18
PERBANYAKAN ENTOMOPATOGEN (Laporan Praktikum Pengendalian Hama Tanaman) Oleh Nurul Wakhidah 1314121132

PERBANYAKAN ENTOMOPATOGEN

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Pengendalian hama tanaman

Citation preview

PERBANYAKAN ENTOMOPATOGEN(Laporan Praktikum Pengendalian Hama Tanaman)

Oleh

Nurul Wakhidah

1314121132

JURUSAN AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

2015

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penggunaan insektisida sintetik sebagai pengendali hama telah menimbulkan beberapa masalah seperti munculnya ketahanan hama terhadap insektisida, resurjensi hama, letusan hama kedua, dan berkurangnya musuh alami hama (Untung, 2001).

Perlu dicari alternatif lain untuk pengendalian hama, seperti penggunaan jamur entomopatogen sebagai agens hayati pengendali hama. Jamur entomopatogen mempunyai kapasitas reproduksi yangtinggi, siklus hidup yang pendek, dapat membentuk spora yang dapat bertahan lama di alam, bahkan dalam kondisi yang tidak menguntungkan sekalipun. Penggunaan jamur entomopatogen juga relatif aman, bersifat selektif, kompatibel dengan berbagai komponen pengendalian dalam PHT, relatif mudah diproduksi, dan kemungkinan menimbulkan resistensi sangat kecil (Nuryanti dkk., 2012).Berdasarkan uraian tersebut, maka dilakukan praktikum ini untuk mengetahui cara perbanyakan jamur entomopatogen yang biasa digunakan dalam pengendalian hayati terhadap hama tanaman.

1.2. Tujuan

Tujuan dari praktikum kali ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui jamur entomopatogen yang biasa digunakan dalam pengendalian hayati hama tanaman.

2. Mengetahui cara perbanyakan jamur entomopatogen menggunakan media menir.

II. METODOLOGI

2.1. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini antara lain:

1. Panci

2. Kompor

3. Jarum ose

4. Bor gabus

5. Plastik bening

6. Laminar Air Flow

7. Bunsen

8. Autoklaf

9. Spidol

Sedangkan bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu:

1. Media alami berupa menir beras

2. Biakan murni jamur Metarhizium sp., Beauveria bassiana, dan Aspergillus sp. di media PDA.

3. Alkohol 70 %.2.2. Prosedur KerjaProsedur kerja yang dilakukan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut:

1. Dicuci bersih lalu dikukus sebanyak 100 g menir sampai setengah matang.2. Kukusan menir selanjutnya dimasukkan ke dalam plastik bening utuk selanjutnya disterilkan di dalam autoklaf selama kurang lebih 20 menit dengan tekanan 1 atm suhu 121oC.3. Setelah disterilkan di autoklaf selanjutnya didinginkan

4. Bekerja secara aseptik di Laminar Air Flow dibor biakan jamur entomopatogen menggunakan bor gabus steril sebanyak 3 kali.

5. Diambil jarum ose lalu dipanaskan pada bunsen agar steril, lalu didinginkan pada pinggiran media PDA untuk kemudian setiap biakan jamur diambil dengan jarum ose tersebut.

6. Dipindahkan biakan jamur entomopatogen ke dalam media menir yang telah disiapkan sebelumnya.

7. Dirapatkan plastik bening tempat media menir dengan diikat lalu diberi keterangan pada plastik tersebut tanggal perbanyakkan dan kelompok menggunakan spidol.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Hasil Pengamatan

Berikut ini hasil pengamatan biakan jamur entomopatogen yang telah siap diperbanyak di media menir

No.GambarKeterangan

1.

Metarhizium sp.Kelebihan:

Memiliki kisaran inang yang cukup luas Bersifat persisten: menginfeksi hama sasaran saat memasuki fase terlemah. Inang: Orthoptera, Coleoptera, Hemiptera, Lepidoptera dan Hymenoptera

2.

Beauveria bassianaKelebihan:

Inang: Coleoptera, Homoptera, Diptera, Lepidoptera, dan Hymenoptera Memiliki kekhususan inang Menghasilkan enzim khitinase yang mampu mendegradasi khitin

3.

Aspergillus sp.Kelebihan:

Menghasilkan mikotoksin berupa aflatoksin

Tahan pada suhu tinggi maupun sangat rendah

Tahan pada kondisi lingkungan suboptimum

3.2. Pembahasan

Praktikum kali ini dibahas mengenai cara perbanyakan entomopatogen berupa jamur Metarhizium sp., Beauveria bassiana, dan Aspergillus sp. menggunakan media alami yaitu menir. jamur-jamur tersebut sebelum diperbanyak di media menir diperoleh dari pembiakkan sebelumnya di media PDA.

Pembiakkan atau perbanyakan agensia hayati menggunakan media alami berupa beras yang dikukus setengah matang bertujuan untuk mempertahankan virulensi dari jamur entomopatogen tersebut. Hal tersebut disebabkan beras setengah matang sebagai media tumbuh masih memiliki sifat yang agak keras, sehingga dengan begitu jamur akan mengeluarkan toksiknya lebih besar untuk memperoleh nutrisi dari beras tersebut dan virulensinya pun ikut meningkat. Sedangkan jika hanya ditumbuhkan di media PDA, jamur mendapat nutrisi dengan mudah karena media PDA telah mengandung nutrisi yang cukup dan kondisinya juga lebih lunak daripada beras setengah matang (Nurbailis dan Martinius, 2011).

Penggunaan beras setengah matang ini memiliki kekurangan maupun kelebihan. Kekurangan dari penggunaan beras setengah matang ini antara lain membutuhkan biaya yang cukup tinggi dan bersaing dengan kebutuhan manusia akan beras tersebut. Sedangkan kelebihan dari penggunaan beras sebagai media alami adalah dapat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan jamur entomopatogen lebih baik, meningkatkan daya virulensi dari jamur tersebut, dan meningkatkan daya adaptasinya saat diaplikasikan ke lapangan (Nurbailis dan Martinius, 2011).

Perbanyakan jamur entomopatogen diawali dengan mencuci menir 100 g sampai bersih lalu kukus sampai setengah matang bertujuan untuk mempertahankan virulensi dari jamur entomopatogen tersebut. Jamur yang digunkan telah dibiakkan sebelumnya selama 3 sampai 5 hari. Selanjutnya, menir setengah matang dimasukkan ke dalam plastik bening agar mudah diamati pertumbuhan jamur di media menir tersebut. Kemudian disterilkan dalam autoklaf selama 20 menit dalam tekanan 1 atm dan suhu 121oC, tujuannya untuk mengurangi resiko kontaminasi dari jamur lain atau kontaminan lainnya. Setelah itu, menir didinginkan.Proses persiapan media menir telah dilakukan, selanjutnya bekerja secara aseptik di LAF, sebelumya tangan pekerja disterilakan menggunkan alkohol. Kemudian, setiap biakan jamur entomopatogen dibor menggunakan bor gabus steril sebanyak 3 kali. Dipersiapkan jarum ose lalu dipanaskan pada bunsen agar steril, lalu dinginkan pada pinggiran media PDA untuk kemudian setiap biakan jamur diambil dengan jarumose tersebut. Langkah berikutnya 3 hasil pengeboran setiap biakan jamur dipindahkan ke dalam media menir. Terakhir, plastik berisi media menir diikat ujungnya lalu diberi keterangan pada plastik tersebut tanggal perbanyakkan dan kelompok menggunakan spidol.Cendawan Metarhizium sp. atau yang sering digunakan yaitu Metarhizium anisopliae memiliki aktivitas larvisidial karena menghasilkan cyclopeptida; destruxin A, B, C, D, E dan desmethyl-destruxin B. Destruxin telah dipertim-bangkan sebagai bahan insektisida generasi baru. Efek destruxin berpengaruh pada organella sel target(mitokondria, retikulum endoplasma, dan membran nukleus), menyebabkan paralisa sel dan kelainan fungsi lambung tengah, tubulus malphigi, hemocyt, dan jaringan otot (Widiyanti dan Muyadiharja, 2004).Kumpulan dari miselium Metarhizium sp. berwarna putih dan hijau agak padat atau rapat. Konidia dari cendawan ini berbentuk bulat agak memanjang berbentuk hialin (Rosmini dan Sri, 2010).Jamur entomopatogen yang selanjutnya yaitu Beauveria bassiana. Jamur tersebut termasuk jamur mikroskopik dengan tubuh berbentuk benang-benang halus (hifa). Kemudian hifa-hifa membentuk koloni yang disebut miselia. Jamur ini tidak dapat memproduksi makanannya sendiri, oleh karena itu ia bersifat parasit terhadap serangga inangnya. Jamur Beauveria bassiana menyerang banyak jenis serangga, diantaranya kumbang, ngengat, ulat,kepik, dan belalang. Jamur ini umumnya ditemukan pada serangga yang hidup di dalam tanah, tetapi juga mampu menyerang serangga pada tanaman atau pohon (Rosmini dan Sri, 2010).Aspergillus sp. adalah salah satu jenis mikroorganisme yang termasuk jamur dan eukariotik. Jamur ini secara mikroskopis dicirikan dengan hifa bersepta dan bercabang, konidiofora muncul dari foot cell (miselium yang bengkak dan berdinding tebal) membawa stigmata dan akan tumbuh konidia yang membentuk rantai berwarna hijau, coklat, atau hitam (Srikandi, 1992).Jamur ini secara makroskopis mempunyai hifa fertil yang muncul di permukaan dan hifa vegetatif terdapat di bawah permukaan. Jamur tumbuh membentuk koloni mold berserabut, halus, cembung serta kompak berwarna hijau kelabu, hijau coklat, hitam, atau putih. Warna koloni dipengaruhi oleh warna spora, misalnya spora berwarna hijau, maka koloni hijau (Srikandi, 1992).Jamur Aspergillus sp. diketahui lebih tahan dalam keadaan lingkungan suboptimum daripada pada mikroorganisme lain. Umumnya, jamur ini menghendaki oksigen sehingga bersifat aerob sejati, tetapi ragi bersifat fakultatif. Suhu optimum pertumbuhan jamur parasit lebih tinggi yaitu 30 37oC daripadajenis yang saprofit yang hidup pada suhu 22 - 30 oC (Pelczar dkk., 1986).IV. KESIMPULAN

Kesimpulan yang diperoleh dari praktikum ini adalah sebagai berikut:1. Beberapa jamur entomopatogen yang diperkenalkan untuk pengendalian hama meliputi Metarhizium sp., Beauveria bassiana, dan Aspergillus sp.

2. Cara perbanyakan jamur entomopatogen yang cukup mudah yaitu pada media menir yang dikukus setengah matang.DAFTAR PUSTAKA

Nurbailis dan Martinius. 2011. Pemanfaatan Bahan Organik Sebagai Pembawa Untuk Peningkatan Kepadatan Populasi Trichoderma Viride Pada Rizosfir Pisang Dan Pengaruhnya Terhadap Penyakit Layu Fusarium. Jurnal HPT Tropika 11(2): 177 184.Nuryanti, N. S. P., L. Wibowo dan A. Azis. 2012. Penambahan Beberapa Jenis Bahan Nutrisi Pada Media Perbanyakan Untuk Meningkatkan Virulensi Beauveria bassiana Terhadap Hama Walang Sangit. Jurnal HPT Tropika 12(1): 64 70.

Pelczar, Michel J Jr. dan E. C. S. Chan. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Penerjemah Ratna Sri H., dkk. UI Press. Jakarta.Rosmini dan Sri A. L. 2010. Identifikasi Cendawan Entomopatogen Lokal Dan Tingkat Patogenitasnya Terhadap Hama Wereng Hijau (Nephotettix virescens Distant.) Vektor Virus Tungro Pada Tanaman Padi Sawah Di Kabupaten Donggala. Jurnal Agroland 17(3): 205 212.Srikandi, F. 1992. Mikobiologi Pangan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.Untung K. 2001. Pengantar Pengolahan Hama Terpadu. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.Widiyanti, N. L. P. M. dan S. Muyadiharja. 2004. Uji Toksisitas Jamur Metarhizium anisopliae Terhadap Larva Nyamuk Aedes aegypti. Media Litbang Kesehatan 14(3): 25 30.

LAMPIRAN