab di tempat bekerja dengan didominasi oleh 67 responden dengan pilihan sangat
setuju. Selanjutnya pernyataan dengan nilai rata-rata terendah berada pada nomor 4 yaitu 4,12
mengenai membiarkan rekan kerja, bekerja jika tidak sesuai dengan tujuannya dalam melakukan
pekerjaan.dengan didominasi oleh 41 responden dengan pilihan tidak setuju.
Tabel 4 Tanggapan Responden terhadap Pencegahan Fraud
No
Pernyataan
Skor Jawaban Rata-
rata STS TS N S SS
1 Di desa saya pernah dilakukan audit/pemeriksaan mendadak
0
8
22
51
19
3,81
2 Jika salah satu aparatur desa saya berhalangan hadir, tugasnya dapat dialihkan kepada oranglain yang
memiliki kompetensi/kemampuan di bidang tersebut
1 5 12 52 30 4,05
3 Di desa saya terdapat saluran komunikasi khusus untuk melaporkan ketidakberesan dalam
3 8 16 47 26 3,85
pengelolaan keuangan desa
4 Di desa saya pernah diberikan program pendukung pengelolaan keuangan desa seperti pelatihan kompetensi, studi banding atau sejenisnya
1 5 16 46 32 4,03
5 Di desa saya terdapat program pelatihan mengenai sanksi kecurangan dalam hal pengelolaan
keuangan desa untuk kepala desa
3 6 17 46 28 3,90
6 Di desa saya terdapat audit internal oleh inspektorat maupun BPKP setiap tahun
2 4 25 41 28 3,89
7 Saya pernah mengikuti pelatihan kecurangan bersama aparatur lainnya
8 4 21 47 20 3,67
8 Saya pernah mengikuti sosialisasi program pemberantasan
kecurangan dijelaskan segala bentuk modus dan sanksinya
7 2 20 52 19 3,74
9 Di desa saya dilakukan audit eksternal oleh BPK untuk sistem pengendalian internal pemerintahan desa atas pelaporan keuangannya
3 5 25 44 23 3,79
10 Di desa saya memiliki aturan
perilaku/kode etik tentang pedoman dan tata cara pengelolaan keuangan desa yang jelas dan terukur serta konsisten untuk ditaati
0
6 15 47 32 4,05
11 Di desa saya dilakukan evaluasi terhadap sistem pengendalian internal dalam pengelolaan
keuangan desa oleh BPD dan masyarakat
0
7 12 53 28 4,02
12 Di desa saya perlu dilakukan audit eksternal oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas laporan keuangan pemerintahan desa
3 4 22 49 22 3,83
13 Di desa saya, pemerintahan desa harus memiliki atau bekerjasama
dengan Badan Permusyarawatan Desa (BPD) yang independen.
0
3 17 41 39 4,16
14 Di desa saya, pemerintahan desa perlu memiliki sertifikasi mengenai kewajaran laporan keuangan oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) baik oleh inspektorat maupun BPKP.
2 2 24 42 30 3,96
15 Di desa saya memberikan imbalan bagi siapapun baik masyarakat maupun aparatur desa apabila melaporkan kecurangan pengelolaan keuangan desa yang terjadi, berupa reward (penghargaan baik berupa material maupun non material).
6 4 29 39 22 3,67
16 Di desa saya terdapat perlindungan dari pemerintah maupun pihak yang berwenang bagi orang yang melaporkan kecurangan pengelolaan keuangan desa.
1 3 25 46 25 3,91
Rata-rata 3,90
tabel 4 di atas menunjukkan nilai rata-rata responden adalah 3,90. Hal ini
mengindikasikan kesetujuan responden terhadap pencegahan fraud. Pernyataan dengan nilai
rata-rata tertinggi berada pada pernyataan nomor 13 yaitu 4,16 mengenai keharusan desa untuk
memiliki atau bekerjasama dengan Badan Permusyarawatan Desa (BPD) yang independen
dengan didominasi oleh 41 responden dengan pilihan setuju. Selanjutnya pernyataan dengan
nilai rata-rata terendah berada pada nomor 7 dan nomor 15 yaitu 3,67 yang mana pernyataan
nomor 7 mengenai pengalaman mengikuti pelatihan kecurangan bersama aparatur lainnya
dengan didominasi oleh 47 responden dengan pilihan setuju. Selanjutnya pernyataan nomor 15
mengenai pernyataan memberikan imbalan bagi siapapun baik masyarakat maupun aparatur
desa apabila melaporkan kecurangan pengelolaan keuangan desa yang terjadi, berupa reward
(penghargaan baik berupa material maupun non material) dengan didominasi oleh 39 responden
dengan pilihan setuju.
Tabel 5 Hasil Uji Outer Model
Variabel
Indikator
Loading
Factor
≥0,50
CR
≥0,70
AVE
> 50%
√AVE
Pencegahan Fraud PF1 0,746 0,968 0,652 0,807
PF2 0,816
PF3 0,818
PF4 0,794
PF5 0,770
PF6 0,774
PF7 0,877
PF8 0,862
PF9 0,838
PF10 0,836
PF11 0,839
PF12 0,843
PF13 0,773
PF14 0,814
PF15 0,747
PF16 0,757
Sistem Keuangan Desa SKD1 0,801 0,949 0,728 0,853 SKD2 0,874 SKD3 0,882 SKD4 0,864 SKD5 0,852 SKD6 0,846 SKD7 0,852
Moralitas Individu MI1 0,738 0,948 0,626 0,791
MI2 0,774
MI3 0,761
MI4 0,772
MI5 0,735
MI6 0,828
MI7 0,820
MI8 0,825
MI9 0,873
MI10 0,785
MI11 0,781
Tabel 5 menunjukkan CR (Composite Reliability), AVE (Average Variance Extracted),
dan akar kuadrat AVE (√AVE). AVE dan CR hanya dapat digunakan untuk konstruk dengan
indikator reflektif. CR adalah parameter dari internal consistency reliability yang bertujuan
untuk mengukur reliabilitas konstruk secara keseluruhan. Uji reliabilitas untuk pencegahan
fraud, sistem keuangan desa, dan moralitas individu telah menghasilkan nilai yang baik. Nilai
CR masing-masing variabel yaitu 0,968 (PF), 0,949 (SKD), dan 0,948 (MI), yang sesuai standar
karena sudah > 0,70. AVE adalah parameter dari convergent validity, sedangkan √AVE dan
AVE adalah parameter dari discriminant validity. Convergent validity dan discriminant validity
bertujuan untuk melakukan uji valiaditas. Berdasarkan tabel 4.1, nilai AVE untuk semua
variabel sangat baik karena nilainya > 0,50 sehingga memenuhi kriteria convergent
validity yang bertujuan untuk menguji korelasi antar indikator untuk mengukur
konstruk. Ketiga variabel laten juga memiliki nilai discriminat validity yang sangat baik,
dimana nilai √AVE setiap variabel lebih besar daripada nilai AVE.
Tabel 6 Pengujian Hipotesis Path Hipotesis Koefisien Nilai P Kesimpulan
SKD-PF H1 0.55 <0.001 Diterima
MI*SKD H2 0.19 <0.002 Diterima
Tabel 6 menunjukkan pengaruh parsial secara langsung masing-masing variabel
eksogen, yaitu sistem keuangan desa, dan moralitas individu sebagai pemoderasi. Path
coefficients menunjukkan arah hipotesis, yaitu positif. Signifikansi < 0,05 berarti bahwa
variabel eksogen berpengaruh terhadap variabel endogen. Berdasarkan table 4.5, maka dapat
diambil kesimpulan, sistem keuangan desa memiliki path coefficients sebesar 0,573 dan p-value
sebesar <0,001 yang berarti lebih kecil dari 0,05, maka 𝐻0 ditolak dan 𝐻𝑎 diterima. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa variabel sistem keuangan desa berpengaruh positif terhadap
pencegahan fraud dan moralitas individu sebagai variabel moderasi memiliki path coefficients
sebesar 0,191 dan p-value 0,024 yang berarti lebih besar dari 0,05, maka H0 diterima dan HA
ditolak. Artinya, moralitas individu mampu memoderasi sistem keuangan desa terhadap fraud.
Tabel 7 Uji Kecocokan Model Indikator Target Tingkat
Kecocokan
Hasil Estimasi Tingkat Kecocokan
APC > 0,05 p-value ≤ 0,05
APC = 0,369 P-value = 0,001
Good Fit
ARS > 0,05 0,414 Good Fit
AARS > 0,05 0,402 Good Fit
AVIF Rule of thumb idealnya sebesar ≤ 3,3, namun nilai ≤ 5 masih dapat diterima.
1,170 Good Fit
AFVIF Rule of thumb idealnya
sebesar ≤ 3,3, namun nilai ≤ 5 masih dapat diterima.
1,408 Good Fit
Gof ≥ 0,36 (besar), ≥ 0,25 (menengah) dan ≥ 0,10 (kecil)
0,558 Besar
SPR SPR idealnya yaitu sama dengan 1, namun
nilai ≥ 0,7 masi dapat diterima
1,000 Good Fit
RSCR RSCR idealnya yaitu sama dengan 1, namun nilai ≥ 0,7 masi dapat diterima
1,000 Good Fit
SSR Rule of thumb untuk SSR yaitu
1,000 Good Fit
NLBCDR harus ≥ 0,7
Rule of thumb untuk NLBCDR yaitu harus ≥ 0,7
1,000 Good Fit
Gof (Goodness of Fit) menghasilkan nilai 0,558 berarti termasuk dalam kategori yang
besar. SPR (Sympson’s Paradox), RSCR (R-Squared Contribution Ratio), dan SSR Statistic
(Suppressions Ratio) menghasilkan nilai yang sama yaitu 1,000. Hal ini berarti tidak ada
masalah kausalitas dalam model. Selanjutnya NLBCDR (Nonlinear Bivariate Causality
Direction Ratio) mempunyai nilai 1,000 yaitu mempunyai nilai ≥ 0,7 yang berarti cukup baik.
Pengaruh Sistem Keuangan Desa Terhadap Pencegahan Fraud
Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa sistem keuangan desa berpengaruh
signifikan terhadap pencegahan fraud. Hal ini berarti dengan adanya sistem yang teintegrasi dan
terkomputerisasi dapat memudahkan dalam hal pengoperasian dan penggunaan aplikasi
Siskeudes, maka akan menghasilkan pelaporan yang akuntabel dalam pengelolaan dana desa
sehingga dapat mencegah terjadinya kecurangan.
Siskeudes dirancang dengan mempertimbangkan pengendalian internal. Hasil
penelitian relevan dengan agency theory di mana diperlukannya sistem pengendalian internal
dalam mengawasi perilaku agen (aparatur desa), jika berdasarkan teori fraud diamond
kesempatan merupakan kelemahan pada sistem yang difungsikan untuk melakukan fraud saat
menghasilkan laporan keuangan. Efisiennya pengendalian internal dapat menghasilkan laporan
keuangan yang akuntabel, taat akan aturan, dan efisiensi operasional efisien (Kummer et al.,
2015). Pengendalian yang memiliki kualitas yang baik yaitu bisa meminimalisir sikap dan
mementingkan kepentingan pribadi yang para aparat desa ingin lakukan (Wijayanti & Hanafi,
2018).
Hasil penelitian ini didukung oleh Laksmi & Sujana (2019), dan Atmadja & Saputra
(2017), yang menyatakan sistem pengendalian internal berpengaruh signifikan terhadap
pencegahan fraud. Artinya, fraud dapat dicegah apabila setiap organisasi dapat menerapkan
sistem pengendalian internal yang efektif, karena melalui sistem pengendalian internal tersebut
maka suatu instansi bisa mempertanggungjawabkan segala kegiatan dan aktivitas yang menjadi
kewenangannya yang dimulai dari perencanaan sampai dengan pengawasan keuangan menurut
prosedur serta aturan yang ada. Penelitian ini juga didukung oleh (Le, N. T., Vu, L. T., &
Nguyen, 2020; Rahim et al., 2017; Baldock, 2016; dan Fahrurrozi, 2019).
Pengaruh Moralitas Individu Sebagai Pemoderasi
Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa moralitas individu mampu memoderasi
sistem keuangan desa terhadap pencegahan fraud. Hal ini berarti semakin baik moralitas
seseorang maka semakin baik pula sistem keuangan desa tersebut. Sistem keuangan desa
dijalankan oleh manusia yang mana ketika seseorang memiliki moralitas yang baik maka ia
memiliki rasa tanggungjawab dan menaati aturan yang berlaku ditempat ia bekerja. Hal ini
berarti jika seseorang memiliki moralitas yang baik maka ia dapat menjalankan sistem keuangan
desa tersebut dengan baik dan benar sehingga hal ini dapat mencegah terjadinya fraud
pengelolaan dana desa.
Hasil penelitian relevan dengan agency theory, moralitas termasuk dalam asumsi self
interest (mementingkan diri sendiri). Namun asumsi tersebut dapat dicegah dengan peningkatan
moral. Kemungkinan untuk melakukan fraud kecil jika tingginya moralitas yang dimiliki
individu, karena bukan hanya mementingkan kepentingan pribadinya melainkan lebih
mementingkan kepentingan umum. Semakin individu memiliki level moral yang tinggi semakin
invidu tersebut berusaha menghindari tindakan fraud. Penelitian ini juga didukung oleh
(Puspasari & Suwardi, 2016; Laksmi & Sujana (2019); dan Islamiyah & Sari, 2020)
5) Kesimpulan, Keterbatasan, dan Saran
Hasil dari penelitian ini dapat disumpulkan bahwa, sistem keuangan desa secara
langsung berpengaruh positif terhadap pencegahan fraud. Hal ini berarti dengan adanya sistem
yang teintegrasi dan terkomperisasi dapat memudahkan dalam hal pengoperasian dan
penggunaan aplikasi Siskeudes, maka akan menghasilkan pelaporan yang akuntabel dalam
pengelolaan dana desa sehingga dapat mencegah terjadinya fraud. Moralitas Individu mampu
memoderasi pengaruh sistem keuangan desa terhadap pencegahan fraud. Hal ini berarti semakin
tinggi moralitas seseorang maka semakin baik dalam menjalankan sistem keuangan desa dan
pada akhirnya hal ini dapat mencegah terjadinya fraud.
Terdapat beberapa keterbatasan pada penelitian ini yaitu total responden hanya 100
orang, tentunya masih kurang untuk menunjukkan kondisi sebenarnya. Penelitian ini hanya
meninjau dari sistem keuangan desa, dan moralitas individu sedangkan terdapat beberapa
variabel lain yang dapat dipakai guna mengkaji apa saja faktor yang dapat mempengaruhi
pencegahan fraud. Selanjutnya keterbatasan Instrumen dalam pengumpulan data dalam
penelitian ini hanya berupa kuesioner yaitu dengan kuesioner online. Metode ini dilakukan
dikarenakan dunia sedang melakukan social distancing, dimana adanya pembatasan kontak
sosial dan mobilitas masyarakat, akibat pandemi COVID-19. Kesimpulan yang didapat hanya
berdasarkan data yang dikumpulkan melalui kuesioner sehingga dapat menimbulkan masalah
apabila jawaban responden berada dengan keadaan yang sesungguhnya, apalagi bila kuesioner
tidak diisi oleh responden yang dibutuhkan. Keadaan seperti ini diluar batas kemampuan
peneliti yang tidak dapat dikendalikan. Pengisian kuesioner menggunakan google form juga
menjadi keterbatasan dalam penelitian ini karena menyebabkan beberapa responden sukar
dalam mengisinya sehingga membutuhkan pemandu dan juga hal tersebut menyebabkan tidak
kembalinya kuesioner kepada peneliti.
Saran untuk penelitian selanjutnya, peneliti menyarankan untuk menambahkan
beberapa variabel lain sehingga tidak hanya terdiri dari dua variabel independen saja yang mana
pada penelitian ini, variabel yang mempengaruhi pencegahan fraud hanya ditinjau dari variabel
sistem keuangan desa dan moralitas individu. Peneliti juga menyarankan untuk menambahkan
instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data, seperti observasi dan wawancara.
DAFTAR PUSTAKA
Adams, G. W., Campbell, D. R., Campbell, M., & Rose, M. P. (2006). Fraud prevention. The
CPA Journal, 76(1), 56.
Aidafitri, F., Kuala, U. S., Arta, N., & Kuala, U. S. (2014). Fraud in goverment Agencies and
goverment official’ Behavior: Evidence From the fress. 2005.
Alou, S. D., Ilat, V., & Gamaliel, H. (2017). Pengaruh Kesesuaian Kompensasi, Moralitas
Manajemen, Dan Keefektifan Pengendalian Internal Terhadap Kecenderungan
Kecurangan Akuntansi Pada Perusahaan Konstruksi Di Manado. Going Concern : Jurnal
Riset Akuntansi, 12(01), 139–148. https://doi.org/10.32400/gc.12.01.17146.2017
Antaranews.com. (2019). ICW: kasus korupsi Dana Desa terbanyak sepanjang 2018.
https://www.antaranews.com/berita/796085/icw-kasus-korupsi-dana-desa-terbanyak-
sepanjang-2018
Arfiansyah, M. A. (2020). Pengaruh Sistem Keuangan Desa dan Sistem Pengendalian Intern
Pemerintah Terha- dap Akuntabilitas Pengelolaan Dana Desa. Journal of Islamic Finance
and Accounting, 3(1), 67–82.
http://ejournal.iainsurakarta.ac.id/index.php/jifa/article/view/2369
Atmadja, A. T., & Saputra, K. A. K. (2017). Pencegahan Fraud Dalam Pengelolaan Dana Desa.
Jurnal Ilmiah Akuntansi Dan Bisnis, 12(1), 7–16.
Azmi, F., & Harry, S. (2017). Kajian Kualitas Sistem Informasi Akuntansi pada Perguruan
Tinggi Muhammadiyah di Indonesia. Prosiding Simposium Nasional Akuntansi XX
Jember.
Baldock, G. (2016). The perception of corruption across Europe, Middle East and Africa.
Journal of Financial Crime, 23(1), 119–131. https://doi.org/10.1108/JFC-02-2015-0004
Belgasem-Hussain, A. A., & Hussaien, Y. I. (2020). Earnings management as an ethical issue
in view of Kohlberg’s theory of moral reasoning. In Journal of Financial Crime. Emerald
Group Publishing Ltd. https://doi.org/10.1108/JFC-11-2019-0138
Bishop, T. J. (2004). and Detecting Fraud : What Works and What Doesn’ t. Journal of
Investment Compliance, 5(2), 120–127.
Chin, W. W. (2002). Partial Least Squares For Researchers : An overview and presentation of
recent advances using the PLS approach.
Clinard, M. B., & Cressey, D. R. (1954). Other People’s Money: A Study in the Social
Psychology of Embezzlement. American Sociological Review. 19(3), 362.
https://doi.org/10.2307/2087778
Dewi, P. F. K., Yuniarta, G. A., & Wahyuni, M. A. (2017). Pengaruh moralitas, integritas,
komitmen organisasi, dan pengendalian internal kas terhadap pencegahan kecurangan
(fraud) dalam pelaksanaan program subsidi beras bagi masyarakat berpendapatan rendah
(studi pada desa di kabupaten buleleng). Jurnal Ilmiah Mahasiswa Akuntansi, 8(2).
Eisenhardt, K. M. (1989). Agency Theory: An Assessment and Review. Academy of
Management Review. https://doi.org/10.5465/amr.1989.4279003.
Fahrurrozi, H. (2019). Pengaruh Penggunaan Simda Terhadap Kualitas Laporan Keuangan Dan
Dampaknya Terhadap Pencegahan Fraud Pengelolaan Barang Milik Daerah. Akurasi :
Jurnal Studi Akuntansi Dan Keuangan, 2(2), 124–138.
https://doi.org/10.29303/akurasi.v2i2.20
Fernandhytia, F., & Muslichah, M. (2020). The Effect of Internal Control, Individual Morality
and Ethical Value on Accounting Fraud Tendency. Media Ekonomi Dan Manajemen,
35(1), 112. https://doi.org/10.24856/mem.v35i1.1343
Fisher, C., & Lovell, A. (2009). Business ethics and values: Individual, corporate and
international perspectives. Pearson education.
Geisser, S. (2012). The predictive sample reuse method with applications the predictive sample
reuse method with applications. Journal of the American Statistical Association, 37–41.
https://doi.org/10.1080/01621459.1975.10479865
Ghazali, M. Z., Rahim, M. S., Ali, A., & Abidin, S. (2014). A Preliminary Study on Fraud
Prevention and Detection at the State and Local Government Entities in Malaysia.
Procedia - Social and Behavioral Sciences, 164(August), 437–444.
https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2014.11.100
Ghozali, I., & Latan, H. (2014). PARTIAL LEAST SQUARES konsep, metode dan Aplikasi
menggunakan program WarpPLS 4.0. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Gupta, P. K., & Gupta, S. (2015). Corporate frauds in India - Perceptions and emerging issues.
Journal of Financial Crime, 22(1), 79–103. https://doi.org/10.1108/JFC-07-2013-0045
Hayes, R. L. (1994). The Legacy of Lawrence Kohlberg: Implications for Counseling and
Human Development. Journal of Counseling & Development, 72(3), 261–267.
https://doi.org/10.1002/j.1556-6676.1994.tb00932.x
Huang, S. Y., Lin, C. C., Chiu, A. A., & Yen, D. C. (2017). Fraud detection using fraud triangle
risk factors. Information Systems Frontiers, 19(6), 1343–1356.
https://doi.org/10.1007/s10796-016-9647-9
ICAEW. (2007). “Reporting with integrity: an initiative from the institute of chartered
accountants in England and Wales”, Information for Better Markets, available at: Intern
Pemerintah Terhadap Akuntabilitas Pengelolaan Dana Desa. JIFA (Journal of Islamic
Finance and Accounting), 3(1).
Islamiyah, F., & Sari, A. R. (2020). DANA DESA DI KECAMATAN WAJAK ( Studi Empiris
Pada Desa Sukoanyar , Desa Wajak , Desa Sukolilo , Desa Blayu dan Desa Patokpicis ).
8(1), 1–13.
Jensen, M. C., & Meckling, W. H. (1976). Theory of the Firm: Managerial. Journal of Financial
Economics.
Kompas.com. (2021). ICW: Perangkat Desa Dominasi Terdakwa Kasus Korupsi, Dana Desa
Perlu Diawasi Ketat. https://nasional.kompas.com/read/2021/03/22/18093371/icw-
perangkat-desa-dominasi-terdakwa-kasus-korupsi-dana-desa-perlu-diawasi?page=all
KPMG. (2011). KPMG Analysis If Global Patterns of Fraud: Who Is the Typical Fraudsters?,
KPMG Malaysia, Malaysia.
KPMG. (2013). ‘KPMG Malaysia fraud, bribery and corruption survey 2013’. Kualitas Laporan
Keuangan Desa. Jurnal Ilmiah Akuntansi Dan Bisnis, 13(2), 113–122.
Kummer, T. F., Singh, K., & Best, P. (2015). The effectiveness of fraud detection instruments
in not-for-profit organizations. Managerial Auditing Journal. 30(4–5), 435–455.
https://doi.org/10.1108/MAJ-08-2014-1083
Kurniawan Saputra, K. A., Subroto, B., Rahman, A. F., & Saraswati, E. (2020). Issues of
morality and whistleblowing in short prevention accounting. International Journal of
Innovation, Creativity and Change, 12(3), 77–88.
Kustiawan, M. (2016). Pengaruh Pengendalian Intern Dan Tindak Lanjut Temuan Audit
Terhadap Kualitas Laporan Keuangan. Jurnal Akuntansi, XX(03), 345–362.
Laufer, D. (2011). Small Business Entrepreneurs: A Focus on Fraud Risk and Prevention.
American Journal of Economics and Business Administration, 3(2), 401–404.
https://doi.org/10.3844/ajebasp.2011.401.404
Le, N. T., Vu, L. T., & Nguyen, T. V. (2020). The use of internal control systems and codes of
conduct as anti-corruption practices: evidence from Vietnamese firms. Baltic Journal of
Management.
Manurung, D. T., & Hadian, N. (2013). Detection Fraud of Financial Statement with Fraud
Triangle. Proceedings of 23rd International Business Research Conference, 978–1.
Naibaho, Y. P. (2019). Pengaruh Sistem Pengendalian Internal Pemerintah Dan Komitmen
Organisasi Terhadap Pencegahan Fraud (Studi Kasus Pada Pemerintah Kota Medan).
Nawawi, A. and A. S. A. P. S. (2017). Internal Control and Employees’ Occupational Fraud on
Expenditure Claims. Journal of Financial Crime.
Omar, N., & Bakar, K. M. A. (2012). Fraud Prevention Mechanisms of Malaysian Government-
linked Companies: An assessment of existence and effectiveness. Journal of Modern
Accounting and Auditing, 8(1), 15–31.
Perri, F. S., & Brody, R. G. (2012). The optics of fraud: Affiliations that enhance offender
credibility. Journal of Financial Crime, 19(3), 305–320.
https://doi.org/10.1108/13590791211243147
Peterson, K. O. (2016). Fraud Detection, Conservatism and Political Economy of Whistle
Blowing. Academic Journal of Interdisciplinary Studies, 5, 17–24.
https://doi.org/10.5901/ajis.2016.v5n3p17
Priantara. (2013). Fraud Auditing & Investigation. Mitra Wacana Media:Jakarta.
Puspasari, N., & Suwardi, E. (2016). the Effect of Individual Morality and Internal Control on
the Propensity To Commit Fraud: Evidence From Local Governments. Journal of
Indonesian Economy and Business, 31(1), 208. https://doi.org/10.22146/jieb.15291
Rahim, S. A. A., Nawawi, A., & Salin, A. S. A. P. (2017). Internal control weaknesses in a
cooperative body: Malaysian experience. International Journal of Management Practice,
10(2), 131–151. https://doi.org/10.1504/IJMP.2017.083082
Rahimah, L. N., Murni, Y., & Lysandra, S. (2018). Pengaruh Penyajian Laporan Keuangan
Desa, Lingkungan Pengendalian Dan Moralitas Individu Terhadap Pencegahan Fraud
Yang Terjadi Dalam Pengelolaan Alokasi Dana Desa (Studi Kasus di Desa Sukamantri,
Desa Sukamanah, Desa Sukaresmi dan Desa Gunungjaya, Kecama. Jurnal Ilmiah Ilmu
Ekonomi, 6(12), 139–154.
Rahman, R. A., & Anwar, I. S. K. (2014). Effectiveness of Fraud Prevention and Detection
Techniques in Malaysian Islamic Banks. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 145,
97–102. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2014.06.015
Rahmawati, E., Sarwani, S., Rasidah, R., & Yuliastina, M. (2020). Determinan Fraud
Prevention Pada Pemerintahan Desa Di Kabupaten Banjar. Jurnal Akuntansi, 10(2), 129–
152. https://doi.org/10.33369/j.akuntansi.10.2.129-152
Repousis, S., Lois, P., & Veli, V. (2019). An investigation of the fraud risk and fraud scheme
methods in Greek commercial banks. Journal of Money Laundering Control, 22(1), 53–
61. https://doi.org/10.1108/JMLC-11-2017-0065
Rest, J. R., Narvaez, D., Thoma, S. J., & Bebeau, M. J. (2000). A Neo-Kohlbergian approach
to morality research. Journal of Moral Education, 29(4).
https://doi.org/10.1080/713679390
Rezaee, Z. (2005). Causes, consequences, and deterence of financial statement fraud. Critical
Perspectives on Accounting, 16(3), 277–298. https://doi.org/10.1016/S1045-
2354(03)00072-8
Rifai, M. H., & Mardijuwono, A. W. (2020). Relationship between auditor integrity and
organizational commitment to fraud prevention. Asian Journal of Accounting Research,
5(2), 315–325. https://doi.org/10.1108/ajar-02-2020-0011
Romney, M. B., & Steinbart, P. J. (2018). Accounting Information Systems. Fourteenth.
Romney, M. Husen., & S. P. J. (2016). Sistem Informasi Akuntansi. Jakarta: Salemba Empat.
Santi Putri Laksmi, P., & Sujana, I. K. (2019). Pengaruh Kompetensi SDM, Moralitas dan
Sistem Pengendalian Internal Terhadap Pencegahan Fraud Dalam Pengelolaan Keuangan
Desa. E-Jurnal Akuntansi, 26, 2155. https://doi.org/10.24843/eja.2019.v26.i03.p18
Setiawan, S. (2018). the Effect of Internal Control and Individual Morality on the Tendency of
Accounting Fraud. Asia Pacific Fraud Journal, 3(1), 33.
https://doi.org/10.21532/apfj.001.18.03.01.04
Skousen, C. J., Smith, K. R., & Wright, C. J. (2009). Detecting and Predicting Financial
Statement Fraud: The Effectiveness of The Fraud Triangle and SAS No. 99 in Corporate
Governance and Firm Performance. In International Journal of Quality & Reliability
Management (Vol. 32, Issue 3).
Suh, J. B., & Shim, H. S. (2020). The effect of ethical corporate culture on anti-fraud strategies
in South Korean financial companies: Mediation of whistleblowing and a sectoral
comparison approach in depository institutions. International Journal of Law, Crime and
Justice, 60(January), 100361. https://doi.org/10.1016/j.ijlcj.2019.100361
Suharto, S. (2020). the Effect of Organizational Culture, Leadership Style, Whistleblowing
Systems, and Know Your Employee on Fraud Prevention in Sharia Banking. Asia Pacific
Fraud Journal, 5(1), 108. https://doi.org/10.21532/apfjournal.v5i1.141
Sulina, T., Wahyuni, M. A., & Kurniawan, P. S. (2017). Peranan Sistem Keuangan Desa
(Siskeudes) Terhadap Kinerja Pemerintah Desa (Studi Kasus di Desa Kaba- Kaba,
Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan). Jurnal Akuntansi, 8(2), 1–12.
Suyanto, S. (2009). Fraudulent Financial Statement: Evidence from Statement on Auditing
Standard No. 99. Gadjah Mada International Journal of Business, 11(1), 117.
https://doi.org/10.22146/gamaijb.5539
Trevino, L. . (1992). “Moral reasoning and business ethics: implications for research, education,
and management.” Journal of Business Ethics, Vol. 11 No, 445–459.
tuanakotta. (2017). Akuntasi Forensik & Audit Investigatif. Jakarta: Salemba Empat.
Tuanakotta, T. (2010). Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif. Jakarta: Lembaga Penerbit
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Udayani, A. A. K. F., & Sari, M. M. R. (2017). Pengaruh pengendalian internal dan moralitas
individu pada kecenderungan kecurangan akuntansi. E-Jurnal Akuntansi Universitas
Udayana, 18(3), 1774–1799.
Umam, K. (2010). Perilaku Organisasi. Pustaka Setia: Bandung.
Umar, I., Samsudin, R. S., & Mohamed, M. (2016). Adoption of forensic accounting in fraud
detection process by anti-corruption agency: a conceptual framework. International
Journal of Management Research & Review., 6(2), 139–148.
Wahyuni, E. S., & Nova, T. (2019). ANALISIS WHISTLEBLOWING SYSTEM DAN
KOMPETENSI APARATUR TERHADAP PENCEGAHAN FRAUD (Studi Empiris
Pada Satuan Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Bengkalis). Inovbiz: Jurnal Inovasi
Bisnis, 6(2), 189. https://doi.org/10.35314/inovbiz.v6i2.867
Wardhani, R. (2016). Faktor-faktor Penyebab dan Konsekuensi dari Kecurangan Pelaporan
Keuangan (Fraud): Suatu Tinjauan Teoritis.
Weber, J., & McGivern, E. (2010). A new methodological approach for studying moral
reasoning among managers in business settings. Journal of Business Ethics, 92(1), 149–
166. https://doi.org/10.1007/s10551-009-0146-5
Welton, R. E., & Lagrone, R. M. (1994). Promoting the moral development of accounting
graduate students: An instructional design and assessment. Accounting Education, 3(1),
35–50. https://doi.org/10.1080/09639289400000004
Widiyarta, K., Herawati, N. T., & Atmadja, A. T. (2017). Pengaruh Kompetensi Aparatur,
Budaya Organisasi, Whistleblowing Dan Sistem Pengendalian Internal Terhadap
Pencegahan Fraud Dalam Pengelolaan Dana Desa (Studi Empiris Pada Pemerintah Desa
Di Kabupaten Buleleng). E-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha, 8(2), 1–12.
Wijayanti, P., & Hanafi, R. (2018). Pencegahan Fraud Pada pemerintahan desa. Jurnal
Akuntansi Multiparadigma, 9(2), 331–345.
Wilopo. (2006). Analisis Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Kecenderungan
Kecurangan Akuntansi: Studi Pada Perusahaan Publik Dan Badan Usaha Milik Negara Di
Indonesia. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, 2(031), 12–13.
Wolfe, D. T., & Hermanson, D. R. (2004). The FWolfe, D. T. and Hermanson, D. R. (2004)
‘The Fraud Diamond : Considering the Four Elements of Fraud: Certified Public
Accountant’, The CPA Journal, 74(12), pp. 38–42. doi: DOI:raud Diamond : Considering
the Four ElemWolfe, D. T. and Hermanson, D. R. The CPA Journal, 74(12), 38–42.
Yamin, R., & Sutaryo. (2015). Faktor Penentu Jumlah Temuan Kelemahan Sistem
Pengendalian Intern pada Pemerintah Daerah di Indonesia. Simposium Nasional Akuntansi
XVIII Medan, 1–24.
Appendiks
https://docs.google.com/forms/d/e/1FAIpQLSeN6nIP3VHXw7TPjSwymgrXRJG
7lupoTBzbyAA_Q-ooGybn5g/viewform?usp=pp_url