13
E-Learning Universitas Bina Sarana Informatika Page |1 Copyright © September 2019 PERTEMUAN 6 ATRIBUSI, SIKAP DAN PERILAKU Kompetensi Dasar: Mahasiswa memahami dan mampu menjelaskan atribusi dan teori-teori retribusi, pengertian sikap dan perilaku manusia, cara mengukur sikap, bagaimana sikap terbentuk, keterkaitan sikap dan perilaku serta bagaimana mengubah sikap. Sumber: Armando, Nina M. 2014. Psikologi Komunikasi. Universitas Terbuka: Jakarta. ATRIBUSI Atribusi adalah proses menyimpulkan motif, maksud, dan karakteristik orang lain dengan melihat pada perilakunya yang tampak (Baron dan Byrne, 1979). Mengapa manusia melakukan atribusi? Manusia memiliki kecenderungan memberikan atribusi disebabkan oleh manusia berusaha menjelaskan segala sesuatu yang ada dibalik perilaku orang lain. Menurut Kulik (1983), seseorang memiliki atribusi tentang orang lain sesuai dengan skema yang ada dalam pikirannya. Jika seseorang berperilaku sesuai dan konsisten dengan skema itu, maka kita percaya bahwa hal itu terjadi karena sesuatu dalam dirinya ( dispositionally caused). Akan tetapi, saat dia sikapnya berbeda, kita akan percaya bahwa itu terjadi karena situasi yang mendukungnya (situasionally caused). Naive Psychology Fritz Heider seorang tokoh psikologi atribusi, mengemukakan bahwa dasar mencari penjelasan mengenai perilaku orang adalah akal sehat ( commonsense). Hal ini disebut sebagai Naive Psychology. Secara akal sehat, ada dua golongan yang menjelaskan suatu perilaku, yaitu: 1. Atribusi Internal Hal-hal yang berasal dari orang yang bersangkutan seperti suasana hati, kepribadian, kemampuan, kondisi keuangan, atau keinginan. 2. Atribusi Ekstenal Hal-hal yang berasal dari lingkungan atau luar diri orang yang bersangkutan seperti tekanan dari luar, ancaman, keadaan cuaca, kondisi perekonomian atau pun pengaruh lingkungan. Contohnya: Seorang mahasiswa memperoleh IP jelek. Penyebabnya dapat saja karena mahasiswa tersebut malas, tidak pernah belajar atau bodoh (atribusi internal) atau karena mahasiswa tersebut sedang punya masalah di rumahnya, mengalami kesulitan ekonomi atau cara mengajar dosen yang kurang menarik baginya (atribusi eksternal).

PERTEMUAN 6 ATRIBUSI, SIKAP DAN PERILAKU ATRIBUSI · ATRIBUSI, SIKAP DAN PERILAKU Kompetensi Dasar: Mahasiswa memahami dan mampu menjelaskan atribusi dan teori-teori retribusi, pengertian

  • Upload
    others

  • View
    30

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PERTEMUAN 6 ATRIBUSI, SIKAP DAN PERILAKU ATRIBUSI · ATRIBUSI, SIKAP DAN PERILAKU Kompetensi Dasar: Mahasiswa memahami dan mampu menjelaskan atribusi dan teori-teori retribusi, pengertian

E-Learning Universitas Bina Sarana Informatika Page |1 Copyright © September 2019

PERTEMUAN 6

ATRIBUSI, SIKAP DAN PERILAKU

Kompetensi Dasar:

Mahasiswa memahami dan mampu menjelaskan atribusi dan teori-teori retribusi, pengertian

sikap dan perilaku manusia, cara mengukur sikap, bagaimana sikap terbentuk, keterkaitan

sikap dan perilaku serta bagaimana mengubah sikap.

Sumber:

Armando, Nina M. 2014. Psikologi Komunikasi. Universitas Terbuka: Jakarta.

ATRIBUSI

Atribusi adalah proses menyimpulkan motif, maksud, dan karakteristik orang lain dengan

melihat pada perilakunya yang tampak (Baron dan Byrne, 1979).

Mengapa manusia melakukan atribusi?

Manusia memiliki kecenderungan memberikan atribusi disebabkan oleh manusia berusaha

menjelaskan segala sesuatu yang ada dibalik perilaku orang lain.

Menurut Kulik (1983), seseorang memiliki atribusi tentang orang lain sesuai dengan skema

yang ada dalam pikirannya. Jika seseorang berperilaku sesuai dan konsisten dengan skema

itu, maka kita percaya bahwa hal itu terjadi karena sesuatu dalam dirinya (dispositionally

caused). Akan tetapi, saat dia sikapnya berbeda, kita akan percaya bahwa itu terjadi karena

situasi yang mendukungnya (situasionally caused).

Naive Psychology

Fritz Heider seorang tokoh psikologi atribusi, mengemukakan bahwa dasar mencari

penjelasan mengenai perilaku orang adalah akal sehat (commonsense). Hal ini disebut sebagai

Naive Psychology.

Secara akal sehat, ada dua golongan yang menjelaskan suatu perilaku, yaitu:

1. Atribusi Internal

Hal-hal yang berasal dari orang yang bersangkutan seperti suasana hati, kepribadian,

kemampuan, kondisi keuangan, atau keinginan.

2. Atribusi Ekstenal

Hal-hal yang berasal dari lingkungan atau luar diri orang yang bersangkutan seperti

tekanan dari luar, ancaman, keadaan cuaca, kondisi perekonomian atau pun pengaruh

lingkungan.

Contohnya:

Seorang mahasiswa memperoleh IP jelek. Penyebabnya dapat saja karena mahasiswa tersebut

malas, tidak pernah belajar atau bodoh (atribusi internal) atau karena mahasiswa tersebut

sedang punya masalah di rumahnya, mengalami kesulitan ekonomi atau cara mengajar dosen

yang kurang menarik baginya (atribusi eksternal).

Page 2: PERTEMUAN 6 ATRIBUSI, SIKAP DAN PERILAKU ATRIBUSI · ATRIBUSI, SIKAP DAN PERILAKU Kompetensi Dasar: Mahasiswa memahami dan mampu menjelaskan atribusi dan teori-teori retribusi, pengertian

E-Learning Universitas Bina Sarana Informatika Page |2 Copyright © September 2019

Atribusi internal dan eksternal dapat terjadi sekaligus, namun menurut Heider orang

cenderung memilih salah satu saja. Misalnya, kepada anak yang memperoleh nilai bagus,

seorang ayah akan berkata, “Anak Ayah memang pandai”. Akan tetapi, ketika anak itu

memperoleh nilai jelek, ayah akan berkata “Pelajarannya terlalu sulit untuk anak seumur itu”.

Teori-teori Atribusi

1. Correspondent Inference Theory

Teori Penyimpulan Terkait dari Edward E. Jones dan Keith Davis (1965). Teori ini

berasumsi “perilaku orang merupakan sumber informasi yang kaya”.

Dengan demikian, jika kita mengamati perilaku orang lain dengan cermat, kita dapat

mengambil beberapa kesimpulan perilaku seseorang.

Misalnya, seorang pemuda yang sering menghubungi teman wanitanya dapat

disimpulkan bahwa pemuda tersebut memiliki perhatian istimewa kepada sang wanita. Orang

yang berwajah murung kita simpulkan sedang sedih.

2. Causal Analysis Theory

Teori Analisis Kausal dari Harold H. Kelley. Dasar dari teori ini adalah commonsense

(akal sehat) dan berfokus pada atribusi internal dan eksternal.

Menurut Kelley, para pengamat perilaku orang lain bertindak seperti ilmuan yang

naif, mengumpulkan berbagai informasi tentang perilaku dan menganalisis polanya supaya

bisa dimengerti. Dari kesimpulan yang diperoleh, pengamat menentukan atribusi apa yang

harus dilakukan. Teori ini berasumsi suatu perilaku orang bisa menimbulkan perilaku lain

sebagai sebab akibatnya.

Ada beberapa hal yang membuat seseorang mencari penyebab terjadinya sesuatu

antara lain kejadian yang tidak terduga, kejadian negatif, kejadian ekstrem, sikap

ketergantungan, dan mempertahankan skema.

Teori ini juga menyebutkan ada tiga hal yang perlu diperhatikan untuk menetapkan

apakah suatu perilaku beratribusi internal dan eksternal, yaitu:

1) Konsensus apakah perilaku cenderung dilakukan oleh semua orang pada situasi

yang sama. Makin banyak yang melakukannya, makin tinggi konsensus; makin

sedikit yang melakukannya, makin rendah konsensus

2) Konsistensi apakah pelaku yang bersangkutan cenderung melakukan perilaku

yang sama di masa lalu dan situasi yang berbeda-beda? Kalau ya, maka

konsistensinya tinggi, jika tidak maka konsistensinya rendah.

3) Distingsi/kekhasan apakah pelaku yang bersangkutan cenderung melakukan

perilaku yang sama di masa lalu dan situasi yang berbeda-beda? Kalau ya, maka

distingsinya tinggi; kalau tidak, maka distingsinya rendah.

Page 3: PERTEMUAN 6 ATRIBUSI, SIKAP DAN PERILAKU ATRIBUSI · ATRIBUSI, SIKAP DAN PERILAKU Kompetensi Dasar: Mahasiswa memahami dan mampu menjelaskan atribusi dan teori-teori retribusi, pengertian

E-Learning Universitas Bina Sarana Informatika Page |3 Copyright © September 2019

Bias-bias dalam Atribusi

Dalam menganalisis suatu perilaku tertentu, kita pasti akan menemukan beberapa bias atau

kesalahan sebagai bentuk lain dari kognisi sosial. Ada dua jenis bias atribusi, yaitu:

1. Bias Kognitif (Cognitive Biases)

Teori atribusi mengatakan bahwa manusia mengolah informasi dengan cara yang

rasional sehingga bisa memperoleh informasi yang benar-benar objektif dan kesimpulan yang

diambil juga bersifat objektif. Ada beberapa aspek yang diperhatikan dalam bias kognitif ini,

yaitu:

a. Salience (Menonjol)

Salience merupakan suatu hal yang paling terlihat, paling diketahui dan menonjol dalam

kasus tertentu. Salience membuat kita melihat suatu stimuli sebagai hal yang paling

berpengaruh dalam membentuk persepsi. Sesuatu yang bergerak, berwarna, atau baru

atau apa pun yang paling sering bergerak atau berubah dalam suatu lingkungan akan

memberikan perhatian yang besar.

b. Memberikan atribusi lebih pada disposisi (Overattributing to dispositions)

Salah satu konsekuensi dari bias ini adalah kita akan lebih sering menjelaskan perilaku

seseorang melalui disposisinya. Disposisi itu kemudian dianggap sebagai kepribadian

dan perilaku secara umum, sementara situasi di sekitarnya tidak kita perhatikan.

Memberikan atribusi lebih pada disposisi dan tidak menghiraukan situasi yang ada

merupakan hal yang biasa terjadi yang disebut sebagai kesalahan atribusi mendasar (the

fundamental attribution error).

c. Pelaku vs Pengamat (Actors vs Observers)

Salah satu hal dalam kesalahan atribusi yang mendasar adalah terletak pada pengamat

dan bukan pelakunya. Para pelaku biasanya justru sering terlalu menekankan pada peran

faktor eksternal.

Misalnya, sudah biasa bagi orang tua untuk menetapkan peraturan tertentu yang ketat

pada anak-anak remajanya. Mereka hanya boleh berjalan-jalan ke mall di akhir pekan,

mereka harus sudah ada dirumah pada am tertentu, mereka hanya boleh menonton

televisi setelah mengerjakan PR, dan sebagainya. Bagaimana sebenarnya peraturan ini

diartikan?

Anak-anak di sini berlaku sebagai pengamat, sering melihat peraturan itu sebagai

penyebab disposisi (dispositionally caused). Mereka menganggap orang tua sebagai

orang yang kejam, otoriter, tidak mau mengerti, kuno, tua dan sebagainya. Sementara itu

para aktor, yaitu orang tua biasanya akan menjelaskan perilaku mereka dari sisi

situasionalnya. Mereka hanya berusaha melakukan hal yang terbaik untuk anak-anak.

2. Bias Motivasi (Motivational Biases)

Bias ini muncul dari usaha yang dilakukan manusia untuk memenuhi kepentingan dan

motivasi mereka. Bias kognitif timbul dari anggapan bahwa seolah-olah manusia hanya

memiliki satu kebutuhan, yaitu kebutuhan untuk memperoleh pemahaman yang jelas dan

menyeluruh tentang lingkungannya. Sementara dalam kenyataan, manusia memiliki berbagai

kebutuhan lain seperti kasih sayang, percaya diri, harga diri, gengsi, kebutuhan materi, yang

sering kali tak diindahkan. Padahal kebutuhan-kebutuhan tersebut ternyata juga memiliki

peran yang penting dalam menimbulkan kesalahan atribusi.

Page 4: PERTEMUAN 6 ATRIBUSI, SIKAP DAN PERILAKU ATRIBUSI · ATRIBUSI, SIKAP DAN PERILAKU Kompetensi Dasar: Mahasiswa memahami dan mampu menjelaskan atribusi dan teori-teori retribusi, pengertian

E-Learning Universitas Bina Sarana Informatika Page |4 Copyright © September 2019

Bias motivasi yang paling sering muncul adalah apa yang disebut pengutamaan diri

sendiri (self-serving bias). Istilah ini menjelaskan tentang atribusi yang menekankan pada ego

atau mempertahankan kepercayaan diri sendiri. Setiap orang cenderung untuk membenarkan

diri dan menyalahkan orang lain.

Atribusi tentang Diri (Self)

Atribusi tidak hanya tentang orang lain. Atribusi juga dapat dilakukan pada diri sendiri.

Salah satu hal yang menarik dalam teori atribusi adalah orang memiliki persepsi berdasarkan

kondisi internalnya sendiri, sama seperti saat mereka memiliki persepsi tentang kondisi orang

lain.

Sama seperti atribusi tentang orang lain, dalam atribusi pada diri sendiri kita juga mencari

sebab akibat suatu tindakan yang kita lakukan. Hal ini berhubungan dengan atribusi disposisi

dan situasional yang ada. Saat kita bisa mengenal dan melakukan suatu hal, kita bisa dengan

mudah menyebutnya sebagai tindakan yang didasarkan pada atribusi eksternal atau

situasional. Sebaliknya, saat faktor eksternal itu tidak ada, berarti atribusi disposisi (internal)

bisa lebih menjelaskan perilaku kita. Pendekatan ini memberikan pemahaman tentang

persepsi kita mengenai sikap, motivasi dan emosi.

1. Sikap

Penelitian menunjukkan bahwa seseorang memikirkan sikap mereka sendiri melalui

introspeksi. Padahal, manusia memperoleh informasi yang amat minim dan ambigu

tentang kondisi internalnya (dalam diri), sama seperti saat kita berusaha memperoleh

informasi tentang diri orang lain. Oleh karenanya, yang dilakukan manusia adalah

mencoba menilai sikap kita sendiri dengan mengamati perilaku yang kita tampilkan.

2. Motivasi

Manusia cenderung mau melakukan sesuatu dengan ganjaran atau imbalan tinggi. Ini

berarti, manusia memiliki atribusi eksternal dalam melakukan suatu hal. Sementara

melakukan hal yang sama dengan ganjaran atau imbalan yang sedikit atau lebih rendah

akan membuat manusia memiliki atribusi intenal.

3. Emosi

Para peneliti mengatakan bahwa pada dasarnya manusia mengenal apa yang dirasakan

dengan cara mempertimbangkan atau memahami keadaan psikologi, mental, dan

berbagai dorongan eksternal yang menyebabkan hal itu terjadi.

Penelitian Stanley Schachter (1962) tentang persepsi diri dengan pendekatan emosional

menghasilkan persepsi dari emosi kita tergantung dari:

a) Derajat rangsangan psikologis yang kita alami

b) Label kognitif yang kita gunakan, seperti marah atau senang.

Page 5: PERTEMUAN 6 ATRIBUSI, SIKAP DAN PERILAKU ATRIBUSI · ATRIBUSI, SIKAP DAN PERILAKU Kompetensi Dasar: Mahasiswa memahami dan mampu menjelaskan atribusi dan teori-teori retribusi, pengertian

E-Learning Universitas Bina Sarana Informatika Page |5 Copyright © September 2019

Sikap

Sikap didefinisikan sebagai posisi yang diambil dan dihayati seseorang terhadap benda,

masalah atau lembaga.

Sikap adalah sebuah reaksi evaluatif (suatu penilaian) mengenai kesukaan dan ketidaksukaan

seseorang) terhadap orang, peristiwa atau aspek lain dalam lingkungannya. (Weber)

Sikap merupakan posisi yang tidak netral mengenai suatu objek. Sikap akan selalu positif

(bagus, setuju) atau negatif (buruk, menolak), tetapi tidak pernah netral. Dari definisi di atas

dapat ditarik kesimpulan bahwa sikap memiliki ciri khas, yaitu:

1. Mempunyai objek tertentu (orang, perilaku, konsep, situasi dan benda)

2. Mengandung penilaian (setuju-tidak setuju, suka-tidak suka)

Sikap terbentuk dari berbagai kesimpulan yang kita peroleh tentang pengalaman di masa lalu,

untuk mempermudah pilihan perilaku kita nantinya.

Sebagaian besar pakar berpendapat bahwa sikap adalah sesuatu yang dipelajari (bukan

bawaan). Oleh karena itu, sikap lebih dapat dibentuk, dikembangkan, dipengaruhi atau

diubah. Sikap berbeda dari sifat (trait) yang lebih merupakan bawaan dan sulit diubah. Untuk

itu mari kita lihat perbedaan sikap dan sifat menurut Ajzen (Sarwono, 1997).

Tabel Perbedaan Sikap dan Sifat

Sikap (Attitude) Sifat (Trait)

Laten Laten (tidak tampak dari luar)

Mengarahkan perilaku Mengarahkan perilaku

Ada unsur penilaian terhadap objek sikap Tidak selalu menilai, cenderung konsisten

pada berbagai situasi, tidak tergantung

penilaian sesaat

Lebih bisa berubah/menyesuaikan Menolak perubahan

MODEL-MODEL SIKAP

1. Model Satu Dimensi (One-Dimensional Model)

Model ini merupakan model yang paling sederhana dalam menjelaskan sikap secara

langsung, dalam arti suka atau tidak suka terhadap objek tertentu. Sikap di sini sangat

jelas, positif atau negatif sehingga hal ini dapat menjelaskan anda memilih untuk tidak

menonton film tentang kekerasan karena anda memang tidak menyukainya (anda

memiliki sikap negatif tentang film kekerasan) dan akibatnya, anda akan menghindari

film yang banyak menampilkan kekerasan.

2. Model Tiga Komponen (Three-Component Model)

Model ini menjelaskan sikap dalam jangkauan yang lebih luas berdasarkan pengalaman

psikologi. Di sini dijelaskan, sikap menyangkut tiga dimensi, yaitu:

Page 6: PERTEMUAN 6 ATRIBUSI, SIKAP DAN PERILAKU ATRIBUSI · ATRIBUSI, SIKAP DAN PERILAKU Kompetensi Dasar: Mahasiswa memahami dan mampu menjelaskan atribusi dan teori-teori retribusi, pengertian

E-Learning Universitas Bina Sarana Informatika Page |6 Copyright © September 2019

a) Pengalaman kognitif (seperti kepercayaan)

b) Pengalaman afektif (emosi)

c) Perilaku (pilihan dan tindakan).

Model ini menjelaskan sikap dalam jangkauan yang lebih luas berdasarkan pengalaman

psikologi. Di sini dijelaskan, sikap menyangkut tiga dimensi, yaitu:

a) Pengalaman kognitif (seperti kepercayaan)

b) Pengalaman afektif (emosi)

c) Perilaku (pilihan dan tindakan).

Misalnya:

Ketidaksukaan kita terhadap rokok berkembang menjadi tiga jenis informasi sebagai

berikut:

1) Pertama kita tahu dan percaya bahwa asap rokok memiliki efek yang tidak baik untuk

kesehatan. Dari kepercayaan itu, kita akan merasa tidak nyaman saat berada di antara

orang-orang yang merokok. Hal itu berakibat pada perilaku kita, misalnya langsung

menghindar atau pergi ketika tahu ada teman kita yang merokok.

2) Penilaian negatif yang kita miliki itu membawa konsekuensi lain. Pertama, kita akan

memiliki kepercayaan negatif tentang rokok. Kedua, kita akan mengalami emosi yang

tidak menyenangkan saat berada di antara perokok. Ketiga, saat kita tahu ada teman

kita yang akan merokok kita akan menghindarinya.

3) Perilaku menjadi konsekuensi dari sikap merupakan hal yang penting karena

menunjukkan bahwa sikap seseorang dapat memperkirakan seperti apa perilakunya di

masa datang. Misalnya saat ktia tahu bahwa kita memiliki sikap negatif tentang rokok,

mereka tidak akan merokok di sekitar kita.

ASPEK-ASPEK SIKAP

Ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap terdiri dari tiga bagian (domain), yaitu:

Kognitif, Afektif dan Perilaku. Myers (1996) memberikan istilah “ABC”. Ini kependekan

dari “Affective (Perasaan), Behavior (Perilaku) dan Cognitive (Kesadaran).

Ketiga domain ini saling terkait erat sehingga timbul teori bahwa jika kita dapat mengetahui

kognisi dan perasaan seseorang terhadap suatu objek tertentu, kita akan tahu pula

kecenderungan perilakunya.

Jadi, sikap dapat meramalkan perilaku. Namun, dalam banyak kasus kita menemukan bahwa

sikap tidak selalu sesuai dengan perilaku. Misalnya, seorang anak yang sangat benci sekolah

(sikap negatif) tetap saja bersekolah terus (bisa jadi karena dipaksa orang tuanya, diancam

guru, tidak tahu lagi apa yang dilakukannya jika tidak sekolah).

Page 7: PERTEMUAN 6 ATRIBUSI, SIKAP DAN PERILAKU ATRIBUSI · ATRIBUSI, SIKAP DAN PERILAKU Kompetensi Dasar: Mahasiswa memahami dan mampu menjelaskan atribusi dan teori-teori retribusi, pengertian

E-Learning Universitas Bina Sarana Informatika Page |7 Copyright © September 2019

PENGUKURAN SIKAP

Ada beberapa teknik yang bisa digunakan untuk mengukur sikap. Di bawah ini akan

dikemukakan tiga skala pengukuran sikap, yaitu:

1. Skala Thurstone

Dalam skala ini, seorang peneliti mengembangkan serangkaian pertanyaan tentang sikap

objek. Setiap pertanyaan kemudian disusun ke dalam urutan secara numerik menurut skala

positif-negatif. Contoh pertanyaan: “Urutkan skala sikap 1 sampai 10 tentang pembelian

motor bebek matic”. Dimana poin 1 menunjukkan sikap yang amat negatif dan poin 10

menunjukkan sikap yang amat positif.

Skala Thurstone disusun dengan meminta responden untuk membaca daftar pertanyaan yang

ada dan memberikan tanda atau poin pada pertanyaan yang mereka setujui. Dari situ, poin-

poin yang telah mereka pilih akan dihitung dan dicari rata-ratanya untuk memperoleh skor

sikap seseorang.

2. Skala Likert

Skala ini lebih sering digunakan dari pada skala Thurstone. Skala pengukuran Likert

merupakan skala pengukuran yang mengembangkan pernyataan sikap. Responden kemudian

memilih satu angka dari skala setuju sampai tidak setuju. Jumlah dari angka yang dipilih

menunjukkan sikap responden terhadap hal yang dimaksud.

3. Skala Semantik Differential

Dasar teori dari skala ini adalah bahwa sikap orang terhadap suatu objek dapat diketahui

jika kita mengetahui konotasi (arti psikologik) dari kata yang melambangkan objek sikap itu.

Satu sikap tertentu bisa memiliki makna atau kualitas evaluasi yang berbeda. Dalam teknik

ini responden diminta untuk mengurutkan satu objek sikap dalam beberapa skala yang

berbeda secara semantik. Misalnya: responden memberikan nilai terhadap iklan rokok

sebagai berikut:

Baik 1 2 3 4 5 Buruk

Bagus 1 2 3 4 5 Jelek

Jujur 1 2 3 4 5 Tidak Jujur

TEORI PEMBENTUKAN SIKAP

Idealnya sikap dibentuk dari pengalaman seseorang yang akan berfungsi sebagai

penuntun untuk perilakunya di masa datang. Para peneliti telah mengidentifikasikan tiga jenis

pendekatan dalam memahami pembentukan sikap manusia, yaitu:

1) Pendekatan Belajar (Learning Approaches)

Sikap biasanya terbentuk lewat proses pembelajaran, suatu proses di mana

pengalaman dan praktik menghasilkan perilaku yang relatif sama atau tetap. Proses

pembelajaran ini secara umum diidentifikasikan dalam pembentukan sikap melalui hal

berikut:

a) Asosiasi

b) Peneguhan

c) Belajar sosial

Page 8: PERTEMUAN 6 ATRIBUSI, SIKAP DAN PERILAKU ATRIBUSI · ATRIBUSI, SIKAP DAN PERILAKU Kompetensi Dasar: Mahasiswa memahami dan mampu menjelaskan atribusi dan teori-teori retribusi, pengertian

E-Learning Universitas Bina Sarana Informatika Page |8 Copyright © September 2019

Berikut penjelasannya

a) Asosiasi

Asosiasi mengacu pada proses menghubungkan pengalaman-pengalaman yang amat

dekat dari segi waktu, ruang, atau keadaan. Terdapat dua bentuk pembentukan sikap melalui

asosiasi, yaitu:

I. Classical Conditioning

Sikap bisa saja merupakan serangkaian ide, perasaan, dan keinginan yang kompleks.

Namun, sikap bisa juga terbentuk dengan mengasosiasikan satu pengalaman dengan

yang lain dan membuat respons yang umum terhadapnya. Belajar untuk membuat

respons yang sama pada stimuli baru yang diasosiasikan pada stimulus sebelumnya

disebut Classical Conditioning.

Contohnya:

Seorang anak diminta untuk mengikuti les matematika oleh orang tuanya. Sementara

anak tsb tahu bahwa matematika amat membosankan. Apalagi jika anak tsb belajar

dengan suasana yang tidak menyenangkan karena gurunya galak berdasarkan hal tsb,

anak akan berfikir, dengan ikut les matematika ia akan berada dalam situasi yang

tidak nyaman. Sehingga anak akan berusaha mencari alasan untuk menghindari les

matematika. Ia memiliki pengalaman buruk pada matematika dan akhirnya

membentuk sikap penolakan.

II. More Exposure

Pembentukan sikap yang paling jelas dapat dibentuk lewat pengalaman yang

berulang-ulang dengan objek sikap, seperti manusia atau tampilan lingkungan yang

sering kali ditemui.

Menurut psikolog Zajonc, terpaan yang berulang-ulang itu biasanya akan

menghasilkan perasaan positif. Misalnya, iklan televisi yang sering kali kita tonton

bisa berdampak pada kesukaan kita terhadap produk yang diiklankan. Apalagi kalau

kita beranggapan produk itu memang dibutuhkan dan menarik.

b) Peneguhan (Reinforcement)

Sikap bisa dipelajari dari pengalaman pribadi karena ada konsekuensi-konsekuensi

tertentu yang bisa diambil dari sana.

Misalnya, kita tahu bahwa saat kita mengikuti mata kuliah psikologi, kita amat menikmatinya

sehingga bisa memperoleh nilai tinggi.

Dari hal ini dapat dilihat bahwa ada semacam peneguhan dalam mengembangkan sikap

positif terhadap psikologi. Peneguhan merupakan segala macam konsekuensi dari

pengalaman kita yang nantinya bisa menghasilkan perilaku tertentu, seperti kecenderungan

untuk mengambil hal yang disukai.

Terdapat dua faktor yang menimbulkan peneguhan, yaitu:

i. Pengaruh keluarga

ii. Kelompok bermain (peer group) dan kelompok acuan (reference group).

Page 9: PERTEMUAN 6 ATRIBUSI, SIKAP DAN PERILAKU ATRIBUSI · ATRIBUSI, SIKAP DAN PERILAKU Kompetensi Dasar: Mahasiswa memahami dan mampu menjelaskan atribusi dan teori-teori retribusi, pengertian

E-Learning Universitas Bina Sarana Informatika Page |9 Copyright © September 2019

c) Belajar Sosial (Social Learning)

Proses belajar sosial (social learning) dari Bandura (1977) menjelaskan bahwa beberapa

sikap yang dihasilkan bisa diperoleh dari hasil asosiasi pasif atau pengaruh persuasif dari

orang-orang yang setuju atau sepihak dengan kita.

Biasanya manusia secara aktif mencari informasi dan pengalaman yang menjadi dasar

untuk bersikap dan berperilaku. Bentuk pendekatan belajar sosial yang paling umum

berhubungan pada proses pengamatan terhadap konsekuensi dari perilaku orang lain

(vicarious learning) dan proses modeling, yaitu proses belajar untuk meniru perilaku orang

lain.

Pada proses vicarious learning, manusia belajar membentuk sikap baru dengan

mengamati apa yang dilakukan atau terjadi pada orang lain dalam melakukan hal itu.

Misalnya:

Anak berusia 14 tahun bisa saja tidak terlalu memahami apa artinya homoseksualitas,

akan tetapi ia melihat orang-orang yang menyatakan dirinya “Gay” selalu diprotes dan

dikucilkan oleh orang sekitar. Dengan demikian ia akan belajar membentuk sikap

menghindari kaum homoseksualitas – Gay.

Manusia cenderung memiliki orang lain yang mereka kagumi, yang biasa disebut sebagai

kelompok orang pemberi aspirasi (Aspirational Reference Group). Dalam proses modelling

ini, manusia akan cenderung untuk membentuk kehidupan sosial kita dengan meniru

(mengimitasi) kebiasaan-kebiasaan dan selera ataupun gaya hidup mereka yang kita kagumi.

2) Pendekatan Konsistensi Kognitif (Cognitive Consistency)

Teori-teori konsistensi kognitif berpangkal pada sebuah proposisi umum, yaitu bahwa

kognisi (pengetahuan, kesadaran) yang tidak sesuai dengan kognisi-kognisi lain

menimbulkan keadaan psikologik yang tidak menyenangkan dan keadaan ini mendorong

orang untuk bertingkah laku agar tercapai konsistensi antar kognisi-kognisi tersebut, hal yang

mana menimbulkan rasa senang.

Keadaan inkonsistensi, misalnya terjadi apabila kita melihat seorang menteri sedang

makan di warteg. Menteri dan warteg adalah dua kognisi (kesadaran) yang tidak saling

berkaitan, bahkan mungkin bertolak belakang. Apabila dua kognisi ini muncul sekaligus,

maka timbul perasaan inkonsistensi dalam diri kita, yang menyebabkan kita perlu melakukan

sesuatu agar timbul konsistensi yang menyenangkan dalam diri kita.

Seperti, melihat orang tersebut sekali lagi untuk meyakinkan bawah orang yang

makan di warteg tersebut bukan menteri. Atau mengubah struktur kognitif yang ada bahwa

menteri juga manusia kebanyakan yang sekali-sekali juga bisa makan di warteg.

Hubungan inkonsistensi antar kognitif-kognitif diberi sebutan yang berbeda-beda,

yaitu:

a) Fritz Heider menamakannya “ketidakseimbangan kognitif” (Cognitive Imbalance)

b) Newcomb menamakannya “Asimetri” (Asymetry)

c) Osgood & Tannebaum menamakannya “ketidakselarasan” (Incongruence)

d) Festinger menakannya “disonansi” (Dissonance).

Page 10: PERTEMUAN 6 ATRIBUSI, SIKAP DAN PERILAKU ATRIBUSI · ATRIBUSI, SIKAP DAN PERILAKU Kompetensi Dasar: Mahasiswa memahami dan mampu menjelaskan atribusi dan teori-teori retribusi, pengertian

E-Learning Universitas Bina Sarana Informatika Page |10 Copyright © September 2019

3) Pendekatan Motivasional

Menurut Weber, pendekatan motivasional disebut juga pendekatan insentif,

mengasumsikan bahwa individu menilai untung rugi dalam membuat respons tertentu,

termasuk memelihara dan mengekspresikan sikap tertentu.

Dua model yang termasuk dalam pendekatan ini adalah (a) Evaluations Models dan

(b) Processing Models.

(a) Evaluations Models

Model ini melihat pembentukan sikap sebagai suatu hal yang dimotivasi oleh keinginan

untuk memaksimalkan hal yang positif. Satu model melihat kepentingan evaluasi yang

subjektif tentang sikap objek dan yang lain menekankan pada nilai yang diharapkan.

Termasuk dalam model ini adalah Teori Respons Kognitif dan Teori Expentancy-Value.

Model ini melihat pembentukan sikap sebagai suatu hal yang dimotivasi oleh keingian

untuk memaksimalkan hal yang positif. Yang termasuk dalam model ini adalah Teori

Respons Kognitif dan Teori Expentancy-Value

• Teori Respons Kognitif (Cognitive Response Theory)

Salah satu cara mengembangkan sikap adalah dengan cara mendengarkan apa yag

diungkapkan orang lain dan melihat apakah kita setuju atau tidak dengan mereka.

Kesepakatan atau persetujuan berarti kita memberikan satu respons kognitif yang

positif terhadap satu pernyataan, sementara ketidaksetujuan berarti ada satu respoens

kognitif yang negatif.

Pendekatan respons kognitif mengatakan bahwa untuk menentukan apakah kita

melakukan suatu sikap tertentu, pertama kita akan menentukan apakah kita

memberikan respons positif atau negatif terhadap bagian tertentu yang berbeda. Pada

dasarnya teori ini mengatakan bahwa sikap bisa dibentuk dari perasaan subjektif kita.

Contoh: kita akan menyukai sesuatu yang memberikan kesenangan walaupun

alasannya tidak bisa diterima akal.

• Teori Expentancy-Value

Teori ini melihat bahwa sikap berkembang dari proses evaluasi, pertimbangan aspek

positif dan negatif dari objek sikap.

Teori ini memasukkan unsur tambahan, yaitu kemungkinan bahwa sikap akan

membawa hasil yang baik atau buruk.

Misalnya, kita akan tahu bahwa dalam menentukan mobil mana yang akan dibeli,

anda akan mempertimbangkan tidak hanya perasaan, penampilan dan kesan yang

ditimbulkan saat ini, tetapi juga mobil mana yang nantinya akan memberikan

keuntungan di masa mendatang.

(b) Elaboration vs Heuristic Processing

Pembentukan sikap bisa juga dibentuk dari pentingnya objek sikap dan keadaan di mana

opini seseorang terbentuk. Beberapa ilmuan membedakan antara pembentukan sikap

sebagai hasil dari elaborasi atau proses kognitif yang sistematis dengan mereka yang

memperolehnya sebagai hasil dari proses periferal atau heuristic.

• Elaborasi

Elaboration-Likelihood Model merupakan suatu pemahaman teori yang penting

mengenai bagaimana sikap bisa berubah sebagai respons dalam komunikasi persuasif.

Page 11: PERTEMUAN 6 ATRIBUSI, SIKAP DAN PERILAKU ATRIBUSI · ATRIBUSI, SIKAP DAN PERILAKU Kompetensi Dasar: Mahasiswa memahami dan mampu menjelaskan atribusi dan teori-teori retribusi, pengertian

E-Learning Universitas Bina Sarana Informatika Page |11 Copyright © September 2019

Model elaborasi disebut juga model sentral atau model proses sistematis. Pemahaman

ini juga memiliki implikasi untuk perkembangan maupun perubahan sikap. Menurut

model ini, manusia akan cenderung untuk lebih berpikir sebelum menentukan sikap

mereka dalam beberapa kondisi dari pada yang lain.

Dalam kondisi yang ideal, kita akan lebih berhati-hati dalam berpikir mengenai

argumen yang akan diberikan saat kondisi formal. Namun saat kondisi tak lagi ideal,

maka kita akan lebih banyak dipengaruhi oleh faktor eksternal (periferal)

• Heuristic

Kebalikan dari model Elaborasi, model ini menjelaskan bahwa sikap kita terbentuk

secara cepat dan mudah, tanpa melakukan analisis untung rugi sebelumnya. Saat kita

terganggu, tidak dilibatkan, atau tidak diinformasikan suatu masalah, kita akan lebih

memperhatikan pada pertimbangan-pertimbangan seperti betapa menariknya

komunikator saat itu atau apakah saat itu kita merasa sepakat dengan mereka.

Dalam kondisi itu, berarti kita hanya mengandalkan pada keadaan heuristic (petunjuk

sederhana) atau pada tanda-tanda eksternal (periferal) untuk menentukan sikap

terakhir kita tentang objek atau isu.

PERUBAHAN SIKAP

Sikap yang dimiliki seseorang berkembang dan karenanya dapat pula berubah.

Perubahan sikap dapat disebabkan oleh pengalaman atau hal-hal baru yang diperoleh dari

orang lain atau dari media massa.

Perubahan sikap merupakan hasil dari komunikasi persuasuf. Berubahnya sikap

adalah akibat langsung dari bujukan (persuasif), yaitu sebuah bentuk pengaruh sosial yang

bertujuan mengubah keyakinan, perasaan, dan perilaku seseorang. Efektivitas persuasi

ditentukan oleh kualitas sumber atau komunikator yang melakukan persuasi, isi dan

penyajian pesan yang persuasif, motif serta kemampuan audience.

Berikut ini komponen komunikasi persuasi yang mempengaruhi sikap yaitu:

1. Sumber

2. Pesan

3. Audiens

4. Efek Situasional

Berikut penjelasannya

1. Sumber

Informasi pertama yang orang terima dari pesan persuasif adalah karakteristik source

(sumber atau komunikator) yang menyampaikan pesan. Ada dua variabel yang

mempengaruhi sumber, yaitu:

a) Kredibilitas

Sebuah pesan dapat lebih persuasi dan menghasilkan perubahan sikap yang lebih

besar ketika komunikator dianggap memiliki kredibilitas. Komunikator dapat

dianggap lebih kredibel jika terlihat memiliki keahlian (pengetahuan) dan dapat

dipercaya.

Page 12: PERTEMUAN 6 ATRIBUSI, SIKAP DAN PERILAKU ATRIBUSI · ATRIBUSI, SIKAP DAN PERILAKU Kompetensi Dasar: Mahasiswa memahami dan mampu menjelaskan atribusi dan teori-teori retribusi, pengertian

E-Learning Universitas Bina Sarana Informatika Page |12 Copyright © September 2019

b) Daya tarik

Daya tarik komunikator merupakan hal penting dalam mempersuasi orang. Misalnya,

sebuah perusahaan mengiklankan produknya di media massa dengan menggunakan

selebritis yang mempunyai reputasi di bidang tertentu untuk menarik perhatian

konsumen.

Terdapat tiga macam daya tarik, yaitu:

(1) penampilan fisik,

(2) power, dan

(3) kesamaan dengan penerima pesan.

2. Pesan

Elemen pesan yang memiliki lebih banyak variabel yang membangun efek untuk

mempersuasi. Kualitas epsan persuasif yang berdampak pada perubahan sikap, meliputi:

a) Posisi

Semakin suatu pesan dekat dengan posisi atau sudut pandang seseorang pada saat itu,

semakin mudah orang tersebut dalam menerima pesan.

b) Isi Pesan

Isi pesan merupakan salah satu elemen yang dapat mempersuasi penerima pesan untuk

mengubah sikap. Dalam dunia periklanan, isi pesan atau slogan suatu produk dibuat

sebisa mungkin untuk dapat meresap ke dalam benak konsumen.

Berikut adalah hal-hal yang mempengaruhi dampak persuasif isi pesan, yaitu:

(1) Kesederhanaan,

(2) Daya tarik emosional,

(3) Kepentingan pribadi,

(4) Penyajian/Gaya penyampaian pesan.

3. Audience (Khalayak, Penerima Pesan)

Karakteristik audiens akan menentukan mana komunikator yang kredibel atau atraktif,

mana pesan yang logis, dapat diingat atau seimbang. Berikut hal-hal yang mempengaruhi

audiens adalah:

a) Attention (Perhatian)

Pesan yang muncul di media massa tidak dapat mempersuasi audiens yang tidak menaruh

perhatian terhadapnya. Berikut hal-hal yang berkaitan dengan perhatian audiens, yaitu:

• Selective Exposure (Terpaan Selektif) kecenderungan seseorang akan memilih

pesan yang sesuai dengan sudut pandang kita, dan menghindari informasi lainnya.

• Ego Involvement (Keterlibatan Diri) keterlibatan dengan sesuatu yang membuat

kita kurang menerima hal lainnya. Semakin seseorang terlibat dengan sikapnya

terhadap sesuatu, semakin kurang menerima posisi lain. Contohnya, pendukung suatu

partai akan tidak menyukai partai saingannya.

Page 13: PERTEMUAN 6 ATRIBUSI, SIKAP DAN PERILAKU ATRIBUSI · ATRIBUSI, SIKAP DAN PERILAKU Kompetensi Dasar: Mahasiswa memahami dan mampu menjelaskan atribusi dan teori-teori retribusi, pengertian

E-Learning Universitas Bina Sarana Informatika Page |13 Copyright © September 2019

b) Karakteristik personal

Penerimaan pesan persuasif dapat berbeda-beda antara satu individu dengan individu

lainnya. Beberapa karakteristik pribadi yang mempengaruhi individu dalam menerima

pesan, yaitu:

• Umur. Berdasarkan masa-masa yang mudah dipengaruhi, umur anak-anak dan remaja

(18 – 25 tahun) memiliki sikap yang kurang stabil dibandingkan orang dewasa.

• Kebutuhan. Sebuah pesan akan lebih persuasif jika sesuai dengan kebutuhan penerima

pesan. Para pengiklan akan mengidentifikasi kebutuhan khalayak, kemudian

menawarkan janji-janji yang sesuai untuk, memenuhi kebutuhan tersebut.

4. Efek Situasional

Persuasi tidak hanya dihasilkan dari komunikator, pesan, dan penerima pesan. Ada

beberapa hal yang terjadi dalam proses berlangsungnya komunikasi persuasif, dan dampak

pentingnya bagi perubahan sikap, yaitu:

a) Message Density (Kerapatan Pesan)

Banyaknya pesan yang datang dalam waktu singkat akan mempengaruhi kita. Contoh

yang paling nyata adalah banyaknya iklan yang mengikuti suatu program acara televisi.

Biasanya iklan yang muncul berasal dari kategori produk yang sama, sehingga sebuah

produk akan saling berperang dalam menyampaikan pesan persuasif kepada audiens.

b) Repetisi (Pengulangan)

Seseorang akan terbiasa terhadap suatu pesan persuasif disebabkan adanya pengulangan

pesan. Pengulangan pesan akan menyebabkan perubahan sikap.

c) Distraction (Gangguan/Pengalih Perhatian)

Penerima pesan akan membuat argumen perlawanan terhadap pesan yang diterimanya.

Akibatnya, kekuatan persuasi pesan akan berkurang.