13
BAB III TINJAUAN PUSTAKA I. RHEUMATIC HEART DISEASE a. Definisi dan Etiologi Penyakit Jantung Rematik (PJR) atau Rheumatic Heart Disease (RHD) adalah suaru inflamasi dan scarring pada jantung yang disebabkan oleh proses autoimun terhadap infeksi bakteri Streptococcus β hemolitikus grup A. Pada stadium akut, kondisi penyakit terdiri dari pancarditis, inflamasi miokardium, endocardium, dan epicardium. Penyakit yang berjalan kronis ditunjukkan dengan adanya fibrosis katup yang menyebabkan stenosis dan/atau insufisiensi (Burke, 2013).

PJR

Embed Size (px)

DESCRIPTION

PJR

Citation preview

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

I. RHEUMATIC HEART DISEASE

a. Definisi dan Etiologi

Penyakit Jantung Rematik (PJR) atau Rheumatic Heart Disease (RHD) adalah suaru inflamasi dan scarring pada jantung yang disebabkan oleh proses autoimun terhadap infeksi bakteri Streptococcus hemolitikus grup A. Pada stadium akut, kondisi penyakit terdiri dari pancarditis, inflamasi miokardium, endocardium, dan epicardium. Penyakit yang berjalan kronis ditunjukkan dengan adanya fibrosis katup yang menyebabkan stenosis dan/atau insufisiensi (Burke, 2013).

Demam rematik jarang terjadi pada usia di bawah 5 tahun dan di atas 25 tahun, paling sering ditemukan pada anak dan dewasa muda. Insidensi paling tinggi terdapat pada usia 5-15 tahun dan kejadian paling banyak pada negara kurang maju dan negara berkembang dimana antibiotik pada faringitis jarang digunakan serta ketersediaan yang rendah (Burke, 2013). Mengobati radang tenggorokan dengan antibiotik dapat mencegah demam rematik. Selain itu, antibiotik biasa (biasanya suntikan bulanan) dapat mencegah pasien dengan demam rematik dari tertular infeksi Streptococcus lebih lanjut dan menyebabkan perkembangan kerusakan katup (Mendis et al., 2011).

PJR merupakan suatu bentuk dari kelainan katup jantung yang menetap akibat demam rematik akut sebelumnya, terutama mengenai katup mitral (75%), katup aorta (25%), jarang mengenai katup trikuspid, dan tidak pernah menyerang katup pulmonal. PJR dapat menimbulkan stenosis atau insufisiensi atau keduanya (Kliegman et al., 2007).

Terkenanya katup dan endokardium adalah manifestasi paling penting dari demam rematik. Lesi pada katup berawal dari verrucae kecil yang terdiri dari fibrin dan sel-sel darah di sepanjang perbatasan dari satu atau lebih katup jantung. Katup mitral paling sering terkena dan selanjutnya diikuti oleh katup aorta; manifestasi ke jantung-kanan jarang ditemukan. Sejalan dengan berkurangnya peradangan, verrucae akan menghilang dan meninggalkan jaringan parut. Bila terdapat serangan berulang dari demam rematik, verrucae baru terbentuk di bekas tempat tumbuhnya verrucae sebelumnya dan endokardium mural serta korda tendinea menjadi terkena (Stollerman, 2005; Kliegman et al., 2007).

b. Patofisiologi

Demam reumatik merupakan kelanjutan dari infeksi faring yang disebabkan Streptococcus hemolitikus grup A. Reaksi autoimun terhadap infeksi Streptococcus secara hipotetif akan menyebabkan kerusakan jaringan atau manifestasi demam reumatik dengan cara sebagai berikut:

1) Streptococcus hemolitikus grup A akan menyebabkan suatu infeksi pada faring

2) Adanya antigen Streptococcus akan merangsang pembentukan antibodi pada hospes yang hiperimun

3) Antibodi akan bereaksi dengan antigen Streptococcus dan dengan jaringan hospes yang secara antigenik sama seperti Streptococcus (dengan kata lain antibodi tidak dapat membedakan antara antigen Streptokokus dengan antigen pada jaringan jantung)

4) Autoantibodi tesebut bereaksi dengan jaringan hospes sehingga mengakibatkan kerusakan jaringan.

(Price dan Wilson, 2006)

Adanya kerusakan jaringan ini akan menyebabkan peradangan pada lapisan jantung, khususnya mengenai endotel katup yang mengakibatkan pembengkakan daun katup dan erosi pinggir daun katup. Hal ini mengakibatkan tidak sempurnanya daun katup mitral menutup pada saat sistolik sehingga mengakibatkan penurunan suplai darah ke aorta dan aliran darah balik dari ventrikel kiri ke atrium kiri, hal ini mengakibatkan penurunan curah sekuncup ventrikel sehingga jantung berkompensasi dengan dilatasi ventrikel kiri, peningkatan kontraksi miokardium, hipertrofi dinding ventrikel dan dinding atrium sehingga terjadi penurunan kemampuan atrium kiri untuk memompa darah. Hal ini mengakibatkan kongesti vena pulmonalis dan darah kembali ke paru-paru mengakibatkan terjadi edema intertisial paru, hipertensi arteri pulmonalis, hipertensi ventrikel kanan, sehingga dapat mengakibatkan gagal jantung kanan (Stollerman, 2005; Park, 2008).

c. Kelainan Katup pada PJR

Insufisiensi Mitral (Regurgitasi Mitral)

Insufisiensi mitral merupakan lesi yang paling sering ditemukan pada masa anak-anak dan dewasa muda dengan PJR kronik. Pada keadaan ini bisa juga terjadi pemendekan katup, sehingga daun katup tidak dapat tertutup dengan sempurna. Penutupan katup mitral yang tidak sempurna menyebabkan terjadinya regurgitasi darah dari ventrikel kiri ke atrium kiri selama fase sistolik. Pada kelainan ringan tidak terdapat kardiomegali, karena beban volume maupun kerja jantung kiri tidak bertambah secara bermakna. Hal ini dikatakan bahwa insufisiensi mitral merupakan klasifikasi ringan, karena tidak terdapat kardiomegali yang merupakan salah satu gejala gagal jantung. Tanda-tanda fisik insufisiensi mitral utama tergantung pada keparahannya. Pada penyakit ringan tanda-tanda gagal jantung tidak ada. Pada insufisiensi berat terdapat tanda-tanda gagal jantung kongestif kronis, meliputi kelelahan, lemah, berat badan turun, pucat (Sudoyo, 2006).

Stenosis Mitral

Stenosis mitral merupakan kelainan katup yang paling sering diakibatkan oleh PJR. Perlekatan antar daun-daun katup, selain dapat menimbulkan insufisiensi mitral (tidak dapat menutup sempurna), juga dapat menyebabkan stenosis mitral (tidak dapat membuka sempurna). Ini akan menyebabkan beban jantung kanan akan bertambah, sehingga terjadi hipertrofi ventrikel kanan yang dapat menyebabkan gagal jantung kanan. Dengan terjadinya gagal jantung kanan, stenosis mitral termasuk ke dalam kondisi yang berat (Hassan, 2005).

Insufisiensi Aorta (Regurgitasi Aorta)

Regurgitasi aorta dapat disebabkan oleh dilatasi aorta, yaitu penyakit pangkal aorta. Kelainan ini dapat terjadi sejak awal perjalanan penyakit akibat perubahan-perubahan yang terjadi setelah proses radang rematik pada katup aorta. Insufisiensi aorta ringan bersifat asimtomatik. Oleh karena itu, insufisiensi aorta juga bisa dikatakan sebagai klasifikasi PJR yang ringan. Tetapi apabila penderita PJR memiliki insufisiensi mitral dan insufisiensi aorta, maka klasifikasi tersebut dapat dikatakan sebagai klasifikasi PJR yang sedang. Hal ini dapat dikaitkan bahwa insufisiensi mitral dan insufisiensi aorta memiliki peluang untuk menjadi klasifikasi berat karena dapat menyebabkan gagal jantung (Chandrasoma, 2006).

Stenosis Aorta

Stenosis aorta adalah obstruksi aliran darah dari ventrikel kiri ke aorta dimana lokasi obstruksi dapat terjadi di valvuler, supravalvuler, dan subvalvuler. Gejala-gejala stenosis aorta akan dirasakan penderita setelah penyakit berjalan lanjut termasuk gagal jantung dan kematian mendadak. Pemeriksaan fisik pada stenosis aorta yang berat didapatkan tekanan nadi menyempit dan lonjakan denyut arteri melambat (Boestan 2007).

Kelainan Katup Trikuspid

Kelainan katup trikuspid sangat jarang terjadi setelah demam rematik akut. Insufisiensi trikuspid lebih sering timbul sekunder akibat dilatasi ventrikel kanan. Gejala klinis yang disebabkan oleh insufisiensi trikuspid meliputi pulsasi vena jugularis yang jelas terlihat, pulsasi sistolik dari hepar, dan murmur holosistolik yang meningkat selama inspirasi (Price dan Wilson,2006).

Kelainan Katup Pulmonal

Insufisiensi pulmonal sering timbul pada hipertensi pulmonal dan merupakan temuan terakhir pada kasus stenosis mitral berat. Murmur hampir sama dengan insufisiensi aorta, tetapi tanda-tanda arteri perifer tidak ditemukan. Diagnosis pasti dikonfirmasi oleh pemeriksaan echocardiografi dua dimensi serta Doppler (Kliegman, 2007).

d. Prognosis

Penyakit katup mitral akibat demam rematik tidak selalu dapat diperbaiki dan hasil jangka panjang setelah operasi perbaikan tidak sebagus untuk perbaikan katup yang mengalami prolaps, karena daun katup dan chorda yang mengalami scarring atau menjadi jaringan parut. Selain itu, progresi jaringan parut pada daun katup akan bertambah setelah perbaikan. Namun, rematik mitral stenosis yang tidak terkait dengan fusi korda berat atau pemendekan atau dengan kalsifikasi dapat diobati dengan baik perkutan atau open mitral commissurotomy dengan tingkat keberhasilan yang tinggi dalam jangka panjang (Burke, 2013).

Untuk demam rematik sendiri tidak dapat mengalami kekambuhan apabila infeksi Streptococcus diatasi. Prognosis sangat baik bila karditis sembuh pada permulaan serangan akut demam rematik. Prognosis akan memburuk bila gejala karditisnya lebih berat. Demam rematik dengan payah jantung akan sembuh 30% pada 5 tahun pertama dan 40% setelah 10 tahun. Dari data penyembuhan ini akan bertambah bila pengobatan pencegahan sekunder dilakukan secara baik (Stollerman, 2005).