PJB ASIANOTIK

Embed Size (px)

Citation preview

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar Belakang

Di antara berbagai kelainan bawaan (congenital anomaly) yang ada, penyakitjantung bawaan (PJB) merupakan kelainan yang paling sering ditemukan. Di AmerikaSerikat, prevalensi penyakit jantung bawaan sekitar 8-10 dari 1000 kelahiran hidup,dengan sepertiga di antaranya bermanifestasi dalam kondisi kritis pada tahun pertamakehidupan dan 50% dari kegawatan pada bulan pertama kehidupan berakhir dengankematian. Di Indonesia, dengan populasi 200 juta penduduk dan angka kelahiran hidup2%, diperkirakan terdapat sekitar 30.000 penderita PJB.1Penyakit jantung bawaan adalah penyakit jantung yang dibawa sejak lahir, dimana kelainan pada struktur jantung atau fungsi sirkulasi jantung terjadi akibatgangguan atau kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase awal perkembanganjanin. Penyebab PJB sendiri sebagian besar tidak diketahui, namun beberapa kelainangenetik seperti sindroma Down dan infeksi Rubella (campak Jerman) pada trimesterpertama kehamilan ibu berhubungan dengan kejadian PJB tertentu.2Secara umum terdapat 2 kelompok besar PJB yaitu PJB sianotik dan PJBasianotik. PJB sianotik biasanya memiliki kelainan struktur jantung yang lebih kompleksdan hanya dapat ditangani dengan tindakan bedah. Sementara PJB asianotik umumnyamemiliki lesi (kelainan) yang sederhana dan tunggal, namun tetap saja lebih dari 90% diantaranya memerlukan tindakan bedah jantung terbuka untuk pengobatannya. Sepuluh persen lainnya adalah kelainan seperti kebocoran sekat bilik jantung yang masihmungkin untuk menutup sendiri seiring dengan pertambahan usia anak.1,2Penyakit jantung bawaan asianotik meliputi 75% dari seluruh prevalensi kelainanjantung bawaan. Secara garis besar dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu PJBasianotik dengan pirai kiri ke kanan, dan tanpa pirai (obstruktif). Kelompok dengan piraimeliputi defek septum ventrikel (VSD), defek septum atrium (ASD), duktus arteriosuspersisten (PDA), dan endocardial cushion defect (ECD). Kelompok tanpa pirai meliputistenosis pulmonar, stenosis aorta, dan koarktasio aorta. Masing-masing kelainanmemiliki ciri tersendiri, termasuk dalam teknik diagnosis dan tatalaksana.3Mengingat pentingnya penegakan diagnosis dan tatalaksana yang cepat dan tepatpada PJB asianotik, maka perlu adanya pemahaman yang lebih baik mengenai kelainanini, karena sebagian gejala yang terdapat pada kelainan ini tidak khas dan deteksidininya cukup sulit.

BAB IIISI2.1 Pengertian dan Epidemiologi Penyakit Jantung Bawaan (PJB) AsianotikPenyakit Jantung Bawaan (PJB) asianotik adalah penyakit jantung bawaandengan kelainan struktural dan atau fungsi sirkulasi jantung akibat gangguan ataukegagalan perkembangan struktur jantung pada fase awal perkembangan janin, tanpadisertai gejala sianosis. Penyakit jantung bawaan asianotik meliputi 75% dari seluruhprevalensi kelainan jantung bawaan. Terdiri atas defek jantung dengan efek struktural,dengan atau tanpa pirai dari kiri ke kanan (Left to Right Shunt = LTRS).2,42.2 Pembagian PJB AsianotikPJB asianotik dapat diklasifikasikan berdasarkan fisiologi beban pengisian (load)jantung predominan. Sebagian besar kelainan akan meningkatkan beban volum (volumeload), yaitu dari kelompok PJB asianotik dengan pirai kiri ke kanan (LTRS) (misalnyaVSD, ASD, AVSD, dan PDA). Kelompok kedua adalah penyakit jantung bawaandengan peningkatan beban tekanan (pressure load), yang sebagian besar merupakanbentuk kelainan obstruktif sekunder dari sirkulasi ventrikular (misalnya stenosispulmonal dan stenosis aorta) atau penyempitan salah satu arteri besar (misalnyakoarktasio aorta).52.3 PJB Asianotik dengan Peningkatan Volume LoadHampir sebagian besar lesi pada kelompok ini disebabkan oleh left-to-right shunt(LTRS), yang meliputi defek septum atrial (ASD), defek septum ventrikel (VSD), defekseptum atrioventrikular (ECD), dan duktus arteriosus persisten (PDA). Patofisiologiumum untuk kelompok ini adalah adanya hubungan antara sirkulasi sistemik dansirkulasi pulmonal, yang menyebabkan pirai darah yang teroksigenasi masuk kembali keparu. Pirai tersebut secara kuantitatif dapat dihitung berdasarkan rasio aliran darahpulmonar dan sistemik, atau Qp:Qs.5Besar dan derajat pirai bergantung dari ukuran defek, tekanan relatif pulmonaldan sistemik, serta resistensi vaskular. Faktor-faktor tersebut sangat dinamik dan dapatberubah secara dramatis mengikuti usia. Defek intrakardiak cenderung berkurang ataubahkan menutup seiring berjalannya waktu. Resistensi vaskular pulmonal yang tinggiselama periode awal neonatus akan menurun ke level normal pada beberapa minggukehidupan. Namun, apabila keadaan tersebut menetap maka dapat menyebabkanpeningkatan resistensi pulmonal yang meningkat secara bertahap atau disebut sindromEisenmenger (Gambar 1).5Peningkatan volum darah di paru akan menurunkan daya kembang (compliance)paru dan meningkatkan usaha bernapas. Kebocoran cairan ke ruang interstisial danalveoli, dapat menyebabkan edema pulmonal. Pada keadaan seperti ini, bayi atau anakakan menunjukkan gejala gagal jantung, seperti takipnea, retraksi dinding dada,pernapasan cuping hidung, dan wheezing. Sebenarnya, istilah gagal jantung padakeadaan ini kurang tepat, karena total output ventrikel kiri beberapa kali lipat lebih besardibanding normal, meskipun besarnya output ini tidak efektif akibat sebagian darahkembali lagi ke paru.3,5

Gambar 1. Gambaran Sindrom Eisenmenger, dengan RTLS melalui VSD 6Untuk mempertahankan besarnya output ini, heart rate dan stroke volume akanmeningkat, yang dimediasi oleh aktivitas sistem saraf simpatis. Peningkatan katekolaminsirkulasi, ditambah dengan peningkatan usaha bernapas, akan meningkatkan totalkonsumsi oksigen tubuh, umumnya di luar kemampuan transpor oksigen di sirkulasi.Hal ini akan memberikan gejala tambahan berupa berkeringat, iritabel, dan gagaltumbuh (failure to thrive). Remodeling jantung dapat terjadi, dengan dilatasi jantung danhipertrofi otot jantung dalam skala ringan. Bila keadaan ini tetap tidak ditangani, makaresistensi pulmonal akan terus meningkat, dan pada suatu waktu pirai akan berbalik darikanan ke kiri (Right-to-left shunt) atau disebut pula sindrom Eisenmenger. Pada sindromEisenmenger, kelainan jantung akan disertai sianosis akibat right-to-left shunt, resistensipulmonal yang meningkat bersifat irreversibel, cenderung progresif, sukar dikoreksi, danmemiliki prognosis yang buruk.52.3.1 Ventricular Septal Defect (VSD)VSD merupakan malformasi jantung kongenital dengan prevalensi tersering,yaitu sekitar 25-30% dari total kelainan jantung kongenital. Defek dapat terjadi diseluruh bagian septum ventrikel, namun tipe yang paling sering adalah tipe membranosa. Septum ventrikel dapat dibagi menjadi porsi kecil membranosa dan porsibesar muskularis. Septum muskular dibagi lagi menjadi tiga komponen, yaitu septuminlet, trabekular, dan outlet (infundibular). Septum trabekular terdiri atas bagian tengah,tepi, dan apikal. Sesuai dengan pembagian ini, maka VSD dapat diklasifikasikanmenjadi VSD perimembranosa, inlet, infundibular (supracrista), muskular (trabekular),dan apikal (Gambar 2).3,7

Gambar 2. Berbagai tipe VSD 6Septum membranosa merupakan area yang relatif kecil, berada tepat di bawahkatup aorta. Defek membranosa mencakup semua variasi jaringan muskular di sekitarseptum membranosa, sehingga disebut VSD perimembranosa. Defek outlet meliputi 5-7% total VSD di negara barat, dan 30% di Timur Jauh. Defek terletak di outlet septumdan dibentuk oleh anulus aortic dan pulmonal. Defek outlet disebut juga defeksuprakristal. Defek inlet mencakup 5-8% total VSD dan berlokasi di posterior daninferior defek perimembranosa, dibawah dau katup trikuspid, dan di bawah muskuluspapillaris. Defek trabekular (muskular) mencakup 5-20% dari seluruh VSD. Dapatbersifat multipel. Defek apikal merupakan bagian dari defek muskular yang terjadi didaerah apex kordis.3,8VSD memiliki variasi bentuk dan ukuran, dari yang kecil tanpa gangguanhemodinamik bermakna, hingga defek yang besar dengan perjalanan penyakit ke arahgagal jantung kongestif dan hipertensi pulmonal. Kelainan konduksi jantung dapatterjadi pada VSD tipe perimembranosa dan defek muskular inlet di kuadranApical superoanterior, karena pada daerah tersebut terdapat berkas His yang penting dalamelektrofisiologi jantung.8Diagnosis VSD relatif sulit karena sering tidak memberikan gejala yang khas.Dari anamnesis, beberapa hal dapat ditemukan bergantung luas defek VSD. Pada VSDyang kecil, pasien bahkan tidak memberikan gejala apapun dan status tumbuh-kembanganak umumnya tidak terganggu. Pada VSD sedang hingga besar, sering didapatkantumbuh kembang yang terhambat, penurunan toleransi latihan, infeksi paru berulang,dan gagal jantung kongestif yang sering terjadi pada masa bayi. Pada VSD denganhipertensi pulmonal yang persisten, akan didapatkan riwayat sianosis dan penurunantoleransi latihan.3,9Dari pemeriksaan fisik pasien VSD dapat ditemukan:3,81. Pasien dengan VSD kecil dapat tumbuh dengan baik dan asianotik. Sebelum 2 atau 3bulan pertama, bayi dengan VSD besar akan sulit untuk meningkatkan berat badandan dapat menunjukkan gejala CHF. Sianosis dan clubbing dapat ditemukan padaVSD dengan sindrom Eisenmenger.2. Thrill sistolik dapat ditemukan pada LLSB (Lower Left Sternal Border = pertemuanICS IV kiri dengan linea parasternal kiri). Tonjolan prekordial dan hiperaktivitasditemukan pada VSD dengan shunt besar.3. Suara jantung II dapat terdengar keras dan tunggal pada penyakit obstruktif vaskularparu. Bising sistolik dengan derajat 2-5/6 dapat didengar pada LLSB, berupa sistolikawal atau holosistolik. Rumbling diastolik apikal dapat didengar pada VSD sedanghingga besar.4. Pada VSD infundibular, bising dekresendo diastolik awal dengan derajat 1-3/6 dapatdidengar. Bising ini terjadi akibat herniasi katup aorta.Dari elektrokardiografi dapat ditemukan:3,81. EKG normal pada VSD kecil2. VSD moderat, dapat terlihat hipertrofi ventrikel kiri dan atrial kiri.3. Pada defek yang besar, EKG menunjukkan kombinasi hipertrofi kedua ventrikeldengan atau tanpa hipertrofi atrial kiri.4. Bila terjadi penyakit vaskular paru obstruktif, EKG menunjukkan hipertrofi ventrikelkanan saja.Dari pemeriksaan radiologi dapat ditemukan kardiomegali dengan berbagaiderajat, termasuk pada atrial kiri, ventrikel kiri, dan kadang ventrikel kanan. Vaskularparu terlihat bertambah. Derajat kardiomegali dan peningkatan vaskular parumenunjukkan besarnya pirai LTRS. Ekokardiografi 2 dimensi dan Doppler dapatmenunjukkan secara pasti jumlah, ukuran, dan lokasi defek, serta memperkirakantekanan arteri pulmonalis melalui persamaan Bernoulli, menentukan adanya defektambahan yang berhubungan, serta memprediksi besarnya shunt.3,10VSD secara spontan dapat menutup pada 30-45% penderita, terutama dengantipe membranosa dan muskular, selama 6 bulan pertama kehidupan. Semakin kecildefek, maka semakin besar kemungkinan untuk menutup spontan. Pada defek inlet daninfundibular, defek tidak berkurang dalam ukuran dan tidak pernah menutup spontan.CHF dapat berkembang pada bayi dengan VSD besar, biasanya terjadi sebelum usia 6-8minggu pertama. Penyakit obstruksi vaskular paru mulai berkembang pada awal mingguke-6 hingga minggu ke-12 pada pasien dengan VSD besar, namun kejadian RTLS(sindrom Eisenmenger) umumnya baru terjadi pada anak usia sekolah dan remaja.Stenosis infundibular dapat terjadi pada beberapa anak dengan VSD besar danmenyebabkan penurunan LTRS untuk kemudian berkembang menjadi RTLS. PadaVSD, endokarditis infektif jarang terjadi.32.3.2 Atrial Septal Defect (ASD)ASD adalah penyakit jantung bawaan berupa lubang (defek) pada septuminteratrial (sekat antar serambi) yang terjadi karena kegagalan fusi septum interatrialsemasa janin.2Berdasarkan lokasi defek, ASD diklasifikasikan dalam 3 tipe (Gambar 3), yaitu(1) ASD sekundum, bila lubang terletak pada daerah fosa ovalis, (2) ASD primum, bilalubang terletak di daerah ostium primum, yang mana ini termasuk salah satu bentukAtrio-Ventricular Septal Defect (AVSD), dan (3) Sinus Venosus Defect (SVD) bilalubang terletak di daerah sinus venosus dekat muara vena (pembuluh darah balik) kavasuperior atau inferior.2,11

Gambar 3. Berbagai tipe ASD 6Defek ostium sekundum merupakan tipe ASD tersering, sekitar 50-70% dari totalkeseluruhan ASD. Defek ini terjadi di daerah fossa ovalis, yang menyebabkan piraiLTRS dari atrium kiri ke atrium kanan. Pada 10% kasus, terjadi kelainan aliran arahbalik dari paru ke atrium kiri. Defek ostium primum terjadi sekitar 30% kasus ASD, danmerupakan bagian dari kelainan ECD (Endocardial Cushion Defects) totalis. Defeksinus venosus terjadi pada 10% kasus ASD, dan paling sering berlokasi di tempat masukvena cava superior ke atrium kanan dan sangat jarang terjadi di tempat masuk vena kavainferior.3,11,12Sebagian besar penderita ASD tidak menampakkan gejala (asimptomatik) padamasa kecilnya, kecuali pada ASD besar yang dapat menyebabkan kondisi gagal jantungdi tahun pertama kehidupan pada sekitar 5% penderita. Kejadian gagal jantungmeningkat pada dekade ke-4 dan ke-5, dengan disertai adanya gangguan aktivitas listrikjantung (aritmia). Gejala yang muncul pada masa bayi dan anak-anak adalah adanyainfeksi saluran nafas bagian bawah berulang, yang ditandai dengan keluhan batuk danpanas hilang timbul (tanpa pilek). Selain itu gejala gagal jantung (pada ASD besar)dapat berupa sesak napas, kesulitan menyusu, gagal tumbuh kembang pada bayi ataucepat capai saat aktivitas fisik pada anak yang lebih besar. Selanjutnya denganpemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang seperti elektro-kardiografi (EKG),rontgent dada dan echo-cardiografi, diagnosis ASD dapat ditegakkan.2,11Pada pemeriksaan radiologis, dapat ditemukan kardiomegli dengan pembesaranatrium kanan dan ventrikel kanan. Peningkatan aliran darah ke paru juga dapat terlihat.Untuk melihat defek secara dua dimensi dapat digunakan teknik ekokardiografi.2,11Penutupan defek secara spontan terjadi pada 40% kasus dalam 4 tahun pertamakehidupan, terutama tipe sekundum. Ukuran defek dapat mengecil pada sebagian pasien.Namun, beberapa laporan terkini menunjukkan penutupan defek ASD secara spontanterjadi hingga 87% kasus. Pada pasien dengan ASD < 3 mm yang ditegakkan pada usia3 bulan, akan menutup spontan 100% kasus pada usia 1,5 tahun. Penutupan spontanterjadi 80% kasus pada pasien dengan defek antara 3-8 mm sebelum usia 1,5 tahun.ASD dengan defek > 8 mm jarang menutap secara spontan.3Sebagian besar anak dengan ASD umumnya asimptomatik dan jarangberkembang menjadi CHF selama masa bayi. Pada defek besar yang tak ditangani, CHFdan hipertensi pulmonal dapat terjadi pada usia dewasa, yaitu pada dekade ke-3 dan ke-4. Dengan atau tanpa pembedahan, aritmia atrial dapat terjadi setelah pasien dewasa.Endokarditis infektif tidak terjadi pada pasien dengan ASD terisolasi.32.3.3 Patent Ductus Arteriosus (PDA)PDA terjadi pada 5-10% dari seluruh kelainan jantung kongenital, termasuk bayiprematur. Lebih sering terjadi pada perempuan dibanding laki-laki dengan perbandingan3:1. PDA merupakan masalah yang umum didapatkan pada bayi prematur.13

Gambar 4. Irisan melintang jantung dengan PDA 6

Pada PDA terdapat patensi struktur anatomi normal fetal, yaitu duktus arteriosusyang menghubungkan arteri pulmonalis kiri dengan aorta descenden, sekitar 5 10 mmke arah distal dari arteri subklavia kiri. Duktus umumnya berbentuk corong denganorificium yang lebih kecil yang bermuara pada arteri pulmonalis. Duktus dapat panjangatau pendek, lurus atau berlekuk (Gambar 6).3Pada pasien dengan PDA, dapat asimptomatik bila duktus kecil. Namun padashunt yang besar, PDA dapat menyebabkan infeksi saluran napas bawah, atelektasis, danCHF. Dari pemeriksaan fisik, dapat ditemukan:31. Takikardi dan dispnea pada anak-anak dengan shunt yang lebar. Bila disertaipenyakit obstruktif vaskular paru, RTLS melalui duktal dapat terjadi, memberikankeadaan sianosis hanya pada bagian bawah tubuh (differential cyanosis).2. Hiperaktif prekordial. Thrill sistolik dapat ditemukan pada LUSB (left upper Sternalborder = pertemuan antara ICS II kiri dan linea parasternal kiri). Terjadi peningkatantekanan sistolik, sedangkan tekanan diastolik cenderung rendah.3. Dapat ditemukan murmur kontinu (machinery murmur) dengan derajat 1-4/6 didaerah LUSB atau bagian kiri infraklavikular. Pada bayi yang kecil atau denganhipertensi pulmonal, dapat ditemukan bising sistolik kresendo di LUSB. Rumblingdiastolik apikal ditemukan pada PDA dengan shunt yang lebar.Pemeriksaan EKG pada PDA serupa dengan VSD. EKG yang normal ataudengan LVH dapat terlihat pada PDA moderat. Perbesaran kedua ventrikel dapat terlihatpada PDA yang besar. Bila telah terjadi hipertensi pulmonal, maka dapat ditemukanhipertrofi ventrikel kanan.3,13Dari pemeriksaan radiologis dapat ditemukan gambaran yang normal pada PDAdengan shunt kecil. Kardiomegali dengan berbagai derajat dapat ditemukan denganperbesaran atrial kiri, ventrikel kiri, dan aorta ascenden. Vaskularisasi paru terlihatbertambah. Pada pemeriksaan ekokardiografi, PDA dapat terlihat secara 2 dimensi didaerah parasternal atas. Dimensi atrial kiri dan ventrikel kiri juga dapat diprediksi, untukmenentukan besar kecilnya shunt. Semakin besar shunt, maka semakin besar pula derajatdilatasi kedua ruang jantung tersebut.13Berbeda dengan bayi prematur, penutupan PDA secara spontan jarang terjadipada bayi aterm. Hal ini karena PDA pada bayi aterm merupakan struktur anatomi yangabnormal pada otot polos duktal, dan hal ini berbeda dengan bayi prematur. CHF danatau pneumonia dapat berkembang bila shunt lebar. Penyakit obstruktif vaskular parudapat berkembang pada PDA yang besar dan disertai dengan hipertensi pulmonal.Komplikasi lainnya yang jarang adalah aneurisma pada PDA yang dapat ruptur.32.3.4 Endocardial Cushion Defect (ECD)Endocardial cushion defects (ECD) atau disebut juga atrioventricular septaldefects (AVSD) merupakan kelainan jantung bawaan yang mencakup kelainan septumatrial, septum ventrikel, dan satu atau kedua kelainan katup atrioventrikular.Endocardial cushion merupakan istilah yang menunjukkan area yang berada di bagiantengah jantung, yang dapat terjadi defek akibat perkembangan jaringan yang tidaksemestinya selama masa kehamilan.14,15Pada dasarnya, lempeng tengah dari endokardial yang menyusun sekat antarruang jantung dapat dibagi menjadi 4 bagian, yaitu superior (interatrial), inferior(interventrikel), lateral kiri (AV sinister), dan lateral kanan (AV dexter). ECD totalisditandai kegagalan fusi antara lempeng endokardial superior dan inferior, dan kemudiandiikuti terbentuknya celah antara daun katup mitral bagian anterior dan daun katuptrikuspid bagian anterior dan septal. Dengan demikian, akan terjadi 4 kelainan utamapada ECD totalis, yaitu defek septum atrial, defek septum ventrikel, insufisiensi katupmitral, dan trikuspid (Gambar 5).16

Gambar 5. Endocardial Cushion Defects 6Endocardial Cushion defects dapat diklasifikasikan menurut derajat beratringannyadefek, yaitu total dan parsial.16 ECD totalis lebih banyak terjadi sebagaibentuk kelainan penyerta dari sejumlah kelainan genetik, misalnya sindrom Down(hingga 17% kasus). ECD tipe ini tidak selalu memberikan gejala setelah anak lahir. Halini akibat ringannya regurgitasi mitral dan trikuspid yang terjadi, serta resistensivaskular paru yang masih tinggi di awal kehidupan Pada ECD parsial, terdapathubungan antara kedua atrial melalui defek primum, namun defek interventrikel relatifkecil. Pada katup atrioventrikular, kelainan tiap katup cenderung berdiri sendiri. Jadi,pada ECD parsial, terdapat defek septum atrial primum, defek septum ventrikel minor,celah pada daun katup mitral anterior, dan komisura daun katup trikuspid bagiananteroseptal. Bila kedua katup mengalami fusi, maka disebut ECD intermediet.16,17Pasien ECD juga dapat mengalami overload pulmonal, yang memicu terjadinyapenyakit vaskular pulmonal. Keadaan ini akan berkembang ke arah gagal jantungkongestif. Indikator prognostik pada ECD adalah seberapa luas defek yang ada danbentuk komplikasi yang terjadi selama penyakit berkembang secara progresif. Padapenyakit vaskular paru yang irreversibel, akan terjadi peningkatan tekanan vaskular paruyang menyebabkan terjadinya pirai dari kanan ke kiri (right-to-left shunt). 3,12Dari anamnesis, ECD dapat terjadi tanpa gejala. Pada kasus yang ekstrim, pasienECD dapat menunjukkan poor feeding, infeksi saluran napas atas yang kronis,pneumonia, dan kegagalan pertumbuhan. Mungkin pula dapat diperoleh keterangan dariibu mengenai anak yang sering menangis, sering berhenti saat makan, dan adanyapernapasan cuping hidung. Pada anak yang lebih besar, manifestasi ECD sudah lebihmengarah ke keadaan gagal jantung kongestif, dengan berkurangnya aktivitas danbermain, cepat lelah, sesak, dan edema.14Pada pemeriksaan ECD tipe parsial dengan atrial septal defects, dapatditemukan:14,161. Spliting luas pada suara jantung II tanpa variasi pernapasan2. Murmur ejeksi sistolik pada LUSB (Left Upper Sternal Border)3. Rumbling diastolik awal yang terdengar pada LLSB (Left Lower Sternal Border) danberkenaan dengan peningkatan aliran sirkulasi melalui katup trikuspid.4. Bising akibat insufisiensi mitral dapat ditemukan, namun tidak selalu ada.Temuan klinis pada ECD tipe totalis berhubungan dengan defek septum ventrikeldan insufisiensi katup, yaitu:14,161. Perkembangan fisik yang terhambat, hiperinflasi toraks, prekordium menonjol,Harrison grooves, sianosis ringan atau hilang timbul, dan stigmata sindroma Down(misalnya fisura palpebra obliqua, simian crease, lipatan epikantus dalam,protuberansia lidah yang membesar)2. Pulsus arteri dan vena jugularis water hammer pulse, dominan gelombang V padapulsus vena jugularis3. Palpitasi dan thrill prekordial (thrill sistolik), yaitu terabanya impuls pada ICS II danIII yang menunjukkan pelebaran aretri pulmonalis4. Pada auskultasi dapat ditemukan a) Suara jantung I yang terdengar keras, yangdisertai spliting menetap pada suara jantung II. b) Bising sistolik pada defek septumventrikel yang terdengar bersama bising sistolik pada insufisiensi mitral. c)Hipertensi pulmonal berkenaan dengan suara jantung II yang keras.Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis danmenyingkirkan diagnosis banding. Pemeriksaan penunjang untuk ECD dilakukanpemeriksaan laboratorium, radiologi, dan sejumlah prosedur lainnya seperti EKG danekokardiografi. Pemeriksaan hitung jumlah sel darah dapat dilakukan untuk mengetahuiadanya polisitemia pada ECD yang berpotensi menimbulkan sianosis. Pada gambaranradiologi, sering didapatkan perbesaran atrium dan ventrikel kanan. Arteri pulmonalutama biasanya tampak jelas dengan gambaran vaskularisasi yang meningkat. GambaranEKG yang spesifik untuk ECD dengan defek AV parsial adalah gambaran blok AVderajat I dan left axis deviation (LAD) yang terjadi akibat keterlambatan depolarisasifasikular. kelainan letak anatomis dari katup atrioventrikular kiri dan kanan dapatdiketahui melalui ekokardiografi.182.4 PJB Asianotik dengan Peningkatan Pressure LoadBentuk umum kelainan jantung kongenital dengan peningkatan pressure loadadalah akibat lesi yang bersifat obstruktif terhadap aliran darah normal. Kelainanobstruktif tersering berhubungan dengan outflow ventrikular, yaitu stenosis pulmonal,stenosis aorta, dan koarktasio aorta. Sebagian kecil kasus dan sangat jarang berkenaandengan inflow ventrikular, yaitu stenosis mitral, stenosis trikuspid, dan cor triatriatum.Obstruksi outflow ventrikel dapat terjadi di katup, di bawah katup, atau di atas katup.Selama obstruksi tidak berat, cardiac output tetap terpelihara baik dan gejala klinis gagaljantung sangat minimal atau bahkan tidak ada. Kompensasi untuk keadaan semacam inibiasanya berupa peningkatan ketebalan dinding jantung (hipertrofi), namun padakeadaan lanjut juga disertai dilatasi.5Gambaran klinis sangat bervariasi bergantung derajat obstruksi. Pada kasusberat, gejala klinis sudah tampak sejak periode neonatus. Bayi dapat mengalami situasikritis beberapa jam setelah lahir. Stenosis pulmonal berat pada periode neonatus (criticalPS) akan memperlihatkan gejala gagal jantung kanan (hepatomegali, edem perifer) dandapat terjadi right-to-left shunt melalui foramen ovale yang belum menutup, sehinggasianosis dapat terjadi kemudian. Stenosis aorta berat pada periode neonatus (Critical AS)akan menunjukkan gejala gagal jantung kiri (edem pulmonal, poor perfusion), dan dapatdisertai kolaps sirkulasi total secara progresif. Pada anak yang lebih besar, stenosispulmonal menunjukkan gejala gagal jantung kanan, namun tidak disertai sianosis karenatidak adanya defek yang menungkinkan terjadinya right-to-left shunt.5,19Koarktasio aorta biasanya tampak pada anak yang lebih besar dan dewasadengan hipertensi pada bagian atas tubuh dan denyut nadi yang berkurang padaekstremitas bawah. Pada periode neonatal, gejala koarktasio dapat terlambat karenamasih terdapatnya duktus arteriosus. Pada pasien ini, terbukanya duktus arteriosus akanmemungkinkan aliran darah yang melewati obstruksi secara parsial. Namun, bila duktusarteriosus menutup, maka seluruh aliran darah dari ventrikel kiri akan melalui bagianobstruksi, dan hal ini akan menimbulkan gejala klinis obstruktif.52.4.1 Stenosis Pulmonal (PS)Stenosis katup pulmonal kongenital merupakan kelainan jantung bawaan yangterjadi akibat obstruksi pada level katup pulmonal, sehingga aliran darah outflow dariventrikel kanan terhambat. Prevalensi kelainan ini adalah 8-12% dari seluruh kelainanjantung kongenital (Gambar 6). Stenosis pulmonal (PS) dapat terjadi di valvular,subvalvular (infundibular), atau supravalvular. Obstruksi yang terjadi melibatkan ruangventrikel kanan dengan abnormalitas muskular.3,20

Gambar 6. Stenosis katup pulmonal dibandingkan dengan jantung normal 6Pada PS valvular, katup pulmonal mengalami penebalan, dengan atau tanpa fusikomisura, dan orificium yang menyempit. Meskipun ventrikel kanan biasanya berukurannormal, hipoplastik pada bayi dengan PS kritis (mendekati atresia pulmonal) dapatterjadi. Displasia katup yang mencakup penebalan, iregularitas, jaringan immobile, dananulus katup pulmonal yang kecil, dapat terlihat pada sindrom Noonan. PS infundibularterisolasi sangat jarang, biasanya berhubungan dengan VSD yang lebar pada tetralogy ofFallot. PS supravalvular, disebut juga stenosis arteri pulmonal, biasanya terjadi padasindrom rubella dan sindrom Williams.3,10Dari anamnesis, anak dengan PS ringan sering tidak menunjukkan gejala samasekali. Dispnea dan mudah lelah dapat ditemukan pada pasien dengan kasus moderat danberat. Gagal jantung dengan nyeri dada dapat berkembang kemudian. Pada bayi denganPS kritis, umumnya menunjukkan gejala poor feeding, takipnea, dan dapat terjadisianosis.3,20Dari pemeriksaan fisik, dapat ditemukan:31. Sebagian besar pasien tidak menunjukkan sianosis dan perkembangan umumnyabaik. Sianosis dan takipnea hanya ditemukan pada bayi dengan PS kritis.2. Denyutan ventrikel kanan dan thrill sistolik dapat dirasakan pada LUSB atausuprasternal.3. Klik ejeksi sistolik terjadi pada stenosis valvular, dapat ditemukan pada LUSB.Spliting suara jantung II dapat lebar. Murmur sistolik tipe ejeksi dengan derajat 2-5/6paling jelas didengar di LUSB, yang dapat menjalar hingga ke punggung atas.Semakin keras dan panjang murmur, menunjukkan semakin berat stenosis.4. Hepatomegali terjadi bila kelainan berkembang ke arah gagal jantung kongestif235. Pada bayi dengan PS kritis, sianosis dapat terjadi (akibat RTLS), dan tanda CHFseperti hepatomegali dan vasokonstriksi perifer dapat ditemukan.Pada pemeriksaan EKG, dapat ditemukan tanpa kelainan, terutama pada kasusyang ringan. Gambaran deviasi aksis ke kanan (RAD) dan hipertrofi ventrikel kanan(RVH) dapat ditemukan pada PS moderat. Derajat RVH pada EKG berhubungan denganderajat keparahan PS. Hipertrofi atrial kanan dan ventrikel kanan terjadi pada PS berat.Neonatus dengan PS kritis menunjukkan gambaran hipertrofi ventrikel kiri akibathipoplasia ventrikel kanan dan dilatasi ventrikel kiri.3,20Dari gambaran rntgen, ukuran jantung dapat normal, namun arteri pulmonaltampak menonjol. Kardiomegali terjadi bila CHF berkembang. Vaskularisasi paru dapatnormal, namun dapat pula menurun pada PS yang berat. Gambaran ekokardiografi 2dimensi pada aksis parasternal dapat menunjukkan katup pulmonal yang menebaldengan restriksi sistolik. Ukuran anulus katup pulmonal dapat diperkirakan. Conusarteriosus biasanya berdilatasi.3Pada PS ringan, derajat stenosis tidak bertambah, namun pada PS moderat danberat, stenosis cenderung bertambah progresif seiring bertambahnya usia. Pada pasienini, CHF dan endokarditis infektif dapat terjadi. Kematian mendadak pada kasus yangberat dapat terjadi bila melakukan aktivitas fisik berat. Sebagian besar bayi dengan PSberat akan meninggal bila tidak ditangani sesuai prosedur.32.4.2 Stenosis Aorta (AS)Stenosis katup aorta adalah suatu penyempitan atau kekakuan pada katup aorta.Katup aorta adalah katup pada ventrikel kiri jantung yang akan membuka ketika darahakan masuk ke dalam aorta lalu diedarkan ke seluruh tubuh. Stenosis aorta terjadi pada3-6% dari seluruh pasien dengan kelainan jantung kongenital, dan terjadi lebih banyakpada laki-laki dengan perbandingan laki-laki:perempuan 4:1.3,21Stenosis dapat terjadi di area valvular (71%), subvalvular (23%), atausupravalvular (6%). Stenosis aorta valvular dapat terjadi pada katup bikuspid, katupunikuspid, atau stenosis trikuspid. Katup bikuspid dengan fusi komisura dan orificiumyang eksentrik merupakan kasus terbanyak dari stenosis katup aorta Stenosis aorta supravalvular terjadi akibat konstriksi anulus di atas level katup aortapada batas sinus Valsava. Seringkali, aorta ascenden mengalami hipoplasia, terutamaberkaitan dengan sindrom William. Pada stenosis aorta subvalvular terjadi penyempitandi bagian outflow ventrikel kiri.22Pada anak dengan stenosis aorta ringan hingga moderat, keluhan khas sering kalitidak ditemukan, namun intoleransi terhadap latihan fisik mungkin dapat terjadi. Padakasus dengan stenosis berat, dapat disertai adanya nyeri dada, mudah lelah, atau sinkop.Bayi dengan stenosis kritis akan berkembang menjadi CHF pada beberapa mingguhingga bulan pertama kehidupan.22Dari pemeriksaan fisik, dapat ditemukan:3,231. Seringkali pasien tidak didapatkan sianosis dan perkembangan relatif normal2. Tekanan darah normal pada sebagian besar pasien, namun denyut nadi yangmengecil dapat ditemukan pada stenosis aorta berat. Pasien dengan stenosis aortasupravalvular memiliki tekanan sistolik yang lebih tinggi di lengan kanan daripadalengan kiri.3. Thrill sistolik dapat dipalpasi di LUSB, suprasternal, atau di area arteri karotis.4. Klik ejeksi dapat didengar pada stenosis aorta valvular. Spliting suara jantung IIdapat menyempit atau paradoksal dengan derajat keparahan stenosis. Murmursistolik ejeksi dapat didengar di ICS II parasternal kanan atau kiri dengan derajat 2-4/6, dengan penjalaran ke apeks dan leher. Pada stenosis aorta bikuspidal danstenosis subvalvular, bising dekresendo diastolik awal dapat didengar.5. Wajah yang aneh (wajah elvin) dengan retardasi mental dapat berhubungan denganstenosis aorta supravalvular (misalnya pada sindrom Williams).6. Bayi dengan stenosis aorta kritis dapat berkembang ke arah gagal jantung kongestifakibat konstriksi. Gambaran klinis berupa sepsis berat dengan penurunan cardiacoutput. Bising jantug dapat hilang atau melemah, dan denyut nadi perifer lemah.Pada kasus yang ringan, gambaran EKG dapat normal, namun pada kasus yanglebih berat, dapat ditemukan gambaran LVH. Hubungan antara derajat keparahanstenosis aorta dan abnormalitas EKG tidak absolut. Pada pemeriksaan radiologis, ukuranjantung umumnya normal pada anak-anak, namun dilatasi aorta ascenden atau knobaorta dapat terlihat pada stenosis aorta valvular. Kardiomegali yang bermakna jarangdidapatkan hingga terjadi CHF. Pada bayi dengan stenosis aorta kritis, dapat terlihatgambaran kardiomegali dengan kongesti vena pulmonal. Dari pemeriksaanekokardiografi, dapat ditentukan ukuran dan tipe letak stenosis aorta, serta kompensasiyang terjadi berupa hipertrofi dan dilatasi.3,52.4.3 Koarktasio AortaKoarktasio aorta adalah kelainan aorta kongenital dengan penyempitan aortapada level insersi duktus arteriosus atau ligamentum arteriosum setelah regresi.Prevalensi koarktasio aorta adalah 8-10% dari seluruh kejadian kelainan jantungkongenital. Perbandingan laki-laki dan perempuan adalah 2:1, dan 30% kasus koarktasioaorta berhubungan dengan sindrom Turner.24Beberapa klasifikasi koarktasio aorta seperti preduktal, duktal, dan postduktal,atau tipe infantil dan tipe dewasa, kurang tepat. Pada kenyataannya koarktasio aortahampir selalu terjadi pada posisi jukstaduktal (bukan preduktal maupun postduktal)(Gambar 7). Pada koarktasio aorta, aorta descenden menyuplai darah dari jantungkanan melalui duktus arteriosus selama kehidupan fetal. Beberapa defek kongenitaljantung lainnya seperti hipoplasia aorta, VSD, PDA, dan anomali katup dapat menyertaikoarktasio aorta. Semua defek tersebut menyebabkan penurunan aliran darah melaluiaorta. Apabila defek penyerta ini tidak ada, maka akan terjadi gagal jantung kiri akibatpressure load yang diterima jantung kiri cukup besar, dan akan segera memberikangejala pada awal-awal kehidupan.3,24

Gambar 7. Koarktasio aorta 6Pada pasien dengan koarktasio aorta, dapat ditemukan poor feeding, dispnea, danberat badan yang rendah, yang menunjukkan telah terjadinya syok sirkulasi akut yangberkembang selama 6 minggu pertama kehidupan. Dari pemeriksaan fisik dapatditemukan:5,251. Pasien dengan koarktasio aorta dapat disertai pucat dan distress respirasi dalamberbagai derajat. Oliguria atau anuria, syok sirkulasi umum, dan asidemia berat jugadapat terjadi. Sianosis dapat terjadi hanya pada setengah bawah tubuh akibat RTLSvia duktal.2. Pulsus nadi perifer dapat melemah dan menunjukkan tanda CHF. Tekanan darahmenunjukkan perbedaan antara ekstremitas atas dan bawah.3. Suara jantung II terdengar tunggal dan keras. Gallop S 3 dapat terjadi. Tidak terdapatbising jantung pada 50% kasus, yang merupakan bentuk koarktasio aorta terisolasi.Namun, dapat pula disertai bising jantung di daerah prekordial, terutama bilaterdapat defek penyerta.Dari gambaran EKG, dapat ditemukan aksis QRS yang normal atau mengalamideviasi ke kanan, dengan RVH atau right bundle branch block (RBBB). LVH jarangditemukan, kecuali pada anak yang lebih besar. Dari gambaran radiologi, tampak adanyakardiomegali dan edem pulmonal atau kongesti vena pulmonal. Dari ekokardiografi danDoppler, dapat ditentukan derajat penyempitan aorta beserta kompensasi jantungterhadap perjalanan penyakit. Dapat pula ditemukan defek kongenital penyerta lainnya.Sekitar 20-30% dari seluruh pasien dengan koarktasio aorta mengalami CHFpada 3 bulan pertama kehidupan. Pada kasus yang terlambat dideteksi atau ditangani,kematian lebih sering akibat CHF dan gagal ginjal.32.5 Penatalaksanaan PJB AsianotikPenatalaksanaan PJB asianotik secara garis besar adalah penanganan umum,medikamentosa, dan koreksi bedah. Bayi yang telah dilakukan pemeriksaan foto toraks,ekokardiografi, dan katetrisasi jantung (yang dilakukan dengan memasukan pipa kecil kedalam pembuluh darah dan jantung untuk melihat anatomi dan tekanan jantung) dapatditentukan tindakan yang tepat. Medikasi dilakukan untuk mengatasi kegagalan jantungkongestif dan hipertensi pulmonal, serta pencegahan infeksi. Digoksin, misalnya,diberikan untuk memperkuat fungsi pompa jantung, dan diuretik diberikan untukmenurunkan kelebihan cairan dalam sirkulasi, sehingga akan menurunkan beban tekananjantung. Namun, pada beberapa kasus obstruktif aorta (misalnya stenosis katup aorta dankoarktasio aorta), pemberian diuretik masih kontroversial karena dapat semakinmenurunkan tekanan darah yang rendah pada bagian tubuh bawah.2,9,15Bayi dengan PJB asianotik tidak perlu dilakukan pembedahan, selama gejalayang ada minimal dan tidak progresif ke arah kegagalan jantung. Selain itu, terapi bedahjuga sukar dilakukan karena masalah anatomi dan fungsional jantung-paru yang masihbelum matur. Beberapa cara bedah yang lazim dilakukan pada PJB asianotik denganshunt LTRS adalah dengan menutup lubang defek pada dinding atrial dan ventrikel.Pada PDA dilakukan dengan ligasi duktus arteriosus. Pada kelainan obstruktif katuppulmonal dan aorta, koreksi bedah dilakukan dengan valvuloplasti atau valvotomi. Padakoarktasio aorta, koreksi dapat dilakukan dengan angioplasti atau reseksi danreanastomosis aorta. Beberapa kasus dengan komplikasi yang sangat berat, transplantasijantung-paru merupakan pilihan terakhir yang paling baik.3,5,15,18Individu dengan ECD akan memerlukan pemberian antibiotik bila mendapatperawatan gigi, karena bakteri yang ada dimulut akan masuk ke sirkulasi dan mudahuntuk menginfeksi struktur jantung yang mengalami defek, sehingga terjadiendokarditis. Perlu pengamatan secara cermat dan rutin oleh kardiolog untukmemonitoring secara kontinyu dan mendeteksi secara cepat bila terjadi komplikasi atausejumlah kondisi penting lain.3,5,152.5.1 Penanganan UmumPada PJB asianotik sedang hingga berat, anak akan menjadi mudah lelah bilamakan, sehingga akan menyebabkan kurangnya asupan makanan. Selanjutnya,pertumbuhan fisik juga terganggu. Langkah-langkah yang perlu dipertimbangkan padakeadaan demikian, yang dapat menjamin agar anak mendapat nutrisi yang adekuatadalah pemberian susu ASI atau susu formula tinggi kalori. Suplementasi nutrisi dengancara ini bertujuan menambah asupan kalori untuk mencukup kebutuhan kalori anak, dandengan demikian akan menambah berat badan anak.3Pemberian makanan dengan pipa NGT (Nasogastric tube) atau OGT (Orogastrictube) dilakukan bila asupan dengan cara umum tidak dapat atau sukar dilakukan. Hal inipenting, mengingat sebagian besar pasien dengan kelainan jantung kongenital memilikimasalah dalam makan. Makanan yang telah halus dimasukkan melalui pipa, ke dalamlambung. Pada kasus PJB dengan gagal jantung, asupan makanan harus rendah air dangaram. Aktivitas anak harus dikurangi dan pemberian makanan dapat dilakukan selamaistirahat.5Mengingat anak dengan PJB asianotik rentan terjadi endokardirditis bakterial,maka pencegahan infeksi harus dilakukan sebaik-baiknya. Endokarditis bakterialseringkali bersumber dari mulut, sehingga pemberian antibiotik profilaksis sebelummelakukan berbagai prosedur dental dapat dibenarkan untuk mencegah endokarditisbakterial yang cenderung fatal.32.5.2 Terapi Konservatif (Medikamentosa)Penanganan konservatif umumnya dilakukan untuk mengurangi ataumenghilangkan gejala gagal jantung kongestif hingga koreksi bedah memungkinkanuntuk dilakukan. Tujuan terapi medikamentosa juga untuk menghindari berkembangnyapenyakit obstruksi vaskular paru atau semakin berkembangnya gagal jantung kongestif.Bila ternyata gagal jantung dan keadaan yang berkaitan dengan masalah paru tetapterjadi, pemberian diuretik dan digoksin merupakan indikasi.3,14Digitalis dan diuretik diberikan untuk mengatur overload cairan yang seringmenyertai CHF, hingga terapi bedah paliatif atau koreksi dilakukan. Diuretik yang dapatdiberikan adalah furosemid. Furosemid berfungsi meningkatkan ekskresi cairan melaluisistem chloride-binding co-transport, yang menghambat reabsorbsi natrium dan kloridapada ansa Henle bagian distal dan tubulus renalis distal. Dosis yang dianjurkan untukneonatus adalah 0,5 1 mg/KgBB/hari secara oral atau intravena, diberikan dalam 1hingga 3 kali sehari. Dosis harian tidak boleh melebihi 6 mg/KgBB per oral atau 2mg/KgBB intravena. Pada bayi dan anak-anak, dosis yang diberikan adalah 0,5 2mg/KgBB/hari, diberikan per oral atau intravena dalam 2 4 kali pemberian. Pemberiantidak boleh melebihi 6 mg/KgBB/hari. Pemberian secara infus dapat dilakukan dengandosis 0,05 mg/KgBB/hari yang dititrasi hingga mencapai efek optimal.3,14,15Selain diuretik, pasien dengan PJB asianotik yang berat dengan progresivitaspenyakit ke arah gagal jantung, dapat diberikan agen inotropik, seperti digitalis, yangbertujuan memperkuat kontraksi miokardial. Digitalis memiliki kerja pada otot jantungdengan cara meningkatkan kontraksi sistolik miokardial. Aksi ini secara tidak langsungakan memberikan mekanisme umpan balik terhadap sistem simpatis yang selanjutnyaakan meningkatkan tekanan rata-rata arterial. Dosis yang dianjurkan pada anak adalah0,25 mg/KgBB/ hari diberikan dalam 4 dosis setiap 6 jam. Pada bayi prematur, dosismaksimum adalah 20 g/KgBB/hari peroral. Pada anak-anak, dosis pemeliharaan yangdianjurkan adalah 8 12 g/KgBB/hari dibagi dua dosis.5,15Pemberian angiotensin-converting enzyme inhibitor (ACEI), seperti kaptopril,dapat dipertimbangkan untuk menurunkan preload dan afterload. Kaptoprilmenghambat konversi angiotensin I menjadi angiotensin II yang berpotensi sebagai agenvasokonstriktor. Dosis kaptopril untuk neonatus adalah 0,05-0,1 mg/KgBB/dosis,diberikan 1-4 kali per hari. Dosis dapat dititrasi hingga 0,5mg/KgBB/dosis bila perlu.Untuk bayi, dosis yang dianjurkan adalah 0,15-0,3 mg/KgBB/dosis tiap 6-24 jam. Dosismaksimum 6 mg/KgBB/hari dibagi 2-4 dosis. Untuk anak yang lebih besar, dosiskaptopril adalah 0,3-0,5 mg/KgBB/dosis dalam 1-4 kali pemberian. Dosis maksimum 6mg/KgBB/hari dibagi 2-4 dosis.16Pada kasus PDA, terdapat keterkaitan antara produksi prostaglandin yangkontinu, sehingga duktus arteriosus terlambat atau tidak menutup. Pada sebagian besarpasien, pemberian inhibitor prostaglandin cukup bermakna dalam mengatasi PDA,terutama pada pasien prematur. Inhibitor prostaglandin yang dapat diberikan adalahindometasin, dengan dosis 0,1 mg/Kg IV setiap 12 jam dalam 3 dosis untuk bayi < 48jam. Pada bayi usia 2-7 hari dosisnya 0,2 mg/Kg iv/12 jam dibagi 3 dosis. Untuk bayi >7 hari diberikan dosis 0,25 mg/Kg iv/12 jam dalam 3 dosis.13Berbeda dengan PDA, pada koarktasio aorta yang disertai defek kongenital lain,pemberian prostaglandin-E justru direkomendasikan untuk mempertahankan defekpenyerta. Dengan adanya defek penyerta ini (paling banyak adalah duktus arteriosus),maka akan menekan laju progresivitas gagal jantung, sebelum dilakukan bedah koreksi.Dosis prostaglandin-E yang diberikan adalah 0,05-0,15 mcg/Kg/min intravena untukmembuka duktus, kemudian dosis diturunkan secara bertahap sampai 0,02-0,05mcg/Kg/min.24

2.5.3 Terapi Bedah dan penanganan paska-bedahAnak dengan kelainan jantung bawaan asianotik tidak diindikasikan untukdilakukan bedah koreksi selama tidak terdapat gejala atau tidak mengganggu tumbuhkembang anak. Koreksi bedah dilakukan terutama pada kelainan sedang hingga berat,yang tidak mungkin mengalami perbaikan klinis hanya dengan penanganan konservatif.Selain PJB asianotik yang kritis, seluruh prosedur pembedahan dilakukan elektif denganmemperbaiki keadaan umum penderita terlebih dahulu, dengan tujuan outcome yangdihasilkan paska-operasi tidak menimbulkan risiko yang lebih besar. Pada keadaan yangkritis, yang merupakan keadaan emergensi untuk perbaikan segera, maka tindakan bedahharus dilakukan sedini mungkin.3Mengingat prosedur atau teknik pembedahan untuk tiap kelainan memilikiperbedaan, yang meliputi indikasi, waktu, teknik prosedur, mortalitas, komplikasi, danpenanganan paska bedah, maka akan dibahas satu persatu sebagai berikut:a. VSD 3,5,7,8Bayi kecil dengan defek VSD yang besar dan mengarah ke gagal jantungkongestif dan retardasi mental, maka ditangani terlebih dahulu dengan pemberiandigoksin dan diuretik. Bila kegagalan pertumbuhan tidak membaik dengan terapi medis,VSD harus ditutup pada 6 bulan pertama kehidupan. Pembedahan harus ditunda padabayi yang memberikan respons terhadap pengobatan medik.Setelah berusia 1 tahun, LTRS yang signifikan dengan perbandingan pulmonal:sistemik 2:1 merupakan indikasi pembedahan, tanpa melihat seberapa besar tekanan di arteri pulmonal. Bayi dengan tanda-tanda hipertensi pulmonal, namun tidak terdapat CHF atau gagal tumbuh, maka harus dikateterisasi jantung pada usia 6 hingga 12 bulan. Pembedahan dilakukan setelah kateterisasi jantung dilakukan. Pada bayi dengan VSD yang besar dan terdapat tanda-tanda peningkatan resistensi vaskular paru harus dioperasi sesegera mungkin.Bayi dengan VSD yang kecil dan selama 6 bulan pertama tidak menunjukkan tanda CHF atau hipertensi pulmonal tidak indikasi untuk bedah, atau pada keadaan LTRS dengan perbandingan P:S < 1,5:1. Kontraindikasi pembedahan untuk VSD adalah bila terdapat penyakit obstruksi vaskular pulmonal dengan rasio resistensi 0,5 atau dengan RTLS (sindrom Eisenmenger). Prosedur pembedahan dilakukan dengan menutup langsung defek dengan bypass kardiopulmonar. Dilakukan pendekatan atrial untuk melakukan ventrikulotomi kanan.Teknik ini dilakukan dengan minimal invasif dan insisi kulit yang kecil, untuk kepentingan kosmetik. Angka mortalitas pembedahan adalah 2-5% pada umur 6 bulan. Mortalitas yanglebih tinggi didapatkan pada anak yang berusia kurang dari 2 bulan, atau dengan defek penyerta lain, atau dengan VSD multipel. Komplikasi paska bedah RBBB (Right bundle branch block), terutama pada pasien yang dilakukan perbaikan dengan ventrikulotomi kanan. RBBB dan LAH (left anterior hemiblock), yang terjadi pada < 10% kasus, masih merupakan kontroversial penyebab kematian mendadak. Blok jantung komplit terjadi pada < 5% pasien. Sisa Shunt residual didapatkan pada 20% pasien. Pemantauan paskaoperatif meliputi pemeriksaan rutin yang terjadwal setiap 1-2 tahun. Aktivitas harus dikurangi untuk menekan risiko komplikasi operasi. Pemberian profilaksis endokarditis bakterial harus dihentikan 6 bulan setelah pembedahan dilakukan, kecuali bila ternyata masih terdapat shunt residual. Pasien dengan riwayat blok jantung sepintas paska-operasi, dengan atau tanpa pacemaker harus melakukan pemeriksaan rutin jangka panjang.b. ASD 2,3,5,11Indikasi penutupan defek, yaitu bila LTRS dengan rasio p/s 1,5:1. Beberapa ahlimempertimbangkan defek dengan pirai yang kecil merupakan indikasi untuk dilakukanpenutupan defek, karena risiko paradoksikal embolisasi dan kejadian serebrovaskular.Resistensi vaskular paru yang tinggi (>10 unit/m2 atau > 7 unit/m2 dengan vasodilator)merupakan kontraindikasi pembedahan. Koreksi bedah umumnya dilakukan hingga pasien berusia 3-4 tahun, karena kemungkinan penutupan spontan masih terjadi hingga usia tersebut. Namun, pembedahan dilakukan selama masa bayi bila CHF tidak merespon terhadap pengobatan konvensional atau bila oksigen dan terapi medis lain diperlukan untuk bayi dengan displasia bronkopulmonar. Prosedur bedah untuk ASD dengan insisi midsternal dengan bypass kardiopulmonar. Saat ini, dilakukan teknik bedah minimal invasif dengan insisi kulit yang lebih kecil, terutama pada pasien perempuan. Untuk ASD, salah satu teknik atau modifikasinya yang sering digunakan adalah: insisi pendek transxiphoid midline denganthorakotomi posterior kanan, insisi transversal inframammari dengan sternotomitransversal atau vertikal, atau dengan insisi midline bawah minimal dengan sternotomimedian. Keuntungan teknik-teknik tersebut adalah menekan risiko nyeri paskaoperasi,memperpendek masa rawat inap, menurunkan stress operatif, dan untuk kosmetik.Risiko kematian operasi koreksi ASD kurang dari 1%, dan risiko lebih besardidapatkan pada bayi yang lebih kecil dan dengan resistensi vaskular paru yangmeningkat. Kejadian serebrovaskular dan aritmia paska-operasi dapat terjadi segerasetelah operasi dilakukan. Beberapa hal yang harus dipantau paska-operatif adalahdengan foto rontgen atau ekokardiografi untuk melihat kardiomegali dan pembesaranventrikel kanan, selain melihat luasnya splitting S2, yang seringkali masih didapatkanhingga 1 atau 2 tahun paskaoperasi. Aritmia atrial atau nodal terjadi 7-20% pasien ASDpaskaoperasi. Sindrom sinus sakit dapat ditemukan pada postoperasi ASD dengan defeksinus venosus, sehingga perlu dipertimbangkan terapi pacemaker.c. PDA 3,5,13Setelah diagnosis PDA ditegakkan, tanpa melihat ukuran PDA, bedah merupakanindikasi. Bila terdapat penyakit obstruktif vaskular paru, maka kontraindikasi untukdilakukan koreksi bedah. Prosedur bedah pada PDA umumnya dilakukan antara 6 bulanhingga 2 tahun atau bila diagnosis ditegakkan pada anak yang lebih besar. Pada bayiPDA dengan CHF, hipertensi pulmonal, atau pneumonia berulang, koreksi bedahdilakukan sebagai pilihan utama. Penanganan PDA pada bayi prematur lebih bersifatkonsvensional dengan pemberian inhibitor prostaglandin.Prosedur bedah untuk PDA adalah dengan ligasi dan pemisahan melaluitorakotomi posterolateral kiri tanpa bypass kardiopulmonar. Akhir-akhir ini, dilaporkanperbaikan PDA dengan insisi yang minimal dan menggunakan guide videothorakoskopi. Kematian terkait bedah koreksi < 1%. Komplikasi paskaoperasi sangatjarang. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain cedera nervus laringeal rekuren, nervusfrenikus kiri, atau duktus thoracic. Rekanalisasi atau reopening duktus dapat terjadi,meskipun jarang, yaitu bila dilakukan ligasi tanpa pemisahan.Pemantauan paskaoperasi tidak perlu dilakukan secara rutin selama komplikasibedah tidak ditemukan. Aktivitas fisik tidak perlu dikurangi bila tidak terdapat hipertensipulmonal yang persisten. Pemberian antibiotik profilaksis untuk pencegahanendokarditis bakterial harus dihentikan 6 bulan paskaoperasi.d. ECD 14-17Anak dengan ECD parsial yang disertai dengan sejumlah gejala yang mengarahke gagal jantung dapat dilakukan koreksi bedah. Tindakan ini termasuk valvuloplastimitral dan penutupan defek septal. Pasien ECD yang asimptomatik dengan defek ostiumprimum dapat dilakukan bedah elektif hingga setelah masa kanak-kanak.Pasien dengan ECD totalis yang tidak memiliki hubungan sirkulasi ventrikelkanan, umumnya memiliki tekanan arteri pulmonal yang mendekati tekanan arterisistemik. Pasien ini akan mengalami kelainan vaskular paru setelah satu tahun pertamakehidupan dan biasanya memerlukan tindakan koreksi bedah pada masa anak-anak.Sebelumnya, penderita ECD yang dirawat dengan cara pengikatan arteripulmonal selama masa anak-anak bertujuan melindungi pembuluh darah pulmonal darialiran darah yang berlebihan dan mengurangi risiko berkembangnya penyakit vaskularpulmonal di kemudian hari. Pasien ini memerlukan koreksi bedah setidaknya pada usia 3hingga 4 tahun. Bila pada kasus ECD disertai adanya kelainan vaskular pulmonal yangberat, maka koreksi bedah merupakan kontraindikasi, dan penderita tersebut lebihdiutamakan untuk dilakukan transplantasi jantung-paru.Proses penyembuhan paska-bedah memerlukan 5 hingga 10 hari rawat inap, yangbergantung pada kondisi awal pembedahan dan sifat tindakan operasi (bedah paliatifatau bedah koreksi). Pada bedah paliatif, misalnya pengikatan arteri pulmonal, kondisiprabedah haru tetap tetap dijaga, agar kondisi paska-bedah tidak menimbulkan masalah.Pada ECD dengan koreksi total jantung, proses perbaikan klinis mungkin tidak dapatdikembalikan sebagaimana keadaan normal.Observasi secara kontinu oleh seorang kardiolog anak diperlukan pada pasienECD paska-bedah, misalnya dengan melakukan pemeriksaan ekokardiografi dalamrangka menilai integritas katup atrioventrikular setelah rekonstruksi. Hal ini pentingkarena katup atrioventrikular rentan mengalami insufisiensi selama anak tumbuhdewasa. Pengamatan yang rutin bertujuan untuk menentukan tindakan lanjutan segera,bila ternyata komplikasi paska-bedah atau insufisiensi katup terjadi.e. Stenosis Pulmonal (PS) 3,5,20Indikasi koreksi bedah pada stenosis pulmonal kongenital, yaitu:1. Anak dengan PS valvular dan tekanan ventrikel kanan = 80 mmHg dan tidakberhasil dengan valvuloplasti balon memerlukan pembedahan elektif2. Tipe obstruktif lain (misalnya stenosis infundibular, anomali serat otot ventrikelkanan) dengan perbedaan tekanan bermakna juga memerlukan pembedahanelektif3. Bila valvuloplasti balon tidak berhasil atau tidak tersedia, anak dengan PS kritisdan CHF harus dilakukan cito operasi.Prosedur pembedahan pada PS, yaitu:1. Melalui insisi midsternal, valvotomi pulmonal dilakukan untuk mengatasistenosis katup pulmonal dengan bypass kardiopulmonal. Naonatus dengan PSkritis memerlukan valvotomi transventrikular dan atau insersi transanular disertaiinfus prostaglandin E1. Bila terdapat hipoplasia infundibular berat, dilakukanshunt Gore-Tex kiri (Systemic-to-PA shunt). Bedah invasif minimal dengantorakotomi posterior kanan telah dilaporkan pada stenosis katup pulmonal.2. Displasia katup biasanya memerlukan eksisi katup secara komplit3. Anomali serabut otot memerlukan reseksi pembedahan4. Stenosis PA memerlukan pelebaran porsio yang menyempit5. Stenosis infundibular memerlukan reseksi otot infundibulum dan perluasantraktus outflow ventrikel kanan.Mortalitas operasi PA adalah 30 mmHg), karena secaraalamiah kelainan akan berjalan progresif.Prosedur pembedahan untuk stenosis aorta, antara lain:1. Valvotomi aorta tertutup, menggunakan dilator terkalibrasi atau kateterisasibalon tanpa bypass kardiopulmonar, dilakukan pada bayi sakit. Prosedur inimemiliki tingkat mortalitas surgikal yang rendah.2. Neonatus dengan anulus aorta kecil (dan aorta ascenden kecil) anulus mitral yangkecil, ruang ventrikel kiri yang kecil, dan regurgitasi mitral akibat infark ototpapillaris memiliki prognosis yang buruk.3. Prosedur operasi umumnya dilakukan dengan bypass kardiopulmonar denganpenghentian sirkulasi total dan deep hypothermia:- Komisurotomi katup aorta. Komisura yang berfusi dipisahkan dengan pisausejauh 1 mm dari dinding aorta.- Penggantian katup aorta diperlukan pada kasus unikuspid atau displasia katupberat, misalnya dengan prosthetik katup, allograft katup, atau autograft katuppulmonal (Ross procedure)- Bila kelainan disertai obstruksi traktus outflow ventrikel kiri, maka dilakukanpelebaran anulus atau aortoventriculoplasty (operasi Konno).Angka mortalitas pembedahan pada bayi dan anak yang masih kecil padastenosis aorta valvular adalah 15-20%. Neonatus sakit dengan status umum yang jelekpreoperatif memiliki mortalitas yang tinggi, yaitu 40%. Kematian pada anak yang lebihbesar adalah 1-2%. Kematian pada stenosis subvalvular dan supravalvular terpisah < 1%kasus. Komplikasi yang tersering paska valvotomi aorta adalah regurgitasi aorta.Pemantauan paskaoperasi adalah dengan pemeriksaan EKG dan foto toraks bilaperlu. Gradien tekanan dapat bertambah kembali setelah 5-10 tahun setelah valvotomi,terutama pada anak yang dilakukan valvotomi selama periode neonatal atau infant.Sekitar 25% pasien memerlukan katup buatan setelah 15-20 tahun setelah pembedahankatup AS. Pada 10-30% pasien, regurgitasi aorta dapat terjadi setelah valvotomi atauprosedur balloning. Profilaksis endokarditis bakterial diberikan setelah operasidilakukan. Insidensi endokarditis tidak berkurang dengan operasi katup. Antikoagulandapat diberikan setelah pemasangan katup prosthetik.g. Koarktasio Aorta 3,5,24,25Terapi koreksi bedah pada koarktasio aorta bergantung pada klinis simptomatikatau asimptomatik penyakit. Pada dasarnya kelainan ini dikoreksi setelah diagnosisditegakkan. Indikasi dan timing operasi pada kelainan ini, yaitu:- Pada koarktasio asimptomatik dengan hipertensi pada ekstremitas atas atau gradiensistolik lebih besar dari 20 mmHg antara lengan dan tungkai. Dilakukan pada usia 2-4 tahun. Pada anak yang lebih besar, operasi dilakukan segera. Bila terdapathipertensi yang berat, CHF, atau kardiomegali, pembedahan dilakukan pada usiayang lebih awal. Anak dengan kelainan ringan dilakukan pembedahan bila gradienbertambah dengan latihan fisik.- Pada Koarktasio aorta simptomatik dengan CHF atau syok sirkulasi pada awalkehidupan, pembedahan dilakukan sesegera mungkin. Pemberian terapi medikdengan periode singkat sebelum pembedahan dilakukan memberikan outcome yangbaik. Bila koarktasio aorta disertai VSD yang lebar, maka kedua defek dapatdiperbaiki bersamaan, atau hanya koarktasio saja yang diperbaiki sementara VSDditangani secara medis bila tidak terdapat CHF, atau VSD diperbaiki beberapa hariatau minggu setelah operasi koarktasio dilakukan.Prosedur pembedahan pada koarktasio asimptomatik adalah dengan reseksisegmen dan reanastomosis end-to-end. Aortoplasti arteri subklavia atau graft sirkulardapat pula dilakukan. Pada koarktasio simptomatik, selain kedua teknik tersebut, dapatpula dilakukan tambalan aortoplasti menggunakan Dakron yang diinsersikan disepanjang diameter lumen. Pada kasus berat, dapat dilakukan insersi antara aortaascenden dan descenden.Mortalitas pembedahan koarktasio aorta asimptomatik adalah < 1%, sedangkankoarktasio simptomatik < 5%, dan bila operasi dilakukan bersamaan dengan penutupandefek VSD, maka mortalitas dapat mencapai 10%. Komplikasi yang dapat terjadi antaralain gagal ginjal postoperatif, obstruktif residual atau rekoarktasio yang terjadi 6-33%kasus. Dapat pula terjadi iskemia khorda spinalis yang menyebabkan paraplegia.Pemantauan paskaoperasi dilakukan secara rutin setiap 6-12 bulan. Profilaksisbakterial endokarditis dapat dilanjutkan karena berhubungan dengan koarktasio residual.Angioplasti balon dapat dilakukan bila terjadi rekoarktasio. Perlu pula dilakukanpengawasan kemungkinan terjadinya hipertensi pada pasien.

DAFTAR PUSTAKA1. Rahayoe AU. Penanganan medis pada penyakit jantung bawaan. (Available atwww.indonesiaindonesia.com, diakses tanggal 12 Oktober 2012)2. Widyantoro B. Penyakit Jantung Bawaan: Haruskah selalu berakhir di ujung pisaubedah?.inovasi online 2006:6;18. (Available at www.inovasionline.org, diaksestanggal12 Oktober 2012 )3. Park MK, George R, Troxler Mph. Specific Congenital Heart Defects in PediatricCardiology for Practiitoners 4th edition. Mosby Inc, Missouri, 20024. Affandi M. Penyakit Jantung Bawaan: Apa yang harus dilakukan?. Cermin DuniaKedokteran 1993;31(11):11-85. Bernstein D. The Cardiovascular System: Section 3 Congenital Heart Diseases inNelson Textbook of Pediatrics,16th edition. Editor: Behrman RE, Kliegman RM,Jenson HB. W,B Saounder Company, 20006. Hill M. UNSW Embryology: Cardiovascular Development Abnormalities.2008(Available at www.UNSW.com, diakses tanggal 13 Oktober 2012)7. Ramaswamy P, Anbumani P, Srinivasan K, Natesan V, Srinivasan S. VentricularSeptal Defect, General Concepts. Emergency Medicine Textbook. Editor: Towbin J,Windle ML, Allen HD, Herzberg G, Berger S. 2006 (Available atwww.eMedicine.com, diakses tanggal 13 Oktober 2012)8. Singh VN, Sharma RK, Reddy HK. Ventricular Septal Defect. Emergency MedicineTextbook. Editor: Pearlman JD, Coombs BD, Newell JD, Krasny RM, Lin EC, 2008(Available at www.eMedicine.com, diakses tanggal 13 Oktober 2012)9. Ontoseno, Teddy. Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Jaantung Bawaan Kritis padaNeonatus. Divisi Kardiologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak, FK Unair/RSUD Dr.Soetomo, Surabaya, 200410. Oemar H. VSD dan Stenosis Pulmonal.2008 (Available at www.jantunghipertensi.com, diakses tanggal 13 Oktober 2012)11. Carr MR, King BR. Atrial Septal Defect, General Concepts. Emergency MedicineTextbook. Editor: Seib PM, Windle ML, Chin AJ, Herzberg G, Neish SR. 2008(Available at www.eMedicine.com, diakses tanggal 12 Oktober 2012)12. Warnes CA, Fuster V, Driscoll DJ, McGoon DC: Atrial septal defect. In: MayoClinic Practice of Cardiology, 3rd edition, E. R. Giuliani, B. J. Gersh, M.D.McGoon, D. L. Hayes, H. V. Schaff (eds.), Mosby, St. Louis, 1996.13. Neish SR. Patent Ductus Arteriosus. Emergency Medicine Textbook. Editor:Johnsrude C, Windle ML, Allen HD, Herzberg G, Berger S. 2006 (Available atwww.eMedicine.com, diakses tanggal 12 Oktober 2012)14. Mancini MC, Hanley HG. Endocadial Cushion Defects. Editor: Wilis PW, TalaveraF, Sheridan FM, Suleman A, Zevitz ME. Emergency Medicine Textbook. May 242006 (Available at www.eMedicine.com, diakses tanggal 12 Oktober 2012)15. Lindeke LL. Endocardial cushion defects. Minnesota Department of Health FactSheet. Nov 2005 (available at www.health.state.mn.us/mcshn, diakses tanggal 12 Oktober 2012)16. McConnell M, Scheitler J. Atrioventricular Septal Defect, Complete. Editor: SeibPM, Windle ML, Chin AJ, Herzberg G, Neish S. Emergency Medicine Textbook.Oct 3, 2007 (Available at www.eMedicine.com, diakses tanggal 13 Oktober 2012)17. Cooper RS. Endocardial cushion defects: embryology, anatomy andpathophysiology. Adv Cardiol. 2004;41:118-2618. Cohen MS, Spray TL. Surgical management of unbalanced atrioventricular canaldefect. Semin Thorac Cardiovasc Surg Pediatr Card Surg Annu. 2005;135-4419. Widlitz A, Barst RJ. Pulmonary arterial hypertension in children. Eur Respir J2003;21:155-7620. Rao PS, Pflieger K. Pulmonary Stenosis, Valvar. Emergency Medicine Textbook.Editor: Towbin J, Windle ML, Moore JW, Herzberg G, Berger S. 2006 (Available atwww.eMedicine.com, diakses tanggal 12 Oktober 2012)21. Mahoney LT, Skorton DJ. Congenital Heart Disease: Acyanotic disorder-valvularlesion. ACP Medicine Online, 2002.22. Talano JV, Melek BH. Aortic Stenosis. Emergency Medicine Textbook. Editor:Forker AD, Talavera F, Compton SJ, Suleman A, Lange RA. 2007 (Available atwww.eMedicine.com, diakses tanggal 12 Oktober 2012)23. Balentine J, Eisen A. Aortic Stenosis. Emergency Medicine Textbook. Editor:Bessman E, Talavera F, Setnik G, Halamka JD, Adler J. 2007 (Available atwww.eMedicine.com, diakses tanggal 12 Oktober 2012)24. Rao PS, Seib PM. Coarctation of the Aorta. Emergency Medicine Textbook. Editor:Alejos JC, Windle ML, Stewart JM, Herzberg G, Neish SR. 2006 (Available atwww.eMedicine.com, diakses tanggal 13 Oktober 2012)25. Koutlas TC, Maziarz DM, Reade CC. Coarctation of the Aorta and Interupted AorticArch: Surgical Perspective. Emergency Medicine Textbook. Editor: Schwart DS,Windle ML, Mancini MC, Raunch D, Kupferschmid J. 2006 (Available atwww.eMedicine.com, diakses tanggal 12 Oktober 2012)