24
BAB 1 PENDAHULUAN Pitiriasis rosea adalah penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya, dimulai dengan sebuah lesi perimer yang dikarakteristikkan dengan gambaran herald patch berbentuk eritema dan skuama halus kemudian diikuti dengan lesi sekunder yang mempunyai gambaran khas 1 . Istilah Pitiriasis Rosea pertama kali dideskripsikan oleh Robert Willan pada tahun 1798 dengan nama Roseola Annulata, kemudian pada tahun 1860, Gilbert memberi nama Pitiriasis Rosea yang berarti skuama berwarna merah muda ( rosea ) 2 . Insiden tertinggi pada usia antara 15 – 40 tahun. 2 Pitiriasis rosea terjadi pada seluruh ras yang ada di dunia. Prevalensi pitiriasis rosea adalah 0,13% pada laki-laki dan 0,14% pada wanita per total penduduk dunia. Wanita lebih sering terkena dibandingkan pria dengan perbandingan 1.5 : 1 . Penyakit ini lebih banyak terjadi pada anak-anak dan usia dewasa muda jarang terjadi pada bayi dan orang lanjut usia 3 . Pitiriasis rosea dapat ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dapat juga dilakukan pemeriksaan penunjang untuk memastikan diagnosis apabi- la sulit menegakkan diagnosis pitiriasis rosea. Biasanya pitiriasis rosea didahului dengan gejala prodromal ( lemas, mual, tidak nafsu akan, demam, nyeri sendi, pembesaran kelenjar limfe ). Setelah itu muncul gatal dan lesi dikulit 4 . Lesi primernya ialah lesi soliter berupa makula eritem atau papul eritem yang akan membesar hingga kira-kira berukuran 2-10 cm berbentuk oval, berwar- na kemerahan dengan skuama tipis dan bisa terdapat koleret di tepinya. Lesi primer ini disebut sebagai Herald patch/Mother plaque/Medalion. Satu sampai dua minggu setelah lesi primer timbul akan diikuti dengan munculnya lesi-lesi lain berupa makula berbentuk oval hingga plak berukuran 0,5-2 cm berwarna ke- 1

Pitiriasis Rosea

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kulit dan kelamin

Citation preview

Page 1: Pitiriasis Rosea

BAB 1

PENDAHULUAN

Pitiriasis rosea adalah penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya,

dimulai dengan sebuah lesi perimer yang dikarakteristikkan dengan gambaran

herald patch berbentuk eritema dan skuama halus kemudian diikuti dengan lesi

sekunder yang mempunyai gambaran khas1.

Istilah Pitiriasis Rosea pertama kali dideskripsikan oleh Robert Willan

pada tahun 1798 dengan nama Roseola Annulata, kemudian pada tahun 1860,

Gilbert memberi nama Pitiriasis Rosea yang berarti skuama berwarna merah muda

( rosea )2.

Insiden tertinggi pada usia antara 15 – 40 tahun.2 Pitiriasis rosea terjadi

pada seluruh ras yang ada di dunia. Prevalensi pitiriasis rosea adalah 0,13% pada

laki-laki dan 0,14% pada wanita per total penduduk dunia. Wanita lebih sering

terkena dibandingkan pria dengan perbandingan 1.5 : 1. Penyakit ini lebih banyak

terjadi pada anak-anak dan usia dewasa muda jarang terjadi pada bayi dan orang

lanjut usia3.

Pitiriasis rosea dapat ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Dapat juga dilakukan pemeriksaan penunjang untuk memastikan diagnosis apabi-

la sulit menegakkan diagnosis pitiriasis rosea. Biasanya pitiriasis rosea didahului

dengan gejala prodromal ( lemas, mual, tidak nafsu akan, demam, nyeri sendi,

pembesaran kelenjar limfe ). Setelah itu muncul gatal dan lesi dikulit4.

Lesi primernya ialah lesi soliter berupa makula eritem atau papul eritem

yang akan membesar hingga kira-kira berukuran 2-10 cm berbentuk oval, berwar-

na kemerahan dengan skuama tipis dan bisa terdapat koleret di tepinya. Lesi

primer ini disebut sebagai Herald patch/Mother plaque/Medalion. Satu sampai

dua minggu setelah lesi primer timbul akan diikuti dengan munculnya lesi-lesi

lain berupa makula berbentuk oval hingga plak berukuran 0,5-2 cm berwarna ke-

!1

Page 2: Pitiriasis Rosea

merahan atau dapat juga berupa hiperpigmentasi pada orang-orang yang berkulit

gelap, dengan koleret dari skuama di bagian tepinya4.

Pitiriasis rosea merupakan penyakit yang dapat sembuh sendiri, oleh kare-

na itu, pengobatan yang diberikan adalah pengobatan suportif. Obat yang

diberikan dapat berupa kortikosteroid, antivirus, dan obat topikal untuk mengu-

rangi pruritus4.

Pentingnya ketepatan menganalisa gejala klinis, mendiagnosis dan mem-

berikan penatalaksanaan pada kasus pitiriasis rosea serta diagnosis bandingnya

membuat penulis tertarik untuk menyajikan laporan kasus ini.

!2

Page 3: Pitiriasis Rosea

BAB II

STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. FN

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 27 Tahun

Agama : Islam

Pendidikan : D3

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Status Pernikahan : Sudah menikah

Alamat : Palembang

Tanggal Pemeriksaan : 28 Maret 2016

No. RM : 946521

B. ANAMNESIS

Dilakukan autoanamnesis pada tanggal 28 Maret 2016, pukul 10.00 WIB di poli

klinik kulit dan kelamin RS AK GANI, Palembang.

Keluhan Utama: bercak merah pada lengan kiri bagian atas. Sejak 2 minggu

yang lalu. Bercak berjumlah 1 berbentuk oval dengan diameter ±3cm. Sisik halus

juga didapatkan mengelilingi bercak kemerahan.

Keluhan Tambahan: bercak merah disertai gatal. Karena mengeluh gatal maka

pasien juga menggaruknya baik disengaja maupun tidak sengaja pada saat tidur.

!3

Page 4: Pitiriasis Rosea

Riwayat Pejalanan Penyakit

Sejak 1 minggu SMRS, pasien mengeluh bercak kemerahan berskuama

mulai timbul pada daerah dada dan lengan kanan bagian atas namun berukuran

kecil. Gatal juga masih dirasakan pasien, namun tidak terlalu gatal maka pasien

tidak berobat ke dokter.

Sejak 4 hari SMRS bercak kemerahan berukuran kecil berskuama halus

muncul pada paha kanan dan kiri bagian dalam juga disertai gatal. Pasien berobat

ke dokter dan diberi tablet berwarna putih dan merah muda dan bedak Salicyl

yang digunakan pada bagian yang gatal. Bercak kemerahan tidak menghilang na-

mun rasa gatal berkurang setelah menggunakan obat dan bedak tsb.

Sejak 1 hari yang lalu, pasien datang berobat ke poli klinik kulit dan ke-

lamin RS AK Gani, Palembang dengan keluhan yang sama yaitu bercak kemera-

han pada daerah lengan kanan dan kiri bagian atas, dada dan paha kanan dan kiri

bagian dalam belum menghilang, gatal juga masih dirasakan pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu: Pasien tidak pernah mengalami hal yang sama se-

belumnya, gejala seperti ini baru dirasakan pertama kali. Pasien juga menyangkal

mempunyai riwayat penyakit kulit. Riwayat alergi seperti asma, alergi makanan

ataupun alergi obat-obatan juga disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga: Pasien menyangkal adanya anggota keluarga yang

mengalami hal seperti ini. Riwayat penyakit kulit dalam keluarga juga disangkal.

Riwayat Sosial Ekonomi: Pasien adalah seorang ibu rumah tangga, memiliki

suami seorang tentara dan satu orang anak usia 1 tahun.

Riwayat Higiene: Pasien mandi dua kali sehari dengan air PAM dan menggu-

nakan sabun mandi batangan. Pasien tidak langsung mengganti pakaian saat

berkeringat.

!4

Page 5: Pitiriasis Rosea

C. PEMERIKSAAN FISIK

Status generalis

Keadaan umum : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Compos mentis

Berat badan : 47kg

Keadaan gizi : baik

Tanda vital

Nadi : 84 x/menit

Suhu : 36,5 ° C

Pernapasan : 20 x/menit

KEPALA : Normocephali

Wajah : Simetris

Mata : Konjungtiva pucat (-/-), sklera kuning (-/-),

Hidung : Septum deviasi (-), sekret (-)

Mulut : Kering (-), tonsil tenang, faring hiperemis (-)

Telinga : Normotia, serumen (-/-), sekret (-/-)

Leher : Tidak terdapat pembesaran KGB dan kelenjar

tiroid

THORAKS

Inspeksi : Bentuk normal, gerak nafas simetris, ginekomastia

(-/-)

!5

Page 6: Pitiriasis Rosea

Palpasi : Tidak dilakukan

Perkusi : Tidak dilakukan

Auskultasi : Jantung: S1S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Paru : Sn vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-

ABDOMEN

Inspeksi : Datar

Palpasi : Tidak dilakukan

Perkusi : Tidak dilakukan

Auskultasi : Bising usus(+) normal

EKSTREMITAS

Ekstremitas superior :

Kelainan gerak (-), atrofi otot (-), oedem (-)

Kuku : onikodistrofi (-), pitting nail (-), onikolisis (-);

Sendi : nyeri (-), deformitas (-), kontraktur jari tangan (-);

Kulit : lihat status dermatologikus

Ekstremitas inferior :

Kelainan gerak (-), atrofi otot (-), oedem (-);

Kuku : onikodistrofi (-), pitting nail (-), onikolisis (-);

Sendi : nyeri (-), deformitas (-), kontraktur jari tangan (-);

Kulit : lihat status dermatologik

!6

Page 7: Pitiriasis Rosea

Status Dermatologikus

Gambar 2.1. Regio Antebrachi dextra et sinistra. Efloresensi: makula eritematosa, multipel, bentuk oval dan anular, ukuran milier sampai lentikuler, berbatas tegas, skuama halus berwarna putih

Gambar 2.2. Regio Thorackalis anterior et posterior. Efloresensi: makula eritematosa, multipel, bentuk oval dan anular, ukuran milier sampai lentikuler, berbatas tegas, skuama halus berwarna

putih

!7

Page 8: Pitiriasis Rosea

Gambar 2.3. Regio Abdomen. Efloresensi: makula eritematosa, multipel, bentuk oval dan anular, ukuran milier sampai lentikuler, berbatas tegas, skuama halus berwarna putih

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Saran Pemeriksaan Penunjang: Dilakukannya kerokan kulit dengan KOH 10%

Pemeriksaan histopatologi sangat membantu dalam meyingkirkan diagnosa

banding. Gambaran histopatologi dari pitiriasis rosea meliputi:10

• Akantosis ringan

• Parakeratosis fokal

• Ekstravasasi eritrosit ke lapisan epidermis

• Spongiosis dapat ditemukan pada kasus akut

• Infiltrat perivaskular ringan dari limfosit ditemukan pada dermis.

!8

Page 9: Pitiriasis Rosea

D. Diagnosis Banding

1. Pitiriasis Rosea

2. Tinea Korporis

3. Dermatitis Seboroik

F. Diagnosis Kerja

Pitiriasis rosea

G. Tatalaksana

UMUM ⦿ Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit dan cara pengob-

atannya

⦿ Bila terasa gatal, sebaiknya jangan menggaruk terlalu keras karena

dapat menyebabkan luka dan infeksi sekunder.

KHUSUS

⦿ Sistemik :

Kortikosteroid sistemik : metil prednisolon 2x4mg/hari

Antihistamin : Cetirizine 1x10mg/hari ⦿ Topikal :

Kortikosteroid topikal: 0.1% nerilon cream untuk pagi hari dan

malam hari dioleskan pada daerah yang terdapat bercak merah dan

gatal.

!9

Page 10: Pitiriasis Rosea

H. Prognosis

Quo ad vitam : ad bonam

Quo ad functionam : ad bonam

Quo ad sanationam : dubia ad bonam

Quo ad cosmeticum : dubia ad bonam

!10

Page 11: Pitiriasis Rosea

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI

Pitiriasis Rosea berasal dari kata pityriasis yang berari skuama halus dan

rosea yang berarti berwarna merah muda4.

Pitiriasis Rosea adalah erupsi kulit yang dapat sembuh sendiri, berupa plak

berbentuk oval, soliter dan berskuama pada trunkus (herald patch) dan umumnya

asimptomatik.3 Menurut Andrew (2009), Pitiriasis Rosea adalah peradangan kulit

berupa eksantema yang ditandai dengan lesi makula-papula berwarna kemerahan (

salmon colored ) berbentuk oval, circinate tertutup skuama collarette, soliter dan

lama kelamaan menjadi konfluen.2 Ketika lesi digosok menurut aksis panjangnya,

skuama cenderung terlipat melewati garis gosokan ( hanging curtain sign ).2

EPIDEMIOLOGI

Pitiriasis Rosea terjadi pada seluruh ras yang ada di dunia. Prevalensi

Pitiriasis Rosea adalah 0,13% pada laki-laki dan 0,14% pada wanita per total pen-

duduk dunia dengan usia antara 10-34 tahun.1

Penyakit ini lebih banyak terjadi pada anak-anak dan usia dewasa muda

dengan rentang usia antara 15-40 tahun. Jarang terjadi pada bayi dan orang lanjut

usia.2

ETIOLOGI

Watanabe et al melakukan penelitian dan mempercayai bahwa Pitiriasis

Rosea disebabkan oleh virus. Mereka melakukan replikasi aktif dari Herpes Virus

( HHV )-6 dan -7 pada sel mononuklear dari kulit yang mengandung lesi, kemudi-

an mengidentifikasi virus pada sampel serum penderita.3 Jadi, Pitiriasis Rosea ini

merupakan reaksi sekunder dari reaktivasi virus yang didapatkan pada masa lam-

pau dan menetap pada fase laten sebagai sel mononuklear.1 Pitiriasis Rosea juga

!11

Page 12: Pitiriasis Rosea

dapat disebabkan oleh obat-obatan atau logam, misalnya arsenik, bismut, emas,

methopromazine, metronidazole, barbiturat, klonidin, kaptopril dan ketotifen.1,3

Hipotesis lain menyebutkan peranan autoimun, atopi dan predisposisi genetik

dalam kejadian Pitiriasis Rosea.7

GAMBARAN HISTOPATOLOGIK

Gambaran histopatologik dari Pitiriasis Rosea tidak spesifik sehingga pen-

derita dengan Pitiriasis Rosea tidak perlu dilakukan biopsi lesi untuk menen-

gakkan diagnosis. Pemeriksaan histopatologi dapat membantu dalam menegakkan

diagnosis Pitiriasis Rosea dengan gejala atipikal. Pada lapisan epidermis dite-

mukan adanya parakeratosis fokal, hiperplasia, spongiosis fokal, eksositosis lim-

fosit, akantosis ringan dan menghilang atau menipisnya lapisan granuler. Sedan-

gkan pada dermis ditemukan adanya ekstravasasi eritrosit serta beberapa monosit.2,4

!

Gambar histologik non spesifik tipikal dari Pitiriasis Rosea,

menunjukkan parakeratosis, hilangnya lapisan granular, akantosis ringan, spongiosis, dan infiltrat limfohistiosit pada dermis superficial2

GAMBARAN KLINIS

Tempat predileksi Pitiriasis Rosea adalah badan, lengan atas bagian proksimal

dan paha atas sehingga membentuk seperti gambaran pakaian renang.2 Sinar

matahari mempengaruhi distribusi lesi sekunder, lesi dapat terjadi pada daerah

yang terkena sinar matahari, tetapi pada beberapa kasus, sinar matahari melindun-

!12

Akantosis

Infiltrat limfo-histiosit

Spongiosis

Page 13: Pitiriasis Rosea

gi kulit dari Pitiriasis Rosea. Pada 75% penderita biasanya timbul gatal didaerah

lesi dan gatal berat pada 25% penderita.1

1. Gejala klasik

Gejala klasik dari Pitiriasis Rosea mudah untuk dikenali. Penyakit dimulai

dengan lesi pertama berupa makula eritematosa yang berbentuk oval atau

anular dengan ukuran yang bervariasi antara 2-4 cm, soliter, bagian tengah

ditutupi oleh skuama halus dan bagian tepi mempunyai batas tegas yang

ditutupi oleh skuama tipis yang berasal dari keratin yang terlepas yang

juga melekat pada kulit normal ( skuama collarette ). Lesi ini dikenal den-

gan nama herald patch.1,2,3

!

Gambar herald patch3

!

Gambar plak primer tipikal ( herald patch ) menunjukkan bentuk lonjong dengan skuama halus di tepi bagian dalam plak4

!13

skuama

Herald Patch

Page 14: Pitiriasis Rosea

Pada lebih dari 69% penderita ditemui adanya gejala prodromal berupa

malaise, mual, hilang nafsu makan, demam, nyeri sendi, dan pem-

bengkakan kelenjar limfe.4 Setelah timbul lesi primer, 1-2 minggu kemu-

dian akan timbul lesi sekunder generalisata. Pada lesi sekunder akan dite-

mukan 2 tipe lesi. Lesi terdiri dari lesi dengan bentuk yang sama dengan

lesi primer dengan ukuran lebih kecil ( diameter 0,5 – 1,5 cm ) dengan ak-

sis panjangnya sejajar dengan garis kulit dan sejajar dengan kosta sehing-

ga memberikan gambaran Christmas tree. Lesi lain berupa paul-papul ke-

cil berwarna merah yang tidak berdistribusi sejajar dengan garis kulit dan

jumlah bertambah sesuai dengan derajat inflamasi dan tersebar perifer.

Kedua lesi ini timbul secara bersamaan.2

!

Gambaran menyerupai pine tree (http://www.mayoclinic.com/health/medical/IM00515 )

2. Gejala atipikal

Terjadi pada 20% penderita Pitiriasis Rosea. Ditemukannya lesi yang tidak

sesuai dengan lesi pada Pitiriasis Rosea pada umunya. Berupa tidak dite-

mukannya herald patch atau berjumlah 2 atau multipel. Bentuk lesi lebih

bervariasi berupa urtika, eritema multiformis, purpura, pustul dan

!14

Page 15: Pitiriasis Rosea

vesikuler.3 Distribusi lesi biasanya menyebar ke daerah aksila, inguinal,

wajah, telapak tangan dan telapak kaki. Adanya gejala atipikal membuat

diagnosis dari Pitiriasis Rosea menjadi lebih sulit untuk ditegakkan se-

hingga diperlukan pemeriksaan lanjutan.

!

!

!

!

!

Gambar Diagram skematik plak primer ( herald patch ) dan distribusi tipikal plak sekunder sepan-jang garis kulit pada trunkus dalam susunan Christmas tree3

DIAGNOSIS BANDING

a. Tinea korporis

Adalah lesi kulit yang disebabkan oleh dermatofit Trichophyton rubrum

pada daerah muka, tangan, trunkus atau ekstremitas. Gejala klinisnya

adalah gatal, eritema yang berbentuk cincin dengan pinggir berskuama dan

penyembuhan di bagian tengah. Perbedaan dengan Pitiriasis Rosea adalah

!15

Page 16: Pitiriasis Rosea

pada Tinea korporis, skuama berada di tepi, plak tidak berbentuk oval, dari

pemeriksaan penunjang didapatkan hifa panjang pada pemeriksaan KOH

10%.10

b. Dermatitis Seboroik

Pada dermatitis seboroik, kulit kepala dan alis mata biasanya berskuama

dan ruam kulitnya ditutupi skuama yang berminyak dengan predileksi

tempat di sternum, regio intercapsular, dan permukaan fleksor dari

persendian-persendian11

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Umumnya untuk menegakkan diagnosis Pitiriasis Rosea tidak dibutuhkan

pemeriksaan penunjang. Namun dalam hal diagnosis susah ditegakkan, kita mem-

butuhkan pemeriksaan penunjang untuk menyingkirkan diagnosis banding lain.

Biasanya seorang dermatologis dapat menegakkan diagnosis secara klinis

tetapi bila ada keraguan dan fasilitasnya memungkinkan akan dilakukan pemerik-

saan kerokan kulit dengan KOH6.

PENATALAKSANAAN

1. Umum

Walaupun Pitiriasis Rosea bersifat self limited disease ( dapat sembuh

sendiri ), bukan tidak mungkin penderita merasa terganggu dengan lesi

yang muncul. Untuk itu diperlukan penjelasan kepada pasien tentang :

- Pitiriasis Rosea akan sembuh dalam waktu yang lama

- Lesi kedua rata-rata berlangsung selama 2 minggu, kemudian menetap

selama sekitar 2 minggu, selanjutnya berangsur hilang sekitar 2 ming-

gu. Pada beberapa kasus dilaporkan bahwa Pitiriasis Rosea berlang-

sung hingga 3-4 bulan

!16

Page 17: Pitiriasis Rosea

- Penatalaksanaan yang penting pada Pitiriasis Rosea adalah dengan

mencegah bertambah hebatnya gatal yang ditimbulkan. Pakaian yang

mengandung wol, air, sabun, dan keringat dapat menyebabkan lesi

menjadi bertambah berat.

2. Khusus

- Topikal

Untuk mengurangi rasa gatal dapat menggunakan zink oksida, kalamin

losion atau 0,25% mentol. Pada kasus yang lebih berat dengan lesi

yang luas dan gatal yang hebat dapat diberikan glukokortikoid topikal

kerja menengah ( bethametasone dipropionate 0,025% ointment 2 kali

sehari ).2,9

- Sistemik

Pemberian antihistamin oral sangat bermanfaat untuk mengurangi rasa

gatal.4 Untuk gejala yang berat dengan serangan akut dapat diberikan

kortikosteroid sistemik atau pemberian triamsinolon diasetat atau ase-

tonid 20-40 mg yang diberikan secara intramuskuler.

Penggunaan eritromisin masih menjadi kontroversial. Eritromisin oral

pernah dilaporkan cukup berhasil pada penderita Pitiriasis Rosea yang

diberikan selama 2 minggu3. Dari suatu penelitian menyebutkan bahwa

73% dari 90 penderita pitiriasis rosea yang mendapat eritromisin oral

mengalami kemajuan dalam perbaikan lesi. Eritomisin diduga mem-

punyai efek sebagai anti inflamasi5,6. Namun dari penelitian di

Teheran, Iran yang dilakukan oleh Abbas Rasi et al menunjukkan tidak

ada perbedaan perbaikan lesi pada pasien yang menggunakan eritro-

misin oral dengan pemberian plasebo.7

Asiklovir dapat diberikan untuk mempercepat penyembuhan. Dosis

yang dapat diberikan 5x800mg selama 1 minggu.2 Pemakaian sinar

radiasi ultraviolet B atau sinar matahari alami dapat mengurangi rasa

!17

Page 18: Pitiriasis Rosea

gatal dan menguranngu lesi.2 Penggunaan sinar B lebih ditujukan pada

penderita dengan lesi yang luas, karena radiasi sinar ultraviolet B

( UVB ) dapat menimbulkan hiperpigmentasi post inflamasi.2

PROGNOSIS

Prognosis pada penderita Pitiriasis Rosea adalah baik karena

penyakit ini bersifat self limited disease sehingga dapat sembuh spontan

dalam waktu 3-8 minggu.

!18

Page 19: Pitiriasis Rosea

BAB IV

PEMBAHASAN

Pitiriasis Rosea berasal dari kata pityriasis yang berari skuama halus dan

rosea yang berarti berwarna merah muda4. Menurut Andrew (2009), Pitiriasis

Rosea adalah peradangan kulit berupa eksantema yang ditandai dengan lesi maku-

la-papula berwarna kemerahan ( salmon colored ) berbentuk oval, circinate tertut-

up skuama collarette, soliter dan lama kelamaan menjadi konfluen.2

Pada anamnesis terdapat seorang pasien perempuan ibu rumah tangga usia

27 tahun datang ke RS AK Gani dengan keluhan bercak merah pada lengan kiri

bagian atas sejak 2 minggu yang lalu disertai gatal. Menurut literatur, gejala klasik

dari Pitiriasis Rosea mudah untuk dikenali. Penyakit dimulai dengan lesi pertama

berupa makula eritematosa yang berbentuk oval atau anular dengan ukuran yang

bervariasi antara 2-4 cm, soliter, bagian tengah ditutupi oleh skuama halus dan

bagian tepi mempunyai batas tegas yang ditutupi oleh skuama tipis. Lesi ini dise-

but Herald Patch.123

Keluhan tersebut menyebabkan rasa kurang nyaman pada pasien yang

merupakan wanita dengan usia produktif sehingga pasien berobat ke klinik ter-

dekat, pasien diberi obat berwarna puth dan merah muda namun setelah mengon-

sumsi obat tersebut pasien belum juga merasakan perubahan pada bercak merah-

nya, namun keluhan gatal sedikit berkurang. Menurut literatur, pitiriasis rosea

akan lebih sering mengenai wanita dibanding pria dengan prevalensi adalah

0,13% pada laki-laki dan 0,14% pada wanita per total penduduk dunia dengan

usia antara 10-34 tahun1.

Semakin hari bercak merah bertambah dan menyebar ke lengan kanan

atas, dada, punggung, perut dan kedua paha bagian atas dan gatal masih dirasakan.

Menurut literatur, tempat predileksi Pitiriasis Rosea adalah badan, lengan atas

bagian proksimal dan paha atas sehingga membentuk seperti gambaran pakaian

renang.2

!19

Page 20: Pitiriasis Rosea

Keluhan ini menyebabkan terganggunya aktivitas pasien sehari-hari karna rasa

gatal akan semakin dirasakan bila tubuhnya berkeringat. Gatal yang dirasakan

merupakan salah satu tanda dari adanya inflamasi.

Menurut literatur, gejala akan berkembang setelah 2 minggu, dimana men-

capai puncaknya. Fase penyebaran ini secara perlahan-lahan akan mengilang sete-

lah 2-4 minggu. Lesi-lesi ini muncul terutama pada batang tubuh dengan sumbu

panjang sejajar pelipatan kulit. Tampilannya tampak seperti pohon natal terbalik

(inverted christmas tree appeareance. Tapi bagaimanapun terlepas dari tampilan

lesi yang mirip dengan pohon natal, terbalik atau pun tidak, tidak diragukan lagi

Herald Patch merupakan lesi patognomonik dari pitiriasis rosea6. Sehingga mucul

dugaan bahwa pasien kali ini mengalami pitiriasi rosea.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan pada thoracalis anterior et posterior,

antebrachii dextra et sinistra, abdomen, dan femoralis dekstra et sinistra: makula

eritematosus, multipel, berbatas tegas dengan ukuran milier sampai lentikuler,

bentuk oval dan anular, skuama halus berwarna putih (+). Menurut literatur, lesi

makula-papula berwarna kemerahan ( salmon colored ) berbentuk oval, circinate

tertutup skuama collarette, soliter dan lama kelamaan menjadi konfluen.2 Ketika

lesi digosok menurut aksis panjangnya, skuama cenderung terlipat melewati garis

gosokan ( hanging curtain sign ).2 Tempat predileksi Pitiriasis Rosea adalah

badan, lengan atas bagian proksimal dan paha atas sehingga membentuk seperti

gambaran pakaian renang2. Tanda-tanda tersebut memperkuat dugaan pitiriasis

rosea.

Pasien tidak ada riwayat alergi makanan maupun obat-obatan sehingga ini

jelas bukan merupakan reaksi alergi. Sebelum ini, pasien tidak pernah menderita

penyakit seperti sekarang ini, orang-orang disekitar pasienpun tidak ada yang

sedang sakit seperti ini. Maka penyakit pasien ini bukan merupakan penularan

dari orang lain. Sebelum ini, pasien juga belum pernah menderita penyakit kulit

lain.

!20

Page 21: Pitiriasis Rosea

Untuk mendiagnosis pitiriasis rosea sebenarnya tidak ada pemeriksaan

khusus bahkan dengan tanda klinis yang ditemukan sudah dapat menegakkan di-

agnosis ptiriasis rosea namun bila ada keraguan dan fasilitas memadai disarankan

dilakukan kerokan kulit dengan KOH 10%.6

Pemeriksaan histopatologi juga sangat membantu dalam meyingkirkan diagnosa

banding.10

Diagnosis banding pada kasus ini antara lain adalah tinea korporis didap-

atkan gambaran herald patch atau bercak merah yang dapat menyerupai gambaran

yang biasanya ditemukan pada tinea korporis. Tinea korporis juga memiliki lesi

makula eritema skuamosa yang bentuknya anular. Namun pada tepinya bisa ter-

dapat papul, pustul dan skuamanya kasar. Bagian tepi lesi yang lebih aktif pada

infeksi jamur ini menunjukan adanya hifa pada pemeriksaan kultur. Pada tinea

korporis gatal yang dirasakan sangat hebat dan jarang menyebar luas pada seluruh

tubuh, Hal ini melemahkan hipotesis bahwa pasien terkena tinea korporis dan se-

makin memperkuat dugaan pitiriasis rosea.

Pada dermatitis seboroik, kulit kepala dan alis mata biasanya berskuama

dan ruam kulitnya ditutupi skuama yang berminyak dengan predileksi tempat di

sternum, regio intercapsular, dan permukaan fleksor dari persendian-persendian11.

Sedangkan pada pitiriasis rosea skuamanya halus dan tak berminyak. Sumbu pan-

jang lesi sejajar dengan garis kulit5. Pasien mendapatkan tatalaksana secara umum dan khusus, secara umum terutama

pasien mendapatkan Konseling, Informasi dan Edukasi (KIE) tentang pitiriasis rosea

yaitu memberikan penjelasan pada pasien tentang penyakit yang diderita. Pitiriasis rosea

merupakan penyakit kulit yang penyebabnya masih belum diketahui jelas, tetapi

banyak yang mengemukakan bahwa penyebabnya adalah virus. Hal ini didasarkan

pada sifat penyakit ini yang dapat sembuh sendiri dalam 3-8 minggu (self limit-

ting disease). Hanya diperlukan imunitas yang baik untuk mempercepat penyem-

buhan. Adapun obat-obatan yang diberikan, hanya untuk menghilangkan rasa

gatal, agar tidak digaruk. Karena garukan akan menyebabkan infeksi sekunder.

!21

Page 22: Pitiriasis Rosea

Secara sistemik, pemberian antihistamin oral sangat bermanfaat untuk

mengurangi rasa gatal. Untuk gejala yang berat dengan serangan akut dapat

diberikan kortikosteroid sistemik. Pada pasien ini diberikan kortikosteroid sis-

temik berupa metil prednisone 2x4mg. Pruritus dapat diobati dengan antihistamin

pada pasien ini diberikan Cetirizine 1x10mg untuk mengurangi gatalnya sehingga

pasien tidak menggaruk-garuk badannya.

Secara topikal, untuk mengurangi rasa gatal dapat menggunakan zink ok-

sida, kalamin losion atau 0,25% mentol. Pada kasus yang lebih berat dengan lesi

yang luas dan gatal yang hebat dapat diberikan glukokortikoid topikal kerja

menengah ( bethametasone dipropionate 0,025% ointment 2 kali sehari. Pada

pasien ini, Kortikosteroid topikal: 0.1% nerilon cream untuk pagi hari malam hari di-

oleskan pada daerah yang terdapat bercak merah dan gatal.

Prognosis pada penderita Pitiriasis Rosea adalah baik karena penyakit ini

bersifat self limited disease sehingga dapat sembuh spontan dalam waktu 3-8

minggu.

!22

Page 23: Pitiriasis Rosea

BAB V

KESIMPULAN

Pitiriasis rosea adalah kelainan kulit yang termasuk dalam golongan der-

matosis papuloeritroskuamosa, sifatnya akut, self limiting disease, tidak menu-

lar. Etiologinya masih belum diketahui, namun partikel HHV telah terdeteksi pada

70% pasien penderita pitiriasis rosea. Lesi primernya berupa soliter makula eritem

atau papul eritem. Lesi primer ini disebut sebagai herald patch / mother plaque /

medallion. Predileksi tempat yang paling banyak ditemukan yaitu pada batang

tubuh, lengan atas dan paha atas. Pitiriasis rosea memiliki berbagai macam varian,

dapat dibedakan berdasarkan predileksi tempatnya serta efloresensi yang domi-

nan, contohnya pitiriasis rosea inversa,giganta, irritate, vesicular, papular dan lain

sebagainya. Tidak ada tes laboratorium yang menunjang diagnosa pitiriasis rosea.

Beberapa penyakit yang menyerupai gambaran klinis pitiriasis rosea yaitu tinea

korporis dan dermatitis seboroik. Diagnosa pitiriasis rosea dapat ditegakkan

melalui anamnesa dan pemeriksaan klinis.

!23

Page 24: Pitiriasis Rosea

DAFTAR PUSTAKA

1. James, William D., Timothy G.B, Dirk M. Epityriasis Rosea. In: James WD Berger TG, Eston DM. Andrews’ diseases of the skin, 10th ed. WB Saun-ders Company, Canada.2006; 207-216.

2. Blauvelt, Andrew. Pityriasis Rosea In: Dermatology in General Medicine Fitzpatrick’s. The McGraw-Hill Companies, Inc. 2008; 362-265.

3. Sterling, J.C. Viral Infections. In : Rook’s textbook of dermatology.—7th ed. 2004. 25.79-82.

4. Lichenstein, A. Pityriasis Rosea. Diunduh dari www. Emedicine.com pada tanggal 15 Agustus 2010.

5. Broccolo F, Drago F, Careddu AM, et al. Additional evidence that pityria-sis rosea is associated with reactivation of human herpesvirus-6 and -7. J Invest Dermatol. 2005; 124:1234-1240.

6. S t u l b e r g , D . L . , J e f f W. P i t y r i a s i s R o s e a . A m F a m Physician. 2004 Jan 1;69(1):87-91. Diunduh dari www.aafp.org/20040101/p47.html pada tanggal 15 Agustus 2010.

7. Chuh, A et al. 2004. Pityriasis Rosea – evidence for and against at infec-tious disease. Cambridge University Press :Cambridge Journal 132:3:381-390.

8. Galvan, S V et al. 2009. Atypical Pityriasis Rosea in a black child : a case report. Cases Journal Vol 2 : 6796.

9. Zawar, Vijay. 2010. Giant Pityriasis Rosea. Indian Journal Dermatology. Aprl-Jun; 55(2): 192–194.

10. McPhee, S J, Maxine A P. 2009. Current Medical Diagnosis and Treat-ment forty eighth edition. Mc Graw Hill Companies:USA.

!24