19
BAB II POST - DATISM 2.1 Pendahuluan. Kehamilan lewat waktu merupakan salah satu kehamilan yang berisiko tinggi, dimana dapat terjadi komplikasi pada ibu dan janin (1) . Kehamilan umumnya berlangsung 40 minggu (280 hari) dihitung dari hari pertama haid terakhir. Kehamilan lewat waktu juga biasa disebut serotinus atau postterm pregnancy (3,4) . Istilah kehamilan postterm, prolonged, postdate, dan postmature lazim digunakan untuk menggambarkan kehamilan yang telah melewati batas waktu normal (40 minggu). Istilah postmature sendiri merupakan suatu kumpulan keadaan klinis dari janin yang menandakan kehamilan yang lewat waktu; sedangkan postterm dan prolonged merupakan suatu istilah untuk menunjukkan kehamilan yang lewat waktu (diperpanjang) (1) . 2.2 Definisi. Menurut American College of Obstetricians and Gynecologists (2004), kehamilan lewat waktu adalah kehamilan yang berlangsung selama lengkap 42 minggu (294 hari) atau lebih yang terhitung dari hari pertama haid terakhir (1) . Yang dimaksud lengkap 42 minggu adalah 41 minggu 7 hari, sehingga apabila usia kehamilan 41 minggu 6 hari belum bisa dikatakan lengkap 42 minggu. Dari definisi tersebut dapat kita pahami bahwa kehamilan yang sedang 12

PostDate Pregnancy

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Explanation on postdate pregnancy and its effect on fetomaternal health

Citation preview

BAB II

POST - DATISM

 

2.1 Pendahuluan.

Kehamilan lewat waktu merupakan salah satu kehamilan yang berisiko tinggi, dimana

dapat terjadi komplikasi pada ibu dan janin(1). Kehamilan umumnya berlangsung 40 minggu (280

hari) dihitung dari hari pertama haid terakhir. Kehamilan lewat waktu juga biasa disebut

serotinus atau postterm pregnancy(3,4).

Istilah kehamilan postterm, prolonged, postdate, dan postmature lazim digunakan untuk

menggambarkan kehamilan yang telah melewati batas waktu normal (40 minggu). Istilah

postmature sendiri merupakan suatu kumpulan keadaan klinis dari janin yang menandakan

kehamilan yang lewat waktu; sedangkan postterm dan prolonged merupakan suatu istilah untuk

menunjukkan kehamilan yang lewat waktu (diperpanjang) (1).

2.2 Definisi.

Menurut American College of Obstetricians and Gynecologists (2004), kehamilan lewat

waktu adalah kehamilan yang berlangsung selama lengkap 42 minggu (294 hari) atau lebih yang

terhitung dari hari pertama haid terakhir(1). Yang dimaksud lengkap 42 minggu adalah 41 minggu

7 hari, sehingga apabila usia kehamilan 41 minggu 6 hari belum bisa dikatakan lengkap 42

minggu. Dari definisi tersebut dapat kita pahami bahwa kehamilan yang sedang berlangsung

bertahan selama 42 minggu atau lebih dari awal periode menstruasi yang mengasumsikan bahwa

menstruasi terakhir diikuti oleh proses ovulasi 2 minggu kemudian(3).

Dengan demikian kita dapat mengelompokkan kehamilan yang mencapai 42 minggu

kedalam 2 kelompok(1):

1) Kehamilan yang benar - benar telah melewati waktu 40 minggu pasca konsepsi.

2) Kehamilan yang usianya kurang dari 40 minggu namun dengan taksiran usia

kehamilan yang kurang akurat.

Meskipun dengan pasien mengetahui hari pertama haid terakhir secara pasti, masih

terdapat beberapa kesalahan dalam perhitungan usia kehamilan. Hal ini terutama berhubungan

dengan variasi periode siklus menstruasi yang umum dialami oleh wanita yang normal(1).

12

Kehamilan lewat tanggal atau postdate pregnancy sendiri adalah kehamilan yang terjadi

dalam jangka waktu 40 minggu sampai dengan 42 minggu(4). Dengan demikian apabila ibu hamil

dengan usia kehamilan 41 - 42 minggu, kehamilannya tergolong kepada kehamilan lewat tanggal

(postdate) dan bukan kehamilan lewat waktu (postterm).

2.3 Insiden dan Mortalitas Perinatal.

Angka kejadian kehamilan lewat waktu (postterm pregnancy), menurut Divon dan

Feldman-Leidner berkisar antara 4 - 19%(4). Data statistik menunjukkan, angka kematian dalam

kehamilan lewat waktu lebih tinggi jika dibandingkan dengan kehamilan yang cukup bulan,

dimana angka kematian kehamilan lewat waktu mencapai 5 - 7%.

Dasar dari terbentuknya konsep batas

atas usia kehamilan adalah dari pengamatan

bahwa tingkat kematian perinatal meningkat

setelah melewati tanggal taksiran partus (40

minggu atau 280 hari) (1).

Dengan meningkanya usia kehamilan

melewati batas waktu meningkatkan risiko

dilakukannya operasi Sesar karena distosia

dan fetal distress jika dibandingkan pada

kehamilan cukup bulan(1). Grafik dibawah ini

menunjukkan bahwa dengan meningkatnya

usia kehamilan (melewati waktu) diikuti

dengan peningkatan angka mortalitas bayi

akibat komplikasi yang terjadi(1).

13

Kematian janin akibat kehamilan postterm terjadi pada 30% sebelum persalinan, 55%

dalam persalinan, dan 15% pascanatal(4). Kematian bayi pascanatal merupakan akibat langsung

dari komplikasi yang terjadi seperti suhu yang tidak stabil, hipoglikemi, polisitemi, dan kelainan

neurologik.

2.4 Etiologi.

Sampai saat ini sebab terjadinya kehamilan lewat tanggal maupun lewat waktu masih

belum jelas. Beberapa teori yang diajukan pada umumnya menyatakan bahwa terjadinya

kehamilan tersebut adalah sebagai akibat dari gangguan terhadap timbulnya persalinan. Beberapa

teori yang diajukan antara lain(3):

Pengaruh progesteron

Penurunan hormon progesteron dalam kehamilan dipercaya merupakan kejadian

endokrin yang penting dalam memacu proses biomolekular pada persalinan dan

meningkatkan sensitivitas uterus terhadap oksitosin, sehingga beberapa penulis

menduga bahwa terjadinya kehamilan lewat waktu adalah karena masih

berlangsungnya pengaruh dari hormon progesteron(3).

Teori oksitosin

Pemakaian oksitosin untuk induksi persalinan pada kehamilan lewat waktu

memberi kesan bahwa oksitosin secara fisiologis memegang peranan penting

dalam menimbulkan persalinan dan pelepasan oksitosin dari neurohipofisis ibu

14

hamil yang kurang pada usia kehamilan lanjut diduga sebagai salah satu faktor

penyebab kehamilan lewat waktu.

Teori kortisol/ACTH janin

Dalam teori ini diajukan bahwa sebagai “pemberi tanda” untuk dimulainya

persalinan adalah janin, diduga akibat peningkatan tiba - tiba kadar kortisol

plasma janin. Kortisol janin akan mempengaruhi plasenta sehingga produksi

progesteron berkurang dan memperbesar sekresi estrogen, selanjutnya

berpengaruh terhadap meningkatnya produksi prostaglandin(3). Pada cacat bawaan

janin dan tidak adanya kelenjar hipofisis pada janin akan menyebabkan kortisol

janin tidak diproduksi dengan baik sehingga kehamilan dapat berlangsung lewat

waktu.

Saraf uterus

Tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus Frankenhauser akan

membangkitkan kontraksi uterus(3). Pada keadaan dimana tidak ada tekanan pada

pleksus ini, seperti pada kelainan letak, tali pusat pendek, dan bagian bawah

masih tinggi kesemuanya diduga sebagai penyebab terjadinya kehamilan lewat

waktu.

Herediter

Beberapa penulis menyatakan bahwa seorang ibu yang mengalami kehamilan

lewat waktu mempunyai kecenderungan untuk melahirkan lewat waktu pada

kehamilan berikutnya(3).

2.5 Diagnosis.

Sering kali seorang dokter mengalami kesulitan dalam menentukan diagnosis kehamilan

lewat waktu karena diagnosis ini ditegakkan berdasarkan umur kehamilan, bukan terhadap

kondisi kehamilan. Beberapa kasus yang dinyatakan sebagai kehamilan lewat waktu merupakan

kesalahan dalam menentukan umur kehamilan. Kasus kehamilan lewat waktu yang tidak dapat

ditegakkan secara pasti diperkirakan sebesar 22%. Dalam menentukan diagnosis kehamilan

lewat waktu disamping dari riwayat haid, sebaiknya diperiksa pula mengenai pemeriksaan

antenatal(3,4).

15

a) Riwayat haid

Diagnosis kehamilan lewat waktu tidaklah sulit untuk ditegakkan apabila kita mengetahui

dengan pasti hari pertama haid terakhir (HPHT) pasien. Untuk riwayat hadi yang dapat

dipercaya, diperlukan beberapa kriteria antara lain:

-. Penderita harus yakin betul dengan HPHT-nya.

-. Siklus 28 hari dan teratur.

-. Tidak minum pil antihamil setidaknya 3 bulan terakhir.

Selanjutnya diagnosis ditentukan dengan menghitung menurut rumus Naegele.

Berdasarkan riwayat haid, seorang penderita yang ditetapkan sebagai kehamilan lewat

waktu adalah sebagai berikut:

Terjadi kesalahan dalam menentukan tanggal haid terakhir atau akibat menstruasi

yang abnormal.

Tanggal haid terakhir diketahui secara jelas, tetapi terjadi kelambatan ovulasi.

Tidak ada kesalahan menentukan haid terakhir dan kehamilan memang

berlangsung lewat waktu (20 - 30% kasus dari seluruh penderita yang diduga

mengalami kehamilan lewat waktu).

b) Riwayat pemeriksaan antenatal

Tes kehamilan. Bila pasien melakukan pemeriksaan tes imunologik sesudah

terlambat 2 minggu, maka dapat diperkirakan kehamilan memang telah

berlangsung 6 minggu(3).

Gerak janin (quickening) pada umumnya dirasakan ibu pada umur kehamilan 18 -

20 minggu(3). Pada primigravida dirasakan pada kehamilan 18 minggu, sedangkan

16 minggu pada multigravida. Petunjuk umum untuk menentukan persalinan

adalah quickening ditambah 22 minggu pada primigravida atau ditambah 24

minggu pada multigravida.

Denyut jantung janin (DJJ). Dengan stetoskop Laennec dapat didengar mulai

umur kehamilan 18 - 20 minggu, sedangkan dengan Doppler dapat terdengar pada

usia kehamilan 10 - 12 minggu.

16

Kehamilan dapat dinyatakan sebagai kehamilan lewat waktu bila didapat 3 atau lebih dari

4 kriteria hasil pemeriksaan sebagai berikut:

Telah lewat 36 minggu sejak tes kehamilan positif.

Telah lewat 32 minggu sejak DJJ pertama terdengar dengan Doppler.

Telah lewat 24 minggu sejak dirasakan gerak janin pertama kali.

Telah lewat 22 minggu sejak terdengarnya DJJ pertama kali dengan stetoskop

Laennec.

c) Tinggi fundus uteri

Dalam trimester pertama pemeriksaan tinggi fundus uteri serial dalam sentimeter dapat

bermanfaat bila dilakukan pemeriksaan secara berulang tiap bulan(3). Lebih dari 20

minggu, tinggi fundus uteri dapat menentukan umur kehamilan secara kasar.

d) Pemeriksaan ultrasonografi (USG)

Ketetapan usia gestasi sebaiknya mengacu pada hasil pemeriksaan ultrasonografi pada

trimester pertama. Kesalahan perhitungan dengan rumus Naegele dapat mencapai 20%.

Pada trimester pertama pemeriksaan panjang kepala - tungging (crown-rump

length/CRL) memberikan ketepatan kurang lebih 4 hari dari taksiran persalinan.

Pada umur kehamilan sekitar 16 - 26 minggu(3), ukuran diameter biparietal dan panjang

femur memberikan sekitar 7 hari dari taksiran persalinan.

e) Pemeriksaan Radiologi

Umur kehamilan ditentukan dengan melihat pusat penulangan. Gambaran epifisis femur

bagian distal paling dini dapat dilihat pada kehamilan 32 minggu, epifisis tibia proksimal

terlihat setelah umur kehamilan 36 minggu, dan epifisis kuboid pada kehamilan 40

minggu. Cara ini sekarang jarang dipakai karena seringkali sulit dilakukan dan pengaruh

radiologiknya kurang baik terhadap janin(3).

f) Pemeriksaan Laboratorium

Kadar lesitin/spingomielin

17

Bila lesitin/spingomielin dalam cairan amnion kadarnya sama, maka umur kehamilan

sekitar 22 - 28 minggu, lesitin 1,2 kali kadar spingomielin: 28 - 32 minggu, pada

kehamilan genap bulan rasio menjadi 2 : 1(3). Pemeriksaan ini tidak dapat dipakai

untuk menentukan kehamilan lewat waktu, tetapi hanya digunakan untuk

menentukan apakah janin cukup umur/matang untuk dilahirkan yang berkaitan

dengan mencegah kesalahan dalam tindakan pengakhiran kehamilan.

Aktivitas tromboplastin cairan amnion (ATCA)

Hastwell berhadil membuktikan bahwa cairan amnion mempercepat waktu

pembekuan darah. Aktivitas ini meningkat dengan bertambahnya umur kehamilan.

Pada umur kehamilan 41 - 42 minggu ATCA berkisar antara 45 - 65 detik, pada

umur kehamilan lebih dari 42 minggu didapatkan ACTA kurang 45 detik. Bila

didapatkan ATCA antara 42 - 46 detik menunjukkan bahwa kehamilan berlangsung

lewat waktu.

Sitologi cairan amnion

Pengecatan nile blue sulphate dapat melihat sel lemak dalam cairan amnion. Bila

jumlah sel yang pengandung lemak melebihi 10%, maka kehamilan diperkirakan 36

minggu dan apabila 50% atau lebih, maka umur kehamilan 39 minggu atau lebih.

Sitologi vagina

Pemeriksaan sitologi vagina (indeks kariopiknotik >20%) mempunyai sensitivitas

75%. Perlu diingat bahwa kematangan seviks tidak dapat dipakai untuk menentukan

usia gestasi.

2.6 Permasalahan Kehamilan Postterm.

18

Kehamilan postterm mempunyai risiko lebih tinggi daripada kehamilan aterm, terutama

kematian perinatal (antepartum, intrapartum, dan postpartum) berkaitan dengan aspirasi

mekonium dan asfiksia. Pengaruh kehamilan postterm antara lain sebagai berikut.

a) Perubahan pada Plasenta

Disfungsi plasenta merupakan faktor penyebab terjadinya komplikasi pada kehamilan

postterm dan meningkatnya risiko pada janin(1,3). Penurunan fungsi plasenta dapat

dibuktikan dengan penurunan kadar estriol dan plasental laktogen. Perubahan yang

terjadi pada plasenta sebagai berikut:

Penimbunan kalsium. Pada kehamilan postterm terjadi peningkatan penimbunan

kalsium pada plasenta. Hal ini dapat menyebabkan gawat janin dan bahkan

kematian janin intrauterin yang dapat meningkat sampai 2 - 4 kali lipat(3).

Timbunan kalsium meningkat sesuai dengan progresivitas degenerasi plasenta.

Namun, beberapa vili mungkin mengalami degenerasi tanpa mengalami

klasifikasi.

Selaput vaskulosinsisial menjadi bertambah tebal dan jumlahnya berkurang.

Keadaan ini dapat menurunkan mekanisme transpor plasenta.

Terjadi proses degenerasi jaringan plasenta seperti edema, timbunan fibrinoid,

fibrosis, trombosis intervili, dan infark vili.

Perubahan biokimia. Adanya insufisiensi plasenta menyebabkan protein

plasenta dan kadar DNA dibawah normal, sedangkan konsentrasi RNA

meningkat(3). Transpor kalsium tidak terganggu, aliran natrium, kalium, dan

glukosa menurun. Pengangkutan bahan dengan berat molekul tinggi seperti asam

amino, lemak, gama globulin biasanya mengalami gangguan sehingga dapat

mengakibatkan gangguan pertumbuhan janin intruterin.

Plasenta memiliki fungsi yang penting dalam kehamilan diantaranya untuk menyalurkan

nutrisi dan oksigen serta mengeluarkan produk sisa - sisa metabolism dari janin ke ibu.

Fungsi plasenta mencapai puncaknya pada kehamilan 38 minggu (kehamilan cukup

bulan) dan mulai menurun setelah kehamilan 41 - 42 minggu(1). Sebagai akibat dari

penurunan fungsi plasenta, suplai nutrisi dan oksigen dari ibu kepada janin menjadi

menurun, sirkulasi uteroplasenta berkurang menjadi 50%, dan diikuti dengan penurunan

19

jumlah air ketuban. Penurunan fungsi plasenta ini sangat berkaitan dan dapat menjelaskan

terjadinya postmaturity syndrome pada bayi yang lahir lewat waktu.

b) Pengaruh pada Janin

Pengaruh kehamilan postterm terhadap janin sampai saat ini masih diperdebatkan.

Beberapa ahli menyatakan bahwa kehamilan postterm menambah bahaya pada janin,

sedangkan beberapa ahli lainnya menyatakan bahwa bahaya kehamilan postterm terhadap

janin terlalu berlebihan(3). Beberapa pengaruh kehamilan postterm terhadap janin antara

lain sebagai berikut(1).

Berat janin. Bila terjadi perubahan anatomik yang besar pada plasenta, maka

terjadi penurunan berat janin. Dari penelitian Vorherr tampak bahwa sesudah

umur kehamilan 36 minggu grafik rata - rata pertumbuhan janin mendatar dan

tampak adanya penurunan setelah 42 minggu. Namun, seringkali pula plasenta

masih dapat berfungsi dengan baik sehingga berat janin bertambah terus sesuai

dengan bertambahnya umur kehamilan. Zwerdling menyatakan bahwa rata - rata

berat janin lebih dari 3.600 gram sebesar 44,5% pada kehamilan postterm(1).

Sindroma postmaturitas. Dapat dikenali pada neonatus dengan ditemukannya

beberapa tanda seperti gangguan pertumbuhan, dehidrasi, kulit kering, keriput

seperti kertas (hilangnhya lemak subkutan), kuku tangan dan kaku panjang, tulang

tengkorak lebih keras, hilangnya verniks kaseosa dan lanugo, maserasi kulit

terutama daerah lipat paha dan genital luar, warna cokelat kehijauan atau

kekuningan pada kulit dan tali pusat, muka tampak menderita, dan rambut kepala

banyak atau tebal. Berdasarkan derajat insufisiensi plasenta yang terjadi, tanda

postmaturitas ini dapat dibagi dalam 3 stadium, yaitu:

20

Tanda Kehamilan Lewat Waktu (Post-term):

Stadium I Stadium II Stadium III

Kulit menunjukkan

kehilangan verniks kaseosa

dan maserasi berupa kulit

kering, rapuh, dan mudah

mengelupas.

Gejala Stadium I

+

Pewarnaan mekonium

(kehijauan) pada kulit.

Pewarnaan kekuningan pada

kuku, kulit, dan tali pusat.

Gawat janin atau kematian perinatal menunjukkan angka meningkat setelah

kehamilan 42 minggu atau lebih, sebagian besar terjadi intrapartum. Umumnya

disebabkan(3):

Makrosomia yang dapat menyebabkan terjadinya distosia pada persalinan,

fraktur klavikula, palsi Erb-Duchene, sampai kematian bayi.

Insufisiensi plasenta yang berakibat:

-. Pertumbuhan janin terhambat.

-. Oligohidramnion: terjadi kompresi tali pusat, keluar mekonium yang

kental, perubahan abnormal jantung janin.

-. Hipoksia janin.

-. Keluarnya mekonium yang berakibat dapat terjadi aspirasi mekonium

pada janin.

Cacat bawaan, terutama akibat hipoplasia adrenal dan anensefalus.

c) Pengaruh pada Ibu

Morbiditas/mortilitas ibu: dapat meningkat sebagai akibat dari makrosomia janin dan

tulang tengkorak menjadi lebih keras yang menyebabkan terjadi distosia persalinan,

incoordinate uterine action, partus lama, meningkatkan tindakan obstetrik dan persalinan

traumatis/perdarahan postpartum akibat bayi besar.

Aspek emosi: ibu dan keluarga menjadi cemas bilamana kehamilan terus berlangsung

melewati taksiran persalinan. Komentar tetangga atau teman seperti “belum lahir juga?”

akan menambah frustasi ibu.

21

2.7 Penatalaksanaan.

Yang paling penting dalam menangani kehamilan lewat tanggal (postdate) dan lewat

waktu (postterm) adalah untuk menentukan keadaan janin, karena setiap keterlambatan akan

menimbulkan risiko kegawatan(1). Penentuan keadaan janin dapat dilakukan dengan beberapa

cara, diantaranya:

1) Tes tanpa tekanan (non - stress test).

Bila memperoleh hasil non - reaktif maka dilanjutkan dengan tes tekanan oksitosin.

Sedangakn, bila diperoleh hasil reaktif makan nilai spesifisitas 98,8% menunjukkan

kemungkinan besar janin dalam keadaan baik. Bila ditemukan hasil tes tekanan yang

positif, meskipun sensitifitas relatif rendah tetapi telah dibuktikan berhubungan dengan

keadaan postmatur.

2) Gerakan janin.

Gerakan janin dapat ditentukan secara subjektif (dengan rata - rata nilai normalnya yaitu

7 kali/20 menit) atau secara objektif dengan tokografi (dengan rata - rata nilai normal

yaitu 10 kali/20 menit), dapat juga ditentukan dengan USG. Penilaian banyaknya air

ketuban secara kualitatif dengan USG (normalnya >1 cm/bidang) memberikan gambaran

banyaknya air ketuban, bila ternyata oligohidramnion maka kemungkinan telah terjadi

kehamilan lewat waktu.

3) Amnioskopi.

Bila ditemukan air ketuban yang banyak dan jernih mungkin keadaan janin masih baik.

Sebaliknya air ketuban sedikit dan mengandung mekonium akan mengalami risiko 33%

asfiksia.

Prinsip dari penatalaksanaan kehamilan lewat waktu adalah merencanakan pengakhiran

kehamilan(5,6). Cara pengakhiran kehamilan ini tergantung dari hasil pemeriksaan kesejahteraan

janin dan penilaian skor pelvik (pelvic score/PS). Terdapat beberapa cara untuk mengakhiri

kehamilan, antara lain:

1. Induksi partus dengan pemasangan balon kateter Foley.

2. Induksi partus dengan oksitosin.

22

3. Bedah seksio sesaria.

Apabila dilakukan pengakhiran kehamilan dengan induksi oksitosin, pasien harus

memenuhi beberapa syarat, antara lain(5,6):

a. Kehamilan aterm.

b. Ukuran panggul normal.

c. Tidak ada CPD (disproporsi antara pelvis dan janin).

d. Janin dalam presentasi kepala.

e. Serviks sudah matang (porsio teraba lunak, mulai mendatar, dan sudah mulai

membuka). Untuk menilai serviks ini dapat juga dipakai skor pelvis menurut

Bishop, yaitu bila nilai Bishop lebih dari 8, induksi persalinan kemungkinan

besar akan berhasil.

Skor Pelvik menurut Bishop(5,6)

Skor 0 1 2 3

Pembukaan serviks (cm) 0 1 - 2 3 - 4 5 - 6

Pendataran serviks 0 - 30% 40 - 50% 60 - 70% 80%

Penurunan kepala diukur

dari bidang Hodge III

(cm)

-3 -2 -1 +1 - +2

Konsistensi serviks Keras Sedang Lunak

Posisi serviks Posterior Searah sumbu

jalan lahir

Anterior

Bila nilai pelvis >8, maka induksi persalinan kemungkinan besar akan berhasil.

Bila nilai pelvis >5, maka dapat dilakukan drip oksitosin.

Bila nilai pelvis ≤5, dapat dilakukan pematangan serviks terlebih dahulu, kemudian

dilakukan pengukuran skor pelvis kembali.

Induksi persalinan dengan menggunakan infus oksitosin 5 unit dalam cairan Dextrose 5%

500 ml(5,6). Cairan yang sudah mengandung 5 unit oksitosin ini dialirkan secara intravena melalui

saluran infus. Tetesan infus dimulai dengan 8 tetes/menit, lalu dinaikan tiap 15 menit sebanyak 4

23

tetes/menit sehingga timbul his yang adekuat. Umumnya peningkatan tetesan dapat ditingkatkan

hingga mencapai 40 tetes/menit. Selama 15 menit tersebut, kita lakukan penilaian terhadap

kesejahteraan janin dan his yang timbul. Apabila telah timbul his yang adekuat, maka kadar

tetesan oksitosin dipertahankan. Sebaliknya bila timbul his yang sangat adekuat, jumlah tetesan

dapat dikurangi. Infus oksitosin ini hendaknya tetap dipertahankan sampai persalinan selesai,

yaitu sampai 1 jam sesudah lahirnya plasenta. Apabila infus pertama habis dan his adekuat

belum muncul, dapat diberikan infus drip oksitosin 5 unit ulangan. Jika his adekuat yang

diharapkan tidak muncul, dapat dipertimbangkan terminasi dengan seksio sesaria.

2.8 Pencegahan.

Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kehamilan (ante - natal

care/ANC) yang teratur, yaitu pemeriksaan dilakukan setiap 4 minggu sampai dengan kehamilan

28 minggu, dua minggu sekali antara 28 - 36 minggu, dan setiap minggu ketika usia kehamilan

melewati 36 minggu(7). Dengan dilakukannya pemeriksaan kehamilan secara teratur ini secara

tidak langsung mempersiapkan keadaan persalinan sebaik mungkin dan menantisipasi apabila

adanya kendala atau kelainan yang terjadi selama kehamilan berlangsung. Apabila terdapat

tindakan yang perlu dilakukan, dalam hal ini terminasi kehamilan, maka hal tersebut dapat

dilakukan dengan tepat dengan mengetahui perjalanan kehamilan pasien yang bersangkutan.

24