Upload
mufti-ghazali-m
View
4.348
Download
13
Embed Size (px)
Citation preview
PERENCANAAN DAN TROUBLESHOOTING POMPA SUBMERSIBLE (ESP)
1. TUJUAN
• Memilih ESP (menentukan jenis dan ukuran pompa, jumlah stages, jenis
motor, kabel, transformator dan switch board) sesuai merek dagang
terpilih, data produksi, konfigurasi sumur, dan karakteristik fluida produksi.
• Mencari gejala kerusakan pada ESP, sehingga dapat ditanggulangi sedini mungkin
agar kerusakan lebih lanjut dapat dikurangi dan pompa dapat bekerja
kembali secara lebih efisien. 2. METODE DAN PERSYARATAN
2.1 METODE
Metode yang digunakan adalah metode analitis dengan bantuan gambar
dan tabel sesuai merek dagang terpilih.
2.2 PERSYARATAN
Perencanaan hanya berlaku untuk lubang sumur tegak, untuk sumur
miring perlu dilakukan koreksi atas sudut kemiringannya dalam menghitung TDK.
3. LANGKAH KERJA
3.1 LANGKAH KERJA PERENCANAAN ESP
1. Isi data yang diperlukan (data sumur, reservoir, dan fluida) dalam “kolom-
kolom data” pada Tabel 1.
2. Hitung berat jenis rata-rata dan gradien tekanan fluida produksi menurut:
Gradien Fluida (GF) = 0.433 × SG (2)
Bila mengandung gas, kurangi GF sekitar 10%.
3. Tentukan kedudukan pompa (HPIP) kurang lebih 100 ft di atas
lubang perforasi teratas. Jarak antara motor dan lubang perforasi
teratas (HS) kurang lebih 50 ft.
4. Tentukan laju produksi diinginkan dengan cara memilih kemudian mencoba
harga Pwf untuk menghitung harga laju total menurut persamaan :
QTOT = (Ps - Pwf) × PI (3)
Hitung laju yang diinginkan (Qo) menurut persamaan:
Apabila harga tersebut belum sesuai, ulangi memilih harga Pwf dengan
penjajalan
5. Hitung pump intake pressure (PIP) menurut persamaan :
PIP = Pwf - GF × (HS-HPIP) (5)
Harga PIP harus lebih besar dari BPP (tekanan jenuh); bila tidak terpenuhi,
ulangi langkah 4 dan 5 dengan laju produksi yang lebih rendah
6. Hitung arus cairan kerja (Zfl) menurut persamaan:
7. Tentukan kehilangan tekanan sepanjang tubing (Hf) dengan menggunakan
Gambar 14.
8. Hitung total dynamic head (TDH) menurut persamaan:
9. Pilih jenis dan ukuran pompa dari katalog perusahaan pompa
bersangkutan dan gambar yang menunjukkan efisiensl maksimum untuk laju
produksi yang diperoleh di langkah 4. Baca harga head capacity (HC) dan
daya kuda motor
(HP motor) pada laju produksi tersebut.
10. Hitung jumlah stages (tingkat):
11. Hitung daya kuda yang diperlukan.
HP = HP motor × Jumlah stages (9)
12. Tentukan Jenis motor pada Tabel 3 yang memenuhi HP tersebut.
13. Untuk masing-masing jenis motor, hitung kecepatan aliran di anulus motor
(FV)
Jenis motor dan OD motor terkecil yang memberikan FV > l ft/detik adalah
pasangan yang harus dipilih.
14. Baca harga arus listrik (A) dan tegangan listrik (Vmotor) yang dibutuhkan
untuk jenis motor yang bersangkutan.
15. Dari harga arus listrik tersebut pilih jenis kabel pada Gambar 15 (dianjurkan
memilih jenis kabel yang mempunyai kehilangan tegangan dibawah
atau sekitar 30 volt tiap 1000 ft).
ΔVkabel = (HS - 50) × ΔV/1000 ft (11)
16. Memilih transformator dan switchboard :
a. Hitung tegangan yang diperlukan motor dan kabel
(VTOT) = Vmotor + ΔVkabel (12) b. Hitung KVA = 1.73 × VTOT × A/1000 (13) c. Dari Tabel 4 tentukan transformator yang memenuhi hasil hitungan 16.b
Karena aliran 3 fasa maka transformator yang dipilih adalah sepertiga
dari hasil hitungan 16.
d. Dari Tabel 5 tentukan switchboard yang memenuhi
17. Lakukan perhitungan total tegangan pada waktu start sebagai berikut :
a. Kebutuhan tegangan untuk start = 20.35 × voltage rating,
b. Kehilangan tegangan selama start = 3 × kehilangan tegangan biasa,
16. Bandingkan apakah total tegangan pada waktu start tidak melebihi tegangan
yang dikeluarkan oleh switchboard. Apabila tidak melebihi, berarti
perencanaan sudah baik, apabila melebihi ulangi langkah 16.
Catatan :
1. ESP dapat dipakai untuk laju produksi 300 sampai 60000 BPD.
2. Dapat dipakai untuk fluida viskositas tinggi.
3. Dapat dipakai untuk sumur - sumur air atau sumur injeksi air pada proyek
waterflood. Untuk sumur injeksi arah impeller harus dibalikkan.
4. Untuk sumur kepasiran, ESP dapat dipakai sampai derajat
kepasiran tertentu, yaitu dengan menggunakan impeller atau diffuser
khusus yang terbuat dari Ni-Resist.
5. Untuk sumur korosif perlu dipasang “Ressistant Coning Hausing”
khusus, sumbu as pompa dari banan K-monel. Apabila terdapat
H2S gunakan kabel Al atau kabel biasa dengan ditutup monel.
6. ESP menghasilkan panas sehingga dapat menurunkan viskositas fluida
produksi; hal mana akan membantu sumur dengan masalah parafin.
7. Untuk sumur bersuhu tinggi (lebih 250°F) perlu dipasang Epoxy untuk
melindungi kabel, O-ring, dan seal (gasket).
8. Untuk sumur miring atau tidak lurus (crooked well) perlu dipasang
centralizer agar kabel tidak terkelupas.
3.2 LANGKAH KERJA TROUBLESHOOTINGESP
3.2.1 METODE API RP 11S
1. Lakukan pengamatan langsung kelakuan pompa sebagai berikut:
a. Teliti apakah alat masih bekerja pada besarnya arus listrik yang
didisain. (Cara yang umum adalah dengan melihat voltmeternya).
b. Amati karat pada perangkat pompa di permukaan.
c. Teliti apakah laju produksi nyata masih tercakup dalam "range"
kemampuan laju produksi pompa.
d. Teliti apakah alat masih bekerja pada kondisi kerja.
e. Teliti apakah head discharge pompa bervariasi tidak lebih dari 5%,
serta daya kuda bervariasi tidak lebih dari 15% .
f. Lakukan shut-off head, yaitu pompa dijalankan dengan wing-valve
ditutup sebentar, kemudian amati tekanan kepala sumur.
g. Teliti apakah total dynamic head (TDH) dan laju produksi turun.
2. Dari gejala yang telah dideteksi pada butir l klasifikasikan dan tentukan
tindakan yang harus dilakukan menggunakan Tabel 6 dan 7.
3.2.2 METODE GRAFIK
1. Rekam arus dengan amperemeter.
2. Lakukan analisa terhadap grafik tersebut sebagai berikut:
a. Pompa berjalan normal.
Grafik rata dan simetris, harga ampere lebih kurang sama dengan
yang tertera di nameplate (contoh Gambar 19).
b. Fluktuasi Daya Listrik (VA)
Grafik menunjukkan seperti pada Gambar 20. Fluktuasi daya
listrik dapat terjadi karena adanya pembebanan listrik pada
pompa lain yang sedang distart. Gejala serupa juga dapat
terjadi karena adanya petir.
c. Gas Lock.
Keadaan gas lock ditandai olen adanya harga ampere yang rendah.
Bila harga ampere merosot hingga di bawah underload (batas bawah
harga ampere) maka pompa otomatis berhenti. Contoh pada Gambar
21.
- Titik A merupakan saat start pompa, biasanya harga ampere naik 3-
8 kali harga ampere pada keadaan pompa berjalan normal.
- Titik B menunjukkan operasi normal.
- Titik C memperlihatkan berkurangnya harga ampere dan terjadinya
fluktuasi akibat masuknya gas ke dalam pompa.
- Titik D menunjukkan kenaikan mendadak harga ampere, ini
menandakan arus cairan masuk pompa. Selanjutnya terjadi
gas lock yang diikuti oleh turunnya harga Ampere di E,
pada saat ini tidak ada cairan yang diproduksikan.
Penanggulangan hal ini adalah dengan cara:
- Matikan pompa agak lama agar gas lock hilang.
- Turunkan pompa sehingga lebih tenggelam. Bila pompa di rat hole
gunakan jaket.
- Turunkan produksi dengan mengecilkan choke, sepanjang
memungkinkan.
- Apabila dengan cara-cara tersebut di atas tetap tak tertanggulangi,
maka pompa harus diganti dengan yang lebih kecil atau
produksikan secara intermittent dengan menggunakan (cycle
controller) meskipun cara ini sebenarnya dapat merusak pompa.
d. Pompa mati karena terjadi interferensi gas atau air. Grafik
pada Gambar 22 menandakan keadaan pompa mati
(pump-off) dan interferensi gas atau air terjadi berkali-kali, hal ini
terdeteksi karena adanya starter otomatis. Pada Gambar 23, titik A
adalah saat start pompa, titik B pompa berjalan normal, titik
C gas mulai masuk pompa, dan titik D arus cairan
mendekati pompa dan selanjutnya diiringi dengan matinya pompa
karena ampere terlalu rendah (under current shut-down).
e. Pompa mati bukan karena interferensi gas atau air. Grafik
pada Gambar 5 menunjukkan gejala pompa mati tetapi
bukan karena tanpa interferensi gas. Sehingga pada grafik
tak terlihat fluktuasi. Dalam hal ini kematian pompa
adalah akibat tiadanya cairan terproduksi sehingga
cara penanggulangannya seperti pada
masalah gas locking.
f. False Starts.
Grafik pada Gambar 24 yaitu menunjukkan seolah-olah „pump
off’ dengan restart yang gagal. Kejadian ini adalah
sebagai akibat panjang cycle waktu tak cukup untuk
menghasilkan arus cairan yang cukup tinggi. Unit ini harus diganti
dengan yang lebih kecil.
g. Selang-seling start dan mati.
Grafik pada Gambar 25, yaitu menunjukkan selang-seling kejadian start dan mati, yang berlangsung dalam waktu singkat. Kejadian ini
adalah akibat ukuran pompa terlalu besar atau pompa bekerja dengan TDH (head) yang kurang besar. Cara
penanggulangan adalah:
- Cek TDH dengan cara menutup wing-valve sesaat.
- Cek kemungkinan kebuntuan aliran di pipa atau tertutupnya katup
dipermukaan.
- Hentikan pompa dan cek arus cairan.
Pompa dengan grafik ampere demikian harus segera dihentikan
karena kejadian tersebut akan sangat merusak pompa.
h. Produksi dengan GOR tinggi.
Cara penanggulangan GOR tinggi adalah dengan
pengaturan tekanan selubung dan penggunaan separator gas.
Grafik serupa juga dapat terjadi karena adanya emulsi,
sehingga harga ampere biasanya menurun sesaat.
Penanggulangannya adalah dengan penggunaan deemulsifier
(pemecah emulsi). Lihat Gambar 26.
i. Harga Ampere terlalu kecil.
Grafik pada Gambar 27, yaitu menunjukkan pompa yang
distart berkali-kali, tetapi tidak berhasil hidup. Hal ini
biasanya terjadi karena harga ampere yang diberikan terlalu
rendah, sehingga tidak cukup memberi tenaga ke motor untuk
mengangkat fluida dengan berat jenis dan volume tertentu.
Bila dari test terlihat adanya produksi, maka
penanggulangan-nya adalah dengan melakukan penyetelan
under-current (ampere rendah). Gambar 27 mungkin pula
disebabkan oleh gagalnya relay ketika menghentikan
batas ampere rendah dari kontrolnya, sewaktu pompa distart secara
otomatis. Gambar 27 juga bisa terjadi karena patahnya pompa.
j. Beban Rendah.
Grafik pada Gambar 28, yaitu menunjukkan pompa dijalankan
(distart) dengan normal tetapi diikuti dengan penurunan
harga ampere secara bertahap, selanjutnya terjadi keadaan tanpa
beban untuk beberapa saat dan akhirnya terjadi kerusakan
pada unitnya dan pompa berhenti karena overload (beban
berlebih). Grafik ini menandakan pompa yang salah disain
(ukurannya), atau salah melakukan penyetelan pelindung
beban rendahnya (underload protection relay), kesalahan
tersebut mengakibatkan tertahannya fluida produksi, sehingga
motor bekerja pada keadaan tanpa beban. Selanjutnya karena tidak
ada aliran maka tidak terjadi pendinginan motor sehingga timbul
panas dan ini menyebabkan overload (beban berlebih) dan akhirnya
motor mati.
k. Pengontrolan Pompa oleh tangki pengumpul.
Grafik pada Gambar 29, yaitu menunjukkan harga ampere
motor pompa (berhenti dan bekerjanya pompa) dikontrol oleh arus
cairan tangki pengumpul. Gambar 29
menunjukkan tenggang waktu
(delay) antara saat pompa berhenti dan start kembali terlalu singkat.
Bila pompa tak dilengkapi check valve (katup penahan aliran balik)
yang baik, maka setiap pompa berhenti fluida akan turun
kembali sehingga pompa akan berputar kearah sebaliknya.
Menjalankan kembali pompa yang sedang berputar
terbalik mengakibatkan kerusakan pompa. Biasanya as
pompa terpuntir atau as patah. Tenggang waktu (delay)
antara saat pompa berhenti dan start
kembali adalah minimal kurang lebih 30 menit, yaitu agar fluida
dapat stabil kembali.
l. Beban berlebih
Grafik pada Gambar 30. Titik A pada
gambar adalah saat dijalankan; biasanya menunjukkan harga
ampere yang meningkat, B adalah pada keadaan pompa
bekerja normal, C menunjukkan kenaikan beban hingga
mencapai batas tertinggi (overload) dan akhirnya pompa mati.
Gejala peningkatan beban yang diikuti dengan matinya pompa
tersebut disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :
- Naiknya berat jenis fluida (misalnya karena terproduksinya
lumpur atau fluida komplesi).
- Terjadinya emulsi atau kenaikan viskositas.
- Terjadinya problem mekanis atau listrik (misal motor panas atau
terjadi keausan alat).
- Problem daya listrik.
m. Beban karena kotoran padat
Grafik pada Gambar 31, yaitu mula-mula berfluktuasi tak teratur,
selanjutnya normal.
Gejala ini disebabkan terikutnya scale, pasir atau partikel
lumpur waktu sumur mula-mula diproduksikan. Walaupun hal
ini umum terjadi, sebaiknya dihindari dengan terlebih
dahulu melakukan pembersihan sumur sebelum pompa
distart. Untuk mematikan sumur sebaiknya digunakan fluida
yang ringan atau hampir sama dengan fluida yang akan
dipompa.
Dalam hal tertentu perlu pemberian tekanan balik (menggunakan jepitan), guna menahan naiknya harga ampere secara berlebihan. Untuk sumur yang menjumpai problem pasir, start harus lambat dengan laju produksi kecil (jepitan
dipermukaan diperkecil).
n. Start berulang-ulang
Grafik pada Gambar 32, yaitu menunjukkan start normal yang lalu
mati karena beban berlebinan. Garis-garis naik setelah itu
menunjukkan usaha menstart kembali berkalikali. Usaha ini
bisa merusak pompa. Dianjurkan pompa di tes terlebih dahulu
sebelum menstart kembali.
o. Beban berfluktuasi tak beraturan.
Grafik pada Gambar 33 harga ampere yang turun
naik tak beraturan. Umumnya disebabkan adanya fluktuasi pada
berat jenis fluida atau adanya variasi tekanan permukaan.
Akhirannya dapat berakibat pompa mati karena beban
berlebihan (overload). Grafik serupa bisa juga disebabkan karena
pompa tersumbat, motor atau kabel terbakar atau sekering putus (
primer atau sekunder).
4. DAFTAR PUSTAKA
1. ARCO, Pump Course, Super School, Dallas, Jan. 1982,
2. Beavers, J., “Application of Electric Submersible Pumps in Hostile Environments”,
Pet. Eng. International, March 15, 1983,
3. Brown, K.E., Ed., “The Technology of Artificial Lift Methods”, Vol 2b, The Petroleum
Publishing, Co., Okla, 1980.
4. Centrilift, Submersible Pump Handbook, 3rd Ed, 1981
5. Devine, D. L.: “Variable Speed Submersible Pumps Find Winder Application”, OGJ,
June 11, 1979.
6. Langitan, F. B.: “High Volume Submersible Electric Pumps Design Consideration
And Operation”, PT Caltex, June 1974.
7. Legg, L. V.: “Submersible Pump”, part 1, 2, 3, 4, OGJ, July 9, July 23, Aug. 27, 1979.
8. Reda Submersible Pump Catalog, Bartlesville, 1982.
9. Sam Meek, Personal Communication, Centrilift, PT Inti Jatampura, Jakarta
10. Winkler, H. M.: “Design of Artificial Lift Systems Course for ARCO”, Jakarta,
Indonesia, 1960.
11. API Recommended Practice 11 S (RP1lS). 2nd. ED., May 30, 1986.
12. Centrilift Submersible Pump Handbook, 3rd Ed., 1981.
13. Design, Specification & Application of Baker Lift Systems Electric Submersible
Pumping Systems, 1984.
14. Reda Submersible Pump Catalog, 1984.
5. DAFTAR SIMBOL
A = harga arus listrik, ampere
BHT = temperatur dasar sumur, °F
BFF = tekanan jenuh, psi
FV = kecepatan alir dasar snulus motor, ft/detik
GF = gradien tekanan fluida dengan adanya gas, psi/ft
GOR = perbandingan gas minyak, SCF/STB
GS = gradien statik fluida, psi/ft
HC = head capacity , ft/tingkat
HF = kehilangan tekanan karena gesekan dinyatakan sebagai ketinggian ft
HP motor = daya kuda motor, dk
HPIP = kedalaman letak lubang masuk pompa dari permukaan, ft
HS = kedalaman lubang perforasi teratas, ft
ID = diameter dalam pompa, in .
KA = kadar air, %
KVA = kilo volt ampere, daya 3 fase
OD = diameter-luar, in
PI = indeks produktivitas, b/d/psi
PIP = tekanan-isap pompa, psi
PS = tekanan-statik, psi
PVT = analisa tekanan volume dan suhu cairan
Pwf = tekanan alir dasar sumur, psi
Rs = kelarutan gas dalam minyak, SCF/bbl
Qo = laju produksi minyak, STB/hari
QTOT = total produksi cairan, STB/hari
THP = tekanan kepala sumur, ft
V motor = tegangan listrik di motor, volt
VTOT = total tegangan listrik , volt
V Kabel = kehilangan tegangan listrik di kabel, volt/1000 ft
WOR = perbandingan laju produksi air terhadap minyak
Zfl = arus cairan kerja, ft 6. LAMPIRAN
6.1 LATAR BELAKANG
Pertama kali ESP (Gambar 1 dan 2) dilakukan di Indonesia oleh Caltex
sekitar tahun 1960; kemudian sejak tahun 1969. ESP banyak digunakan
oleh perusahaan-perusahaan minyak asing maupun Pertamina. Dewasa
ini ada 4 pabrik ESP yang besar yaitu: Reda, Centrilift, Baker, dan ODI.
Alat ESP terdiri atas pompa sentrifugal bertingkat banyak (Gambar l dan
2) berputar 3475-3500 rpm, 60 HZ (atau 2900-2915.50 HZ) dengan motor listrik
induksi sinkron kutub, 3 fasa, berbentuk sangkar. Antara motor dan
pompa terdapat protector atau equilizer, untuk menyamakan tekanan di
dalam motor dengan sekelilingnya. Motor disini dengan minyak
mineral agar tidak mengalirkan listrik dan memberi efek
lubrikasi serta pendinginan. Pendinginan terutama didapat dari aliran
cairan produksi. Selain protector di atas kadang- kadang dapat dipakai
gas separator untuk sumur yang menghasilkan banyak gas.
ESP biasanya dipakai untuk laju produksi 200-2500 STB/hari, walaupun
dapat digunakan untuk produksi sampai 95.000 STB/hari. Umumnya dipakai
di sumur miring di daerah lepas pantai. Di daratan hanya dipakai
untuk laju produksi tinggi yaitu di atas 2000 STB/hari. Karena pompa
angguk akan lebih ekonomis untuk sumur dengan laju produksi rendah.
Laju produksi sangat menentukan jenis ESP yang dipilih, karena ESP sangat sensitif terhadap laju aliran. Hanya kisaran laju produksi tertentu yang dapat diatasi oleh suatu jenis ESP. Laju produksi terlalu besar dari kemampuan ESP akan menyebabkan up thrust kerusakan terjadi pada bantalan (washer) atas. Sedangkan laju terlalu kecil dari kapasitas ESP akan menyebabkan down thrust yang akan merusak bantalan bawah. Perhatikan Gambar 3.
6.2 CONTOH SOAL
Penyelesaian
Data :
Selubung = 7 inchi, 26 #, 6000 TD (ID : 6.276 inchi)
Tubing = 3.5 inchi OD
Listrik = 60 cycle
Perforasi = 5800 –5850 ft
PI = 5 STB/hari/psi
Ps = 1800 @5800 feet
WOR = 50 %
THP = 100 psi
BHT = 160 oF
GOR = 100 SCF/STB
SG minyak = 0.86
SG air = 1.02
BPP = 600 psi
Penyelesaian :
1. Isi Kolom Data.
Gradien fluida (GF) = 0.433 × Sg rata-rata = 0.433 × 0.913 = 0.395 psi/ft
Karena terdapat gas maka GF di turunkan sekitar 10%, sehingga harga GF menjadi
= 0.35 psi/ft (kalau tidak ada gas, gunakan gradien statik 0.395 psi di atas)
3. Tentukan kedalaman pompa, misalnya 5700 feet, yang berarti jarak motor dengan
perforasi 50 ft atau jarak perforasi dengan pompa: 100 ft
4. Ambil Pwf = 700 psi, dengan mempertimbangkan BPP = 600 psi dan besar Qo yang
dinginkan.
QTOT =(Ps-Pwf) × PI = (1800 - 700)5 = 5500 STB/hari
Atur kembali Pwf, bila Qo yang dihasilkan kurang sesuai dengan yang diharapkan.
5. Hitung pump intake pressure (PIP)
PIP = Pwf - GF × (HS - HPIP)
= 700 – 0.35 × (5800 - 5700) = 665 psi.
Ternyata 665 psi lebih besar dari BPP(600 psi), berbagai syarat terpenuhi.
6. Hitung aras kerja cairan
7. Tentukan hilang tekanan sepanjang tubing. Dengan menggunakan Gambar 14, pada QTOT = 5500 BPD dan ukuran tubing = 3.5 inci dengan kondisi tubing
“bekas”, diperoleh hilang tekanan 85 ft/1000 ft, sehingga:
8. Hitung total dynamic head (TDH)
9. Pilih jenis dan ukuran pompa dengan menggunakan Gambar 4 s.d 13
(hanya sebagian dari gambar yang tersedia dari katalog pabrik). Ambil gambar
yang dapat memberikan efisiensi maksimum untuk laju produksi yang ditentukan
pada langkah
4. Dalam seal ini untuk QTOT = 5500 BPD, maka gambar yang
memberikan efisiensi maksimum adalah Gambar 4. (Tabel 2 dapat digunakan untuk
memilih jenis pompanya). Tentukan dari Gambar 4 tersebut:
a. Head capacity (HC) = 2950 ft untuk tiap 100 stages
b. Horse power motor, HPmotor = 184 HP untuk tiap 100 stages.
10. Hitung jumlah stages pompa.
11. Hitung horse-power motor yang diperlukan:
HHP = HP motor × stages = (184/100) × 154 = 284 HP
12. Pilih jenis motor dari Tabel 3, misalnya type 540 series (5.43 inci OD), maka didapat
jenis motor 300 HP, 1S50 Volts, 87A.
13. Hitung kecepatan alir di anulus motor (FV)
Ternyata memunuhi FV > 1 feet/detik
14. Memilih kabel:
Pilih jenis kabel dari Gambar 15 sedemikian sehingga pada arus yang dipakai (87A)
memberikan kehilangan tegangan sekitar 30 volt per 1000 ft (umumnya
setengah dari maksimum). Dalam hal ini didapat jenis kabel # 1/0 AL
dengan kehilangan tegangan 27 volt per 1000 ft. Kehilangan tegangan di kabel =
(5750 × 27/1000 = 155 volt.
15. Pilih transformator dan switch board
a. Total tegangan yang diperlukan = 2150 + 155 = 2305 volt.
c. Tentukan ukuran transformator. Dengan menggunakan Tabel 4 didapat 3×150
KVA, yaitu dipilih ukuran yang lebih besar dari total KVA diperlukan (347 KVA).
d. Tentukan switchboard. Dengan menggunakan Tabel 5 dipilih RPR-2, yaitu
2400 volt, 700 HP, 360 A. Switchboard yang dipilih harus mempunyai kapasitas
lebih besar dari kebutuhan (2306 volt, 285 HP, 87A).
16. Lakukan perhitungan untuk membuktikan bahwa motor dapat dihidupkan (distart)
dengan transformator, kabel, switch board yang dipilih.
o Kebutuhan tegangan untuk start = 0.35 × voltage rating
= 0.35 × 2150
= 752.5 Volt.
o Kehilangan tegangan selama start = 3 × 156 volt = 468 volt
Ternyata tegangan yang tersedia 2400 > (752 + 468). Kesimpulan semua
peralatan yang telah dipilih dapat berjalan.
6.3 GAMBAR DAN TABEL YANG DIGUNAKAN
GAMBAR 1 SUBMERSIBLE CENTRIFUGAL PUMPING UNIT
GAMBAR 2 POMPA ESP
GAMBAR 3 KEMUNGKINAN POSISI IMPELLER
GAMBAR 4 REDA PUMP PERFORMANCE CURVE 100 STAGES G180-60 Hz-
540 SERIES – 3500 RPM
GAMBAR 5 REDA PUMP PERFORMANCE CURVE 100 STAGES G110-60 Hz-
540 SERIES – 3500 RPM
GAMBAR 6 REDA PUMP PERFORMANCE CURVE 100 STAGES E35-60 Hz-
450 SERIES – 3500 RPM
GAMBAR 7 REDA PUMP PERFORMANCE CURVE 100 STAGES GN2000-50 Hz-
540 SERIES – 2917 RPM
GAMBAR 8 REDA PUMP PERFORMANCE CURVE 100 STAGES GN2000-60 Hz-
400 SERIES – 3500 RPM
GAMBAR 9 REDA PUMP PERFORMANCE CURVE 100 STAGES DN1750-60 Hz-
400 SERIES – 3500 RPM
GAMBAR 10 REDA PUMP PERFORMANCE CURVE 100 STAGES DN1000-60 Hz-
400 SERIES - 2917RPM
GAMBAR 11 REDA PUMP PERFORMANCE CURVE 100 STAGES DN1000-60 Hz-
400 SERIES-3500 RPM
GAMBAR 12 REDA PUMP PERFORMANCE CURVE 100 STAGES DN750-60 Hz-
400 SERIES-3500 RPM
GAMBAR 13 REDA PUMP PERFORMANCE CURVE 100 STAGES A400-60 Hz-
338 SERIES-3500 RPM
GAMBAR 14 KEHILANGAN TEKANAN DALAM PIPA
GAMBAR 15 CHART HILANG TEGANGAN
GAMBAR 16 VISKOSITAS MINYAK TANPA GAS PADA SUHU RESERVOIR
GAMBAR 17 MERUBAH CP KE SSU
GAMBAR 18 VISKOSITAS MINYAK JENUH GAS PADA P DAN T RESERVOIR
TABEL 1
KOLOM DATA UNTUK PERHITUNGAN ESP
TABEL 2
POMPA 60 Hz 3500 RPM
TABEL 2 (LANJUTAN)
POMPA 60 Hz 3500 RPM
TABEL 3
MOTOR 60 Hz
TABEL 4
TRANSFORMATOR FASA TUNGGAL
60 Hz, UNTUK KENAIKAN SUHU 56Oc
TABEL 5
DATA UMUM SWITCHBOARD
TABEL-6
Analisa Gejala Kerusakan Pompa dan Penanggulangannya Pompa Sedang Bekerja.
Gejala Penyebab Tindakan
GAMBAR 19. POMPA BERJALAN NORMAL
GAMBAR 20. FLUKTUASI DAYA LISTRIK
GAMBAR 21. GAS LOCK
GAMBAR 22. POMPA MATI DAN TERJADI INTERFERENSI GAS ATAU AIR
GAMBAR 23. POMPA MATI TANPA INTERFERENSI GAS ATAU AIR
GAMBAR 24. FALSE START
GAMBAR 25. SELANG - SELING ANTARA KEJADIAN START DAN MATI
GAMBAR 26. PRODUKSI DENGAN GOR TINGGI
GAMBAR 27. AMPERE TERLALU RENDAH
GAMBAR 28. BEBAN RENDAH
GAMBAR 29. EFEK PENGONTROLAN POMPA OLEH TANGKI PENGUMPUL
GAMBAR 30. BEBAN BERLEBIH
GAMBAR 31. BEBAN KOTORAN PADAT
GAMBAR 32. START BERULANG – ULANG
GAMBAR 33. BEBAN BERFLUKTUASI TAK BERATURAN