32
PERSEPSI SISWA TERHADAP KOMPETENSI GURU DAN KONFORMITAS TERHADAP TEMAN SEBAYA SEBAGAI PREDIKTOR TERHADAP PERILAKU MEMBOLOS OLEH THEOPHANI KHARISMA TITALEY 802012088 TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2016

PERSEPSI SISWA TERHADAP KOMPETENSI GURU DAN …...PERSEPSI SISWA TERHADAP KOMPETENSI GURU DAN KONFORMITAS TERHADAP TEMAN SEBAYA . SEBAGAI PREDIKTOR TERHADAP . PERILAKU MEMBOLOS . OLEH

  • Upload
    others

  • View
    31

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • PERSEPSI SISWA TERHADAP KOMPETENSI GURU DAN

    KONFORMITAS TERHADAP TEMAN SEBAYA

    SEBAGAI PREDIKTOR TERHADAP

    PERILAKU MEMBOLOS

    OLEH

    THEOPHANI KHARISMA TITALEY

    802012088

    TUGAS AKHIR

    Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan

    Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

    Program Studi Psikologi

    FAKULTAS PSIKOLOGI

    UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

    SALATIGA

    2016

  • PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

    AKADEMIS

    Sebagai citivas akademika Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), saya yang bertanda

    tangan di bawah ini:

    Nama : Theophani Kharisma Titaley

    Nim : 802012088

    Program Studi : Psikologi

    Fakultas : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana

    Jenis Karya : Tugas Akhir

    Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas

    Kristen Satya Wacana hal bebas royalti non-eksklusif (non-exclusive royality freeright) atas

    karya ilmiah saya berjudul:

    PERSEPSI SISWA TERHADAP KOMPETENSI GURU DAN

    KONFORMITAS TERHADAP TEMAN SEBAYA

    SEBAGAI PREDIKTOR TERHADAP

    PERILAKU MEMBOLOS

    Dengan hak bebas royalty non-eksklusif ini, Universitas Kristen Satya Wacana berhak

    menyimpan, mengalihmedia/mengalihformatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data,

    merawat dan mempublikasikan tugas akhir, selama tetap mencantumkan nama saya sebagai

    penulis atau pencipta.

    Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

    Dibuat di : Salatiga

    Pada Tanggal : 26 Agustus 2016

    Yang menyatakan,

    Theophani Kharisma Titaley

    Mengetahui,

    Pembimbing

    Berta Esti Ari Prasetya, S.Psi., MA.

  • PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR

    Yang bertanda tangan di bawah ini:

    Nama : Theophani Kharisma Titaley

    Nim : 802012088

    Program Studi : Psikologi

    Fakultas : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana

    Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir, judul:

    PERSEPSI SISWA TERHADAP KOMPETENSI GURU DAN

    KONFORMITAS TERHADAP TEMAN SEBAYA

    SEBAGAI PREDIKTOR TERHADAP

    PERILAKU MEMBOLOS

    Yang dibimbing oleh:

    Berta Esti Ari Prasetya, S.Psi., MA.

    Adalah benar-benar hasil karya saya.

    Didalam laporan tugas akhir ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan atau gagasan

    orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian

    kalimat atau gambar serta simbol yang saya akui seolah-olah sebagai karya saya sendiri tanpa

    memberikan pengakuan pada penulis atau sumber aslinya.

    Salatiga, 26 Agustus 2016

    Yang memberi pernyataan,

    Theophani Kharisma Titaley

  • LEMBAR PENGESAHAN

    PERSEPSI SISWA TERHADAP KOMPETENSI GURU DAN

    KONFORMITAS TERHADAP TEMAN SEBAYA

    SEBAGAI PREDIKTOR TERHADAP

    PERILAKU MEMBOLOS

    Oleh

    Theophani Kharisma Titaley

    802012088

    TUGAS AKHIR

    Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk

    Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

    Disetujui pada tanggal 26 Agustus 2016

    Oleh:

    Pembimbing,

    Berta Esti Ari Prasetya, S.Psi., MA.

    Diketahui Oleh, Disahkan Oleh,

    Kaprogdi Dekan

    Dr. Chr. Hari Soetjiningsih, MS. Prof. Dr. Sutarto Wijono, MA.

    FAKULTAS PSIKOLOGI

    UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

    SALATIGA

    2016

  • PERSEPSI SISWA TERHADAP KOMPETENSI GURU DAN

    KONFORMITAS TERHADAP TEMAN SEBAYA

    SEBAGAI PREDIKTOR TERHADAP

    PERILAKU MEMBOLOS

    Theophani Kharisma Titaley

    Berta Esti Ari Prasetya

    Program Studi Psikologi

    FAKULTAS PSIKOLOGI

    UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

    SALATIGA

    2016

  • i

    Abstrak

    Sekolah menjadi salah satu tempat membentuk kedisiplinan dan perilaku taat terhadap tata tertib.

    Namun seringkali siswa menunjukkan perilaku tidak disiplin dengan melanggar tata tertib di

    sekolah, salah satunya dengan membolos. Ada banyak hal yang dapat mempengaruhi siswa

    melakukan perilaku membolos, diantaranya adalah persepsi terhadap kompetensi guru, dan

    konformitas terhadap teman sebaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah persepsi

    siswa terhadap kompetensi guru dan konformitas terhadap teman sebaya secara bersama dapat

    menjadi prediktor yang signifikan bagi perilaku membolos. Metode pengumpulan data yang

    digunakan adalah metode skala, terdiri dari Persepsi terhadap Kompetensi Guru yang disusun

    berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 74/2008 tentang Guru, skala Konformitas terhadap

    Teman Sebaya yang dimodifikasi dari Peer Conformity Scale oleh Santor, Messervey, dan

    Kusumakar (2000), sedangkan untuk melihat perilaku membolos, peneliti menggunakan data

    absensi siswa Kelas XI Tahun Ajaran 2015/2016 pada mata pelajaran Bahasa Inggris. Sampel

    yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 135 orang. Pengujian hipotesis antara persepsi

    siswa terhadap kompetensi guru dan konformitas terhadap teman sebaya sebagai prediktor

    terhadap perilaku membolos menggunakan teknik analisis regresi berganda. Hasil pengujian

    menunjukkan bahwa persepsi siswa terhadap kompetensi guru dan konformitas terhadap teman

    sebaya secara bersama tidak menjadi prediktor yang signifikan terhadap perilaku membolos

    siswa. Penelitian selanjutnya diharapkan untuk mengkaji kembali masalah terkait perilaku

    membolos ini lebih dalam, dengan melihat variabel-variabel lain yang mungkin dapat

    memprediksi perilaku membolos siswa.

    Kata Kunci: kompetensi guru, konformitas teman sebaya, perilaku membolos

  • ii

    Abstract

    School became one of many place to establish dicipline and obedient behavior. But often,

    students showed undiciplined behavior by breaking the rules in school, one of them was truancy.

    There are many things that causes truancy, such as perceptions of teacher’ competence and

    conformity to peer group. This study aims to determine whether the students’ perceptions of

    teacher’ competence and conformity to peer group concurrently can become a significant

    predictor to truancy. Data collecting method used was scale, consists of Students’ Perceptions of

    Teacher’ Competence Scale based on Bagian I Bab II Peraturan Pemerintah RI No. 74/2008

    about Teacher, Peer Conformity Scale modified from Peer Conformity Scale arranged by Santor,

    Messervey, and Kusumakar (2000), to see truancy, researcher use students data attendance on

    English subject from grade 11 Tahun Ajaran 2015/2016. Sample totaled 135 students.

    Hypothesis examined between students’ perceptions of teacher’ competence and conformity to

    peer group as a predictor to truancy using multiple regression. The result showed that students’

    perception of teacher’ competence and conformity to peer group concurrently can not become a

    predictor to truancy. Next studies are expected to review deeply about the issues related to

    truancy, by looking at the other variables that may be able to predict students’ truancy.

    Keywords: teacher’ competence, conformity to peer group, truancy

  • 1

    PENDAHULUAN

    Di era globalisasi ini persaingan semakin ketat dalam berbagai bidang kehidupan

    sehingga kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) sangat dibutuhkan untuk

    menghadapinya. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk membentuk Sumber Daya

    Manusia yang berkualitas adalah melalui pendidikan. Menurut UU No. 20 tahun 2003,

    pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

    proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

    untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaaan, pengendalian diri, kepribadian,

    kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,

    bangsa, dan negara.Salah satu bagian dari pendidikan nasional adalah pendidikan formal

    melalui lembaga sekolah. Komponen-komponen yang berpengaruh terhadap

    keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan nasional itu sendiri antara lain pendidik,

    peserta didik, dan kurikulum.

    Pendidik atau yang sering kita kenal dengan guru, memiliki peran penting dan

    tanggung jawab yang besar dalam menentukan kualitas sumber daya manusia, untuk itu

    dibutuhkan kompetensi yang baik. Mengacu pada Pasal 28 ayat (3) Bagian I Bab VI

    Peraturan Pemerintah RI No. 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dan Pasal 3

    ayat (2) Bagian I Bab II Peraturan Pemerintah RI No. 74/2008 tentang Guru,

    kompetensi guru terdiri dari empat bentuk yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi

    kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.

    Keberhasilan pendidikan walaupun sebagian besar ditentukan oleh guru, namun

    peran siswa sendiri pun menjadi penting karena merupakan pusat sumber daya yang

    akan dikembangkan. Mengingat pentingnya sekolah sebagai wadah pendidikan formal,

    maka warga sekolah juga menyadari perlu adanya peraturan atau tata tertib yang berlaku

  • 2

    dan dipatuhi oleh seluruh warga sekolah tanpa terkecuali.Tata tertib bermanfaat sebagai

    alat untuk membentuk kedisiplinan. Menurut Depdiknas (dalam Hadianti, 2008) disiplin

    adalah: "Tingkat konsistensi dan konsekuen seseorang terhadap suatu komitmen atau

    kesepakatan bersama yang berhubungan dengan tujuan yang akan dicapai waktu dan

    proses pelaksanaan suatu kegiatan". Mengacu pada pengertian-pengertian di atas, jika

    dikaitkan dengan konsep sekolah, maka dapat dikatakan bahwa siswa yang disiplin

    menciptakan serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai ketaatan, kepatuhan,

    kesetiaan, keteraturan dan ketertiban terhadap komitmen dan kesepakatan yang berlaku

    dalam proses yang dijalani di sekolah.

    Meskipun telah diketahui bahwa siswa seharusnya berperilaku taat terhadap tata

    tertib dalam pembentukan kedisiplinan di sekolah, namun seringkali terjadi pelanggaran

    akan tata tertib tersebut. Salah satu bentuk pelanggaran tata tertib yang sering terjadi di

    sekolah adalah membolos atau ketidakhadiran di sekolah tanpa alasan atau keterangan

    yang tepat. Simandjuntak (1975) membolos juga dapat dartikan sebagai bentuk

    penarikan diri dari kenyataan di sekolah untuk menghindari tugas-tugas sekolah yang

    dirasakan tidak menyenangkan.

    Menurut Prayitno dan Amti (2004) ada beberapa gejala siswa membolos antara

    lain yaitu: berhari-hari tidak masuk sekolah, tidak masuk sekolah tanpa izin, sering

    keluar pada jam pelajaran tertentu, tidak masuk kembali setelah minta izin, masuk

    sekolah berganti hari, mengajak teman-teman untuk keluar pada mata pelajaran yang

    tidak disenangi, minta izin keluar dengan berpura-pura sakit atau alasan lainnya,

    mengirimkan surat izin tidak masuk dengan alasan yang dibuat-buat, tidak masuk kelas

    lagi setelah jam istirahat. Cunningham (dalam Cook dan Ezenne, 2010) mengartikan

    membolos adalah ketidakhadiran siswa di sekolah tanpa sepengetahuan atau izin dari

  • 3

    orang tua.Mereka yang membolos meningalkan rumah dengan alasan pergi ke sekolah

    tetapi berpaling dan terlibat dalam aktivitas di luar sekolah.

    Fenomena siswa yang menunjukkan perilaku membolos salah satunya berada di

    kota Ambon. Berbagai kasus ditemukan dan beritanya telah dirilis di berbagai media

    massa. Sebagai contoh, Riduan Hasan: tingkat kenakalan remaja semakin tinggi

    (siwalimanews.com, 6 Desember 2014), bolos di rental PS, empat siswa SMA ditangkap

    polisi (Kabar Timur, 28 Januari 2015), siswa berjudi saat jam sekolah, legislator

    Ambon: memalukan! (rimanews, 29 Januari 2015), banyak siswa bermasalah, orang tua

    harus awasi anaknya (Kabar Timur, 30 Januari 2015). Melihat berbagai kasus yang

    disebabkan karena perilaku membolos siswa ini, maka dapat dikatakan bahwa perilaku

    membolos cenderung mengakibatkan konsekuensi yang negatif. Malcolm, Wilson,

    Davidson dan Kirk (2003) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa efek

    ketidakhadiran di sekolah adalah prestasi akademik menurun, kesulitan berteman,

    hilangnya kepercayaan dan harga diri, keterlibatan dalam aktivitas seksual dini, stress

    amongst young carers, dan mengalami gangguan sosialisasi untuk bekerja.

    Ada banyak hal yang dapat mempengaruhi siswa untuk melakukan perilaku

    membolos. Ishak dan Fin (2015) mengungkapkan bahwa kepribadian guru, sikap siswa

    terhadap sekolah, lingkungan sekolah, administrasi sekolah, cara mengajar guru, dan

    lingkungan di luar sekolah, peers dan keluarga adalah faktor-faktor yang secara

    signifikan berkontribusi terhadap perilaku membolos. Mengacu pada hasil penelitian

    ini, salah satu faktor yang dapat berpengaruh terhadap perilaku membolos adalah

    persepsi terhadap kompetensi guru. Kompetensi biasanya diartikan sebagai

    seperangkatpengetahuan, ketrampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati dan

    dikuasai oleh guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan (UU RI No. 14 Tahun

  • 4

    2005). Oleh Anastasia (2010) persepsi terhadap kompetensi guru adalah proses

    mengorganisasi, menginterpretasikan informasi yang diterima berdasarkan rangsangan

    yang diperoleh individu melalui indera-indera dan memberikan arti berdasarkan

    stimulus yang diperoleh berdasarkan kecakapan dan kemampuan guru dalam

    menyampaikan materi pelajaran.

    Aspek-aspek persepsi terhadap kompetensi guru yang akan digunakan dalam

    penelitian ini mengacu pada Pasal 28 ayat (3) Bagian I Bab VI Peraturan Pemerintah RI

    No. 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dan Pasal 3 ayat (2) Bagian I Bab II

    Peraturan Pemerintah RI No. 74/2008 tentang Guru, yaitu kompetensi pedagogik,

    kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Dijelaskan

    lebih lanjut dalam Pasal 3 ayat (4), (5), (6), dan (7) Bagian I Bab II Peraturan

    Pemerintah RI No. 74/2008 tentang Guru, adalah sebagai berikut: Kompetensi

    pedagogik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan kemampuan Guru dalam

    pengelolaan pembelajaran peserta didik yang sekurang-kurangnya meliputi: pemahaman

    wawasan atau landasan kependidikan, pemahaman terhadap peserta didik,

    pengembangan kurikulum atau silabus, perancangan pembelajaran, pelaksanaan

    pembelajaran yang mendidik dan dialogis, pemanfaatan teknologi pembelajaran,

    evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan

    berbagai potensi yang dimilikinya.

    Kompetensi kepribadian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-

    kurangnya mencakup kepribadian yang: beriman dan bertakwa, berakhlak mulia, arif

    dan bijaksana, demokratis, mantap, berwibawa, stabil, dewasa, jujur, sportif, menjadi

    teladan bagi peserta didik dan masyarakat, secara obyektif mengevaluasi kinerja sendiri,

    dan mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan.Kompetensi sosial

  • 5

    sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan kemampuan Guru sebagai bagian dari

    Masyarakat yang sekurang-kurangnya meliputi kompetensi untuk: berkomunikasi lisan,

    tulis, dan/atau isyarat secara santun, menggunakan teknologi komunikasi dan informasi

    secara fungsional, bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga

    kependidikan, pimpinan satuan pendidikan, orang tua atau wali peserta didik, bergaul

    secara santun dengan masyarakat sekitar dengan mengindahkan norma serta sistem nilai

    yang berlaku, dan menerapkan prinsip persaudaraan sejati dan semangat kebersamaan.

    Kompetensi profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan

    kemampuan Guru dalam menguasai pengetahuan bidang ilmu pengetahuan, teknologi,

    dan/atau seni dan budaya yang diampunya yang sekurang-kurangnya meliputi

    penguasaan: materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai dengan standar isi

    program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang

    akan diampu, dan konsep dan metode disiplin keilmuan, teknologi, atau seni yang

    relevan, yang secara konseptual menaungi atau koheren dengan program satuan

    pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu.

    Dampak yang dapat ditimbulkan dari persepsi terhadap kompetensi guru salah

    satunya adalah terhadap perilaku membolos siswa di sekolah. Jika kompetensi guru

    baik, dan persepsi siswa terhadapnya pun baik, maka siswa cenderung tidak akan

    melakukan perilaku membolos. Namun jika persepsi siswa terhadap kompetensi guru

    itu tidak baik, maka akan berdampak terhadap munculnya perilaku membolos oleh

    siswa. Karakteristik guru yang baik adalah memiliki kompetensi yang baik. Sabitu dan

    Nuradeen (2010) mengungkapkan bahwa atribut guru seperti pengetahuan, kemampuan

    berkomunikasi, pengajaran yang menarik, dan stabilitas emosional dapat mempengaruhi

    performa akademik siswa. Di sisi yang lain, beberapa alasan siswa membolos

  • 6

    dipengaruhi oleh kepribadian guru, sikap siswa terhadap sekolah, lingkungan sekolah,

    administrasi sekolah, dan cara mengajar guru. Guru yang memiliki kepribadian yang

    disukai oleh siswa akan mampu menghasilkan proses belajar mengajar yang disukai

    oleh siswa dan dapat berinteraksi secara efektif dengan mereka sehingga dapat membuat

    mereka tetap berada di sekolah (Ishak dan Fin, 2015). Hal ini berarti bahwa kompetensi

    guru mempengaruhi perilaku membolos siswa, karena guru adalah kekuatan utama yang

    menarik siswa untuk tetap berada di sekolah (Hassan dan Muhammad dalam Ishak dan

    Fin, 2015).

    Hal tersebut di atas sejalan dengan penelitian Ferreira (1995) yang menemukan

    adanya hubungan antara lingkungan sekolah dengan sikap siswa terhadap sekolah.

    Hasil penelitian Arilia (2012)menunjukkan ada hubungan yang positif dan signifikan

    antara persepsi siswa tentang kompetensi profesional, kompetensi pedagogik, dan

    disiplin guru dengan motivasi belajar Pkn. Sementara Ibrahim dan Permadi (2015)

    dalam penelitiannya mengatakan bahwa ada hubungan yang positif dan sangat

    signifikan antara motivasi belajar dan perilaku membolos pada siswa.

    Selain persepsi terhadap kompetensi guru, hal lain berikut yang dapat

    mempengaruhi perilaku membolos adalah konformitas terhadap teman sebaya, karena

    teman sebaya merupakan kelompok yang penting bagi siswa sebab frekuensi

    kebersamaan dengan teman lebih sering daripada dengan keluarga di rumah (Hurlock,

    2012). Zebua dan Nurdjayadi (2001) mengungkapkan bahwa konformitas adalah suatu

    tuntutan yang tidak tertulis dari kelompok teman sebaya terhadap anggotanya tetapi

    tidak memiliki pengaruh yang kuat dan dapat menyebabkan munculnya perilaku-

    perilaku tertentu pada anggota kelompok. Sedangkan menurut Baron dan Byrne (2005)

    konformitas remaja merupakan penyesuaian perilaku remaja untuk menganut pada

  • 7

    norma kelompok acuan, menerima ide atau aturan-aturan yang menunjukkan bagaimana

    remaja berperilaku. Pada usia ini juga, seorang individu sangat rentan terhadap ajakan-

    ajakan dari teman sebaya yang bersifat negatif. Sebagian besar siswa melihat

    kelompoknya sebagai role model. Pemodelan mengacu pada perubahan individual pada

    kognisi, sikap, atau efek yang dihasilkan dari pengamatan terhadap sesama (Ryan dalam

    Korir & Kipkemboi, 2014). Perubahan yang terjadi dapat disebut sebagai konformitas

    karena ditandai dengan adanya penyesuaian dengan melakukan perubahan-perubahan

    perilaku yang disesuaikan dengan norma kelompok. Menurut Berndt (dalam Furhmann,

    1990) konformitas yang cukup kuat tidak jarang membuat individu melakukan sesuatu

    yang merusak atau melanggar norma sosial (anti sosial). Pelanggaran terhadap norma,

    seperti yang telah disebutkan sebelumnya juga terjadi di sekolah. Bentuk-bentuk

    pelanggaran terhadap norma dan aturan yang ditetapkan dan berlaku di sekolah

    bermacam-macam. Salah satunya yaitu melakukan perilaku membolos.

    Sears (1999) mengemukakan bahwa konformitas ditandai dengan adanya tiga

    hal sebagai berikut: (a) kekompakan: Kekompakan yang tinggi menimbulkan tingkat

    konformitas yang semakin tinggi.Peningkatan konformitas terjadi karena anggotanya

    enggan disebut sebagai orang yang menyimpang, dan penyimpangan menimbulkan

    resiko ditolak. Hal ini dapat berpengaruh terhadap perilaku membolos karena

    kekompakan yang besar mengakibatkan remaja cenderung untuk menyetujui pendapat

    kelompok.(b) ketaatan: tekanan atau tuntutan kelompok acuan pada remaja membuatnya

    rela melakukan tindakan walaupun remaja tidak menginginkannya. Bila ketaatannya

    tinggi maka konformitasnya akan tinggi juga.Salah satu cara untuk menimbulkan

    ketaatan adalah dengan meningkatkan tekanan terhadap individu untuk menampilkan

    perilaku yang diinginkan melalui ganjaran, ancaman, atau hukuman karena akan

  • 8

    menimbulkan ketaatan yang semkain besar. Tekanan inilah yang menyebabkan remaja

    memiliki kecenderungan utnuk memenuhi tuntutan kelompok meskipun ia tidak

    menginginkannya, misalnya melakukan tindakan membolos. (c) kesepakatan: pendapat

    kelompok acuan yang sudah dibuat memiliki tekanan yang kuat, sehingga remaja harus

    loyal dan menyesuaikan pendapatnya dengan pendapat kelompok. Bila dalam suatu

    kelompok terdapat satu orang saja tidak sependapat dengan anggota kelompok yang lain

    maka konformitas akan menurun. Ketidaksepakatan menimbulkan resiko ditolak oleh

    kelompok sehingga remaja harus loyal dan mematuhi keputusan kelompok, bahkan

    yang negatif, misalnya membolos.

    Dampak yang dapat ditimbulkan dari konformitas terhadap teman sebaya adalah

    terhadap perilaku membolos. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

    Anjana (2014) di SMA Negeri 12 Banda Aceh juga menunjukkan hasil bahwa adanya

    hubungan signifikan antara konformitas teman sebaya dengan perilaku membolos siswa.

    Penelitian oleh Santor, Messervey, dan Kusumakar (2000) juga mengungkapkan bahwa

    adanya korelasi sebesar 0,34 antara skipped classes dan peer conformity.

    Mengacu pada hasil dari beberapa penelitian di atas, dapat kita lihat bahwa

    kompetensi guru dan konformitas teman sebaya dapat mempengaruhi siswa melakukan

    perilaku membolos.Setiap siswa memiliki persepsi yang berbeda-beda terhadap

    kompetensi guru. Jika siswa memiliki persepsi baik terhadap kompetensi guru,

    kemungkinan siswa akan mengikuti pelajaran dengan baik dan tidak membolos. Namun,

    dari pemaparan di atas, dapat dilihat bahwa penelitian-penelitian yang ada dilakukan

    secara terpisah, baik hubungan antara persepsi terhadap kompetensi guru dengan

    perilaku membolos, maupun hubungan konformitas dengan perilaku membolos.Maka

    dalam penelitian ini, peneliti tertarik untuk melihat secara bersama-sama hubungan

  • 9

    antara persepsi siswa terhadap kompetensi guru dan konformitas terhadap teman sebaya

    dengan perilaku membolos di sekolah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahuiapakah

    persepsi siswa terhadap perilaku membolos dan konformitas terhadap teman sebaya

    dapat menjadi prediktor yang signifikan bagi perilaku membolos.

    METODE PENELITIAN

    Variabel-variabel dalam penelitian adalah: variabel bebas (X) terdiri dari dua

    yaitu persepsi siswa terhadap kompetensi guru(X1) dan konformitas terhadap teman

    sebaya (X2), sedangkan variabel terikat (Y) yaitu perilaku membolos. Dalam penelitian

    ini, yang menjadi populasi adalah seluruh siswa kelas XI SMK Negeri 4 Ambon

    sebanyak 135 orang. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik

    total sampling, dan metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode angket

    atau skala pengukuran psikologi.

    Skala persepsi siwa terhadap kompetensi guru dibuat oleh peneliti berdasarkan

    Pasal 3 ayat (4), (5), (6), dan (7) Bagian I Bab II Peraturan Pemerintah RI No. 74/2008

    tentang Guru, dan disusun untuk mengukur empat aspek, yaitu: kompetensi pedagogik,

    kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.Perhitungan uji

    seleksi item dan reliabilitas skala persepsi siwa terhadap kompetensi guru Bahasa

    Inggris di SMK Negeri 4 Ambon yang dilakukan sebanyak dua kali putaran, diperoleh 6

    item dari 44 item yang tidak lolos seleksi atau belum memenuhi standar daya

    diskriminasi item, dengan koefisien korelasi item totalnya bergerak antara 0,305-

    0,575.Untuk menguji reliabilitas, menggunakan teknik koefisien Alpha Cronbach,

    diperoleh koefisien Alpha pada skala persepsi siwa terhadap kompetensi guru Bahasa

    Inggris sebesar 0,907.

  • 10

    Skala konformitas terhadap teman sebaya yang digunakan, dimodifikasi dari

    Peer Conformity Scale yang disusun oleh Santor, Messervey, dan Kusumakar (2000),

    dengan koefisien Cronbach Alpha yang bergerak dari 0,69-0,91. Skala disusun untuk

    mengukur dua aspek yaitu situasi netral dan situasi anti sosial dengan 10 item

    pernyataan favorable dan dibuat dalam bentuk Likert. Berdasarkan perhitungan uji

    seleksi item dan reliabilitas skala konformitas teman sebayayang dilakukan sebanyak

    satu kali putaran, semua item lolos seleksi atau memenuhi standar daya diskriminasi

    item dengan koefisien korelasi item totalnya bergerak antara 0,350-0,677. Pengujian

    reliabilitas menggunakan teknik koefisien alpha cronbach, sehingga dihasilkan

    koefisien alpha pada skala konformitas teman sebayasebesar 0,834.

    Data perilaku membolos siswa diambil dari data kehadiran siswa kelas XI SMK

    Negeri 4 Ambon pada mata pelajaran Bahasa Inggris selama satu semester.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Tabel 1. Descriptive Statistics

    N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

    kompetensi guru 135 79 147 121.21 12.374

    konformitas teman sebaya 135 11 40 26.39 6.170

    perilaku membolos 135 4 16 9.93 2.529

    Valid N (listwise) 135

    Berdasarkan hasil uji deskriptif statsistik, skor empirik yang diperoleh pada skala

    persepsi siswa terhadap kompetensi guru skor paling rendah adalah 79 dan skor paling

    tinggi adalah 147, rata-ratanya adalah 121,21 dengan standar deviasi 12,374. Untuk

    skala konformitas teman sebaya skor paling rendah adalah 11 dan skor paling tinggi

    adalah 40, rata-ratanya adalah 26,39 dengan standar deviasi 6,170. Begitu juga dengan

  • 11

    skala perilaku membolos paling rendah adalah 4 dan skor paling tinggi adalah 16, rata-

    ratanya adalah 9,93 dengan standar deviasi 2,529.

    Tabel 2. Kategorisasi Pengukuran Skala Persepsi Siswa Tentang Kompetensi

    Guru, Konformitas Teman Sebaya dan Perilaku Membolos

    Setelah melakukan kategorisasi, terdapat 35 subjek yang memiliki skor persepsi

    siswa terhadap kompetensi guru yang berada pada kategori sangat rendah dengan

    persentase 25,93%, 88 subjek memiliki skor persepsi siswa terhadap kompetensi guru

    yang berada pada kategori sangat tinggi dengan persentase 65,18%, 9 subjek memiliki

    skor persepsi siswa terhadap kompetensi guru yang berada pada kategori tinggi dengan

    persentase 6,67%, 3 subjek memiliki skor persepsi siswa terhadap kompetensi guru

    Skala No Interval Kategori Mean F Persentase

    Persepsi Siswa

    Tentang

    Kompetensi Guru

    1 129,2 ≤ x ≤ 152 Sangat

    Tinggi

    88 65,18%

    2 106,4 ≤ x < 129,2 Tinggi 121,211 9 6,67%

    3 83,6 ≤ x < 106,4 Sedang 3 2,22%

    4 60,8 ≤ x < 83,6 Rendah 0 0%

    5 38 ≤ x < 60,8 Sangat

    Rendah

    35 25,93%

    Jumlah 135 100%

    SD = 12,374 Min = 79 Max = 147

    Konformitas

    Teman Sebaya

    1 34 ≤ x ≤ 40 Sangat

    Tinggi

    18 13,33%

    2 28 ≤ x < 34 Tinggi 27 20%

    3 22 ≤ x < 28 Sedang 26,39 56 41,48%

    4 16 ≤ x < 22 Rendah 26 19,26%

    5 10 ≤ x < 16 Sangat

    Rendah

    8 5,93%

    Jumlah 135 100%

    SD = 6,170 Min = 11 Max = 40

    Perilaku

    Membolos

    1 13,6 ≤ x ≤ 16 Sangat

    Tinggi

    15 11,11%

    2 11,2 ≤ x < 13,6 Tinggi 19 14,07%

    3 8,8 ≤ x < 11,2 Sedang 9,93 55 40,74%

    4 6,4 ≤ x < 8,8 Rendah 38 28,15%

    5 4 ≤ x < 6,4 Sangat

    Rendah

    8 5,93%

    Jumlah 135 100%

    SD = 2,529 Min = 4 Max = 16

  • 12

    yang berada pada kategori sedang dengan persentase 2,22%, dan tidak ada subjek yang

    memiliki skor persepsi siswa terhadap kompetensi guru yang berada pada kategori

    rendah dengan persentase 0%. Berdasarkan rata-rata sebesar 121,21 dapat dikatakan

    bahwa rata-rata persepsi siswa terhadap kompetensi guru subjek berada pada kategori

    tinggi.

    Sedangkan untuk skala konformitas teman sebaya terdapat 18 subjek memiliki

    skor konformitas teman sebaya yang berada pada kategori sangat tinggi dengan

    persentase 13,33%, 27 subjek memiliki skor konformitas teman sebaya yang berada

    pada kategori tinggi dengan persentase 20%, 56 subjek memiliki skor konformitas

    teman sebaya yang berada pada kategori sedang dengan persentase 41,48%, 26 subjek

    memiliki skor konformitas teman sebaya yang berada pada kategori rendah dengan

    persentase 19,26%, dan 8 subjek memiliki skor konformitas teman sebaya yang berada

    pada kategori sangat redah dengan persentase 5,93%. Berdasarkan rata-rata sebesar

    26,93 dapat dikatakan bahwa rata-rata konformitas teman sebaya subjek berada pada

    kategori sedang.

    Untuk skala perilaku membolos terdapat 15 subjek memiliki skor perilaku

    membolos yang berada pada kategori sangat tinggi dengan persentase 11,11%, 19

    subjek memiliki skor perilaku membolosyang berada pada kategori tinggi dengan

    persentase 14,07%, 55 subjek memiliki skor perilaku membolos yang berada pada

    kategori sedang dengan persentase 40,74%, 38 subjek memiliki skor perilaku membolos

    yang berada pada kategori rendah dengan persentase 28,15%, dan 8 subjek memiliki

    skor perilaku membolos yang sangat rendah dengan persentase 5,93%. Berdasarkan

    rata-rata sebesar 18,50 dapat dikatakan bahwa rata-rata perilaku membolos subjek

    berada pada kategori sedang.

  • 13

    Uji Asumsi

    Uji asumsi yang dilakukan terdiri dari uji normalitas, uji multikolinearitas, uji

    heteroskedastisitas, dan uji linearitas.

    Pengujian normalitas dilakukan dengan melihat hasil uji one sample kolmogorov

    smirnov, didapati hasil bahwa pada skala persepsi siswa terhadap kompetensi guru

    diperoleh hasil skor K-S-Z sebesar 0,880 dengan probabilitas (p) atau signifikansi

    sebesar 0,421 (p>0,05). Sedangkan pada skor konformitas teman sebaya memiliki nilai

    K-S-Z sebesar 1,217 dengan probabilitas (p) atau signifikansi sebesar 0,103.Dengan

    demikian kedua variabel memiliki distribusi yang normal. Begitu juga pada variabel

    perilaku membolos diperoleh skor K-S-Z sebesar 1,311 dengan probabilitas (p) atau

    signifikansi sebesar 0,064 (p>0,05), yang berarti variabel perilaku membolos

    berdistribusi normal. Uji multikolinearitas akan dilakukan dengan melihat nilai

    tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF). Multikolinearitas terjadi jika nilai

    tolerance ≤ 1,0 dan VIF ≥1,0 (Ghosali, 2009).Setelah melakukan pengujian, didapati

    hasil bahwa kedua variabel bebas yang digunakan memiliki nilai tolerance lebih kecil

    dari 1,0 dan nilai VIF lebih besar dari 1,0. Dengan demikian dapat disimpulkan tidak

    terdapat masalah multikolinearitas pada variabel yang digunakan.

    Uji Heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam sebuah model regresi

    terjadi ketidaksamaan varians dari residual suatu pengamatan ke pengamatan yang lain.

    Jika varians tetap maka terjadi problem heteroskedastisitas.Model regresi yang baik

    yaitu homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Scatterplot menunjukkan

    titik-titik menyebar secara acak dan tidak membentuk pola-pola tertentu yang jelas,

    serta tersebar di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini menunjukkan

    bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi, sehingga dapat dipakai

  • 14

    untuk memprediksi variabel perilaku membolos berdasarkan persepsi siswa terhadap

    kompentesi guru dan konformitas teman sebaya.

    Hasil uji linearitas untuk variabel persepsi siswa terhadap kompentesi guru (X1)

    dengan variabel perilaku membolos (Y) diperoleh nilai Fbeda sebesar 1,058 dengan

    signifikansi = 0,389 (p>0,05) yang menunjukkan hubungan antara persepsi siswa

    terhadap kompentesi guru dengan perilaku membolos adalah linear. Hasil uji linearitas

    untuk variabel konformitas teman sebaya (X2) dengan variabel perilaku membolos (Y)

    diperoleh nilai Fbeda sebesar 0,980 dengan signifikansi = 0,503 (p>0,05) yang

    menunjukkan hubungan antara konformitas teman sebaya dengan perilaku membolos

    juga adalah linear.

    Pengujian regresi melibatkan dua variabel bebas yaitu persepsi siswa terhadap

    kompetensi guru dan konformitas teman sebaya, serta satu variabel tergantung yaitu

    perilaku membolos. Selain itu peneliti juga menguji kelayakan model regresi dalam

    penelitian ini. Dengan ketentuan (p < 0,05).

    Tabel 3. Regresi

    ANOVAb

    Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

    1 Regression 17.297 2 8.649 1.293 .278a

    Residual 883.103 132 6.690

    Total 900.400 134

    Pada bagian ini, menunjukkan besarnya angka signifikansi pada perhitungan

    ANOVA yang akan digunakan untuk uji kelayakan model regresi. Dalam uji ANOVA,

    penelitian ini menghasilkan angka F = 1.293 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,278

    dan nilai R = 0,139. Karena angka signifikansi 0,278> 0,05, maka persepsi siswa

  • 15

    terhadap kompetensi guru Bahasa Inggris dan konformitas teman sebaya tidak

    berpengaruh terhadap perilaku membolos pada siswa SMK Negeri 4 Ambon.

    Tabel 4. Summary

    Model Summaryb

    Model R R Square Adjusted R Square

    Std. Error of the

    Estimate Durbin-Watson

    1 .139a .019 .004 2.587 1.401

    Nilai Adjusted R Square dalam tabel di atas sebesar 0,019. Angka tersebut

    menunjukkan bahwa 0,019 atau 1,9% yang berarti persepsi siswa terhadap komopetensi

    guru dan konformitas teman sebaya hanya berperan sebanyak 1,9% terhadap perilaku

    membolos siswa kelas XI di SMK Negeri 4 Ambon.Jika dilihat dari standar error of the

    estimate yang bernilai 2,587 dan jumlah ini lebih kecil dari nilai standar deviasi perilaku

    membolos(2,529), hal ini berarti persepsi siswa terhadap kompetensi guru dan

    konformitas teman sebayacukup layak dijadikan prediktor untuk perilaku membolos.

    Setelah mengetahui persepsi siswa terhadap kompetensi guru dan konformitas

    teman sebayadalam memprediksi perilaku membolos, peneliti menguji koefisien regresi.

    Tabel 5. Koefisien Regresi

    Coefficientsa

    Model

    Unstandardized

    Coefficients

    Standardized

    Coefficients

    t Sig.

    Collinearity

    Statistics

    B Std.Error Beta Tolerance VIF

    (Constant) 13.137 2.514 5.226 .000

    kompetensi guru -.015 .018 -.070 -.811 .419 .987 1.013

    konformitas teman

    sebaya -.054 .036 -.128 -1.473 .143 .987 1.013

  • 16

    Untuk menguji koefisien regresi dapat dilihat dari Standardized Coefficients

    yang dapat menunjukkan besarnya nilai yang digunakan untuk mengukur besarnya

    pengaruh variabel bebas secara parsial (mandiri atau sendiri-sendiri) terhadap variabel

    tergantung. Angka koefisien nilai Beta persepsi siswa terhadap kompetensi guru sebesar

    -0,070 dengan nilai sig = 0,419 (p > 0,05). Maka kompetensi guru secara mandiri belum

    dapat dikatakan sebagai prediktor terhadap perilaku membolos. Sedangkan angka

    koefisien nilai Beta konformitas teman sebaya sebesar-0,128 dengan nilai sig = 0,143

    (p >0,05). Maka konformitas teman sebaya secara mandiri juga belum dapat dikatakan

    sebagai prediktor terhadap perilaku membolos.

    Berdasarkan penelitian mengenai persepsi siswa terhadap kompetensi guru dan

    konformitas terhadap teman sebaya sebagai prediktor terhadap perilaku membolos yang

    telah dilakukan pada siswa kelas XI di SMK Negeri 4 Ambon, didapatkan hasil bahwa

    persepsi siswa terhadap kompetensi guru dan konformitas terhadap teman sebaya tidak

    menjadi prediktor utama yang signifikan terhadap perilaku membolos siswa dengan

    nilai F sebesar 1.293. Kedua variabel ini hanya memberikan kontribusi atau berperan

    sebanyak 1,9% terhadap perilaku membolos siswa kelas XI di SMK Negeri 4 Ambon.

    Berdasarkan hasil uji dan analisis regresi berganda, nilai Beta yang diperoleh pada

    variabel persepsi siswa terhadap kompetensi guru sebesar -0,070 dengan signifikansi

    sebesar 0,419 sedangkan nilai Beta pada variabel konformitas terhadap teman sebaya

    sebesar -0,128 dengan signifikansi sebesar 0,143. Hal ini berarti bahwa variabel

    persepsi siswa terhadap kompetensi guru dan konformitas terhadap teman sebaya secara

    mandiri juga belum dapat dikatakan sebagai prediktor terhadap perilaku membolos.

    Tidak terbuktinya variabel persepsi siswa terhadap kompetensi guru sebagai

    prediktor yang signifikan terhadap perilaku membolos berlawanan denganhasil

  • 17

    penelitian oleh Ishak dan Fin (2015) yang menyatakan bahwaalasan siswa membolos

    dipengaruhi oleh kepribadian guru, dan cara mengajar guru.

    Terjadinya hal di atas mungkin bukan disebabkan oleh faktor dari guru, namun

    lebih kepada kurangnya minat siswa terhadap mata pelajaran, dalam hal ini mata

    pelajaran Bahasa Inggris. Seperti yang diberitakan oleh media massa, bahwa pelajaran

    Bahasa Inggris menjadi salah satu mata pelajaran yang tidak disukai oleh para siswa

    karena dianggap susah. Wartawan Lipos: lebih menarik di SMAN 1 ada native speaker

    (Linggau Pos, 14 Oktober 2015), Abi: bagaimana menjadi pengajar Bahasa Inggris

    yang disukai para siswa? (Kompasiana, 24 Juni 2015). Pelajajaran yang dianggap sulit

    oleh siswa menyebabkan timbulnya ketidaktertarikan dan ketidaksukaan terhadap mata

    pelajaran tersebut, sehingga tidak jarang siswa memilih untuk tidak mengikuti pelajaran

    dan melakukan perilaku membolos.Hal ini sejalan dengan hasil dari penelitian yang

    dilakukan oleh Wadesango dan Machingambi (2011) menyatakan bahwa salah satu

    penyebab perilaku membolos adalah ketidaktertarikan terhadap mata pelajaran. Artinya,

    meskipun siswa melihat guru memiliki kompetensi mengajar, tetapi siswa menilai mata

    pelajaran tersebut merupakan mata pelajaran yang sulit, kurang menarik, bisa saja

    ketertarikan siswa untuk tetap mengikuti pelajaran tetap tidak ada, yang menyebabkan

    siswa lebih ingin tetap membolos untuk menghindari pelajaran tersebut.

    Sementara itu, konformitas terhadap teman sebaya juga belum dapat menjadi

    prediktor terhadap perilaku membolos. Melalui dan pengamatan yang dilakukan tanggal

    11-22 April 2016 dan wawancara tanggal 15 April 2016 dengan MT, guru BK, para

    siswa tidak menunjukkan perilaku membolos yang dilakukan secara berkelompok.

    Bersama ataupun tidak bersama teman kelompok, siswa cenderung melakukan perilaku

  • 18

    membolos.Mungkin hal inilah yang menyebabkan tidak terbuktinya konformitas teman

    sebaya sebagai prediktor terhadap perilaku membolos

    Hal lain yang mungkin juga menyebabkan tidak terbuktinya variabel

    konformitas terhadap teman sebaya sebagai prediktor terhadap perilaku membolos

    adalah karena skala yang digunakan lebih banyak menggambarkan pernyataan-

    pernyataan konformitas yang sifatnya umum, dan tidak secara spesifik hanya mengukur

    perilaku konformitas terhadap teman sebaya dalam hal membolos.

    Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan guru Bimbingan dan Konseling,

    MT, 40 tahun, tanggal 15 April 2016, selain salah satu faktor yang telah disebutkan

    sebelumnya, faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi siswa melakukan perilaku

    membolos antara lain : Pertama, lemahnya penegakkan peraturan tata tertib sekolah dan

    sanksi yang dapat memberikan efek jera serta adanya tindakan pembiaran terhadap

    tindakan siswa yang tidak disiplin mengakibatkan terulangnya tindakan yang sama.

    Salah satu faktor yang dapat menyebabkan siswa tidak disiplin adalah karena belum ada

    prosedur yang tepat untuk menangani bentuk-bentuk pelanggaran tata tertib (Hastuti,

    2012).

    Faktor kedua yang disampaikan oleh guru BK, adalah faktor dari dalam diri

    siswa sendiri (faktor internal) yaitu motivasi belajar yang kurang sehingga

    menyebabkan siswa melakukan perilaku membolos.Hal ini sejalan dengan hasil

    penelitin yang dilakukan oleh Ibrahim dan Permadi (2015) yang menemukan adanya

    hubungan positif yang sangat signifikan antara motivasi belajar siswa dengan perlaku

    membolos.

    Hal ketiga yang juga disampaikan oleh guru BK adalah, adanya pemahaman

    yang kurang terhadap tata tertib sekolah. Hal ini juga seiring dengan yang ditemukan

  • 19

    oleh Bariyani (2013) dalam penelitiannya yang mendapat hasil bahwa adanya korelasi

    positif signifikan antara pemahaman tata tertib dengan pelanggaran disiplin yang sering

    terjadi di sekolah.

    Selain hal-hal di atas, faktor keempat, sesuai dengan hasil pengataman selama

    penelitian dan hasil wawancara dengan salah seorang guru lain, luasnya lokasi sekolah

    (kurang 2 hektar)yang tidak diimbangidengan sistem pengamanan yang memadai

    memungkinkan siswa memiliki ruang gerak yang bebas untuk keluar-masuk sekolah

    tanpa sepengetahuan guru.

    Berdasarkan hasil uji deskriptif statistik pada penelitian ini, diperoleh data yang

    menunjukkan bahwa: persepsi siswa terhadap kompetensi guru berada pada kategori

    tinggi, dengan rata-rata (Mean) sebesar 121,21, konformitas terhadap teman sebaya

    masuk dalam kategori sedang, dengan rata-rata sebesar 26,39, dan perilaku membolos

    siswa masuk dalam kategori sedang, dengan rata-rata sebesar 9,93.

    KESIMPULAN

    Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh hasil sebagai berikut:persepsi siswa

    terhadap kompetensi guru Bahasa Inggris dan konformitas terhadap teman sebaya

    belum dapat dikatakan sebagai prediktor terhadap perilaku membolos, dan persepsi

    siswa terhadap kompetensi guru berada pada kategori tinggi, konformitas terhadap

    teman sebaya pada kategori sedang, sementara perilaku membolos berada pada kategori

    sedang.Karena persepsi siswa terhadap kompetensi guru dan konformitas terhadap

    teman sebaya tidak dapat menjadi prediktor terhadap perilaku membolos, maka peneliti

    selanjutnya diharapkan untuk mengkaji kembali masalah terkait perilaku membolos ini

    lebih dalam, dengan melihat variabel-variabel lain yang mungkin dapat memprediksi

  • 20

    perilaku membolos siswa. Selain itu, skala yang akan digunakan juga sebaiknya

    diperhatikan dulu apakah sudah spesifik dalam mengukur aspek yang ada sehingga

    dapat mengungkap lebih dalam tentang variabel yang diteliti. Lebih jauh, semoga

    penelitian ini dapat memberikan sumbangan yang berarti.

  • 21

    DAFTAR PUSTAKA

    Anastasia, J. (2010). Prestasi Belajar Bahasa Jawa Ditinjau Dari Persepsi Terhadap

    Kompetensi Guru dan Dukungan Sosial Orangtua Pada Siswa Sekolah Dasar.

    Skripsi, Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang

    Anjana, S. (2014). Pengaruh Konformitas Kelompok Teman Sebaya Terhadap Perilaku

    Membolos Siswa (Suatu Penelitian Pada Remaja di SMA Negeri 1 Banda Aceh).

    Skripsi, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh

    Arilia, O. (2012). Hubungan Antara Persepsi Siswa Tentang Kompetensi Profesional,

    Kompetensi Pedagogik dan Disiplin Guru Dengan Motivasi Belajar Pendidikan

    Kewarganegaraan Siswa Kelas VIII SMP Negeri Se-Kota Yogyakarta. Skripsi,

    Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta

    Bariyani, D. (2013). Hubungan antara Pemahaman Tata Tertib Sekolah dengan

    Disiplin Siswa di MAN Godean Sleman. Skripsi, Universitas Sunan Kalijaga,

    Jogjakarta

    Baron, Robert A. dan Byrne, D. (2005). Psikologi Sosial (jilid 1 edisi kesepuluh). Alih

    Bahasa: Mari Jumiati. Jakarta:Erlangga

    Cook, L.D. & Ezenne, A. (2010). Factors influencing students’ absenteeism in primary

    schools in Jamaica.Perspective of community members. Carribbean Curriculum,

    17, 33-57

    Ferreira, M.M. (1995). The caring of a suburban middle school. Indiana University,

    Bloomington: Center for Adolescent Studies. (ERIC Document Reproduction

    Service No. ED385011)

    Fuhrmann, B.S. (1990). Adolescence Adolecent. Illinois: A Division of Scott Foresman

    and Company.

    Ghozali, H. I. (2011). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS (cetakan

    IV). Universitas Diponegoro.

    Hadianti, L. S. (2008). Pengaruh Pelaksanaan Tata Tertib Sekolah Terhadap

    Kedisiplinan Belajar Siswa (Penelitian Deskriptif Analisis di SDN Surakarya II

    Kecamatan Semarang Kabupaten Garut). Jurnal Pendidikan Universitas Garut,

    02(01), 1-8.

    Hasan, R. (2014). Tingkat Kenakalan Remaja Semakin Tinggi. Artikel. Diakses pada 28

    Januari 2016 dari www.siwalimanews.com

    Hastuti, W. T. (2012). Penegakan Kedisiplinan Dalam Rangka Implementasi

    Pendidikan Karakter Siswa di Sekolah (Studi Kasus di SMP Negeri 4 Tawang

    Sari, Kecamatan Tawang Sari, Kabupaten Sukoharjo). Skripsi, FKIP Universitas

    Muhammadiyah. Surakarta

    Hurlock, E. B. (2012). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang

    Kehidupan. Edisi Kelima. Jakarta: PT. Erlangga

    http://www.siwalimanews.com/

  • 22

    Ibrahim, Ahmad S.& Permadi. (2015). Hubungan Antara Motivasi Belajar Dengan

    Perilaku Membolos Pada Siswa Kelas VIII SMP Batik Surakarta. Skripsi,

    Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah, Surakarta.

    Ishak, Z. dan Fin, Low S. (2015).Factors Contributing to Truancy among Students: A

    Correlation between Predictors. British Journal of Education, Society &

    Behavioral Science, 9(1), 32-39.

    Koran Elektronik KATIM.(2015). Banyak Siswa Bermasalah, Orangtua Harus Awasi

    Anaknya. Artikel. Diakses pada 28 Januari 2016 dari www.kabartimur.co.id

    _____ Elektronik KATIM. (2015). Bolos di Rental PS, Empat Siswa SMA Ditangkap

    Polisi.Artikel. Diakses pada 30 Januari 2016 dari www.kabartimur.co.id

    Korir, D.K. & Kipkemboi, F. (2014).The Impact of School Environment and Peer

    Influences on Students’ Academic Performance in Vihiga County,

    Kenya.Internationa Journal of Humanities and Social Science, 4(5), 240-251.

    Lipos. (2014). Lebih Menarik di SMAN 1 Ada Native English Speaker. Artikel. Diakses

    pada 28 Januari 2016, dari www.linggaupos.com

    Malcolm, H., Wilson, V., Davidson, J. & Kirk, S. (2003) Absence from school: a study

    of its causes and effects in seven LEAs, Research Report 424 (London,

    Department for Education and Skills).

    Palutturi, A. (2015). Bagaimana Menjadi Pengajar Bahasa Inggris yang disukai Para

    Siswa. Artikel. Diakses pada 30 Juli 2016 dari www.kompasiana.com

    Poerwadarminto W.J.S. (1986). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

    Prayitno & Erman, A.(2004). Dasar-dasar bimbingan dan konseling. Jakarta: Rieneka

    cipta.

    Rivers, B. (2010). Truancy: Causes, Effects, and Solutions. Education Masters, paper

    107.

    Sabitu, A.O & Nuradeen, B.B. (2010). Teachers attributes as correlates of students’

    academic performance in geography in secondary schools in ondo state, Nigeria

    Medwell Journals 7(5), 388- 392

    Santor, D.A., Messervey, D., & Kusumakar, V. (2000). Measuring Peer Pressure,

    Popularity, and Conformity in Adolescent Boys and Girls: Pedicting School

    Performance, Sexual Attitudes, and Substance Abuse. Journal of Youth and

    Adolescence, 29(2), 163-182.

    Sears, David O, dkk.(1999). Psikologi Sosial (edisi kelima). Jakarta: Erlangga

    Simandjuntak, B. (1975). Latar Belakang Kenakalan Anak. Bandung: Remaja

    Rosdakarya.

    Siswa Berjudi Saat Jam Sekolah, Legislator Ambon: Memalukan!.Artikel. Diakses pada

    29 Januari 2016 dari www.rimanews.com

    http://www.kabartimur.co.id/http://www.kabartimur.co.id/http://www.linggaupos.com/http://www.kompasiana.com/http://www.rimanews.com/

  • 23

    Sugiyono. (2010). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta

    Wadesango, N & Machingambi, S. (2011). Causes and Sructural Effects of Stundent

    Absenteeism: A Case Study of Three South African Universities. Journal of

    Social Science. 26(2), 89-97.

    Zebua, A & Nurdjayadi, R. (2001).Hubungan Antara Konformitas dan Konsep Diri

    Dengan Perilaku Konsumtif Pada Remaja Putri. Phronesis.3(6), 72-82.