28
POKOK POKOK MATERI KULIAH RELIGIOSITAS I. KEHIDUPAN BERIMAN A. PENGALAMAN RELIGIUS MANUSIA Rumusan “pengalaman religius manusia” dimaksudkan untuk mengatakan bahwa pengalaman manusia akan Allah (ordo ad Deum) dihayati secara manusiawi. Oleh karena itu, keterangan mengenai pengalaman manusia akan Allah diuraikan bertolak pada pengalaman manusia itu sendiri dalam komunikasi dengan yang lain. Istilah “komunikasi” berasal dari kata Latin : co artinya bersama, unus-a-um, artinya satu dan facere : membuat, melaksanakan. Dari asal kata itu komunikasi diartikan sebagai suatu proses persatuan menuju kesatuan. 1. Analisa mengenai komunikasi antar pribadi manusia Pengalaman manusia terjadi bila manusia menyadari relasinya dengan realitas yang lain (diri sendiri, sesama, alam dunia dan Tuhan) Istilah pengalaman menunjuk kepada suatu yang dialami oleh manusia, yang wilayahnya lebih luas daripada pengetahuan saja. Pengalaman manusia ini meliputi aspek-aspek : kognitif, afektif dan psikomotorik. Supaya pengalaman menjadi utuh lengkap diperlukan usaha internalisasi. Komunikasi antar pribadi manusia merupakan suatu bentuk relasi yang dialami manusia. Faktor-faktor yang memungkinkan terjadinya komunikasi antar pribadi adalah sebagai berikut :

Pokok Pokok Materi Kuliah Agama

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Materi materi agama Islam tingkat universitas

Citation preview

Page 1: Pokok Pokok Materi Kuliah Agama

POKOK POKOK MATERI KULIAHRELIGIOSITAS

I. KEHIDUPAN BERIMAN

A. PENGALAMAN RELIGIUS MANUSIA

Rumusan “pengalaman religius manusia” dimaksudkan untuk mengatakan bahwa

pengalaman manusia akan Allah (ordo ad Deum) dihayati secara manusiawi. Oleh karena

itu, keterangan mengenai pengalaman manusia akan Allah diuraikan bertolak pada

pengalaman manusia itu sendiri dalam komunikasi dengan yang lain.

Istilah “komunikasi” berasal dari kata Latin : co artinya bersama, unus-a-um, artinya

satu dan facere : membuat, melaksanakan. Dari asal kata itu komunikasi diartikan sebagai

suatu proses persatuan menuju kesatuan.

1. Analisa mengenai komunikasi antar pribadi manusia

Pengalaman manusia terjadi bila manusia menyadari relasinya dengan realitas yang

lain (diri sendiri, sesama, alam dunia dan Tuhan) Istilah pengalaman menunjuk

kepada suatu yang dialami oleh manusia, yang wilayahnya lebih luas daripada

pengetahuan saja. Pengalaman manusia ini meliputi aspek-aspek : kognitif, afektif dan

psikomotorik. Supaya pengalaman menjadi utuh lengkap diperlukan usaha

internalisasi.

Komunikasi antar pribadi manusia merupakan suatu bentuk relasi yang dialami

manusia.

Faktor-faktor yang memungkinkan terjadinya komunikasi antar pribadi adalah sebagai

berikut :

1. Adanya pribadi-pribadi yang berperanan sebagai subjek PENYAMPAI (sender)

dan subjek PENERIMA (receiver) dalam komunikasi itu. Komunikasi pribadi bisa

terjadi kalau ada tanggapan timbal balik antara kedua pribadi tersebut. Kalau

demikian, yang terjadi adalah DIALOG antar pribadi.

2. Komunikasi itu mempunyai ISI (subtansi), yaitu apa yang disampaikan oleh

penyampai dan diterima oleh penerima isi komunikasi ini bersifat formatif, artinya

membentuk pribadi-pribadi satu sama lain. Bila yang disampaikan adalah

keterangan mengenai pikiran, pendapat, pengetahuan, maka isi komunikasi itu

berciri informatif, artinya penyampai membuat penerima isi komunikasi menjadi

tahu (aspek kognitif). Lebih dari itu bila isi komunikasi semakin melibatkan diri

Page 2: Pokok Pokok Materi Kuliah Agama

pribadi si penyampai (misalnya perasaan, isi hati, pengalaman batin) isi

komunikasi menjadi semakin transformatif artinya memiliki kekuatan untuk

mengubah pribadi-pribadi yang terlibat dalam komunikasi itu. Informasi akan

membuat orang tergerak hatinya (aspek afektif) untuk memiliki sikap hidup yang

baru (aspek psikomotorik). Perhatikanlah proses persahabatan antara dua pribadi

yang semakin mendalam. Yang semula satu sama lian asing, bisa menjadi sahabat

yang saling mencinta. Dalam menuju persahabatan itu terjadilah proses dari

perkenalan sampai pada pencurahan isi hati yang melibatkan seluruh diri pribadi,

sehingga keduanya mengalamai transformasi diri menuju kesatuan.

3. Dalam komunikasi itu diperlukan SARANA/MEDIA komunikasi. Penyampai

mengalami proses merumuskan ada yang menjadi isi komunikasi, memasukkan isi

komunikasi dalam kode-kode yang dipahami oleh penerima (‘encoding”),

sedangkan penerima mengalami proses menafsirkan kode-kode yang diterima itu

(“decoding”). Kode-kode itu bisa berbentuk VERBAL (kata-kata yang bermakna

menurut sistem bahasa tertentu) atau NON-VERBAL (tanda isyarat, simbol,

lambang atau perbuatan yang bermakna).

4. Komunikasi antar pribadi itu secara konkret terjadi dalam RUANG dan WAKTU

tertentu dalam suatu KONTEKS BUDAYA tertentu. Konteks budaya yang sama

antar penyampai dan penerima mempermudah terjadinya komunikasi antar pribadi

itu.

Faktor-faktor yang terdapat dalam pengalaman komunikasi antar pribadi ini sebagai

pengalaman manusia menjadi titik tolak bagi pemahaman akan pengalaman religius

dimana dimengerti wahyu dan iman.

2. Pengalaman Religius : Wahyu dan Iman

a. Religio

Kata “religio” berasal dari kata Latin “re” dan “ligare”, artinbya mengikat

kembali. Dari kata itu terbentuk kata-kata lain seperti : religi, religiusitas. Istilah

itu digunakan untuk menerangkan relasi manusia dengan Yang Lain, yaitu Tuhan

Allah.

Pengalaman religius terjadi bila manusia mengalami dia berhadapan dengan “The

Ultimate Reality”, bilamana ia berada dalam kesadaran dirinya yang terbatas

berhadapan dengan misteri yang tak terbatas. Kesadaran itu bisa muncul secara

Page 3: Pokok Pokok Materi Kuliah Agama

intensif, bilamana manusia berhadapan dengan pertanyaan-pertanyaan yang sangat

mendasar dalam hidupnya, mengapa manusia ada, dari mana asal dan tujuannya,

mengapa manusia sengsara dan mati, mengapa manusia terbatas?? Manusia yang

terbatas ada dihadapan Yang Lain, Yang Transenden, Yang Mengatasi Segala-

galanya.

RUDOLF OTTO (Des Heilige – The idea of the Holy) menyebut Yang

Transenden itu Yang Kudus, sebagai Numinosum (Latin: Numen, artinya

kekuasaan ilahi) Yang Kudus itu dialami manusia sebagai “Misterium tremendum

et fascinans”, sebagai yang menggetarkan dan menakutkan, namun sekaligus

menarik dan mempesonakan. Sikap religius manusia terhadap misterium itu ialah

takut penuh hormat dan cinta (Jawa : wedi asih ing Pangeran).

Dalam pengalaman religius manusia berkomunikasi dengan Allah yang Transeden

itu, yang menjadi keselamatan manusia. Faktor-faktor yang terjadi dalam

komunikasi antar pribadi manusia seluruhnya mendapat dimensi baru dalam

relasinya dengan Allah yang Transenden itu.

b. Wahyu dan Iman

Dalam pengalaman religius PENYAMPAI-nya adalah Allah yang Transenden

itu , yang menjadi dasar segala yang ada. Sedangkan PENERIMA-nya adalah

manusia, yang adanya diadakan oleh Allah. Oleh karena itu, prakarsa

terjadinya komunikasi itu ada di pihak Allah, yang menhendaki agar manusia

menjadi satu dengan Allah. Persatuan antara Allah dengan Manusia itulah

keselamatan, sehingga dialog pun menjadi dialog keselamatan.

ISI yang dikomunikasikan oleh Allah berciri formatif pula. Yang disampaikan

itu kehendakNya untuk menyelamatkan manusia, ya bahkan diri Allah sendiri

dicurahkan kepada manusia supaya manusia selamat. Dengan kata lain, dari

pihak Allah dikatakan bahwa Allah meWAHYUkan dirinya sendiri kepada

manusia, supaya manusia selamat. Dialog keselamatan baru terjadi kalau ada

tanggapan dari pihak manusia. Tanggapan manusia penerima pewahyuan

Allah itu disebut dengan sikap IMAN. Dalam dialog keselamatan ini terjadi

transformasi pada pihak manusia. Manusia yang adanya diadakan oleh Allah

itu, oleh karena pewahyuan Allah dan Iman manusia, menjadi dekat dengan

Allah, menjadi sahabat Allah, menjadi Anak Allah.

Page 4: Pokok Pokok Materi Kuliah Agama

Untuk mewahyukan diriNya itu Allah menggunakan SARANA/MEDIA

komunikasi yang bisa dipahami manusia, baik VERBAL maupun NON-

VERBAL. Manusia-manusia tertentu (para nabi) dipilih oleh Allah, agar

mengalami Allah secara otentik, sehingga bisa menyampaikan pesan-pesan

Allah, untuk pegangan hidup religius bagi manusia-manusia lain. Kitab Suci

(Latin: Scriptura; Inggris : Scripture) adalah bentuk verbal sebagai media

komunikasi religius ini. Yang NON-VERBAL; seluruh dunia ciptaan ini dan

manusia sendiri menurut taraf dan kualitasnya masing-masing menjadi tanda

yang manyatakan Allah, Pencipta dan Penyelamatnya).

Pewahyuan Allah kepada manusia terjadi dalam RUANG dan WAKTU

tertentu, dalam suatu KONTEKS BUDAYA pula.

Disinilah letak permasalahan mengenai “inkulturasi”, sebagai proses

menjadikan keselamatan Allah tetap relevan untuk suatu konteks budaya

tertentu. Di dalamnya terkait pula masalah mengenai penafsiran dan

penerjemahan Kitab Suci dan lain-lain.

3. Beriman dan Beragama

Perlu dibedakan dua istilah tersebut, supaya diketahui hubungannya satu sama lain.

Beriman kepada Allah merupakan sikap manusia menanggapi pewahyuan diri Allah :

Sikap serah diri dan tunduk sepenuhnya kepada Allah. Istilah beriman lebih menunjuk

kepada sikap batin manusia yang mengalami Allah, sebagai keselamtannya.

Sedangkan istilah ‘agama’ untuk menunjuk segi lahiriah dari sikap batin itu. Agama

merupakan pelembagaan (institusionalisasi) dari hidup beriman itu, namun sekaligus

bisa disfungsional bagi kehidupan beragama.

4. Pola-pola relasi : Separasi, Identifikasi, dan Distingsi

Pemahaman dan sikap manusia dalam terhadap agama dan Separasi berarti

pemisahan.

5. Substansialis – Kontekstual dan Skripturalis – Fundamentalistik

Dalam menghayati hidup beragama terdapat berbagai macam bentuk pemikiran yang

berbeda-beda. Menurut tekanan yagn diberikan pada aspek-aspek tertentu dalam

hidup beragama itu bisa dibedakan adanya kelompok substansialis-kontekstual dan

yang lain skrituralis-fundamentalistik.

Page 5: Pokok Pokok Materi Kuliah Agama

Kelompok substansialis-kontekstual lebih mengutamakan substansi (isi) pengalaman

iman manusia; yang terus menerus perlu diimplementasikan dalam konteks yang

berbeda. Kelompok ini mengutamakan isi pokok apa yang tersirat dalam ajaran

agama.

Sedangkan kelompok skripturalis-fundamentalis lebih mengutamakan hidup

beragamanya berdasarkan pada scripture, pada Kitab Suci agamanya, yang dimengerti

secara harafiah sebagaimana yagn tersurat di dalamnya. Yang diutamakan adalah

fundamen-fundamen agamanya lebih besar daripada konteks di mana umat beragama

hidup.

B. FAHAM KESELAMATAN

Penghayatan hidup beriman mengandung suatu faham keselamatan tertentu, yang

menekankan aspek-aspek tertentu dalam dialog keselamatan antara Allah dan manusia.

Untuk mengenal faham keselamatan yang berbeda-beda itu, dibagikan angket tentang

faham keselamatan, yang kemudian akan dianalisa :

1. Rumusan tentang Faham Keselamatan

Pilihlah salah satu rumusan di bawah ini yang anda anggap paling cocok atau

mendekati kecocokan dengan sikap/pendapat anda. Tuliskan pendapat anda pada

lembar jawaban yang tersedia.

1. Saya sebagai seorang beragama percaya bahwa keselamatan manusia hanya

terjadi melalui agama saya. Hanya orang yang memeluk agama saya akan

diselamatkan. Orang-orang yang mau diselamatkan Allah harus memeluk agama

yang sama dengan agama saya, karena agama saya dikehendaki begitu oleh Allah

sendiri.

Faham keselamatan ini berlaku bagi seluruh bangsa saya. Kalau bangsa saya mau

diselamatkan, maka negara kita harus berjuang keras mempertobatkan orang-

orang kafir supaya masuk agama saya.

2. Saya sebagai seorang pemeluk agama memang percaya bahwa satu-satunya yang

benar adalah ajaran agama saya. Namun, saya pun percaya masing-masing

pemeluk agama lain sesuai dengan keyakinannya sendiri-sendiri akan

diselamatkan juga oleh Allah, kalau mereka dengan jujur dan tekun menaati ajaran

agamanya.

Page 6: Pokok Pokok Materi Kuliah Agama

Faham ini cocok untuk masyarakat yang majemuk dalam banyak hal : suku,

agama, ras dan lain-lain seperti di Indonesia ini. Pokoknya semua orang harus

beragama “demi stabilitas nasional”.

3. Sebagai seorang beriman saya percaya bahwa Allah menyelamatkan semua orang

menurut kebijaksanaan-Nya yang tak terselami oleh pikiran manusia. Saya

berpendapat bahwa masalah kepercayaan pada Allah ini adalah masalah rohani

pribadi seseorang dengan Tuhan Allahnya. Masalah rohani ini tidak ada sangkut

pautnya dengan masalah sosial kemasyarakatan.

Faham ini perlu disadari oleh seluruh bangsa Indonesia, supaya masyarakat kita

yang majemuk ini tidak terpecah belah oleh perbedaan agama tetapi bisa hidup

rukun dan damai.

4. Sebagai seorang beriman saya percaya bahwa dengan menciptakan manusia, Allah

mencintaiNya. Ia mencintai semua manusia. Cinta Allah dilimpahkan kepada

semua orang, tanpa pandang bulu. Saya menyadari pentingnya peran agama saya

bagi keselamatan. Namun, saya juga berpendapat bahwa setiap orang yang tidak

beragama sekalipun, kalau ia secara jujur mencari kebenaran, diselamatkan juga

oleh Allah.

Oleh karena itu, perlullah dibina kerjasama kritis dan dialog jujur di antara orang-

orang yang berkehendak baik untuk menegakkan keadilan dan memperjuangkan

hak-hak asasi manusia. Hanya demikianlah bangsa Indonesia bisa mengalami

persaudaraan yang sejati.

Jawablah pertanyaan-pertanyaan ini :

1. Manakah yang anda pilih?

2. Sebutkanlah alasan-alasan pilihan anda !

3. Sebutkanlah alasan-alasannya pula, mengapa tidak memilih nomor yang lain !

Jawablah dengan kata-kata sendiri !

1. Apakah arti keselamatan bagi anda ?

2. Bagaimana anda diselamatkan ?

3. Bagaimana orang lain yang tidak seagama dengan anda diselamatkan ?

4. Bagaimana orang lain yang tidak beragama diselamatkan ?

2. Analisa Struktural tentang Faham Keselamatan

Page 7: Pokok Pokok Materi Kuliah Agama

Agama / religi mencakup wilayah relasi antara manusia dengan Tuhan Allah. Ditinjau

dari pelaksana keselamatan itu bisa muncul dua kemungkinan : pertama, peran

manusia lebih ditekankan dalam pelaksanaan keselamatan dan kedua peran Allah

lebih ditekankan dalam pelaksanaan keselamatan itu. Kemungkinan pertama disebut

Faham keselamatan anthropocentris, karena manusialah (Yunani : Anthropos) yang

menjadi pusat keselamatan itu; sedangkan kemungkinan kedua disebut faham

keselamatan yang theocentris, karena Allah-lah (Yunani : Theo) menjadi pusat

keselamatan.

a. Dari Faham Keselamatan yang anthropocentris ini bisa muncul 2 (dua)

kemungkinan, yaitu :

1. Sekterianisme Eksklusif

Menurut paham ini agama/religi merupakan lembaga/institusi keselamatan.

Tindakan manusia masuk dalam kelompok itu merupakan tindakan

penyelamatan. Untuk bisa diselamatkan seseorang harus menjadi anggota

kelompoknya (sektenya). Keselamatan terjadi bila manusia menaati,

melaksanakan aturan/petunjuk/ ajaran agama, yang diakui berasal dari Allah.

Yang berada di luar kelompok tidak bisa diselamatkan. Mereka ini disebut

kafir. Faham keselamatan jenis ini disebut sektarianisme eksklusif, karena

kelompok menjadi syarat mutlak bagi keselamatan manusia; di luar kelompok

tidak ada keselamatan. Kebenaran menjadi monopoli kelompok ini. Faham ini

menyebabkan timbulnya semangat dakwah/misioner yang tinggi, berdasar

pada keyakinan untuk memasukkan sebanyak mungkin orang di luar

kelompok ke dalam kelompok supaya bisa diselamatkan.

2. Sektarianisme yang toleran

Pada dasarnya sektarianisme yang toleran ini bertolak pada paham

keselamatan anthropocentris yang membuahkan sektarianisme. Namun, paham

ini memiliki toleransi, meskipun terbatas. Toleransinya memungkinkan

pemeluk-pemeluk agama lain bisa diselamatkan, namun tetap terbatas pada

batas-batas agama sebagai lembaga keselematan.

Toleransinya pada agama-agama lain didasarkan pada pendapat bahwa semua

agama baik, karena mempunyai tujuan yang baik dan benar.

Page 8: Pokok Pokok Materi Kuliah Agama

b. Dari paham Theocentris bisa muncul 2 (dua) kemungkinan, yaitu :

1. Anti Religi

Allah adalah pokok pangkal keselamatan semua orang. Agama/religi adalah

sekedar ciptaan manusia yang bahka membeda-bedakan manusia yang satu

dari yang lainnya. Perhatiakan sejaarah manusia : perbedaan agama menyulut

peperangan antara manusia. Lalu, apakah gunanya agama/religi? Beragama

secara institusional tidak perlu bagi keselamatan. Religi adalah masalah

pribadi, batin dan rohani.

Faham keselamatan Theocentris jensi ini bersikap indeferen terhadap religi,

bahkan secara ekstrem bisa sampai pada sikap anti religi.

2. Religi sebagai Konteks Mediasi

Subjek utama yang menyelamatkan manusia adalah Allah. Allah

menyelamatkan manusia secara manusiawi melalui mediasi, yaitu melalui

fungsi pengantara. Mediasi yang sejati dalam religi harus memiliki kesesuaian

dua arah, pada yang Ilahi dan sekaligus pada yang insani. Institusi insani

(agama/religi) saja tidak bisa memuat misteri keselamatan Ilahi itu.

Karena itu, agama/religi sendiri tidak bisa menjadi mediasi penyelamatan

Ilahi. Religi berfungsi sebagai konteks mediasi penyelamatan. Mediasi macam

ini mengandaikan mungkinnya manusia menjadi pengantara (mediator) antara

Allah dan Manusia.

Dari dasar pemikiran ini keselamatan itu ditujukan kepada semua orang, tidak

pandang bulu (faham universalisme keselamatan). Keselamatan pertama-tama

dan terutama adalah anugerah Allah, yang perlu ditanggapi oleh manusia

dengan sikap iman.

C. MULTIDIMENSIONALITAS MANUSIA

Karena relasinya dengan realitas yang lain (diri sendiri, sesama, dunia dan Tuhan) pribadi

manusia yang adalah materi itu menampakkan dimensi-dimensinya. Pribadi manusia

sebagai misteri menampakkan dimensi-dimensinya. Oleh karena itu dibicarakan multi-

dimensionalistas manusia.

1. Ada 3 (tiga) dimensi dasariah dari pribadi manusia yang multidimensi itu.

Page 9: Pokok Pokok Materi Kuliah Agama

1. Dimensi religius-spiritual : dimensi ini menampakkan manusia dalam relasinya

dengan Yang Transenden (sekaligus imanen), yang disebut dengan Tuhan Allah,

sebagai asal dan tujuan manusia, pengada dari segala yang ada.

2. Dimensi Moral Etis : dimensi ini menampakkan manusia dalam relasinya dengan

nilai-nilai kebenaran dan kebaikan, yang menjadi norma bagi hidupnya.

3. Dimensi Sekuler : dimensi ini menampakkan manusia dalam relasinya dengan

dunia (Latin : “saeculum”) yang tercipta. Manusia berrelasi dengan dunia

lingkungan alam semesta (yang infrahuman); dan juga dengan sesama manusia

(human) dalam tata dunia ini manusia sebagai makhluk yang berakal budi,

berkehendak bebas merupakan puncak dari karya ciptaan Allah. Seluruh alam

semesta mendapat kepenuhan maknanya dalam kemanusiaan.

Berkat ilmu pengetahuan dan teknologinya ‘tata dunia’ (sekularitas) semakin

transparan bagi manusia, meliputi berbagai macam aspek kehidupan : sosial, budaya,

politik, ekonomi dan lain-lain. Ilmu pengetahuan dan teknologi inilah yang paling

mendorong proses sekularisasi, sebagai proses penemuan ekonomi tata dunia.

2. Skema proses perkembangan pribadi manusia

Dimensi-dimensi dasariah ini dalam proses perkembangan manusia tampil dalam

berbagai macam fungsi, institusi, yang bisa mengarah pada penyimpangan (deviasi)

yang mengkerdilkan pribadi manusia itu sendiri. Pada saat itulah diperlukan fungsi

profetis yang membebaskan manusia demi suatu humanisme integral.

Institusionalisasi dalam proses perkembangan memiliki segi ganda positif dan negatif.

Positif, bila proses yang memperkaya manusia dalam segala seginya, dimana

manusia berkembang semakin manusiawi. Bila proses ini terjadi, maka proses itu

disebut humanisasi yang intregratif.

Negatif, bila terjadi proses sebaliknya, yaitu proses yang mempermiskin manusia,

sehingga manusia menjadi semakin kerdil; miski secara rohani dan jasmani. Bila

proses ini yang terjadi, maka proses itu disebut dehumanisasi yang desintegratif.

DIMENSI FUNGSI INSTITUSI DEVIASI AKIBAT PROSES PEMBEBASAN DEMI

Religius-spiritual Menguduskan nama Tuhan

Agama-agama :Islam, Protestan,Katolik, Hindu, Aliran Kepercayaan

Fariseisme Fanatisme Sektarianisme Primordialisme Ritualisme

Perpecahan antar umat , Kerukunan semu

ILAHITRANSENDENTAL

Page 10: Pokok Pokok Materi Kuliah Agama

Moral – etis Menegakkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan

KATA / SUARAHATI

Sloganisme Eufemisme Pemberangsuran Perampasan hak berpendapat

Kata tak bermakna

Kebohongan

Ketenangan semu

MEKANISME INTEGRAL

Sekuler Mengabdi kemanusiaan kelestarian lingkungan

Negara Pancasila Otoriter-birokratis oligarkhi nepotisme dikotomi antara negara vs rakyat kaya vs miskun

Demokrasi seolah-olah

Kesenjangan antar kelompok

MANUSIAWI SEKULER

Nilai-nilai kebenaran dalam arti tertentu > < juga bisa mengalami institusionalisasi KATA /

SUARA HATI dalam proses perkembangan pribadi manusia itu sangatlah penting

diusahakannya pendidikan suara hati, supaya tetap sanggup memilih apa yang baik dan benar

secara manusiawi.

Kalau dikatakan bahwa manusia itu multidimensional, maksudnya ialah bahwa hidup

manusia tidak boleh terpisah-pisah menurut bidang-bidang kehidupan yang tak berhubungan

satu sama lain. Dengan satu nafas harus dikatakan, bahwa manusia itu religius-spiritual,

bermoral-etis dan sekuler. Dengan kata lain seorang manusia menjadi semakin manusiawi,

bila ia semakin beriman mendalam, dengan menegakkan nilai-nilai kebenaran dan kebaikan

serta terlibat dalam perjuangan menegakkan kemanusiaan.

II

BERIMAN BERSAMA DENGAN YANG LAIN

A. HUMANISME INTEGRAL - UNIVERSAL

Humanisme yang integral (JACQUES MARITAIN) atau kemanusiaan yang utuh

dijadikan dasar dan tujuan bagi penghayatan iman bersama dengan yang lain. Dalam

humanisme integral ini hak asasi manusia (termasuk didalamnya hak kebebasan

beragama) mendapat tempatnya yang tepat. Penghargaan akan hak asasi manusia inilah

yang bisa dijadikan dasar kokoh untuk membangun persaudaraan sejati.

Istilah ‘humanisme integral’ ini digunakan untuk menghindarkan kecenderungan-

kecenderungan yang tidak seimbang dalam mencari bentuk humanisme macam apa yang

harus ditempuh untuk membangun peradaban dunia ini.

Page 11: Pokok Pokok Materi Kuliah Agama

Dua arus kritik yang menjernihkan apa yaitu humanisme, datang dari 2 (dua) jalur

pemikiran, yaitu humanisme strukturalis dan humanisme spiritualis (MUDJI

SUTRISNO).

1. Humanisme Strukturalis

Menegaskan humanisme hanya mungkin bila dirombak struktur-struktur dan sistem

masyarakat yan gmemasung, membelenggu kemanusiaan, entah itu berwujud

ketimpangan struktur ekonomis, sistem sosial dan hukum yang tidak adil, ataupun

hegemoni kekuasaan yang memasung kebebasan manusia untuk berpikir sendiri dan

mengekspresikan pemikirannya dan pendapatnya.

2. Humanisme Spiritualistis :

Berpendapat humanisme harus kembali menyumberkan humanisme pada dimensi

makna dan ‘roh’ ciptaan semesta ini (dimana manusia termasuk didalamnya). Oleh

karena penentu proses humanisasi adalah dimensi kualitas (makna) dan dimensi

rohaniah, maka religiositas menjadi basisnya.

Berhadapan dengan jalur pemikiran tersebut perlulah dikembangkan pemikiran

humanisme integral, yang secara dialektik memadukan dimensi ganda ilahi-

tansendental dan manusiawi dari humanisme itu, supaya martabat pribadi manusia

tetap dihormati.

Dalam penghayatan iman penghormatan akan martabat pribadi manusia itu terletak

dalam penghormatan akan kebebasan beragama.

B. KEBEBASAN BERAGAMA

Oleh karena akal budi dan kehendak serta hati nuraninya manusia menyadari

kemampuannya untuk memilih nilai-nilai yang ditawarkan kepadanya. Oleh karena itu ia

bebas memilih religiositas mana yang sesuai dengan keyakinannya.

1. Beberapa Pengertian tentang Kebebasan

a . Kebebasan Moral

Banyak nilai yang bisa dipilih oleh manusia, sesuai makna bagi dirinya: apakah

nilai itu bermakna menyenangkan (Latin: “bonum delectabile”) atau nilai itu

bermakna menguntungkan (Latin: “bonum utile”). Bisa jadi yang menyenangkan

tidak harus dipilih karena tidak menguntungkan. Misalnya, merokok tidak dipilih

karena merugikan kesehatan, meskipun menyenangkan.

Page 12: Pokok Pokok Materi Kuliah Agama

Bila terjadi yang menguntungkan pun tidak boleh dipilh, kalau pilihan itu tidak

sesuai dengan nilai moral (Latin : “bonum humanum”) Misalnya, korupsi itu biusa

menguntungkan, tapi tindakan itu salah secara moral. Tindakan manusia dinilai

sebagai tindakan manusiawi (Latin: “actus hominis menjadi actus …..”) bila

tindakah manusia semakin mengembangkan dirinya sebagai manusia.

Dengan demikian bisa dikatakan bahwa kebebasan yang bertanggungjawab terjadi

bila manusia dengan kesadaran dan kebebasannya memilih untuk berbuat yagn

baik dan benar sesuai dengan martabatnya sebagai manusia.

b. Kebebasan Religius

Kebebasan sejati dan kebaikan sejati bersumber dan bertujuan pada Tuhan Allah.

Setiap orang berhak untuk berusaha terus menerus mencari dan menemukan

kebenaran dan kebaikan yang ditanamkan oleh Allah dalam segala-galanya untuk

bisa sampai pada Allah sendiri.

Kebebasan religius itu terdapat dalam sikap terbuka tanpa batas pada Allah, yang

menghendaki keselamatan bagi manusia. Disinilah muncul paradoks kebebasan

religius yaitu kebebasan sejati manusia terlaksana dalam ketaatannya pada

kehendak Allah.

Untuk melaksanakan kebebasan ini manusia perlu selalu membina kepekaan untuk

selalu mendengarkan suara hati serta bertindak menurut suara hati yang terdidik

secara benar.

2. Kebebasan Beragama

Kehendak Allah untuk menyelamatkan manusia bersifat universal, artinya ditawarkan

kepada semua orang; dan transedental, artinya mengatasi segala bentuk institusional.

Pengalaman akan Allah yang menyelamatkan itu merupakan pengalaman yang pra-

konseptual.

Agama-agama ada sebagai institusionalisasi dari pengalaman akan Allah itu. Sebagai

institusi agama hidup secara kontekstual; muncul dalam suatu waktu dan pada

temapat tertentu; sistem hukum, ibadat, tradisi tertentu pula.

Manusia hidup pun hidup secara kontekstual pula; lahir pada suatu waktu dan pada

tempat tertentu: hidup dalam suatu kondisi budaya tertentu; berkembang dalam sistem

hukum, dan tradisi tertentu pula.

Dalam konteks tertentu itu manusia bebas memilih agama sesuai dengan pengalaman

religiusnya, sesuai dengan keyakinan pribadinya.

Page 13: Pokok Pokok Materi Kuliah Agama

3. Martabat Pribadi Manusia Dasar Hak Kebebasan Beragama

Kebebasan beragama bukanlah pemberian /anugerah /hadiah dari lembaga-lembaga

ciptaan (entah itu lembaga agama maupun lembaga negara), akan tetapi merupakan

pelaksanaan dari hak asasinya sebagai manusia. Lembaga-lembaga tersebut berfungsi

untuk melindungi martabat pribadi manusia itu. Oleh karen aitu bisa dikatakan

tidaklah manusiawi segala bentuk kekerasan dan paksaan yang datang dari manapun

untuk memaksakan suatu agama kepada orang lain.

4. Kebebasan Beragama sebagai Kebebasan Warga Negara

UUD 1945 menjamin kebebasan beragama melalui Bab XI pasal 29 :

Negara berdasar atas ke Tuhan-an yang Maha Esa.

Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya

masing-masing dan kepercayaannya itu.

Dengan demikian negara Indonesia adalah negara yang berke-Tuhan-an, bukanlah

negara agama ataupun negara sekularistik. Pluralisme agama tidak boleh dijadikan

alasan perpecahan antara umat beragama, tetapi merupakan kenyataan riil hidup

bersama dengan yang lain. Perbedaan agama justru saling melengkapi dan

memperkaya satu sama lain dalam upaya membangun persaudaraan yang sejati.

C. MEMBANGUN PERSAUDARAAN SEJATI

1. Allah sebagai Pokok Keselamatan Manusia

Agama-agama membedakan, tetapi religiositas mempersatukan manusia yang berbeda

agama, karena pada tataran religiositas manusia tidak hanya mengetahui Allah yang

dirumuskan secara kategorial-simbolik, yang selalu tidak memadai, akan tetapi

manusia berhadapan dengan Allah sebagai Misteri yang Transenden, sekaligus

sebagai Pencipta dan Penyelamat manusia. Iman kepercayaan kepada Allah sebagai

pokok keselamtan manusia menjadi dasar untuk membangun persaudaraan sejati di

antara umat bangsa dan umat manusia seluruhnya.

Visi persaudaraan baru ini hanya mungkin terjadi, bila manusia bersedia melepaskan

kepentingan diri dan golongan, misalnya: egoisme, sektarianisme, primordialisme ;

dan mengutamakan kehendak. Allah sebagai dasar persaudaraan sejati. Untuk

megenali kehendak Allah diperlukan keterbukaan hati tanpa batas pada nilai-nilai

Page 14: Pokok Pokok Materi Kuliah Agama

kebenaran dan kebaikan, dengan dibekali kesediaan untuk dialog, bekerjasama

dengan siapapun yang berkehendak baik.

Dialog pada tataran hidup religius rupanya perlu dikembangkan terus dan

dimasyarakatkan. Kalau demikian kita boleh berharap bahwa persaudaraan itu akan

tumbuh dari bawah, berakar kuat dalam kehidupan rakyat.

2. Dialog antar Iman

3. Pemihakkan kepada Kaum Miskin

Kesediaan yang tulus untuk membangun persaudaraan yang sejati akan menjadi

semakin murni, apabila kita sanggup melibatkan diri dalam kegembiraan dan

kecemasan manusia dewasa ini terutama yang miskin dan terlantar. Kaum miskin

adalah mereka yang tak bermilik dalam bentuk apapun: kekuasaan, kedudukan, harta

milik, dan lain-lain. Yang tinggal pada mereka adalah kemanusiaan. Kalau kita masih

menghargai mereka yang miskin dan terlantar sebagai sesama kita, kita bisa

menghargai pula apa artinya kemanusiaan dan martabat pribadi manusia.

Page 15: Pokok Pokok Materi Kuliah Agama

III

PERAN AGAMA-AGAMA

DALAM PROSES PEMBANGUNAN BANGSA

Hubungan antara lembaga agama dan lembaga negara hanya bisa dilhat secara betul dalam

visi yang utuh mengenai humanisme integral yang menjadi dasar dan tujuan pembangunan

bangsa. Oleh karena itu, perlu ditinjau lebih dahulu hubungan antara komponen-komponen

dalam multidimensionalitas manusia.

A. POLA HUBUNGAN ANTARA AGAMA DAN NEGARA

Terjadi berbagai macam pola hubungan antara lembaga agama dan lembaga negara. Pola

hubungan ini ditentukan oleh kuat lemahnya kekuasaan yang dimiliki oleh masing-

masing lembaga itu, maka bisa muncul pola hubungan integristik atau yang separatistik.

1. Pola Hubungan yang Integristik

Yang dimaksud pola hubungan yang integristik ialah pola pikir yang memandang

realitas komplek dari satu dimensi saja. Otonomi dari masing-masing lembaga

tidaklah diakui. Tergantung kuat lemahnya kekuasaan yang dimiliki masing-masing

lembaga itu, maka bisa muncul sikap integristik dari pihak agama ataupun dari pihak

negara.

a. Sikap integristik dari pihak Agama

Bila lembaga agama lebih kuat dari lembaga negara, maka ada kecenderungan

dari pihak lembaga agama untuk menjadi hukum agama berlaku sebagai hukum

negara. Ibadar agama dijadikan ibadat negara. Ingat adanya doa politik, yaitu doa

yang dilaksanakan dengan tujuan-tujuan politik tertentu. Diperjuangkannya satu

agama bagi seluruh warga negara, sehingga ada agama negara

b. Sikap integristik dari pihak Negara

Bila lembaga negara lebih kuat dari lembaga agama, maka negara cenderung untuk

mencampuri masalah interen iman kepercayaan warga negaranya di luar batas-

batas kewenangannya. Agama dipandang melulu demi kepentingan politik. Politik

adalah panglima. Dan panglima perang bertindak sebagai pemimpin agama.

Negara menjadi negara agama.

Page 16: Pokok Pokok Materi Kuliah Agama

Sikap integristik ini bertumbuh subur dalam suatu masyarakat yang sinkretistik,

yang suka mencampuradukan unsur-unsur berbeda, bahkan bertentangan, dalam

suatu harmono yang semu. Meng-agama-kan politik dan mem-politik-an agama

adalah buah-buah dari sikap integristik ini.

Page 17: Pokok Pokok Materi Kuliah Agama

2. pola Hubungan yang Separatistik

Kalau sikap integristik memandang realitas dari satu dimensi saja, maka sikap

separatistik memisahkan dimensi yang satu dari dimensi yang lain.

a. Sikap separatistik dari pihak Agama

Dalam sikap separatistik ini agama dihayati melulu sebagai urusan pribadi atau

sektenya dengan Tuhan. Dengan demikian urusan sosio-politik bukanlah urusan

agama. Iman kepercayaan adalah soal batin dan hidup akhirat. Menjadi larangan

bagi orang beragama untuk berpolitik, karena politik itu kotor. Dunia harus

ditinggalkan. Maka sekte semacam ini cenderung untuk mengisolasi diri dari

masyarakat.

b. Sikap separatistik dari pihak Negara

Sikap separatistik dari pihak negara berpendapat bahwa agama bukanlah urusan

negara. Negara tidak perlu mengurus masalah kepercayaan warganya, bersikap

dari indeferen sampai memusat. Karena itu warga negara dilarang untuk

beragama. Sikap ini bisa melahirkan negara sekularistik-atheis.

Sikap-sikap ekstrem bagi yang integristik maupun yang separatistik tidak mengakui

adanya otonomi masing-masing lembaga. Bila sikap ekstrem itu menjadi sikap hidup

bermasyarakat yang dirusak adalah martabat pribadi manusia itu sendiri.

3. Kerjasama Kritis antar Agama dan Negara

Kerjasama kritis saling melengkapi antara agama dan negara hanya mungkin terjadi

bila otonomi masing-masing lembaga diakui dan dihargai, sebagai otonomi yang tidak

terisolasi, tetapi yang berkorelasi dengan yang lain. Dasar pemikiran dari otonomi

yang korelatif ini ialah dasar pembedaan (Latin: “disctinctio”). Lembaga agama

berbeda dengan lembaga negara menurut perbedaan tekanan dimensi, tetapi masing-

masing lembaga mempunyai tujuan yang sama, yaitu mengusahakan terwujudnya

humanisme integral. Dengan demikian masing-masing lembaga akan mampu

bekerjasama secara kristis, saling melengkapi.

Page 18: Pokok Pokok Materi Kuliah Agama

Untuk Indonesia, Pancasila dikemukakan sebagai asas dalam hidup bermasyarakat,

berbangsa dan bernegara bagi seluruh warga Indonesia. Asas itu menegaskan bahwa

negara Indonesia bukan negara agama (integristik), bukan pula negara sekularistik-

atheis (separatistik), melainkan negara yang berke-Tuhan-an yang berdasarkan

Pancasila.

B. POLA HUBUNGAN ANTARA AGAMA DAN IPTEK

Apakah akal budi manusia bertentangan dengan iman ? Apakah kemajuan iptek

merongrong kehidupan beragama ?

1. Sekularisasi

Humanisme merupakan ciri pokok dunia moderen. Penemuan otonomi tata dunia

(sekularitas) berkat kemajuan iptek mendorong terjadi proses sekularisasi. Istilah

‘sekularisasi’ berarti suatu proses historis yang menempatkan manusia sebagai pusat

dan tujuan evolusi dunia, memajukan otonomi dunia yang semakin besar seiring

dengan penemuan-penemuan hukum-hukum alam, yang bertujuan bagi pengabdian

seluruh masyarakat manusia tanpa harus secara langsung meminta legitimasinya pada

prinsip-prinsip dan norma-norma agama.

Dengan kemajuan Iptek, proses sekularisasi memantau manusia untuk menyadari

kemampuannya, yang membuatnya semakin dewasa. Ini tidak berarti dekadensinya

nilai-nilai spiritual, apabila kedewasaan manusia dan otonomi dunia dipahami dalam

korelasinya dengan Tuhan yang Transenden. Tanpa kesadaran akan korelasinya

dengan Tuhan, Allah Pencipta ini, sekularisasi memang bisa jatuh pada sekularisme

atheis.

2. Demitologisasi dan Desakralisasi

Seiring dengan proses sekularisasi itu terjadi pula demitologisasi dan desakralisasi.

Kemajuan Iptek membebaskan manusia dari mitologi-mitologi, di mana Tuhan

dipandang secara langsung terlibat dalam kehidupan manusia dan dunia ini. Iptek

akan menerangkan secara ilmiah bahwa gunung yang meletus atau banjir atau wabah

penyakit tidaklah secara langsung tanpa kemarahan Tuhan.

Page 19: Pokok Pokok Materi Kuliah Agama

Relasi manusia dengan Allah yang kudus (Latin: “sanctus”) akan menjadikan manusia

dan seluruh dunia ini dikuduskan (Inggris : “sacred”). Sakralisasi ini memisahkan

antara yang ‘sakral’ dari yang ‘profan’. Kemajuan iptek akan terus mengurangi

wilayah-wilayah ‘sakral’ itu, juga dalam bidang hidup keagamaan, yang menyangkut

konsep-konsep mengenai Allah sekalipun dengan demikian iptek mendorong

desakralisasi.

Dalam arus demitologisasi dan desakralisasi ini hidup beriman kita memang bisa

diguncangkan, namun sekaligus bisa dimurnikan, supaya kita beriman secara dewasa

dan bertanggungjawab.

3. Beriman secara Dewasa dan Bertanggungjawab

Pada zaman moderen ini, manusia dituntut untuk beriman secara dewasa dan

bertanggungjawab. Iman kepercayaan akan Allah menjadi dewasa bila agama dihayati

buka sebagai kebutuhan psikologi manusia yang lemah dan kekanak-kanakkan di

hadapan Allah. Iman kepercayaan yang dewasa akan memberi makna hidup, arah bagi

tujuan hidup yang harus diperjuangkan. Dengan demikian agama menjadi fungsi kritis

dan berdaya kreatif bagi manusia untuk hidup berkembang menuju kedewasaan yang

integral.

Untuk itu, beriman harus lebih diutamakan dari beragama, sehingga beragama

menjadi suatu pilihan pribadi yang dipertanggungjawabkan.

Page 20: Pokok Pokok Materi Kuliah Agama

C. PERAN AGAMA-AGAMA DALAM PROSES PEMBANGUNAN BANGSA

Situasi masyarakat Indonesia yang sedang membangun di segala bidang harus kita

jadikan konteks bagi refleksi teologis bagi kita untuk menentukan sikap kita.

1. Gambaran Situasi Masyarakat Indonesia

Situasi sosio-religius

Situasi sosio-budaya

Situasi sosio-politik

Situasi sosio-ekonomi

Dan lain-lain.

2. Peran Profetis Agama-agama

Istilah ‘profetis’ berasal dari kata Latin ‘profeta’. Kata pro bermakna banyak menurut

dimensi spasial; yang berbicara di depan; menurut dimensi temporal : yang berbicara

sebelumnya dan menurut dimensi personal : yang berbicara atas nama.

Agama-agama melaksanakan peran profetisnya bila sanggup mewartakan kebenaran

dan keadilan yang bersumber pada Allah, dan menjadi tanda serta saksi hidup bagi

kemanusiaan yang dipermiskin oleh lembaga-lembaga karena mau bertahan pada

‘status quo’ dan vested interest.