Click here to load reader
Upload
meiranikristianti
View
273
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
Dalam pandangan Piaget, remaja membangun dunia kognitifnya sendiri, informasi tidak
hanya tercurah ke dalam benak mereka dari lingkungan. Untuk memahami duniannya, remaja
mengorganisasikan pengalaman mereka. Piaget percaya bahwa remaja menyesuaikan diri dengan
dua cara: Asimilasi dan Akomodasi. Asimilasi (Assimilation) terjadi ketika seseorang
menggabungkan informasi baru ke dalam pengetahuan yang sudah dimilikinya. Akomodasi
(Accomodation) terjadi ketika seseorang menyesuaikan dirinya terhadap informasi baru.
Ekuilibrasi (Equilibration) adalah mekanisme dalam teori Piaget yang menjelaskan
bagaimana seorang anak atau remaja beralih dari satu tahap pemikiran ke tahap selanjutnya.
Peralihan ini terjadi sejalan dengan dialaminya konflik kognitif atau disekuilibrium dalam
usahanya untuk memahami dunia. Akhirnya, anak atau remaja tersebut berhasil mengatasi
konflik dan mencapai keseimbangan atau ekuilibrium dari pemikiran.
Pemikiran Operasional Formal
Menurut Piaget, seseorang berkembang melalui empat tahap utama perkembangan kognitif:
sensori motor, praoperasional, operasional konkret, dan operasional formal. Setiap tahap tersebut
berkaitan dengan usia dan mengandung cara berpikir yang berbeda. Tahap operasional formal
(formal operasional stage) adalah tahap keempat dan terakhir dari teori perkembangan kognitif
piaget, yang diyakini muncul sekitar usia 11 sampai 15 tahun.
Ciri-ciri cara berpikir operasional formal menurut piaget :
1. Abstrak. Remaja tidak lagi terbatas pada pengalaman nyata dan konkret sebagai landasan
berpikirnya. Mereka mampu membayangkan situasi rekaan, kejadian yang semata-mata
berupa kemungkinan hipotesis, dan mencoba mengolahnya dengan pemikiran logis.
Kualitas abstrak pada pemikiran remaja juga dapat ditunjukkan dengan meningkatnya
kecenderungan untuk memikirkan tentang pemikiran itu sendiri. Seorang remaja
bertanya-tanya, “ Aku mulai berpikir tentang mengapa aku memikirkan apa yang sedang
aku pikirkan. Kemudian aku mulai berpikir mengapa aku memikirkan tentang mengapa
aku memikirkan apa yang sedang aku pikirkan.” Hal ini memang abstrak, dan ini
mencirikan bertambahnya minat remaja pada pemikiran itu sendiri dan keabstrakan
pemikiran.
2. Idealistis. Remaja mulai memikirkan secara lebih luas mengenai karakteristik ideal,
kualitas yang ingin dimilikinya sendiri atau yang diinginkan ada pada orang lain.
Pemikiran seperti itu sering kali membuat remaja membandingkan dirinya dengan orang
lain, berkaitan dengan patokan ideal tersebut. Dan sepanjang masa remaja,pemikiran
seseorang sering berupa fantasi yang mengarah ke masa depan.
3. Logis. Remaja mulai berpikir seperti ilmuwan, menyusun rencana pemecahan masalah
dan secara sistematis menguji cara-cara pemecahan yang dipikirkannya jenis proses
pemecahan masalah ini diberi mana penalaran hipotetis-deduktif. Penalaran hipotetis-
dedukdif ialah konsep operasional formal Piaget, yang menyatakan bahwa remaja
memiliki kemampuan kognitif untuk mengembangan hipotesis, atau memperkirakan cara
memecahkan masalah. Kemudian mereka menarik kesimpulan secara sistematis, atau
menyimpulkan, pola mana yang akan diterapkan dalam memecahkan masalah.
Tidak semua remaja berpikir secara operasional formal sepenuhnya. Sejumlah pakar
perkembangan berpendapat bahwa tahap operasional formal terdiri dari dua tahap kecil, yaitu
awal dan akhir (Broughton, 1983). Pada cara berpikir cara operasional formal tahap awal
peningkatan kemampuan remaja untuk berpikir dengan menggunakan hipotesis membuat mereka
mampu berpikir bebas dengan kemungkinan tidak terbatas. Pada masa awal ini, cara berpikir
operasional formal mengalahkan realitas dan terlalu banyak terjadi asimilasi sehingga dunia
dipersepsikan secara terlalu subjektif dan idealistis. Cara berpikir operasional akhir
mengembalikan keseimbangan intelektual. Remaja pada tahap ini mengujikan hasil penalarannya
pada relitas dan terjadi pemantapan cara berpikir operasional formal. Kesimbangan intelektual
terjadi kembali sejalan dengan usaha remaja untuk mengakomodasi gejolak kognitif yang
dialaminya.
Pemikiran Operasional Formal dan Bahasa
Sejalan dengan bertambahnya abstrak dan logisnya cara berpikir remaja, penggunaan bahasa
merekapun mengalami perubahan. Perkembangan tersebut meliputi perubahan dalam
penggunaan satire dan metafora dalam keterampilan menulis dan bercakap-cakap. Satire yaitu
menggunakan julukan yang mengandung arti sebaliknya yang lucu, sindiran atau ejekan untuk
menggambarkan kebodohan. Seorang remaja biasanya memberikan julukan ejekan sebagai
pengganti nama dari temannya seperti “si gendut”, ”si kribo”, “si rakus”, dan lain sebagainya.
Aspek lain dari bahasa yang dipakai remaja adalah metafora, membandingkan dua gagasan yang
dapat disampaikan atau digambarkan oleh makna abstrak yang terkandung dalam kata-kata.
Misalnya, remaja dapat mengatakan bahwa keyakinan dan sepotong kaca memiliki kesamaan,
yaitu kedua-duanya dapat dihancurkan.
Remaja juga menjadi lebih pandai berbicara dibandingkan dengan anak-anak. Remaja lebih
dapat memberi giliran pada seseorang untuk berbicara dalam suatu diskusi, dan bukannya
membiarkan semuanya berbicara sekaligus, remaja juga lebih mahir menggunakan kalimat yang
sopan dalam situasi yang tepat, dan lebih mahir menyampaikan cerita yang menarik, gurauan
yang lucu, dan kebohongan yang meyakinkan.
Teori Piaget dan Pendidikan Remaja
Menurut teori piaget, pikiran remaja bukanlah lembaran kosong. Sebaliknya, remaja sudah
memiliki sejumlah gagasan mengenai dunia fisik dan alami. Pendidik perlu belajar memahami
apa yang dikemukakanremaja agar dapat memberi respon yang tepat terhadap gagasan mereka.
Remaja secara alamiah adalah makhluk yang serba ingin tahu. Cara terbaik untuk memelihara
motivasi untuk menimba pengetahuan adalah dengan memberi mereka kesempatan untuk
berinteraksi secara spontan dengan lingkungannya.
Dibalik Pemikiran Operasional Formal
Beberapa kritik terhadap teori piaget mengemukakan bahwa cara berpikir khusus mengenai
suatu keterampilan khusus menggambarkan tahap perkembangan yang lebih tinggi dari tahap
operasional formal. Namun bagi piaget, perubahan pemikiran mengenai suatu keterampilan
khusus seperti cara berpikir para ahli fisika nuklir atau peneliti medis hanya sebagai suatu
tambahan. Menurut piaget, ahli fisika nuklir mungkin berpikir dengan cara-cara yang tidak dapat
dilakukan oleh seorang remaja, tetapi perbedaan remaja dan ahli fisika nuklir tersebut hanya
terletak pada isi pikirannya saja, bukan pada operasi berpikirnya.
Sejumlah pakar perkembangan yakin bahwa hakikat absolut dari logika dan optimism tinggi
pada remaja akan menghilang di masa dewasa awal. Cara berpikir orang dewasa muda lebih
bersifat pragmatic, mengkhusus (terspesialisasi), dan ganda (kurang dualistik) dibandingkan
dengan remaja. Orang dewasa mulai membentuk daerah pemikiran individualistik mereka
sendiri, seringkali mereka berkeyakinan bahwa setiap orang berhak memiliki pendapat sendiri
dan pendapat pribadi seseorang sama baiknya dengan pendapat orang lain. Saat pendapat pribadi
tersebut disanggah oleh pendapat lain, cara berpikir ganda beralih ke cara berpikir relatif. Denga
beralih pada relativisme penuhlah orang dewasa dapat sepenuhnya memahami bahwa kebenaran
bersifat relatif.
Sumbangan dan Kritik terhadap Pemikiran Piaget
Sumbangan Piaget
Bidang perkembangan kognitif saat ini merupakan jasa dari Piaget. Beliau menyumbangkan
serangkaian panjang konsep-konsep perkembangan kognitif. Berkat Piaget dunia menerima
pandangan bahwa anakdan remaja adalah pemikir aktif dan konstruktif yang melalui interaksi
dengan lingkungannya, membentukperkembangan mereka sendiri (Flavell, 1992).
Kritik terhadap Pemikiran Piaget
Perkiraan Kognitif
Sejumlah aspek operasional formal yang melibatkan penalaran abstrak tidak secara pasti
muncul di masa remaja awal, seperti yang dibayangkan Piaget. Dan orang dewasa pun sering kali
berpikir dengan cara yang lebih irasional daripada perkiraan Piaget (Flavell, 1992)
Tahap-tahap Perkembangan
Neo-Piagetian adalah pakar perkembangan yang sudah mengembangkan teori Piaget lebih
lanjut, mereka yakin bahwa perkembangan kognitif dalam beberapa hal lebih bersifat speksifik
dibandingkan dengan pandangan Piaget. (Case, 1987, 1992; Marini & Case, 1994; Pascual-
Leone, 1987). Neo-Piagetian tidak berpendapat bahwa semua gagasan Piaget sudah tidak berlaku
lagi. Namun mereka mengemukakan bahwa pandangan yang lebih tepat mengenai
perkembangan kognitif tidak terlalu mengacu kepada tahapan besar dan lebih memperhatikan
peran strategi, keterampilan, seberapa cepat dan otomatisnya seorang anak mampu memproses
informasi, pentingnya memecah masalah kognitif menjadi langkah-langkah yang lebih tepat.
Mereka menekankan pada adanya peningkatan yang teratur dan berdasar kematangan yang
sejalan dengan bertambahnya usia pada sejumlah aspek kemampuan pemrosesan informasi
misalnya, seberapa cepat dan efisiensinya anak dan remaja memproses informasi (Case, 1987,
1992; Demetrious & Efklides, Fischer & Farrar, 1987; Halford, Pascual-Leone, 1987; Sternberg,
1987). Dengan meningkatnya kemampuan pemrosesan informasi yang sejalan dengan
bertambahnya usia, bentuk kognisi yang baru dan lebih kompleks dalam setiap ranah isi
pemikiran menjadi mungkin terjadi, karena anak dan remaja pada saatitu sudah dapat mengingat
dan memikirkan lebih dari satu hal pada saat yang sama.
Budaya dan Pendidikan
Pada banyak Negara yang sedang berkembang, pemikiran operasional formal jarang terjadi.
Dapat kita lihat bahwa ada gelombang minat yang besar terhadap bagaimana perkembangan
kognitif terjadi melalui interaksi dengan orang dewasa dan teman sebaya, dan bagaimana
keterlibatan budaya dapat mempengaruhi kognisi.
Contoh Kasus:
Udin (16 tahun), seorang siswa di sebuah SMA di Cirebon, dalam proses pembelajaran ia selalu
bertanya-tanya tentang apa yang dia pelajari, kemudian dia berpikir mengapa dia mempelajari
hal itu, lalu dia berpikir kembali mengapa dia berpikir mengenai tentang mengapa dia
mempelajari hal itu. Karena itu, maka Udin mengalami keterlambatan dalam pengolahan
informasi. Di kelas ia tertinggal dalam pelajarannya. Saat teman-temannya telah mendapatkan
informasi baru, Udin masih memikirkan hal yang sama tanpa berusaha memahami informasi-
informasi baru yang diberikan oleh gurunya. Keterlambatan Udin dalam memproses informasi,
mempengaruhi prestasinya dalam belajar.
Analisis Kasus
Udin berada pada tahap operasional formal. Selayaknya, remaja pada usia Udin mengalami hal
yang dialami oleh Udin. Namun, pada diri Udin, dia terlalu memfokuskan pikirannya terhadap
informasi yang baru didapatnya. Operasional formal yang terjadi pada setiap informasi yang
didapatnya mengakibatkan Udin mengalami keterlambatan dalam pemrosesan informasi karena
ia terus berpikir mengenai ’mengapa ia memikirkan hal tersebut, lalu ia berpikir kembali
mengapa sebelumnya ia memikirkan tentang hal tersebut’. Hal ini membuat Udin mendapatkan
sedikit informasi dibandingkan dengan teman-temannya yang lain, sehingga Udin mengalami
penurunan dalam prestasi belajarnya. Keterlambatan yang dialami oleh Udin merupakan suatu
gangguan belajar dalam memproses informasi.
Normalnya, pada remaja seusia Udin seharusnya sudah dapat memproses beberapa informasi
dalam satu waktu. Remaja memiliki banyak sumber kognitif, karena mereka dapat memproses
informasi secara langsung dan mereka memiliki kapasitas pemrosesan informasi yang lebih
besar.
DAFTAR PUSTAKA
Santrock, John.W.2003.Adolescence.Jakarta: Erlangga.
MAKALAH KELOMPOK
PERKEMBANGAN KOGNITIF REMAJA
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Perkembangan II
Disusun oleh:
Riska Tyas Perdani (0802720)
Meirani Kristianti (0802728)
Galih Permatasari W (0802942)
Silvie Andratyastuti (0802618)
Dinia Handayani (0806942)
Lia Desty (0800006)
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2009