Upload
nguyenthuy
View
296
Download
35
Embed Size (px)
Citation preview
PERBANDINGAN ANTARA MgSO4 DAN NIFEDIPIN
SEBAGAI TOKOLITIK PADA PRETERM LABOR
dr. Tjokorda Gde Agung Suwardewa, SpOG (K)
BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FK UNUD/RSUP SANGLAH DENPASAR
2014
BAB I
PENDAHULUAN
World Health Organization memperkirakan bahwa 12,9 juta persalinan
atau 9,6% dari seluruh persalinan di dunia pada tahun 2005 merupakan persalinan
preterm. Di Amerika Serikat pada tahun 2007 jumlah persalinan preterm
meningkat 20% sejak tahun 1990 dan 36% sejak tahun 1980an. Kejadian yang
sama juga terjadi di negara-negara berkembang.1
Persalinan preterm bertanggung jawab terhadap 75 hingga 90 persen
morbiditas dan mortalitas perinatal yang berkaitan dengan kelainan kongenital,
gangguan neurodeveleopmental, sepsis, perdarahan intraventrikular, respiratory
distress sindrome, displasia bronkopulmonal, necrotizing enterocolitis dan
retionopathy of prematurity.2-4
Persalinan preterm didefinisikan sebagai persalinan
yang terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu. Walaupun alasan terjadinya
keadaan ini belum diketahui secara pasti, hal ini berkaitan dengan faktor
demografi seperti peningkatan usia maternal saat hamil dan peningkatan
prevalensi diabetes mellitus.5
Usaha pencegahan dan penatalaksanaan persalinan preterm dilakukan
untuk meningkatkan kemungkinan hidup bayi baru lahir dengan meminimalkan
komplikasi yang mungkin terjadi.5Penatalaksanaan yang dilakukan meliputi
istirahat, hidrasi, intervensi farmakologis, dan kombinasi ketiganya.2 Karena
kontraksi uterus merupakan gejala dan tanda utama persalinan preterm, maka
inhibisi kontraksi uterus dengan tokolitik dilakukan untuk memperpanjang
kehamilan dan menunda persalinan. Agen tokolitik diberikan untuk menghentikan
kontraksi uterus selama masa akut dan untukrumatan.1,2,4,5
Kemampuan obat tokolitik dalam mensupresi kontraksi uterus pertama
kali diketahui pada tahun 1959, ketika Hall et al mengobservasi kemampuan
tokolitik magnesium sulfat (MgSO4). Selain MgSO4, terdapat golongan obat
tokolitik lain, yaitu betamimetics, oxytocin receptor antagonists, dan nonsteroidal
anti-inflammatory drugs (NSAID).3 Hingga saat ini belum diketahui dengan pasti
obat manakah yang menjadi obat tokolitik lini pertama, walaupun magnesium
sulfat dan nifedipin masih menjadi obat yang paling banyak digunakan di
Amerika Serikat saat ini.1,3,6-8
Oleh karena itu, sari pustaka ini disusun untuk
mengetahui lebih lanjut mengenai penggunaan magnesium sulfat dan nifedipin
dalam hal keunggulan dan risiko fetomaternal yang mungkin timbul.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Persalinan Preterm
2.1.1 Etiopatogenesis dan faktor risiko
Persalinan preterm dapat terjadi sebagai hasil akhir dari jalur umum
beragam proses patofisiologi. Penyebabnya meliputi infeksi ascending, hipoksi-
iskemik unit uteroplasental, stress kronis, dan kelainan perkembangan uterus
maupun fetus.5
Faktor risiko terjadinya persalinan preterm adalah riwayat masalah
obstetrik pada persalinan preterm sebelumnya atau keguguran, status sosial
ekonomi yang rendah dan pendidikan rendah, ibu tunggal, gaya hidup tidak sehat
seperti merokok dan malnutrisi, kehamilan ganda (10% dari seluruh persalinan
preterm), dan usia ibu kurang dari 18 tahun atau lebih dari 35 tahun. Ibu yang
underweight atau obesitas dengan indeks masa tubuh lebih dari 35 juga memiliki
risiko persalinan preterm.5
Gambar 2.1 Etiopatogenesis Persalinan Preterm5
2.1.2 Pencegahan
Tujuan utama pencegahan primer adalah untuk menurunkan prevalensi
keseluruhan persalinan preterm dengan meningkatkan kesehatan umum maternal
dan menghindari faktor risiko selama kehamilan. Cara pencegahan primer dapat
dilakukan dengan melakukan pengukuran pH vagina. pH vagina dapat dijadikan
penanda bagi bakterial vaginosis, yang meningkatkan risiko persalinan pterem.
Apabila pH meningkat dapat diberikan antibiotik untuk mengatasi infeksi ini.5
Pengukuran panjang serviks dengan ultrasonogravi transvaginal juga dapat
dilakukan sebagai cara pencegahan primer. Pengukuran ini dapat menilai risiko
kelahiran preterm menurut analisis 14 trial yang melibatkan 2258 wanita hamil.
Nilai batas ditetapkan ≤ 25 sebelum usia gestasi 24 minggu dan penilaian ini
memiliki nilai prediksi negatif yang tinggi, di mana wanita hamil yang tidak
mengalami pemendekan serviks tidak memerlukan terapi pencegahan persalinan
preterm.5
Pemberian suplementasi progesterone juga dapat dilakukan sebagai cara
pencegahan primer. Kemungkinan terjadinya persalinan preterm dapat diturunkan
hingga lebih dari 30% baik pada wanita denga riwayat persalinan preterm maupun
pada wanita yang telah mengalami pemendekan serviks. Progesteron juga dapat
digunakan sebagai pencegahan sekunder setelah pemberian tokolitik, meskipun
hal ini tidak bermanfaat dilakukan pada kehamilan kembar. Bukti yang ada
mendukung rekomendasi pemberian progesterone pada wanita dengan riwayat
atau peningkatan risiko insufisiensi servikal hingga akhir masa gestasi.5
2.1.3 Diagnosis
Mengidentifikasi wanita dengan risiko persalinan preterm yang benar-
benar akan mengalami persalinan preterm sangat sulit pada 30% kasus, hal ini
tidak terjadi dan kurang dari 10% wanita benar-benar melahirkan preterm dalam 7
hari setelah diagnosis.7
Tujuan diagnosis adalah untuk mendeteksi kondisi yang menjadi
predisposisi persalinan preterm dan untuk memberikan penilaian objektif apakah
presalinan preterm telah mulai terjadi (karakteristik kontraksi, efek kontraksi pada
serviks, ketuban pecah dini). Selain itu, kondisi janin juga harus dinilai, sehingga
dapat ditentukan apakah perlu melahirkan janin atau tidak.5
Tabel 2.1 Penilaian diagnostik wanita hamil dengan persalinan preterm5
2.1.4 Penatalaksanaan dengan tokolitik
Pemberian terapi tokolitik dapat dipertimbangkan pada wanita dengan
tanda-tanda persalinan preterm dengan usia gestasi antara 24 hingga 34 minggu,
bila tidak ada kontraindikasi penggunaan dan bila penundaan persalinan dapat
meningkatkan kondisi neonatus. Manfaat paling besar diperoleh pada kehamilan
dengan masa gestasi kurang dari 28 minggu, di mana sangat diperlukan waktu
untuk pemberian kortikosteroid dan untuk merujuk pasien ke pusat pelayanan
yang memiliki fasilitas neonatal intensive care unit (NICU).7,9
Pemberian tokolitik dikontraindikasikan pada keadaan dimana
memperpanjang masa kehamilan dapat membahayakan ibu atau janin.
Kontraindikasi dan indikasi pemberian tokolitik dapat dilihat pada Tabel 2.2.5,7
Indikasi Kontra Indikasi
Usia gestasi 24+0 minggu
hingga maksimal 34+0 minggu
Kontraksi prematur spontan
Kontraksi yang nyeri dan dapat
dipalpasi, yang berlangsung
lebih dari 30 detik setiap
kontraksi, dan terjadi lebih dari
3 kali dalam 10 menit
Panjang serviks fungsional
(pengukuran transvaginal) <
25mm dan atau adanya dilatasi
servikal
Chorioamnionitis/ sepsis
Perdarahan antepartum yang
signifikan, seperti abruption
plasenta / perdarahan aktif dari
vagina
Dilatasi servikal tahap lanjut
Cardiotocography (CTG)
abnormal, janin non viable
Insufisiensi plasenta
Pre-eclampsia/ eclampsia
Malformasi kongenital /
kromoson yang letal
Alergi maternal terhadap obat
tokolitik
Usia gestasi <24 minggu atau
> 33+6 minggu
Tabel 2.2 Indikasi dan Kontra Indikasi pemberian Tokolitik5,7
Pada beberapa keadaan, terdapat kontraindikasi relatif terhadap
penggunaan tokolitik, namun tokolitik masih dapat diberikan sesuai dengan
pertimbangan keuntungan dan risiko. Keadaan-keadaan tersebut meliputi:7
Ketuban pecah dinitanpa infeksi intrauterine
Perdarahan antepartum ringan akibat plasenta previa
Pertumbuhan janin terhambat
Kehamilan ganda
Keadaan klinis kemungkinan adanya edema pulmonal
Gangguan hati atau ginjal
Terapi dengan tokolitik harus diberikan dalam waktu sependek yang dapat
dilakukan dan dihentikan dengan tepat pada saat kontraksi menghilang. Tidak ada
indikasi pemberian tokolitik secara rutin selama lebih dari 48 jam. Pemberian
tokolitik lebih dari 48 jam dan setelah hilangnya kontraksi hanya dapat dilakukan
pada kasus khusus, yaitu plasenta previa hemoragik, prolaps amniotic sac. Hingga
saat ini tidak ada satu pun obat tokolitik yang ditetapkan sebagai obat pilihan
utama.5
Tabel 2.3 Obat Tokolitik dalam Praktek Klinis5
2.2 Magnesium Sulfat
Penggunaan magnesium sebagai tokolitik pertama kali dilaporkan oleh
Rusu et al pada tahun 1966.Pada tahun 1977, randomized controlled trial pertama
dilakukan oleh Steer dan Petrie untuk mengevaluasi kemampuan tokolitik
magnesium sulfat. Penelitian ini menunjukkan bahwa 77% wanita dengan
persalinan preterm yang mendapat magnesium sulfat tidak mengalami kontraksi
selama 24 jam, dibandingkan dengan 45% pada kelompok dengan plasebo.10
Di Amerika Serikat, Magnesium telah digunakan sejak 1971 untuk
mengatasi persalinan preterm. Magnesium menghambat kontraksi miometrium
sama efektifnya dengan beta agonis, namun dengan efek samping yang lebih
rendah. Beberapa publikasi menyatakan tidak setuju dengan penggunaan
magnesium sebagai tokolitik, berdasarkan efikasi dan kemungkinan efek samping
yang meliputi kematian janin.8,11-14
Walaupun demikian, sebuah metaanalisis
menyimpulkan bahwa satu-satunya data randomized controlled trial yang ada
tidak cukup untuk mengkonfirmasi hal ini. Sebuah penelitian yang lebih baru
menyatakan bahwa magnesium memiliki 82% persentase keberhasilan dalam
menunda persalinan selama 48 jam, lebih baik dibandingkan obat tokolitik lain
yang ada, namun efektivitasnya berkurang pada hari ke 7.8
2.2.1 Farmakologi
Magnesium adalah suatu kation terbanyak ke-4 didalam tubuh manusia
setelah sodium, potassium, dan kalsium. Magnesium intrasel banyak ditemukan di
tulang (53%), dan miosit (27%) dan terdapat didalam nukleus, mikrosom dan
mitokondria. Hanya sekitar 1% magnesium ditemukan di ekstrasel tubuh. Kadar
normal magnesium serum 0,75-0,95 mmol/L (1,8-2,3 mg/dl). Kadar serum
magnesium menurun ketika hamil dikarenakan oleh proses hemodilusi.28
Magnesium berfungsi sebagai kofaktor berbagai reaksi termasuk metabolisme
energi dan sintesa asam nukleat kontrol tonus vasomotor, ekstabilitas jantung dan
pelepasan neurotransmitter. Magnesium sulfat diketahui berfungsi untuk
mengurangi kontraksi miometrium yang spontan maupun rangsangan. Magnesium
juga dipercaya untuk mempengaruhi kontraktilitas melalui kompetisi dengan
kalsium didalam reticulum endoplasma, mengurangi aviabilitas kalsium didalam
iteraksi aktin-miosin dan repolarisasi miometrium. Magnesium diperkirakan
bereaksi melalui mekanisme intrasel dan ekstrasel sehingga aktivitas kalsium
berkurang dengan adanya blokade channel-dependent influx ekstrasel kalsium dan
juga blokade pelepasan kalsium intrasel.29
Magnesium sulfat digunakan secara intravena dan umumnya diberikan
dengan bolus awal 4 – 6 gram selama 30 menit, diikuti dengan infuse rumatan 1-4
gr/ jam. Kadar terapeutik serum ditetapkan berdasarkan dosis inhibisi miometrium
in vitro yaitu 5 -8 mg/dL. Infus ini dilanjutkan selama 12 – 24 jam hingga
kontraksi uterus berhenti.10
Refleks tendon dalam harus dimonitor secara ketat karena hilangnya
refleks ini menandakan terjadinya impending toxicity. Toksisitas magnesium
bergantung pada dosis, dan biasanya tidak terjadi hingga konsentrasi serum
melebihi 8 mg/dL. Pemberian kalsium glukonat 1 gram IV dapat mengatasi
keadaan toksik ini.10
Magnesium diekskresikan melalui ginjal. Sekitar 75% dosis infuse
magnesium diekskresikan selama pemberian infuse dan 90% dieliminasi dalam 24
jam. Magnesium direabsorbsi pada lengkung Henle oleh mekanisme transport
selektif. Oleh karena itu wanita dengan creatinine clearance abnormal
memerlukan penyesuaian dosis.10
Kontraindikasi absolut penggunaan magnesium sulfat meliputi myasthenia
gravis atau heart block. Kontraindikasi relatif meliputi adanya gangguan ginjal
atau infark miocard yang baru. Penggunaan magnesium bersama dengan calcium
channel blocker mengakibatkan hipotensi yang berat dan blokade neuromuscular,
sehingga harus dihindari penggunaan keduanya secara bersamaan.10
2.2.2 Cara kerja
Meskipun telah diketahui selama bertahun-tahun bahwa magnesium
memiliki kemampuan depresan kontraktilitas miometrium, mekanisme kerja
secara pasti efek tokolitik ini belum diketahui. Magnesium dengan jelas menekan
kontraktilitas miometrium yang diisolasi secara in vitro dengan bergantung pada
dosis.10
Bentuk magnesium terionisasi merupakan bentuk yang berperan dalam
mekanisme supresi eksitabilitas neuronal ini.6
Magnesium mempengaruhi aktivitas uterus dengan menurunkan pelepasan
asetilkolin dari neuromuscular junction, sehingga menurunkan amplitudo
potensial motor endplate dan menurunkan sensitivitasnya. Magnesium juga
menyebabkan peningkatan cyclic adenosine monophosphate, yang mengubah
jumlah kalsium yag ditrasport keluar dari sel miometrium.10
Secara selular, magnesium sulfat bekerja dengan cara melepaskan kalsium
dari voltage dependent calcium channel di membran sel miometrium dan
reticulum endoplasma, mengurangi ketersediaan kalsium dalam interaksi aktin-
miosin, sehingga meningkatkan waktu repolarisasi antara kontraksi dan
menurunkan kekuatan kontraksi.2,5,15
Magnesium merupakan kation divalen yang
menyerupai kalsium, sehingga mampu secara sempurna menahan masuknya
kalsium ke miosit, menurunkan kalsium intrasel, dan berakibat pada relaksasi
miometrium.10
2.2.3 Efek maternal dan fetal dari magnesium sulfat sebagai tokolitik
Efek Maternal
Efek samping maternal akibat penggunaan magnesium sulfat biasanya
bergantung pada dosis. Efek samping yang sering terjadi adalah flushing,
nausea,nyeri kepala, drowsiness,diplopia, dan pandangan kabur. Monitoring rutin
refleks tendon dalam dan kadang pemeriksaan konsentrasi magnesium serum
dibutuhkan untuk menghindari toksisitas.10,11,16
Berkurangnya refleks tendon dalam terjadi bila kadar magnesium serum
melebihi 12 mg/dL (10 mEq/L). Depresi pernapasan dapat terjadi bila konsentrasi
mencapai 14 - 18 mg/dL(12 - 14 mEq/L) dan henti jantung terjadi bila kadarnya
lebih dari 18mg/dL (15 mEq/L).10
Magnesium sulfat dapat mengakibatkan abnormalitas konduksi jantung
yang ringan, termasuk perpanjangan interval PR, peningkatan waktu konduksi
sinoatrial node, dan peningkatan periode refrakter atrioventrikular node.
Peningkatan serum magnesium maternal dapat menyebabkan hipokalsemia
dengan penurunan hingga 25%. Sebagai akibat dari terganggunya homeostasis
kalsium, bila berlangsung lama, penggunaan magnesium ini berkaitan dengan
tanda radiologis osteoporosis. Sameshima et al menunjukkan bahwa terapi
tokolitik dengan magnesium merupakan salah satu faktor risiko terbentuknya batu
saluran kemih selama kehamilan.10
Magnesium sulfat juga memiliki efek hematologi, gastrointestinal, dan
neurologi. Penggunaannya dapat menghambat agregasi trombosit dan
meningkatkan waktu perdarahan akibat perannya dalam reaksi transfer adenosine
trifosfat dan sebagai antagonis kalsium. Wanita yang mendapat terapi magnesium
juga mengalami konstipasi dan Hill et al melaporkan adanya kasus ileus paralitik
yang berhubungan dengan penggunaan magnesium sebagai tokolitik.10
Efek Fetal
Efek yang tidak diinginkan pada neonatus meliputi letargi sementara dan
hipotoni. Selain itu terdapat efek samping yang masih harus diteliti lebih lanjut
namun pernah ditemukan pada bayi yang terpapar magnesium sulfat, yaitu
peningkatan kadar troponin jantung.11
Pada penelitian MagNET yang dilakukan di Chicago ditemukan bahwa
paparan magnesium sulfat berakibat pada peningkatan mortalitas bayi, dimana
12.3% paparan magnesium sulfat berhubungan dengan kematian, sedangkan
1.6% paparan terhadap saline berhubungan dengan kematian. Namun setelah
diselidiki lebih lanjut ternyata hal ini disebabkan oleh pemberian dosis tinggi
yaitu diatas 48 gram dan kadar magnesium terionisasidi umbilikus diatas >0.70
mmol/L.11
Pemberian magnesium pada ibu berakibat pada peningkatan kadar
magnesium umbilikal bayi dengan kadar 70-100% dari kadar magnesium
maternal. Pemberian >72 jam berakibat hambatan ekskresi urin janin.
Hipermagnesia ini dapat mengakibatkan depresi susunan saraf pusat neonatus,
penurunan tonus otot dan drowsiness, namun pada penelitian lain tidak didapatkan
perbedaan signifikan skor Apgar pada bayi dengan paparan magnesium sulfat
maupun yang tidak terpapar.11
Walaupun demikian, sebuah hubungan antara paparan magnesium sulfat
antenatal dan penurunan risiko cerebral palsy pertama kali diungkapkan melalui
studi kasus kontrol pada bayi dengan berat lahir rendah. Penurunan risiko cerebral
palsy dan kecacatan sedang-berat dapat berkurang hingga 30 dan 40-45% tanpa
adanya peningkatan risiko kematian bayi.17
2.3 Nifedipin
Penggunaan nifedipin sebagai tokolitik dimulai pada tahun 1980,
berdasarkan laporan Ulmsten dan kawan-kawan mengenai pengalamannya
menghentikan kontraksi preterm pada 10 pasien. Sejak saat itu nifedipin
digunakan sebagai tokolitik lini ke dua setelah magnesium sulfat di Amerika
Utara dan betamimetik di Eropa. Penggunaan nifedipin ini dilaporkan memiliki
efek samping maternal yang lebih dapat ditoleransi dan efek samping janin yang
lebih sedikit.11
Calcium channel blocker (CCB) mulai dikenal sebagai tokolitik pada
tahun 1980an. Penelitian pada tahun 2000 oleh Papatsonis et al menemukan
bahwa penggunaan nifedipin berhubungan dengan penurunan masuk ke NICU,
respiratory distress syndrome, dan neonatal jaundice.13
Antagonis kalsium lebih direkomendasikan menurut guideline Royal
College karena efektivitas dan tolerabilitasnya. Meta-analisis Cochrane terhadap
12 randomized controlled trial(RCT) menyatakan bahwa nifedipin merupakan
kalsium antagonis yang paling banyak digunakan dan lebih baik dibanding
betamimetik. Penggunaan nifedipin menurunkan frekwensi perdarahan
intraventrikular neonatus, respiratory distress syndrome, dan necrotizing
enterocolitis. Efek sampingnya meliputi flushing, nausea, nyeri kepala, palpitasi,
dan refleks takikardi didapatkan lebih ringan dibanding betamimetik.5
2.3.1 Farmakologi
Pada otot jantung, skeletal dan otot polos, kontraksi dipicu oleh
peningkatan kalsium intrasel. Kadar intrasel tergantung pada jumlah masuknya
melalui saluran kalsium, dan pelepasan intrasel dari mitokondria atau reticulum
sarkoplasma. Calcium channel blocker menghambat aliran kalsium ekstrasel
kedalam sel otot jantung dan otot polos dan mempengaruhi kontraksi dengan cara
ini. Ada dua protein yang penting dalam kontraksi yaitu aktin dan filament
miosin. Energi yang diperlukam untuk menghasilkan kontraksi didapat saat ATP
dipecah menjadi ADP dan P. Interaksi aktin dan miosin diatur melalui fosforilasi
oleh enzim myosin light chain kinase (MLCK). MLCK adalah kunci pengaturan
kontraksi otot polos seperti miometrium.26
Mekanisme kerja nifedipin sebagai tokolitik meliputi blokade channel
Ca2+ tipe L, yang dipengaruhi oleh Channel K+ yang diaktivasi oleh Ca2+,
reseptor beta adrenergic dan hormon seks. Kontraksi uterus diregulasi dengan
peningkatan konsentrasi Ca2+ intrasel dalam sel miometrium. Ca2+ berikatan
dengan calmodulin dan mengaktivasi MLCK dalam sel miometrium, yang
mengakibatkan fosforilasi serin 10 pada myosin light chain dan menginisiasi cross
bridge cycling.20
Nifedipin bekerja dengan cara blokade channel kalsium voltage-dependent
pada sel miometrium, sehingga menyebabkan penurunan jumlah ion kalsium
intrasel. Obat ini jugamenurunkan kalsium intraseluler dengan cara menghambat
transport kalsium trans-membran.4Nifedipin berperan sebagai antagonis kalsium
dengan menghambat influks langsung kalsium ke miosit dan melepaskan kalsium
intraselular.5 Keseluruhan mekanisme selular ini berakibat pada berkurangnya
interaksi aktin miosin dan relaksasi sel miometrium.11
Pemberian nifedipin direkomendasikan sesuai dengan dosis awal 20 mg,
kemudian dilanjutkan dengan 3 dosis lanjutan 20 mg setiap 30 menit bila
kontraksi masih terus berlangsung. Dosis rumatan adalah 20-40 mg secara oral
setiap 4 jam hingga 48 jam ( tidak lebih dari 160 mg/ 24 jam).4 Penggunaan
nifedipin oral 10 atau 20 mg didukung secara kuat dengan bukti klinis dalam
mengatasi persalinan preterm secara akut.18
Bagaimanapun, dosis lebih dari 60 mg menimbulkan risiko 3 hingga 4 kali
lipat terjadinya efek samping serius, yaitu hipotensi, sehingga harus diberikan
dengan hati-hati. Onset tokolitik nifedipin adalah 30-60 menit dan pemberian
tokolitik lini ke dua tidak boleh diberikan pada 2 jam pertama. Bila kontraksi
tidak dapat dihentikan, pemberian tokolitik lini kedua dapat dipertimbangkan
setelah dikonsultasikan dan diputuskan dengan seksama.4,19
2.3.2 Efek maternal dan fetal nifedipin sebagai tokolitik
Efek Maternal
Pada saat diberikan dalam dosis tokolitik, nifedipin memiliki efek samping
vasodilatasi umum, termasuk penurunan tekanan darah ringan dan sedang, dengan
peningkatan nadi sebagai mekanisme kompensasi. Pada beberapa keadaan dapat
terjadi hipotensi yang bermakna dengan takikardi sekunder, terutama pada pasien
yang memiliki preload rendah akibat dehidrasi. Walaupun efek samping ini juga
ditemui pada tokolitik golongan lain seperti betamimetik, namun efek pada
pemberian nifedipin lebih ringan dan dapat ditoleransi.11,16
Calcium channel blocker memiliki efek metabolik yang minimal. Gejala
maternal biasanya ringan, meliputi nyeri kepala, flushing kulit, dizziness, nausea,
dan kadang terjadi palpitasi. Efek samping yang lebih serius namun jarang terjadi
adalah hipotensi. Oleh karena penurunan tekanan darah maternal mengakibatkan
penurunan aliran darah uterus, maka monitoring keadaan jain selama pemberian
nifedipin harus dilakukan. Efek samping serius lainnya terjadi pada wanita dengan
riwayat penyakit arteri koroner atau gangguan vaskular otak atau episode
hipotensi dapat berakibat timbulnya infark miokard atau stroke. Untungnya,
hipotensi akibat pemberian nifedipin ini berespon secara cepat dengan perubahan
posisi maternal (miring kiri dengan kaki dielevasi) dan replesi volume vaskular
maternal dengan pemberian kristaloid intravena.11
Sementara itu, nifedipin umumnya juga digunakan untuk tokolitik, masih
terdapat kontroversi mengenai keamanan obat tersebut. Sejauh ini, efek
hemodinamik pada sirkulasi ibu dan janin belum didokumentasikan dengan baik.
Lima belas wanita normotensif yang menerima 20 mg nifedipin pada penelitian
observasional prospektif. Efek hemodinamik ibu dan janin dianalisis dengan
ekokardiografi pada ibu dan Doppler ultrasonografi pada janin. Nifedipin memicu
penurunan afterload yang signifikan pada semua wanita dan tampak adanya
penuruan resistensi vaskular total (13.8%), sehingga memicu peningkatan
kompensasi curah jantung (15.5%) berupa takikardia (7.4%), dengan tujuan
mempertahankan tekanan darah. Namun perubahan ini tidak memberi pengaruh
yang signifikan terhadap sirkulasi uteroplasenta dan janin. Meskipun terdapat
perubahan signifikan pada hemodinamik ibu namun tidak dapat menunjukkan
adanya setiap perubahan dalam indeks pulsatil arteri uterina, umbilical atau
serebral media. Ini menunjukkan bahwa nifedipin tidak berpengaruh pada
sirkulasi uteroplasenta yang atau sirkulasi janin akan tetapi keterbatasan dari
kedua pengukuran dalam merefleksikan aliran darah secara keseluruhan harus
diperhatikan.19
Nifedipin merupakan kategori keamanan obat grup C untuk kehamilan,
artinya potensi teratogeniknyatidak jelas, yaitu penelitian pada hewan
menunjukkan tidak adanya efek merugikan terhadap janin namun belum ada
penelitian terkontrol terhadap nifedipin yang membandingkan pada wanita
hamil.27
Efek Fetal
Diduga bahwa keenggannan ahli kebidanan dalam menggunakan nifedipin
sebagai tokolitik disebabkan oleh data penelitian awal pada hewan yang
menunjukkan calciumchannel blockers menurunkan aliran darah uteroplasenta,
yang berakibat pada bradikardi janin dan depresi miokard hipoksik.
Bagaimanapun, hal ini tidak terjadi kecuali pada pemberian nifedipin dosis tinggi
yang mengakibatkan toksik. Pengamatan menggunakan Doppler tidak
menunjukkan perubahan aliran darah uteroplasenta pada manusia setelah
pemberian nifedipin.11,16
Pemberian nifedipin juga tidak mempengaruhi pH dan skor Apgar
neonatus. Meskipun pada kasus yang jarang nifedipin menimbulkan hipotensi, hal
ini dapat diatasi dengan segera melalui pemilihan pasien atas indikasi yang tepat
dan memperhatikan indikator klinis dari penurunan preload maternal.11
2.4 Perbandingan Antara MgSO4 dan Nifedipin Sebagai Tokolitik
Lima penelitian yang melibatkan 556 wanita menunjukkan bahwa tidak
ada perbedaan antara nifedipin dan magnesium sulfat untuk persalinan dalam 48
jam setelah pemberian tokolitik pada usia kehamilan antara 34 – 37 minggu.
Nifedipin dihubungkan dengan reduksi signifikan pada efek samping maternal.
Satu penelitian mengemukakan bahwa efek samping maternal yang berat lebih
jarang secara signifikan dialami oleh wanita yang mendapat nifedipin dibanding
yang mendapat magnesium sulfat.1
Dalam hal risiko mayor efek samping neonatus, tidak didapatkan
perbedaan yang signifikan antara paparan terhadap nifedipin maupun magnesium
sulfat, walaupun penurunan signifikan terjadi pada risiko perawatan di NICU
(37,3% nifedipin vs 51.9% magnesium sulfat) dan lama perawatan di NICU.1
Glock and Morales mengevaluasi magnesiumversus oral nifedipine (20 mg
q 4 jam x 48jam) dengan studi randomisasi pada 80 orang wanita. Pada studi ini
magnesium sulfat memiliki efek yang sama baiknya dengan nifedipin sebagai
tokolitik, di mana penundaan persalinan >48 jam pada magnesium sulfat 93% vs
92% pada nifedipin. Perpanjangan waktu di dalam uterus 4,8 minggu pada
magnesium sulfat vs 4,3 minggu pada nifedipin. Jumlah hari penundaan
persalinan pada wanita yang bersalin pada 37 minggu pada nifedipin dan
magnesium sulfat sama, yaitu 41%. Efek samping yang dialami wanita pada
kedua kelompok tidak berbeda bermakna, walaupun 10% dari wanita yang
menerima magnesium sulfat membutuhkan penghentian obat karena efek samping
yang berat.21
Update penting terbaru dari Cochranesystematic review mengenai
magnesium sulfat sebagai tokolitik dipublikasikan oleh Crowther et al pada tahun
2002 berdasarkan 23 penelitian dan melibatkan lebih dari 2000 kehamilan. Penulis
ini menyimpulkan bahwa tidak ada bukti klinis kegunaan magnesium sulfat
sebagai tokolitik dan tidak memiliki efek bermakna pada jumlah wanita yang
bersalin dalam 48 jam, baik pada analisa secara keseluruhan maupun analisa
subgrup. Lebih lanjut, tidak ada pula bukti penting mengenai perbaikan pada
morbiditas neonatal.22
Berkman et al mengevaluasi 18 penelitian randomized controlled trial,
observasional, dan retrospektif. Penelitian ini menyatakan bahwa penggunaan
magnesium sulfat sebagai tokolitik tidak memberikan perbedaan bermakna
dibandingkan dengan plasebo. Bila dibandingkan antara magnesium sulfat,
calcium channel blocker tidak memperbaiki marker latensi, prematuritas, atau usia
gestasi saat persalinan, dan tidak mencegah efek yang tidak diinginkan pada
neonatus pada studi yang melibatkan lebih dari 550 kehamilan. Penelitian ini juga
menunjukkan bahwa tidak ada golongan tokolitik lain yang lebih efektif dari
magnesium sulfat dalam mencegah morbiditas dan mortalitas janin/ neonatus.15
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Crowther et al pada tahun
2009 yang mana penelitian tersebut dikumpulkan dari The Cochrane Library
penggunaan magnesium sulfat dibandingkan kontrol (semua studi) ada perbedaan
yang terlihat untuk risiko kelahiran dalam waktu 48 jam, wanita yang diberikan
magnesium sulfat dibandingkan dengan kontrol ketika menggunakan model efek
acak (risiko relatif (RR) 0,85, selang kepercayaan 95% (CI) 0,58-1,25, 11
percobaan, 881 wanita). Tidak ada manfaat yang terlihat untuk magnesium sulfat
terhadap risiko melahirkan prematur (<37 minggu) atau sangat prematur (<34
minggu). Risiko kematian neonatal lebih tinggi pada bayi yang terpajan
magnesium sulfat (RR 2,82, 95% CI 1,20-6,62, 7 percobaan, 727 bayi). Dan
disimpulkan bahwa penggunaan MgSO4 sebagai tokolitik tidak efektif untuk
mengatasi persalinan prematur dan MgSO4 tidak direkomendasikan lagi untuk
digunakan sebagai tokolitik bahkan penggunaan MgSO4 dapat meningkatkan
mortalitas pada bayi.18
Floyd et al (n=85) menemukan tidak ada perbedaan signifikan antara
penggunaan calcium channel blocker dan magnesium sulfat dalam hal
memperpanjang kehamilan, persalinan sebelum waktunya dan sebelum 34
minggu, atau berat badan bayi kurang dari 1500 gram.2
Taherian et al melakukan penelitian pada 120 wanita hamil yang
mengalami persalinan preterm pada usia gestasi 26-36 minggu, yang diseleksi
secara random untuk memperoleh nifedipin oral atau magnesium sulfat intravena.
Dua puluh dua dari 57 wanita dalam kelompok nifedipin (38,6%) dan 31 dari 63
wanita dalam kelompok magnesium sulfat (49,2%) mengalami persalinan. Pada
43,8% wanita yang mendapat nifedipin dan 38% wanita yang mendapat
magnesium sulfat, kehamilan dapat dipertahankan hingga minggu ke 34 – 36.
Tidak ada perbedaan signifikan antara kedua kelompok dalam hal efikasi
penundaan persalinan, efek samping obat, dan outcome neonatus antara kedua
kelompok (p>0,05).23
Lyell et al.24
pada tahun 2007 melakukan penelitian multisenter dengan
membandingkan pemberian magnesium sulfat intravena dan nifedipin oral. Kedua
obat ini diberikan pada 192 wanita dengan masa gestasi 24-33 minggu dan dalam
keadaan persalinan preterm aktif. Delapan puluh tujuh persen dari kelompok yang
mendapat magnesium sulfat mengalami penghentian persalinan, dibandingkan
dengan 72% pada kelompok nifedipin (p 0.01). Tidak ada perbedaan persalinan
yang terjadi dalam waktu 48 jam, persalinan sebelum 32 dan 37 minggu, dan
episode rekuren persalinan preterm. Berat badan lahir dan mortalitas tidak berbeda
diantara kedua kelompok, namun neonatus dari kelompok magnesium sulfat
berada di NICU dalam waktu yang lebih lama. Efek samping maternal ringan dan
berat pada kelompok magnesium sulfat lebih tinggi secara bermakna dibanding
kelompok nifedipin.
Pada penelitian yang dilakukan oleh King et al pada tahun 2003
penggunaan CCB mengakibatkan penurunan signifikan secara statistik pada
jumlah perempuan yang melahirkan dalam waktu 7 hari dari permulaan
pengobatan ( RR , 0,76 , 95 % CI 0,60 , 0,97 ) untuk usia kehamilan dibawah 34
minggu ( RR, 0,83 , 95 % CI 0.69 , 0.99 ). Number Needed to Treat (NNT) untuk
manfaat bagi hasil yang lahir dalam7 hari adalah 11 ( 95 % CI 6 , 100 ) . Ini
berarti bahwa rata-rata ,untuk setiap 11 wanita yang diobati dengan CCB kurang
dari satu kelahiran terjadi dalam periode ini. Penggunaan CCB reaksi obat
berkurang pada ibu ( RR,0,32 , 95 % CI 0,24 , 0,41 ) dan penghentian pengobatan
untuk reaksi obat juga berkurang ( RR , 0,14 ;95 % CI 0,05 , 0,36 ). NNT untuk
kepentingan terhadap reaksi obat yang merugikan ibu sebanyak tiga ( 95 % CI 3 ,
4 ) dan untuk reaksi obat yang memerlukan penghentian pengobatan adalah 14 (
95 % CI 10 , 25 ). Tren terhadap manfaat tokolitik jelas terlihat pada hasil yaitu
kelahiran sebelum 37 minggu ( RR , 0,95 , 95 % CI 0,83 , 1,09 ), dalam waktu 48
jam dari memulai pengobatan ( RR , 0,80 , 95 % CI 0,61 , 1,05 ) dan untuk
memperpanjang masa kehamilan.31
Tabel 2.4 Efek MgSO4 dan nifedipin sebagai tokolitik
Aspek yang Dinilai Nifedipin MgSO4
Hematologi - 1. menghambat agregasi
trombosit
2. meningkatkan waktu
perdarahan
Gastrointestinal 1.Mual dan muntah 1. konstipasi
2. ileus paralitik
Konduksi Jantung -
1. Perpanjangan interval
PR
2. Peningkatan waktu
konduksi SA node
3. Peningkatan periode
refrakter AV node
Kardiovaskular 1. Hipotensi
2. Takikardi
3. Infark miokard
4. Stroke
-
Radiologis 1. tidak memberikan
perubahan gambaran
radiologis
1. dapat terjadi
osteopororsis sebagai
akibat dari hipokalsemia
Saluran Kemih -
1. Faktor risiko
terbentuknya batu
saluran kemih
Efek pada fetal
1. Tidak mempengaruhi
pH dan skor APGAR
2. Potensi teratogenik
belim jelas (kategori C)
1. Letargi
2. Hipotoni
3. Peningkatan kadar
troponin jantung
4. Hambatan ekskresi urin
janin (pemberian > 72
jam)
BAB III
RINGKASAN
Berdasarkan paparan sari pustaka ini, tampak bahwa nifedipine merupakan
pilihan utama sebagai tokolitik untuk mencegah persalinan prematur. Hal ini
disebabkan oleh beberapa alasan, yakni: efek metabolik nifedipine yang minimal;
tidak berefek pada hematologi, gastrointestinal, konduksi jantung; tidak
memberikan perubahan gambaran radiologis; tidak mempengaruhi saluran kemih
selama kehamilan; dan untuk bayi, yakni: tidak mempengaruhi pH dan skor
APGAR.
Secara statisik penelitian, terdapat perbedaan bermakna antara pemberian
tokolitik MgSO4 dan nifedipin dalam menunda persalinan, yang mana
penggunaan nifedipin sebagai tokolitik adalah lebih efektif dibandingkan
penggunaan MgSO4. Berdasarkan data yang ada, nifidipin memiliki batas
keamanan yang lebih baik terhadap ibu dan bayi dibandingkan penggunaan
MgSO4. Namun demikian, pemilihan di antara kedua tokolitik ini haruslah tetap
berpedoman pada asas manfaat dan tujuan pemberiannya. Karena jika menilik
pada kasus per kasus, akan terdapat pertimbangan-pertimbangan tertentu untuk
memilih di antara kedua tokolitik ini.
DAFTAR PUSTAKA
1. Conde-Agudelo A, Romero R, Kusanovic JP. Nifedipine in the management
of preterm labor: a systematic review and metaanalysis. Am J Obstet
Gynecol 2011;204:1-20.
2. Berkman ND, Thorp JM, Lohr KN, et al. Tocolytic treatment for the
management of preterm labor: A review of the evidence. Am J Obstet
Gynecol 2003;188:1648-59.
3. Carr DB, Clark AL, Kernek K, Spinato JA. Maintenance oral nifedipine for
preterm labor: A randomized clinical trial. Am J Obstet Gynecol
1999;181:822-7.
4. Institute of Obstetricians and Gynaecologists, Royal College of Physicians
of Ireland And Directorate of Strategy and Clinical Care Health Service
Executive. Clinical Practice Guideline. In: Tocolytic Treatment in
pregnancy. Ireland; 2013.
5. Schleußner E. The Prevention, Diagnosis and Treatment of Premature
Labor. Dtsch Arztebl Int 2013;110: 227–36.
6. Taber EB, Tan L, Chao CR, Beall MH, Ross MG. Pharmacokinetics of
ionized versus total magnesium in subjects with preterm labor and
preeclampsia. Am J Obstet Gynecol 2002;186:1017-21.
7. Gyetvai K, Hannah ME, Hodnett ED, Ohlsson A. Tocolytics for preterm
labor: A systematic review. Obstet Gynecol 1999;94:869 –77.
8. James MFM. Magnesium inobstetrics. Best Practice & Research Clinical
Obstetrics and Gynaecology 2010;24:327–37.
9. How HY, Zafaranchi L, Stella CL, et al. Tocolysis in women with preterm
labor between 32 0/7 and 34 6/7 weeks of gestation: A randomized
controlled pilot study. Am J Obstet Gynecol 2006;194:976–81.
10. Ramsey PS, Rouse DJ. Magnesium Sulfate as a Tocolytic Agent. Seminars
in Perinatology 2001;25:236-47.
11. Pryde PG, Besinger RE, Gianopoulos JG, Mittendorf R. Adverse and
Beneficial Effects of Tocolytic Therapy. Seminars in Perinatology
2001;25:316-40.
12. Dean C, Douglas J. Magnesium and the obstetric anaesthetist. International
Journal of Obstetric Anesthesia 2013;22:52–63.
13. Giles W. The present and future of tocolysis. Best Practice & Research
Clinical Obstetrics and Gynaecology 2007;21: 857–68.
14. Grimes DA, Nanda K. Magnesium Sulfate Tocolysis. Obstet Gynecol
2006;108:986–9.
15. Mercer BM, Merlino AA. Magnesium Sulfate for Preterm Labor and
Preterm Birth. Obstet Gynecol 2009;114:650–68.
16. Department of Health NSW. Maternity - Tocolytic Agents for Threatened
Preterm Labour Before 34 Weeks Gestation. Australia; 2011.
17. Constantine MM, Weiner SJ. Effects of Antenatal Exposure to Magnesium
Sulfate on Neuroprotection and Mortality in Preterm Infants: A Meta-
Analysis. Obstet Gynecol 2009;114:354–64.
18. Crowther CA, Hiller JE, Doyle LW, Magnesium sulphate for preventing
preterm birth in threatened preterm labour, In : The Cochrane Collaboration,
John Wiley & Sons, Ltd, 2009.
19. CornetteJ, DuvekotJJ, Roos-HesselinkJW, HopWCJ, SteegersaEAP, Maternal
and fetal haemodynamic effects ofnifedipine in normotensive pregnant
women, BJOG An International Journal of Obstetrics and Gynaecology,
2010, DOI: 10.1111/j.1471-0528.2010.02794.x
20. Gáspár R, Hajagos-Tóth J. Calcium Channel Blockers as Tocolytics:
Principles of Their Actions, Adverse Effects and Therapeutic Combinations.
Pharmaceuticals 2013;6:689-99.
21. King Edward Memorial Hospital. Complication of Pregnancy. In: Preterm
Labour. Australia; 2003.
22. Glock JL, Morales WJ. Efficacy and safety of nifedipine versus magnesium
sulfate in the management of preterm labor: a randomized study. Am J
Obstet Gynecol 1993;169:960-4.
23. Crowther CA, Hiller JE, Doyle LW. Magnesium sulphate for preventing
preterm birth in threatened preterm labour. The Cochrane Library 2002.
24. Taherian AA, Dehdar P. Comparison of efficacy and safety of nifedipine
versus magnesium sulfate in treatment of preterm labor. JRMS 2007;12:136-
42.
25. Lyell DJ, Pullen K, Campbell L, et al. Magnesium sulfate compared with
nifedipine for acute tocolysis of preterm labor: a randomized controlled trial.
Obstet Gynecol 2007;110:61-7.
26. Royal College of Obstetricians and Gynaecologist. Tocolytic drugs for
women in preterm labour. 2002
27. Sambrook AM, Small RC. 2008. pharmacology: The Treatment of
Hypertention in Pregnancy. In: Anesthesia and Intensive Care Medicine. 9th
ed. Philadelpia: Saunders Elsevier; p. 128-131
28. Smith P, Anthony J, Johanson R. 2000, Review: Nifedipine in Pregnancy
Available from: Brithish Journal Of Obstetric and ginecolog. Vol. 107: 299-
307
29. Wolfe FI, Torsello, Fasanella S, Cittadini A. Cell physiology of magnesium.
Mol Aspects Med 2003;24:11-26
30. Brian M. Mercer, Amy A, Merlino. Magnesium Sulfate for Preterm Labor
and Preterm Birth. Clinical Expert Series. Vol. 114,No. 3, 2009: 650-665
31. King JF, Flenady V, Papatsonis D, Dekker G,Carbonne B, Calcium
channelblockers for inhibiting preterm labour; a systematicreview of the
evidence and a protocol for administration of nifedipine. Australian and
New Zealand Journal of Obstetrics and Gynaecology,2003; 43: 192–198