153
PERBANDINGAN BIOAVAILABILITAS TABLET PYREXIN ® DAN TABLET PROGESIC ® DENGAN TABLET PARASETAMOL (GENERIK) PADA KELINCI PUTIH JANTAN SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Ilmu Farmasi Oleh : Clara Jeviana Sri Widyarini NIM : 038114007 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2007 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

PERBANDINGAN BIOAVAILABILITAS

TABLET PYREXIN® DAN TABLET PROGESIC® DENGAN

TABLET PARASETAMOL (GENERIK) PADA KELINCI PUTIH JANTAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

Clara Jeviana Sri Widyarini

NIM : 038114007

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2007

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 2: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

PERBANDINGAN BIOAVAILABILITAS

TABLET PYREXIN® DAN TABLET PROGESIC® DENGAN

TABLET PARASETAMOL (GENERIK) PADA KELINCI PUTIH JANTAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

Clara Jeviana Sri Widyarini

NIM : 038114007

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2007

ii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 3: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

iii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 4: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

iv

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 5: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

Jika kita tidak dibimbing oleh Roh Allah, kita bekerja hanya demi kesia-siaan belaka, tanpa makna, terasa hambar apapun yang kita kerjakan… (St. Yohanes Maria Vianney)

Karya ini kupersembahkan untuk :

My Jesus Christ..... Terima kasih Tuhan atas penyertaan-Mu, Kau selalu menguatkanku saat ku lemah,

Kau selalu mencukupkan kebutuhanku saat ku kekurangan, Kau selalu mengangkatku saat kujatuh....

Papa & Mama tercinta

Kakakku tersayang

Almamaterku…. Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Untuk segala sesuatu ada masanya, Untuk apapun di bawah langit ada waktunya .................................................. .......................... IIaa mmeemmbbuuaatt sseeggaallaa sseessuuaattuu iinnddaahh ppaaddaa wwaakkttuunnyyaa..

(Pengkhotbah 3)

v

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 6: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

PRAKATA

Puji syukur dan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Kasih atas berkat

yang selalu diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini

dimaksudkan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana farmasi dari

Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Selama proses pembuatan dan penyelesaian skripsi ini, penulis telah banyak

mendapatkan bantuan baik materi maupun dorongan dari berbagai pihak. Oleh sebab

itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Papa dan Mama yang senantiasa mendoakan dan memberikan dorongan

kepada penulis.

2. Ibu Rita Suhadi, M. Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Bapak Drs. Mulyono, Apt., selaku dosen pembimbing I dan penguji yang

telah banyak membantu, mengarahkan dan memberi motivasi kepada

penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Ibu Christine Patramurti, M. Si., Apt., selaku penguji yang memberikan

saran dan masukan kepada penulis.

5. Ibu C. M. Ratna Rini Nastiti, S. Si., Apt., selaku penguji yang memberikan

saran dan masukan kepada penulis.

6. Bapak Yosef Wijoyo, M.Si., Apt., yang telah memberikan saran-saran yang

positif dan membangun kepada penulis.

vi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 7: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

7. Para laboran : Mas Heru, Mas Parjiman, Mas Kayat (Laboratorium

Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi

dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

Fitokimia), Pak Mukmin (Laboratorium Kimia Analisis Instrumental) yang

telah banyak mendampingi dan membantu kelancaran selama penulis

melakukan penelitian.

8. Mas Robert di Jakarta atas bantuannya memberikan bahan penelitian.

9. Kakakku Ardiatmoko yang selalu memberi motivasi agar penulis tidak patah

semangat dan atas pinjaman laptopnya.

10. Untuk Vincilia “Yeyen” Indriyani atas segala kerja sama, pengetahuan, dan

pemikiran selama menempuh pendidikan dan menyelesaikan skripsi ini serta

kebersamaan perjuangan menyelesaikan PKM.

11. Kepada teman-teman Farmasi 2003 USD yang telah berjuang bersama,

terutama kepada Arnie, Marga, Vita, Mita, Nanda, Raya, Eta, Ria, Galuh,

Tina, Adi, dan Andhika “Ble-q”.

12. Untuk Surya, Angga, Galih, Fanny dan Essy atas kebersamaan kita selama

melaksanakan penelitian di laboratorium.

13. Untuk Alfons, Dewi, Erlisa, Teddy, dan teman-teman KKN (Abit, Mas

Bayu, Titin, Jane, Ratna, Iis, Vicky, “Nyak” Alfonsa, dan Nani).

14. Dan untuk kawan-kawanku, Acay, Dhamet, Indra, Eci, Rinto, Punto, Poke,

Beny, Bowo, Angga “Too-cool” serta semua teman dari SMU Pangudi

Luhur Van Lith Muntilan gen. X, terima kasih untuk dukungan dan

dorongannya.

vii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 8: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

Kepada seluruh pihak yang telah membantu dan tidak dapat disebutkan satu

per satu, penulis dengan tulus mengucapkan terima kasih. Penulis sangat menyadari

bahwa skripsi ini belum sempurna, maka kritikan dan saran atas skripsi ini

merupakan sesuatu yang berharga bagi penulis dan bagi perkembangan pengetahuan

di bidang farmasi. Terima kasih.

Penulis

viii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 9: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

ix

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 10: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

INTISARI

Obat yang beredar di pasaran dapat dibagi menjadi obat generik dan obat merk dagang. Kedua jenis obat tersebut harus terjamin keamanan dan khasiatnya. Dalam penelitian ini, dilakukan perbandingan antara obat merk dagang dan obat generik dengan pendekatan farmakokinetika. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan bioavailabilitas obat merk dagang dan obat generik pada kelinci putih jantan.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan eksperimental silang. Sampel yang digunakan adalah tablet parasetamol (generik), tablet Pyrexin®, dan tablet Progesic® yang diberikan kepada kelinci putih jantan dengan desain cross over. Metode yang digunakan untuk menetapkan kadar parasetamol adalah metode Chafetz et al. (1971) yang telah dimodifikasi.

Hasil yang diperoleh diolah menjadi parameter bioavailabilitas menggunakan program STRIPE (Johnston and Woolard, 1983, yang telah dimodifikasi oleh Jung), kemudian dianalisis statistik dengan metode ANOVA taraf kepercayaan 90%. Hasil penelitian ini adalah nilai AUC(0-inf) (μg.menit/ml) tablet parasetamol generik : 21029,077 + 3336,122; tablet Pyrexin® : 16666,110 + 1456,821; dan tablet Progesic®

: 33823,687 + 5640,811. Nilai Cmax (μg/ml) tablet parasetamol generik : 179,743 + 21,631; tablet Pyrexin® : 116,717 + 10,018; dan tablet Progesic®

: 236,037 + 15,762. Nilai tmax (menit) tablet parasetamol generik : 24,733 + 1,943; tablet Pyrexin® : 46,433 + 3,353; dan tablet Progesic®

: 33,600 + 3,637. Jadi dapat disimpulkan bahwa bioavailabilitas tablet parasetamol (generik), tablet Pyrexin®, dan tablet Progesic® tidak sama. Kata kunci : bioavailabilitas, parasetamol, farmakokinetika

x

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 11: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

ABSTRACT

The medicine could be classified as generic and brand-name medicine. The safety and efficacy of those tablets should be guaranteed. In this research, brand-name and generic medicine were compared by pharmacokinetics approach. The purpose of this research was comparing bioavailability of brand-name tablets to generic tablet on male-white rabbits.

This research was pure cross experimental research. The samples used in this research were generic paracetamol tablet, Pyrexin® tablet and Progesic tablet®. Those tablets were given to male-white rabbits. This research used cross over design and Chafetz et al. (1971) method to determine concentration of drug in the blood.

The result was converted to bioavailability values by STRIPE (Johnston and Woolard, 1983, modified by Jung) program, then the bioavailability values were analyzed by ANOVA method with 90% confidence intervals. The result showed that AUC(0-inf) (μg.minute/ml) of generic paracetamol tablet : 21029,077 + 3336,122; Pyrexin® tablet : 16666,110 + 1456,821; and Progesic®tablet : 33823,687 + 5640,811. Cmax (μg/ml) of generic paracetamol tablet : 179,743 + 21,631; Pyrexin® tablet : 116,717 + 10,018; and Progesic® tablet : 236,037 + 15,762. tmax (minute) of generic paracetamol tablet : 24,733 + 1,943; Pyrexin® tablet : 46,433 + 3,353; and Progesic®

tablet : 33,600 + 3,637. So, it can be concluded that the bioavailability of generic paracetamol tablet, Pyrexin® tablet, and Progesic® tablet was different.

Key words : bioavailability, paracetamol, pharmacokinetics

xi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 12: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................... iii

HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ....................................................................... v

PRAKATA ........................................................................................................ vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ........................................................... ix

INTISARI ......................................................................................................... x

ABSTRACT ........................................................................................................ xi

DAFTAR ISI ..................................................................................................... xii

DAFTAR TABEL ............................................................................................. xvi

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xviii

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xx

BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang ............................................................................................ 1

1. Permasalahan ........................................................................................ 2

2. Keaslian Penelitian.................................................................................. 2

3. Manfaat ................................................................................................. 3

B. Tujuan ......................................................................................................... 3

1. Tujuan Umum ....................................................................................... 3

2. Tujuan Khusus ...................................................................................... 3

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA

A. Bioavailabilitas dan Bioekivalensi .............................................................. 4

1. Definisi .................................................................................................. 4

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Bioavailabilitas ............................ 8

3. Bioavailabilitas dan Disolusi In Vitro ................................................... 18

4. Obat ....................................................................................................... 19

B. Parasetamol ................................................................................................. 19

xii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 13: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

C. Farmakokinetika ......................................................................................... 23

1. Definisi .................................................................................................. 23

2. Strategi Penelitian Farmakokinetika ..................................................... 25

D. Nasib Obat di Dalam Tubuh ....................................................................... 27

1. Absorpsi ................................................................................................ 27

2. Distribusi ............................................................................................... 29

3. Biotransformasi ..................................................................................... 29

4. Ekskresi ................................................................................................. 30

E. Dasar-Dasar Perhitungan Farmakokinetika ................................................ 31

1. Model Kompartemen ............................................................................ 31

2. Parameter Farmakokinetika .................................................................. 32

F. Darah ........................................................................................................... 36

1. Plasma Darah ........................................................................................ 36

2. Denaturasi Protein Plasma .................................................................... 37

G. Kolorimetri .................................................................................................. 38

1. Definisi .................................................................................................. 38

2. Metode Penetapan Kadar Parasetamol secara Kolorimetri ................... 39

H. Desain Cross Over ...................................................................................... 42

I. Keterangan Empiris .................................................................................... 42

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian .................................................................. 43

B. Variabel dan Definisi Operasional .............................................................. 43

1. Variabel Penelitian ................................................................................ 43

2. Definisi Operasional ............................................................................. 45

C. Bahan Penelitian ......................................................................................... 45

D. Alat Penelitian ............................................................................................. 46

E. Tata Cara Penelitian .................................................................................... 46

1. Uji Pendahuluan Tablet ......................................................................... 46

2. Pembuatan Larutan ............................................................................... 49

3. Pembuatan Larutan Parasetamol ........................................................... 50

xiii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 14: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

4. Cara Perolehan Plasma Darah ............................................................... 50

5. Optimasi Metode ................................................................................... 51

6. Orientasi Dosis dan Waktu Pengambilan Sampel Darah ...................... 53

7. Perlakuan Hewan Uji ............................................................................ 54

F. Analisis Hasil .............................................................................................. 56

1. Kesahihan Metode ................................................................................ 56

2. Perhitungan Parameter Bioavailabilitas ................................................. 57

3. Cara Penafsiran dan Penyimpulan Hasil Penelitian .............................. 57

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Uji Pendahuluan Tablet ............................................................................... 58

1. Uji Keseragaman Bobot ........................................................................ 59

2. Uji Kekerasan ........................................................................................ 60

3. Uji Kerapuhan ....................................................................................... 61

4. Uji Waktu Hancur ................................................................................. 62

5. Uji Disolusi ........................................................................................... 63

B. Cara Perolehan Plasma Darah ..................................................................... 67

C. Optimasi Metode ......................................................................................... 68

1. Penentuan Operating Time (OT) ......................................................... 72

2. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum ......................................... 74

3. Pembuatan Kurva Baku ........................................................................ 75

4. Penentuan Nilai Perolehan Kembali, Kesalahan Sistematik, dan

Kesalahan Acak .................................................................................... 76

D. Orientasi Dosis dan Waktu Pengambilan Sampel Darah ........................... 78

E. Perbandingan Bioavailabilitas .................................................................... 79

1. Kadar Parasetamol dalam Plasma ......................................................... 79

2. AUC(0-inf) ............................................................................................... 83

3. Cmax ....................................................................................................... 84

4. tmax ......................................................................................................... 86

5. Kriteria Bioekivalen .............................................................................. 87

xiv

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 15: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ................................................................................................. 93

B. Saran ........................................................................................................... 94

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 95

LAMPIRAN ...................................................................................................... 100

BIOGRAFI PENULIS ...................................................................................... 133

xv

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 16: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

DAFTAR TABEL

Tabel I Konsep Desain Cross Over ................................................. 54

Tabel II Parameter-Parameter Farmakokinetika ............................... 57

Tabel III Hasil Uji Keseragaman Bobot Tablet ................................. 59

Tabel IV Hasil Uji Kekerasan Tablet ................................................. 61

Tabel V Hasil Uji Kerapuhan Tablet ................................................ 61

Tabel VI Hasil Uji Waktu Hancur Tablet .......................................... 62

Tabel VII Data Persamaan Kurva Baku Disolusi ............................... 64

Tabel VIII Data Disolusi Tablet ........................................................... 65

Tabel IX Kemiripan Profil Disolusi ................................................... 66

Tabel X Data Persamaan Kurva Baku .............................................. 76

Tabel XI Nilai Perolehan Kembali, Kesalahan Sistematik, dan

Kesalahan Acak ................................................................... 77

Tabel XII Kadar Parasetamol dalam Plasma Setelah Pemberian Produk

Obat ..................................................................................... 80

Tabel XIII ln Kadar Parasetamol dalam Plasma Setelah Pemberian

Produk Obat ........................................................................ 80

Tabel XIV Nilai Parameter Bioavailabilitas .......................................... 82

Tabel XV Uji Post-Hoc Nilai AUC(0-inf) ..................................................... 83

Tabel XVI Uji Post-Hoc Nilai C(max) ........................................................... 85

Tabel XVII Uji Post-Hoc Nilai t(max) ............................................................. 86

Tabel XVIII Perbandingan Parameter Bioavailabilitas ........................... 88

Tabel XIX Hasil Penimbangan Tablet .................................................. 100

Tablet XX Seri Kadar Larutan Intermediet Parasetamol dalam

Pembuatan Kurva Baku Uji Disolusi .................................. 101

Tabel XXI Hasil Perhitungan Disolusi Tablet Parasetamol Generik .... 102

Tabel XXII Hasil Perhitungan Disolusi Tablet Parasetamol Pyrexin® .. 102

Tabel XXIII Hasil Perhitungan Disolusi Tablet Parasetamol Progesic® . 102

Tabel XXIV Perhitungan Persentase Kumulatif Obat Terlarut ............... 105

Tabel XXV Konversi Perhitungan Dosis antar Jenis Hewan ................. 107

xvi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 17: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

Tabel XXVI Seri Kadar Larutan Intermediet Parasetamol dalam

Pembuatan Kurva Baku ...................................................... 110

Tabel XXVII Seri Kadar Larutan Intermediet Parasetamol dalam Plasma 110

Tabel XXVIII Konsentrasi Larutan Parasetamol untuk Penentuan Nilai

Perolehan Kembali, Kesalahan Sistematik, dan Kesalahan

Acak .................................................................................... 112

Tabel XXIX Hasil Pengolahan STRIPE untuk Tablet Generik 1 ............ 114

Tabel XXX Hasil Pengolahan STRIPE untuk Tablet Generik 2 ............ 115

Tabel XXXI Hasil Pengolahan STRIPE untuk Tablet Generik 3 ............ 116

Tabel XXXII Hasil Pengolahan STRIPE untuk Tablet Pyrexin® 1 .......... 117

Tabel XXXIII Hasil Pengolahan STRIPE untuk Tablet Pyrexin® 2 .......... 118

Tabel XXXIV Hasil Pengolahan STRIPE untuk Tablet Pyrexin® 3 .......... 119

Tabel XXXV Hasil Pengolahan STRIPE untuk Tablet Progesic® 1 ......... 120

Tabel XXXVI Hasil Pengolahan STRIPE untuk Tablet Progesic® 2 ......... 121

Tabel XXXVII Hasil Pengolahan STRIPE untuk Tablet Progesic® 3 ......... 122

Tabel XXXVIII Harga Rata-Rata Parameter Farmakokinetika ..................... 125

Tabel XXXIX Perhitungan Rata-Rata Parameter Bioavailabilitas untuk

Penentuan Bioekivalensi ..................................................... 126

xvii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 18: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Proses Laju Bioavailabilitas Obat .............................................. 7

Gambar 2 Struktur Parasetamol ................................................................. 20

Gambar 3. Metabolisme Parasetamol ......................................................... 22

Gambar 4 Proses Obat dalam Tubuh untuk Menimbulkan Efek ............... 24

Gambar 5 Proses Farmakokinetika Obat di dalam Tubuh ......................... 27

Gambar 6 Reaksi Parasetamol dengan Asam Nitrat .................................. 39

Gambar 7 Reaksi Hidrolisis Parasetamol menjadi p-aminofenol .............. 40

Gambar 8 Reaksi Pembentukan Warna pada Metode Chafetz et al. (1971) 41

Gambar 9 Kurva Hubungan antara Kadar Parasetamol dengan Serapan

pada Uji Disolusi ....................................................................... 65

Gambar 10 Profil Disolusi ........................................................................... 66

Gambar 11 Reaksi antara Asam Klorida dengan Natrium Nitrit Membentuk

Ion Nitrosonium ........................................................................ 69

Gambar 12 Reaksi antara Parasetamol dengan Ion Nitrosonium Membentuk

2-nitro-4-asetamidofenol Beserta Gugus Kromofor dan

Auksokromnya .......................................................................... 69

Gambar 13 Mekanisme Reaksi antara Parasetamol dengan Ion Nitrosonium 70

Gambar 14 Reaksi antara Asam Nitrit dengan Asam Sulfamat ................... 71

Gambar 15 Reaksi Penetralan Asam dan Pembentukan Ion Fenolat dalam

Suasana Basa ............................................................................. 71

Gambar 16 Mekanisme Reaksi antara 2-nitro-4-asetamidofenol dengan

Natrium Hidroksida .................................................................. 72

Gambar 17 Pengukuran Operating Time (OT) Larutan Parasetamol dalam

Plasma Kadar 100 μg/ml ........................................................... 73

Gambar 18 Pengukuran Operating Time (OT) Larutan Parasetamol dalam

Plasma Kadar 400 μg/ml ........................................................... 73

Gambar 19 Pengukuran Panjang Gelombang Maksimum Larutan

Parasetamol dalam Plasma Kadar 100 μg/ml ........................... 74

xviii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 19: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

Gambar 20 Pengukuran Panjang Gelombang Maksimum Larutan

Parasetamol dalam Plasma Kadar 400 μg/ml ........................... 75

Gambar 21 Kurva Hubungan antara Kadar Parasetamol dengan Serapan .. 76

Gambar 22 Kurva Kadar Parasetamol dalam Plasma (Cp) terhadap Waktu

(t) ............................................................................................... 81

Gambar 23 Kurva ln Kadar Parasetamol dalam Plasma (ln Cp) terhadap

Waktu (t) ................................................................................... 81

Gambar 24 Profil Disolusi Tablet Paraseamol (Generik) (A), Tablet

Pyrexin® (B), dan Tablet Progesic® (C) .................................... 104

Gambar 25 Kurva Kadar Parasetamol dalam Plasma (Cp) vs. Waktu (t)

pada Tablet Parasetamol Generik (A), Tablet Pyrexin® (B), dan

Tablet Progesic® (C) ................................................................. 123

Gambar 26 Kurva ln Kadar Parasetamol dalam Plasma (ln Cp) vs. Waktu

(t) pada Tablet Parasetamol Generik (A), Tablet Pyrexin® (B),

dan Tablet Progesic® (C) .......................................................... 124

xix

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 20: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil Penimbangan Tablet untuk Uji Keseragaman Bobot ...... 100

Lampiran 2 Data Kurva Baku Disolusi Tablet ............................................. 101

Lampiran 3 Hasil Uji Disolusi Tablet .......................................................... 102

Lampiran 4 Contoh Cara Perhitungan Data Disolusi Tablet ........................ 103

Lampiran 5 Grafik Uji Disolusi Tablet ........................................................ 104

Lampiran 6 Contoh Cara Perhitungan Faktor Kemiripan Profil Disolusi .... 105

Lampiran 7 Contoh Perhitungan Pembuatan Larutan Obat ......................... 106

Lampiran 8 Tabel Konversi Perhitungan Dosis Antar Jenis Hewan dan

Perhitungan Dosis Awal untuk Orientasi Dosis ........................ 107

Lampiran 9 Operating Time Larutan Parasetamol dalam Plasma dengan

Kadar 100 μg/ml (A) dan 400 μg/ml (B) .................................. 108

Lampiran 10 Panjang Gelombang Maksimum Larutan Parasetamol dalam

Plasma dengan Kadar 100 μg/ml (A) dan 400 μg/ml (B) ......... 109

Lampiran 11 Data Kurva Baku Parasetamol .................................................. 110

Lampiran 12 Kurva Baku ............................................................................... 111

Lampiran 13 Pembuatan Larutan untuk Penentuan Nilai Perolehan

Kembali, Kesalahan Sistematik, dan Kesalahan Acak ............. 112

Lampiran 14 Sertifikat Analisis Parasetamol ................................................. 113

Lampiran 15 Hasil Pengolahan STRIPE untuk Tablet Generik ..................... 114

Lampiran 16 Hasil Pengolahan STRIPE untuk Tablet Pyrexin® ................... 117

Lampiran 17 Hasil Pengolahan STRIPE untuk Tablet Progesic® .................. 120

Lampiran 18 Kurva Kadar Parasetamol dalam Plasma (Cp) vs. Waktu (t) .... 123

Lampiran 19 Kurva ln Kadar Parasetamol dalam Plasma (ln Cp) vs. Waktu (t) 124

Lampiran 20 Harga Rata-Rata Parameter Farmakokinetika ........................... 125

Lampiran 21 Perhitungan Rata-Rata Parameter Bioavailabilitas untuk

Penentuan Bioekivalensi ........................................................... 126

Lampiran 22 Analisis Statistik (SPSS 14.0) ................................................... 127

xx

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 21: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Obat yang beredar di pasaran dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu

obat generik dan obat bermerk dagang. Obat generik merupakan obat jadi yang

dipasarkan dengan nama umum (nama generik) bahan aktifnya sedangkan obat

bermerk dagang merupakan obat jadi yang dipasarkan dengan nama dagang yang

dipakai oleh masing-masing produsen (Anonim, 2000).

Setiap produsen pasti melakukan promosi untuk masing-masing produknya

sehingga harga obat bermerk dagang umumnya lebih mahal daripada obat generik

(Anonim, 2000). Fenomena yang sering terjadi adalah dokter jarang meresepkan obat

generik yang harganya lebih murah, sedangkan pasien cenderung untuk memilih obat

bermerk dagang dengan anggapan bahwa harga yang lebih mahal akan memberikan

efek terapeutik yang lebih baik.

Semua obat, baik obat generik maupun obat bermerk dagang, harus terjamin

keamanan dan khasiatnya. Hal tersebut dapat diuji secara farmakokinetika dan

farmakodinamika. Pendekatan farmakokinetika membicarakan tentang nasib obat

tersebut di dalam tubuh, meliputi proses absorpsi, distribusi, biotransformasi, dan

ekskresi sedangkan pendekatan farmakodinamika membicarakan tentang efek yang

ditimbulkan obat tersebut di dalam tubuh. Selama ini, kebanyakan pasien dan tenaga

kesehatan memandang obat hanya dari sisi farmakodinamika tanpa mengetahui sisi

farmakokinetikanya. Padahal farmakokinetika suatu obat juga penting untuk

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 22: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

2

diketahui sebab proses farmakokinetika berpengaruh terhadap keseluruhan aksi obat,

termasuk efek terapeutik yang dihasilkan.

Dalam penelitian ini, dilakukan perbandingan antara obat bermerk dagang

terhadap obat generik secara farmakokinetika, yaitu dengan membandingkan

parameter-parameter bioavailabilitas obat bermerk dagang terhadap obat generik

pada kelinci putih jantan. Sampel yang digunakan adalah beberapa tablet yang

mengandung parasetamol sebagai zat aktif tunggal, yaitu tablet parasetamol

(generik), tablet Pyrexin®, dan tablet Progesic®. Penulis memilih parasetamol sebab

parasetamol banyak digunakan dalam obat bebas dan obat bebas terbatas sebagai

analgesik-antipiretik yang dapat diperoleh dengan mudah oleh pasien.

1. Permasalahan

Masalah yang diangkat dari latar belakang tersebut adalah apakah tablet

parasetamol (generik), tablet Pyrexin®, dan tablet Progesic® memiliki bioavailabilitas

yang sama ?

2. Keaslian penelitian

Sejauh yang penulis ketahui, masalah tersebut belum pernah diteliti dalam

penelitian di lingkungan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan Universitas

Gajah Mada Yogyakarta.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 23: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

3

3. Manfaat

Manfaat teoritis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

tentang bioavailabilitas tablet parasetamol (generik), tablet Pyrexin®, dan tablet

Progesic® pada kelinci putih jantan.

B. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui bioavailabilitas tablet parasetamol (generik), tablet

Pyrexin®, dan tablet Progesic® pada kelinci putih jantan.

2. Tujuan khusus

Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan bioavailabilitas antara tablet

parasetamol (generik), tablet Pyrexin®, dan tablet Progesic® pada kelinci putih

jantan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 24: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

Berkaitan dengan penelitian Perbandingan Bioavailabilitas Tablet Pyrexin®

dan Tablet Progesic® dengan Tablet Parasetamol (Generik) pada Kelinci Putih

Jantan, maka dalam bab ini ditelaah tentang Bioavailabilitas dan Bioekivalensi,

Parasetamol, Farmakokinetika, Nasib Obat di Dalam Tubuh, Dasar-Dasar

Perhitungan Farmakokinetika, Darah, Kolorimetri, dan Desain Cross Over.

A. Bioavailabilitas dan Bioekivalensi

1. Definisi

Bioavailabilitas (ketersediaan hayati) merupakan persentase dan kecepatan

zat aktif dalam suatu produk obat yang mencapai/tersedia dalam sirkulasi sistemik

dalam bentuk utuh/aktif setelah pemberian produk obat tersebut. Bioavailabilitas

dapat diukur dari kadarnya dalam darah terhadap waktu atau dari ekskresinya dalam

urin (Anonim, 2004b).

Terdapat dua macam bioavailabilitas, yaitu bioavailabilitas absolut dan

bioavailabilitas relatif. Bioavailabilitas absolut merupakan perbandingan

bioavailabilitas obat yang diberikan secara ekstravaskular terhadap bioavailabilitas

obat yang diberikan secara intravaskular, sedangkan bioavailabilitas relatif

merupakan perbandingan bioavailabilitas produk obat terhadap pembanding (selain

intravaskular) (Anonim, 2004b).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 25: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

5

Istilah ekivalensi atau kesetaraan digunakan dalam perbandingan suatu

produk obat dengan produk obat lainnya. Ada beberapa istilah ekivalensi menurut

Malinowski (2000).

a. Ekivalensi kimia.

Jika dua atau lebih bentuk sediaan mengandung obat seperti yang tertera pada

etiket.

b. Ekivalensi klinik.

Jika obat yang sama dalam dua atau lebih bentuk sediaan memberikan efek in

vivo yang identik, yang dapat dilihat dari respon farmakologi atau kontrol

terhadap gejala atau penyakit.

c. Ekivalensi terapeutik.

Ekivalensi terapeutik berarti bahwa dua merk obat diharapkan menghasilkan efek

klinik yang sama.

d. Bioekivalensi.

Jika obat dalam dua atau lebih bentuk sediaan yang sejenis mencapai sirkulasi

sistemik dengan jumlah dan kecepatan yang relatif sama.

e. Ekivalensi farmasetik.

Jika dua produk obat mengandung zat aktif yang sama dalam bentuk sediaan dan

kekuatan yang sama.

Bioekivalensi merupakan perbandingan bioavailabilitas dari dua atau lebih

produk obat. Dua produk atau formulasi yang mengandung zat aktif sama dikatakan

bioekivalen jika kecepatan dan jumlah yang diabsorpsi sama (Chereson, 1999).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 26: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

6

Menurut Pedoman Uji Bioekivalensi Badan POM RI, dua produk obat disebut

bioekivalen jika keduanya mempunyai ekivalensi farmasetik atau merupakan

alternatif farmasetik dan pada pemberian dengan dosis molar yang sama akan

menghasilkan bioavailabilitas yang sebanding sehingga efeknya akan sama, baik

dalam hal efikasi maupun keamanan. Dua produk obat mempunyai ekivalensi

farmasetik jika keduanya mengandung zat aktif yang sama dalam jumlah dan bentuk

sediaan yang sama. Dua produk obat merupakan alternatif farmasetik jika keduanya

mengandung zat aktif yang sama tetapi berbeda dalam bentuk kimia (garam, ester,

dsb.) atau bentuk sediaan atau kekuatan.

Studi bioavailabilitas digunakan untuk menunjukkan efek sifat fisika kimia

komponen obat dan bentuk sediaan terhadap farmakokinetika obat. Studi

bioekivalensi digunakan untuk membandingkan bioavailabilitas obat dengan zat aktif

yang sama dari berbagai produk obat. Apabila produk obat tersebut bioekivalen

maka efikasi dan profil keamanan produk-produk obat tersebut dapat dianggap sama

dan dapat digantikan satu dengan yang lain (Shargel, Wu-Pong, and Yu, 2005).

Respon farmakologis pada umumnya terkait dengan konsentrasi obat pada

reseptor sehingga ketersediaan obat dari bentuk sediaan merupakan faktor yang

penting dalam menentukan efikasi obat. Konsentrasi obat pada tempat aksi biasanya

tidak dapat diukur secara langsung sehingga kebanyakan studi bioavailabilitas

melibatkan pengukuran konsentrasi obat di dalam darah atau urin. Hal ini

berdasarkan pada suatu anggapan bahwa obat pada tempat aksi berada dalam

kesetimbangan dinamis dengan obat di dalam darah (Chereson, 1999).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 27: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

7

Obat dalam bentuk sediaan padat yang ditujukan untuk penggunaan sistemik

umumnya mengalami absorpsi melalui suatu rangkaian proses, yaitu disintegrasi

produk obat yang diikuti pelepasan obat, pelarutan obat dalam media aqueous, dan

absorpsi melewati membran sel menuju sirkulasi sistemik (Shargel et al., 2005).

Di dalam proses tersebut, kecepatan obat mencapai sistem sirkulasi

ditentukan oleh tahap yang paling lambat. Tahap yang paling lambat di dalam

rangkaian proses kinetik disebut tahap penentu kecepatan (rate limiting step).

Bentuk sediaan padat

disintegrasi deagregasiGranul Partikel kecil

Gambar 1. Proses laju bioavailabilitas obat (Malinowski, 2000)

Untuk obat-obat yang mempunyai kelarutan kecil dalam air, laju pelarutan biasanya

merupakan tahap yang paling lambat sehingga menjadi penentu kecepatan terhadap

bioavailabilitas obat (Shargel et al., 2005).

Studi bioavailabilitas dilakukan terhadap bahan obat aktif yang telah

disetujui maupun obat dengan efek terapeutik yang belum disetujui oleh Food and

Drug Administration (FDA) untuk dipasarkan. Dalam menyetujui suatu produk obat

untuk dipasarkan, FDA harus memastikan bahwa produk obat tersebut aman dan

efektif sesuai label indikasi penggunaan. Selain itu, produk obat juga harus

memenuhi seluruh standar yang digunakan dalam identitas, kekuatan, kualitas dan

kemurnian (Shargel et al., 2005).

Disolusi obat Disolusi obat Larutan obat

Absorpsi

Obat dalam darah

Disolusi obat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 28: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

8

Untuk meyakinkan bahwa standar-standar tersebut telah dipenuhi, FDA

menghendaki studi bioavailabilitas/farmakokinetika dan bila perlu persyaratan

bioekivalensi untuk semua produk (Shargel et al., 2005). Akibat perkembangan studi

bioavailabilitas dan bioekivalensi, maka diperlukan suatu kepastian bahwa produk

generik bioekivalen terhadap produk dagang sehingga produk generik tidak perlu

diragukan lagi jika diresepkan oleh dokter (Chereson, 1999).

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi bioavailabilitas

Bioavailabilitas sangat dipengaruhi oleh proses absorpsi. Obat-obat yang

diberikan secara oral harus diabsorpsi terlebih dahulu sebelum memberikan efek

terapeutik. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses absorpsi adalah sebagai berikut.

a. Rute dan cara pemberian.

Obat yang diberikan secara oral, subkutan, intramuskular, intradermal,

hipodermal atau intraperitoneal memerlukan proses absorpsi. Beberapa obat

yang diberikan secara oral akan termetabolisme pada saluran pencernaan dalam

jumlah yang besar sehingga hanya sedikit obat yang dapat mencapai sirkulasi

sistemik. Kebanyakan obat yang diberikan secara oral juga mengalami first- pass

effect sehingga tidak semua obat yang diberikan akan diabsorpsi (Wagner, 1975).

b. Dosis dan aturan dosis.

Dosis yang diberikan harus diperhatikan agar konsentrasi obat dalam darah dapat

berada dalam jendela terapi (Wagner, 1975).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 29: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

9

c. Efek bentuk sediaan.

Bentuk sediaan obat dapat mempengaruhi laju dan jumlah obat yang mencapai

sirkulasi sistemik.

1) Sifat fisika kimia obat.

a) Faktor yang mempengaruhi kelarutan.

Laju pelarutan obat dijelaskan dengan persamaan Noyes-Whitney

(Proudfoot, 1990) :

C)-(ChA D

dtdm

s= (1)

Keterangan :

dtdm

= laju disolusi partikel obat

D = koefisien difusi A = luas permukaan efektif h = tebal lapisan difusi Cs = kelarutan jenuh obat pada lapisan difusi C = konsentrasi obat pada cairan gastrointestinal

Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan adalah sebagai berikut.

(1) Bentuk kristal, amorf, polimorfi, solvate.

Polimorfi.

Banyak obat memiliki lebih dari satu bentuk kristal. Hal ini disebut

dengan istilah polimorfi, sedangkan masing-masing bentuk kristal

disebut dengan istilah polimorf. Bentuk polimorf metastabil memiliki

kelarutan dalam air paling besar (Proudfoot, 1990).

Amorf

bentuk amorf biasanya lebih larut dan laju disolusinya lebih cepat

daripada bentuk kristal (Proudfoot, 1990).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 30: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

10

Solvate

solvate adalah bentuk kristal yang terbentuk ketika obat berikatan

dengan molekul pelarut (solvent). Jika pelarutnya air, maka bentuk

solvate dinamakan hidrat. Biasanya semakin besar solvation pada

kristal, maka kelarutan dan laju disolusinya akan menurun (Proudfoot,

1990).

(2) Asam bebas, basa bebas, atau bentuk garam.

Bentuk asam bebas, basa bebas dan bentuk garam dapat

mempengaruhi kelarutan obat. Sebagai contoh : garam logam alkali

dari asam organik lemah (misal : natrium atau kalium warfarin) akan

terdisolusi lebih cepat daripada bentuk asam lemahnya. Serupa

dengan itu, garam asam mineral dari basa lemah (misal : amina atau

sulfat) akan terdisolusi dengan lebih cepat daripada basa lemahnya

(Wagner, 1975).

(3) Nilai pKa.

Pengaruh nilai pKa dalam kelarutan obat dapat dijelaskan dalam

persamaan Krebs & Speakman :

untuk asam monobasa : SpH = S0 (1+10(pH-pKa)) (2)

untuk basa monoasam : SpH = S0 (1+10(pKa-pH)) (3)

Keterangan : SpH = kelarutan pada pH tertentu S0 = kelarutan intrinsik (kelarutan bentuk tak terion)

yang berarti kelarutan asam pada pH mendekati 0 atau kelarutan basa pada pH mendekati 14

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 31: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

11

(4) Kompleksasi, solid solution, eutectics.

Laju dan jumlah obat yang diabsorpsi tergantung pada konsentrasi

efektif obat. Kompleksasi dapat mempengaruhi konsentrasi efektif

obat pada cairan gastrointestinal. Contoh kompleksasi yang terjadi

adalah antara mucin dengan obat-obat tertentu (misal streptomisin)

yang membentuk kompleks yang tidak dapat diabsorpsi (Proudfoot,

1990).

(5) Surfaktan.

Surfaktan memiliki efek yang bervariasi pada laju disolusi dan

absorpsi. Biasanya surfaktan menurunkan tegangan permukaan

sehingga laju disolusi akan meningkat. Namun jika konsentrasi

surfaktan sudah di atas critical micelle concentrations, maka

surfaktan akan membentuk micelle dengan obat sehingga laju absorpsi

obat akan menurun sebab obat yang dapat diabsorpsi hanya obat

dalam bentuk bebas (Wagner, 1975).

b) Faktor yang mempengaruhi transport obat.

(1) Nilai pKa dan pH.

Banyak obat mengandung substituen lipofilik dan hidrofilik. Obat-

obat yang lebih larut dalam lemak akan lebih mudah melewati

membran sel daripada obat yang kurang larut lemak. Bagi obat yang

bersifat sebagai elektrolit lemah, besarnya ionisasi mempengaruhi laju

transport obat (Shargel et al., 2005).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 32: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

12

Ionisasi suatu elekrolit lemah tergantung pada nilai pKa dan pH yang

dijelaskan dalam persamaan Handerson-Hasselbach :

untuk asam lemah : [HA]

]A [ -= 10(pH-pKa) (4)

untuk basa lemah : ][HB

]B [+

= 10(pH-pKa) (5)

Keterangan : A-

= fraksi terion dari obat asam lemah HA = fraksi tak terion dari obat asam lemah B = fraksi tak terion dari obat basa lemah HB+ = fraksi terion dari obat basa lemah pH = nilai pH media pKa = nilai pKa obat

(2) Ada tidaknya muatan.

Muatan pada obat dapat mempengaruhi transport obat menembus

membran. Berdasarkan penelitian Benet dkk., ternyata bentuk ion dari

obat juga dapat menembus membran (Wagner, 1975).

(3) Koefisien partisi.

Semakin besar koefisien partisi obat antara membran dan lumen,

maka laju absorpsi akan semakin besar pula (Wagner, 1975).

(4) Molal volume, monomeric atau micellar, dan difusivitas.

Laju difusi micelle lebih lambat daripada laju difusi monomeric

(Wagner, 1975).

(5) Stagnant water layer (aqueous diffusion layer).

Perpindahan obat melewati aqueous diffusion layer antara luminal dan

permukaan membran dapat menjadi rate limiting step dalam proses

absorpsi (Wagner, 1975).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 33: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

13

2) Faktor farmasetika dan pembuatan bentuk sediaan padat.

a) Ukuran partikel dan luas permukaan spesifik.

Laju disolusi obat berbanding langsung dengan luas permukaan spesifik

(Wagner, 1975). Penurunan ukuran partikel akan menyebabkan

peningkatan luas permukaan spesifik (York, 1990). Laju disolusi, laju

absorpsi, keseragaman kandungan dalam bentuk sediaan dan stabilitas

bentuk sediaan tergantung pada ukuran partikel dan ukuran distribusinya.

b) Static electrification.

Beberapa proses seperti pencampuran dan penyalutan dapat menghasilkan

static electrification. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya agregasi

partikel dan terjadinya unmixing (tidak tercampurnya) obat. Agregasi

menyebabkan penurunan luas permukaan sehingga laju disolusi menjadi

lebih lambat (Wagner, 1975).

c) Tipe bentuk sediaan.

Pada umumnya, urutan laju absorpsi obat dalam bentuk sediaan dari yang

tercepat hingga terlambat adalah larutan, suspensi, tablet, tablet salut

gula, dan tablet salut enterik. Namun urutan tersebut dapat berubah jika

obat terdegradasi oleh asam di lambung (Wagner, 1975).

d) Tipe dan jumlah bahan tambahan.

Secara umum, penggunaan bahan tambahan yang tidak larut air akan

menyebabkan laju disolusi dan absorpsi obat menjadi lebih lambat

dibandingkan dengan penggunaan bahan tambahan yang larut air. Hal ini

karena partikel obat akan diselubungi oleh bahan tambahan yang tidak

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 34: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

14

larut air sehingga obat menjadi lebih hidrofob. Penambahan garam netral

akan meningkatan disolusi obat (Wagner, 1975).

e) Ukuran granul dan distribusi ukurannya.

Granulasi merupakan salah satu proses dalam pembuatan tablet. Proses

disintegrasi tablet diasumsikan melalui 2 tahap, yaitu tablet menjadi

granul dan granul menjadi partikel kecil. Oleh karena itu, ukuran granul

dan distribusi ukurannya menjadi penting untuk diperhatikan (Wagner,

1975).

f) Tipe dan jumlah bahan penghancur.

Bahan penghancur akan mengembang oleh adanya air dan mendesak

tablet untuk hancur. Semakin banyak jumlah bahan penghancur yang

digunakan, maka tablet semakin mudah hancur (Wagner, 1975).

g) Waktu pencampuran.

Dalam proses pencampuran terdapat waktu optimum, di mana setelah

waktu optimum terlewati, obat menjadi tidak tercampur lagi (Wagner,

1975).

h) Tekanan dan kecepatan kompresi.

Tekanan kompresi merupakan faktor penentu waktu hancur dan laju

disolusi obat dari tablet (Wagner, 1975).

i) Penyalutan (salut film, salut gula, salut enterik).

Tablet salut film terdisolusi lebih cepat daripada tablet salut gula. Tablet

salut gula biasanya lebih tebal daripada tablet salut film. Tablet salut

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 35: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

15

enterik tidak larut pada lambung, namun larut pada usus halus (Wagner,

1975).

j) Efek matriks.

Dalam tablet lepas lambat, obat dicampur dengan wax atau polimer

sintetik yang inert dan tidak dapat diabsorpsi di saluran pencernaan, yang

disebut dengan matriks. Saat tablet tersebut diberikan secara oral, cairan

akan masuk ke dalam matriks dan dengan perlahan akan melarutkan obat

dari matriks (Wagner, 1975).

k) Tipe dan jumlah surfaktan.

Surfaktan dapat menurunkan tegangan antarmuka antara obat dengan

media disolusi sehingga dapat meningkatkan laju disolusi (Wagner,

1975).

l) Kondisi lingkungan selama pembuatan.

Jika obat mudah terhidrolisis, maka stabilitas bentuk sediaan dapat

dipengaruhi oleh kondisi lingkungan selama pembuatan (Wagner, 1975).

m) Kondisi saat penyimpanan dan lama penyimpanan.

Stabilitas obat dalam bentuk sediaan tertentu dapat diuji dengan uji

stabilitas bentuk sediaan dengan peningkatan temperatur (Wagner, 1975).

d. Faktor fisiologis.

1) Waktu transit obat.

Semakin lama obat berada di usus halus, maka semakin banyak obat yang

diabsorpsi dengan asumsi bahwa obat stabil pada cairan intestinal (Proudfoot,

1990).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 36: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

16

2) Laju pengosongan lambung.

Kebanyakan obat diabsorpsi secara optimal pada usus halus. Penurunan laju

pengosongan lambung akan menurunkan laju absorpsi obat dan menunda

waktu onset obat. Laju pengosongan lambung juga penting untuk obat yang

mudah terdegradasi di lambung. Semakin lama obat berada di lambung, maka

semakin banyak obat yang terdegradasi sehingga bioavailabilitasnya akan

menurun. Adanya makanan akan menurunkan laju pengosongan lambung

sehingga absorpsi obat akan tertunda (Proudfoot, 1990).

3) Luas permukaan area efektif pada tempat absorpsi.

Usus halus memiliki luas permukaan area efektif terbesar karena adanya vili

dan mikrovili. Oleh karena itu, mayoritas obat akan diabsorpsi secara

maksimum pada usus halus, meskipun pH cairan intestinal bukan merupakan

kondisi optimum untuk absorpsi obat-obat asam lemah/basa lemah.

Sebaliknya, luas permukaan lambung dan usus besar relatif kecil karena tidak

memiliki vili dan mikrovili (Proudfoot, 1990).

4) Laju aliran darah.

Aliran darah pada saluran pencernaan merupakan faktor yang penting untuk

membawa obat ke sirkulasi sistemik kemudian ke tempat kerja. Di dalam

usus terdapat pembuluh-pembuluh darah mesentrika. Obat dilepaskan ke hati

melalui vena porta hepatika dan kemudian menuju ke sirkulasi sistemik. Jika

laju aliran darah mesentrika menurun, maka bioavailabilitas obat juga akan

menurun (Shargel et al., 2005).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 37: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

17

5) Nilai pH cairan pada saluran pencernaan.

Nilai pH cairan bervariasi di sepanjang saluran pencernaan. pH lambung 1-

3,5; pH usus halus 5-8 (pH duodenum 5-6, pH ileum 8); pH usus besar 8.

Derajat ionisasi obat dipengaruhi oleh nilai pH. Bentuk tak terion akan

diabsorpsi lebih cepat daripada bentuk terion. Perubahan nilai pH pada

saluran pencernaan (karena adanya makanan atau faktor lain) dapat

menyebabkan perubahan jumlah bentuk tak terion sehingga dapat

mempengaruhi absorpsinya (Proudfoot, 1990).

6) Aktivitas enzimatik.

Obat yang diberikan secara oral dan ditujukan untuk sirkulasi sistemik

biasanya mengalami first pass effect, di mana obat akan termetabolisme

sebelum mencapai sirkulasi sistemik. First pass effect menyebabkan

penurunan bioavailabilitas (Proudfoot, 1990).

7) Mukus dan glycocalyx.

Molekul obat harus melalui unstirred aqueous layer, lapisan mukus, dan

glycocalyx untuk mencapai mikrovili. Glycocalyx adalah bagian yang

menyatu dengan mikrovili, berfungsi sebagai penyalut bagi mikrovili dan

tersusun atas mukopolisakarida (Proudfoot, 1990).

8) Ada tidaknya makanan pada saluran pencernaan.

Makanan dapat mempengaruhi absorpsi obat dengan beberapa mekanisme, di

antaranya mengubah laju pengosongan lambung, memacu sekresi asam dan

enzim pada saluran pencernaan, berkompetisi dengan obat dalam hal

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 38: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

18

absorpsi, membentuk kompleks dengan obat, meningkatkan viskositas pada

saluran pencernaan (Proudfoot, 1990).

9) Lain-lain : konsentrasi elektrolit, tegangan permukan dan tegangan

antarmuka, emulsifying agents dan complexing agents (misal : garam

empedu), posisi anatomi tubuh dan aktivitas relatif, suhu tubuh, integritas

membran gastrointestinal, tekanan hidrostatik dan intralumenal, kapasitas

buffer, tonisitas (Wagner, 1975).

3. Bioavailabilitas dan disolusi in vitro

Disolusi adalah proses di mana bahan obat padat larut dalam pelarut. Uji

disolusi dapat menentukan bioavailabilitas suatu obat jika terdapat korelasi yang baik

antara uji in vitro dan in vivo. Korelasi in vitro dan in vivo yang dimaksud adalah

hubungan antara karakteristik biologi obat (efek farmakodinamika atau konsentrasi

obat dalam plasma) dan karakteristik fisika kimia produk obat (Shargel et al., 2005).

Korelasi in vitro dan in vivo ini penting untuk diketahui agar dalam

menentukan bioavailabilitas suatu obat cukup dengan uji in vitro saja, tidak perlu

dengan uji in vivo. Selama ini, uji bioavailabilitas secara in vivo memerlukan waktu

yang lama, biaya yang relatif tinggi, serta terdapat beberapa masalah dalam

pemberian obat kepada subjek uji sehat/pasien (Chereson, 1999).

Parameter uji in vitro yang paling dekat hubungannya dengan

bioavailabilitas adalah laju disolusi. Obat yang masuk ke dalam tubuh dapat

diabsorpsi jika sudah dalam bentuk larutan sehingga kecepatan obat untuk larut dari

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 39: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

19

bentuk sediaannya (laju disolusi) akan menentukan kecepatan dan atau jumlah obat

yang terabsorpsi (Chereson, 1999).

4. Obat

Menurut S. P. Menkes R. I. No. 193/Keb/VII/71, obat adalah suatu bahan

atau paduan bahan-bahan yang digunakan dalam menetapkan diagnosa, mencegah,

mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka,

atau kelainan badaniah dan rohaniah pada manusia atau hewan, memperelok badan

atau bagian badan manusia (Lestari, Rahayu, Rya, Suhardjono, Maisunah, Soewarni,

dkk., 2002).

Obat generik adalah obat dengan nama resmi yang ditetapkan dalam

Farmakope Indonesia untuk zat berkhasiat yang dikandungnya. Nama generik adalah

nama obat berdasarkan International Nonproprietary Name (I.N.N.) yang ditetapkan

WHO. Nama generik berlaku di negara manapun dan boleh diproduksi oleh setiap

industri, sedangkan obat paten yaitu obat jadi dengan nama dagang yang terdaftar

atau nama pembuat atau yang dikuasakannya dan dijual dalam bungkus asli dari

pabrik yang memproduksinya. Nama dagang adalah nama khas yang dilindungi

hukum yaitu merk terdaftar atau Proprietary Name (Lestari dkk., 2002).

B. Parasetamol

Parasetamol memiliki beberapa sinonim, di antaranya asetaminofen, p-

acetamidophenol, dan N-acetyl-p-aminophenol (Connors, Amidon, and Stella, 1986).

Parasetamol mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 101,0%

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 40: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

20

C8H9NO2 dihitung terhadap zat anhidrat. Parasetamol berupa serbuk hablur, putih,

tidak berbau, berasa sedikit pahit. Tablet parasetamol mengandung parasetamol

(C8H9NO2) tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang

tertera pada etiket (Anonim, 1995).

HO NHCOCH3

Parasetamol

BM = 151,16

Gambar 2. Struktur parasetamol (Anonim, 1995)

Kelarutan parasetamol adalah mudah larut dalam etanol (95%) P dan dalam

propilenglikol P; larut dalam air mendidih, dalam natrium hidroksida 1N, dan dalam

aseton P; agak sukar larut dalam air dan dalam gliserol P (Anonim, 1979; Anonim

1995). Parasetamol tidak larut dalam benzen dan eter (Connors et al., 1986).

Titik lebur parasetamol adalah 169°C-172°C. Dalam larutan jenuh, pH

parasetamol adalah sekitar 5,3-6,5. Parasetamol memiliki nilai pKa 9,51.

Parasetamol sangat stabil dalam larutan air dan stabil dalam larutan dengan nilai pH

5-7. Parasetamol dapat membentuk kompleks dengan polyethyleneglycol (PEG) 4000

dan polyvynylpyrrolidone (PVP). Kompleks ini akan meningkatkan kelarutan

parasetamol dalam air dan kecepatan disolusi parasetamol. Parasetamol akan

menghasilkan efek terbaik dalam campuran parasetamol dan PEG dengan

perbandingan parasetamol : PEG = 1 : 2 b/b (Connors et al., 1986; Hanson, 2000).

Parasetamol diabsorpsi secara cepat dan lengkap melalui saluran

pencernaan. Absorpsi parasetamol menurun jika asupan parasetamol diikuti dengan

makanan berkarbohidrat tinggi (Lacy, Armstrong, Goldman, and Lance, 2003;

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 41: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

21

Anonim, 2005a). McGilveray dan Mattok (1972) menemukan bahwa adanya

makanan akan menurunkan absorpsi parasetamol. Pemberian makanan bersama 1

gram parasetamol ternyata menurunkan kecepatan absorpsi menjadi lima kali lebih

lambat daripada pemberian parasetamol pada manusia puasa. Makanan yang

mengandung karbohidrat dan pektin dapat menurunkan kecepatan absorpsi

parasetamol. Sebaliknya, keadaan puasa ternyata meningkatkan kecepatan absorpsi

parasetamol walaupun tidak mempengaruhi jumlah total yang diabsorpsi.

Waktu onset parasetamol kurang dari 1 jam dengan durasi 4-6 jam (Lacy et

al., 2003). Parasetamol memiliki tmax 0,5-2 jam. Parasetamol terdistribusi hampir ke

seluruh cairan tubuh (Anonim, 2004a). Di dalam plasma, sebanyak 20-50%

parasetamol akan terikat oleh protein plasma (Lacy et al., 2003). Volume distribusi

parasetamol menurut Melmon & Morelli (1992) adalah 0,94 l/kg. Besarnya

konsentrasi efektif minimum (KEM) parasetamol adalah 10-20 μg/ml, sedangkan

konsentrasi toksik minimum (KTM) adalah 300 μg/ml (Benet, 1992).

Sebanyak 90-95% parasetamol dimetabolisme oleh hati, dalam reaksi

konjugasi glutation, konjugasi glukuronida, dan konjugasi sulfat. Metabolit hasil

konjugasi tersebut merupakan metabolit yang tidak aktif secara farmakologis

(Gibson and Skett, 1991). Proses metabolisme parasetamol dapat dilihat pada

gambar 3.

Sebagian lainnya dimetabolisme oleh enzim sitokrom P450 menjadi

metabolit toksik yang berbahaya bagi sel hati (Anonim, 2004a). Glutation di dalam

tubuh dapat berikatan dengan metabolit ini dan membuatnya menjadi tidak toksik.

Namun jumlah glutation yang terdapat di dalam tubuh sangat terbatas sehingga jika

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 42: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

22

dosis parasetamol terlalu tinggi tetap bersifat toksik (Bowman and Rand, 1990;

Stringer, 2001).

HO NH

COCH3

O NH

COCH3S

O

O

HO O NH

COCH3

O

OHHO

HO

HOOC

Parasetamol (aktif)

Konjugasisulfat

Konjugasiglukuronida

(tidak aktif) (tidak aktif)

Metabolisme dan konjugasi glutation

Sistein dan konjugasi asammerkapturat (tidak aktif)

urin urinurin

Gambar 3. Metabolisme parasetamol (Gibson and Skett, 1991)

Waktu paruh eliminasi parasetamol sekitar 1-4 jam (Anonim, 2005a). Jalur

eliminasi parasetamol melalui ginjal. Sebanyak 90-100% obat ditemukan dalam urin

sebagai metabolit tidak aktif, sedangkan 2% diekskresi dalam bentuk utuh (Anonim,

2004a). Nilai klirens parasetamol adalah 350 + 100 ml/menit (Benet, 1992).

Parasetamol merupakan metabolit fenasetin dengan efek antipiretik yang

sama dan telah digunakan sejak tahun 1893. Fenasetin telah diganti oleh parasetamol

dalam banyak sediaan. Namun sampai sekarang tidak dijamin sempurna bahwa

pemberian parasetamol dalam waktu lama lebih kurang toksik terhadap ginjal

dibandingkan dengan fenasetin (Mutschler, 1999; Wilmana, 2003).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 43: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

23

Efek analgesik parasetamol serupa dengan salisilat yaitu menghilangkan

atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Parasetamol menurunkan suhu tubuh

dengan mekanisme yang diduga juga berdasarkan efek sentral seperti salisilat

(Wilmana, 2003). Parasetamol memiliki efek analgesik antipiretik yang sama dengan

aspirin. Parasetamol merupakan obat pilihan bagi pasien yang memerlukan efek

analgesik sedang atau antipiretik dan bagi pasien yang kontraindikasi dengan aspirin,

yaitu pasien yang hipersensitif terhadap aspirin, pasien yang mempunyai riwayat

ulcer, pasien dengan penyakit gout, anak yang terinfeksi virus, dan pasien yang

sedang mengkonsumsi antikoagulan (Anonim, 2001a).

C. Farmakokinetika

1. Definisi

Proses yang berawal dari pemberian obat hingga efek yang ditimbulkan oleh

obat dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase farmasetika, farmakokinetika, dan

farmakodinamika. Tahap-tahap tersebut dapat dilihat pada gambar 4.

Fase farmasetika meliputi hancurnya bentuk sediaan obat dan larutnya

bahan obat. Oleh karena itu, fase ini terutama ditentukan oleh sifat-sifat galenik obat

(Mutschler, 1999).

Fase farmakokinetika meliputi proses invasi (absorpsi, distribusi) dan proses

eliminasi (biotransformasi, ekskresi) (Mutschler, 1999). Farmakokinetika merupakan

ilmu yang menggambarkan rentang waktu perpindahan obat masuk ke dalam tubuh,

selama di dalam tubuh, dan keluar dari tubuh (Clark and Smith, 1993). Menurut

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 44: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

24

Shargel et al. (2005), farmakokinetika mempelajari kinetika absorpsi, distribusi dan

eliminasi obat.

obat dalam bentuk sediaan

Disintegrasi bentuk sediaan

Disolusi obat

absorpsi, distribusi, metabolisme, ekskresi

interaksi obat-reseptor

pemberian

Obat tersedia untuk diabsorpsi (availabilitas farmasetika)

efek

Obat tersedia untuk aksi (availabilitas farmakologi)

Fase farmasetika

Fase farmakokinetika

Fase farmakodinamika

Gambar 4. Proses obat dalam tubuh untuk menimbulkan efek (Bowman and Rand, 1990)

Farmakokinetika dipengaruhi oleh faktor-faktor biologi, fisiologi, dan

fisikakimia. Dalam banyak kasus, aksi farmakologi dan aksi toksikologi obat terkait

dengan konsentrasi obat di dalam plasma. Oleh karena itu, dengan mempelajari

farmakokinetika, farmasis akan mampu memberikan terapi yang tepat kepada pasien

(Makoid and Cobby, 2000).

Fase farmakodinamika merupakan interaksi obat-reseptor dan juga

merupakan proses-proses yang menjadi akhir dari efek farmakologi (Mutschler,

1999).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 45: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

25

2. Strategi penelitian farmakokinetika

Definisi dari strategi penelitian farmakokinetika (SPF) adalah rencana yang

disusun sebelum meneliti tahap farmakokinetika obat untuk memperoleh informasi

tentang nasib obat dalam tubuh secara kuantitatif. Objek penelitian farmakokinetika

adalah tahap farmakokinetika obat dengan parameter farmakokinetika sebagai tolok

ukurnya. Parameter farmakokinetika adalah besaran yang diturunkan secara

matematik dari hasil pengukuran kadar obat atau metabolitnya di dalam darah atau

urin (Suryawati dan Donatus, 1998).

SPF meliputi tahap-tahap sebagai berikut.

a. Pemilihan rancangan uji coba.

b. Pemilihan subjek uji dan jumlahnya.

c. Pemilihan cuplikan hayati.

d. Pemilihan metode analisis penetapan kadar.

Metode analisis ini memiliki syarat-syarat sebagai berikut.

1) Selektivitas

Selektivitas adalah kemampuan metode analisis untuk membedakan suatu

obat dengan metabolitnya, obat lain dan kandungan endogen cuplikan

hayati.

2) Sensitivitas

Sensitivitas berkaitan dengan kadar terendah yang dapat diukur dengan

metode analisis yang digunakan. Hal ini diperlukan karena dalam

menghitung parameter farmakokinetika suatu obat diperlukan sederetan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 46: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

26

data kadar obat dari waktu ke waktu atau dari kadar tertinggi sampai kadar

terendah dalam cuplikan hayati yang digunakan.

3) Ketelitian dan ketepatan

Ketelitian dan ketepatan ini akan menentukan kesahihan hasil penetapan

kadar. Ketepatan (akurasi) ditunjukkan oleh kemampuan metode

memberikan hasil pengukuran sedekat mungkin dengan nilai yang

sesungguhnya. Ketelitian (presisi) menunjukkan kedekatan hasil

pengukuran berulang pada cuplikan hayati yang sama.

e. Pemilihan takaran dosis dan bentuk sediaan obat.

Takaran dosis yang diberikan harus menjamin dapat diukurnya kadar obat atau

metabolitnya pada rentang waktu tertentu sehingga diperoleh data yang cukup

memadai untuk analisis farmakokinetika.

f. Pemilihan lama dan banyaknya waktu pengambilan cuplikan hayati.

Apabila menggunakan cuplikan darah, sebaiknya pengambilan dilakukan

sebanyak 3-5 kali t½ eliminasi obat yang diuji. Hal ini disebabkan karena pada

kondisi tersebut, 99,2%-99,9% obat telah diekskresi. Frekuensi pengambilan

cuplikan obat sebaiknya dilakukan setidaknya 3 kali pada tahap absorpsi, 3 kali

di sekitar puncak, 3 kali pada tahap distribusi, dan 3 kali pada tahap eliminasi.

g. Analisis dan evaluasi hasil.

Langkah-langkah ini meliputi analisis sederetan kadar obat utuh atau

metabolitnya dalam darah atau urin, analisis statistika dan evaluasi.

(Suryawati dan Donatus, 1998)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 47: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

27

D. Nasib Obat di Dalam Tubuh

Obat yang masuk ke dalam tubuh umumnya mengalami absorpsi, distribusi,

dan pengikatan untuk sampai di tempat kerja dan menimbulkan efek. Kemudian,

dengan atau tanpa biotransformasi, obat diekskresi dari dalam tubuh (Setiawati,

Zunilda, dan Suyatna, 2003). Seluruh proses ini disebut sebagai proses

farmakokinetika seperti terlihat pada gambar 5.

tempat aksi “reseptor”

terikat bebas

jaringan bebas terikat

sirkulasi sistemik

obat bebas

obat terikat metabolit

biotransformasi

ekskresi absorpsi

Gambar 5. Proses farmakokinetika obat di dalam tubuh (Setiawati dkk., 2003)

1. Absorpsi

Kebanyakan obat harus dipindahkan ke tempat aksi oleh darah. Obat yang

diberikan secara ekstravaskular membutuhkan proses absorpsi (Shargel et al., 2005).

Absorpsi merupakan proses penyerapan obat dari tempat pemberian, menyangkut

kelengkapan dan kecepatan proses tersebut. Kelengkapan dinyatakan dalam persen

dari jumlah obat yang diberikan (Setiawati dkk., 2003).

Absorpsi menggambarkan laju obat meninggalkan tempat pemberian dan

jumlah obat yang tersedia. Oleh karena itu, menurut para ahli klinis parameter

bioavailabilitas lebih tepat daripada absorpsi. Bioavailabilitas adalah istilah yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 48: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

28

digunakan untuk menggambarkan jumlah obat yang mencapai tempat aksi atau

cairan tubuh. Sebagai contoh, obat yang diberikan per oral harus diabsorpsi terlebih

dahulu dari lambung dan usus halus. Absorpsi ini dipengaruhi oleh sifat bentuk

sediaan dan sifat fisika kimia obat. Obat juga akan mengalami metabolisme di hati

sebelum akhrinya mencapai sirkulasi sistemik. Akibatnya, sejumlah obat yang

diberikan dan diabsorpsi akan menjadi tidak aktif atau berubah bentuk. Jika kapasitas

metabolisme di hati besar, maka bioavailabilitas akan berkurang (disebut sebagai

first-pass effect) (Wilkinson, 2001).

Mekanisme absorpsi dapat terjadi secara difusi pasif, difusi terfasilitasi,

transpor aktif atau pinositosis, fagositosis dan persorpsi. Absorpsi obat melalui

saluran cerna pada umumnya terjadi secara difusi pasif. Absorpsi mudah terjadi bila

obat dalam bentuk non-ion dan mudah larut dalam lemak.

Mekanisme difusi pasif dijelaskan dengan Hukum Fick (Proudfoot, 1990) :

)C-(Ch

KA D dtdQ

BGI= (6)

Keterangan :

dtdQ

= laju difusi

D = koefisien difusi A = luas permukaan membran K = koefisien partisi h = tebal membran CGI - CB = perbedaan konsentrasi obat dalam saluran cerna dan dalam darah B

Konsentrasi obat di dalam darah jauh lebih kecil daripada konsentrasi obat dalam

saluran cerna (CGI >> CB). Kondisi ini disebut dengan kondisi “sink” yang

memastikan bahwa perbedaan konsentrasi tetap terjaga selama proses absorpsi

sehingga difusi pasif dapat terus berlangsung (Proudfoot, 1990).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 49: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

29

2. Distribusi

Organ target bagi obat biasanya bukan darah sehingga obat harus dapat

menembus jaringan untuk dapat memberi efek yang diharapkan (Clark and Smith,

1993). Setelah diabsorpsi, obat akan didistribusikan ke seluruh tubuh melalui

sirkulasi darah. Selain tergantung aliran darah, distribusi obat juga ditentukan oleh

sifat fisika kimianya (Setiawati dkk., 2003).

Distribusi obat dibedakan atas 2 fase berdasarkan penyebarannya dalam

tubuh. Distribusi fase pertama terjadi segera setelah penyerapan, yaitu ke organ yang

perfusinya sangat baik, misalnya jantung, hati, ginjal, dan otak. Selanjutnya,

distribusi fase kedua jauh lebih luas yaitu mencakup jaringan yang perfusinya tidak

secepat organ di atas misalnya otot, visera, kulit dan jaringan lemak (Setiawati dkk.,

2003).

Obat yang mudah larut dalam lemak akan melintasi membran sel dan

terdistribusi ke dalam sel, sedangkan obat yang tidak larut lemak akan sulit

menembus membran sehingga distribusinya terbatas terutama di cairan ekstrasel.

Selain itu, distribusi juga dibatasi oleh ikatan obat pada protein plasma dan hanya

obat bebas yang dapat berdifusi dan mencapai keseimbangan. Derajat ikatan obat

pada protein plasma ditentukan oleh afinitas obat terhadap protein, kadar obat, dan

kadar proteinnya (Setiawati dkk., 2003).

3. Biotransformasi

Biotransformasi atau metabolisme obat adalah proses perubahan struktur

kimia obat yang terjadi dalam tubuh dan dikatalisis oleh enzim. Pada proses ini

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 50: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

30

molekul obat diubah menjadi lebih polar sehingga lebih mudah larut dalam air dan

kurang larut dalam lemak sehingga lebih mudah diekskresi melalui ginjal. Selain itu,

pada umumnya obat menjadi inaktif sehingga biotransformasi sangat berperan dalam

mengakhiri kerja obat (Setiawati dkk., 2003).

Reaksi biokimia yang terjadi dapat dibedakan menjadi reaksi fase I dan fase

II. Proses yang termasuk reaksi fase I adalah oksidasi, reduksi, dan hidrolisis. Reaksi

fase I ini mengubah obat menjadi metabolit yang lebih polar. Reaksi fase II yang

disebut juga reaksi sintetik merupakan konjugasi obat atau metabolit hasil reaksi fase

I dengan substrat endogen misalnya asam glukuronat, sulfat, asetat, atau asam amino.

Hasil konjugasi ini bersifat lebih polar dan lebih mudah terionisasi sehingga lebih

mudah diekskresi (Setiawati dkk., 2003).

Sebagian besar biotransformasi obat dikatalis oleh enzim mikrosom hati,

demikian pula biotransformasi asam lemak, hormon steroid, dan bilirubin. Untuk itu

obat harus larut lemak agar dapat melintasi membran, masuk ke dalam retikulum

endoplasma dan berikatan dengan enzim mikrosom (Setiawati dkk., 2003).

4. Ekskresi

Ekskresi suatu obat dan metabolitnya menyebabkan penurunan konsentrasi

bahan berkhasiat dalam tubuh. Ekskresi dapat terjadi tergantung pada sifat fisika

kimia (bobot molekul, harga pKa, kelarutan, tekanan uap) senyawa yang diekskresi

(Mutschler, 1999). Obat dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ ekskresi

dalam bentuk metabolit hasil biotransformasi atau dalam bentuk asalnya. Obat atau

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 51: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

31

metabolit polar diekskresi lebih cepat daripada obat larut lemak, kecuali pada

ekskresi melalui paru (Setiawati dkk., 2003).

Organ ekskresi yang terpenting adalah ginjal. Ekskresi meliputi 3 proses

berikut : filtrasi di glomerulus, sekresi aktif di tubuli proksimal, dan reabsorpsi pasif

di tubuli proksimal dan distal (Setiawati dkk., 2003). Selain melalui ginjal, ekskresi

obat juga dapat terjadi melalui empedu dan usus (feses), kulit (keringat), air liur, air

mata, air susu, paru-paru (udara ekspirasi) dan rambut (Mutschler, 1999; Setiawati

dkk., 2003). Ekskresi obat melalui kulit dan turunannya tidak begitu penting. Pada

ibu menyusui, eliminasi obat dan metabolitnya dalam air susu dapat menyebabkan

intoksikasi yang membahayakan bagi bayi (Mutschler, 1999).

E. Dasar-Dasar Perhitungan Farmakokinetika

1. Model kompartemen

Tubuh terdiri dari banyak kompartemen. Masing-masing sel tubuh dan

bagian-bagian dari sel merupakan kompartemen yang kecil. Dalam farmakokinetika,

yang disebut dengan kompartemen adalah organ-organ dan jaringan di mana

kecepatan absorpsi dan klirens obat adalah sama (Clark and Smith, 1993). Model

kompartemen adalah suatu hubungan matematika yang menggambarkan perubahan

konsentrasi terhadap waktu dalam sistem tubuh (Mutschler, 1999).

a. Model satu kompartemen. Pada model satu kompartemen, obat akan

segera terdistribusi ke dalam ruang distribusi secara merata setelah pemakaian. Jika

proses eliminasi mungkin terjadi, maka model satu kompartemen disebut terbuka

(Mutschler, 1999).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 52: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

32

b. Model dua kompartemen. Pada model dua atau lebih kompartemen,

distribusi obat ke dalam ruang distribusi terjadi dengan kecepatan yang berbeda-

beda. Dengan demikian dapat dibedakan menjadi kompartemen pusat, yang secara

kinetika bersifat seperti darah (organ transpor) dan kompartemen perifer. Bila

pertukaran zat antara suatu kompartemen perifer dan kompartemen pusat sangat

lambat, maka disebut kompartemen dalam (Mutschler, 1999).

2. Parameter farmakokinetika

Parameter farmakokinetika diperoleh dari perubahan konsentrasi obat dan

metabolitnya dalam cairan darah (darah, plasma, dan serum) dan dalam urin terhadap

waktu. Kedua cairan tersebut mudah dilewati dan konsentrasi dalam darah, yaitu alat

transpornya, mencerminkan proses kinetika dalam organisme (Mutschler, 1999).

Untuk memperoleh kurva konsentrasi terhadap waktu sebagai hasil dari

berbagai bagian proses farmakokinetika yang berbeda-beda perlu dilakukan

penentuan konsentrasi obat berulang-ulang (Mutschler, 1999). Dalam membuat

kurva konsentrasi terhadap waktu untuk suatu obat, suatu bentuk sediaan tertentu

akan diberikan kepada sekelompok pasien dan sampel darah pasien itu akan diambil

pada periode waktu yang telah ditentukan. Jumlah obat dalam sampel darah ini

kemudian akan dianalisis dan dibuat grafik konsentrasi darah terhadap waktu (Ansel

and Prince, 2006). Kurva konsentrasi darah terhadap waktu dapat digunakan untuk

menentukan atau membuat parameter-parameter berikut (Ansel and Prince, 2006;

Mutschler, Derendorf, Schäfer-Korting, Elrod, and Estes, 1995) :

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 53: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

33

a. Area Under the Curve (AUC). Nilai AUC biasanya dihitung dari profil

kurva konsentrasi plasma terhadap waktu. Nilai AUC menggambarkan jumlah obat

di dalam tubuh dan dapat dihitung dengan aturan trapezoid.

Luas area trapezoid = (tn+1 – tn) . (Cn + Cn+1) / 2 (7) Keterangan : tn+1 = waktu saat n+1 (menit) tn = waktu saat n (menit) Cn = konsentrasi pada waktu tn (μg/ml) Cn+1 = konsentrasi pada waktu tn+1 (μg/ml)

Jumlah semua area trapezoid merupakan nilai AUC(0-t). Untuk menghitung total

AUC (AUC(0-∞)), maka dilakukan ekstrapolasi bagian akhir area setelah titik akhir

pengukuran (AUC(t-∞)). Prosedur ini sahih jika bagian ekstrapolasi area lebih kecil

dari 10% AUC(0-t) dan sebaiknya data tidak dipakai jika bagian ekstrapolasi lebih

besar dari 20% AUC(0-t).

b. Volume distribusi (Vd). Volume distribusi adalah volume hipotetis cairan

tubuh yang akan diperlukan untuk melarutkan jumlah total obat pada konsentrasi

yang sama seperti yang ditemukan dalam darah.

CpD Vd = (8)

Keterangan : Vd = volume distribusi (ml) D = dosis (mg) Cp = kadar obat dalam plasma (μg/ml)

Volume distribusi dapat dianggap sebagai volume plasma, cairan ekstraseluler, atau

cairan tubuh total. Jumlah total obat dalam tubuh dapat dihitung dari konsentrasi obat

dan volume distribusi. Nilai volume distribusi yang besar menunjukkan bahwa obat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 54: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

34

yang terdistribusi ke jaringan juga besar atau dapat juga obat terkonsentrasi pada

jaringan tertentu.

c. Klirens (Cl). Klirens merupakan volume darah atau plasma yang dapat

dibersihkan dari obat per satuan waktu. Klirens total diperoleh dari hasil kali tetapan

laju eliminasi (kel) dan volume distribusi (Vd)

Cl = Vd . kel (9)

atau dari hasil bagi dosis (D) dengan AUC.

AUC

D Cl = (10)

Keterangan : Cl = klirens (ml/menit) Vd = volume distribusi (ml) kel = tetapan laju eliminasi (menit-1) D = dosis (mg) AUC = Area Under the Curve (μg.menit/ml)

Jika obat hanya dieliminasi oleh satu organ, maka klirens total sama dengan klirens

organ tersebut. Namun biasanya nilai klirens total melibatkan beberapa jalur yang

terdiri dari beberapa organ klirens juga. Jalur terpenting adalah hepatik (ClH) dan

ginjal (ClR) sehingga rumus klirens total menjadi :

Cl = ClH + ClR + Clx (11) Keterangan : Cl = klirens total (ml/menit) ClH = klirens hepatik (ml/menit) ClR = klirens ginjal (ml/menit) ClX = klirens organ lain (ml/menit)

d. Waktu paruh eliminasi (t½ eliminasi). Nilai t½ eliminasi merupakan waktu

kadar obat dalam darah atau plasma menjadi setengah dari kadar awal.

elk

0,693 t2

1 = (12)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 55: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

35

Keterangan : t½ = waktu paruh eliminasi (menit) kel = tetapan laju eliminasi (menit-1)

Waktu paruh eliminasi adalah parameter farmakokinetika dan tidak sama dengan

waktu paruh efek farmakologi. Waktu paruh eliminasi merupakan parameter

farmakokinetika yang penting. Dengan parameter ini, obat dapat dikelompokkan

menjadi short-acting, medium-acting, atau long-acting.

e. Tetapan laju eliminasi (kel). Tetapan laju eliminasi adalah laju

pengeluaran per satuan waktu. Tetapan laju eliminasi dapat dihitung sebagai :

2

1t2ln kel = (13)

Keterangan : kel = tetapan laju eliminasi (menit-1) t½ = waktu paruh eliminasi (menit)

f. Bioavailabilitas. Bioavailabilitas ditentukan secara tidak langsung dengan

pengukuran kadar obat dalam plasma atau urin sebab biasanya tidak mungkin untuk

mengukur langsung kadar obat pada tempat aksi. Faktor-faktor yang menentukan

bioavailabilitas adalah laju dan jumlah obat yang dilepaskan dari bentuk sediaan, laju

dan jumlah obat yang diabsorpsi dan besarnya first-pass effect.

Jumlah obat yang diabsorpsi dapat ditentukan dengan membandingkan AUC setelah

pemberian secara intravena (AUCi.v) dengan AUC setelah pemberian non-sistemik

(AUCx). Besarnya bioavailabilitas absolut (F) dapat dihitung sebagai :

100%x AUCAUC

Fi.v

x= (14)

Selain itu, dapat pula ditentukan bioavailabilitas relatif (Frel) yaitu dibandingkan

dengan AUC standar (selain intravena, misal solution).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 56: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

36

100%x AUCstandar

AUC F xrel = (15)

F. Darah

1. Plasma darah

Darah adalah jaringan cair yang terdiri atas 2 bagian, yaitu bahan

interseluler berupa cairan yang disebut plasma dan di dalamnya terdapat unsur-unsur

padat yaitu sel darah. Volume darah secara keseluruhan kira-kira seper-dua belas

berat badan. Sekitar 55% adalah cairan (plasma) dan sisanya (45%) adalah sel darah

(Pearce, 2002).

Saat darah membeku (mengalami koagulasi), fase cair yang tertinggal

dinamakan serum. Serum sudah tidak mengandung faktor-faktor pembekuan

(termasuk fibrinogen) yang normalnya terdapat di dalam plasma sebab sudah

terpakai dalam proses koagulasi. Jika darah diberi antikoagulan kemudian

disentrifugasi, fase cairnya dinamakan plasma. Di dalam plasma masih terdapat

faktor-faktor pembekuan. Selain itu, protein di dalam plasma tidak ikut mengendap

(Murray, Granner, Mayes, and Rodwell, 2000; Chamberlain, 1995). Konsentrasi

suatu obat dalam plasma, yang disebut dengan kadar dalam darah (lebih tepatnya :

kadar obat dalam plasma) merupakan ukuran pengenal yang penting sebab angka

kadar dalam darah dapat ditentukan secara tepat dengan metode analitik modern

(Mutschler, 1999).

Plasma darah manusia mengandung sekitar 90-92% air. Fungsi air selain

sebagai pelarut senyawa organik dan inorganik, juga sangat penting untuk

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 57: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

37

pengaturan suhu dan pertukaran secara osmotik antarkompartemen tubuh (Frissel,

1992).

Pengikatan molekul kecil pada protein dapat dituliskan dengan persamaan

umum berikut :

[P] + [A] [PA]

[P] adalah kadar protein yang tidak dapat membentuk kompleks dengan molekul

kecil, [A] adalah kadar molekul kecil yang tidak terikat protein dan [PA] adalah

kadar kompleks protein-protein kecil (Montgomery, Conway, and Spector, 1993).

Metode yang sederhana dalam mempersiapkan plasma untuk analisis adalah

dengan mengendapkan protein dan mengisolasi filtratnya. Protein dapat didenaturasi

dengan cara diendapkan. Jika protein terdenaturasi, maka kemampuan protein untuk

berikatan dengan obat menjadi rusak sehingga obat yang terikat akan dibebaskan ke

filtratnya. Reagen-reagen asam yang sering digunakan untuk mengendapkan protein

adalah asam trikloroasetat, asam perklorat, dan asam tungstat. Namun asam kuat

dapat merusak obat yang diisolasi dari protein sehingga perlu dilakukan uji beberapa

pereaksi tersebut (Chamberlain, 1995).

2. Denaturasi protein plasma

Denaturasi diartikan sebagai perubahan atau modifikasi terhadap struktur

sekunder, tersier, dan kuartener terhadap molekul-molekul protein tanpa terjadinya

pemecahan ikatan-ikatan kovalen. Terdapat dua macam denaturasi protein, yaitu

pengembangan rantai polipeptida dan pemecahan protein menjadi unit yang lebih

kecil tanpa disertai pengembangan molekul (Bruice, 1998).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 58: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

38

Beberapa metode yang biasa digunakan untuk mendenaturasi protein adalah

(Bruice, 1998).

a. Mengubah pH.

Misalnya dengan penambahan asam kuat seperti asam trikloroasetat (TCA).

Mekanisme denaturasi protein akibat perubahan pH oleh asam trikloroasetat

adalah dengan mengubah muatan anion-kation pada berbagai ikatan protein

sehingga terjadi gangguan elektrostatik dan rusaknya ikatan hidrogen protein.

b. Reagen-reagen khusus seperti urea dan guanidin hidroklorida akan membentuk

ikatan hidrogen dengan protein yang bersifat lebih kuat daripada ikatan

antarprotein dalam molekul tersebut sehingga protein terdenaturasi.

c. Detergen-detergen seperti natrium dodesil sulfat dan pelarut-pelarut organik

berikatan dengan gugus non polar sehingga mengganggu ikatan hidrofobik

normal.

d. Panas dapat mendenaturasi protein dengan meningkatkan pergerakan molekul

protein yang mengganggu gaya tarik menarik antarmolekul protein.

G. Kolorimetri

1. Definisi

Kolorimetri merupakan teknik pengukuran serapan cahaya yang diabsorpsi

oleh zat berwarna, baik warna dari zat asal maupun warna yang terbentuk akibat

reaksi dengan zat lain (Khopkar, 1990). Pada kolorimetri, dibuat kadar larutan

dengan kadar yang semakin meningkat serta membandingkan warnanya dengan

senyawa yang hendak dianalisis. Menurut Roth and Blaschke (1981), kolorimetri

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 59: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

39

juga mencakup pengubahan senyawa yang tidak berwarna menjadi berwarna dan

penentuan fotometrinya dilakukan pada panjang gelombang sinar tampak (400-800

nm).

Pemilihan prosedur kolorimetri didasarkan pada pertimbangan sebagai

berikut (Bassett, Denney, Jeffery, and Mendham, 1991) :

1. Metode kolorimetri memberikan hasil yang lebih akurat pada konsentrasi rendah

daripada titrimetri atau gravimetri.

2. Metode kolorimetri sering digunakan pada kondisi di mana metode titrimetri atau

gravimetri tidak dapat dilakukan.

3. Metode kolorimetri memiliki beberapa keuntungan untuk penentuan sejumlah

komponen dalam sampel yang sama.

2. Metode penetapan kadar parasetamol secara kolorimetri

Ada beberapa macam cara yang dapat digunakan pada metode kolorimetri

untuk penetapan parasetamol.

a. Teknik asam nitrat.

Parasetamol dilarutkan dengan metanol dan ditambah dengan larutan asam nitrat

sehingga menghasilkan warna kuning kemerahan (Connors, 1982).

OH

NHCOCH3

HNO3

OH

NHCOCH3

NO2

Gambar 6. Reaksi parasetamol dengan asam nitrat (Connors, 1982)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 60: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

40

b. Teknik hidrolisis menjadi p-aminofenol.

Pembentukan senyawa berwarna dari parasetamol umumnya diawali dengan

hidrolisis parasetamol menjadi p-aminofenol. Hasilnya lalu direaksikan dengan

o-nitroanilin terdiazotasi, vanilin, p-dimetilaminobenzaldehid atau 2-naftol yang

dalam suasana basa akan membentuk senyawa berwarna (Belal, Elsayed, El-

Waliely, and Abdine, 1979).

NHCOCH3

OH

H+ / H2O

OH

NH2

+ CH3COOH

parasetamol p-aminofenol asam asetat

Gambar 7. Reaksi hidrolisis parasetamol menjadi p-aminofenol (Belal et al., 1979)

Penetapan kadar parasetamol dalam plasma dengan metode ini tanpa disertai

dengan pemisahan parasetamol dari konjugatnya akan memberikan hasil yang

tidak sesuai dengan kadar yang sebenarnya (Belal et al., 1979).

c. Metode Chafetz et al. (1971).

Parasetamol yang telah dilarutkan aquadest ditambah dengan larutan asam

klorida 6N, natrium nitrit 10%, asam sulfamat 15% dan NaOH 10% akan

menghasilkan warna kuning. Cincin aromatis dari parasetamol akan dinitritasi

oleh asam nitrit menjadi 2-nitro-4-asetamidofenol. Dalam suasana basa, larutan

akan memiliki kromofor yang yang lebih panjang sehingga serapan dapat terbaca

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 61: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

41

pada panjang gelombang 430 nm (Chafetz, Daly, Schriftman, and Lomner,

1971).

NHCOCH3

OH

NaNO2

HCl

OH

NHCOCH3

NO2

OH-

O

NHCOCH3

NO2

Gambar 8. Reaksi pembentukan warna pada metode Chafetz et al. (1971)

Metode ini sangat spesifik untuk parasetamol meskipun dipengaruhi oleh salisilat

(Chamberlain, 1995). Asam salisilat akan memberikan reaksi yang mirip dengan

parasetamol, tetapi di dalam plasma, asam salisilat baru akan memberi intensitas

warna yang mirip dengan 20 μg/ml parasetamol jika kadar asam salisilat di dalam

plasma 1000 μg/ml (Widdop, 1986).

d. Penetapan kadar parasetamol dalam plasma.

Sebanyak 2,0 ml asam trikloroasetat ditambahkan ke dalam 1,0 ml plasma lalu

disentrifugasi dan diambil supernatannya. Kemudian supernatan dicampur

dengan 1,0 ml asam klorida 6N dan 2,0 ml natrium nitrit 10% dan didiamkan

selama 2 menit. Lalu ditambahkan 2,0 ml asam sulfamat secara hati-hati

dan 5,0 ml natrium hidroksida 10%. Serapan diukur pada panjang gelombang

430 nm dengan air tanpa reagen sebagai blangkonya. Reaksi ini spesifik untuk

parasetamol dan tidak dipengaruhi oleh konjugat sulfat dan konjugat glukuronida

parasetamol (Glynn and Kendal, 1975).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 62: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

42

H. Desain Cross Over

Studi bioavailabilitas biasanya dilakukan pada subjek yang sama (dengan

desain menyilang) untuk menghilangkan variasi biologik antarsubjek sehingga dapat

memperkecil jumlah subjek yang dibutuhkan. Pemberian produk obat yang pertama

harus dilakukan secara acak agar efek urutan (order effect) maupun efek waktu

(period effect) menjadi seimbang (Anonim, 2004b).

Perlakuan pertama dan kedua dipisahkan oleh periode washout yang cukup

untuk eliminasi produk obat yang pertama diberikan (biasanya lebih dari 5 kali

waktu paruh obat). Jika obat mempunyai kecepatan eliminasi yang sangat bervariasi

antarsubjek, maka diperlukan periode washout yang lebih lama untuk

memperhitungkan kecepatan eliminasi yang lebih rendah pada beberapa subjek. Oleh

karena itu, untuk obat dengan waktu paruh eliminasi lebih dari 24 jam, dapat

dipertimbangkan penggunaan desain 2 kelompok paralel (Anonim, 2004b).

I. Keterangan Empiris

Terdapat dua macam obat yang dikenal oleh masyarakat, yaitu obat generik

dan obat bermerk dagang. Selama ini, obat bermerk dagang dianggap lebih baik

daripada obat generik. Semua obat, baik obat generik maupun obat bermerk dagang

harus terjamin keamanan dan khasiatnya.

Penelitian ini membandingkan nilai parameter bioavailabilitas antara tablet

parasetamol bermerk dagang (Pyrexin® dan Progesic®) terhadap tablet parasetamol

generik secara statistik. Selain itu, penelitian ini juga menguji apakah tablet Pyrexin®

dan Progesic® bioekivalen dengan tablet parasetamol generik.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 63: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian Perbandingan Bioavailabilitas Tablet Pyrexin® dan Tablet

Progesic® dengan Tablet Parasetamol (Generik) pada Kelinci Putih Jantan termasuk

ke dalam jenis penelitian eksperimental murni, rancangan eksperimental silang

dengan desain cross over.

B. Variabel dan Definisi Operasional

1. Variabel penelitian

a. Variabel utama

1) Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah tiga jenis tablet parasetamol.

Dalam hal ini adalah tablet parasetamol (generik), tablet Pyrexin®, dan tablet

Progesic®.

2) Variabel tergantung

Variabel tergantung merupakan hasil pengamatan penelitian ini, yaitu

parameter-parameter bioavailabilitas :

a) AUC(0-inf) merupakan area di bawah kurva kadar obat dalam plasma

terhadap waktu dari waktu ke-0 sampai waktu tidak terhingga.

b) Cmax merupakan kadar puncak obat dalam plasma.

c) tmax merupakan waktu sejak pemberian obat sampai mencapai Cmax.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 64: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

44

Selain itu, ditentukan pula parameter farmakokinetika lainnya, yaitu :

a) ka merupakan tetapan laju absorpsi.

b) Cl (klirens) merupakan volume darah yang dapat dibersihkan dari obat

per satuan waktu.

c) Vd (volume distribusi) merupakan volume penyebaran obat dalam tubuh.

d) AUC(0-t) merupakan area di bawah kurva kadar obat dalam plasma

terhadap waktu dari waktu ke-0 sampai waktu terakhir kadar obat diukur.

e) t½ merupakan waktu paruh obat dalam plasma.

f) kel merupakan tetapan laju eliminasi.

b. Variabel pengacau

1) Variabel pengacau yang dapat dikendalikan

a) galur spesies hewan uji : lokal

b) jenis kelamin hewan uji : jantan

c) umur hewan uji : 2-3 bulan

d) berat badan hewan uji : 1,7-2 kg

e) status puasa hewan uji : terhadap makanan dan minuman selama 18

jam sebelum diberi perlakuan

2) Variabel pengacau yang tidak dapat dikendalikan

a) keadaan patologis hewan uji

b) ukuran partikel parasetamol dalam larutan obat yang diberikan kepada

hewan uji

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 65: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

45

2. Definisi operasional

Definisi operasional pada penelitian ini yaitu :

a. Bioavailabilitas adalah persentase dan kecepatan zat aktif dalam suatu

produk obat yang mencapai/tersedia dalam sirkulasi sistemik, dalam bentuk

utuh/aktif setelah pemberian produk obat tersebut, yang diukur dari

kadarnya dalam darah terhadap waktu pada kelinci putih jantan.

b. Bioekivalensi adalah perbandingan bioavailabilitas dari dua produk obat,

yaitu tablet Pyrexin® terhadap tablet parasetamol generik dan tablet

Progesic® terhadap tablet parasetamol generik.

c. Dua produk disebut bioekivalen jika :

- 0,800 < generik

dagangmerk

AUCgeometrik rata-rataAUCgeometrik rata-rata

< 1,250

- 0,800 < generikmax

dagangmerk max

Cgeometrik rata-rata

Cgeometrik rata-rata < 1,250

- 0,800 < generikmax

max

tgeometrik rata-rata

tgeometrik rata-ratadagangmerk < 1,250

C. Bahan Penelitian

Asam trikloroasetat kualitas proanalisis (E. Merck, Darmstadt, Germany), larutan

asam klorida pekat kualitas proanalisis (E. Merck, Darmstadt, Germany), natrium

nitrit kualitas proanalisis (E. Merck, Darmstadt, Germany), asam sulfamat kualitas

proanalisis (Sigma), natrium hidroksida kualitas proanalisis (E. Merck, Darmstadt,

Germany), kalium dihidrogen fosfat kualitas proanalisis (E. Merck, Darmstadt,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 66: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

46

Germany), parasetamol kualitas farmasetis (Changshu Huagang Pharmaceutical),

tablet parasetamol (generik Indofarma) (no. batch sama), tablet Pyrexin®

(Meprofarm-no. batch sama), dan tablet Progesic® (Metiska Farma-no. batch sama).

D. Alat Penelitian

Spektrofotometer (Genesys 6 v1.001), spektrofotometer UV/Vis (Lambda 20, Perkin

Elmer), sentrifuge (berdiameter 18 cm, Hettich EBA 85), degassing ultrasonic,

vortex (MSI Minishaker IKA), neraca elektrik (Mettler Toledo, model AB 204, made

in Switzerland), mikropipet, hardness tester (Kiya seisakustio, Ltd. Tokyo Japan No.

174886), atrition tester (ATMI Surakarta), disintegration tester (ATMI Surakarta),

disolution tester (Satox), dan alat-alat gelas (Pyrex).

E. Tata Cara Penelitian

1. Uji pendahuluan tablet

a. Uji keseragaman bobot

Dua puluh tablet ditimbang satu-persatu lalu dihitung bobot rata-ratanya.

Untuk tablet yang bobotnya lebih besar dari 300 mg, tidak boleh lebih dari 2 tablet

yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih besar dari 5% dan tidak

ada 1 tablet pun yang bobotnya menyimpang lebih besar dari 10% (Anonim, 1979).

b. Uji kekerasan tablet

Tablet diletakkan pada alat hardness tester kemudian mesin dijalankan.

Kekerasan tablet terbaca pada layar alat (Kottke and Rudnic, 2002).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 67: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

47

c. Uji kerapuhan tablet

Dua puluh tablet dibebas-debukan dari partikel halus yang menempel

kemudian ditimbang. Tablet dimasukkan ke dalam atrition tester (alat penguji

kerapuhan tablet), diputar selama 4 menit dengan laju 25 rpm. Kemudian tablet

dibebas-debukan dan ditimbang kembali. Setelah itu dihitung persen (%) kehilangan

bobot tablet dari bobot keseluruhan tablet semula. Menurut The United States

Pharmacopeia 28 (2005), tablet memenuhi syarat uji kerapuhan jika angka

persentase kerapuhan tidak lebih dari 1%.

d. Uji waktu hancur

Masukkan 5 tablet ke dalam keranjang, kemudian keranjang disisipkan di

tengah-tengah tabung kaca yang berisi air pada suhu antara 36°C-38°C. Tabung

dinaik-turunkan 30 kali setiap menit. Tablet dinyatakan hancur jika tidak ada bagian

tablet yang tertinggal di atas jaring keranjang. Tablet dinyatakan memenuhi syarat uji

waktu hancur jika kelima tablet hancur dalam waktu kurang dari 15 menit (Anonim,

1979).

e. Uji disolusi

1) Pembuatan media disolusi (larutan dapar fosfat pH 5,8)

a) Larutan kalium dihidrogen fosfat 0,2M

Sejumlah lebih kurang 27,218 g kalium dihidrogen fosfat dilarutkan dengan

aquadest sampai volume 1000,0 ml.

b) Larutan natrium hidroksida 0,2M

Sejumlah lebih kurang 0,8 g natrium hidroksida dilarutkan dengan aquadest

sampai volume 100,0 ml.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 68: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

48

c) Larutan dapar fosfat pH 5,8

Campur 50,0 ml larutan kalium dihidrogen fosfat 0,2M dengan 3,66 ml

larutan natrium hidroksida 0,2M, kemudian encerkan menjadi 200,0 ml (Vogel,

1990).

2) Pembuatan larutan parasetamol dalam larutan dapar fosfat pH 5,8

a) Pembuatan larutan persediaan parasetamol

Lebih kurang 50 mg parasetamol yang ditimbang seksama dilarutkan

dengan larutan dapar fosfat pH 5,8 sampai volume 50,0 ml.

b) Pembuatan larutan intermediet I parasetamol

Sebanyak 1,0 ml larutan persediaan parasetamol dimasukkan ke dalam labu

ukur 50,0 ml kemudian diencerkan dengan larutan dapar fosfat pH 5,8 sampai tanda

sehingga diperoleh larutan parasetamol dengan kadar 20 μg/ml.

c) Pembuatan seri kadar larutan intermediet II parasetamol

Sebanyak 1,5; 2,0; 2,5; 3,0; 3,5; 4,0; dan 4,5 ml larutan intermediet I

parasetamol dimasukkan ke dalam labu ukur 10,0 ml kemudian diencerkan dengan

larutan dapar fosfat pH 5,8 sampai tanda sehingga diperoleh larutan parasetamol

dengan kadar 3,0; 4,0; 5,0; 6,0; 7,0; 8,0; dan 9,0 μg/ml.

3) Penentuan panjang gelombang maksimum

Serapan larutan parasetamol dalam larutan dapar fosfat pH 5,8 dengan kadar

6,0 μg/ml dibaca dengan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 200 nm

sampai dengan 300 nm. Panjang gelombang maksimum merupakan panjang

gelombang di mana serapannya maksimum.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 69: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

49

4) Pembuatan kurva baku

Tiap-tiap kadar larutan intermediet II parasetamol dibaca serapannya dengan

spektrofotometer UV pada panjang gelombang 243,1 nm (hasil penentuan panjang

gelombang maksimum). Kemudian dibuat persamaan kurva baku dengan analisis

regresi linier antara kadar parasetamol dalam media disolusi dengan serapan.

5) Uji disolusi parasetamol

Masukkan 900 ml media disolusi pada alat disolusi tipe 2. Setelah itu tablet

dimasukkan dan alat dijalankan dengan kecepatan 50 rpm. Suhu dijaga tetap 37°C.

Ambil 5,0 ml cuplikan pada menit ke-10, 20, dan 30. Setelah mengambil 5,0 ml

cuplikan, tambahkan 5,0 ml larutan dapar fosfat pH 5,8 ke dalam tabung. Ukur

serapan dengan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 243,1 nm. Kadar

terukur dihitung dengan menggunakan persamaan kurva baku. Dalam waktu 30

menit, parasetamol harus larut tidak kurang dari 80% jumlah yang tertera pada etiket

(Anonim, 1995).

2. Pembuatan larutan

a. Larutan asam trikloroasetat 20%

Sejumlah lebih kurang 20 g asam trikloroasetat dilarutkan dengan aquadest

sampai volume 100,0 ml.

b. Larutan asam klorida 6N

Pipet lebih kurang 59,88 ml asam klorida 10,02N diencerkan dengan

aquadest sampai volume 100,0 ml.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 70: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

50

c. Larutan natrium nitrit 10%

Sejumlah lebih kurang 10 g natrium nitrit dilarutkan dengan aquadest

sampai volume 100,0 ml.

d. Larutan asam sulfamat 15%

Sejumlah lebih kurang 15 g asam sulfamat dilarutkan dengan aquadest

sampai volume 100,0 ml.

e. Larutan natrium hidroksida 10%

Sejumlah lebih kurang 10 g natrium hidroksida dilarutkan dengan aquadest

bebas CO2 sampai volume 100,0 ml.

3. Pembuatan larutan parasetamol

a. Pembuatan larutan persediaan parasetamol

Lebih kurang 100 mg parasetamol yang ditimbang seksama dilarutkan

dengan aquadest sampai volume 100,0 ml.

b. Pembuatan seri kadar larutan intermediet parasetamol

Sebanyak 1,0; 2,0; 3,0; 4,0; 5,0; 6,0; 7,0; dan 8,0 ml larutan persediaan

parasetamol dimasukkan ke dalam labu ukur 10,0 ml kemudian diencerkan dengan

aquadest sampai tanda sehingga diperoleh larutan parasetamol dengan kadar 100,

200, 300, 400, 500, 600, 700, dan 800 μg/ml.

4. Cara perolehan plasma darah

Darah kelinci diambil dari vena marginalis salah satu telinga dan ditampung

pada tabung effendorf yang telah diberi 2 tetes heparin. Darah tersebut lalu

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 71: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

51

disentrifugasi selama 10 menit pada laju 3000 rpm untuk memperoleh plasma darah,

yaitu bagian yang bening.

5. Optimasi metode

a. Penentuan operating time

Larutan intermediet parasetamol dengan kadar 200 μg/ml dan 800 μg/ml

diambil 0,5 ml lalu ditambahkan ke dalam tabung sentrifuge yang berisi 0,5 ml

plasma. Pada tabung sentrifuge tersebut ditambahkan 2,0 ml larutan asam

trikloroasetat 20%, kemudian dicampur dan disentrifugasi selama 10 menit pada laju

3000 rpm. Semua supernatan yang bening dipindahkan ke dalam labu ukur 10,0 ml,

lalu secara berturut-turut ditambahkan 0,5 ml HCl 6N; 1,0 ml NaNO2 10% dan

didiamkan selama 15 menit. Selanjutnya, dengan hati-hati ditambahkan 1,0 ml asam

sulfamat (H2NSO3H) 15% lewat dinding tabung, lalu ditambahkan 3,2 ml NaOH

10% dan aquadest sampai tanda. Setelah itu di-degassing selama 10 menit. Serapan

kemudian dibaca dengan spektrofotometer sinar tampak pada panjang gelombang

430 nm (panjang gelombang teoritis) sampai diperoleh serapan yang stabil pada

rentang waktu tertentu.

b. Penentuan panjang gelombang maksimum parasetamol

Larutan intermediet parasetamol dengan kadar 200 μg/ml dan 800 μg/ml

diambil 0,5 ml lalu ditambahkan ke dalam tabung sentrifuge yang berisi 0,5 ml

plasma. Pada tabung sentrifuge tersebut ditambahkan 2,0 ml larutan asam

trikloroasetat 20%, kemudian dicampur dan disentrifugasi selama 10 menit pada laju

3000 rpm. Semua supernatan yang bening dipindahkan ke dalam labu ukur 10,0 ml,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 72: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

52

lalu secara berturut-turut ditambahkan 0,5 ml HCl 6N; 1,0 ml NaNO2 10% dan

didiamkan selama 15 menit. Selanjutnya, dengan hati-hati ditambahkan 1,0 ml asam

sulfamat (H2NSO3H) 15% lewat dinding tabung, lalu ditambahkan 3,2 ml NaOH

10% dan aquadest sampai tanda. Setelah itu di-degassing selama 10 menit. Serapan

kemudian dibaca dengan spektrofotometer sinar tampak pada waktu operating time

yang telah diperoleh pada panjang gelombang 380 nm sampai 580 nm.

c. Pembuatan kurva baku

Dari tiap-tiap kadar larutan intermediet parasetamol diambil 0,5 ml lalu

masing-masing ditambahkan ke dalam 8 tabung sentrifuge yang berisi 0,5 ml plasma.

Pada tabung sentrifuge tersebut ditambahkan 2,0 ml larutan asam trikloroasetat 20%,

kemudian dicampur dan disentrifugasi selama 10 menit pada laju 3000 rpm. Semua

supernatan yang bening dipindahkan ke dalam labu ukur 10,0 ml, lalu secara

berturut-turut ditambahkan 0,5 ml HCl 6N; 1,0 ml NaNO2 10% dan didiamkan

selama 15 menit. Selanjutnya, dengan hati-hati ditambahkan 1,0 ml asam sulfamat

(H2NSO3H) 15% lewat dinding tabung, lalu ditambahkan 3,2 ml NaOH 10% dan

aquadest sampai tanda. Setelah itu di-degassing selama 10 menit. Serapan kemudian

dibaca dengan spektrofotometer sinar tampak pada waktu operating time yang telah

diperoleh pada panjang gelombang 433 nm (hasil penentuan panjang gelombang

maksimum). Kemudian dibuat persamaan kurva baku dengan analisis regresi linier

antara kadar dengan serapan.

d. Penentuan nilai perolehan kembali, kesalahan sistematik, dan kesalahan acak

Larutan intermediet parasetamol dengan kadar 200 μg/ml dan 800 μg/ml

diambil 0,5 ml lalu ditambahkan ke dalam tabung sentrifuge yang berisi 0,5 ml

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 73: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

53

plasma. Pada tabung sentrifuge tersebut ditambahkan 2,0 ml larutan asam

trikloroasetat 20%, kemudian dicampur dan disentrifugasi selama 10 menit pada laju

3000 rpm. Semua supernatan yang bening dipindahkan ke dalam labu ukur 10,0 ml,

lalu secara berturut-turut ditambahkan 0,5 ml HCl 6N; 1,0 ml NaNO2 10% dan

didiamkan selama 15 menit. Selanjutnya, dengan hati-hati ditambahkan 1,0 ml asam

sulfamat (H2NSO3H) 15% lewat dinding tabung, lalu ditambahkan 3,2 ml NaOH

10% dan aquadest sampai tanda. Setelah itu didegassing selama 10 menit. Serapan

kemudian dibaca dengan spektrofotometer sinar tampak pada operating time yang

telah diperoleh pada panjang gelombang 433 nm (hasil penentuan panjang

gelombang maksimum). Kadar terukur dihitung dengan menggunakan persamaan

kurva baku.

6. Orientasi dosis dan waktu pengambilan sampel darah

a. Pengambilan sampel darah

Darah kelinci diambil dari vena marginalis salah satu telinga sebagai

blangko (menit ke-0). Kemudian kelinci diberi larutan parasetamol dengan dosis

awal sebesar 10% LD50 parasetamol yaitu 625 mg/kgBB secara per oral dengan

bantuan mouth block. Dosis berikutnya adalah dosis awal yang dikalikan dengan

faktor tertentu. Kemudian darah kelinci diambil dari vena marginalis salah satu

telinga pada menit-menit yang telah ditentukan dan ditampung pada tabung effendorf

yang telah diberi 2 tetes heparin. Darah tersebut lalu disentrifugasi selama 10 menit

pada laju 3000 rpm untuk mendapatkan plasma darah.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 74: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

54

b. Penetapan kadar parasetamol

Dari tiap-tiap plasma diambil 0,5 ml lalu masing-masing dimasukkan ke

dalam tabung sentrifuge. Lalu ditambahkan 2,0 ml larutan asam trikloroasetat 20%,

kemudian dicampur dan disentrifugasi selama 10 menit pada laju 3000 rpm. Semua

supernatan yang bening dipindahkan ke dalam labu ukur 10,0 ml, lalu secara

berturut-turut ditambahkan 0,5 ml HCl 6N; 1,0 ml NaNO2 10% dan didiamkan

selama 15 menit. Selanjutnya, dengan hati-hati ditambahkan 1,0 ml asam sulfamat

(H2NSO3H) 15% lewat dinding tabung, lalu ditambahkan 3,2 ml NaOH 10% dan

aquadest sampai tanda. Setelah itu di-degassing selama 10 menit. Serapan kemudian

dibaca dengan spektrofotometer sinar tampak pada operating time yang telah

diperoleh pada panjang gelombang 433 nm (hasil penentuan panjang gelombang

maksimum).

7. Perlakuan hewan uji

a. Pengelompokan hewan uji

Penelitian ini menggunakan desain cross over sehingga hanya digunakan 1

kelompok hewan uji. Sebelum perlakuan pemberian parasetamol, hewan uji

dipuasakan selama 18 jam dari makanan dan minuman.

Tabel I. Konsep Desain Cross Over Periode ke- Kelinci A Kelinci B Kelinci C

1 Generik Progesic® Pyrexin®

2 Pyrexin® Generik Progesic®

3 Progesic® Pyrexin® Generik

Setiap selang perlakuan, hewan uji diistirahatkan selama 1 minggu sebelum

mendapatkan perlakuan berikutnya (periode wash out).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 75: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

55

b. Pengambilan sampel darah

Darah kelinci diambil dari vena marginalis salah satu telinga sebagai

blangko (menit ke-0). Kemudian kelinci diberi larutan parasetamol dengan dosis

1200 mg/kgBB (hasil orientasi dosis) secara per oral dengan bantuan mouth block.

Kemudian darah kelinci diambil dari vena marginalis telinga pada menit ke-5, 10,

15, 20, 25, 35, 45, 60, 90, 120, 150, 180, 210 dan ditampung pada tabung effendorf

yang telah diberi 2 tetes heparin. Darah tersebut lalu disentrifugasi selama 10 menit

pada laju 3000 rpm untuk mendapatkan plasma darah.

c. Penetapan kadar parasetamol

Dari tiap-tiap plasma diambil 0,5 ml lalu masing-masing dimasukkan ke

dalam tabung sentrifuge. Lalu ditambahkan 2,0 ml larutan asam trikloroasetat 20%,

kemudian dicampur dan disentrifugasi selama 10 menit pada laju 3000 rpm. Semua

supernatan yang bening dipindahkan ke dalam labu ukur 10,0 ml, lalu secara

berturut-turut ditambahkan 0,5 ml HCl 6N; 1,0 ml NaNO2 10% dan didiamkan

selama 15 menit. Selanjutnya, dengan hati-hati ditambahkan 1,0 ml asam sulfamat

(H2NSO3H) 15% lewat dinding tabung, lalu ditambahkan 3,2 ml NaOH 10% dan

aquadest sampai tanda. Setelah itu di-degassing selama 10 menit. Serapan kemudian

dibaca dengan spektrofotometer sinar tampak pada operating time yang telah

diperoleh pada panjang gelombang 433 nm (hasil penentuan panjang gelombang

maksimum).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 76: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

56

F. Analisis Hasil

1. Kesahihan metode

a. Nilai perolehan kembali

Nilai perolehan kembali dapat dihitung dengan cara sebagai berikut :

P% 100%x diketahuikadar

kurkadar teru kembaliperolehan nilai ==

Jika nilai perolehan kembali berada pada rentang 80-120%, maka metode ini

memiliki akurasi yang baik (Mulja dan Suharman, 1995).

b. Kesalahan sistematik

Kesalahan sistematik dapat dihitung dengan cara sebagai berikut :

kesalahan sistematik = 100% - P%

Jika nilai kesalahan sistematik kurang dari 10%, maka metode ini sahih (Mulja dan

Suharman, 1995).

c. Kesalahan acak

Kesalahan acak dapat dihitung dengan cara sebagai berikut :

100%x X

SD acak kesalahan =

K eterangan : SD = simpangan baku xxxxxxx

X = kadar rata-rata

Jika kesalahan acak kurang dari 10%, maka metode ini dikatakan sahih (Mulja dan

Suharman, 1995).

2. Perhitungan parameter bioavailabilitas

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 77: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

57

Nilai serapan yang terbaca pada spektrofotometer diolah menjadi kadar

parasetamol dalam plasma dengan menggunakan persamaan kurva baku. Kadar-

kadar tersebut lalu diolah menjadi parameter-parameter bioavailabilitas

menggunakan program STRIPE (Johnston and Woolard, 1983, yang telah

dimodifikasi oleh Jung). Selain itu, juga diperoleh parameter-parameter

farmakokinetika lainnya.

Tabel II. Parameter-Parameter Farmakokinetika Parameter Persamaan Satuan AUC(0-t) Diolah dengan program STRIPE μg.menit/ml AUC(0-∞) Diolah dengan program STRIPE μg.menit/ml

Cmax Diolah dengan program STRIPE μg/ml tmax Diolah dengan program STRIPE menit t½ Diolah dengan program STRIPE menit ka Diolah dengan program STRIPE menit -1

Cl Diolah dengan program STRIPE ml/menit Vd Diolah dengan program STRIPE liter kel Diolah dengan program STRIPE menit-1

3. Cara penafsiran dan penyimpulan hasil penelitian

Parameter-parameter bioavailabilitas dibandingkan secara analisis statistik

(metode ANOVA) dengan taraf kepercayaan 90% menggunakan program SPSS 14.0

untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan nilai parameter bioavailabilitas.

Selain itu, tablet parasetamol bermerk dagang dikatakan bioekivalen dengan

tablet parasetamol generik jika (Anonim, 2004b; Chereson, 2000) :

a. 0,800 < generik

dagangmerk

AUCgeometrik rata-rataAUCgeometrik rata-rata

< 1,250

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 78: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

58

b. 0,800 < generikmax

dagangmerk max

Cgeometrik rata-rata

Cgeometrik rata-rata < 1,250

c. 0,800 < generikmax

dagangmerk max

tgeometrik rata-rata

tgeometrik rata-rata <1,250

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 79: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Uji Pendahuluan Tablet

1. Uji keseragaman bobot

Uji keseragaman bobot dilakukan untuk mengetahui apakah tablet yang

diuji tersebut memiliki keseragaman kandungan atau tidak. Tablet yang diuji

memiliki zat aktif parasetamol sebagai bagian terbesar dari tablet sehingga uji

keseragaman bobot dianggap cukup mewakili keseragaman kandungan tablet.

Menurut Farmakope Indonesia Edisi III (1979), tablet dengan bobot lebih

besar dari 300 mg dikatakan memenuhi syarat keseragaman bobot jika tidak lebih

dari 2 tablet yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih besar dari 5%

dan tidak ada 1 tablet pun yang bobotnya menyimpang lebih besar dari 10%. Hasil

penimbangan tablet dapat dilihat pada lampiran 1.

Tabel III. Hasil Uji Keseragaman Bobot Tablet Penyimpangan 5% Penyimpangan 10%

Tablet SD X ± (mg)

Batas Bawah (mg)

Batas Atas (mg)

Batas Bawah (mg)

Batas Atas (mg)

Keterangan

Generik 602,515 + 4,875 572,389 632,641 542,263 662,767

Tidak terjadi penyimpangan bobot

memenuhi syarat FI III

Pyrexin® 655,570 + 8,130 622,791 688,349 590,013 721,127

Tidak terjadi penyimpangan bobot

memenuhi syarat FI III

Progesic® 614,165 + 5,670 583,461 644,879 552,753 675,587

Tidak terjadi penyimpangan bobot

memenuhi syarat FI III

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 80: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

60

Hasil uji keseragaman bobot terlihat pada tabel III. Tablet parasetamol

generik memiliki bobot rata-rata 602,515 + 4,875 mg, tablet Pyrexin® memiliki bobot

rata-rata 655,570 + 8,130 mg, dan tablet Progesic® memiliki bobot rata-rata

614,165 + 5,670 mg. Dari keduapuluh tablet yang ditimbang dalam masing-masing

jenis tablet, tidak ada satu pun tablet yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-

ratanya lebih besar dari 5% dan lebih besar dari 10%. Dengan demikian ketiga tablet

parasetamol tersebut memenuhi keseragaman bobot menurut Farmakope Indonesia

Edisi III (1979) dan dapat dianggap memiliki keseragaman kandungan zat aktif.

2. Uji kekerasan

Uji kekerasan tablet dilakukan untuk mengetahui stabilitas fisik tablet

terhadap pengaruh luar, misalnya benturan mekanik. Kekerasan tablet dapat

mempengaruhi waktu hancur dan disolusi tablet. Alat yang digunakan untuk menguji

kekerasan tablet adalah hardness tester (Kiya seisakustio, Ltd. Tokyo Japan No.

174886) di mana hasil uji kekerasan akan tampak pada layar alat.

Hasil uji kekerasan tablet dapat dilihat pada tabel IV. Tablet Pyrexin®

memiliki nilai kekerasan terbesar (17,315 + 1,202 KP) yang diikuti dengan tablet

parasetamol generik (16,275 + 1,197 KP), sedangkan tablet Progesic® memiliki nilai

kekerasan terkecil (9,100 + 1,073 KP). Syarat uji kekerasan tablet tidak tercantum

dalam Farmakope Indonesia maupun The United States Pharmacopeia. Menurut

Ansel (1969), tablet dikatakan memenuhi syarat uji kekerasan jika tablet hancur pada

tekanan minimum 4 kg, namun hal itu tidak dapat dijadikan acuan karena tidak

tercantum dalam buku standar resmi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 81: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

61

Tabel IV. Hasil Uji Kekerasan Tablet Tekanan (KP) Tablet Generik Pyrexin® Progesic®

1 14,6 17,9 10,5 2 15,5 17,1 7,3 3 14,7 18,4 8,5 4 17,2 16,9 9,1 5 15,0 16,0 8,9 6 17,8 15,7 9,9 7 15,3 18,1 11,1 8 15,6 16,6 8,3 9 16,9 16,8 7,8

10 17,1 17,2 7,8 11 18,2 17,6 7,9 12 15,1 17,8 8,9 13 17,0 18,1 8,9 14 15,9 18,1 10,4 15 18,1 18,4 9,8 16 17,7 17,2 8,9 17 17,0 15,3 10,4 18 14,8 14,8 8,0 19 15,8 18,9 9,8 20 16,2 19,4 9,8

SD X ± 16,275 + 1,197 17,315 + 1,202 9,100 + 1,073

3. Uji kerapuhan

Tujuan dari uji kerapuhan tablet adalah untuk melihat seberapa besar angka

kerapuhan tablet yang menggambarkan stabilitas fisik tablet terhadap pengaruh

gesekan pada saat pembuatan, pengepakan, distribusi, penyimpanan hingga saat

tablet akan digunakan oleh pasien. Alat yang digunakan dalam uji kerapuhan tablet

adalah atrition tester (ATMI Surakarta).

Tabel V. Hasil Uji Kerapuhan Tablet

Tablet Bobot Awal (g)

Bobot Akhir (g)

Kerapuhan (%) Keterangan

Generik 11,99 11,97 0,167 Memenuhi syarat Pyrexin® 13,24 13,23 0,076 Memenuhi syarat Progesic® 12,29 12,25 0,325 Memenuhi syarat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 82: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

62

Dari tabel V tersebut dapat dilihat bahwa tablet generik memiliki angka

kerapuhan 0,167%, tablet Pyrexin® memiliki angka kerapuhan 0,076%, dan tablet

Progesic® memiliki angka kerapuhan 0,325%. Menurut The United States

Pharmacopeia 28 (2005), tablet memenuhi syarat uji kerapuhan jika angka

persentase kerapuhan tidak lebih dari 1%. Dengan demikian, tablet parasetamol

(generik), tablet Pyrexin®, dan tablet Progesic® dinyatakan memenuhi syarat uji

kerapuhan tablet.

4. Uji waktu hancur

Uji waktu hancur tablet dilakukan untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan

tablet untuk hancur menjadi partikel-partikel kecil setelah masuk ke dalam tubuh. Uji

waktu hancur penting dilakukan karena merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi absorpsi obat. Alat yang digunakan dalam uji ini adalah

disintegration tester (ATMI Surakarta). Menurut Farmakope Indonesia Edisi III

(1979), tablet tidak bersalut dinyatakan memenuhi syarat waktu hancur jika tablet

hancur dalam waktu tidak lebih dari 15 menit.

Tabel VI. Hasil Uji Waktu Hancur Tablet Tablet Waktu Hancur Generik 6 menit 1 detik Pyrexin® 7 menit 26 detik Progesic® 2 menit 23 detik

Dari tabel VI dapat disimpulkan bahwa semua tablet memenuhi syarat uji

waktu hancur tablet. Tablet Progesic® memiliki waktu hancur paling cepat

dibandingkan dengan tablet generik dan tablet Pyrexin®. Hal ini mungkin berkaitan

dengan bahan penghancur yang digunakan dalam masing-masing tablet. Bahan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 83: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

63

penghancur yang digunakan dalam tablet Progesic® mungkin lebih besar jumlahnya

sehingga tablet Progesic® dapat hancur dengan cepat. Selain itu, hal ini mungkin juga

dipengaruhi oleh kekerasan tablet. Tablet Progesic® yang memiliki nilai kekerasan

terkecil ternyata waktu hancurnya paling singkat. Demikian pula dengan tablet

Pyrexin® yang memiliki nilai kekerasan terbesar ternyata waktu hancurnya paling

lama.

5. Uji disolusi

Uji disolusi dilakukan untuk mengetahui jumlah zat aktif yang terlepas dari

bentuk sediaan dan tersedia untuk diabsorpsi. Uji disolusi juga penting dilakukan

sebab disolusi menentukan proses absorpsi sehingga dapat mempengaruhi

bioavailabilitas obat. Media disolusi yang digunakan adalah larutan dapar fosfat pH

5,8. Tablet dikatakan memenuhi syarat uji disolusi jika jumlah zat aktif yang terlarut

dalam waktu 30 menit tidak kurang dari 80% jumlah yang tertera pada etiket.

a) Penentuan panjang gelombang maksimum

Penentuan panjang gelombang maksimum merupakan tahap pertama dalam

uji disolusi. Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, pengukuran zat aktif terlarut

dilakukan menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 243,0 nm.

Hasil penentuan panjang gelombang maksimum pada larutan parasetamol dalam

dapar fosfat pH 5,8 dengan kadar 6 μg/ml adalah 243,1 nm. Oleh karena itu, pada uji

disolusi tablet ini digunakan panjang gelombang maksimum 243,1 nm.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 84: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

64

b) Pembuatan kurva baku

Pembuatan kurva baku dilakukan untuk memperoleh persamaan kurva baku

yang dapat berguna dalam perhitungan kadar parasetamol dalam media disolusi.

Persamaan kurva baku ini diperoleh melalui pengukuran serapan seri kadar larutan

baku parasetamol dalam dapar fosfat pH 5,8 pada panjang gelombang 243,1 nm

(hasil penentuan panjang gelombang maksimum), kemudian dibuat persamaan garis

regresi antara kadar parasetamol dalam larutan dapar fosfat pH 5,8 sebagai variabel

bebas dan serapan sebagai variabel tergantung.

Hasil pengukuran serapan larutan parasetamol dan persamaan garis regresi

dapat dilihat pada tabel VII sedangkan kurva baku disajikan pada gambar 9.

Tabel VII. Data Persamaan Kurva Baku Disolusi Seri Baku Kadar (μg/ml) Serapan

1 3,02 0,288 2 4,03 0,342 3 5,04 0,429 4 6,05 0,500 5 7,06 0,597 6 8,07 0,716 7 9,08 0,768

Slope (B) 0,08331 Intercept (A) 0,01598 Corr.coeff (r) 0,99550

Persamaan garis regresi Y = 0,08331 X + 0,01598

Persamaan kurva baku yang diperoleh, yaitu Y = 0,08331 X + 0,01598

selanjutnya digunakan untuk menetapkan kadar parasetamol yang terlarut dalam

media disolusi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 85: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

65

KURVA BAKU DISOLUSI

00.10.20.30.40.50.60.70.80.9

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Kadar Larutan Parasetamol (μg/ml)

Sera

pan

Y=0,08331 X + 0,01598 r = 0,99550

Gambar 9. Kurva hubungan antara kadar parasetamol

dengan serapan pada uji disolusi

c) Hasil uji disolusi

Hasil uji disolusi menunjukkan bahwa ketiga tablet memenuhi syarat uji

disolusi yaitu bahwa dalam waktu 30 menit, jumlah parasetamol yang terlarut dalam

media disolusi tidak kurang dari 80% jumlah yang tertera pada etiket (80% x 500 mg

= 400 mg). Hal ini dapat dilihat pada tabel VIII dan gambar 10. Tablet yang

terdisolusi paling cepat adalah tablet Pyrexin® kemudian tablet Progesic® dan tablet

generik.

Tabel VIII. Data Disolusi Tablet Qkum ( SD X ± ) (mg) Waktu

Generik Pyrexin® Progesic®

10 378,720 + 13,436 448,680 + 5,856 406,680 + 34,085 20 396,486 + 9,880 457,473 + 5,140 434,140 + 17,424 30 414,277 + 3,674 459,700 + 3,190 448,239 + 3,567

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 86: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

66

PROFIL DISOLUSI

300

350

400

450

500

0 10 20 30 4

Waktu (menit)

Qku

m (m

g)

0

Generik Pyrexin Progesic

Gambar 10. Profil disolusi

Profil disolusi ketiga tablet dapat dibandingkan dengan menggunakan faktor

kemiripan f2 yang dapat dihitung dengan persamaan berikut (Anonim, 2004b) :

f2 = 50 log ( )

⎥⎥⎥⎥⎥⎥

⎢⎢⎢⎢⎢⎢

+∑=

=n

T - Rnt

1ttt

1

100

2

(16)

Keterangan : Rt = persentase kumulatif obat yang larut pada setiap waktu sampling

dari produk pembanding Tt = persentase kumulatif obat yang larut pada setiap waktu sampling

dari produk uji

Jika nilai f2 lebih besar atau sama dengan 50, maka hal ini menunjukkan bahwa

terdapat kesamaan atau ekivalensi kedua kurva, yang berarti kedua produk obat

memiliki kemiripan profil disolusi.

Tabel IX. Kemiripan Profil Disolusi Tablet Nilai f2

terhadap Tablet Generik Keterangan

Pyrexin® 46,14 Tidak memiliki kemiripan profil disolusi dengan tablet generik

Progesic® 58,56 Memiliki kemiripan profil disolusi dengan tablet generik

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 87: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

67

Tablet Pyrexin® memiliki nilai f2 46,14 sedangkan tablet Progesic® memiliki

nilai f2 58,56. Hal ini berarti tablet Progesic® memiliki kemiripan profil disolusi

dengan tablet generik sedangkan tablet Pyrexin® tidak memiliki kemiripan profil

disolusi dengan tablet generik. Hal tersebut juga dapat dilihat pada kurva profil

disolusi, di mana kurva profil disolusi tablet generik lebih dekat dengan tablet

Progesic® daripada tablet Pyrexin®.

B. Cara Perolehan Plasma Darah

Dalam penelitian ini digunakan darah kelinci sebab kelinci memiliki volume

darah yang lebih banyak dan darahnya lebih mudah diambil dibandingkan dengan

tikus dan mencit. Darah kelinci diambil melalui bagian vena marginalis salah satu

telinganya. Pengambilan darah dilakukan melalui vena sebab darah yang keluar dari

vena berupa tetesan sehingga mudah ditampung.

Penelitian ini menggunakan plasma sebab parasetamol bersifat asam lemah

dan dapat berikatan dengan protein plasma secara reversibel. Sebagian besar

parasetamol dalam darah akan terikat pada protein plasma, bukan pada darah utuh.

Dalam peneliian ini juga tidak menggunakan serum sebab pada serum, sebagian

besar protein sudah mengendap. Plasma darah yang dibutuhkan dalam penelitian

adalah bentuk cairnya. Plasma darah bila dibiarkan akan membeku sehingga

diperlukan suatu antikoagulan yang berfungsi untuk mencegah terjadinya pembekuan

darah. Antikoagulan yang digunakan dalam penelitian ini adalah heparin.

Plasma diperoleh dengan cara melakukan sentrifugasi pada darah yang telah

ditampung dan telah diberi heparin. Proses sentrifugasi berfungsi untuk memisahkan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 88: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

68

komponen-komponen sel darah dengan plasma sehingga dapat diperoleh plasma

dengan mudah, yaitu bagian yang berwarna bening.

C. Optimasi Metode

Metode Chafetz et al. (1971) pada awalnya digunakan untuk penetapan

kadar parasetamol dalam bentuk sediaan. Setelah itu, metode tersebut dimodifikasi

oleh Glynn & Kendal (1975) untuk menetapkan kadar parasetamol dalam plasma.

Dalam penelitian ini, dilakukan optimasi dan modifikasi metode sehingga diperoleh

metode yang sesuai dengan kondisi percobaan. Selain itu, metode yang digunakan

menjadi sama untuk setiap langkah dalam penetapan kadar parasetamol dalam

plasma yang dilakukan dalam penelitian ini.

Untuk mendapatkan larutan parasetamol bebas perlu dilakukan denaturasi

protein plasma dengan penambahan asam trikloroasetat (TCA) 20%. Penambahan

TCA akan merusak struktur tersier dan kuartener protein plasma sehingga protein

plasma tidak dapat berikatan lagi dengan parasetamol. Pada saat dilakukan

sentrifugasi selama 10 menit dengan laju 3000 rpm terhadap larutan plasma yang

telah diberi larutan TCA, protein plasma akan terendapkan dan semua parasetamol

akan terlepas ke dalam fase air. Fase air yang diperoleh diperlakukan dengan metode

Chafetz et al. (1971) untuk memperoleh larutan berwarna.

Prosedur ini diawali dengan penambahan larutan asam klorida (HCl) 6N dan

larutan natrium nitrit (NaNO2) 10%. Campuran antara HCl dan NaNO2 akan

menghasilkan asam nitrit (HNO2) yang dengan kelebihan asam akan menyebabkan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 89: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

69

asam nitrit menjadi ion nitrosonium. Reaksi yang terjadi dapat dilihat pada

gambar 11.

HCl

HNO2 H+

NaNO2

NO+

HNO2

H2O

NaCl+ +>>>

+ +ion nitrosonium

Gambar 11. Reaksi antara asam klorida dengan natrium nitrit membentuk ion nitrosonium

Ion nitrosonium tersebut akan menyebabkan substitusi aromatik elektrofilik

pada posisi ortho dari gugus hidroksil parasetamol. Reaksi tersebut dapat terjadi

karena gugus hidroksil parasetamol lebih kuat sebagai pengarah ortho yang memiliki

lebih banyak elektron bebas daripada gugus asetamida.

OH

HN C

O

CH3

NO+

OH

HN C

O

CH3

N

O

OH++ +

parasetamol ionnitrosonium

2-nitro-4-asetamidofenolberwarna kuning muda

= kromofor= auksokrom

[O]

Gambar 12. Reaksi antara parasetamol dengan ion nitrosonium membentuk 2-nitro-4-asetamidofenol beserta gugus kromofor dan auksokromnya

Reaksi antara parasetamol dengan ion nitrosonium akan membentuk senyawa

2-nitroso-4-asetamidofenol yang kemudian teroksidasi oleh udara membentuk

senyawa 2-nitro-4-asetamidofenol yang berwarna kuning muda. Perubahan sruktur

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 90: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

70

parasetamol menjadi 2-nitro-4-asetamidofenol tersebut menyebabkan energi yang

dibutuhkan untuk melakukan transisi elektron ke tingkat eksitasi menjadi lebih kecil.

Oleh karena itu, panjang gelombang menjadi lebih panjang dan intensitas warna

meningkat. Mekanisme reaksi antara parasetamol dengan ion nitrosonium dapat

dilihat pada gambar 13.

H

OH

HN CO

CH3

OH

HN CO

CH3

N

O

NO

H

[O]

OH

HN CO

CH3

N

OOH

HN CO

CH3

N

O

O

+

Gambar 13. Mekanisme reaksi antara parasetamol

dengan ion nitrosonium

Kelebihan asam nitrit perlu dihilangkan sebab asam nitrit yang berlebih

dapat mengganggu kestabilan serapan senyawa 2-nitro-4-asetamidofenol. Hal ini

dilakukan dengan penambahan asam sulfamat (H2NSO3H) 15% yang harus

ditambahkan secara hati-hati (melalui dinding tabung) dan pelan-pelan karena

reaksinya bersifat eksotermis (melepas panas).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 91: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

71

Selain itu, penambahan asam sulfamat yang terlalu cepat dapat menyebabkan larutan

tumpah akibat dorongan gas nitrogen yang dihasilkan. Reaksinya dapat dilihat pada

gambar 14.

HNO2 HSO3NH2 N2 H2SO4 H2O+ + +

asam nitrit asam sulfamatGambar 14. Reaksi antara asam nitrit dengan asam sulfamat

Tahap selanjutnya dari metode Chafetz et al. (1971) adalah pembentukan

suasana basa dengan penambahan natrium hidroksida (NaOH) 10%. Suasana basa ini

diperlukan untuk menetralkan sisa asam yang ada dari pereaksi sebelumnya dan

untuk membentuk ion fenolat. Reaksi dapat dilihat pada gambar 15.

OH

HN C

O

CH3

N

O

O

+

2-nitro-4-asetamidofenolberwarna kuning muda

= kromofor= auksokrom

OH- + H+ H2O

OH-

O

HN C

O

CH3

N

O

O

ion 2-nitro-4-asetamidofenolatberwarna orange

H2O+

O

HN C

O

CH3

N

O

O

Gambar 15. Reaksi penetralan asam dan pembentukan ion fenolat dalam suasana basa

Ion 2-nitro-4-asetamidofenolat yang terbentuk akan mengakibatkan

penambahan panjang gugus kromofor. Oleh karena itu, serapan maksimum ion 2-

nitro-4-asetamidofenolat berada pada panjang gelombang yang lebih panjang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 92: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

72

daripada senyawa 2-nitro-4-asetamidofenol sehingga intensitas warna juga

meningkat dari kuning muda menjadi orange.

Mekanisme reaksi antara 2-nitro-4-asetamidofenol dengan natrium

hidroksida dapat dilihat pada gambar 16.

OH

O

HN CO

CH3

N

O

O

O

HN CO

CH3

N

O

O

O

HN CO

CH3

N

O

O

H

+ + H2O

Gambar 16. Mekanisme reaksi antara 2-nitro-4-asetamidofenol dengan natrium hidroksida

Untuk menghilangkan gelembung yang terdapat dalam larutan berwarna

orange tersebut maka dilakukan degassing. Gelembung harus dihilangkan sebab

gelembung dapat membiaskan dan memantulkan sinar sehingga serapan yang terbaca

pada detektor menjadi lebih besar dari yang seharusnya.

1. Penentuan operating time (OT)

Penentuan operating time adalah tahap pertama yang harus dilakukan dalam

optimasi metode kolorimetri. Penentuan operating time dilakukan untuk mengetahui

rentang waktu di mana senyawa memberikan serapan yang stabil, yang berarti semua

parasetamol di dalam larutan telah bereaksi dengan semua pereaksi pada metode

Chafetz et al. (1971) secara optimal membentuk ion 2-nitro-4-asetamidofenolat.

Dalam penelitian ini, penentuan OT dilakukan setelah larutan di-degassing,

sehingga total waktu yang diperlukan setelah penambahan larutan natrium hidroksida

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 93: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

73

sampai larutan akan diukur adalah + 25 menit. Penentuan OT ini menggunakan

larutan parasetamol dalam plasma dengan kadar 100 μg/ml (mewakili larutan kadar

rendah) dan 400 μg/ml (mewakili larutan kadar tinggi).

Gambar 17. Pengukuran operating time (OT) larutan parasetamol

dalam plasma kadar 100 μg/ml

Gambar 18. Pengukuran operating time (OT) larutan parasetamol dalam plasma kadar 400 μg/ml

Pada gambar 17 dan 18 ditunjukkan bahwa serapan yang stabil dimulai dari

menit ke-0 sampai menit ke-60. Namun adanya pemakaian waktu selama + 25 menit

untuk proses setelah penambahan larutan natrium hidroksida 10% menyebabkan OT

pada penelitian ini dimulai dari menit ke-25 sampai menit ke-85.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 94: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

74

2. Penentuan panjang gelombang maksimum

Panjang gelombang maksimum adalah panjang gelombang saat senyawa

memberikan serapan yang maksimum. Pada penelitian ini, penentuan panjang

gelombang maksimum dilakukan dengan mengukur serapan ion 2-nitro-4-

asetamidofenolat pada daerah panjang gelombang sinar tampak, yaitu pada panjang

gelombang 380-580 nm. Penentuan panjang gelombang maksimum ini dilakukan

pada dua kadar yang berbeda, yaitu larutan parasetamol dalam plasma dengan kadar

100 μg/ml dan 400 μg/ml. Hal ini dilakukan supaya hasil yang didapat lebih

meyakinkan bahwa panjang gelombang tersebut memang memberikan serapan yang

maksimum.

Menurut Chafetz et al. (1971), panjang gelombang maksimum berada pada

430 nm. Panjang gelombang maksimum yang diperoleh dalam penelitian ini, baik

untuk kadar 100 μg/ml maupun 400 μg/ml adalah 433 nm.

Gambar 19. Pengukuran panjang gelombang maksimum

larutan parasetamol dalam plasma kadar 100 μg/ml

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 95: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

75

Gambar 20. Pengukuran panjang gelombang maksimum

larutan parasetamol dalam plasma kadar 400 μg/ml

Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, panjang gelombang maksimum yang

diperoleh dalam optimasi dapat digunakan jika selisihnya dengan panjang

gelombang teori tidak lebih dari 3 nm. Oleh sebab itu, pengukuran serapan larutan

baku dan sampel dilakukan pada panjang gelombang maksimum yang diperoleh

yaitu 433 nm.

3. Pembuatan kurva baku

Pembuatan kurva baku dilakukan untuk memperoleh persamaan kurva baku

yang dapat berguna dalam perhitungan kadar sampel parasetamol. Persamaan kurva

baku ini diperoleh melalui pengukuran serapan seri kadar larutan baku parasetamol

pada panjang gelombang 433 nm, kemudian dibuat persamaan garis regresi antara

kadar sebagai variabel bebas dan serapan sebagai variabel tergantung.

Hasil pengukuran serapan larutan parasetamol dan persamaan garis regresi

dapat dilihat pada tabel X sedangkan kurva baku disajikan pada gambar 21.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 96: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

76

Tabel X. Data Persamaan Kurva Baku Seri Baku Kadar (μg/ml) Serapan

1 50,1 0,101 2 100,2 0,202 3 150,3 0,344 4 200,4 0,486 5 250,5 0,560 6 300,6 0,669 7 350,7 0,794 8 400,8 0,919

Slope (B) 0,00231 Intercept (A) - 0,01214

Standar Deviasi 0,018 Corr.coeff (r) 0,9983

Persamaan garis regresi Y = 0,00231 X – 0,01214

Hasil persamaan kurva baku yaitu Y = 0,00231 X – 0,01214 selanjutnya

digunakan untuk menetapkan kadar parasetamol dalam plasma.

KURVA BAKU PARASETAMOL

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500

Kadar Larutan Parasetamol (μg/ml)

Sera

pan

Y = 0,00231X - 0,01214

r = 0,9983

Gambar 21. Kurva hubungan antara kadar parasetamol dengan serapan

4. Penentuan nilai perolehan kembali, kesalahan sistematik, dan kesalahan acak

Penentuan nilai perolehan kembali, kesalahan sistematik, dan kesalahan

acak dilakukan dengan mengukur serapan larutan parasetamol di dalam plasma pada

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 97: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

77

panjang gelombang 433 nm menggunakan spektrofotometer sinar tampak. Pada

pengukuran ini digunakan 2 larutan parasetamol di dalam plasma, yaitu kadar 101,2

μg/ml dan 404,8 μg/ml. Serapan yang diperoleh kemudian diolah menjadi kadar

parasetamol di dalam plasma menggunakan persamaan kurva baku.

Pengukuran masing-masing larutan dilakukan replikasi 3 kali. Nilai

perolehan kembali untuk kadar 101,2 μg/ml adalah 97,31 + 1,78%, sedangkan untuk

kadar 404,8 μg/ml adalah 99,97 + 0,91%. Nilai perolehan kembali merupakan tolok

ukur akurasi metode analisis. Karena nilai perolehan kembali berada pada rentang

80-120%, maka metode ini dinyatakan memiliki nilai akurasi yang baik.

Tabel XI. Nilai Perolehan Kembali, Kesalahan Sistematik, dan Kesalahan Acak Kadar

Sesungguhnya (μg/ml)

Kadar Terukur Perolehan Kembali (%)

Kesalahan Sistematik (%)

Kesalahan Acak (%)

101,2 97,03 95,88 4,12 101,2 97,90 96,74 3,26 101,2 100,49 99,30 0,70

1,83

SD X ± 98,47 + 1,80 97,31 + 1,78 2,69 + 1,78

404,8 407,42 100,65 0,65 404,8 400,49 98,94 1,06 404,8 406,12 100,33 0,33

0,91

SD X ± 404,68 + 3,68 99,97 + 0,91 0,68 + 0,37

Kesalahan sistematik merupakan tolok ukur inakurasi penetapan kadar.

Nilai kesalahan sistematik untuk kadar 101,2 μg/ml adalah 2,69 + 1,78%, sedangkan

untuk kadar 404,8 μg/ml adalah 0,68 + 0,37%. Kesalahan acak merupakan tolok

ukur impresisi suatu metode analisis. Nilai kesalahan acak untuk kadar 101,2 μg/ml

adalah 1,83%, sedangkan untuk kadar 404,8 μg/ml adalah 0,91%. Ditinjau dari nilai

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 98: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

78

kesalahan sistematik dan nilai kesalahan acak yang diperoleh, maka metode

penetapan kadar parasetamol di dalam plasma menurut Chafetz et al. (1971)

memiliki ketepatan dan ketelitian yang baik.

D. Orientasi Dosis dan Waktu Pengambilan Sampel Darah

Orientasi dosis dilakukan dengan tujuan agar diperoleh dosis yang tepat

sehingga kadar parasetamol di dalam plasma dapat berada di atas KEM (Kadar

Efektif Minimum) dan di bawah KTM (Kadar Toksik Minimum). Pada rentang kadar

tersebut, obat dapat memberikan efek terapi tanpa menimbulkan efek toksik. Selain

itu, orientasi dosis juga berguna untuk menentukan dosis yang digunakan agar nilai

serapannya memenuhi Hukum Lambert-Beer yaitu berada di antara 0,2-0,8 (Mulja

dan Suharman, 1995).

Orientasi dosis ini diawali dengan dosis sebesar 10% dari LD50 yaitu 625

mg/kgBB. Dosis selanjutnya diperoleh dari dosis awal yang dikalikan dengan faktor

tertentu. Hasil orientasi dosis yang diperoleh adalah 1200 mg/kgBB. Dosis tersebut

kemudian digunakan untuk penetapan kadar selanjutnya, yaitu untuk

membandingkan bioavailabilitas tablet parasetamol (generik), tablet Pyrexin®, dan

tablet Progesic®.

Selain itu, tahap orientasi dosis ini juga sekaligus sebagai tahap orientasi

waktu pengambilan sampel darah. Orientasi waktu pengambilan sampel darah ini

bertujuan untuk dapat memperkirakan saat pengambilan sampel yang tepat, yaitu

minimal 3 titik pada fase absorpsi, 3 titik pada fase distribusi, 3 titik pada sekitar

kadar puncak, dan 3 titik pada fase eliminasi. Menurut Pedoman Uji Bioekivalensi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 99: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

79

Badan POM, waktu pengambilan sampel darah minimal 3 kali waktu paruh eliminasi

obat dalam plasma.

Pada saat orientasi waktu pengambilan sampel darah, beberapa titik waktu

dicoba dan hasil pengukuran kadar dalam darah dianalisis menggunakan program

STRIPE (Johnston and Woolard, 1983, yang telah dimodifikasi oleh Jung). Dari

program tersebut, dapat diketahui nilai-nilai parameter farmakokinetika. Dalam

menentukan waktu pengambilan sampel darah yang tepat, nilai-nilai yang menjadi

acuan adalah AIC dan waktu paruh eliminasi. Nilai AIC yang kecil menunjukkan

tingkat kesalahan yang kecil sehingga dalam tahap ini dicari nilai AIC yang terkecil.

Dari waktu paruh eliminasi dapat ditentukan seberapa lama waktu pengambilan

sampel darah, apakah sudah cukup atau masih harus mengambil sampel lagi. Selain

itu, persen AUC bagian ekstrapolasi (AUC(t-∞)) juga sebaiknya tidak lebih dari 20%.

Hasil dari orientasi waktu pengambilan sampel darah ini adalah darah

diambil pada menit ke-5, 10, 15, 20, 25, 35, 45, 60, 90, 120, 150, 180, dan 210

dengan menit ke-0 sebagai blangko.

E. Perbandingan Bioavailabilitas

1. Kadar parasetamol dalam plasma

Hasil serapan pada spektrofotometer kemudian diubah menjadi kadar

parasetamol dalam plasma menggunakan persamaan kurva baku yang telah

diperoleh. Tabel XII menunjukkan kadar parasetamol dalam plasma sedangkan tabel

XIII menunjukkan ln kadar parasetamol dalam plasma setelah pemberian produk

obat kepada kelinci putih jantan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 100: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

80

Tabel XII. Kadar Parasetamol dalam Plasma Setelah Pemberian Produk Obat

Kadar Parasetamol dalam Plasma (μg/ml) SD X ± Waktu

(menit) Generik Pyrexin® Progesic®

0 0 + 0 0 + 0 0 + 0 5 54,21 + 16,56 33,79 + 11,65 155,30 + 34,40

10 137,34 + 24,53 55,80 + 8,86 188,81 + 37,25 15 167,25 + 25,95 74,35 + 19,40 218,57 + 20,08 20 179,18 + 21,63 85,85 + 18,22 228,79 + 17,73 25 189,10 + 11,22 93,04 + 8,16 241,30 + 11,78 35 164,65 + 22,30 109,44 + 6,36 231,95 + 18,59 45 147,83 + 12,96 127,12 + 27,32 225,05 + 23,07 60 124,25 + 25,06 109,58 + 11,44 210,67 + 25,55 90 94,34 + 16,39 97,50 + 7,52 168,82 + 36,75

120 75,64 + 7,85 63,85 + 12,73 148,40 + 35,89 150 48,18 + 12,24 55,37 + 17,92 102,10 + 38,75 180 32,50 + 5,40 39,12 + 15,32 74,77 + 20,33 210 28,90 + 8,20 20,28 + 2,62 35,66 + 1,74

Tabel XIII. ln Kadar Parasetamol dalam Plasma Setelah Pemberian Produk Obat

ln Kadar Parasetamol dalam Plasma (μg/ml) SD X ± Waktu

(menit) Generik Pyrexin® Progesic®

0 0 + 0 0 + 0 0 + 0 5 3,96 + 0,29 3,48 + 0,36 5,03 + 0,24

10 4,91 + 0,19 4,01 + 0,16 5,23 + 0,21 15 5,11 + 0,16 4,28 + 0,28 5,38 + 0,09 20 5,18 + 0,12 4,44 + 0,22 5,43 + 0,08 25 5,24 + 0,06 4,53 + 0,09 5,49 + 0,06 35 5,10 + 0,14 4,69 + 0,06 5,44 + 0,,08 45 4,99 + 0,09 4,79 + 0,13 5,41 + 0,11 60 4,81 + 0,22 4,69 + 0,10 5,35 + 0,13 90 4,54 + 0,17 4,58 + 0,08 5,11 + 0,24

120 4,32 + 0,11 4,14 + 0,20 4,98 + 0,26 150 3,85 + 0,24 3,98 + 0,33 4,57 + 0,45 180 3,47 + 0,17 3,61 + 0,42 4,26 + 0,28 210 3,33 + 0,31 3,00 + 0,13 3,57 + 0,05

Setelah itu, dibuat kurva kadar parasetamol dalam plasma (Cp) terhadap

waktu (t) dan kurva ln kadar parasetamol dalam plasma (ln Cp) terhadap waktu (t).

Kedua jenis kurva tersebut dapat dilihat pada gambar 22 dan gambar 23.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 101: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

81

050

100150200250300

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240

t (menit)

Cp (μ

g/m

l)

Generik Pyrexin Progesic

Gambar 22. Kurva Kadar Parasetamol dalam Plasma (Cp) terhadap Waktu (t)

0

1

2

3

4

5

6

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240

t (menit)

ln C

p (μ

g/m

l)

Generik Pyrexin Progesic

Gambar 23. Kurva ln Kadar Parasetamol dalam Plasma (ln Cp) terhadap Waktu (t)

Dari kurva pada gambar 22 dan gambar 23 dapat dilihat bahwa proses

absorpsi obat terjadi lebih cepat daripada proses eliminasi obat. Selain itu,

kurva ln Cp vs. t memberikan profil yang lebih seragam daripada kurva Cp vs. t. Hal

ini disebabkan karena kinetika obat mengikuti proses kinetika orde satu.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 102: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

82

Kadar obat dalam plasma dari waktu ke waktu kemudian diolah dengan

program STRIPE (Johnston and Woolard, 1983, yang telah dimodifikasi oleh Jung)

menjadi parameter-parameter bioavailabilitas.

Tabel XIV. Nilai Parameter Bioavailabilitas SD X ± Parameter

Bioavailabilitas Generik Pyrexin® Progesic®

AUC(0-inf) (μg.menit/ml)

21029,077 + 3336,122

16666,110 + 1456,821

33823,687 + 5640,811

Cmax (μg/ml) 179,743 + 21,631 116,717 + 10,018 236,037 + 15,762 tmax (menit) 24,733 + 1,943 46,433 + 3,353 33,600 + 3,637

Parameter terpenting dalam membandingkan bioavailabilitas adalah

AUC(0-inf), Cmax, dan tmax. Parameter bioavailabilitas tersebut dianalisis secara

statistik menggunakan program SPSS 14.0 dengan metode ANOVA. Parameter

AUC(0-inf) dan Cmax harus diubah menjadi bentuk ln terlebih dahulu sebelum

dilakukan analisis statistik karena kinetika obat mengikuti kinetika orde satu

sehingga dalam skala logaritmik akan diperoleh distribusi yang normal dan varians

yang homogen.

Ada kemungkinan absorpsi obat setelah pemberian obat dosis tunggal tidak

terjadi dengan segera. Hal ini disebabkan oleh faktor-faktor fisiologi seperti waktu

pengosongan lambung dan motilitas usus. Keadaan ini dikenal dengan istilah lag

time. Jadi lag time merupakan penundaan waktu absorpsi. Dalam penelitian ini, pada

tablet generik dan tablet Pyrexin® terdapat lag time. Berarti parasetamol dalam tablet

generik dan Pyrexin® tidak diabsorpsi dengan segera setelah pemberian obat.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 103: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

83

2. AUC(0-inf)

Nilai AUC(0-inf) menggambarkan jumlah obat yang tersedia di dalam darah.

Nilai AUC(0-inf) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

el

ainf)-(0 k x Vd

f x D AUC = atau

Clf x D

AUC ainf)-(0 = (17)

Keterangan : AUC(0-inf) = luas area di bawah kurva (μg.menit/ml) D = dosis (mg) fa = fraksi obat yang diabsorpsi (bernilai 0-1) Vd = volume distribusi (ml) kel = tetapan laju eliminasi (menit-1) Cl = klirens (ml/menit)

Nilai AUC dapat dijadikan sebagai parameter bioavailabilitas sebab proses

eliminasi obat di dalam tubuh dianggap tidak berubah (nilai Vd dan kel dianggap

tetap). Dosis yang digunakan dalam penelitian ini sama untuk setiap perlakuan

sehingga besar kecilnya nilai AUC dianggap disebabkan oleh nilai fa (fraksi obat

yang diabsorpsi). Oleh karena itu, nilai AUC dapat digunakan sebagai ukuran

bioavailabilitas obat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna

antara tablet Progesic® dengan tablet generik sedangkan antara tablet Pyrexin®

dengan tablet generik berbeda tidak bermakna. Hal ini dapat dilihat dari hasil uji

statistik pada tabel XV.

Tabel XV. Uji Post-Hoc Nilai AUC(0-inf)

90% Confidence Interval Obat (I) Obat (J)

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig Lower

Bound Upper Bound

Progesic® - 0,474254 0,1221413 0,019 - 0,781580 - 0,166928Generik Pyrexin® 0,226170 0,1221413 0,232 - 0,081156 - 0,533496

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 104: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

84

Uji ini menggunakan taraf kepercayaan 90% sehingga dua obat disebut

berbeda tidak bermakna (“sama”) jika nilai Sig lebih besar dari 0,100. Berdasarkan

hasil uji tersebut, nilai Sig antara tablet Progesic® dan tablet generik adalah 0,019

sedangkan antara tablet Pyrexin® dan tablet generik adalah 0,232. Dengan demikian,

tablet Progesic® berbeda bermakna dengan tablet generik, namun tablet Pyrexin®

berbeda tidak bermakna dengan tablet generik.

Tablet Progesic® memiliki nilai AUC(0-inf) terbesar, diikuti oleh tablet

generik dan tablet Pyrexin®. Hal ini berarti jumlah parasetamol dari tablet Progesic®

yang tersedia di dalam tubuh lebih besar dibandingkan dengan tablet generik dan

tablet Pyrexin®. Jumlah yang cukup besar tersebut membuat nilai AUC(0-inf)

Progesic® berbeda bermakna bila dibandingkan dengan tablet generik dan tablet

Pyrexin®.

Hal tersebut didukung oleh data Vd. Berdasarkan persamaan di atas,

AUC(0-inf) berbanding terbalik dengan Vd. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

tablet Pyrexin® memiliki nilai Vd terbesar, diikuti oleh tablet generik dan tablet

Progesic®. Selain itu, nilai AUC(0-inf) juga berbanding terbalik dengan Cl. Tablet

Pyrexin® mempunyai nilai klirens terbesar, diikuti oleh tablet generik dan tablet

Progesic®.

3. Cmax

Cmax adalah konsentrasi maksimum obat dalam plasma. Pada sebagian besar

obat, terdapat suatu hubungan antara efek farmakologi dengan konsentrasi obat

dalam plasma. Nilai Cmax dapat menjadi petunjuk bahwa obat diabsorpsi dalam

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 105: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

85

jumlah yang cukup untuk memberi efek terapeutik dan juga memberi petunjuk dari

kemungkinan adanya kadar toksik obat. Nilai Cmax tergantung pada laju distribusi

obat dan volume distribusi. Hal ini dapat dijelaskan dari persamaan berikut :

maxel t.k-

ela

aamax e

)k-Vd(k.D.kf

C = (18)

Keterangan : Cmax = konsentrasi maksimum obat dalam plasma (μg/ml) fa = fraksi obat yang diabsorpsi (bernilai 0-1) ka = tetapan laju absorpsi (menit-1) D = dosis (mg) Vd = volume distribusi (ml) kel = tetapan laju eliminasi (menit-1) tmax = waktu tercapainya Cmax (menit)

Hasil analisis statistik pada tabel XVI menunjukkan bahwa nilai Cmax antara

ketiga tablet tersebut berbeda bermakna sebab nilai Sig lebih kecil dari 0,100. Dosis

obat yang digunakan dalam penelitian ini sama, yaitu 1200 mg/kgBB, namun

ternyata ketiga tablet mempunyai nilai Cmax yang berbeda.

Tabel XVI. Uji Post-Hoc Nilai Cmax

90% Confidence Interval Obat (I) Obat (J)

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig Lower

Bound Upper Bound

Progesic® - 0,275989 0,0787822 0,030 - 0,474217 - 0,077761Generik Pyrexin® 0,429264 0,0787822 0,004 - 0,231037 - 0,627492

Nilai Cmax tablet Progesic® merupakan nilai Cmax terbesar dibandingkan

dengan tablet generik dan tablet Pyrexin® sedangkan nilai Vd tablet Progesic®

merupakan nilai Vd terkecil dibandingkan dengan tablet generik dan tablet Pyrexin®.

Hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa nilai Cmax berbanding terbalik dengan nilai

Vd.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 106: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

86

4. tmax

Nilai tmax menunjukkan waktu ketika konsentrasi obat dalam plasma

mencapai konsentrasi maksimum (Cmax). Pada saat tmax laju absorpsi obat sama

dengan laju eliminasi obat. Setelah tmax tercapai, absorpsi masih berjalan meskipun

dengan laju yang lebih lambat.

Nilai tmax tidak tergantung pada dosis namun tergantung pada tetapan laju

absorpsi (ka) dan tetapan laju eliminasi (kel). Dalam membandingkan produk obat,

nilai tmax dapat digunakan untuk memperkirakan laju absorpsi obat sebab proses

eliminasi obat di dalam tubuh dianggap tidak berbeda.

tmax = )k-(k

ln

ela

kk

ela

(19)

Keterangan : tmax = waktu tercapainya Cmax (menit) ka = tetapan laju absorpsi (menit-1) kel = tetapan laju eliminasi (menit-1)

Nilai tmax antara ketiga tablet berbeda bermakna. Hal ini dapat dilihat pada

tabel XVII yang menunjukkan bahwa nilai Sig lebih kecil dari 0,100. Berarti laju

absorpsi ketiga tablet tersebut dapat dikatakan berbeda.

Dari ketiga tablet, ternyata tablet generik memiliki nilai tmax paling kecil,

kemudian tablet Progesic® dan Pyrexin®.

Tabel XVII. Uji Post-Hoc Nilai tmax

90% Confidence Interval Obat (I) Obat (J)

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig Lower

Bound Upper Bound

Progesic® - 8,8667 2,50540 0,028 - 15,1706 - 2,5627Generik Pyrexin® - 21,7000 2,50540 0,000 - 28,0040 - 15,3960

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 107: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

87

Hal ini berarti tablet generik paling cepat mencapai konsentrasi maksimum

dibandingkan dengan tablet Progesic® dan Pyrexin®. Selain itu, laju absorpsi tablet

generik lebih cepat dibandingkan dengan tablet Progesic® dan Pyrexin®.

5. Kriteria bioekivalen

Untuk menentukan apakah dua produk obat bioekivalen atau tidak, maka

dilakukan perbandingan terhadap ketiga parameter bioavailabilitas. Menurut

Pedoman Uji Biekivalensi Badan POM RI, dua produk dikatakan bioekivalen jika :

a) 0,800 < generik

dagangmerk

AUCgeometrik rata-rataAUCgeometrik rata-rata

< 1,250

b) 0,800 < generikmax

dagangmerk max

Cgeometrik rata-rata

Cgeometrik rata-rata < 1,250,

sedangkan nilai tmax dilakukan perbandingan hanya jika ada klaim yang relevan

secara klinik tentang pelepasan atau kerja yang cepat atau adanya tanda-tanda yang

berhubungan dengan efek samping obat. Namun, karena dalam penelitian ini tidak

dilakukan uji klinik, maka tetap dilakukan perbandingan nilai tmax. Menurut

Chereson dalam Basic Pharmacokinetics (2000), syarat bioekivalen untuk nilai tmax

adalah 0,800 < generikmax

dagangmerk max

tgeometrik rata-rata

tgeometrik rata-rata < 1,250.

Parameter-parameter bioavailabilitas tablet Pyrexin® dan tablet Progesic®

dibandingkan dengan parameter bioavailabilitas tablet generik. Hasil perbandingan

tersebut disajikan pada tabel XVIII. Dari hasil perhitungan pada tabel XVIII, terlihat

bahwa semua perbandingan parameter bioavailabilitas kedua tablet parasetamol

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 108: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

88

bermerk dagang terhadap tablet parasetamol generik ternyata di luar rentang nilai

0,800–0,125. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa kedua tablet merk dagang

yang diuji, yaitu tablet Pyrexin® dan tablet Progesic®, ternyata tidak bioekivalen

dengan tablet parasetamol generik.

Tabel XVIII. Perbandingan Parameter Bioavailabilitas Generik Pyrexin® Progesic®

Rata-rata geometrik AUC(0-inf)

20840,628 16622,120 33487,027

Rata-rata geometrik Cmax

178,836 116,420 235,676

Rata-rata tmax 24,733 46,433 33,600

generik

dagangmerk

AUCgeometrik rata-rataAUCgeometrik rata-rata

0,798 1,607

generikmax

dagangmerk max

Cgeometrik rata-rata

Cgeometrik rata-rata 0,651 1,318

generikmax

dagangmerk max

tgeometrik rata-rata

tgeometrik rata-rata 1,878 1,356

Bioekivalen dengan generik ? TIDAK TIDAK

Selain itu, dengan melihat hasil uji disolusi (in vitro) dan hasil uji in vivo,

dapat dikatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang baik antara uji in vitro dengan

uji in vivo dalam penetapan bioavailabilitas ini sebab kemiripan profil disolusi belum

dapat menunjukkan apakah kedua produk obat bioekivalen atau tidak.

Nilai parameter bioavailabilitas yaitu AUC(0-inf), Cmax, dan tmax sangat

tergantung pada proses absorpsi obat di dalam tubuh. Dalam penelitian ini, faktor

rute dan cara pemberian tidak menjadi faktor yang menyebabkan perbedaan

bioavailabilitas sebab rute dan cara pemberian sudah dibuat sama, yaitu per oral.

Selain itu, dosis dan aturan dosis juga sudah dibuat sama, yaitu dosis tunggal 1200

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 109: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

89

mg/kgBB. Oleh karena itu, faktor dosis dan aturan dosis juga tidak dapat dianggap

sebagai penyebab terjadinya perbedaan bioavailabilitas.

Proses absorpsi obat diawali dengan hancurnya bentuk sediaan tablet.

Waktu hancur tablet dipengaruhi oleh kekerasan tablet. Tablet Progesic® dengan nilai

kekerasan terkecil ternyata memiliki waktu hancur paling cepat, sedangkan tablet

Pyrexin® dengan nilai kekerasan terbesar ternyata memiliki waktu hancur paling

lama. Selain itu, waktu hancur juga sangat dipengaruhi oleh bahan penghancur yang

digunakan dalam masing-masing tablet tersebut. Jika jumlah bahan penghancur yang

digunakan besar, maka tablet akan semakin mudah hancur sehingga waktu

hancurnya menjadi singkat. Mungkin jumlah bahan penghancur dalam tablet

Progesic® lebih banyak daripada dalam tablet generik dan Pyrexin®.

Proses selanjutnya adalah disolusi zat aktif dari bentuk sediaan. Zat aktif

parasetamol dari tablet Pyrexin® terdisolusi paling banyak dibandingkan dengan

tablet Progesic® dan tablet generik. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh ukuran partikel

obat. Ukuran partikel parasetamol dalam tablet Pyrexin® mungkin lebih kecil

daripada parasetamol dalam tablet Progesic® dan tablet generik sehingga luas

permukaan efektif dari parasetamol dalam tablet Pyrexin® menjadi besar. Oleh

karena itu, meskipun tablet Pyrexin® hancur paling lama, parasetamol dalam tablet

Pyrexin® dapat terdisolusi lebih cepat daripada parasetamol dalam tablet Progesic®

dan tablet generik.

Selain itu, disolusi juga dapat dipengaruhi oleh bahan-bahan tambahan yang

digunakan dalam tablet. Mungkin zat aktif dapat membentuk kompleks dengan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 110: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

90

bahan tambahan dalam tablet sehingga zat aktif menjadi sulit lepas dari bentuk

sediaan dan disolusi zat aktif menjadi lambat.

Tahap selanjutnya adalah perpindahan obat menembus membran menuju ke

sirkulasi sistemik. Tablet generik memiliki nilai tmax terkecil, yang berarti bahwa

Cmax cepat tercapai, sedangkan tablet Pyrexin® memiliki nilai tmax terbesar yang

berarti bahwa Pyrexin® paling lama mencapai Cmax. Dalam hal ini, kemungkinan

faktor yang berpengaruh adalah pH dalam saluran pencernaan yang dapat

menentukan derajat ionisasi parasetamol. Jika nilai pH berubah menjadi lebih asam,

maka bentuk tak terion menjadi lebih banyak sehingga lebih mudah menembus

membran mencapai sirkulasi sistemik. Perubahan nilai pH dapat disebabkan oleh

sekresi asam lambung yang berlebihan ataupun keadaan psikologis dari hewan uji.

Kemampuan menembus membran menjadi rate limiting step pada tablet Pyrexin®

sebab disolusi Pyrexin® berjalan dengan cepat namun absorpsi berjalan dengan

lambat, yang ditandai dengan besarnya nilai tmax.

Tablet Progesic® memiliki nilai AUC(0-inf) dan Cmax paling besar, diikuti oleh

tablet generik dan tablet Pyrexin®. Hal ini mungkin berkaitan dengan adanya lag

time pada tablet generik dan tablet Pyrexin®. Karena adanya penundaan absorpsi

obat, mungkin obat mengalami degradasi di dalam saluran pencernaan sehingga

jumlah yang diabsorpsi menjadi kecil. Degradasi tersebut dapat disebabkan oleh

akivitas enzim di dalam saluran pencernaan.

Faktor-faktor lain yang juga dapat mempengaruhi besar kecilnya nilai

parameter bioavailabilitas adalah faktor fisiologis hewan uji, seperti waktu

pengosongan lambung, waktu transit pada usus, motilitas usus, dan keadaan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 111: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

91

psikologis hewan uji. Jika waktu pengosongan lambung lama, maka absorpsi obat

akan tertunda sehingga tmax menjadi besar. Jika waktu transit pada usus hanya

sebentar atau motilitas usus cepat, maka proses absorpsi obat tidak terjadi dengan

sempurna yang dapat mengakibatkan nilai AUC dan Cmax menjadi kecil. Jika hewan

uji dalam keadaan stres, maka waktu pengosongan lambung, aliran darah, dan nilai

pH juga dapat berubah sehingga mengakibatkan perubahan nilai parameter

bioavailabilitas.

Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah parameter Cmax dan tmax antara

ketiga tablet berbeda bermakna, sedangkan parameter AUC(0-inf) antara tablet

Progesic® dengan tablet generik berbeda bermakna dan antara tablet Pyrexin®

dengan tablet generik berbeda tidak bermakna. Hasil perbandingan parameter

bioavailabilitas tidak memenuhi syarat yang ditentukan sehingga kedua tablet

bermerk dagang, yaitu tablet Progesic® dan tablet Pyrexin® yang diuji tidak dapat

dikatakan bioekivalen dengan tablet generik.

Perbedaan secara statistik ini bukan berarti bahwa tablet tersebut benar-

benar berbeda dalam hal efek terapeutiknya (segi farmakodinamika) meskipun segi

farmakokinetika obat memang mempengaruhi efek yang ditimbulkan oleh obat.

Selain itu, penelitian ini juga belum sampai menentukan apakah kedua produk obat

mempunyai ekivalensi terapeutik atau tidak sebab hal itu harus ditunjukkan dalam uji

klinik

Penulis menyadari adanya keterbatasan dalam penelitian ini. Tablet yang

diberikan ke hewan uji sudah digerus dan dilarutkan ke dalam aquadest. Dalam

penggerusan tersebut, tidak diketahui apakah ukuran partikel sudah homogen atau

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 112: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

92

belum karena dalam penelitian tidak dilakukan uji keseragaman ukuran partikel.

Ukuran partikel tersebut sebenarnya dapat menentukan disolusi obat dan

mempengaruhi nilai parameter bioavailabilitas yang dihasilkan.

Selain itu, uji keseragaman bobot yang dilakukan juga masih berdasarkan

Farmakope Indonesia Edisi III meskipun sebenarnya uji keseragaman bobot juga

terdapat pada Farmakope Indonesia Edisi IV. Seharusnya uji keseragaman bobot ini

dilakukan berdasarkan acuan yang terbaru, yaitu Farmakope Indonesia Edisi IV.

Dalam penelitian ini, juga tidak dilakukan penetapan kadar zat aktif di

dalam tablet. Padahal data tersebut mungkin dapat menjelaskan tentang pengaruh

jumlah zat aktif dalam tablet terhadap disolusi dan bioavailabilitas obat. Hal-hal

inilah yang menjadi keterbatasan peneliti dalam melakukan penelitian ini.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 113: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah :

1. Bioavailabilitas tablet parasetamol generik, tablet Pyrexin®, dan tablet Progesic®

tidak sama.

a. Nilai AUC(0-inf) (μg.menit/ml) tablet parasetamol generik sebesar 21029,077 +

3336,122; tablet Pyrexin® sebesar 16666,110 + 1456,821; dan tablet

Progesic® sebesar 33823,687 + 5640,811.

Nilai AUC(0-inf) tablet Pyrexin® berbeda tidak bermakna terhadap tablet

generik, sedangkan tablet Progesic® berbeda bermakna terhadap tablet

generik.

b. Nilai Cmax (μg/ml) tablet parasetamol generik sebesar 179,743 + 21,631;

tablet Pyrexin® sebesar 116,717 + 10,018; dan tablet Progesic® sebesar

236,037 + 15,762.

Nilai Cmax tablet Pyrexin® dan tablet Progesic® berbeda bermakna terhadap

tablet generik.

c. Nilai tmax (menit) tablet parasetamol generik sebesar 24,733 + 1,943; tablet

Pyrexin® sebesar 46,433 + 3,353; dan tablet Progesic® sebesar 33,600 +

3,637.

Nilai tmax tablet Pyrexin® dan tablet Progesic® berbeda bermakna terhadap

tablet generik.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 114: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

94

2. Tablet Pyrexin® dan tablet Progesic® yang diuji tidak bioekivalen dengan tablet

parasetamol generik.

B. Saran

Dari hasil penelitian ini, penulis menyarankan

1. Dilakukan pengujian klinik dengan tablet tersebut agar diketahui apakah produk

tersebut memiliki ekivalensi terapeutik atau tidak.

2. Dilakukan penelitian serupa dengan uji pendahuluan tablet yang lebih tepat,

sesuai dengan yang tercantum dalam buku acuan resmi terbaru.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 115: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

95

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1979, Farmakope Indonesia, Edisi III, 6, 37, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta

Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, 649, 650, Departemen Kesehatan

Republik Indonesia, Jakarta Anonim, 2000, IONI : Informatorium Obat Nasional Indonesia 2000, 2, Departemen

Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta Anonim, 2001a, Professional’s Handbook of Drug Therapy for Pain, 40,

Springhouse Corporation, Springhouse Anonim, 2001b, The Merck Index, 13th Edition, 10, Merck & Co.Inc., Whitehouse

Station, New Jersey Anonim, 2004a, A to Z Drug Facts, 5th Edition, 7-8, Facts and Comparisons,

Missouri Anonim, 2004b, Pedoman Uji Bioekivalensi, Badan Pengawas Obat dan Makanan

Republik Indonesia, Jakarta Anonim, 2005a, Drug Information for The Health Care Professional, Volume I, 25th

Edition, 10, Thomson MICROMEDEX, USA Anonim, 2005b, The Official Compendia of Standards 2005 : The United States

Pharmacopeia 28 - The National Formulary 23, 2411-2412, 2745, United States Pharmacopeia Convention Inc., USA

Ansel, H. C., 1969, Introduction to Pharmaceutical Dosage Forms, 296-297, Lea &

Febiger, USA Ansel, H. C., and Prince, S. J., 2006, Pharmaceutical Calculations : The

Pharmacist’s Handbook, diterjemahkan oleh Cucu Aisyah dan Ella Elviana, 121-131, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

Bassett, J., Denney, R. C., Jeffery, G. H., and Mendham, J., 1991, Vogel’s Textbook

of Quantitative Analysis Including Elementary Instrumental Analysis, diterjemahkan oleh A. Hadyana Pudjaatmaka dan L. Setiono, Edisi IV, 847, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

Belal, S., Elsayed, M. A-H., El-Waliely, A., and Abdine, H., 1979, Colorimetric

Acetaminophen Determination in Pharmaceutical Formulations, Journal of Pharmaceutical Sciences, 68, 750-752

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 116: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

96

Benet, L. Z., 1992, Farmakokinetik : 1. Absorpsi, Distribusi dan Ekskresi, dalam Katzung, B. G., 1992, Basic and Clinical Pharmacology, diterjemahkan oleh Binawati H. Kotualubun dkk., Edisi 3, 29, 448-449, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

Bowman, W. C., and Rand, M. J., 1990, Textbook of Pharmacology, 2nd Edition,

26.34, 26.35, 40.1, Oxford Blackwell Scientific Publications, Cambridge Bruice, P. Y., 1998, Organic Chemistry, 2nd Edition, 947-948, Prantice-Hall Inc.,

New Jersey Chafetz, U., Daly, R. E., Schriftman, H., and Lomner, J. J., 1971, Selective

Colorimetric Determination of Acetaminophen, Journal of Pharmaceutical Science, 60, 463-466

Chamberlain, J., 1995, The Analysis of Drugs in Biological Fluids, 2nd Edition, 38-

40, CRC Press Inc., USA Chereson, R., 1999, Bioavailability, Bioequivalence, and Drug Selection, in Makoid,

M. C., Vuchetich, P. J., and Banakar, U. V. (Eds.), Basic Pharmacokinetics, 1st Edition,2-4,15-18,20,29-30, Available from http://kiwi.creighton.edu/pkinbook/

Clark, B., and Smith, D. A., 1993, An Introduction to Pharmacokinetics, Revised 2nd

Edition, 1-2, 26-33, Oxford Blackwell Scientific Publications, USA Connors, K. A., 1982, A Textbook of Pharmaceutical Analysis, 3rd Edition, 540-567,

Interscience Publisher, John Wiley & Sons, New York Connors, K. A., Amidon, G. L., and Stella, V. J., 1986, Chemical Stability of

Pharmaceuticals : A Handbook for Pharmacists, 2nd Edition, 163, 167, John Wiley & Sons, New York

Frisell, W. R., 1982, Human Biochemistry, 423-427, McMillan Publishing Inc., USA Gibson, G. G., and Skett, P., 1991, Introduction to Drug Metabolism, diterjemahkan

oleh Iis Aisyah B., 189-190, Universitas Indonesia Press, Jakarta Glynn, J. P., and Kendal, S. E., 1975, Paracetamol Measurement, The Lancet, 7916,

Volume I, 1147 Hanson, G. R., 2000, Analgesic, Antipyretic, and Anti-Inflammatory Drugs, in

Gennaro, A. R., et al. (Eds.), Remington : The Science and Practice of Pharmacy, 20th Edition, 1455, Philadelphia College of Pharmacy and Science, Philadelphia

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 117: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

97

Johnston, A., and Woolard, R. C., 1983, STRIPE : A Computer Program for Pharmacokinetics, J. Pharmacol. Math., 9, 193-199

Khopkar, S. M., 1990, Basic Concepts of Analytical Chemistry, diterjemahkan oleh

A. Saptoraharjo, 193, 204, Universitas Indonesia Press, Jakarta Kottke, M. K., and Rudnic, E. M., 2002, Tablet Dosage Forms, in Banker, G. S., and

Rhodes, C. T., (Eds.), Modern Pharmaceutics, 4th Edition, 287-330, Marcell Dekker Inc., New York

Lacy, C. F., Armstrong, L. L., Goldman, M. P., and Lance, L. L., 2003, Drug

Information, 11th Edition, 25, Lexi-Comp, Ohio Lestari, C. S., Rahayu, S., Rya, H., Suhardjono, Maisunah, Soewarni, S., dkk., 2002,

Seni Menulis Resep : Teori dan Praktek, 27-36, P.T. Perca, Jakarta Makoid, M., and Cobby, J., 2000, Introduction, in Makoid, M. C., Vuchetich, P. J.,

and Banakar, U. V. (Eds.), Basic Pharmacokinetics, 1st Edition, 1-2, Available from http://pharmacy.creighton.edu/pha443/pdf/

Malinowski, H. J., 2000, Bioavailability and Bioequivalence Testing, in Gennaro, A.

R., et al. (Eds.), Remington : The Science and Practice of Pharmacy, 20th Edition, 995, Philadelphia College of Pharmacy and Science, Philadelphia

McGilveray, I. J., and Mattok, G. L., 1972, Some Factors Affecting the Absorption

of Paracetamol, J. Pharm. Pharmac., 24, 615-619 Melmon, K. L., and Morelli, H. F., 1992, Melmon and Morelli’s : Clinical

Pharmacology Basic Principles in Therapeutics, 3rd Edition, 1032-1033, McGraw-Hill, USA

Montgomery, R., Conway, T. W., and Spector, A. A., 1993, Biochemistry : A Case-

Oriented Approach, diterjemahkan oleh Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Edisi I, Jilid 1, 89-91, Binarupa Aksara, Jakarta

Mulja, M., dan Suharman, 1995, Analisis Instrumental, 35, Airlangga University

Press, Surabaya Murray, R. K., Granner, D. K., Mayes, P. A., and Rodwell, V. W., 2000, Harper’s

Biochemistry, 25th Edition, 737, McGraw-Hill, New York Mutschler, E., Derendorf, H., Schäfer-Korting, M., Elrod, K., and Estes, K. S., 1995,

Drug Actions : Basic Principle and Therapeutic Aspects, 33-35, Medpharm Scientific Publishers, Stuttgart

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 118: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

98

Mutschler, E., 1999, Dinamika Obat, diterjemahkan oleh Mathilda B. Widianto dan Anna Setiadi Ranti, Edisi ke-5, 5-6, 9-47, 167, 200-201, Penerbit ITB, Bandung

Pearce, E. C., 2002, Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis, diterjemahkan oleh Sri

Yuliani Handoyo, 133, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Proudfoot, S. G., 1990, Factors Influencing Bioavailability : Factors Influencing

Drug Absorption from The Gastrointestinal Tract, in Aulton, M. E. (Ed.), Pharmaceutics : The Science of Dosage Form Design, 135-170, ELBS with Churchill Livingstone, UK

Roth, H. J., and Blaschke, G., 1981, Pharmaceutical Analysis, diterjemahkan oleh

Sarjoko Kisman dan Slamet Ibrahim, 359-361, 373, Universitas Gajah Mada Press, Yogyakarta

Setiawati, A., Zunida, S. B., dan Suyatna, F. D., 2003, Pengantar Farmakologi,

dalam Ganiswarna, S. G., Setiabudy, R. (Eds.), Farmakologi dan Terapi, Edisi 4 (Dengan Perbaikan), 5-10, Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

Shargel, L., Wu-Pong, S., and Yu, A. B. C., 2005, Applied Biopharmaceutics &

Pharmacokinetics, 5th Edition, 3, 456-458, 465-468, McGraw-Hill, Singapore Stringer, J. L., 2001, Basic Concepts in Pharmacology : A Student’s Survival Guide,

2nd Edition, 254-255, McGraw-Hill, Singapore Suryawati, S. dan Donatus, I. A., 1998, Ketersediaan Hayati Obat pada Manusia,

Kursus Penelitian, Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada, Yogyakarta Vogel, 1990, Textbook of Macro and Semimicro Qualitative Inorganic Analysis,

diterjemahkan oleh Setiono, L., dan Pudjaatmaka, A. H., Edisi V, Bagian I, 55, PT. Kalman Media Pusaka, Jakarta

Wagner, G. J., 1975, Fundamentals of Clinical Pharmacokinetics, 1st Edition, 7-20,

Drug Intelligence Publications Inc., Hamilt on, Illnois 62341 Widdop, B., 1986, Hospital Toxicology and Drug Abuse Screening, in Moffat, A. C,

et al. (Eds.), Clarke’s Isolation and Idenification of Drugs in Pharmaceuticals, Body Fluids, and Pos Mortem Material, 2nd Edition, 23, The Pharmaceutical Press, London

Wilkinson, G. R., 2001, Pharmacokinetics : The Dynamics of Drug Absorption,

Distribution, and Elimination, in Goodman & Gilman’s : The Pharmacological Basis of Therapeutics, 10th Edition, 3-24, McGraw-Hill, USA

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 119: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

99

Wilmana, P. F., 2003, Analgesik-Antipiretik : Analgesik Anti-inflamasi Nonsteroid dan Obat Pirai, dalam Ganiswarna, S. G. Setiabudy, R. (Eds.), Farmakologi dan Terapi, Edisi 4 (Dengan Perbaikan), 214, Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

York, P., 1990, The Design of Dosage Forms, in Aulton. M. E. (Ed.),

Pharmaceutics : The Science of Dosage Form Design, 1-12, ELBS with Churchill Livingstone, UK

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 120: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

100

Lampiran 1. Hasil Penimbangan Tablet untuk Uji Keseragaman Bobot

Tabel XIX. Hasil Penimbangan Tablet

Bobot (mg) Tablet Generik Pyrexin® Progesic®

1 604,2 645,4 610,5 2 603,3 654,3 626,1 3 599,7 641,2 614,9 4 606,1 652,7 618,5 5 600,2 661,5 618,0 6 605,0 661,0 614,5 7 604,2 667,0 614,9 8 601,8 648,1 612,4 9 600,1 647,0 615,8

10 600,9 649,3 617,1 11 594,0 670,1 605,2 12 603,3 669,0 606,8 13 612,4 661,6 615,8 14 599,9 647,8 614,3 15 602,6 656,6 619,7 16 590,9 654,5 610,9 17 607,8 655,6 603,7 18 601,9 663,1 622,3 19 610,4 650,6 607,0 20 601,6 655,0 615,0

SDX ± 602,515 + 4,875 655,570 + 8,130 614,165 + 5,670

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 121: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

101

Lampiran 2. Data Kurva Baku Disolusi Tablet

Penimbangan parasetamol

Kertas : 0,3932 g Kertas + zat : 0,4436 g Kertas + sisa : 0,3932 g Zat : 0,0504 g = 50,4 mg 1. Pembuatan larutan persediaan parasetamol

Sebanyak 50,4 mg parasetamol dilarutkan dalam 50 ml larutan dapar fosfat pH 5,8 sehingga konsentrasi larutan persediaan parasetamol adalah

ml 50mg 50,4 = 1,008 mg/ml = 1008 μg/ml

2. Pembuatan larutan intermediet I parasetamol

Pipet 1 ml larutan persediaan parasetamol, masukkan ke dalam labu ukur 50,0 ml dan tambahkan larutan dapar fosfat pH 5,8 sampai tanda.

Konsentrasi larutan intermediet I adalah : ml50

g/ml 1008 x ml 1 μ = 20,16 μg/ml

3. Pembuatan seri kadar larutan intermediet parasetamol

Pipet x ml larutan intermediet I parasetamol, masukkan ke dalam labu ukur 10,0 ml dan tambahkan larutan dapar fosfat pH 5,8 sampai tanda.

Tabel XX. Seri Kadar Larutan Intermediet Parasetamol dalam Pembuatan Kurva Baku Uji Disolusi

X (ml) C (μg/ml) Serapan 1,5 3,02 0,288 2,0 4,03 0,342 2,5 5,04 0,429 3,0 6,05 0,500 3,5 7,06 0,597 4,0 8,07 0,716 4,5 9,08 0,768

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 122: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

102

Lampiran 3 : Hasil Uji Disolusi Tablet

Tabel XXI. Hasil Perhitungan Disolusi Tablet Parasetamol Generik Waktu C C0 Q5 Q900 QkumReplikasi (menit)

A (μg/ml) (μg/ml) (mg) (mg) (mg)

10 0.433 5.006 417.167 2.086 375.480 375.480I 20 0.443 5.126 427.167 2.136 384.480 386.566 30 0.476 5.522 460.167 2.301 414.180 418.402 10 0.453 5.246 437.167 2.186 393.480 393.480II 20 0.454 5.258 438.167 2.191 394.380 396.566 30 0.468 5.426 452.167 2.261 406.980 411.357 10 0.425 4.910 409.167 2.046 368.280 368.280III 20 0.465 5.390 449.167 2.246 404.280 406.326 30 0.470 5.450 454.167 2.271 408.780 413.072

Tabel XXII. Hasil Perhitungan Disolusi Tablet Pyrexin®

Waktu C C0 Q5 Q900 QkumReplikasi (menit)

A (μg/ml) (μg/ml) (mg) (mg) (mg)

10 0.521 6.062 505.167 2.526 454.680 454.680 I 20 0.523 6.086 507.167 2.536 456.480 459.006 30 0.518 6.026 502.167 2.511 451.980 457.042 10 0.508 5.906 492.167 2.461 442.980 442.980 II 20 0.515 5.990 499.167 2.496 449.280 451.741 30 0.525 6.110 509.167 2.546 458.280 463.237 10 0.514 5.978 498.167 2.491 448.380 448.380 III 20 0.526 6.122 510.167 2.551 459.180 461.671 30 0.520 6.050 504.167 2.521 453.780 458.822

Tabel XXIII. Hasil Perhitungan Disolusi Tablet Progesic®

Waktu C C0 Q5 Q900 QkumReplikasi (menit)

A (μg/ml) (μg/ml) (mg) (mg) (mg)

10 0.510 5.930 494.167 2.471 444.780 444.780

I 20 0.486 5.642 470.167 2.351 423.180 425.651 30 0.513 5.966 497.167 2.486 447.480 452.302

10 0.437 5.054 421.167 2.106 379.080 379.080II 20 0.483 5.606 467.167 2.336 420.480 422.586 30 0.506 5.882 490.167 2.451 441.180 445.622 10 0.456 5.282 440.167 2.201 396.180 396.180III 20 0.518 6.026 502.167 2.511 451.980 454.181 30 0.507 5.894 491.167 2.456 442.080 446.792

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 123: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

103

Lampiran 4. Contoh Cara Perhitungan Data Disolusi Tablet Persamaan kurva baku : Y = 0,08331 X + 0,01598 Pada menit ke-10, diambil sampel sebanyak 5,0 ml. Kemudian dilakukan pengenceran. Ambil 1 ml, masukkan ke labu ukur 25,0 ml, tambahkan larutan dapar hingga tanda. (larutan A). Kemudian dilakukan pengenceran lagi. Ambil 3,0 ml larutan A, masukkan ke labu ukur 10,0 ml, tambahkan larutan dapar hingga tanda. Ukur serapan pada panjang gelombang 243,1 nm. Pada tabung uji disolusi ditambah 5,0 ml larutan dapar. Pada menit ke-20, diambil sampel sebanyak 5 ml. Kemudian dilakukan pengenceran dengan cara yang sama. Pada tabung uji disolusi ditambah 5,0 ml larutan dapar. Pada menit ke-30, diambil sampel sebanyak 5 ml. Kemudian dilakukan pengenceran dengan cara yang sama. Generik Replikasi I Menit ke-10 : Serapan (Y) = 0,433

X = 0,08331

0,01598 - 0,433 = 5,006 μg/ml

Kadar sebelum pengenceran = 5,006 μg/ml x 3

10 x 125 = 417,167 μg/ml.

Dalam 5 ml sampel terdapat parasetamol sebanyak = 417,167 μg/ml x 5 ml = 2,086 mg

Dalam media 900 ml (Q900) terdapat parasetamol sebanyak = 2,086 mg x 5

900

= 375,480 mg

Menit ke-20 : Serapan (Y) = 0,443 Dengan cara yang sama diperoleh Q900 sebesar 384,480 mg Qkum = 384,480 mg + 2,086 mg = 386,566 mg Menit ke-30 : Serapan (Y) = 0,476 Dengan cara yang sama diperoleh Q900 sebesar 414,180 mg Qkum = 414,180 mg + 2,086 mg + 2,136 mg = 418,402 mg

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 124: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

104

Lampiran 5. Grafik Uji Disolusi Tablet

PROFIL DISOLUSI TABLET GENERIK

360.000

380.000

400.000

420.000

440.000

0 10 20 30 4

Waktu (menit)

Qku

m (m

g)

0

Replikasi I Replikasi II Replikasi III

A

PROFIL DISOLUSI TABLET PYREXIN®

435.000440.000445.000450.000455.000460.000465.000

0 10 20 30 4

Waktu (menit)

Qku

m (m

g)

0

Replikasi I Replikasi II Replikasi III

B

PROFIL DISOLUSI TABLET PROGESIC®

370.000390.000410.000430.000450.000470.000

0 10 20 30 4

Waktu (menit)

Qku

m (m

g)

0

Replikasi I Replikasi II Replikasi III

C

Gambar 24. Profil Disolusi Tablet Parasetamol (Generik) (A), Tablet Pyrexin® (B), dan Tablet Progesic® (C)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 125: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

105

Lampiran 6. Contoh Perhitungan Faktor Kemiripan Profil Disolusi

Tabel XXIV. Perhitungan Persentase Kumulatif Obat Terlarut Persentase Kumulatif Obat Terlarut (%) Waktu Replikasi Generik Pyrexin® Progesic®

1 75,096 90,936 88,956 2 78,696 88,596 75,816 3 73,656 89,676 79,236 10

SD X ± 75,816 + 2,596 89,736 + 1,171 83,336 + 6,817 1 77,313 91,801 85,130 2 79,313 90,348 84,517 3 81,265 92,334 90,836 20

SD X ± 79,297 + 1,976 91,494 + 1,028 86,828 + 3,486 1 83,680 91,408 90,460 2 82,271 92,647 89,124 3 82,614 91,764 89,359 30

SD X ± 82,855 + 0,735 91,940 + 0,638 89,648 + 0,713 Nilai f2 Pyrexin®

= 50 log ( )

⎥⎥⎥⎥⎥⎥

⎢⎢⎢⎢⎢⎢

+∑=

=n

T - Rnt

1ttt

1

100

2

= 50 log ( ) ( ) ( )

⎥⎥⎥⎥

⎢⎢⎢⎢

+ −+−+−3

,,,,,,1

100222 940918558249691297797369881675

= 50 log ⎥⎥⎥

⎢⎢⎢

+ ++3

,,,1

10053782816148766193

= 50 log ⎥⎥⎥

⎢⎢⎢

+ 3,1

100119425

= 50 log ⎥⎥⎦

⎢⎢⎣

+141,706 1100

= 50 log 8,371 = 46,14

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 126: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

106

Lampiran 7. Contoh Perhitungan Pembuatan Larutan Obat

Penimbangan tablet :

1. 654,3 mg 2. 645,4 mg 3. 641,2 mg 4. 652,7 mg 5. 661,5 mg

6. 661,0 mg 7. 667,0 mg 8. 648,1 mg 9. 647,0 mg 10. 649,3 mg

11. 654,7 mg 12. 647,9 mg 13. 662,7 mg

Rata-rata = 645,613

8392,8= mg

Akan dibuat larutan dengan konsentrasi 240mg/ml sebanyak 25 ml. Berarti parasetamol yang dibutuhkan = 240mg/ml x 25 ml = 6000 mg Seluruh tablet tersebut digerus halus. Setiap tablet mengandung 500 mg parasetamol, maka serbuk yang setara dengan 6000 mg parasetamol adalah

= 7747,2645,65006000

=× mg

Penimbangan serbuk : Kertas = 0,4406 g Kertas + zat = 8,1914 g Kertas + sisa = 0,4448 g Zat = 7,7466 g = 7746,6 mg

Parasetamol yang ditimbang = 6000mg 7747,2mg 7746,6

× mg = 5999,53 mg

Konsentrasi larutan tersebut = ml25

mg 5999,53 = 239,981 mg/ml

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 127: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

107

Lampiran 8. Tabel Konversi Perhitungan Dosis Antar Jenis Hewan dan Perhitungan Dosis Awal untuk Orientasi Dosis

Tabel XXV. Konversi Perhitungan Dosis antar Jenis Hewan Mencit

20 g Tikus 200 g

Marmot 400 g

Kelinci 1,5 kg

Kera 4 kg

Anjing 12 kg

Manusia 70 kg

Mencit 20 g 1,0 7,0 12,25 27,8 64,1 124,2 387,9 Tikus 200 g 0,14 1,0 1,74 3,9 9,2 17,8 56,0 Marmot 400 g 0,08 0,57 1,0 2,25 5,2 10,2 31,5 Kelinci 1,5 kg 0,04 0,25 0,44 1,0 2,4 4,5 14,2 Kera 4 kg 0,016 0,11 0,19 0,42 1,0 1,9 6,1 Anjing 12 kg 0,008 0,06 0,10 0,22 0,52 1,0 3,1 Manusia 70 kg 0,0026 0,018 0,031 0,07 0,16 0,32 1,0

LD50 pada mencit = 338 mg/kgBB (Anonim, 2001b) Faktor konversi mencit ke kelinci = 27,8 LD50 pada kelinci 1,5 kg = 338 mg/kgBB x 27,8 = 9396,4 mg/1,5 kg = 6264,27 mg/kgBB Dosis awal untuk orientasi dosis = 10% x LD50

= 10010 x 6264,27 mg/kgBB

= 626,427 mg/kgBB ~ 625 mg/kgBB Misal : BB kelinci = 1,9 kg Konsentrasi larutan obat = 109,992 mg/ml

Volume obat yang diberikan ke kelinci = C

BB x D

= mg/ml 109,992

kg 1,9 x mg/kg 625 = 10,80 ml

Dosis kedua = 625 mg/kgBB x 1,2 = 750 mg/kgBB Dosis ketiga = 750 mg/kgBB x 1,2 = 900 mg/kgBB Dosis keempat = 900 mg/kgBB x 1,2 = 1080 mg/kgBB Dosis kelima = 1080 mg/kgBB x 1,2 = 1296 mg/kgBB ~ 1200 mg/kgBB dosis yang digunakan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 128: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

108

Lampiran 9. Operating Time Larutan Parasetamol dalam Plasma dengan Kadar 100 μg/ml (A) dan 400 μg/ml (B)

(A) 100 µg/ml (B) 400 µg/ml

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 129: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

109

Lampiran 10. Panjang Gelombang Maksimum Larutan Parasetamol dalam Plasma dengan Kadar 100 μg/ml (A) dan 400 μg/ml (B)

(A) 100 µg/ml (B) 400 µg/ml

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 130: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

Lampiran 11. Data Kurva Baku Parasetamol Penimbangan parasetamol

Kertas : 0,4259 g Kertas + zat : 0,4766 g Kertas + sisa : 0,4265 g Zat : 0,0501 g = 50,1 mg 1. Pembuatan larutan persediaan parasetamol

Sebanyak 50,1 mg parasetamol dilarutkan dalam 50 ml aquadest sehingga konsentrasi larutan persediaan parasetamol adalah

110

ml 50mg 50,1 = 1,002 mg/ml = 1002 μg/ml

2. Pembuatan seri kadar larutan intermediet parasetamol Pipet x ml larutan persediaan parasetamol, masukkan ke dalam labu ukur 10,0 ml dan tambahkan aquadest sampai tanda.

Tabel XXVI. Seri Kadar Larutan Intermediet Parasetamol dalam Pembuatan Kurva Baku

X (ml) C (μg/ml) 1,0 100,2 2,0 200,4 3,0 300,6 4,0 400,8 5,0 501,0 6,0 601,2 7,0 701,4 8,0 801,6

3. Pembuatan seri kadar larutan parasetamol dalam plasma

Sebanyak 0,5 ml plasma ditambah dengan 0,5 ml larutan parasetamol (untuk tiap-tiap seri kadar) sehingga kadar parasetamol dalam plasma menjadi :

Tabel XXVII. Seri Kadar Larutan Intermediet Parasetamol dalam Plasma

C (μg/ml) Serapan 50,1 0,101

100,2 0,202 150,3 0,344 200,4 0,486 250,5 0,560 300,6 0,669 350,7 0,794 400,8 0,919

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 131: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

Lampiran 12. Kurva Baku

111

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 132: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

112

Lampiran 13. Pembuatan Larutan untuk Penentuan Nilai Perolehan Kembali, Kesalahan Sistematik, dan Kesalahan Acak

Penimbangan parasetamol

Kertas : 0,4464 g Kertas + zat : 0,4716 g Kertas + sisa : 0,4463 g Zat : 0,0253 g = 25,3 mg 1. Pembuatan larutan persediaan parasetamol

Sebanyak 25,3 mg parasetamol dilarutkan dalam 25 ml aquadest sehingga konsentrasi larutan persediaan parasetamol adalah

ml 25mg 25,3 = 1,012 mg/ml = 1012 μg/ml

2. Pembuatan larutan intermediet parasetamol

Tabel XXVIII. Konsentrasi Larutan Parasetamol untuk Penentuan Nilai Perolehan Kembali, Kesalahan Sistematik, dan Kesalahan Acak

Pipet (ml) Konsentrasi yang Diharapkan (μg/ml)

Konsentrasi Sesungguhnya (μg/ml)

2,0 200 202,4 8,0 800 809,6

3. Pembuatan larutan parasetamol dalam plasma

Sebanyak 0,5 ml plasma ditambah dengan 0,5 ml larutan intermediet parasetamol sehingga kadar parasetamol dalam plasma menjadi 101,2 μg/ml dan 404,8 μg/ml

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 133: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

113

Lampiran 14. Sertifikat Analisis Parasetamol

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 134: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

114

Lampiran 15. Hasil Pengolahan STRIPE untuk Tablet Generik

Tabel XXIX. Hasil Pengolahan STRIPE untuk Tablet Generik 1

Menit ke- C C koreksi Residual Residual

1 0 80.73 - - - 2 5 129.05 48.32 - 181.09 - 197.77 3 10 238.20 157.47 - 60.74 - 74.88 4 15 268.40 187.67 - 19.89 - 31.86 5 20 277.02 196.29 - 1.14 - 11.28 6 25 280.91 200.18 12.39 - 7 35 258.90 178.17 8.27 - 8 45 235.61 154.88 116 - 9 60 218.35 137.62 5.33 -

10 90 168.31 87.58 - - 11 120 162.70 81.97 - - 12 150 142.86 62.13 - - 13 180 113.09 32.36 - - 14 210 111.79 31.06 - -

N(3) : 5 N(2) : 4 Slope : - 0,010 Slope : - 0,033 Intercept : 241,180 Intercept : 19,697 R Value : - 0,952 R Value : - 0,478 Half Life : 69,253 Half Life : 20,902 N(1) : 4 A(1) : B(1) : r(1) : - 0,999 N(2) : 4 A(2) : B(2) : r(2) : - 0,478 N(3) : 5 A(3) : 232,411 B(3) : - 0,010 r(3) : - 0,952 AIC : 91,15 Vd(ss) : 5764,805 SS : 440,726 Total clearance : 53,01814 Lag time : 3,70 Calculated Cmax : 195,82 Tmax : 22,60 Absorption half life : - 3,669 Half life (2) : 20,902 Elimination half life : 69,253 AUC(0-Tn) : %19530,55 AUC(0-inf) : %22633,76 AUC(Tn-inf) is 13,71% of AUC(0-inf) AUMC : %2461030,00 MRT : 108,73

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 135: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

115

Tabel XXX. Hasil Pengolahan STRIPE untuk Tablet Generik 2

Menit ke- C C koreksi Residual Residual

1 0 81.16 - - - 2 5 154.07 72.91 - 165.19 - 176.42 3 10 225.69 144.53 - 81.88 - 91.37 4 15 257.18 176.02 - 39.27 - 47.30 5 20 267.53 186.37 - 18.36 - 6 25 270.55 189.39 - 5.29 - 7 35 258.04 176.88 0.85 - 8 45 236.90 155.74 - 3.44 - 9 60 220.94 139.78 2.91 -

10 90 194.19 113.03 - - 11 120 159.25 78.09 - - 12 150 124.31 43.15 - - 13 180 119.13 37.97 - - 14 210 116.97 35.81 - -

N(3) : 5 N(2) : 5 Slope : - 0,010 Slope : - 0,034 Intercept : 250,386 Intercept : 13,294 R Value : - 0,945 R Value : - 0,486 Half Life : 68,858 Half Life : 20,598 N(1) : 3 A(1) : B(1) : r(1) : - 1,000 N(2) : 5 A(2) : B(2) : r(2) : - 0,486 N(3) : 5 A(3) : 245,148 B(3) : - 0,010 r(3) : - 0,945 AIC : 88,48 Vd(ss) : 5796,653 SS : 358,876 Total clearance : 51,59153 Lag time : 2,10 Calculated Cmax : 188,26 Tmax : 25,20 Absorption half life : - 5,266 Half life (2) : 20,598 Elimination half life : 68,858 AUC(0-Tn) : %19702,25 AUC(0-inf) : %23259,63 AUC(Tn-inf) is 15,29% of AUC(0-inf) AUMC : %2613375,00 MRT : 112,36

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 136: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

116

Tabel XXXI. Hasil Pengolahan STRIPE untuk Tablet Generik 3 Menit ke- C C koreksi Residual Residual

1 0 75.56 - - - 2 5 116.97 41.41 - 159.92 - 219.71 3 10 185.57 110.01 - 80.40 - 122.23 4 15 213.61 138.05 - 42.04 - 71.30 5 20 230.43 154.87 - 15.45 - 35.92 6 25 253.30 177.74 16.66 - 7 35 214.47 138.91 - 5.18 - 8 45 208.43 132.87 3.99 - 9 60 170.90 95.34 - -

10 90 157.96 82.40 - - 11 120 142.42 66.86 - - 12 150 114.81 39.25 - - 13 180 102.74 27.18 - - 14 210 95.40 19.84 - -

N(3) : 6 N(2) : 3 Slope : - 0,011 Slope : - 0,071 Intercept : 212,874 Intercept : 85,489 R Value : - 0,986 R Value : - 0,939 Half Life : 62,159 Half Life : 9,698 N(1) : 4 A(1) : B(1) : r(1) : - 0,999 N(2) : 3 A(2) : B(2) : r(2) : - 0,939 N(3) : 6 A(3) : 205,183 B(3) : - 0,011 r(3) : - 0,986 AIC : 101,03 Vd(ss) : 6900,644 SS : 942,266 Total clearance : 69,79244 Lag time : 3,30 Calculated Cmax : 155,15 Tmax : 26,40 Absorption half life : - 5,803 Half life (2) : 9,698 Elimination half life : 62,159 AUC(0-Tn) : %15414,65 AUC(0-inf) : %17193,84 AUC(Tn-inf) is 10,35% of AUC(0-inf) AUMC : %1700020,25 MRT : 98,87

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 137: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

117

Lampiran 16. Hasil Pengolahan STRIPE untuk Tablet Pyrexin®

Tabel XXXII. Hasil Pengolahan STRIPE

untuk Tablet Pyrexin® 1 Menit ke- C C koreksi Residual

1 0 86.77 - - 2 5 108.77 22.00 - 198.13 3 10 140.27 53.50 - 153.87 4 15 165.72 78.95 - 116.40 5 20 176.51 89.74 - 94.29 6 25 176.94 90.17 - 83.19 7 35 189.02 102.25 - 51.59 8 45 192.47 105.70 - 30.82 9 60 195.92 109.15 -

10 90 180.82 94.05 - 11 120 138.11 51.34 - 12 150 124.74 37.97 - 13 180 110.50 23.73 - 14 210 108.34 21.57 -

N(2) : 6 Slope : - 0,012 Intercept : 233,676 R Value : - 0,985 Half Life : 58,038 N(1) : 7 A(1) : - 231,171 B(1) : - 0,045 r(1) : - 0,998 N(2) : 6 A(2) : 230,901 B(2) : - 0,012 r(2) : - 0,985 AIC : 91,27 Vd(ss) : 8625,325 SS : 605,205 Total clearance : 80,08437 Lag time : 1,00 Calculated Cmax : 105,21 Tmax : 43,00 Absorption half life : - 15,355 Half life (2) : 58,038 AUC(0-Tn) : %13178,10 AUC(0-inf) : %14984,20 AUC(Tn-inf) is 12,05% of AUC(0-inf) AUMC : %1613842,62 MRT : 107,70

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 138: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

118

Tabel XXXIII. Hasil Pengolahan STRIPE untuk Tablet Pyrexin® 2

Menit ke- C C koreksi Residual

1 0 73.40 - - 2 5 118.70 45.30 - 281.78 3 10 121.72 48.32 - 259.20 4 15 126.46 53.06 - 236.08 5 20 139.40 66.00 - 205.85 6 25 160.11 86.71 - 168.88 7 35 185.13 111.73 - 114.21 8 45 231.29 157.89 - 41.84 9 60 171.76 98.36 - 67.64

10 90 165.72 92.32 - 11 120 150.19 76.79 - 12 150 147.17 73.77 - 13 180 127.76 54.36 - 14 210 90.66 17.26 -

N(2) : 5 Slope : - 0,012 Intercept : 347,879 R Value : - 0,870 Half Life : 56,214 N(1) : 8 A(1) : - 342,077 B(1) : - 0,034 r(1) : - 0,912 N(2) : 5 A(2) : 341,925 B(2) : - 0,012 r(2) : - 0,870 AIC : 116,62 Vd(ss) : 7477,920 SS : 4253,150 Total clearance : 68,64845 Lag time : 1,40 Calculated Cmax : 121,44 Tmax : 49,70 Absorption half life : - 20,548 Half life (2) : 56,214 AUC(0-Tn) : %16080,60 AUC(0-inf) : %17480,37 AUC(Tn-inf) is 8,01% of AUC(0-inf) AUMC : %1904148,00 MRT : 108,93

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 139: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

119

Tabel XXXIV. Hasil Pengolahan STRIPE untuk Tablet Pyrexin® 3

Menit ke- C C koreksi Residual

1 0 74.69 - - 2 5 108.77 34.08 - 255.05 3 10 140.27 65.58 - 206.59 4 15 165.72 91.03 - 165.18 5 20 176.51 101.82 - 139.37 6 25 176.94 102.25 - 124.80 7 35 189.02 114.33 - 86.87 8 45 192.47 117.78 - 60.51 9 60 195.92 121.23 - 27.50

10 90 180.82 106.13 - 11 120 138.11 63.42 - 12 150 129.05 54.36 - 13 180 113.95 39.26 - 14 210 96.70 22.01 -

N(2) : 5 Slope : - 0,012 Intercept : 307,142 R Value : - 0,983 Half Life : 57,350 N(1) : 8 A(1) : - 360,256 B(1) : - 0,039 r(1) : - 0,995 N(2) : 5 A(2) : 305,660 B(2) : - 0,012 r(2) : - 0,983 AIC : 88,43 Vd(ss) : 7354,393 SS : 486,291 Total clearance : 68,43939 Lag time : 0,40 Calculated Cmax : 123,50 Tmax : 46,60 Absorption half life : - 17,967 Half life (2) : 57,350 AUC(0-Tn) : %15712,70 AUC(0-inf) : %17533,76 AUC(Tn-inf) is 10,39% of AUC(0-inf) AUMC : %1884151,25 MRT : 107,46

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 140: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

120

Lampiran 17. Hasil Pengolahan STRIPE untuk Tablet Progesic®

Tabel XXXV. Hasil Pengolahan STRIPE

untuk Tablet Progesic® 1 Menit ke- C C koreksi Residual

1 0 75.56 - - 2 5 191.17 115.61 - 205.94 3 10 221.37 145.81 - 158.77 4 15 270.98 195.42 - 93.08 5 20 283.93 208.37 - 64.90 6 25 303.34 227.78 - 31.07 7 35 286.08 210.52 - 21.72 8 45 274.00 198.44 - 9 60 256.75 181.19 -

10 90 201.96 126.40 - 11 120 182.55 106.99 - 12 150 132.93 57.37 - 13 180 126.89 51.33 - 14 210 109.64 34.08 -

N(2) : 7 Slope : - 0,011 Intercept : 339,469 R Value : - 0,990 Half Life : 63,911 N(1) : 6 A(1) : - 315,110 B(1) : - 0,081 r(1) : - 0,984 N(2) : 7 A(2) : 339,469 B(2) : - 0,011 r(2) : - 0,990 AIC : 95,66 Vd(ss) : 4559,931 SS : 848,137 Total clearance : 43,91736 There is no lag time Calculated Cmax : 217,88 Tmax : 29,40 Absorption half life : - 8,566 Half life (2) : 63,911 AUC(0-Tn) : %24181,75 AUC(0-inf) : %27324,05 AUC(Tn-inf) is 11,50% of AUC(0-inf) AUMC : %2837051,00 MRT : 103,83

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 141: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

121

Tabel XXXVI. Hasil Pengolahan STRIPE untuk Tablet Progesic® 2

Menit ke- C C koreksi Residual

1 0 72.54 - - 2 5 248.98 176.44 - 331.88 3 10 283.93 211.39 - 269.54 4 15 303.77 231.23 - 223.78 5 20 312.83 240.29 - 190.19 6 25 321.89 249.35 - 157.93 7 35 316.28 243.74 - 120.82 8 45 311.97 239.43 - 86.90 9 60 299.03 226.49 -

10 90 263.65 191.11 - 11 120 242.94 170.40 - 12 150 198.08 125.54 - 13 180 160.11 87.57 - 14 210 110.07 37.53 -

N(2) : 6 Slope : - 0,011 Intercept : 537,281 R Value : - 0,939 Half Life : 62,555 N(1) : 7 A(1) : - 374,341 B(1) : - 0,033 r(1) : - 0,998 N(2) : 6 A(2) : 537,281 B(2) : - 0,011 r(2) : - 0,939 AIC : 111,43 Vd(ss) : 3365,325 SS : 2853,673 Total clearance : 32,05073 There is no lag time Calculated Cmax : 246,21 Tmax : 35,70 Absorption half life : - 21,088 Half life (2) : 62,555 AUC(0-Tn) : %34053,63 AUC(0-inf) : %37440,65 AUC(Tn-inf) is 9,05% of AUC(0-inf) AUMC : %3931267,00 MRT : 105,00

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 142: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

122

Tabel XXXVII. Hasil Pengolahan STRIPE untuk Tablet Progesic® 3

Menit ke- C C koreksi Residual

1 0 75.99 - - 2 5 249.84 173.85 - 341.17 3 10 285.22 209.23 - 277.36 4 15 305.06 229.07 - 230.65 5 20 313.69 237.70 - 196.64 6 25 322.75 246.76 - 163.61 7 35 317.58 241.59 - 124.72 8 45 313.26 237.27 - 89.71 9 60 300.32 224.33 -

10 90 264.94 188.95 - 11 120 243.81 167.82 - 12 150 199.37 123.38 - 13 180 161.41 85.42 - 14 210 111.36 35.37 -

N(2) : 6 Slope : - 0,011 Intercept : 545,112 R Value : - 0,937 Half Life : 61,029 N(1) : 7 A(1) : - 385,298 B(1) : - 0,033 r(1) : - 0,998 N(2) : 6 A(2) : 545,112 B(2) : - 0,011 r(2) : - 0,937 AIC : 111,80 Vd(ss) : 3378,412 SS : 2935,272 Total clearance : 32,69188 There is no lag time Calculated Cmax : 244,02 Tmax : 35,70 Absorption half life : - 21,157 Half life (2) : 61,029 AUC(0-Tn) : %33592,18 AUC(0-inf) : %36706,36 AUC(Tn-inf) is 8,48% of AUC(0-inf) AUMC : %3793171,00 MRT : 103,34

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 143: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

123

Lampiran 18. Kurva Kadar Parasetamol dalam Plasma (Cp) vs. Waktu (t)

GENERIK

0306090

120150180210240270300

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240

Waktu (menit)

Cp

(μg/

ml)

Generik 1 Generik 2 Generik 3

A

PYREXIN®

0306090

120150180210240270300

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240

Waktu (menit)

Cp

(μg/

ml)

P yrexin 1 P yrexin 2 P yrexin 3

B

PROGESIC®

0306090

120150180210240270300

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240

Waktu (menit)

Cp

(μg/

ml)

P ro gesic 1 P ro gesic 2 P ro gesic 3

C

Gambar 25. Kurva Kadar Parasetamol dalam Plasma (Cp) vs Waktu (t) pada Tablet Parasetamol Generik (A), Tablet Pyrexin® (B), dan Tablet Progesic® (C)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 144: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

124

Lampiran 19. Kurva ln Kadar Parasetamol dalam Plasma (ln Cp) vs. Waktu (t)

GENERIK

0

5

10

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240

Waktu (menit)

ln C

p (μ

g/m

l)

Generik 1 Generik 2 Generik 3

A

PYREXIN®

0

5

10

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240

Waktu (menit)

ln C

p (μ

g/m

l)

Pyrexin 1 Pyrexin 2 Pyrexin 3

B

PROGESIC®

0

5

10

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240

Waktu (menit)

ln C

p (μ

g/m

l)

Progesic 1 Progesic 2 Progesic 3

C

Gambar 26. Kurva ln Kadar Parasetamol dalam Plasma (ln Cp) vs Waktu (t) pada

Tablet Parasetamol Generik (A), Tablet Pyrexin® (B), dan Tablet Progesic® (C)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 145: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

125

Lampiran 20. Harga Rata-Rata Parameter Farmakokinetika

Tabel. XXXVIII. Harga Rata-Rata Parameter Farmakokinetika SD X ± Parameter

Farmakokinetika Generik Pyrexin® Progesic®

AUC(0-inf) (μg.menit/ml)

21029,077 + 3336,122

16666,110 + 1456,821

33823,687 + 5640,811

AUC(0-Tn) (μg.menit/ml)

18215,817 + 2427,400

14990,467 + 1580,298

30609,187 + 5571,103

Cmax (μg/ml) 179,743 + 21,631 116,717 + 10,018 236,037 + 15,762 tmax (menit) 24,733 + 1,943 46,433 + 3,353 33,600 + 3,637 ka (menit-1) 0,147 + 0,037 0,039 + 0,006 0,049 + 0,028

Vd (ml) 6154,034 + 646,779 7819,213 + 700,841 3767,8893 + 685,959 Cl (ml/menit) 58,134 + 10,122 72,391 + 6,664 36,220 + 6,674 kel (menit-1) 0,010 + 0,00006 0,012 + 0 0,011 + 0

t½ eliminasi (menit) 66,757 + 3,987 57,201 + 0,921 62,498 + 1,442

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 146: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

126

Lampiran 21. Perhitungan Rata-Rata Parameter Bioavailabilitas untuk Penentuan Bioekivalensi

Tabel XXXIX. Perhitungan Rata-Rata Parameter Bioavailabilitas Parameter Replikasi Generik Pyrexin® Progesic®

I 22633,76 14984,20 27324,05II 23259,63 17480,37 37440,65III 17193,84 17533,76 36706,36AUC(0-inf)

(μg.menit/ml)

Rata-rata geometrik 20840,628 16622,120 33487,027

I 195,82 105,21 217,88II 188,26 121,44 246,21III 155,15 123,50 244,02Cmax (μg/ml)

Rata-rata geometrik 178,836 116,420 235,676

I 22,60 43,00 29,40II 25,20 49,70 35,70III 26,40 46,60 35,70tmax (menit)

Rata-rata geometrik 24,681 46,352 33,463

Contoh cara perhitungan rata-rata geometrik : Rata-rata geometrik AUC(0-inf) tablet parasetamol generik

= 3 841719363232597622633 ,,, ××

= 3 12100529 ., = 20840,628

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 147: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

127

Lampiran 22. Analisis Statistik (SPSS 14.0) Univariate Analysis of Variance

Between-Subjects Factors

generik 3progesic 3pyrexin 3

1,002,003,00

obatValue Label N

Descriptive Statistics

Dependent Variable: AUC_0_inf

9,944660 ,1671401 310,418913 ,1764198 39,718490 ,0898527 3

10,027354 ,3355834 9

obatgenerikprogesicpyrexinTotal

Mean Std. Deviation N

Levene's Test of Equality of Error Variances a

Dependent Variable: AUC_0_inf

1,547 2 6 ,287F df1 df2 Sig.

Tests the null hypothesis that the error variance ofthe dependent variable is equal across groups.

Design: Intercept+obata.

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: AUC_0_inf

,767a 2 ,383 17,130 ,003904,930 1 904,930 40438,839 ,000

,767 2 ,383 17,130 ,003,134 6 ,022

905,831 9,901 8

SourceCorrected ModelInterceptobatErrorTotalCorrected Total

Type III Sumof Squares df Mean Square F Sig.

R Squared = ,851 (Adjusted R Squared = ,801)a.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 148: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

128

Estimated Marginal Means

obat

Dependent Variable: AUC_0_inf

9,945 ,086 9,777 10,11210,419 ,086 10,251 10,587

9,718 ,086 9,551 9,886

obatgenerikprogesicpyrexin

Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound90% Confidence Interval

Post Hoc Tests obat

Multiple Comparisons

Dependent Variable: AUC_0_infTukey HSD

-,474254* ,1221413 ,019 -,781580 -,166928,226170 ,1221413 ,232 -,081156 ,533496,474254* ,1221413 ,019 ,166928 ,781580,700424* ,1221413 ,003 ,393098 1,007750

-,226170 ,1221413 ,232 -,533496 ,081156-,700424* ,1221413 ,003 -1,007750 -,393098

(J) obatprogesicpyrexingenerikpyrexingenerikprogesic

(I) obatgenerik

progesic

pyrexin

MeanDifference

(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound90% Confidence Interval

Based on observed means.The mean difference is significant at the ,1 level.*.

Homogeneous Subsets

AUC_0_inf

Tukey HSDa,b

3 9,7184903 9,9446603 10,418913

,232 1,000

obatpyrexingenerikprogesicSig.

N 1 2Subset

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.Based on Type III Sum of SquaresThe error term is Mean Square(Error) = ,022.

Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.a.

Alpha = ,1.b.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 149: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

129

Univariate Analysis of Variance

Between-Subjects Factors

generik 3progesic 3pyrexin 3

1,002,003,00

obatValue Label N

Descriptive Statistics

Dependent Variable: Cmax

5,186471 ,1246083 35,462460 ,0681429 34,757207 ,0880860 35,135379 ,3189199 9

obatgenerikprogesicpyrexinTotal

Mean Std. Deviation N

Levene's Test of Equality of Error Variances a

Dependent Variable: Cmax

1,176 2 6 ,371F df1 df2 Sig.

Tests the null hypothesis that the error variance ofthe dependent variable is equal across groups.

Design: Intercept+obata.

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Cmax

,758a 2 ,379 40,699 ,000237,349 1 237,349 25494,149 ,000

,758 2 ,379 40,699 ,000,056 6 ,009

238,163 9,814 8

SourceCorrected ModelInterceptobatErrorTotalCorrected Total

Type III Sumof Squares df Mean Square F Sig.

R Squared = ,931 (Adjusted R Squared = ,908)a.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 150: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

130

Estimated Marginal Means obat

Dependent Variable: Cmax

5,186 ,056 5,078 5,2955,462 ,056 5,354 5,5714,757 ,056 4,649 4,865

obatgenerikprogesicpyrexin

Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound90% Confidence Interval

Post Hoc Tests obat

Multiple Comparisons

Dependent Variable: CmaxTukey HSD

-,275989* ,0787822 ,030 -,474217 -,077761,429264* ,0787822 ,004 ,231037 ,627492,275989* ,0787822 ,030 ,077761 ,474217,705253* ,0787822 ,000 ,507026 ,903481

-,429264* ,0787822 ,004 -,627492 -,231037-,705253* ,0787822 ,000 -,903481 -,507026

(J) obatprogesicpyrexingenerikpyrexingenerikprogesic

(I) obatgenerik

progesic

pyrexin

MeanDifference

(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound90% Confidence Interval

Based on observed means.The mean difference is significant at the ,1 level.*.

Homogeneous Subsets

Cmax

Tukey HSDa,b

3 4,7572073 5,1864713 5,462460

1,000 1,000 1,000

obatpyrexingenerikprogesicSig.

N 1 2 3Subset

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.Based on Type III Sum of SquaresThe error term is Mean Square(Error) = ,009.

Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.a.

Alpha = ,1.b.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 151: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

131

Univariate Analysis of Variance

Between-Subjects Factors

generik 3progesic 3pyrexin 3

1,002,003,00

obatValue Label N

Descriptive Statistics

Dependent Variable: Tmax

24,7333 1,94251 333,6000 3,63731 346,4333 3,35311 334,9222 9,81514 9

obatgenerikprogesicpyrexinTotal

Mean Std. Deviation N

Levene's Test of Equality of Error Variances a

Dependent Variable: Tmax

,780 2 6 ,500F df1 df2 Sig.

Tests the null hypothesis that the error variance ofthe dependent variable is equal across groups.

Design: Intercept+obata.

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Tmax

714,202a 2 357,101 37,927 ,00010976,054 1 10976,054 1165,736 ,000

714,202 2 357,101 37,927 ,00056,493 6 9,416

11746,750 9770,696 8

SourceCorrected ModelInterceptobatErrorTotalCorrected Total

Type III Sumof Squares df Mean Square F Sig.

R Squared = ,927 (Adjusted R Squared = ,902)a.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 152: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

132

Estimated Marginal Means

obat

Dependent Variable: Tmax

24,733 1,772 21,291 28,17633,600 1,772 30,157 37,04346,433 1,772 42,991 49,876

obatgenerikprogesicpyrexin

Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound90% Confidence Interval

Post Hoc Tests obat

Multiple Comparisons

Dependent Variable: TmaxTukey HSD

-8,8667* 2,50540 ,028 -15,1706 -2,5627-21,7000* 2,50540 ,000 -28,0040 -15,3960

8,8667* 2,50540 ,028 2,5627 15,1706-12,8333* 2,50540 ,005 -19,1373 -6,529421,7000* 2,50540 ,000 15,3960 28,004012,8333* 2,50540 ,005 6,5294 19,1373

(J) obatprogesicpyrexingenerikpyrexingenerikprogesic

(I) obatgenerik

progesic

pyrexin

MeanDifference

(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound90% Confidence Interval

Based on observed means.The mean difference is significant at the ,1 level.*.

Homogeneous Subsets

Tmax

Tukey HSDa,b

3 24,73333 33,60003 46,4333

1,000 1,000 1,000

obatgenerikprogesicpyrexinSig.

N 1 2 3Subset

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.Based on Type III Sum of SquaresThe error term is Mean Square(Error) = 9,416.

Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.a.

Alpha = ,1.b.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 153: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI … · Farmakokinetika-Biofarmasetika), Pak Musrimin (Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat), Mas Wagiran (Laboratorium Farmakognosi

BIOGRAFI PENULIS

Penulis yang memiliki nama lengkap Clara Jeviana Sri Widyarini adalah putri kedua dari pasangan Drs. Johanes Stefanus Sriyanto dan Maria Magdalena Sri Astuti yang lahir di Purwokerto pada tanggal 16 Januari 1986. Pendidikan formal ditempuh di beberapa kota karena penulis sering mengikuti orang tua berpindah tugas ke luar kota, yaitu TK Bhayangkari Kebumen, TK Santa Maria Magelang, SD Santa Maria Magelang, SD Tarakanita I Jakarta, SD Baleharjo II Pacitan, SLTP Negeri I Pacitan, SLTP Santo Yosef Surabaya dan SLTP Santo Fransiskus Tanjung Karang Bandar Lampung. Setelah tamat SLTP, penulis melanjutkan pendidikan di sekolah berasrama SMU Pangudi Luhur Van Lith Muntilan angkatan 10.

Kemudian penulis tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta angkatan 2003. Selama kuliah, penulis pernah menjadi asisten dosen pada praktikum Kimia Organik. Selain itu, penulis juga menjadi salah satu anggota kelompok yang ikut serta pada Program Kreativitas Mahasiswa Penelitian (PKMP) DIKTI tahun 2007.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI