Upload
others
View
9
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PERBANDINGAN TINGKAT KEPOSITIFAN ANTARA
PEWARNAAN BASIL TAHAN ASAM KONVENSIONAL METODE
ZIEHL-NEELSEN DENGAN PENAMBAHAN BLEACH 2%
UNTUK MENDIAGNOSIS TUBERKULOSIS PADA SPESIMEN
SPUTUM
Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN
OLEH
Eneng Siti Nur Azizah
NIM: 11151030000020
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018M/ 1440H
v
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Segala puji dan rasa syukur saya panjatkan kepada Allah subhanahu wa
ta’ala atas segala limpahan rahmat-Nya saya dapat menyelesasikan penelitian ini.
Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada baginda Nabi Muhammad
shallalahu alaihi wa sallam beserta keluarga, sahabat, serta seluruh umatnya.
Alhamdulillah penelitian ini dapat diselesaikan berkat bantuan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, saya mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. dr. H. Hari Hendarto, Ph.D., Sp.PD-KEMD selaku dekan FK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. dr. Erike Anggraini Suwarsono,M.Pd Sp.MK dan dr. Siti Nur Aisyah
Jauharoh, Ph.D selaku pembimbing I dan pembimbing II saya yang
senantiasa memberi arahan, nasihat, dan bantuan dalam penyusunan
penelitian ini.
3. Ayahanda Drs. Idin Rosidin. M.Si dan Ibunda Dra. Tuti Suryati, M.Si ,
kedua orang tua saya yang senantiasa mencurahkan cinta dan kasihnya,
serta memberi semangat dan doa untuk kebaikan saya dalam menjalani
pendidikan dan keseharian saya hingga saat ini. Kakak kandung tersayang
Ns. Euis Salsabila Izati, S.Kep yang selalu menaburkan kebahagiaan dan
keceriaan dalam keseharian saya. Terima kasih atas kebaikan tanpa
mengenal pamrih yang selalu diberikan kepada saya sampai kapan pun.
4. Drg. Laifa Annisa Hendarmin, Ph.D selaku penanggung jawab (PJ) modul
riset FK 2015, Yuliati, M. Biomed selaku PJ laboratorium Mikrobiologi.
5. Teman-teman kelompok riset saya, Sarwan, Rafi, Bima, Bardah, dan
Navis yang berjuang bersama dalam menyelesaikan penelitian ini.
6. Teman 24/7 saya Amelia, Salma Maulidiyah, Nur Fajrina, Rahayu Sri
Wahyuni, Siti Abidah Farhani, Sisy Marfani, Kenyo Sembodro, Ahmad
Iim, dan Muhammad Fajri Ramadhan yang senantiasa mendengarkan
keluh kesah selama penelitian dan supporting system ketika semangat
turun untuk mengerjakan penelitian ini.
7. Teman-teman angkatan saya Harum Dzati Fitria, Niken Syahdian, Inayah
Ulfa, Safira Belarizkiya, Latifa Syifa, Wahyuning Hapsari, Nesya Alifah,
vi
Latifa An-Nada, Syifa Sukma yang senantiasa memberi dukungan dan
motivasi.
8. Seluruh teman angkatan saya yaitu Amigdala 2015
9. Mbak Novi selaku laboran Mikrobiologi. Mas irul selaku OB laboratorium
Mikrobiologi.
10. Seluruh pihak yang membantu, memberi semangat, serta motivasi dalam
penelitian ini yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu.
Saya menyadari dalam laporan penelitian ini masih banyak terdapat
kekurangan. Kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat saya
harapkan agar laporan penelitian ini menjadi lebih baik.
Demikian laporan penelitian ini saya tulis, semoga dapat memberikan
banyak manfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya.
Wassalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh
Ciputat, 15 November 2018
Eneng Siti Nur Azizah
vii
ABSTRAK
Eneng Siti Nur Azizah. Fakultas Kedokteran. Perbandingan tingkat
kepositifan antara pewarnaan Basil Tahan Asam konvensional metode Ziehl-
Neelsen dengan penambahan Bleach 2% untuk mendiagnosis tuberkulosis
pada spesimen sputum
Latar Belakang : Penyakit Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Sumber penularan adalah pasien
TB BTA positif yang menyebarkan kuman ke udara pada saat batuk atau bersin
dalam bentuk percikan dahak. Salah satu cara untuk mendiagnosis TB adalah
dengan pewarnaan BTA metode Ziehl-Neelsen. Sebagai pembanding untuk
tingkat kepositifannya dengan penambahan bleach. Bleach merupakan larutan
desinfektan yang juga bermanfaat untuk mengencerkan sputum.
Tujuan : Untuk mengetahui perbandingan tingkat kepositifan antara pewarnaan
Basil Tahan Asam konvensional metode Ziehl-Neelsen dengan penambahan
bleach 2% dalam mendiagnosis penyakit tuberkulosis pada spesimen sputum.
Metode : Pada penelitian ini menggunakan studi analitik uji komparatif kategorik
berpasangan. Sejumlah 33 sampel sputum dari pasien yang memiliki gejala TB
paru dan belum pernah mengkonsumsi obat TB di Puskesmas Kali Baru Bekasi.
Dilakukan pewarnaan Ziehl-Neelsen dan penambahan bleach 2% kemudian
diamati dibawah mikroskop. Basil yang ditemukan berwarna merah menunjukkan
positif BTA. Kemudian data dilakukan analisis univariat (distribusi frekuensi),
dan analisis bivariat dengan uji Mc.Nemar.
Hasil : Tingkat kepositifan dari pewarnaan BTA metode Ziehl-Neelsen 48,5%
sedangkan tingkat kepositifan dengan ditambahkan bleach 69,7%. Hasil bivariat
menunjukkan nilai p pada uji statistik penelitian ini didapatkan hasil 0,039 yang
artinya ada perbedaan yang signifikan dalam jumlah spesimen positif BTA
dengan penambahan bleach 2% (P<0,05).
Kesimpulan : Pewarnaan Ziehl-Neelsen yang ditambahkan bleach 2% memiliki
tingkat kepositifan yang lebih tinggi dibandingkan hasil pewarnaan Ziehl-Neelsen
tanpa bleach 2%.
Kata kunci :Tuberkulosis, Pewarnaan Basil Tahan Asam, Ziehl-Neelsen, Bleach
2%, diagnosis mikroskopik.
viii
ABSTRACT
Eneng Siti Nur Azizah. Medical Studies Program. Comparison of positivity
level between ZN method vs added 2% Bleach to diagnose tuberculosis in
sputum specimens
Background : Tuberculosis (TB) is an infectious disease caused by
Mycobacterium tuberculosis. The source of transmission is a positive smear TB
patients who spread germs into the air when coughing or sneezing in the form of
sputum. One way to diagnose TB is by Ziehl-Neelsen stain method. As a
comparison for the level of positivity with the addition of bleach. Bleach is a
disinfectant solution which is also useful for diluted sputum.
Purpose : To know comparison of the positivity level between AFB Ziehl-
Neelsen stain method with the addition of 2% bleach to diagnose tuberculosis in
sputum specimens.
Methode : in the study using test analysis categorical comparative in pairs. 33
sputum sample from patients who had symptoms of pulmonary tuberculosis and
had never taken tuberculosis medication at Kali Baru Bekasi Health Center. Ziehl-
Neelsen staining was done and the addition of 2% bleach was then observed under
a microscope. Basil wchich was found in red showed positive AFB. Then the data
was was carried out by univariate analysis (frequency distribution), and bivariate
analysis with the Mc.Nemar test
results : The positivity level of the AFB staining of the Ziehl-Neelsen method
was 48.5% while the positivity level was added with bleach 69.7%. The bivariate
results showed that the p value in the statistical test of this study was 0.039 which
means that there was a significant difference in the number of AFB positive
specimens with the addition 2% of bleach (p<0.05)
Conclusion : staining AFB the Ziehl-Neelsen method added with bleach 2% has a
higher positive level than the results of AFB staining the Ziehl-Neelsen method
without bleach 2%.
Keywords : Tuberculosis, Acid fast bacilli , Ziehl-Neelsen, 2% Bleach,
microscopic diagnosis.
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .......................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................. ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN ................................................................................. iii
KATA PENGANTAR .......................................................................................................iv
ABSTRAK ........................................................................................................................ vii
ABSTRACT ..................................................................................................................... viii
DAFTAR ISI...................................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................................ xii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................... xiii
DAFTAR SINGKATAN .................................................................................................. xv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................... xvi
BAB I .................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................ 3
1.3 Hipotesis ............................................................................................................. 4
1.4 Tujuan Penelitian .............................................................................................. 4
1.4.1 Tujuan Umum ........................................................................................... 4
1.4.2 Tujuan Khusus .......................................................................................... 4
1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................................ 4
1.5.1 Bagi Peneliti ............................................................................................... 4
1.5.2 Bagi Institusi .............................................................................................. 5
1.5.3 Bagi Masyarakat ....................................................................................... 5
BAB II ................................................................................................................................ 6
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................................... 6
2.1 Tuberkulosis ...................................................................................................... 6
2.1.1 Pengertian ......................................................................................................... 6
2.1.2 Epidemiologi Penyakit Tuberkulosis.............................................................. 6
2.1.3 Cara Penularan dan Patogenesis Tuberkulosis ............................................ 8
2.1.4 Diagnosis Tuberkulosis .................................................................................. 10
2.2 Mycobacterium Tuberculosis......................................................................... 20
x
2.2.1 Morfologi ........................................................................................................ 20
2.2.2 Sifat Pertumbuhan Mycobacterium tuberculosis ....................................... 21
2.2.3 Daya Tahan ..................................................................................................... 22
2.2.4 Klasifikasi medik Mycobacterium ................................................................ 22
2.2.5 Komponen ....................................................................................................... 24
2.2.6 Biakan untuk bakteri Mycobacterium ......................................................... 26
2.3 Pewarnaan BTA (Basil Tahan Asam) ........................................................... 26
2.4 Bleach / Natrium Hipoklorit .......................................................................... 33
2.5 Kerangka Teori ............................................................................................... 38
2.6 Kerangka Konsep ............................................................................................ 39
2.7 Definisi Operasional ........................................................................................ 40
BAB III ............................................................................................................................. 41
METODE PENELITIAN ............................................................................................... 41
3.1 Desain Penelitian ............................................................................................. 41
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ....................................................................... 41
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ..................................................................... 41
3.3.1 Kriteria Sampel .............................................................................................. 41
3.4 Identifikasi Variabel ....................................................................................... 44
3.4.1 Variabel Bebas (Independen) ........................................................................ 44
3.4.2 Variabel Terikat (Dependen) ........................................................................ 44
3.5 Besar dan Pengambilan sampel ..................................................................... 44
3.6 Alat dan Bahan Penelitian .............................................................................. 44
3.7 Cara kerja penelitian ...................................................................................... 44
3.7.1 Teknik Pengambilan Sampel ........................................................................ 44
3.7.2 Persiapan Alat dan Bahan ............................................................................. 45
3.7.3. Pembuatan preparat sputum tanpa bleach 2% ......................................... 46
3.7.4 Pembuatan larutan bleach 2% ..................................................................... 47
3.7.5 Penambahan larutan bleach 2% kedalam sputum ..................................... 47
3.7.6. Pewarnaan BTA ............................................................................................ 49
3.7.7 Pemeriksaan Mikroskopik ............................................................................ 50
3.8 Pengolahan dan Analisis data ........................................................................ 50
3.9 Alur Penelitian ................................................................................................ 51
BAB IV ............................................................................................................................. 52
xi
HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................................... 52
4.1 Analisis Univariat ............................................................................................ 52
4.1.1 Karakteristik Sampel ..................................................................................... 52
4.1.2 Hasil Pewarnaan BTA Konvensional dan Penambahan Bleach 2% ......... 53
4.2 Analisis Bivariat .............................................................................................. 53
4.2.1 Pengaruh Pemberian Bleach 2% dalam Pewarnaan BTA Konvensional
Terhadap Tingkat Kepositifan .............................................................................. 53
4.3 Pembahasan ..................................................................................................... 54
4.4 Keterbatasan ................................................................................................... 58
4.5 Aspek Keislaman ............................................................................................. 58
BAB V .............................................................................................................................. 61
KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................................... 61
5.1 Kesimpulan ............................................................................................................ 61
5.2 Saran ..................................................................................................................... 61
BAB VI ............................................................................................................................. 62
KERJASAMA PENELITIAN ....................................................................................... 62
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 63
Lampiran ......................................................................................................................... 69
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Skala International Union Againts To Lung Disease (IUATLD)..........13
Tabel 2.2 Daftar Mycobacterium berdasarkan kecepatan pertumbuhan................21
Tabel 2.3 Mycobacteria yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia..........23
Tabel 2.4 Perbedaan pewarnaan Ziehl-Neelsen dan Tan Thiam Hok (Kinyoun-
Gabbet)...................................................................................................................28
Tabel 2.5 Ukuran sediaan dahak............................................................................33
Tabel 2.6 Definisi Operasional..............................................................................40
Tabel 4.1 Deskripsi Karakteristik Sampel.............................................................52
Tabel 4.2 Hasil Pewarnaan BTA Konvensional dan Penambahan Bleach
2%.......53
Tabel 4.3 Hasil Perbandingan Pewarnaan BTA Konvensional dengan
Penambahan Bleach 2%........................................................................................54
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Penyebaran tuberkulosis.......................................................................9
Gambar 2.2 Pathogenesis of Tuberculosis.............................................................10
Gambar 2.3 Alur Pemeriksaan Tuberkulosis Paru.................................................19
Gambar 2.4 Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang dengan panjang 1-4
μm dan lebar 0,3-0,56 μm.....................................................................................20
Gambar 2.5 Diagram skematik dinding sel Mycobacterium tuberculosis.............25
Gambar 2.6 Mycobacterium tuberculosis berwarna merah dapat tersusun tunggal
atau bergerombol....................................................................................................30
Gambar 2.7 Pewarnaan BTA tampak adanya sisa zat warna, endapan kristal......30
Gambar 2.8 Kualitas background pewarnaan BTA...............................................31
Gambar 2.9 Lekosit PMN ≥ 25 per LP pada perbesaran 10 x 10..........................32
Gambar 2.9.1 Makrofag pada perbesaran 10 x 100..............................................32
Gambar 2.9.2 Kerangka teori penelitian perbandingan pewarnaan Basil Tahan
Asam konvensional dengan bleach 2%............................................38
Gambar 2.9.3 Kerangka konsep penelitian perbandingan pewarnaan Basil Tahan
Asam konvensional dengan Bleach 2%.................................................................39
Gambar 3.1 pembuatan preparat sputum tanpa bleach 2%....................................46
Gambar 3.2 pembuatan preparat sputum ditambah bleach 2%..............................48
Gambar 3.3 pewarnaan BTA..................................................................................49
Gambar 3.4 Alur Penelitian....................................................................................51
Gambar 7.0 sampel penelitian................................................................................70
Gambar 7.1 Sampel Sputum dibagi 2....................................................................70
Gambar 7.2 homogenisasi sputum setelah penambahan bleach 2%.....................70
Gambar 7.3 sputum digoreskan ke object glass dengan lidi membentuk jaring
laba-laba.................................................................................................................70
xiv
Gambar 7.4 fiksasi preparat diatas bunsen (lewatkan 3 kali) dilakukan luar
BSC…………………………………………………………………………….71
Gambar 7.5 bahan pewarnaan BTA metode Ziehl-Neelsen...................................71
Gambar 7.6 pemberian Carbol fucshin 0,3% sambil dipanaskan dengan api
dibawah slide selama 5 menit................................................................................71
Gambar 7.7 dicuci bersih dengan air mengalir......................................................71
Gambar 7.8 warnai methylene-blue 0,3% biarkan menggenang 1 menit..............72
Gambar 7.9 pengamatan preparat dengan mikroskop cahaya................................72
Gambar 8.0 Pewarnaan BTA metode Ziehl-Neelsen.............................................73
Gambar 8.1 pewarnaan BTA metode Ziehl-Neelsen di tambah bleach 2%..........73
xv
DAFTAR SINGKATAN
BSC : Bio Safety Cabinet
BTA : Basil Tahan Asam
BTA + : Basil Tahan Asam Positif
HIV / AIDS : Human Immunodeficiency Virus Acquired Immuno
Deficiency Syndrome
IUATLD : International Union Against Tuberculosis and Lung
Diseases
MAC : Mcobacterium avium complex
MTB : Mycbacterium tuberculosis
MOTT / NTM : Mycobacteria Other Than Tuberculosis
Nontuberculous Mycobacteria
N : Jumlah / frekuensi
n : Besar minimal sampel masing-masing kelompok
NaCl : Natrium Klorida
NaOCl : Natrium Hipoklorit
NaOH : Natrium Hidroksida
P : Proporsi
Sig. : Signifikan
SPS : Sewaktu-Pagi-Sewaktu
V : Volume
WHO : World Health Organization
Zα : Deviat Baku Alfa
Zβ : Deviat Baku Beta
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Perizinan pengambilan sampel...........................................................69
Lampiran 2 Proses penelitian.................................................................................70
Lampiran 3 Hasil pengamatan preparat mikroskop...............................................73
Lampiran 4 Riwayat penulis..................................................................................74
Lampiran 5 Data Penelitian....................................................................................75
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit yang menjadi perhatian
serius, menurut data World Health Organization (WHO) 2018 Indonesia
menjadi negara dengan prevalensi tuberkulosis kedua tertinggi di dunia
setelah India. Sebesar 80% kejadian tuberkulosis terjadi di 10 negara,
terdapat tiga teratas yaitu India 26%, Indonesia 11%, dan Nigeria 9%. Pada
tahun 2017, kematian akibat tuberkulosis sebanyak 1,3 juta orang dari
sekitar 10 juta orang penderita tuberkulosis dan diperkirakan 82% kasus
multidrug-resistant TB (MDR-TB). Populasi pada pria dewasa sekitar 5,8
juta orang, pada wanita dewasa sekitar 3,2 juta orang, dan pada anak-anak
sekitar 1 juta orang.1
Berdasarkan semua negara dan kelompok usia, keseluruhan 90%
adalah orang dewasa (usia ≥15 tahun), 9% orang yang hidup dengan HIV
(72% di Afrika).1 Angka kejadian tuberkulosis yang terjadi pada kelompok
usia produktif (15-50 tahun) secara ekonomis sekitar 75%. Penderita
tuberkulosis dewasa akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3-4 bulan.
Hal tersebut akan mengakibatkan kehilangan pendapatan tahunan rumah
tangganya sekitar 20-30%. Jika penderita tersebut meninggal akibat
penyakit tuberkulosis, maka akan kehilangan pendapatannya sekitar 15
tahun. Tuberkulosis juga memberikan dampak buruk lainnya berupa stigma
sosial, bahkan bisa juga dikucilkan oleh masyarakat.2
Saat ini, di perkirakan
54 juta orang telah sembuh dan selamat karena program diagnosis dan
pengobatan tuberkulosis dari tahun 2000-2017.1
World Health Organization (WHO) telah mengadakan pertemuan
tingkat tinggi pertama tentang tuberkulosis di kantor pusatnya di New York
dengan judul pertemuan “The Goal of ending the TB epidemic by 2030”.
World Health Organization (WHO) telah mengadaptasi Sustainable
Development Goals (SDGs) pada tahun 2030, dengan membentuk program
2
“the End TB Strategy” sejak 2015. Target 2030 adalah mengurangi angka
kematian tuberkulosis hingga 90% dan kejadian tuberkulosis hingga 80%
dibandingkan dengan tahun 2015.1
Tuberkulosis disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium
tuberculosis. Bakteri ini masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran
pernapasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit.3 Namun,
kebanyakan infeksi bakteri terjadi melalui udara dalam bentuk droplet
(percikan) pada saat penderita batuk atau bersin.4
Mycobacteria merupakan kuman tahan asam. Derajat ketahanannya
tertinggi pada mycobacteria. Dengan demikian pewarnaan BTA dengan cara
Ziehl-Neelsen ataupun auramin juga akan mendeteksi spesies mycobacteria
lain. Namun karena prevalensi infeksi oleh mycobacteria yang bukan
Mycobacterium tuberculosis (MOTT/ NTM) saat ini sangat rendah, maka
hasil positif lebih mengarah pada Mycobacterium tuberculosis.5
Mycobacterium tuberculosis tidak diklasifikasikan sebagai Gram
positif maupun Gram negatif karena dinding sel bakteri ini tidak memiliki
karakteristik membran luar bakteri Gram negatif. Namun, Mycobcterium
tuberculosis memiliki struktur peptidoglikan-arabinogalaktan-asam mikolat
sebagai barier permeabilitas eksternal.6 maka Mycobacterium tuberculosis,
diklasifikasikan sebagai bakteri acid fast. Jika pewarnaan Gram dilakukan
pada Mycobacterium tuberculosis, warna Gram positif yang muncul
sangatlah lemah atau tidak berwarna sama sekali. Namun ketika terwarnai,
sebagai bakteri acid-fast maka Mycobacterium tuberculosis akan
mempertahankan pewarna saat dipanaskan dan diberi komponen asam
organik. Mycobacterium tuberculosis bersifat non motile, berbentuk batang
dan sedikit melengkung, tahan terhadap asam dan alkohol setelah
pewarnaan Ziehl-Neelsen. Pada penggunaan metode Ziehl-Neelsen terhadap
bakteri ini akan menunjukkan warna merah.7
Pewarnaan BTA pada
spesimen merupakan metode diagnosis yang paling murah, cepat, mudah
dalam pengerjaannya serta dapat dikerjakan di laboratorium sederhana yang
memiliki mikroskop.8
3
Acid-fastness menjadi karakteristik terpenting mikobakteri. Acid-fast
adalah kemampuan sel mikobakteri untuk tidak mengalami dekolorisasi
(perusakan warna secara buatan) pada penggunaan asam. Sifat ini
disebabkan karena kandungan lipid dalam kadar tinggi di dinding sel
sehingga mikobakteri bersifat waxy, hidrofobik dan sulit terwarnai.6
Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja
dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan
menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Untuk kepentingan diagnosis
dengan cara pemeriksaan dahak mikroskopik langsung, terduga pasien TB
diperiksa contoh uji dahak SPS (Sewaktu-Pagi-Sewaktu). Sehingga
ditetapkan sebagai positif TB apabila minimal 1 (satu) dari pemeriksaan
contoh uji dahak SPS hasilnya BTA positif.9
Menurut penelitian yang dilakukan oleh WA Githui, et al. menyatakan
bahwa bleach tersedia murah dan meningkatkan sensitivitas mikroskopik.
Bleach merupakan desinfektan yang efektif membunuh basil TB sehingga
membantu mengurangi resiko infeksi kepada petugas laboratorium sebagai
langkah pertama dalam pengolahan sampel dan mengurangi kemungkinan
infeksi selama transfer sampel.10
Pada penelitian yang dilakukan oleh
Suwarsono, E.A dari penambahan bleach pada pewarnaan BTA
konvensional didapatkan hasil perbaikan tingkat kepositifan pada spesimen
sputum dalam mendiagnosis tuberkulosis.11
Selain itu, pernyataan yang
selaras diungkapkan oleh Hepple P. Pada tahun 2010, penambahan larutan
bleach dengan konsentrasi 2,6% pada proses pewarnaan BTA mampu
meningkatkan hasil positif dalam mendiagnosis penyakit tuberkulosis.12
Berdasarkan penjelasan di atas, penulis ingin melakukan penelitian ini
lebih lanjut untuk menguji tingkat kepositifan BTA pada pemeriksaan
mikroskopik dengan konsentrasi bleach yang sama yaitu 2% dalam proses
pewarnaan BTA konvensional metode Ziehl-Neelsen.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, yang menjadi rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah : bagaimana perbandingan tingkat kepositifan
antara pewarnaan Basil Tahan Asam konvensional metode Ziehl-Neelsen
4
dengan penambahan bleach 2% dalam mendiagnosis penyakit tuberkulosis
pada spesimen sputum ?
1.3 Hipotesis
Terdapat perbedaan hasil kepositifan dalam mendiagnosis penyakit
Tuberkulosis antara pewarnaan Basil Tahan Asam konvensional metode
Ziehl-Neelsen dengan penambahan bleach 2% .
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1.4.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan
tingkat kepositifan antara pewarnaan Basil Tahan Asam konvensional
metode Ziehl-Neelsen dengan penambahan bleach 2% dalam mendiagnosis
penyakit tuberkulosis pada spesimen sputum.
1.4.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :
a. Mendeskripsikan tingkat kepositifan BTA dengan teknik pewarnaan
Ziehl-Neelsen pada spesimen sputum.
b. Mendeskripsikan tingkat kepositifan BTA dengan teknik pewarnaan
Ziehl-Neelsen pada spesimen sputum yang ditambahkan bleach 2%.
c. Menganalisis perbandingan tingkat kepositifan antara pewarnaan BTA
konvensional dengan penambahan bleach 2% pada spesimen sputum
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi Peneliti
1. Mendapatkan pengalaman serta pengetahuan dalam melakukan
penelitian terutama dibidang mikrobiologi pewarnaan BTA
2. Pelaksaan penelitian ini sebagai sarana belajar dalam meningkatkan
kemampuan dibidang penelitian dan untuk pengembangan penelitian
selanjutnya.
3. Menambah wawasan dalam mengkaji cara diagnosis TB diindonesia
yang masih menjadi masalah.
5
4. Sebagai salah satu syarat mendapat gelar sarjana Kedokteran di
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
1.5.2 Bagi Institusi
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam
pengembangan ilmu pengetahuan dan dapat digunakan sebagai
bahan referensi untuk melanjutkan penelitian berikutnya.
2. Sebagai perwujudan Tri Dharma Perguruan Tinggi.
1.5.3 Bagi Masyarakat
1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan
modifikasi dari pewarnaan BTA dengan metode Ziehl-Neelsen yang
ditambahkan bleach 2%.
2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi
masyarakat terkait mendesinfeksi dengan bahan yang murah dan
terjangkau pada hal ini yaitu Bleach 2% untuk meningkatkan tingkat
kepositifan BTA pada spesimen sputum.
3. Masyarakat dapat meningkatkan pengetahuan tentang TB lebih dini
untuk memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan dengan
pemeriksaan BTA ketika pasien sudah mengalami gejala batuk
selama 2-3 minggu, sehingga meningkatkan kewaspadaan
(awareness) terhadap bahayanya penyakit TB.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tuberkulosis
2.1.1 Pengertian
Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri Mycobcaterium tuberculosis dan bersifat menular. Tempat masuk
kuman adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka
pada kulit. Sebagian besar infeksi tuberkulosis yang menyerang jaringan
paru-paru yang merupakan satu-satunya bentuk dari tuberkulosis yang
mudah menular dengan penularan secara airborne transmission, yang
berisikan organisme basil tuberkel dari seseorang yang terinfeksi.3 Pada
dasarnya penyakit tuberkulosis menyerang semua organ tubuh (multiorgan)
misalnya mengenai organ tubuh lainnya seperti pleura, kelenjar limfe,
persendian tulang belakang, saluran kencing, susunan saraf pusat dan
abdomen.13
Apabila penyakit ini tidak diobati atau pengobatannya tidak
tuntas maka dapat menimbulkan komplikasi yang berbahaya yaitu bisa
sampai meninggal. Tuberkulosis ini diperkirakannya sudah ada di dunia
sejak 5000 tahun sebelum masehi.14
2.1.2 Epidemiologi Penyakit Tuberkulosis
Situasi Tuberkulosis di dunia semakin memburuk, sebagian besar
negara di dunia yang dikategorikan sebagai High Burden Countries,
jumlah kasus tuberkulosis semakin tidak terkendali dengan banyaknya
pasien Tuberkulosis yang tidak berhasil disembuhkan. Mensikapi hal
tersebut, pada tahun 1993 WHO mencanangkan tuberkulosis sebagai
kedaruratan dunia (global emergency).2
Indonesia merupakan negara pertama diantara High Burden
Countries di wilayah Asia Tenggara yang mampu mencapai target global
tuberkulosis untuk deteksi kasus dan keberhasilan pengobatan pada tahun
2006. Pada tahun 2009, tercatat sejumlah 294.732 kasus tuberkulosis telah
ditemukan dan diobati (data awal Mei 2010) dan lebih dari 169.213
diantaranya terdeteksi BTA+. Dengan demikian, Case Notification Rate
7
untuk tuberkulosis BTA+ adalah 73% per 100.000 (Case Detection Rate
73%). Rerata pencapaian angka keberhasilan pengobatan selama 4 tahun
terakhir adalah sekitar 90% dan pada kohort tahun 2008 mencapai 91%.
Pencapaian target global tersebut merupakan tonggak pencapaian program
pengendalian tuberkulosis nasional yang utama.13
Indonesia berpeluang mencapai penurunan angka kesakitan dan
kematian akibat tuberkulosis menjadi setengahnya di tahun 2015 jika
dibandingkan dengan data tahun 1990. Angka prevalensi tuberkulosis
yang pada tahun 1990 sebesar 443 per 100.000 penduduk, pada tahun
2015 ditargetkan menjadi 280 per 100.000 penduduk. Berdasarkan hasil
survei prevalensi tuberkulosis tahun 2013, prevalensi tuberkulosis paru
smear positif per 100.000 penduduk umur 15 tahun ke atas sebesar 257.14
Berdasarkan Kemenkes RI 2017 angka kejadian tuberkulosis
sebanyak 351.893 kasus pada tahun 2016, meningkat bila dibandingkan
semua kejadian tuberkulosis yang ditemukan pada tahun 2015 yang
sebesar 330.729 kasus. Jumlah kasus tertinggi yang dilaporkan sebesar
44% dari jumlah seluruh kasus baru di Indonesia terdapat di provinsi
dengan jumlah penduduk yang besar yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, dan
Jawa Tengah. Pada masing-masing provinsi di seluruh indonesia jumlah
kasus yang lebih banyak terjadi pada laki-laki yaitu sekitar 1,4 kali
dibandingkan pada perempuan.15
Prevalensi tuberkulosis berdasarkan gejala batuk ≥ 2 minggu
sekitar 3,9% lebih tinggi kejadiannya dibandingkan gejala batuk darah
sebesar 2,8%. Sekitar 75% dari jumlah pasien tuberkulosis merupakan
kelompok usia yang produktif antara 15-50 tahun,16
maka semakin tinggi
kelompok umur semakin tinggi pula prevalensi tuberkulosis, kecuali untuk
kelompok umur 1-4 tahun dengan prevalensi yang cukup tinggi 0,4%. Jika
di lihat berdasarkan tingkat pendidikan, semakin tinggi tingkat pendidikan
maka semakin rendah prevalensi tuberkulosis. Prevalensi tuberkulosis
pada penduduk di perkotaan 0,4% lebih tinggi dibandingkan dengan
penduduk di perdesaan 0,3%.17
8
2.1.3 Cara Penularan dan Patogenesis Tuberkulosis
Mycobacterium tuberculosis ditularkan melalui udara yaitu ketika
penderita tuberkulosis paru aktif (BTA positif dan foto rontgen positif)
batuk, bersin, berteriak atau bernyanyi, bakteri akan terbawa keluar dari
paru-paru menuju udara. Bakteri ini akan berada dalam gelembung cairan
bernama droplet nuclei. Partikel kecil ini dapat bertahan di udara selama
beberapa jam dan tidak dapat dilihat oleh mata karena memiliki diamter
sebesar 1-5 μm. Penularan penyakit tuberkulosis terjadi ketika seseorang
menghirup droplet nuclei tersebut yang nantinya akan melewati
mulut/saluran hidung, saluran pernafasan atas, brokus kemudian menuju
alveolus. Setelah tubercle bacillus sampai dijaringan paru-paru, kemudian
akan memulai memperbanyak diri. Lambat laun akan menyebar ke
kelenjar limfe. Proses ini disebut sebagai primary TB infection. Ketika
seseorang dikatakan penderita primary TB infection, tubercle bacillus
berada di tubuh orang tersebut. Seseorang dengan primary TB infection
tidak dapat menyebarkan penyakit ke orang lain dan juga tidak
menunjukkan gejala penyakit.18
Dosis penularan droplet nuclei dilaporkan
diantara 1 hingga 200 bacilli per orang, dimana satu droplet dapat
mengandung 1 hingga 400 bacilli, namun belum jelas anggapan dosis
relevan ini.19
Walaupun tuberkulosis biasanya tidak ditularkan saat kontak
singkat, siapa saja berbagi udara dengan penderita tuberkulosis paru pada
tahap infeksius maka dia berisiko tinggi tertular.18
9
Gambar 2.1 Penyebaran tuberkulosis
Tuberkulosis menyebar dari satu orang ke orang lain melalui udara. Titik
merah di udara menggambarkan droplet nuclei yang mengandung
tubercle bacilli
Sumber : CDC, 2016
Setelah infeksi pertama, sel pertahanan tubuh orang sehat
(makrofag) akan bergerak menuju tempat infeksi dan memakan bacilli.
Namun, tubercle bacilli sangatlah kuat karena struktur dinding selnya.
Perlindungan ini membuat tubercle bacilli dapat bertahan meskipun
makrofag memakannya. Setelah makrofag memakan tubercle bacilli,
bacilli kemudian menginfeksi makrofag. Bacilli hidup di dalam makrofag
hidup yang tumbuh seperti biasa. Setelah makrofag ditaklukkan oleh
tubercle bacilli, sistem imun tubuh mencoba strategi pertahanan lain.
Sejumlah sel pertahanan sampai di kelenjar limfa dan mengelilingi area
infeksi. Sel-sel ini membentuk gumpalan sel keras dengan sebutan
tubercle. Sel ini membantu untuk membunuh bacilli melalui
pembentukkan dinding pencegah penyebaran infeksi lebih lanjut. Pada
beberapa kasus, sel pertahanan dapat merusak semua tubercle bacilli
secara permanen. Pada beberapa kasus, sel pertahanan tidak mampu
untuk merusak semua tubercle bacilli. Tubercle bacilli yang bertahan
masuk ke dalam status dormant dan dapat bertahan lama. Sepanjang
waktu ini, bakteri tertidur. Pasien tidak menunjukkan gejala dan tidak
dapat menularkannya ke orang lain. Kondisi tersebut dikenal dengan
tuberkulosis laten. Bakteri dormant dapat bangun kembali dan merusak
dinding sel pertahanan dalam suatu proses. Proses tersebut dikenal
10
sebagai Secondary TB infection. Secondary TB infection dapat terjadi
ketika sistem imun tubuh menjadi lemah dan tidak mampu melawan
bakteri, atau ketika bakteri mulai untuk memperbanyak diri dan
melimpah. Secondary TB infection biasanya terjadi dalam 5 tahun dari
primary infection. Secondary TB infection sering di anggap sebagai onset
penyakit tuberkulosis aktif (kondisi ketika bakteri mulai memenangkan
perlawanan terhadap sistem pertahanan tubuh dan mulai menyebabkan
gejala).18
Gambar 2.2 Pathogenesis of Tuberculosis
(Alexander et al., 2015)20
2.1.4 Diagnosis Tuberkulosis
Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan bakteriologi, radiologi dan serologi.21
a. Gejala Klinis Tuberkulosis
Pada tuberkulosis dibagi menjadi gejala respirasi dan sistemik.
Gejala respirasi yang timbul seperti batuk >2 minggu, batuk darah, sesak
nafas, nyeri dada.21
11
Batuk
Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non-produktif) kemudian setelah
timbul peradangan berubah menjadi produktif (menghasilkan dahak). Sifat
batuk dimulai dari batuk kering (non-produktif) kemudian setelah timbul
peradangan berubah menjadi produktif (menghasilkan dahak).22
Batuk darah
Keadaan lebih lanjut dapat berupa batuk darah karena terdapat pembuluh
darah kecil yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis terjadi
pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi iritasi pada ulkus dinding bronkus.22
Sesak nafas
Pada penyakit tuberkulosis paru ringan belum dirasakan adanya sesak
nafas, tetapi sesak nafas akan ditemukan pada penyakit tuberkulosis paru
yang sudah lanjut, dimana infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian
paru-paru.22
Nyeri dada
Gejala ini jarang ditemukan. Nyeri dada timbul apabila infiltrasi radang
sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan
kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan nafasnya.22
Sedangkan untuk gejala sistemik yang timbul seperti demam, malaise,
keringat malam, anoreksia dan berat badan menurun.21
Demam subfebris
menyerupai influenza, tetapi kadang-kadang panas badan dapat
mencapai 40-41°C. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi
kemudian dapat timbul kembali.22
Malaise
Penyakit TB bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering
ditemukan berupa anoreksia, tidak nafsu makan, sakit kepala, meriang, nyeri
otot, keringat malam, dll. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan
terjadi hilang timbul secara tidak teratur.22
Berat badan menurun
12
Biasanya pasien tidak merasakan berat badannya turun. Sebaiknya
ditanyakan berat badan sekarang dan beberapa waktu sebelum pasien
sakit.22
b. Pemeriksaan Fisik
Untuk pemeriksaan fisik kelainan yang didapat tergantung dari luas
kelainan struktur paru. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah
lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior, serta daerah
apeks lobus inferior. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan antara lain
suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda‐
tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum.21
c. Pemeriksaan Bakteriologi
1. Bahan pemeriksaan
Bahan untuk pemeriksaan bakteriologi ini dapat berasal dari dahak,
cairan pleura, liqour cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung,
kurasa bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, feses, dan
jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum halus / BJH).21
2. Cara pengambilan dan pengiriman bahan
Pada pemeriksaan mikroskopik sputum diambil sebanyak 3 kali
(SPS),yaitu pada saat sewaktu (sputum sewaktu kunjungan), pagi
(keesokan harinya), dan sewaktu (pada saat mengantarkan sputum
pagi).
Bahan pemeriksaan / spesimen ditampung dalam pot yang
bermulut lebar, berpenampang 6 cm atau lebih dengan tutup berulir,
tidak mudah pecah dan tidak bocor.23
3. Pemeriksaan bakteriologi dari spesimen sputum
Dapat dilakukan dengan cara mikroskopik, makroskopik, dan
molekuler. Pada mikroskopik digolongkan menjadi 2 golongan yaitu :
-mikroskopik biasa (pewarnaan Ziehl-Neelsen, Kinyoun Gabbet).
-mikroskopik fluoresens (pewarnaan auramin-rhodamin).23
13
Pelaporan hasil pemeriksaan mikroskopik dengan mengacu kepada
skala International Union Against To Lung Disease (IUATLD)
Tab
el
2.1
Skal
a
Inte
rnat
iona
l
Uni
on
Agai
nts
To
Lun
g Disease (IUATLD)2
Dirjen P2&PL Kementerian Kesehatan RI. Modul Pelatihan Pemeriksaan Dahak Mikroskopis TB. 2012. hlm 1-
71
Makroskopik dengan cara pemeriksaan biakan / kultur bakteri
Mycobacterium tuberculosis dengan metode konvensional terdiri dari
media berbahan dasar telur (Lowenstein-Jensen) dan media berbahan
dasr agar (Middle brook).23
kedia media tersebut merupakan media
Yang terlihat Hasil Keterangan
Tidak ditemukan BTA dalam 100
lapang pandang
Negatif Negatif
Ditemukan 1-9 BTA dalam 100
lapang pandang
Scanty tuliskan jml BTA yang
ditemukan
ditemukan 10 – 99 BTA dlm 100
lapang pandang
1+ 1+
ditemukan 1 – 10 BTA setiap 1
lapang pandang (periksa minimal
50 lapang pandang)
2+ 2+
ditemukan ≥ 10 BTA dalam 1
lapang pandang (periksa minimal
20 lapang pandang)
3+ 3+
14
padat dan memerlukan 3-8 minggu untuk masa inkubasi. Media cair
lebih cepat menimbulkan pertumbuhan kuman. Pada dasarnya metode
biakan merupakan kombinasi antara media cair dan media padat.
Manfaat media padat untuk memaksimalkan sensitifitas deteksi
kuman. Saat ini cara tersebut merupakan standar baku emas untuk
biakan kuman.24
Dalam beberapa tahun terakhir mulai dikembangkan beberapa cara
untuk mengetahui pertumbuhan kuman yang lebih cepat. Beberapa
diantaranya adalah :24
BACTEC
Dikembangkan berdasarkan generasi karbon dioksida
radioaktif yang berasal dari substrat asam palmitat. Cara ini
telah banyak digunakan karena pertumbuhan kuman dapat
dideteksi dalam 5-10 hari. Dengan menambahkan NAP (β
nitro α acetylamine β hidroxy propiophenone) dapat
membedakan kuman Mycobacterium tuberculosis dari
mikobakteri lain.24
MGIT (Mycobacteria Growth Indicator Tube) berdasarkan
fluoresensi pada pertumbuhan kuman. Tabung gelas berisi
media Middelbrook 7H9 yang telah dimodifikasi bersama
dengan fluoresense quenching-based oxygen sensor dan
ditanam di dasar tabung. Pertumbuhan kuman dengan cara
ini dapat dideteksi dalam 7 – 12 hari. Telah dibuat sistem
baru yang sepenuhnya otomatis, yaitu BACTEC MGIT 960
system.24
Molekuler dengan cara pemeriksaan PCR (Polymerase chain
reaction) merupakan teknologi canggih yang dapat mendeteksi
Deoxyribonucleic Acid DNA, pada pemeriksaan PCR untuk
mendiagnosis penyakit tuberculosis DNA dari Mycobacterium
tuberculosis dideteksi dengan menggunakan alat PCR.23
pada pemeriksaan PCR untuk mendiagnosis penyakit tuberkulosis
DNA dari Mycobacterium tuberculosis dideteksi dengan
15
menggunakan alat PCR Salah satu masalah dalam pelaksanaan teknik
ini adalah kemungkinan kontaminasi. Cara pemeriksaan ini telah
cukup banyak dipakai, tetapi masih memerlukan ketelitian dalam
pelaksanaannya. Apabila hasil pemeriksaan PCR positif sedangkan
data lain tidak ada yang menunjang ke arah diagnosis tuberkulosis,
maka hasil tersebut tidak dapat dipakai sebagai pegangan untuk
diagnosis tuberkulosis. Pada pemeriksaan deteksi Mycobacterium
tuberculosis, bahan / spesimen pemeriksaan dapat berasal dari paru
maupun ekstraparu sesuai dengan organ yang terlibat.23
d. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan adalah foto toraks PA
dengan atau tanpa fotolateral. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis
dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform).21
Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi tuberkulosis aktif :21
o Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus
atas paru dan segmen superior lobus bawah.
o Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak
berawan atau nodular.
o Bayangan bercak milier
o Efusi pleura unilateral (umumnya), atau bilateral (jarang).
Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif :23
o Fibrotik
o Kalsifikasi
o Schwarte atau penebalan pleura
e. Serologi
Uji serologi merupakan teknik imunodiagnostik yang diharapkan
dapat meningkatkan sensitivitas dengan tidak mengurangi nilai spesifisitas
dari pemeriksaan diagnostik. Beberapa uji serologi yang digunakan antara
lain uji Enzym linked immunosorbent assay (ELISA), uji Mycodot, uji
peroksidase anti peroksidase (PAP), uji serologi yang baru / IgG TB, dan
uji ICT.25
1. Enzym linked immunosorbent assay (ELISA)
16
Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat
mendeteksi respons humoral berupa proses antigen-antibodi yang terjadi.
Beberapa masalah dalam teknik ini antara lain adalah kemungkinan
antibodi menetap dalam waktu yang cukup lama.23
2. Immunochromatographic Tuberculosis (ICT)
Uji Immunochromatographic tuberculosis (ICT tuberculosis)
adalah uji serologi untuk mendeteksi antibodi Mycobacterium tuberculosis
dalam serum. Uji ini merupakan uji diagnostik tuberkulosis yang
menggunakan 5 antigen spesifik yang berasal dari membran sitoplasma
Mycobacterium tuberculosis, diantaranya antigen Mycobacterium
tuberculosis 38 kDa. Ke 5 antigen tersebut diendapkan dalam bentuk 4
garis melintang pada membran immunokromatografik (2 antigen
diantaranya digabung dalam 1 garis) disamping garis kontrol. Serum yang
akan diperiksa sebanyak 30 ml diteteskan ke bantalan warna biru,
kemudian serum akan berdifusi melewati garis antigen. Apabila serum
mengandung antibodi IgG terhadap Mycobacterium tuberculosis, maka
antobodi akan berikatan dengan antigen dan membentuk garis warna
merah muda. Uji dinyatakan positif bila setelah 15 menit terbentuk garis
kontrol dan minimal satu dari empat garis antigen pada membran.23
3. Mycodot
Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh
manusia. Uji ini menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM) yang
direkatkan pada suatu alat yang berbentuk sisir plastik. Sisir plastik ini
kemudian dicelupkan ke dalam serum pasien, dan bila di dalam serum
tersebut terdapat antibodi spesifik anti LAM dalam jumlah yang memadai
sesuai dengan aktivitas penyakit, maka akan timbul perubahan warna pada
sisir dan dapat dideteksi dengan mudah.23
4. Peroksidase Anti Peroksidase (PAP)
Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi
serologi yang terjadi. Dalam menginterpretasi hasil pemeriksaan serologi
17
yang diperoleh, para klinisi harus hati-hati karena banyak variabel yang
mempengaruhi kadar antibodi yang terdeteksi.23
5. Uji serologi yang baru / IgG TB
Uji IgG adalah salah satu pemeriksaan serologi dengan cara
mendeteksi antibodi IgG dengan antigen spesifik untuk Mycobacterium
tuberculosis. Uji IgG berdasarkan antigen mikobakterial rekombinan
seperti 38 kDa dan 16 kDa dan kombinasi lainnya akan menberikan
tingkat sensitivitas dan spesifisitas yang dapat diterima untuk diagnosis.
Diluar negeri, metode ini lebih sering digunakan untuk mendiagnosis
tuberkulosis ekstra paru.23
6. Pemeriksaan Penunjang lain
I. Pemeriksaan darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang
spesifik untuk tuberkulosis. Laju endap darah (LED) jam pertama dan
kedua dapat digunakan sebagai indikator penyembuhan pasien. LED
sering meningkat pada proses aktif, tetapi laju endap darah yang normal
tidak menyingkirkan tuberkulosis. Limfosit pun kurang spesifik.23
II. Uji Tuberkulin
Uji tuberkulin merupakan pemeriksaan yang paling bermanfaat
untuk menunjukkan sedang / pernah terinfeksi Mycobacterium
tuberculosis dan sering digunakan dalam “screening tuberkulosis” pada
anak. Efektifitas dalam menemukan infeksi tuberkulosis dengan uji
tuberkulin adalah lebih dari 90%. Penderita anak umur <1 tahun yang
menderita tuberkulosis aktif uji tuberkulin positif 100%, umur 1-2 tahun
92%, 2-4 tahun 78%, 4-6 tahun 75%, dan umur 6-12 tahun 51%. Dari
persentase tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar usia anak maka
hasil uji tuberkulin semakin kurang spesifik. Penilaian uji tuberkulin
dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter dari
pembengkakan (indurasi) yang terjadi :23
1. Pembengkakan (indurasi) : 0-4 mm, uji mantoux negatif. Arti
klinis : tidak ada infeksi Mycobacterium tuberculosis.
18
2. Pembengkakan (indurasi) : 5-9 mm, uji mantoux meragukan.
Hal ini bisa karena kesalahan tehnik, reaksi silang dengan Mycobacterium
atypikal atau pasca vaksinasi BCG.
3. Pembengkakan (indurasi) : 10-15 mm, uji mantoux positif. Arti
klinis : Mantoux posotif = golongan normal sensitivity, disini peran kedua
antibodi seimbang
4. Pembengkakan (indurasi) : > 15 mm, uji mantoux positif. Arti
klinis : Mantoux positif kuat = sedang atau pernah terinfeksi
Mycobacterium tuberculosis. Disini peran antibodi seluler paling
menonjol.
Uji tuberkulin positif, tanpa ada gejala umum dan / atau spesifik dan
radiologi: infeksi tuberkulosis (tuberkulosis laten)
Uji tuberkulin positif, ditambah gejala umum dan/ atau spesifik serta
radiologi : sakit tuberkulosis
III. Interferon Gamma Release Assay (IGRA)
Pemeriksaan IGRA adalah pemeriksaan darah yang dapat
mendeteksi infeksi tuberkulosis di dalam tubuh. Hasil tes yang positif
menunjukkan bahwa seseorang terinfeksi kuman ini, bila hasil negatif
menunjukkan bahwa seseorang tidak terinfeksi. IGRA bekerja dengan
mengukur respon imunitas selular atau sel T terhadap infeksi
tuberkulosis. Hasilnya pun spesifik sebab sensitivitasnya tinggi. Sel T
dalam individu yang terinfeksi tuberkulosis akan diaktivasi sebagai
respon terhadap sensitisasi antigen berupa peptida spesifik
Mycobacterium tuberculosis, yaitu Early Secretory Antigenic Target-6
(ESAT-6) dan Culture Filtrate Protein-10 (CFP-10) yang ada didalam
sistem reaksi. Sel T akan menghasilkan Interferon Gamma (IFN-γ) yang
diukur dalam pemeriksaan. Protein yang digunakan dalam reaksi
pemeriksaan IGRA tidak terdapat dalam vaksin BCG (Bacille Calmette-
Guerin) dan MOTT (kecuali M. kansasii, M. Marinum, dan M. Szulgai).
Alhasil pemeriksaan menjadi sangat spesifik dan tidak terpengaruh oleh
vaksin BCG (Bacille Calmette-Guerin). Oleh karena itu, pemeriksaan
IGRA dengan hasil positif lebih akurat hingga 6 kali lipat dibandngkan
19
tes tuberkulin.23
Keuntungan dari tes IGRA adalah hasil dapat tersedia
dalam waktu 24 jam, tidak meningkatkan respon terhadap pemeriksaan
berikutnya, sebelum vaksinasi BCG (Bacille Calmette-Guerin) tidak
menyebabkan hasil tes IGRA positif palsu. Kerugian dan keterbatasan tes
IGRA berupa sampel darah harus diproses dalam waktu 8-30 jam setelah
pengumpulan sementara sel-sel darah putih yang masih layak dan
pemeriksaan tes IGRA ini mahal.23
Kesalahan dalam mengumpulkan atau mengambil spesimen darah
atau dalam menjalankan dan menginterpretasikan hasil tes dapat
menurunkan keakuratan tes IGRA. Data yang terbatas pada penggunaan
tes IGRA untuk memprediksi siapa yang akan berkembang menjadi
penyakit tuberkulosis di masa yang akan datang. Data yang terbatas ini
pada penggunaan tes IGRA yaitu anak-anak yang berusia kurang dari 5
tahun, orang yang baru terkena Mycobacterium tuberculosis, dan orang
dengan sistem kekebalan tubuh yang rendah (HIV).23
Gambar 2.3 Alur Pemeriksaan Tuberkulosis Paru
Sumber : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2011
20
2.2 Mycobacterium Tuberculosis
Klasifikasi Mycobacterium tuberculosis :26
Kingdom : Bacteria
Phylum : Actinobacteria
Ordo : Actinomycetales
Sub Ordo : Corynebacterineae
Family : Mycobacteriaceae
Genus : Mycobacterium
Spesies : Mycobacterium tuberculosis
2.2.1 Morfologi
Mycobacterium tuberculosis bersifat non-motil yang merupakan
basil tuberkel yang berbentuk batang lurus atau agak melengkung dengan
ujung membulat yang panjangnya sekitar 2-4 µm dan lebar 0,2 – 0,5 µm
yang bergabung membentuk rantai. Bakteri ini merupakan bakteri aerob
obligat yang berarti membutuhkan oksigen untuk tumbuh. karena itu pada
penderita tuberkulosis paru bakteri ini selalu ditemukan di daerah lobus
atas paru yang banyak udaranya.27
Dan memiliki ciri khusus yakni adanya
lapisan lilin di dinding selnya.26
Gambar 2.4 Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang dengan panjang 1-4 μm dan
lebar 0,3-0,56 μm
21
Sumber : Velayati dan Parissa, 2016
2.2.2 Sifat Pertumbuhan Mycobacterium tuberculosis
Bakteri ini merupakan fakultatif intraseluler di dalam makrofag
dengan masa generasi lambat (slow generation time) yaitu 15-20 jam.28
Sehingga pembelahan diri bakteri Mycobacterium tuberculosis terjadi
sangat lambat, yaitu sekitar 15 jam setelah infeksi terjadi.26
Jenis Mycobacterium berdasarkan kecepatan pertumbuhannya
dapat dilihat pada Tabel 2.1 Ziehl-Neelsen stain atau acid fast stain adalah
metode deteksi acid-fast bacilli (AFB) yang paling jelas untuk identifikasi
mikobakteria dengan cepat.7
Tabel 2.2 Daftar Mycobacterium berdasarkan kecepatan pertumbuhan7
Kecepatan pertumbuhan Takson atau Spesies
Cepat M. africanum, M. aurum,
M. chelonae, M. chitae,
M. cluvalii, M. farcinogenes,
M. flavescens,
M. fortuitum, M. gadium,
M. gilvum, M. komossense,
M. vaccae, M. thermoresistibile,
M. smegmatis, M. senegalense,
M. phlei,
M. parafortium, M. neoaurum,
Lambat M. asiaticum, M. avium, M. bovis,
M. gastri, M. gordonase,
M. haemophilum, M. intracellulare,
M. kansasii, M. leprae,
M. lepraemurium, M. malmoense,
M. marinum, M. microti,
M. nonchromogenicum,
M. paratuberculosis,
M. scrofulaceum, M. simiae,
22
M. szulgai, M. terrae, M. triviale,
M. tuberculosis, M. ulcerans,
M. xenopi
Velayati, A.A. & Parissa, F., 2016, Atlas of Mycobacterium Tuberculosis, Academic Press, London, United
Kingdom
2.2.3 Daya Tahan
Sifat dan daya tahan bakteri Mycobacterium tuberculosis memiliki
sifat tidak tahan panas serta akan mati pada 6°C selama 15-20 menit.
Biakan bakteri ini dapat mati jika terkena sinar matahari langsung selama
2 jam. Dalam dahak, kuman ini dapat bertahan selama 20-30 jam. Basil
yang berada dalam percikan bahan dapat bertahan hidup 8-10 hari.
Mycobacterium tuberculosis dapat tahan hidup di udara kering maupun
dalam keadaan dingin atau dapat hidup bertahun-tahun dalam lemari es.
Hal ini dapat terjadi apabila kuman berada dalam sifat dormant (tidur).
Pada sifat dormant ini apabila suatu saat terdapat keadaan memungkinkan
untuk berkembang, kuman tuberkulosis ini dapat bangkit kembali.29
2.2.4 Klasifikasi medik Mycobacterium
Untuk keperluan diagnosis dan pengobatan, diklasifikasi menjadi
beberapa kelompok, antara lain :30
M.tuberculosis complex, Menyebabkan tuberculosis :
M.tuberculosis, M.bovis, M.africanum, M.canetti, dan M.microti.
Mycobacterium tuberculosis adalah penyebab tuberkulosis pada
manusia.
Manusia merupakan satu-satunya sumber penularan bakteri ini.
Mycobacterium bovis merupakan penyebab tuberkulosis pada sapi
dan kadang-kadang manusia juga terinfeksi. Baik sapi maupun
manusia dapat menjadi sumber infeksi. Infeksi pada manusia terjadi
karena minum susu sapi yang tidak dipasteurisasi sehingga
menimbulkan tuberkulosis ekstrapulmoner.30
M.avium complex : (MAC) : adalah kumpulan spesies mycobacteria
yang dapat menyebabkan infeksi pada berbagai jaringan tetapi tidak
menyerang paru, dan dapat menjadi penyebab kematian pada
23
penderita AIDS. Dalam kelompok ini antara lain termasuk :
M.avium, M.avium paratuberculosis, M.avium silvaticum, M.avium
hominissuis, M. colombiense dan M. Indicus pranii.30
Ungrouped mycobacterium : termasuk dalam kelompok ini adalah
M.leprae dan M.lepromatosis yang menjadi penyebab penyakit lepra
atau penyakit Hansen.30
Mycobacteria nontuberculosa (NTM): semua mycobacteria lainnya
yang dapat menyebabkan penyakit paru yang menyerupai
tuberkulosis, limfadenitis, penyakit kulit atau penyakit menular
lainnya.30
Tabel 2.3 Mycobacteria yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia5
Mycobacteria Habitat Organ yang umum
Diserang
Mycobacterium
tuberculosis
complex
M. tuberculosis
M. bovis
M. canetti
Manusia
Manusia,ternak
Hewan
Semua organ
Usus dan jaringan
lunak
Kelenjar limfe
Photochromogen
M. kansasii
M. marinum
M. simiae
M. asiaticum
Air,ternak
Ikan,air
Primata
Primata
Tulang
Kulit dan jaringan
lunak
Bronkopulmonal
Paru
Scotochromogen
M. scrofulaceum
M. szulgai
M. gordonae
M. fl avescens
M. xenopi
Tanah,air,ternak,burung
Tak jelas
Air
Air,tanah
Air
Kelenjar limfe
Bronkopulmonal
Paru
Paru
Bronkopulmonal
Non photochromogen Paru, kel limfe ,
24
M. avium-intracellulare
M. ulcerans
M. gastri
M. terrae
Tanah,air,ternak,burung
Tidak jelas
Tanah,air
Tanah,air
sistemik
Kulit & jaringan
lunak
Paru
Paru
Rapid grower
M. fortuitum
M. abcessus
M. chelonae
M. smegmatis
Tanah,air,hewan darat
dan laut
Tanah,air,hewan darat
dan laut
Tanah,air,hewan darat
dan laut
Permukaaan lembab,
Flora urogenital
Kulit, jaringan lunak,
sistemik
Kulit, jaringan lunak,
sistemik
Kulit, jaringan lunak,
sistemik
Paru
M. leprae Manusia Kulit, jaringan lunak,
sistemik.
Petunjuk teknis pemeriksaan biakan, identifikasi dan Uji Kepekaan Miycobacterium tuberculosis
pada media padat. Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan, Direktorat Jenderal Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Kementerian Kesehatan RI, 2012 : 10
2.2.5 Komponen
1. Lipid
Mycobacterium tuberculosis tahan terhadap asam dan alkohol
setelah pewarnaan metode Ziehl-Neelsen.7 Acid-fastness adalah
kemampuan sel Mycobacterium tuberculosis untuk tidak mengalami
dekolorisasi (perusakan warna secara buatan) pada penggunaan asam. Sifat
ini disebabkan karena kandungan lipid dalam kadar tinggi di dinding sel
sehingga kuman ini bersifat waxy, hidrofobik dan sulit terwarnai.6
Dinding
sel Mycobacterium tuberculosis terdiri dari kerangka dinding sel, molekul
penyusun dinding sel, lipid dan polipeptida. Kerangka dinding sel
memiliki komponen kimia berupa peptidoglikan, arabinogalaktan dan
asam mikolat rapat.7
2. Asam mikolat
25
Mycobacterium tuberculosis memiliki struktur dinding sel dengan
kandungan asam mikolat. Asam mikolat adalah penentu utama
permeabilitas dinding sel mikobakteria karena sifat hidrofobiknya yang
kuat. Asam mikolat merupakan suatu asam lemak α-alkil, β hidroksi
dengan rantai yang sangat panjang (C30-C90). Kurang lebih 40% berat
kering mikobakteri adalah asam mikolat. Akibat struktur tersebut,
Mycobacterium tuberculosis memiliki perlindungan efisien dan kapasitas
luar biasa untuk menahan berbagai tekanan dari luar. Komposisi dan
jumlah asam mikolat mempengaruhi virulensi (keganasan), kecepatan
pertumbuhan, morfologi koloni dan permeabilitas Mycobacterium
tuberculosis. Kuman ini lebih mirip dengan Gram negatif daripada Gram
positif dimana sitoplasmanya dikelilingi oleh membran plasma dan
peptidoglikan tebal. Selain itu komponen ini melindungi bakteri dari
serangan protein kationik, lisozim dan radikal oksigen di dalam granul
fagositik. Komponen ini juga melindungi mikobakteria ekstraseluler dari
serangan di serum.7
Gambar 2.5 Diagram skematik dinding sel Mycobacterium tuberculosis. Seperti
membrane luar dari dinding sel bakteri gram negatif, porin diperlukan untuk transport
molekul hidrofilik kecil melalui membrane luar. PIM (phospatidilinositol mannoside)
26
Sumber : Velayati dan Parissa, 2016
2.2.6 Biakan untuk bakteri Mycobacterium
Biakan Mycobacterium terdiri dari medium nonselektif dan
medium selektif. Media selektif berisi antibiotik untuk mencegah
pertumbuhan kontaminan bakteri dan fungi yang berlebihan.31
Terdapat tiga medium yang dapat digunakan sebagai medium
selektif dana nonselektif yaitu media semisintetik (middlebrook 7H10 dan
7H11), media telur inspisasi (Lowenstein-jensen) media kaldu (broth
media).31
2.3 Pewarnaan BTA (Basil Tahan Asam)
Mycobacterium tuberculosis tidak diklasifikasikan sebagai Gram
positif maupun Gram negatif karena dinding sel bakteri ini tidak memiliki
karakteristik membran luar bakteri Gram negatif. Namun, Mycobcterium
tuberculosis memiliki struktur peptidoglikan-arabinogalaktan-asam
mikolat sebagai barier permeabilitas eksternal.6 Jika pewarnaan Gram
dilakukan pada Mycobacterium tuberculosis, warna Gram positif yang
muncul sangatlah lemah atau tidak berwarna sama sekali. Namun ketika
terwarnai, sebagai bakteri acid-fast maka Mycobacterium tuberculosis
akan mempertahankan pewarna saat dipanaskan dan diberi komponen
asam organik. Pada penggunaan metode Ziehl-Neelsen stain terhadap
bakteri ini akan menunjukkan warna merah.7
Secara garis besar sebelum memulai melakukan pewarnaan
sediaan, siapkan peralatan dan reagen yang dibutuhkan agar proses
pewarnaan tidak terhambat. Peralatan, reagen yang bermutu harus
dilaksanakan untuk menjamin ketersediaan.2
Pewarnaan BTA pada
spesimen merupakan metode diagnosis yang paling murah, cepat, mudah
dalam pengerjaannya serta dapat dikerjakan di laboratorium sederhana
yang memiliki mikroskop. Dala strategis DOTS (Direct Observed
Treatment Shortcourse Chemotherapy) yang direkomendasikan WHO dan
telah dilakukan di Indonesia digunakan cara pewarnaan BTA metode
Ziehl-Neelsen untuk penentuan dimulainya pengobatan Obat Anti
Tuberkulosis (OAT).8
27
Pada dasarnya prinsip pewarnaan BTA adalah memanfaatkan
panas dan phenol agar bisa menembus lapisan lemak atau lilin yang ada di
dinding sel sehingga lapisan lemak itu akan tertembus dengan zat warna
dasar yaitu carbol fuchsin. Setelah terwarnai dengan carbol fuchsin dan
dicuci dengan air mengalir, maka lapisan lilin yang terbuka akan kembali
tertutup karena pendinginan saat dicuci. Sewaktu dituang dengan asam dan
alkohol, warna merah dari carbol fuchsin pada BTA tidak akan lepas.
Bakteri yang tahan asam melepaskan warna merah sehingga akan menjadi
berwarna pucat dan tidak berwarna. Akhirnya pada waktu dicat dengan
methylene-blue, BTA tidak akan menyerap warna tersebut sedangkan
bakteri yang tidak tahan asam akan mengambil warna biru dari methylene-
blue.32
Mycobacteria, Nocardia dan Rodococcus merupakan kuman tahan
asam. Derajat ketahanannya tertinggi pada mycobacteria. Dengan
demikian pewarnaan BTA dengan cara Ziehl-Neelsen ataupun auramin
juga akan mendeteksi spesies mycobacteria lain. Namun karena prevalensi
infeksi oleh mycobacteria yang bukan Mycobacterium tuberculosis
(MOTT/ NTM) saat ini sangat rendah, maka hasil positif lebih mengarah
pada Mycobacterium tuberculosis. Yang perlu diwaspadai adalah BTA
lingkungan yang banyak mencemari air.33
Ada beberapa cara pewarnaan BTA, yaitu : Zhiel-Neelsen, Tan
Thiam Hok (Kinyoun-Gabbet), dan Fluorokrom. Pewarnaan BTA ini
memiliki nilai spesifisitas dan sensitivitas. Spesifisitas ketiga pewarnaan
memberikan nilai yang hampir sama, yaitu Tan Thiam Hok (Kinyoun-
Gabbet) (92,9%), Ziehl-Neelsen (91,6%), dan fluorokrom (91,1%). Jika
dilihat dari nilai sensitivitasnya pewarnaan fluorokrom memberikan nilai
sensitivitas yang paling tinggi (92,6%) dibanding 2 metode pewarnaan
lainnya dan metode tersebut memerlukan peralatan yang sangat mahal
sehingga sulit dilaksanakan di sarana kesehatan dengan fasilitas sederhana.
Oleh karena itu metode pewarnaan Ziehl-Neelsen merupakan pilihan
metode yang cukup sederhana dan memberikan sensitivitas yang cukup
tinggi.8
28
Perbedaan Ziehl-Neelsen dengan Kinyoun-Gabbet terletak pada
tahapan/cara, zat warna dan lama waktu pemberian pewarnaan BTA pada
sputum. Di antaranya yaitu :
Tabel 2.4 Perbedaan pewarnaan Ziehl-Neelsen dan Tan Thiam Hok
(Kinyoun-Gabbet).8
Pewarnaan Ziehl-Neelsen2
Pewarnaan Kinyoun-Gabbet8
1. Letakkan sediaan diatas rak
dengan jarak minimal 1 jari
telunjuk.
(yang sudah difksasi)
1.Letakkan sediaan diatas rak
dengan jarak minimal 1 jari
telunjuk .
(yang sudah difksasi)
2. Tuangkan Carbol Fuchsin
0,3% menutupi seluruh
permukaan sediaan
2. Larutan Kinyoun (fuchsin basis
4g, fenol 8ml, alkohol 95% 20 ml,
H20 destilata 100 ml) dituang
pada permukaan sediaan.
2 Panaskan sediaan dengan
sulut api sampai keluar uap
(jangan sampai mendidih),
kemudian dinginkan selama
5 menit.
3.Dibiarkan selama 3 menit
3 Bilas dengan air mengalir 4.Kelebihan zat warna dibuang
dan dicuci dengan air mengalir
perlahan.
4 Tuangkan asam alcohol 3%
pada sediaan biarkan
beberapa saat lalu bilas
dengan air sampai bersih,
tidak tampak sisa zat warna
merah. Bila masih tampak
warna merah lakukan
5.Larutan Gabbet (methylene-blue
1g, H2S04 96% 20ml, alkohol
absolut 30ml, H20 destilata 50ml)
dituang pada permukaan sediaan
29
decolorisasi beberapa kali.
5 Tuangkan 0.3% methylene-
blue hingga menutupi
seluruh sediaan dan biarkan
10-20 detik
6. Dibiarkan selama 1 menit
6 Bilas dengan air mengalir 7. kelebihan zat warna dibuang
dan dicuci dengan air yang
mengalir perlahan
7 Keringkan sediaan 8. Keringkan sediaan
-Dirjen P2&PL Kementerian Kesehatan RI. Modul Pelatihan Pemeriksaan Dahak Mikroskopis TB. 2012. hlm 1-
71.
-Karuniawati, A., dkk 2005. Perbandingan Tan Thiam Hok, Ziehl Neelsen dan Fluorokrom Sebagai Metode
Pewarnaan Basil Tahan Asam untuk Pemeriksaan Mikroskopik Sputum. Makara, Kesehatan, Vol. 9, No. 1 : 29-
33.
Perbedaan antara kedua pewarnaann tersebut adalah pada Kinyoun-
Gabbet lebih praktis karena hanya memerlukan waktu 4,5 menit dan 4
langkah. Sedangkan pewarnaan Ziehl-Neelsen membutuhkan waktu yang
lebih lama.8
30
A. Kualitas preparat mikroskopik dengan metode pewarnaan Ziehl-
Neelsen
Pada pewarnaan yang baik, apabila diperiksa di bawah
mikroskopis akan tampak kuman Mycobacterium tuberculosis yang
berwarna merah baik sendiri atau bergerombol dengan warna latar biru
dan terlihat jelas gambaran leukosit.2
Bakteri tahan asam akan berwarna merah karena tidak mengalami
dekolorisasi oleh asam alkohol sehingga masih mengikat warna pertama
carbol fucshin dan tidak menyerap methylene blue. Sementara itu, pada
bakteri tidak tahan asam, larutan asam alkohol akan melakukan reaksi
dengan carbol fuchsin dengan cepat, sehingga sel bakteri tidak berwarna
lalu menyerap methylene blue sehingga berwarna biru pada saat di amati
dengan mikroskop.2
Gambar 2.6 Mycobacterium tuberculosis berwarna merah dapat tersusun
tunggal atau bergerombol
Sumber : Dirjen P2&PL Kementerian Kesehatan RI, 2012.
Pada pewarnaan yang jelek, apabila diperiksa di bawah mikroskop
masih tampak adanya sisa zat warna, endapan kristal sehingga kuman
Mycobacterium tuberculosis tidak tampak dengan jelas.2
Gambar 2.7 Pewarnaan BTA tampak adanya sisa zat warna, endapan kristal
31
Sumber : Dirjen P2&PL Kementerian Kesehatan RI, 2012
B. Kualitas background pewarnaan BTA
Pada sediaan yang baik tampak jelas kontras antara BTA dan
warna latar, bersih dan tidak tampak sisa zat warna. Pada waktu dilihat di
bawah mikroskop akan terlihat seperti di bawah ini:
Kualitas yang baik
dekolorisasi yang kurang
Latar belakang gelap, terlalu lama pemberian Metilen Blue
Gambar 2.8 Kualitas background pewarnaan BTA
Sumber : Dirjen P2&PL Kementerian Kesehatan RI, 2012.
32
C. Kebersihan pada pewarnaan
Penilaian kebersihan pada pewarnaan dilakukan secara makroskop
dan mikroskop. Sediaan yang baik terlihat bersih, tidak tampak sisa zat
warna, endapan kristal. Sediaan yang kurang bersih akan mengganggu
pembacaan secara mikroskopik.2
D. Penilaian kualitas sediaan dahak
Sediaan dahak yang baik adalah sediaan yang memenuhi 6 syarat
kualitas sediaan yang baik yaitu kualitas contoh uji, ukuran, ketebalan,
kerataan, pewarnaan dan kebersihan.2
Kualitas contoh uji ( spesimen)
Spesimen dahak berkualitas baik apabila ditemukan:
Gambar 2.9 Lekosit PMN ≥ 25 per LP pada perbesaran 10 x 10
Sumber : Dirjen P2&PL Kementerian Kesehatan RI, 2012.
33
Gambar 2.9.1 Makrofag pada perbesaran 10 x 100
Sumber : Dirjen P2&PL Kementerian Kesehatan RI, 2012.
Ukuran sediaan dahak
Sediaan dahak yang baik berbentuk oval berukuran panjang 3 cm
dan lebar 2 cm
Tabel 2.5 Ukuran sediaan dahak
Contoh :
sediaan dahak yang baik
Contoh :
sediaan yang terlalu kecil,
tidak rata.
Sumber : Dirjen P2&PL Kementerian Kesehatan RI, 2012.
2.4 Bleach / Natrium Hipoklorit
Penggunaan bleach yang mengandung natrium hipoklorit (NaOCl),
kebanyakan digunakan untuk pencairan sputum sebagai prosedur
pewarnaan, pemutih akan membuat mikroskopis jelas yang membuat Mtb
bacilli mudah dikenali.34
Rumus molekul natrium hipoklorit adalah NaOCl :
Na+ sodium kation + OCl
- hipoklorit anion → NaOCl sodium hipoklorit
Metode yang paling umum untuk memproduksi natrium hipoklorit
adalah bereaksi klorin dengan natrium hidroksida (NaOH). Hasil samping
reaksi adalah natrium klorida (garam, NaCl) dan air (H2O).35
Bleach secara efektif membunuh mikroorganisme. Mekanisme
bleach dalam membunuh mikroorganisme adalah dengan menginisiasi
reaksi stress oksidatif terhadap protein. Reaksi stress oksidatif tersebut
menstimulasi agregasi protein bakteri sehingga bakteri mengalami
kematian.36
34
Konsentrasi zat kimia dari bleach sebagai dekontaminan dan waktu
kontak dengan bacilli adalah faktor yang sangat penting untuk pemulihan
Mycobacterium tuberculosis.37,38
Semakin tinggi konsentrasi, semakin
beracun bagi basil TB.37,39
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh dr.
Suwarsono E.A,2018 didapatkan hasil penggunaan bleach 1% lebih baik
dibanding 4% NaOH dan NALC-NaOH sebagai larutan dekontaminan.41
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Suwarsono E.A,2017
didapatkan hasil konsentrasi 1% bleach dan 10 menit inkubasi adalah
konsentrasi optimum untuk dekontaminasi sputum sehingga kedua kondisi
ini tidak hanya dapat mencegah pertumbuhan kontaminan tetapi juga
mendukung pemulihan basil TB.40
a. Kegunaan Bleach di Puskesmas
Bleach banyak digunakan di Fasilitas Layanan Kesehatan yang
penggunaannya sebagai desinfektan. Selain itu juga sebagai penggunaan
lokal untuk dekontaminasi tumpahan lingkungan dari bahan yang
berpotensi menular seperti darah, cairan tubuh tertentu, atau bahan
mikrobiologi seperti desinfeksi peralatan pasien (misalnya : tangki
hidroterapi, implan gigi), dan dekontaminasi limbah medis sebelum
dibuang. Bleach juga digunakan untuk menyediakan air minum yang di
desinfeksi.42
Beberapa penggunaan bleach di puskesmas diantaranya :
1. Potable water
Tujuannya sebagai kontrol patogen waterborne. Patogen tersebut
yang sering dikaitkan adalah Giardia, Cryptosporidium, Shigella,
Salmonella, Campylobacter, and Yersinia spp, hepatitis A virus, Norwalk
agent, and rotavirus.42
2. Hiperklorinasi dari air potable sebagai Pengobatan untuk Kolonisasi
Legionella spp.
Kontrol Legionella spp. dalam situasi wabah42
3. Penggunaan Klorin dalam Hemodialisis
35
Hiperklorinasi yang menyediakan air untuk mesin dialisis telah
digunakan untuk mengurangi pertumbuhan bakteri dan mencegah
terjadinya sepsis bakteri.42
4. Dekontaminasi air vas bunga
Bunga segar yang ada di vas bunga berfungsi sebagai reservoir
bakteri patogen gram negatif. Sekitar 10 ml dalam 1% hipoklorit
mengurangi bakteri gram negatif tanpa melukai bunga. Contoh bakteri
gram negatif yang ada adalah Pseudomonas aeruginosa.42
5. Peralatan gigi
Mendesinfeksi peralatan gigi yang terkontaminasi untuk mencegah
transmisi penyakit kepada pekerja pelayanan kesehatan gigi dan transmisi
ke pasien lain.42
6. Tonometer
Menggunakan tonometer dengan rutin maka akan terkontaminasi,
kontaminasi yang dikhawatirkan adalah transmisi dari virus. Terutama
virus adenovirus tipe 8, dan virus herpes simplex.42
Maka penggunaan bleach ini untuk mencegah transmisi mikroorganisme
tersebut.42
7. Tangki hidroterapi
Pengurangan risiko transmisi silang terkait dengan penumpahan
patogen ke dalam air mandi42
8. Manikins
Pencegahan potensi penularan virus herpes simpleks dan patogen
lainnya pada peserta pelatihan yang berlatih resusitasi mulut ke mulut.42
9. Jarum suntik dan jarum yang digunakan untuk pemberian obat
Pengurangan risiko penularan HIV ke pengguna narkoba yang
tidak mau atau tidak bisa menggunakan jarum suntik dan sekali pakai yang
steril.42
10. Dekontaminasi tumpahan darah
36
Meminimalkan resiko penyakit yang diakibatkan oleh pekerja
kesehatan jika terjadi tumpahan darah di lingkungan, cairan tubuh yang
berdarah, atau cairan tertentu lainnya(misal : cairan cerebrospinal) dalam
hal ini jika terjadi luka benda tajam atau kontak dengan kulit yang tidak
terbakar, didesinfeksi dengan menggunakan bleach. Sehingga mencegah
patogen yang ditularkan melalui darah tersebut, terutama HIV, virus
hepatitis B dan C.42
11. Permukaan lingkungan dikamar
Pengurangan risiko transmisi silang C. difficile dalam situasi
wabah melalui tangan personel perawatan kesehatan.
C. difficile telah dikaitkan dengan wabah diare dan kolitis pada orang
dewasa yang dirawat di rumah sakit, terutama mereka yang menerima
terapi antimikroba.42
12. laundry
Pengurangan risiko potensial transmisi silang patogen dan akuisisi
oleh pekerja laundry.42
13. Pengendalian limbah medis
Pengurangan beban mikroba yang terkait dengan limbah medis
yang diatur.42
14. Antisepsis
Pengurangan risiko penularan patogen melalui tangan personel
perawatan kesehatan.42
15. Terapi Gigi
Prosedur saluran akar gigi umumnya dilakukan untuk
menyelamatkan gigi yang sakit. Bleach umumnya digunakan sebagai
saluran akar irigasi untuk mendisinfeksi saluran sebelum pengisian dan
penempatan tutup.42
16. Perawatan kesehatan di rumah
Dengan munculnya perawatan kesehatan yang dikelola, semakin
banyak pasien yang sekarang dirawat oleh layanan kesehatan rumah.
Pasien yang dirawat dirumah ini mungkin memiliki penyakit menular,
kondisi immunocompremaise, atau perangkat invasif. Oleh karena itu,
37
desinfeksi yang memadai dalam pengaturan rumah diperlukan untuk
menyediakan lingkungan pasien yang aman. Pada pasien yang dirawat
dirumah yang perawatannya menggunakan benda yang dapat digunakan
kembali yang menyentuh selaput lendir (misal tabung trakeostomi),
didesinfeksi dengan bleach agar tidak tertular ke orang rumah ataupun ke
tenaga medis yang merawat pasien tersebut.42
38
2.5 Kerangka Teori
Udara tercemar
Mycobacterium tuberculosis
Basil TB terhirup lewat
saluran nafas
Menembus mekanisme
pertahanan sistem nafas
diagnosis
Berkolonisasi di saluran
nafas bawah
Bleach sebagai
dekontaminan paling baik
Dikumpulkan dalam
pot steril
Sekret di sal. nafas
Mengaktifkan respon imun
BTA mudah di temukan
dan jumlah BTA
meningkat per bidang
Sekret keluar mengandung
Mycobacterium
tuberculosisa
inflamasi
Penambahan
bleach2%
Background lebih jernih
batuk
Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas
Pemeriksaan bakteriologis
Linuefikasi
(mengencerkan) sputum
molekuler makroskopik
Pemeriksaan fisik
Gejala
Kinyoun-
Gabbet
Ziehl-Neelsen
Pewarnaan
BTA
mikroskopik
Spesimen sputum
Fluorokrom
Tingkat kepositifan
Aman bagi
pemeriksa
kultur PCR (Polymerase
Chain Reaction)
39
Gambar 2.9.2 Kerangka teori penelitian perbandingan pewarnaan Basil Tahan
Asam konvensional dengan bleach 2%
2.6 Kerangka Konsep
Keterangan : tidak diteliti
Diteliti
Gambar 2.9.3 Kerangka konsep penelitian perbandingan pewarnaan Basil Tahan
Asam konvensional dengan Bleach 2%
Sputum
Pemeriksaan mikroskopik
Pewarnaan BTA
Konvensional metode
Ziehl-Neelsen)
Diagnosis
Tuberkulosis
keruh
Pewarnaan BTA
Konvensional metode Ziehl-
Neelsen ditambah Bleach 2%
Background
jernih
Tingkat kepositifan
tinggi rendah
40
2.7 Definisi Operasional
Tabel 2.6 Definisi Operasional
No Variabel Definisi
Operasional
Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
1. Tingkat
kepositifan
pewarnaan
BTA yang
ditambahkan
bleach 2%
Nilai positif
atau negatif
pewarnaan
BTA yang
ditambahkan
bleach 2%
Dengan
menggunakan
mikroskop lalu
dikategorikan
kedalam skala
IUATLD
mikroskop Tabel berupa
skala IUATLD
yang akan
dikelompokkan
sebagai positif
dan negatif
Kategorik
2. Tingkat
kepositifan
pewarnaan
BTA
konvensional
Nilai positif
atau negatif
pewarnaan
BTA
konvensional
Dengan
menggunakan
mikroskop lalu
dikategorikan
kedalam skala
IUATLD
mikroskop Tabel berupa
skala IUATLD
yang akan
dikelompokkan
sebagai positif
dan negatif
kategorik
41
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian pre eksperimen komparatif
kategorik berpasangan yaitu komparasi 2 kelompok dengan membandingkan
antara penggunaan bleach 2% dengan BTA konvensional dengan 1 kali
pengujian pewarnaan BTA dengan metode Ziehl-Neelsen untuk mendiagnosis
penyakit tuberkulosis.
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Februari 2018 sampai bulan Agustus
2018 di lingkungan Pusat Kesehatan Masyarakat Kalibaru Kota Bekasi.
Pengambilan sampel dilakukan di Puskesmas Kalibaru Kota Bekasi.
Pemeriksaan sampel dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas
Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan menggunakan metode
pewarnaan Ziehl-Neelsen. Setelah itu dilakukan pengolahan data.
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi pada penelitian ini adalah pasien yang diduga menderita
penyakit Tuberkulosis di Puskesmas Kali Baru Bekasi selama periode bulan
Februari 2018 sampai bulan Agustus 2018.
3.3.1 Kriteria Sampel
pada penelitian ini sampel yang diambil memiliki beberapa kriteria, yaitu :
1. Kriteria Inklusi
a. Pasien yang diduga menderita penyakit TB paru
b. Pasien baru BTA yang belum pernah mendapatkan terapi OAT di
puskesmas Kalibaru kota Bekasi.
c. Bersedia diambil sputumnya dan menjadi subyek untuk peneltian
ini
d. Pasien dalam keadaan sadar penuh dan melakukan prosedur
pengambilan sputum dengan benar
42
2. Kriteria Eksklusi
a. Sampel pasien pada saat pengambilan sputum, sputumnya kering.
Sehingga tidak dijadikan sebagai bahan penelitian.
Sampel yang diambil dalam penelitian yang digunakan selama
penelitian adalah sputum yang diperoleh dari spesimen yang berkualitas baik
yaitu sputum yang mukoid, purulent atau bercampur darah dan dikumpulkan
pada wadah yang steril. Sputum tersebut diperoleh dari seluruh pasien dengan
memiliki gejala TB yang diambil sekali (Sewaktu pasien datang). Sampel
sputum akan dibagi 2 untuk perlakuan yang berbeda, yaitu pada sputum yang
akan diwarnai secara konvensional yaitu dengan metode pewarnaan Ziehl-
Neelsen saja, dan pada sputum yang diwarnai dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen
ditambah 2% bleach dalam jumlah sama banyak kemudian langsung di vortex
sampai tercampur merata. Lalu di inkubasi pada suhu ruang selama 10 menit,
setelah itu dilakukan pewarnaan BTA. Hasil dari pewarnaan BTA dibaca
dimikroskop, dan dicatat hasilnya dengan membandingkan tingkat kepositifan
antara pewarnaan Basil Tahan Asam konvensional dengan penambahan bleach
2% untuk mendiagnosis Tuberkulosis pada spesimen sputum.
Sehingga penelitian ini merupakan penelitian komparatif dengan skala
pengukuran kategorik berpasangan. Dengan demikian, untuk mengetahui besar
sampel minimal yang dibutuhkan penelitian ini menggunakan rumus dalam
Buku Besar sanpel dan Cara Pengambilan Sampel dalam Penelitian
Kedokteran dan Kesehatan :43
Keterangan :
n = besar minimal sampel masing-masing kelompok
Zα = deviat baku alfa (1,96)
Zβ = deviat baku beta (0,84)
π = besarnya diskordan (ketidaksesuain)
n = (Zα + Zβ)2 π
(P1-P2)2
43
P1 = proporsi pada kasus
P2 = proporsi pada kontrol
Pada penelitian ini peneliti menentukan kesalahan α sebesar 5%
dua arah dan β 20% maka nilai Zα adalah 1,96 dan nilai Zβ adalah 0,84.
Nilai Za dua arah ditentukan karena peneliti menganggap “terdapat
pengaruh penambahan larutan bleach 2% pada pewarnaan BTA
Konvensional metode Ziehl-Neelsen pada spesimen sputum dalam
mendiagnosis penyakit Tuberkulosis”. sedangkan nilai P1, P2, dan π
diambil dari penelitian sebelumnnya mengenai Perbandingan konvensional
metode Ziehl-Neelsen dengan penambahan Bleach untuk deteksi BTA
oleh Krishna, M. dan Gole, S.G, 2017. dengan nilai P1 adalah 0,2
sedangkan nilai P2 adalah 0,65 dan nilai π adalah 0,45.44
n1=n2= ( )
( )
n1=n2= ( )
( )
n1=n2=
n1=n2=17,42
=17
n1+n1= 17 + 17 = 34 sampel
Pada penelitian ini didapatkan sampel sebanyak 33 sampel,
sedangkan hasil rumus tersebut dari penelitian sebelumnya yang dilakukan
oleh Krishna, M. dan Gole, S.G,2017 mendapatkan hasil 34 sampel, sama
halnya penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Mandakini Patel et al.
2013 mendapatkan hasil 44 sampel, dan penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Vishal Sharma1, Anuj Sharma, 2017 mendapatkan hasil 62
sampel.44,60,61
Berdasarkan hasil jumlah sampel minimal tersebut yang dilakukan
penelitian sebelumnya mendapatkan hasil rerata di atas jumlah sampel
minimal pada penelitian ini.
44
3.4 Identifikasi Variabel
3.4.1 Variabel Bebas (Independen)
Spesimen sputum pada penelitian ini akan ditambahkan larutan bleach
dengan konsentrasi 2% pada pewarnaan BTA konvensional dengan metode
Ziehl-Neelsen
3.4.2 Variabel Terikat (Dependen)
Spesimen sputum yang ditambahkan larutan bleach 2% pada pewarnaan
BTA konvensional dengan metode Ziehl-Neelsen akan dinilai hasilnya menjadi
positif dan negatif.
3.5 Besar dan Pengambilan sampel
Pengambilan sputum dilakukan sekali ( sewaktu pasien datang ).
Sputum yang berkualitas baik adalah sputum yang mukoid, purulent atau
bercampur darah. Pengambilan sputum perlu diulang apabila spesimen jelas
merupakan air liur, diberi pengawet, dikumpulkan pada wadah yang tidak
steril, data pada pot tidak sesuai dengan formulir permohonan pemeriksaan dan
kualitas sputum tidak memenuhi syarat berdasarkan pemeriksaan mikroskopik.
3.6 Alat dan Bahan Penelitian
Pada penelitian ini membutuhkan alat berupa pot sputum, tempat
penyimpanan sampel yang terdiri dari cool box dan cool gel, Bio Safety
Cabinet (BSC), vortex, Object glass, tabung ukur, pinset, pensil kaca, kayu
lidi, tissue, bunsen, korek api, alkohol 70%, minyak emersi, kapas, mikroskop,
APD(Alat Pelindung Diri) seperti baju lab, masker, handscoon, dan rak
penyusun pewarnaan. Sedanngkan bahan yang digunakan berupa sampel
sputum sewaktu, satu set lengkap pewarnaan Ziehl-Neelsen (0,3% karbol
fucshin, 0,3% asam alkohol, dan 0.3% methylene-blue) , bleach 5,25%, dan
Aquades.
3.7 Cara kerja penelitian
3.7.1 Teknik Pengambilan Sampel
Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah sputum. Sputum pasien
yang dicurigai memiliki gejala TB sehingga di ambil oleh Dokter di Puskesmas
Kali Baru Bekasi. Sputum ditampung di dalam pot sputum yang terlebih
dahulu diberi identitas pasien yang ditulis dan diberi kode pasien. Sputum
45
diambil sebanyak satu kali yaitu pada saat pasien datang ke puskesmas Kali
Baru Bekasi. sebelum pengambilan sputum , pasien diberi edukasi terlebih
dahulu mengenai cara mengeluarkan sputum yang baik dan benar yaitu dengan
menjelaskan kepada pasien untuk tidak makan, minum atau merokok sebelum
sputum dibatukkan. Caranya sebelum berdahak pasien berkumur-kumur
dengan air bersih, apabila pasien memakai gigi palsu maka lepaskan sebelum
berkumur. Pada saat bertemu dengan pasien yang akan mengeluarkan
sputumnya maka pemeriksa memakai Handscoon dan masker.
Ketika ingin memulai mengeluarkan sputumnya minta pasien untuk
menarik nafas dalam (2-3 kali). membatukkan sputumnya di ruang terbuka dan
mendapat sinar matahari langsung atau ruangan dengan ventilasi yang baik,
dan berada jauh dari orang sekitar untuk mencegah penularan kuman TB. Buka
pot sputum, dekatkan ke mulut, berdahak dengan kuat kemudian ludahkan ke
dalam pot sputum, tutup pot tersebut dengan rapat dan setelah itu pasien harus
mencuci tangan . setelah pasien mengeluarkan sputumnya di dalam pot, lalu
pot sputum dimasukkan kedalam plastik lalu diletakkan kedalam cool box yang
didalamnya terdapat cool gel sebagai pendingin, selanjutnya sampel sputum
tersebut dikirim ke Lab Mikrobiologi FK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta .
Setelah sampel sputum sampai di Lab, kemudian masing-masing sputum
dipindahkan ke dua pot yang baru, yang sudah diberi kode pasien. Hal tersebut
bertujuan untuk memisahkan sputum yang akan di tambahkan bleach dan tanpa
bleach.
3.7.2 Persiapan Alat dan Bahan
Alat yang digunakan terlebih dahulu dicuci bersih dengan air mengalir.
Sebuah alat BSC (Bio Safety Cabinet) dinyalakan dan di sterilisasi
menggunakan sinar UV dengan durasi selama 30 menit. Sebelum memulai
pengerjaan di BSC maka dibersihkan bagian dalam BSC dan bagian luar (kaca)
menggunakan alkohol 70%. Setelah dibersihkan, letakkan tissue sebagai kain
pengalas didalam BSC. Kemudian masukkan object glass, pot sputum yang
sudah terisi sputum, pot sputum yang kosong, lidi, tabung ukur yang berisi
larutan bleach 2%, dan pipet. Kemudian pada saat operator ingin memulai
pengerjaan pastikan operator di BSC tersebut sudah dalam keadaan steril
46
dengan menggunakan standar APD (Alat Pelindung Diri) terlebih dahulu
seperti masker, Jas Laboratorium, dan Handscoon. Peralatan yang digunakan
untuk membuat preparat dan operator yang kontak dengan sputum pasien
(infeksius) harus selalu berada didepan BSC tersebut. Semua tahap pembuatan
preparat berada dalam Bio Safety Cabinet (BSC) kecuali pada tahap
memfiksasi yang harus dilakukan diluar BSC. Taruh rak pewarnaan diatas bak
pewarnaan, lalu susun diatas bak cucian dan pastikan air dapat mengalir.
Setelah pengerjaan di BSC, sumber infeksius yang sudah kontak
dengan sputum seperti lidi, pipet, tissue harus dikumpulkan secara khusus di
plastik BioHazard. Apabila sudah terkumpul di BioHazard tersebut kemudian
disterilisasi menggunakan autoklaf selama 2 jam dengan tekanan sebesar 15
dyne/cm3 (1.5 atm) dan suhu sebesar 121°C, dikeringkan dan dibungkus
dengan kertas alumunium foil.
3.7.3. Pembuatan preparat sputum tanpa bleach 2%
Mengambil sampel secukupnya dengan lidi steril
Sampel sputum
Sputum dgn bantuan lidi di goreskan membentuk
Jaring laba-laba, tunggu kering di BSC.
Kaca objek
Setelah kering fiksasi di atas bunsen, lewatkan 3x (kerjakan
diluar BSC, api tidak boleh didalam BSC.
Setelah preparatnya kering, di kumpulkan jadi satu di rak
penyusun pewarnaan BTA
Gambar 3.1 pembuatan preparat sputum tanpa bleach 2%
nama :
2x3 cm
47
3.7.4 Pembuatan larutan bleach 2%
Pada penelitian ini digunakan larutan bleach dengan konsentrasi
5,25% yang terdapat dalam kemasan Bayclin/pemutih yang terjual
dipasaran. Pada penelitian ini membutuhkan larutan bleach dengan
konsentrasi 2%. Sehingga peneliti untuk bisa mendapatkan larutan bleach
2% butuh diencerkan terlebih dahulu. Maka mengencerkan larutan bleach
dengan konsentrasi 5,25% menjadi 2% menggunakan rumus :
Keterangan :
M1 = konsentrasi awal larutan bleach (5,25 %)
M2 = konsentrasi akhir setelah penambahan bleach
V1 = volume awal larutan bleach
V2 = volume akhir larutan (bleach + aquades)
Pada penelitian ini dibutuhkan larutan bleach dengan konsentrasi
2% sebanyak 100ml, maka perhitungannya menjadi :
M1xV1 = M2xV2
5,25% x V1 = 2% x 100ml
V1 = 2% x 100 ml / 5,25 %
V1 = 38ml
Dari hasil perhitungan tersebut maka dibutuhkan larutan aquades
sebanyak 62ml, didapatkan dari rumus :
V2-V1 = 100ml – 38ml
= 62ml
Sehingga untuk menghasilkan larutan bleach 2% dengan volume
100ml, diperlukan untuk mencampurkan larutan bleach 5,25% sebanyak
38ml dengan larutan aquades sebanyak 62ml.
3.7.5 Penambahan larutan bleach 2% kedalam sputum
Penambahan larutan bleach kedalam sputum dilakukan di
dalam BSC (Bio Safety Cabinet), pencampuran bleach kedalam
sputum dengan cara menuangkan larutan bleach dengan volume 1:1
dengan sputum, setelah itu agar sputum tercampur dengan bleach
dengan rata menggunakan vortex selama 10 detik, kemudian di
M1xV1 = M2xV2
48
inkubasi campuran tersebut selama 10 menit dengan suhu kamar, pada
akhirnya sputum bisa dijadikan sebagai bahan pembuatan preparat.
a. Homogenisasi sputum dengan larutan bleach 2%
Sputum + 2% bleach vortex 2-5 detik
(sama banyak/ minimal 1ml) (homogenisasi)
Container sputum
Inkubasi 10 menit dalam BSC
Di goreskan ke kaca objek, tunggu sampai kering
Setelah kering, fiksasi di atas bunsen, lewatkan 3x (kerjakan diluar BSC)
dikumpulkan jadi 1 di rak penyusun pewarnaan BTA
Gambar 3.2 pembuatan preparat sputum ditambah bleach 2%
2x3 cm
nama :
49
3.7.6. Pewarnaan BTA
Gambar 3.3 pewarnaan BTA
-
Setelah kering, teteskan karbol fucshin 0,3% sampai menutupi
semua bagian sputum, panaskan dengan api dibawah slide,
jangan sampai keluar asap (cukup dipanaskan saja)-tidak lama.
Lalu matikan api, tunggu selama 5 menit
Tetesi asam alkohol 3% hitung 10 detik, kemudian
cuci bersih (boleh di ulang sampai warna merah tidak
terlihat)
Warnai methylene-blue 0,3%(zat warna ke-3)
biarkan menggenang 1 menit kemudian cuci
dengan air bersih
Di cuci bersih menggunakan air yang mengalir
Sputum dengan bantuan lidi digoreskan
membentuk jaring laba-laba , tunggu kering di BSC
Setelah kering, fiksasi diatas bunsen. Lewatkan 3x
(dikerjakan diluar BSC)
ambil sputum dengan lidi steril
Keringkan
Amati untuk pengamatan jumlah Mtb
50
3.7.7 Pemeriksaan Mikroskopik
1. Periksa preparat yang telah diwarnai dengan pembesaran 4x, 10x, 40x,
dan 100x.
2. Saat pemeriksaan preparat dengan pembesaran 100x, meneteskan 1
tetes minyak emersi di atas preparat (aplikator minyak emersi tidak
boleh menyentuh kaca objek)
3. Preparat diperiksa dengan 100 lapang pandang yang dimulai dari pojok
kiri/kanan, geser preparat kesamping sampai 10 lapang pandang, lalu
geser kebawah dan periksa 10 lapang pandang kesamping kemudian
lakukan hal yang sama sampai 100 lapang pandang. (periksa preparat
dengan pola zig-zag)
4. Mencari Basil Tahan Asam (BTA) berbentuk batang bewarna merah
5. Menghitung bakteri dimulai saat pembesaran 100x
6. Mencatat setiap temuan BTA dalam 1 lapang pandang sebanyak 100
lapang pandang.
7. Kemudian golongkan hasil perhitungan bakteri dengan menggunakan
tabel IUATLD.
3.8 Pengolahan dan Analisis data
Pada penelitian ini, data yang diperoleh dari hasil penelitian akan disajikan
dalam bentuk tabel dan gambar. Hasil dari penelitian ini akan dibandingkan
dengan indikator tingkat kepositifan.
Data konvensional dan bleach yang sudah terkumpul selanjutnya
dilakukan pengolahan dan pengujian data secara komputerisasi menggunakan
IBM SPSS statistik versi 22. Pada penelitian ini melakukan uji statistik Mc.Nemar
karena variabel yang digunakan adalah komparatif kategorik berpasangan prinsip
2x2 artinya jumlah pengulangan 2 dan jumlah kategorik dua. Analisis ini
dilakukan untuk menilai apakah terdapat perbandingan atau selisih proporsi yang
bermakna antara kelompok kasus dan kontrol.43
51
3.9 Alur Penelitian
Gambar 3.4 Alur Penelitian
Pengambilan sputum sewaktu
Pemeriksaan mikroskopik
Pengelolaan spesimen
Positif atau
negatif
Pewarnaan BTA metode
ZN
Sputum
tanpa bleach
Sputum ditambah
bleach 2%
Sputum yang berkualitas baik
mukoid Bercampur darah purulen
Pembuatan preparat
Positif atau
negatif
52
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis Univariat
Dalam penelitian ini dideskripsikan gambaran keseluruhan sampel yang
diambil peneliti di Puskesmas Kali Baru Kota Bekasi. Analisis univariat
dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi dari masing-masing variabel
yang diteliti meliputi karakteristik sampel dan hasil pengerjaan sampel
ditampilkan pada tabel 4.1 dan tabel 4.2
4.1.1 Karakteristik Sampel
Gambaran karakteristik sampel penelitian ini dilihat dari jenis kelamin,
usia, lama batuk, dan gejala lainnya seperti berat badan turun, keringat dingin,
batuk berdarah, nyeri dada, dan sesak nafas. Distribusi karakteristik sampel
disajikan dalam tabel 4.1
Tabel 4.1 Deskripsi Karakteristik Sampel
Deskripsi Mean Frekuensi n = 33 (%)
Jenis Kelamin Laki-laki 19 57.6
Usia
Lama batuk
Gejala
Perempuan
<30 tahun
30-60 tahun
>60 tahun
>3 minggu
<3 minggu
Berat badan turun
Keringat dingin
Batuk berdarah
Nyeri dada
Sesak nafas
14
1
25
7
8
25
10
4
3
7
18
42.4
3
75.8
21.2
24.2
75.8
30.3
12.1
9.1
21.2
54.5
53
4.1.2 Hasil Pewarnaan BTA Konvensional dan Penambahan Bleach 2%
Hasil pewarnaan BTA konvensional dan penambahan bleach 2% yang
sudah dilakukan pemeriksaan menggunakan mikroskop berupa hasil positif dan
negatif dalam mendiagnosis penyakit tuberkulosis pada tabel 4.2
Tabel 4.2 Hasil Pewarnaan BTA Konvensional dan Penambahan Bleach 2%
Metode Pewarnaan Hasil
(n=33)
(%)
Pewarnaan BTA konvensional
Positif
Negatif
16
17
48.5
51.5
Pewarnaan BTA konvensional dengan penambahan
bleach 2%
Positif
Negatif
23
10
69.7
30.3
4.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat mendeskripsikan pengaruh penambahan bleach 2% dalam
pewarnaan BTA konvensional terhadap tingkat kepositifan untuk mendiagnosis
penyakit tuberkulosis.
Uji statistik yang digunakan adalah uji Mc.Nemar, bila P-value < 0,05
artinya terdapat pengaruh yang bermakna atau signifikan dari kedua variabel yang
diteliti. Jika P-value > 0,05 artinya tidak terdapat pengaruh bermakna atau tidak
signifikan dari kedua variabel yang diteliti.
4.2.1 Pengaruh Pemberian Bleach 2% dalam Pewarnaan BTA Konvensional
Terhadap Tingkat Kepositifan
Hasil analisis perbandingan antara pewarnaan BTA konvensional dengan
penambahan bleach 2% akan disajikan dalam bentuk tabel 4.3 yang terdiri dari
jumlah, persentase, dan nilai p. Persentase dihitung dengan membagi jumlah hasil
pada suatu sel dengan jumlah total sampel.
54
Tabel 4.3 Hasil Perbandingan Pewarnaan BTA Konvensional dengan Penambahan
Bleach 2%
Bleach
Total Nilai P Negatif Positif
Konvensional
Negatif 9 (27.3%) 8(24.2%) 17(51.5%)
0.039 Positif 1(3.0%) 15(45.5%) 16(48.5%)
Total 10(30.3%) 23(69.7%) 33(100.0%)
Uji Mc.Nemar
4.3 Pembahasan
Berdasarkan karakteristik sampel menurut jenis kelamin pada pasien
ditemukan yang terbanyak terjadi pada laki-laki (57,6%) dibandingkan perempuan
(42,4%). Hal ini sesuai dengan data Kemenkes RI, (2017) yang menyatakan
bahwa pada masing-masing provinsi di seluruh Indonesia jumlah kasus
tuberkulosis lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan yaitu
sekitar 1,4 kali lebih banyak daripada perempuan.15
Hal ini juga sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Korua et al. di RSUD Noongan pada tahun 2015
memberikan hasil bahwa kasus BTA positif lebih banyak pada laki-laki (74,41%)
dibandingkan perempuan (25,59%). Kejadian tuberkulosis paru lebih tinggi pada
laki-laki dibandingkan pada perempun, hal ini mungkin disebabkan karena
kebiasaan laki-laki yang sering merokok dapat menurunkan sistem pertahanan
tubuh. Asap panas yang berhembus terus-menerus masuk kedalam rongga mulut
merupakan rangsangan panas yang menyebabkan perubahan aliran darah dan
mengurangi pengeluaran ludah. Akibatnya rongga mulut menjadi kering sehingga
dapat mengakibatkan perokok berisiko lebih besar terinfeksi bakteri sehingga
wajar bila perokok sering disebut sebagai agen dari penyakit tuberkulosis
paru.45,46
Hal ini diperkuat oleh WHO (2015) mengatakan bahwa perilaku
pengguna tembakau sangat meningkatkan risiko penyakit tuberkulosis yaitu
sekitar lebih dari 20% kasus tuberkulosis di seluruh dunia disebabkan oleh
merokok.47
55
Berdasarkan kelompok usia pasien ditemukan yang terbanyak pada usia
30-60 tahun sejumlah 25 orang (75,7%). Hasil penelitian ini sesuai dengan data
Kemenkes RI tahun 2012, yang menyatakan bahwa sebagian besar penderita
tuberkulosis terdapat pada usia produktif antara 15-50 tahun sebesar 75%.2 Hasil
penelitian sesuai dan sama yang dilakukan oleh penelitian Laily (2015) yang
menunjukkan bahwa penderita tuberkulosis paling banyak pada usia 26-45 tahun.
Penderita tuberkulosis banyak terjadi pada usia dewasa kemungkinan disebabkan
oleh orang dewasa tersebut pernah terinfeksi tuberkulosis primer dilingkungannya
pada waktu kecil, akan tetapi tidak dilakukan preventif dengan baik sehingga
muncul pada saat dewasa. Kemungkinan yang kedua adanya aktivitas dan
lingkungan pekerjaan pada kelompok orang dewasa yang berinteraksi dengan
penderita tuberkulosis atau lingkungan yang memudahkan tertular tuberkulosis.48
Hal ini sesuai dengan laporan WHO (2011) bahwa dua per tiga kasus tuberkulosis
terjadi pada kelompok usia produktif, yaitu 15 – 59 tahun dikarenakan aktifitas
kerja yang lebih banyak dihabiskan di luar rumah.49
Distribusi sampel berdasarkan lamanya batuk yang dialami oleh pasien
pada penelitian ini memperlihatkan pasien dengan lama batuk >3 minggu yaitu 8
orang (24,2%). Hal ini tidak sesuai dengan kriteria diagnosis dan penatalaksanaan
tuberkulosis yang dikeluarkan oleh Perhimpunan Dokter Paru Indonesia tahun
2011,yang menyatakan bahwa gejala respiratorik penyakit TB adalah batuk lebih
dari 2 minggu.21
Hal ini terjadi karena batuk adalah refleks pertahanan yang
timbul akibat iritasi trakeobronkial. Kemampuan untuk batuk adalah mekanisme
membersihkan saluran nafas bagian bawah. Selain itu batuk merupakan reaksi
pertahanan tubuh yangss dapat melindungi paru-paru. Gejala ini perlu diwaspadai,
apabila berlangsung lebih dari dua minggu merupakan gejala utama dari penyakit
tuberkulosis paru yang disertai dengan batuk dahak.50
Penelitian ini memperlihatkan keluhan yang dialami pasien paling banyak
adalah keluhan dengan sesak nafas sekitar 18 orang (54,5%), keluhan lain yang
kedua yaitu keluhan pasien dengan berat badan turun sekitar 10 orang (30,3%).
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Emma Novita,
dan Zata Ismah(2017) yang mengatakan gejala awal tuberkulosis adalah sesak
nafas dan berat badan turun.51
Keluhan ini terjadi dikarenakan infeksi tuberkulosis
56
meningkatkan kebutuhan energi untuk mempertahankan fungsi normal tubuh, ini
ditandai dengan peningkatan penggunaan energi saat istirahat atau resting energy
expenditure (REE). Peningkatan ini mencapai 10-30% dari kebutuhan energi
orang normal. Proses ini menimbulkan anoreksia akibat peningkatan produksi
leptin sehingga terjadi penurunan asupan makanan (Pratomo dkk., 2012).52
Pernyataan ini juga diungkapkan oleh Chandra (2010) bahwa penyakit infeksi
umumnya menyebabkan anoreksia dan peningkatan kebutuhan metabolik sel oleh
inflamasi yang berdampak pada penurunan berat badan.53
Selain itu tuberkulosis
dapat menyebabkan berat badan dibawah normal yang terjadi karena malabsorbsi,
meningkatnya kebutuhan energi, terganggunya proses metabolik dan
berkurangnya asupan makanan dan dapat mengarah terjadinya kondisi wasting
(penurunan massa otot dan lemak). (pratomo dkk,. 2012).52
Berdasarkan perhitungan jumlah minimal sampel yang dibutuhkan pada
penelitian ini sebanyak 34 sampel, akan tetapi pada penelitian ini didapatkan
sampel sebanyak 33 sampel. Hal ini dikarenakan saat penelitian ada beberapa
sampel tidak masuk dalam kriteria inklusi, dan waktu pengerjaan sampel sudah
berakhir. Sehingga ada beberapa sampel yang diekslusi.
Berdasarkan tabel 4.2 terlihat 33 spesimen sputum, 16 spesimen positif
untuk BTA dengan pewarnaan konvensional. Dan 23 spesimen positif untuk
BTA dengan penambahan bleach. Nilai p pada uji statistik penelitian ini
didapatkan hasil 0,039 yang artinya ada perbedaan yang signifikan dalam jumlah
spesimen positif BTA dengan penambahan bleach 2% (P<0,05). Metode bleach
secara signifikan meningkatkan tingkat kepositifan kuman TB dalam
pemeriksaan mikroskopik. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Ameh James et al. (2013), yang menyatakan 40,3% positif untuk
BTA dengan mikroskopik langsung, dan 59,7% positif untuk BTA dengan
metode bleach.59
Pada penelitian ini selain didapatkan hasil bahwa penambahan larutan
bleach 2% pada pewarnaan BTA konvensional dapat memperbaiki tingkat
kepositifan dalam mendiagnosis penyakit tuberkulosis, pada saat pengamatan
mikroskop juga didapatkan hasil bahwa preparat sputum yang ditambahkan
bleach 2% memiliki lapang pandang yang lebih bersih dan jernih. Hal ini sesuai
57
dengan penelitian yang dilakukan oleh Deun, A.V, et al. (2000) yang menyatakan
bahwa penambahan bleach dapat memperbaiki background lapang pandang,
sehingga BTA mudah di temukan dan jumlah BTA meningkat per bidang.54
Hal
ini juga sesuai dengan penelitian yang di lakukan oleh Hepple P. Pada tahun 2010,
bahwa penambahan larutan bleach dengan konsentrasi 2,6% pada proses
pewarnaan BTA mampu meningkatkan hasil positif dalam mendiagnosis penyakit
tuberkulosis.12
Pada penelitian ini untuk mencegah terjadinya positif palsu terhadap
bakteri lainnya yaitu pada saat pewarnaan BTA dengan metode Ziehl-Neelsen
mendeteksi spesies mycobacteria lainnya sangat rendah, maka hasil positif lebih
mengarah pada Mycobacterium tuberculosis.33
Hal ini diperkuat oleh Dirjen
P2&PL Kemenkes RI 2012 yang menyatakan bahwa bakteri tahan asam dalam hal
ini adalah bakteri Mycobacterium tuberculosis akan berwarna merah karena tidak
mengalami dekolorisasi oleh asam alkohol, masih mengikat warna pertama carbol
fucshin dan tidak menyerap methylene-blue. Sementara pada bakteri tidak tahan
asam yaitu bakteri non-mycobacteria, larutan asam alkohol akan melakukan reaksi
dengan carbol fucshin dengan cepat, sehingga sel bakteri tidak berwarna lalu
menyerap methylene-blue sehingga berwarna biru pada saat diamati dengan
mikroskop.2
Untuk menyingkirkan terjadinya positif palsu pada penelitian ini adalah
dengan pencairan dan konsentrasi sputum sebelum pewarnaan Ziehl-Neelsen yaitu
dengan larutan bleach yang meningkatkan sensitifitas mikroskopik.10
Selain itu
penggunaan bleach tidak membedakan antara basil TB dan mycobacteria lainnya.
Namun, hal ini bukan masalah besar di negara berkembang karena mayoritas
pasien dengan BTA menderita TB dan karena mycobacteria lain biasanya tidak
hadir dalam konsentrasi yang cukup untuk dideteksi dengan mikroskop langsung.
Mycobacteria memiliki berat jenis yang rendah dan dapat tetap melayang selama
sentrifugasi. Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh mandakini Patel et
al, 2013 menggunakan sentrifugasi pada 3000 rpm selama 15 menit menghasilkan
peningkatan pemulihan mycobacterium yang secara signifikan meningkatkan
basil TB. Dengan kejadian itu resiko infeksi laboratorium menjadi rendah.
Sehingga metode bleach sangat disarankan untuk semua laboratorium yang
58
melakukan mikroskopik.60
Untuk mendukung tingkat kepositifan pada spesimen
sputum disarankan melakukan pemeriksaan lanjutan yaitu dengan pemeriksaan
kultur. Cara tersebut merupakan standar baku emas untuk biakan kuman. Hal ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Suwarsono, E.A. (2017) yang
melakukan penelitian dengan penambahan bleach pada pemeriksaan kultur dan
pewarnaan BTA konvensional dapat memperbaiki tingkat kepositifan pada
spesimen sputum dalam mendiagnosis penyakit tuberkulosis.11
Bleach mampu membunuh mikroorganisme secara efektif, mekanisme
bleach dalam membunuh mikroorganisme adalah dengan menginisiasi reaksi
stress oksidatif terhadap protein. Reaksi stress oksidatif tersebut menstimulasi
agregasi protein bakteri sehingga bakteri mengalami kematian.55
Konsentrasi zat
kimia dari dekontaminan dan waktu kontak ke basil TB adalah faktor yang sangat
penting untuk basil Mycobacterium tuberculosis, sehingga semakin tinggi
konsentrasi zat, maka semakin beracun bagi basil TB. Apapun zat yang digunakan
untuk dekontaminan, ia masih memiliki kemungkinan untuk membunuh sejumlah
basil TB.34,30
4.4 Keterbatasan
Dalam melakukan penelitian, peneliti menemukan beberapa keterbatasan
antara lain :
1. Banyak pasien yang tidak mengerti cara pengeluaran sputum, maka yang
dikeluarkan hanya ludah, sehingga sampel sputum harus di eliminasi.
2. Pada penelitian ini pasien mengeluarkan sputum hanya satu kali atau sewaktu
saja, karena pasien tidak sanggup mengeluarkan sputum dan lupa melakukan
pengumpulan sputum secara SPS (Sewaktu-Pagi-Sewaktu) atau tiga kali
pengumpulan .
4.5 Aspek Keislaman
Setelah mengetahui bahwa penambahan bleach 2% dapat meningkatkam
tingkat kepositifan BTA konvensional, sehingga bisa lebih akurat dalam
pemeriksaan bakteriologik dalam hal ini adalah mendiagnosis TB dari
pemeriksaan sputum yang diberi pewarnaan BTA ditambah bleach 2% tersebut.
Sehingga bisa juga kita kaitkan dengan bagaimana ajaran agama Islam
menjelaskan mengenai mendeteksi penyakit TB lebih dini / sebelum pengobatan.
59
Mendeteksi nya bisa dengan cara mengunjungi pelayanan kesehatan untuk cek
diri seseorang terkena penyakit TB atau tidak apabila sudah mengalami atau tanda
batuk >2 minggu. Karena sikap masyarakat yang masih beranggapan bahwa TB
paru merupakan penyakit batuk biasa yang dapat sembuh dengan sendirinya
dengan mengkonsumsi obat batuk biasa yang dijual secara bebas juga
menghambat upaya penanggulangan dan penyembuhan TB paru.56
Hal ini sesuai dengan firman Allah swt, QS al-Rad/13:11
ا ب س ي ي غ ي ل نه الله إ س الله ي أ ن ي و ىن ظ ف ح و ي ف ه ن خ ي و و ي د ن ي ي ن ب ات ي ب ق ع ي و و ن ى ق
هى ت ل ح ا ف ىء و س ى ق ب اد الله ز أ ا ذ إ و ى ه س ف ن أ ب ا وا ي س ي غ ن ي و ي ون ن د ى ي ه ن ا ي و و ن ده س ي
ال و
Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka
dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah
tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada
pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap
sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada
pelindung bagi mereka selain Dia.
Dalam pandangan Islam bahwa Allah SWT akan merubah suatu keadaan
kaumnya apabila kaumnya sendiri mau merubah keadaannya, misalnya saja
seorang diri sudah batuk >2 minggu , apabila ingin mengetahui penyebab batuk
lamanya dengan cara memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan agar penyebab
batuk lamanya itu terdiagnosis penyakit TB atau bukan.
Apabila sudah terdiagnosis terkena TB maka orang sekitarnya harus tetap
waspada untuk tidak tertular penyakit TB tersebut. Karena Bakteri TB paru yang
terdapat di udara saat penderita TB paru bersin akan dapat bertahan hidup lebih
lama. Sehingga kemungkinan penderita TB menularkan penyakitnya kepada
orang lain sangat besar. Hal ini dikaitkan dengan ajaran Islam adalah bagaimana
penderita TB sebagai manusia agar tetap mempunyai hak untuk bisa tetap bergaul
dengan orang sekitarnya sehingga tidak di jauhkan. Karena dalam islam
mengajarkan kepada kita bahwa manusia itu di hadapan tuhannya adalah semua
sama, yang sehat yang sakit, yang kaya dan yang miskin. Maka di mata Allah
yang paling utama adalah ketaqwaan seseorang. Seperti dalam firman-Nya
sebagai berikut :57
60
نه إ ىا ف از ع ت ن م ائ ب ق ا و ىب ع ى ش اك ن ه ع ج ى و ث ن أ س و ك ن ذ ى ي اك ن ق ه ا خ ه ن إ اس ه نن ا ا ه ي أ ا ي
ى ك ي س ك ع أ نه الله إ ى اك ق ت أ د الله ن يس ع ب يى خ ه
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang
yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Mengenal”. (QS. Al-Hujurat: 13)”.
Dalam pandangan Islam juga menjelaskan bagaimana kita yang masih
sehat untuk tetap menghargai orang yang terkena TB, karena TB termasuk
penyakit silent killer. Nabi SAW mencontohkan untuk tidak menyakiti tetangga.
Tetangga di sini dalam arti orang yang sudah terkena TB justru harus dibantu
dalam pengobatannya yang lama. Apabila tidak bisa maka berbuat baiknya rosul
adalah dengan “diam”. Sehingga menghargai orang lain itu ada dalam diri kita.58
Rasulullah menganjurkan kita untuk selalu menjaga kesehatan
sebagaimana dalam hadist yang diriwayatkan Al-Hakim mengenai anjuran
menjaga 5 perkara, sebelum datang 5 perkara yang lain, yaitu anjuran untuk
“Menjaga masa sehatmu sebelum masa sakitmu”, hal ini anjuran untuk waspada
pada segala kemungkinan yang diluar prediksi manusia, seperti halnya sakit.
Untuk menjaga kesehatan, Allah SWT memerintahkan manusia untuk memakan
makanan yang halal, baik bergizi dan dalam jumlah yang cukup dan seimbang,
sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 172.
ون د ب ع ت ه ا ه ي إ ى ت ن ن ك إ وا لله س ك اش ى و اك ن ق ش ا ز ات ي ب ي ن ط ىا ي ه ىا ك ن آي ين ر ه ن ا ا ه ي أ ا ي
Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang
Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-
Nya kamu menyembah.(Al-Baqarah : 172).
61
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan pada penelitian ini, maka dapat
disimpulkan :
1. Pewarnaan BTA metode Ziehl-Neelsen didapatkan hasil positif sebesar
48,5% dari total 33 sampel.
2. Pewarnaan BTA metode Ziehl-Neelsen yang ditambahkan bleach 2%
memiliki tingkat kepositifan sebesar 69,7% dari total 33 sampel.
3. Pewarnaan BTA konvensional metode Ziehl-Neelsen yang ditambahkan
bleach 2% memiliki tingkat kepositifan yang lebih tinggi dibandingkan
hasil pewarnaan Ziehl-Neelsen tanpa bleach 2% dan hasil nilai p pada uji
statistik penelitian ini didapatkan hasil 0,039 yang artinya ada perbedaan
yang signifikan dalam jumlah spesimen positif BTA dengan penambahan
bleach 2% (P<0,05)
5.2 Saran
Kesempatan yang lebih besar dimiliki bagi penelitian selanjutnya untuk
menguatkan penelitian yang sudah ada atau bahkan memberikan temuan yang
baru.
Saran untuk penelitian selanjutnya adalah :
1. penelitian selanjutnya sebaiknya meneliti sampel sputum dengan metode
pengambilan sesuai dengan prosedur SPS (Sewaktu-Pagi-Sewaktu) dan
melakukan melanjutkan penelitian ini tentang penambahan larutan bleach
pada pewarnaan BTA metode Ziehl-Neelsen dengan konsentrasi bleach
yang bervariasi.
2. Penelitian selanjutnya sebaiknya meneliti sampel sputum dengan
membandingkan berbagai macam larutan desinfektan dengan berbagai
konsentrasi yang berbeda-beda.
62
BAB VI
KERJASAMA PENELITIAN
Penelitian ini merupakan bentuk kerjasama penelitian mahasiswa dan
dosen Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yaitu dr. Erike
Anggraini Suwarsono,M.Pd Sp.MK dan dr. Siti Nur Aisyah Jauharoh, Ph.D.
tentang efek penambahan larutan bleach pada pewarnaan BTA konvensional
metode Ziehl-Neelsen dalam meningkatkan tingkat kepositifan untuk
mendiagnosis penyakit Tuberkulosis pada spesimen sputum. Penelitian ini didanai
oleh dr. Erike Anggraini Suwarsono,M.Pd Sp.MK.
63
DAFTAR PUSTAKA
1. World Health Organization. Global Tuberculosis Report 2018 : UNITED
to End Tuberculosis. [internet]. 2018. hlm 1-25
2. Dirjen P2&PL Kementerian Kesehatan RI. Modul Pelatihan Pemeriksaan
Dahak Mikroskopis TB. 2012. hlm 1-71
3. Price, Sylvia Anderson. Patofisiologis. Konsep klinis proses-proses
penyakit. Ed 6- Jakarta : EGC, 2005. hlm 852-61
4. Kemenkes RI. Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta :
Kementrian Kesehatan.RI. 2010
5. Soedarto. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta:Sagung seto. 2014. hlm : 254-
63
6. Prof Dr.Kuswandi. dkk,. Buku anti Tuberkulosis:Fakultas Farmasi UGM.
Yogyakarta, 7 Desember 2016. Di unduh pada tanggal 25 Oktober 2018
7. Velayati, A.A. & Parissa, F., Atlas of Mycobacterium Tuberculosis,
Academic Press, London, United Kingdom. 2016
8. Karuniawati, A, dkk. Perbandingan Tan Thiam Hok, Ziehl Neelsen dan
Fluorokrom Sebagai Metode Pewarnaan Basil Tahan Asam untuk
Pemeriksaan Mikroskopik Sputum. Makara, Kesehatan, 2005:Vol. 9, No.
1 : hlm 29-33
9. Kemenkes RI. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Indonesia
Bebas Tuberkulosis. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan RI 2014
10. WA Githui, et al. Biocidal effect of bleach on mtb : a safety measure. Int J
tuberc Lung. Dis 2007 ; 11 : 798-02
11. Suwarsono EA, Karuniawati A, Sjahrurachman A, Burhan E. The
Evaluations of Bleach as Decontaminant Solution to Promote The
Positivity Rate of Mycobacterium Tuberculosis Culture for Sputum
Specimen. In: Advances in Health Science Research. Vol 10. ; 2017:23–6.
12. Hepple P, et al. Direct microscopy versus sputum cytology analysis and
bleach sedimentation for diagnosis of tuberculosis : a prospective
diagnostic study. 2010;1–7
64
13. Dirjen P2&PL Kementerian Kesehatan RI. Terobosan Menuju Akses
Universal, Strategi Nasional Pengendalian TB di Indonesia 2010-2014.
Stop TB. 2011 ; hlm 1-80.
14. Dinas Kesehatan Jakarta Timur. InfoDatin : Tuberkulosis. Pusat Data dan
Informasi Kementrian Kesehatan RI 2015. hlm 2-10.
15. Kementerian Kesehatan RI. Sekretariat Jenderal Profil Kesehatan
Indonesia Tahun 2016. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI. 2017 : hlm
153-7
16. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional
Penanggulangan TB. Ed. ke-2, Jakarta, Dirjen P2M & PLP. Depkes RI,
2007; hlm 1–20.
17. Kemenkes RI. Sekretariat Jenderal Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta :
Kementerian Kesehatan RI. 2014 : hlm 127-32
18. World Health Organization, The Health Academy Avoiding Tuberculosis,
Geneva, Switzerland.20 Avenue Appia 1211 Geneva 27. 2004
19. Sakamoto, K., The pathology of Myobacterium tuberculosis Infection,
Veterinary Pathology, 2012. 49(3), 423-39
20. Lay, W.B. Analisa Mikroba di Laboratorium Edisi I. Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada. 1994
21. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis: pedoman diagnosis
dan pedoman penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Indah Offset Citra
Grafika; 2011. hlm : 1-55
22. Zulkifli Amin, Asril Bahar. Tuberkulosis Paru. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid I ed. VI : Jakarta. Interna Publishing 2015 : hlm 863-72.
23. Pedoman Penatalaksanaan TB (Konsensus TB). Pedoman Diagnosis &
Penatalaksanaan Tuberkulosis Di Indonesia. PDPI. 2006.
24. Kusuma, Chandra. 2007. Diagnostik Tuberkulosis Baru. Sari Pediatri, Vol.
8, No. 4 (Suplemen), Mei 2007: hlm 143 – 51
25. Adiatma TY, Sudijanto Kamso, Carmelia Basri, Asik Surya. Pedoman
Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta : Depkes RI 2007 : 17-35
26. Jawetz, et al. Mikrobiologi Kedokteran. Ed. 23. EGC, Jakarta. 2010 : hlm
18,21,26
65
27. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis.
Kementerian Kesehatan 2013.
28. Kementerian Kesehatan. 2014. Profil. Kesehatan Indonesia. Jakarta :
Menkes RI 2015
29. Brooks, GF Butel SJ, Morse AS. Medical Microbiology. International
Edition. 22nd ed. McGraw-Hill, New York. 2011. Hlm : 29, 32.
30. Jawetz, et al. Mikrobiologi Kedokteran. Ed. 20. EGC, Jakarta. 1996 : hlm
302
31. Brooks GF, Carroll KC, Butel J, Morse SA, Mietzner T. Mikrobiologi
Kedokteran. Jawetz, Melnick, & Adelberg’s Medical Microbiology. 2001
32. Dewi, S. Pengaruh Sanitasi Lingkungan Rumah, Penghasilan Keluarga
dan Upaya Pengendalian terhadap Kejadian Penyakit TB Paru pada Ibu
Rumah Tangga di Puskesmas Mulyorejo Kabupaten Deli Serdang Tahun
2012. Universitas Sumatera Utara Repository handle no.
123456789/33480
33. Dirjen P2&PL Kementerian Kesehatan RI.Petunjuk Teknis Pemeriksaan
Biakan, Identifikasi, dan Uji Kepekaan Mycobacterium tuberculosis pada
Media Padat. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI. 2012. hlm : 1-15
34. Bonnet M, et al. Added value of bleach sedimentation microscopy for
diagnosis of tuberculosis: A cost-effectiveness study. Int J Tuberc Lung
Dis. 2010;14(5):571–7.
35. Oxychem. Sodium Hypochlorite Handbook December 2014
36. Pyffer GE, Palicova F. Mycobacterium : General Characteristics,
Laboratory Detection and Staining Procedurs. In: Manual of Clinical
Microbiology. ; 2011:472–24.
37. Sharma M, et al .Comparison of modified Petroff’s a nd N-acetyl-
Lcysteine-sodium hydroxide methods for sputum decontamination in
tertiary care hospital in India. Med J Dr DY Patil Univ. 2016;5(2).
doi:10.4103/0975-2870.103323.
38. Karakeçe E, et al. Could a step in the isolation of mycobacteria from
sputum samples be eliminated by new decontamination kits? Polish J
Microbiol. 2014;63(3):369–71
66
39. Dahlan, M. Sopiyudin. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel
dalam Penelitian Kedokteran dan Kesehatan/ M. Sopiyudin Dahlan.
Jakarta : Salemba Medika ; 2010
40. Suwarsono EA, Sjahrurachman A, Karuniawati A, Burhan E. The Effect
of Several Different Decontaminant Solutions for Sputum in Inhibiting
Contamination of Mycobacterium Tuberculosis Culture. Adv Sci Lett.
2018;24(9):6930–6933. doi: 10.1166/asl.2018.12888.
41. Alexander J. et al. themicrobiome at pulmonary alveolar niche and its role
in mycobacterium tuberculosis infection, tuberculosis, 2015, 95(6), 651-8
42. Rutala WA, Weber DJ. Uses of inorganic hypochlorite (bleach) in
healthcare facilities. Clin Microbiol Rev. 1997;10(4):597–10.
43. Penuntun keterampilan klinis pewarnaan Basil Tahan Asam (BTA). Acid
Fast Staining Ed 1, Kementerian Riset, Teknologi & Pendidikan Tinggi
Univ. Andalas FK padang, 2016.
44. Khrisna M, Gole SG. Comparison of Conventional Ziehl-Neelsen Method
of Acid Fast Bacilli with Modified Bleach Method in Tuberculosis
Lymphadenitis. 2017 ;5: 188-92
45. Kolappan C,et al. Selected biological and behavioural risk factors
associated with pulmonary tuberculosis. Int J Tuberculosis Lung Dis.
2007;11(9): 999-03.
46. Ndishimye P, et al. A case control study of risk factors associated with
pulmonary tuberculosis in Romania: Experience at a clinical hospital of
pulmonology. Clujul Medical. 2016). WHO. 2015. Global Tuberculosis
Report. Geneva: Word Health Organitation
47. WHO. 2015. Global Tuberculosis Report. Geneva: Word Health
Organitation.
48. Laily, D. W, Rombot, D., Lampus, B. Karakteristik Pasien Tuberkulosis
Paru di Puskesmas Tuminting Manado. Jurnal Kedokteran Komunitas dan
Tropis, 2013: 3 (1): hlm 1-5.
49. World Health Organization. The World Medicine Situation 2011 3ed.
Rational Use of Medicine. Geneva, 2011.
67
50. Susanti, Diana, Constantien, Buntuan, Velma. Pemeriksaan Basil Tahan
Asama (BTA) pada Sputum Penderita Batuk ≥ 2 Minggu di Poliklinik
Penyakit dalam BLU RSUP. Prof. Dr. R.D Kandou Manado. Jurnal e-
CliniC (eCl), 2013 Vol. 1, No. 1.
51. Emma Novita, dan Zata Ismah, Studi karakteristik pasien tuberkulosis di
puskesmas seberang ulu 1 palembang : Unnes Journal of Public Health 6
(4);2017
52. Pratomo, dkk. Malnutrisi dan Tuberkulosis. Jurnal. Departemen
Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia : Rumalt Sakit Persahabatan, Jakarta). 2012
53. Chandra. Nutrition and immunity. American: The American Journal Of
clinical Nutrition.2010
54. Van Deun A, et al. Bleach sedimentation method for increased sensitivity
of sputum smear microscopy: Does it work? Int J Tuberc Lung Dis.
2000;4(4):371–6
55. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Kementerian
Kesehatan RI, 1. 2011
56. Jumriana.S. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian TB di kota
makasar.UIN Allauddin, 2012.
57. Pintar B. Penanggulangan Tuberculosis : Kupasan Para Kyai.
58. Imam Nawawi. Islam mengajarkan untuk selalu menghargai orang lain.
tercantum dalam H.R Bukhori no.5671
59. Ameh James, et al. Improving the case detection of pulmonary
tuberculosis by bleach microscopy method in the North West of Nigeria.
Vol. 4(3), pp. 34-37, august, 2013. DOI : 10.5897/JMLD2013.0066 ISSN
2141-2618 . Academic Journals. http :
//www.academicjournals.org/JMLD.
60. Mandakini patel et al. Improved diagnosis of Tuberculosis in Lymph Node
cytology by Bleach method for detection of Acid Fast Bacilli in
comparison to conventional Ziehl-Neelsen staining method : International
Journal of medical science and public health, 2013 ; 2(4) : 935-9.
68
61. Vishal Sharma, Anuj Sharma. A study of modified Bleach method in
comparison to direct Ziehl-Neelsen staining for diagnosis of Pulmonary
and Extrapulmonary Tuberculosis in a Tertiary Care Hospital. Int J Med
Res Prof.2017 Nov; 3(6); 75-77.
70
Lampiran 2
Proses Penelitian
Gambar 7.0 sampel penelitian Gambar 7.1 Sampel Sputum dibagi 2
Gambar 7.2 homogenisasi sputum
setelah penambahan bleach 2%
Gambar 7.3 sputum digoreskan
ke object glass dengan lidi
membentuk jaring laba-laba
71
Gambar 7.4 fiksasi preparat
diatas bunsen (lewatkan 3 kali)
dilakukan luar BSC
Gambar 7.5 bahan pewarnaan
BTA metode Ziehl-Neelsen
Gambar 7.6 pemberian Carbol
fucshin 0,3% sambil dipanaskan
dengan api dibawah slide
selama 5 menit
Gambar 7.7 dicuci bersih dengan
air mengalir
72
Gambar 7.8 warnai methylene-blue
0,3% biarkan menggenang 1 menit
Gambar 7.9 pengamatan preparat
dengan mikroskop cahaya
73
Lampiran 3
Hasil pengamatan preparat mikroskop
Gambar 8.0 Pewarnaan BTA metode Ziehl-Neelsen
Gambar 8.1 pewarnaan BTA metode Ziehl-Neelsen di tambah bleach 2%
74
Lampiran 4
Riwayat Penulis
Identitas
Nama : Eneng Siti Nur Azizah
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat, tanggal lahir : Bogor, 12 Januari 1997
Agama : Islam
Alamat : Jl.KH.Abdurahman RT 03/01 No. 58, Kel. Pondok
Jaya, Kec.Cipayung , Kota.Depok.
Email : [email protected]
Riwayat Pendidikan
2001 - 2003 : TK Nurul Iman Depok
2003 - 2009 : SDN Pondok Terong 1 Kota Depok
2009 - 2012 : Mts Arrahmaniyah Kota Depok
2012 - 2015 : MAN 1 KOTA BOGOR
2015 - sekarang : FK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
75
Lampiran 5
Data Penelitian
Jenis Kelamin
Frequency Percent
Valid
Percent Cumulative Percent
Valid L 19 57.6 57.6 57.6
P 14 42.4 42.4 100.0
Total 33 100.0 100.0
Usia
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid <30 tahun 1 3.0 3.0 3.0
>60 tahun 7 21.2 21.2 24.2
30-60 tahun 25 75.8 75.8 100.0
Total 33 100.0 100.0
Lama Batuk
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid <3 minggu 25 75.8 75.8 75.8
>3 minggu 8 24.2 24.2 100.0
Total 33 100.0 100.0
BB turun
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid negatif 23 69.7 69.7 69.7
positif 10 30.3 30.3 100.0
Total 33 100.0 100.0
Keringat Dingin
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid negatif 29 87.9 87.9 87.9
positif 4 12.1 12.1 100.0
76
Total 33 100.0 100.0
(Lanjutan)
Batuk Berdarah
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid negatif 30 90.9 90.9 90.9
positif 3 9.1 9.1 100.0
Total 33 100.0 100.0
Nyeri Dada
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid negatif 26 78.8 78.8 78.8
positif 7 21.2 21.2 100.0
Total 33 100.0 100.0
Sesak Nafas
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid negatif 15 45.5 45.5 45.5
positif 18 54.5 54.5 100.0
Total 33 100.0 100.0
Konvensional
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid negatif 17 51.5 51.5 51.5
positif 16 48.5 48.5 100.0
Total 33 100.0 100.0
Bleach
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid negatif 10 30.3 30.3 30.3
positif 23 69.7 69.7 100.0
Total 33 100.0 100.0
77
(Lanjutan)
Konvensional * Bleach Crosstabulation
Bleach
Total negatif positif
Konvensional negatif Count 9 8 17
% of Total 27.3% 24.2% 51.5%
positif Count 1 15 16
% of Total 3.0% 45.5% 48.5%
Total Count 10 23 33
% of Total 30.3% 69.7% 100.0%
Chi-Square Tests
Value Exact Sig. (2-sided)
McNemar Test .039
a
N of Valid Cases 33