36
POTEN Myrm FAKUL NSI HEPA meleon sp. TAS MAT IN ATOPROT ., PROPO s MI PROGRAM TEMATIKA NSTITUT TEKTIF C LIS TRIG sabdariffa IKO AFRI M STUDI A DAN ILM PERTANI BOGOR 2008 Curcuma x GONA spp. L IAN BIOKIMIA MU PENG IAN BOGO R anthorrhiz ., DAN Hi A GETAHUA OR za ROXB, ibiscus AN ALAM ,

POTENSI HEPATOPROTEKTIF C a ROXB, Myrmeleon sp., … · Klinik, Reproduksi, ... Lapangan (PL) di Laboratorium Plasma Nutfah, Pemuliaan, dan Perbenihan Balai Tanaman Obat dan Aromatik

  • Upload
    buique

  • View
    217

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

POTENMyrm

FAKUL

NSI HEPAmeleon sp.

TAS MATIN

ATOPROT., PROPO

s

MI

PROGRAMTEMATIKANSTITUT

TEKTIF CLIS TRIGsabdariffa

IKO AFRI

M STUDI A DAN ILMPERTANI

BOGOR2008

Curcuma xGONA spp.

L

IAN

BIOKIMIAMU PENGIAN BOGO

R

xanthorrhiz., DAN Hi

A GETAHUAOR

za ROXB,ibiscus

AN ALAM

,

ABSTRAK

MIKO AFRIAN. Potensi Hepatoprotektif Curcuma xanthorrhiza ROXB, Myrmeleon sp., Propolis Trigona spp., dan Hibiscus sabdariffa L. Dibimbing oleh AE ZAINAL HASAN dan AGUS SETIYONO. Penelitian ini bertujuan membuktikan adanya potensi hepatoprotektif temulawak (Curcuma xanthorrhiza ROXB), undur-undur darat (Myrmeleon sp.), propolis, dan rosela (Hibiscus sabdariffa L) dalam memperbaiki kerusakan sel-sel hati pada tikus yang diinduksi parasetamol, melalui penurunan aktivitas alanin aminotransferase atau ALT dan aspartat aminotransferase atau AST dan histopatologi hati. Pemberian parasetamol berdasarkan literatur sebelumnya yang menunjukkan bahwa parasetamol dapat berefek negatif terhadap kesehatan, sedangkan pemberian bahan-bahan alam tersebut yang memiliki manfaat kesehatan terkait dengan kemampuannya mencegah kerusakan oksidatif di dalam tubuh. Pemberian temulawak, undur-undur darat, propolis, dan rosela selama tiga minggu pengkonsumsian dapat menurunkan aktivitas ALT dan AST. Aktivitas ALT dan AST keempat bahan tersebut berturut-turut adalah 69,26;110,29 U/I, 51,00;97,33 U/I, 51,00;91,00 U/I, dan 43,67;91,33 U/I. Berdasarkan hasil analisis statistik menggunakan uji Duncan (P<0.05), aktivitas tersebut tidak berbeda nyata dengan kelompok normal dan berbeda nyata dengan kelompok negatif Hasil skoring histopatologi juga menunjukkan kelompok negatif berbeda nyata dengan ke-5 kelompok lainnya. Oleh karena itu dapat disebutkan bahwa bahan dengan potensi hepatoprotektor dari yang berpotensi baik ke buruk adalah undur-undur darat, temulawak, rosela, dan propolis.

ABSTRACT

MIKO AFRIAN. Hepatoprotective Potency Curcuma xanthorrhiza ROXB, Myrmeleon sp., Propolis Trigona spp., and Hibiscus sabdariffa L. Under the direction of AE ZAINAL HASAN and AGUS SETIYONO.

This research was purposed for proving hepatoprotective activity temulawak (Curcuma xanthorrhiza ROXB), land undur-undur (Myrmeleon sp.), propolis, and roselle (Hibiscus sabdariffa L) in recovering disordered rat’s liver that has been induced with paracetamol, through reducing of alanine aminotransferase (ALT) and aspartate aminotransferase (AST) activities and liver histopathology. Paracetamol treatment based on current literature showed that paracetamol has negative effect of on health, in the other hand, giving those natural materials which have advantages to avoid oxidative damage in the body. During tree weeks of temulawak, land undur-undur, propolis, and roselle treatments showed that those treatments can reduce ALT and AST activity. ALT and AST activity from those are 69,26;110,29 U/I, 51,00;97,33 U/I, 51,00;91,00 U/I, dan 43,67;91,33 U/I, respectively. Based on statistical analysis by using Duncan test (P<0.05), those activity are not differently significant with normal group and differently significant with negative group. Result of histopathology scoring also showed that negative control is differently significant with the fifth other groups. Therefore, after treated by temulawak, land undur-undur, roselle, and propolis can be mentioned materials containing hepatoprotective potency from best to worse: land undur-undur, temulawak, roselle, and propolis.

POTENSI HEPATOPROTEKTIF Curcuma xanthorrhiza ROXB, Myrmeleon sp., PROPOLIS TRIGONA spp., DAN Hibiscus

sabdariffa L

MIKO AFRIAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada Program Studi Biokimia

PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2008

Judul Skripsi : Potensi Hepatoprotektif Curcuma xanthorrhiza ROXB, Myrmeleon sp., Propolis Trigona spp., dan Hibiscus sabdariffa L Nama : Miko Afrian NIM : G44104018

Disetujui Komisi Pembimbing

Ir. A. E. Zainal Hasan, M.Si drh. Agus Setiyono, MS, Ph.D Ketua Anggota

Diketahui  

Dr. drh. Hasim, DEA Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan karya ilmiah ini. Karya ilmiah yang penulis lakukan berjudul Potensi Hepatoprotektif Temulawak, Undur-undur Darat, Propolis Trigona spp., dan Rosela. Karya ilmiah ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Bagian Patologi Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) IPB diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana sains pada program studi Biokimia FMIPA, IPB.

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Ir. A.E. Zainal Hasan, M.Si selaku ketua komisi pembimbing, dan drh. Agus Setiyono, MS, Ph.D selaku anggota komisi pembimbing, atas semua arahan dan bimbingannya kepada penulis. Juga kepada berbagai pihak yang telah sangat membantu penulis di lapangan antara lain Bapak Soleh, Bapak Kas, dan Bapak Endang sebagai teknisi Bagian Patologi FKH. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Ibu, kakak dan seluruh keluarga, serta teman seperjuangan penelitian, Rina, Tuti, Sekar, dan Amar yang senantiasa memberi motivasi, doa, dan kasih sayangnya. Ungkapan terima kasih juga kepada Mas Eko, Metty, dan Arlyny serta teman-teman biokimia 41 atas semangat, saran, dan kerjasamanya selama ini. Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih sederhana dan belum sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi perbaikan ke depannya nanti. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi dunia ilmu pengetahuan dan berbagai pihak yang berkepentingan. 

Bogor, September 2008

Miko Afrian

 

 

 

 

   

 

 

 

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Solok pada tanggal 6 April 1986 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara dari Ayah Adinar Samawil (alm) dan Ibu Ernawati. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 1998 di SDN 24 Sawah Sudut, Solok, dan pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2001 di SLTPN 2 Gunung Talang, Solok. Tahun 2004 penulis lulus dari SMAN 1 Gunung Talang, Solok, dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis menempuh studi di Program Studi Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum Biokimia Umum tahun ajaran 2007/2008. Penulis juga pernah melaksanakan Praktik Lapangan (PL) di Laboratorium Plasma Nutfah, Pemuliaan, dan Perbenihan Balai Tanaman Obat dan Aromatik (Balittro), Bogor, selama periode Juli sampai Agustus 2007 dengan laporan yang berjudul Aplikasi Beberapa Konsentrasi Benzil Adenina terhadap Multiplikasi Tunas St. John’s Wort. Selain itu penulis juga pernah aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan, yaitu sebagai wakil ketua Departemen Biokimia Medis Community of Research and Education in Biochemistry (CREB’s) pada periode 2006/2007.

DAFTAR ISI Halaman

DAFTAR TABEL …………………………………………………………… ix

DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………... ix

DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………… x

PENDAHULUAN …………………………………………………………... 1

TINJAUAN PUSTAKA Temulawak (Curcuma xanthorrhiza ROXB …………………………... 1 Undur-undur Darat (Myrmeleon sp.) .. .................................................. 2 Propolis ................................................................................................. 2 Rosela (Hibiscus Sabdariffa L) ............................................................... 3 Organ Hati ............................................................................................... 3 Parasetamol …………………………………………………………..... 4 Alanin Aminotransferase dan Aspartat Aminotransferase ...................... 4

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat ....................................................................................... 5 Metode Percobaan .................................................................................. 5

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Fisik dan Bobot Badan Hewan uji ............................................ 7 Efek Parasetamol terhadap Aktivitas ALT dan AST ............................. 8 Efek Suplemen terhadap Aktivitas ALT dan AST …………………….. 9 Efek Suplemen terhadap Gambaran Histopatologi hati ……………….. 10

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ………………………………………………………………. 12 Saran …………………………………………………………………... 13

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………….. 13 LAMPIRAN ………………………………………………………………… 15

DAFTAR TABEL Halaman

1 Kondisi fisik hewan uji …………………………………………………….. 7

2 Aktivitas ALT selama pemberian parasetamol ………………………… 9

3 Aktivitas AST selama pemberian parasetamol ………………………… 9

4 Aktivitas ALT hari ke-35 …………………………………………………. 10

5 Aktivitas AST hari ke-35 …………………………………………………. 10

6 Hasil skoring histopatologi hati ……………………………………………. 12

DAFTAR GAMBAR Halaman

1 Larva undur-undur darat ............................................................................ 2

2 Tanaman rosela ........................................................................................... 3

3 Metabolisme parasetamol dalam tubuh …………………………… .......... 4

4 Reaksi transaminasi secara umum …………………………………… ..... 5

5 Perkembangan bobot tikus selama percobaan ……………………………. 7

6 Persentase pertambahan BB hewan uji selama perlakuan ………………. 8

7 Oksidasi parasetamol oleh sitokrom P450 (Lee 1995) ……………………. 9

8 Aktivitas ALT selama percobaan …………………………………………. 10

9 Aktivitas AST selama percobaan …………………………………………. 10

10 Jaringan hati ………………………………………………………………. 11

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Alur penelitian ..................................................................................... 16

2 Rancangan percobaan ......................................................................... 17

3 Pengukuran aktivitas enzim ALT dan AST ........................................ 18

4 Perhitungan dosis ................................................................................ 19

5 Pembuatan sediaan histopatologi.......................................................... 20

6 Pewarnaan Haematoxylin-Eosin …………………………………… . 21

7 Hasil analisis aktivitas AST (U/L) …………………………………… 22

8 Hasil analisis aktivitas ALT (U/L) …………………………………… 23

9 Bobot badan hewan uji selama percobaan ........................................ .. . 24

1  

   

PENDAHULUAN

Hati merupakan organ tubuh yang penting dalam menjaga dan menentukan derajat kesehatan seseorang. Dalam menjalankan fungsi tersebut hati akan dipengaruhi oleh berbagai faktor baik dari dalam tubuh maupun dari lingkungan. Perkembangan teknologi dan perubahan gaya hidup yang sangat pesat saat ini menyebabkan perubahan lingkungan yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap kesehatan. Penggunaan berbagai zat kimia baik yang ditambahkan pada makanan atau minuman (feed additive) maupun berupa obat-obatan serta pestisida, akan ikut memperberat kerja hati.

Salah satu organ yang berpotensi terhadap kerusakan akibat masuknya racun/toksin atau bahan kimia ke dalam tubuh adalah hati. Hal ini disebabkan hati merupakan organ yang melakukan proses detoksifikasi. Proses detoksifikasi dilakukan dengan cara mengubah semua bahan asing atau toksin menjadi bahan yang tidak membahayakan tubuh. Kemampuan hati dalam mendetoksifikasi ini terbatas sehingga dapat menimbulkan kerusakan pada organ hati itu sendiri.

Salah satu sumber kerusakan tersebut adalah hepatotoksin. Hepatotoksin ini merupakan senyawa kimia yang memiliki efek toksik pada sel hati. Dengan dosis berlebihan (dosis toksik) atau pemakaian dalam jangka waktu yang lama senyawa bersangkutan dapat menimbulkan kerusakan hati. Hepatotoksin adalah golongan senyawa yang memiliki sifat dasar toksik terhadap hati, misal: karbon tetraklorida (CCl4), kloroform, etionin, dan parasetamol. Senyawa-senyawa tersebut dapat menyebabkan kerusakan hati pada semua individu (Zimmerman 1978).

Obat tradisional adalah obat yang dibuat dari bahan atau paduan bahan-bahan yang diperoleh dari tanaman, hewan, atau bahan tambang yang dimurnikan dan digunakan secara turun temurun. Pemilihan tanaman obat tradisional sekarang ini berkembang dengan pesat di masyarakat, hal ini disebabkan oleh cara penggunaan yang sederhana, bahan mudah didapatkan, sedikit menimbulkan efek samping, dan harganya relatif terjangkau. Hal tersebut memicu penelitian ilmiah tentang fungsi tanaman obat, salah satunya adalah pencegahan dan pengobatan penyakit hati atau antihepatotoksik. Aktivitas antihepatotoksik bahan tersebut dapat diketahui dengan melakukan percobaan pada hewan uji (in vivo).

Temulawak, undur-undur darat, propolis, dan rosela dapat dipakai sebagai antihepatotoksik. Bahan-bahan tersebut memiliki senyawa alkaloid, flavonoid, saponin, kelompok terpenoid, dan asam askorbat yang berfungsi sebagai hepatoprotektor, tapi harus dibuktikan secara ilmiah. Oleh karena itu, penelitian mengenai potensi hepatoprotektif keempat bahan tersebut perlu untuk dilakukan.

Perubahan biokimiawi karena kerusakan hati diwujudkan dengan adanya kenaikan aktivitas glutamat piruvat transaminase (GPT) atau alanin aminotransferase (ALT) sebesar 20-200 kali dan aktivitas glutamat oksaloasetat transaminase (GOT) atau aspartat aminotransferase (AST) sebesar 10-150 kali nilai normal. Sedangkan rasio aktivitas AST/ALT dari harga normal 1,3 turun menjadi 1,0. Bila tingkat keparahan tinggi bisa mencapai 0,3-0,4 (Bergmeyer dan Bernt 1971). Kenaikkan ini disebabkan oleh adanya radikal bebas yang dapat memicu timbulnya penyakit degeneratif. Salah satu bahan yang dapat merusak hati adalah parasetamol dalam dosis berlebih yang digunakan dalam waktu yang lama.

Penelitian ini bertujuan membuktikan adanya potensi hepatoprotektif temulawak, undur-undur darat, propolis, dan rosela dalam memperbaiki kerusakan sel-sel hati pada tikus yang diinduksi parasetamol, melalui penurunan aktivitas AST dan ALT serta melihat histopatologi hati. Hipotesis penelitian adalah temulawak, undur-undur darat, propolis, dan rosela diduga dapat mengobati hati tikus yang diinduksi parasetamol. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai potensi hepatoprotektif bahan uji, serta peranannya sebagai hepatoprotektor alami.

TINJAUAN PUSTAKA

Temulawak (Curcuma xanthorrhiza ROXB)

Temulawak merupakan tanaman obat

berupa tumbuhan rumpun berbatang semu. Temulawak ini menyebar dari kawasan Indo-Malaysia ke seluruh dunia. Saat ini tanaman ini selain di Asia Tenggara dapat juga ditemukan di Cina, Indo-Cina, Bardabos, India, Jepang, Korea, Amerika Serikat, dan beberapa negara Eropa. Secara klasifikasi tanaman ini termasuk Divisi Spermatophyta, Subdivisi Angiospermae, Kelas Monocotyledonae, Ordo Zingiberales, Famili

2  

Zingiberaceae, Genus Curcuma, dan Spesies Curcuma xanthorrhiza (Rukmana 1995).

Tanaman ini berbatang semu dengan tinggi dari 1-2 m, berwarna hijau atau coklat gelap. Akar rimpang terbentuk dengan sempurna dan bercabang kuat, berwarna hijau gelap. Tiap batang mempunyai daun 2-9 helai dengan bentuk bundar memanjang, warna daun hijau atau coklat keunguan terang sampai gelap, panjang daun 31-84 cm dan lebar 10-18 cm, panjang tangkai daun termasuk helaian 43-80 cm. Perbungaan lateral, tangkai ramping dan sisik berbentuk garis, panjang tangkai 9-23 cm dan lebar 4-6 cm, berdaun pelindung yang panjangnya melebihi atau sebanding dengan mahkota bunga. Kelopak bunga berwarna putih dan berbulu, panjangnya 8-13 mm, mahkota bunga berbentuk tabung dengan panjang keseluruhan 4,5 cm, helaian bunga berbentuk bundar memanjang, berwarna putih dengan ujung yang berwarna merah, panjangnya 1,25-2 cm dan lebar 1 cm.

Satu-satunya bagian yang dimanfaatkan dari tanaman ini adalah rimpangnya. Rimpang ini mengandung 48-59,64 % zat tepung, 1,6-2,2 % kurkumin dan 1,48-1,63 % minyak atsiri. Manfaat dari rimpang ini adalah sebagai obat jerawat, meningkatkan nafsu makan, antikolesterol, anemia, antioksidan, pencegah kanker, dan antimikrob (Rukmana 1995). Selain itu, Soebiantoro (1985) juga melaporkan bahwa temulawak memiliki kemampuan sebagai hepatoprotektor.

Undur-undur Darat  (Myrmeleon sp.)

Undur-undur darat (Myrmeleon sp.) merupakan insekta yang tersebar luas di seluruh dunia. Insekta ini biasa hidup di lingkungan yang kering dan berpasir, dengan ukuran tubuh antara 2-15 cm (mulai dari ukuran larva hingga dewasa). Undur-undur darat merupakan suatu omnivora, larvanya memakan semut dan insekta lainnya, sementara pada saat dewasa memakan tepung sari dan madu. Secara klasifikasi, undur-undur darat termasuk Kingdom Animalia, Filum Arthropoda, Kelas Insekta, Ordo Neuroptera, Subfamili Myrmeleontoidea, Famili myrmeleontidae, dan Genus Myrmeleon (Botz et al. 2003).

Undur-undur darat yang digunakan dalam percobaan yaitu pada saat larva (Gambar 1). Larva undur-undur darat hidup di pasir dengan membentuk jebakan lubang pasir dengan kedalaman sekitar 2-3 inci dari permukaan. Larva ini dapat menangkap dan

membunuh berbagai macam insekta, dan bahkan mampu membunuh laba-laba berukuran kecil. Bangkai kering dari sisa makanannya kemudian dijentikkan ke luar lubang pasir dan kemudian larva siap menyusun kembali jebakan lubang pasirnya.

Undur-undur darat (Myrmeleon sp.) mengandung senyawa sulfonilurea. Senyawa ini terdiri dari dua bentuk turunan, turunan pertamanya yaitu asetoheksamida, klorpropamida, tolbutamida, dan tolazamida, sedangkan turunan keduanya yaitu glipizida, gliklazida, gliburida, dan glikuidon. Turunan pertama senyawa ini terutama klorpropamida memiliki potensi sebagai obat kolestasis, sedangkan turunan keduanya tidak menunjukkan aktivitas tersebut (Chounta 2003).

Gambar 1 Larva undur-undur darat.

Propolis

Propolis adalah material lengket yang dikumpulkan oleh lebah dari tanaman, dicampur dengan lilin, dan digunakan oleh lebah untuk membangun sarangnya. Istilah propolis diambil dari bahasa yunani kuno: pro yaitu untuk, dan polis yaitu kota atau komonitas. Lengkapnya, propolis merupakan subsatansi yang digunakan untuk atau mempertahankan kota atau sarang. Propolis oleh lebah madu digunakan pada dinding dalam sarang dalam bentuk lapisan tipis atau digunakan pada rongga-rongga tempat mereka hidup (Bankova, De Castro, dan Marcucci 2000).

Karakteristik utama dari propolis adalah aktivitas terhadap mikroorganisme. Selain itu, propolis juga bersifat hepatoprotektif dan antitumor, serta dapat menstimulasi imun (Burdock 1998). Atas alasan ini, propolis banyak digunakan dalam obat-obatan, komposisi kosmetik, makanan, dan berbagai kepentingan lainnya. Secara kimia, propolis merupakan substansi yang kompleks. Propolis mengandung senyawa terpena, flavonoid, asam benzoat, asam sinamat, dan asam fenolat (Chinthalapally et al. 1993). Berdasarkan

3  

Bankova, De Castro, dan Marcucci (2000), propolis mengandung flavonoid, asam kumarat, asetofenon, lignin, dan beberapa senyawa fenol. Keragaman flora tempat lebah madu hidup merupakan faktor utama yang menimbulkan perbedaan komposisi senyawa kimia yang terdapat dalam propolis. Perbedaan ini menimbulkan perbedaan warna dan aroma pada jenis propolis yang berbeda. Aroma yang tercium merupakan aroma senyawa aromatis yang bersifat volatil yang terkandung dalam propolis (Salatino, Erica, Giuseppina, dan Dejair 2005).

Rosela (Hibiscus sabdariffa L)

Rosela (Hibiscus sabdariffa L) merupakan tanaman yang banyak terdapat di kawasan yang beriklim tropika dan subtropika seperti di Sudan, Mesir, Thailand, Meksiko dan Cina, termasuk Indonesia. Kini terdapat lebih dari 300 spesies tanaman rosela di seluruh dunia. Tanaman ini secara klasifikasi termasuk dalam Kingdom Plantae, Divisi Spermatophyta, Subdivisi Angiospermae, Kelas Dicotyledonae, Ordo Malvales, famili Malvaceae, Genus Hibiscus.

Rosela memiliki tinggi kurang lebih 3 m dengan dahannya yang tumbuh tegak. Tanaman ini memiliki batang, dahan, dan tangkai yang berwarna merah. Daunnya berwarna hijau dan bentuknya seperti telapak tangan dengan tiga cuping yang meruncing ke ujung (Gambar 2). Tanaman ini termasuk dalam tanaman musiman karena setelah beberapa kali berbunga dan menghasilkan biji, maka akan sampai pada masa tidak produktif. Tanaman ini dapat tumbuh dengan baik pada dataran rendah dengan ketinggian 1-1000 m diatas permukaan laut. Tanaman ini juga cocok sebagai tanaman hias karena memiliki bunga yang indah dan juga memiliki khasiat sebagai tanaman obat.

Bagian terpenting dari tanaman ini ialah bunganya. Rosela mengandung tiga komposisi senyawa kimia utama, yaitu antosian, asam organik, dan karbohidrat. Antosian erat hubungannya dengan flavonoid, yang biasanyanya ditemukan sebagai aglikon bebas (antosianidin). Konsentrasi antosian dapat mencapai 2%. Rosela mengandung asam organik yang cukup tinggi (15-30%) seperti asam oksalat, asam tartrat, asam malat, asam suksinat, dan asam hibiskat. Asam oksalat dan asam tartrat merupakan komposisi terbesar dari kandungan asam organik, yaitu lebih dari tiga perempat dari total asam organik yang ada. Kadar karbohidrat bunga rosela berkisar

3,3%, dengan glukosa sebagai komposisi yang paling banyak.

Gambar 2 Tanaman rosela (Hibiscus

sabdariffa L).

Organ Hati

Hati adalah organ yang terdapat pada hewan vertebrata, termasuk manusia. Hati berperan penting dalam metabolisme dan berfungsi dalam tubuh sebagai detoksifikasi, penyimpan glikogen, dan sintesis plasma protein. Hati juga berperan dalam memproduksi empedu yang penting dalam pencernaan. Istilah medis yang berhubungan dengan hati selalu dimulai dengan kata hepato atau hepatic yang berasal dari kata yunani dengan kata hepar yang berarti hati.

Hati merupakan organ padat dan terbesar di dalam perut, yang letaknya dibawah diafragma (membran muskular yang memisahkan dada dan perut) pada sisi kanan atas perut. Sekitar 60% dari hati terdiri dari sel hati (hepatosit) dan tiap sel tersebut memiliki waktu paruh kurang lebih 150 hari. Dua pertiga penyusun organ hati adalah parenkim, yang mengandung hepatosit dan sisanya adalah sistem kelenjar empedu. Hati menerima suplai darah melewati arteri hepatik dan vena portal yang keduanya mentransport nutrisi dari usus.

Hati memiliki peranan yang penting dan melakukan berbagai fungsi yang kompleks. Berbagai fungsinya antara lain: (1) fungsi metabolik, seperti pembentukan urea dalam siklus urea melalui pemecahan asam amino, metabolisme karbohidrat (glikolisis, glikogenesis, dan glukoneogenesis), sintesis protein plasma, dan metabolisme lipid (sintesis kolesterol atau pemecahan kolesterol dan produksi trigliserida/lemak), (2) fungsi sirkulasi, yaitu hati berperan dalam sintesis faktor-faktor pembekuan darah seperti fibrinogen (faktor I), protrombin (faktor II), faktor V,VII, IX, dan XI, (3) fungsi

4  

detoksikasi, yaitu hati menetralkan senyawa-senyawa toksik seperti produk-produk obat dan hemoglobin, dan (4) fungsi restorasi (penyimpanan), yaitu hati menyimpan beragam materi seperti glukosa dalam bentuk glikogen, vitamin B12, besi, dan tembaga.

Selain itu, hati juga memproduksi dan mengsekresikan empedu yang dibutuhkan dalam pencernaan makanan. Beberapa empedu mengalir secara langsung ke usus dua belas jari dan beberapa diantaranya disimpan ke dalam kantong empedu (Koolman dan Rohm 2001). Organ terbesar tubuh ini merupakan tempat utama metabolisme alkohol, parasetamol, serta senyawa-senyawa beracun lain yang akan menghasilkan metabolit asetaldehid yang sangat toksik. Hal inilah yang menjadikan hati sangat rentan dan berakibat fatal jika rusak oleh senyawa metabolit yang dihasilkannya (Brick 2004).

Parasetamol

Parasetamol atau asetaminofen adalah obat analgesik dan antipiretik (Gupta et al. 2004). Analgesik ialah obat untuk menghilangkan rasa sakit, sedangkan antipiretik ialah obat yang berfungsi untuk menurunkan panas pada saat demam. Kata parasetamol diambil dari kata para-acetyl-amino-phenol yang merupakan nama senyawa ini secara tata nama kimia. Penghilang rasa sakit dari parasetamol ditemukan secara tidak sengaja saat senyawa yang mirip parasetamol (asetanilida) digunakan sebagai resep obat sekitar 100 tahun yang lalu. Karena asetanilida bersifat toksik, maka para kimiawan memodifikasai struktur asetanilida sehingga menjadi molekul yang tidak membahayakan tubuh tetapi masih memiliki kemampuan analgesik.

Parasetamol merupakan salah satu obat yang paling banyak digunakan sebagai penghilang rasa sakit, dan produksinya setiap tahun dalam jumlah besar. Material awal dari sintesis parasetamol ialah senyawa fenol, yang kemudian dinitrasi untuk memberikan bentuk orto dan para-nitrotoluena. Bentuk orto-nitrotoluena dipisahkan secara destilasi, dan grup para-nitro direduksi menjadi para-amino. Grup p-amino inilah yang diasetilisasi menjadi parasetamol.

Parasetamol merupakan obat yang berpotensi pemakaiannya tanpa memakai resep karena aman dalam dosis standar (500-1000 mg per enam jam) sehingga sering digunakan secara sendiri tanpa konsultasi dokter. Pemakaian parasetamol yang terus-menerus atau dalam dosis yang berlebihan

dapat menyebabkan kerusakan hati. Jalur metabolik parasetamol dalam tubuh dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 3 Metabolisme parasetamol dalam tubuh.

Alanin Aminotransferase dan Aspartat Aminotransferase

Analisis berbagai aktivitas enzim tertentu

di dalam serum darah dapat memberikan diagnosa atau informasi tentang berbagai kondisi penyakit pada tubuh. Alanin aminotransferase (ALT, yang juga disebut glutamat-piruvat transaminase atau GPT) dan aspartat aminotransferase (AST, yang juga disebut glutamat-oksaloasetat transaminase atau GOT) adalah suatu enzim yang penting dalam mendiagnosis kerusakan jantung dan hati yang disebabkan oleh serangan jantung, keracunan obat, atau infeksi (Boyer 2002).

ALT dan AST merupakan enzim di hati yang berperan penting dalam metabolisme asam amino. Alanin aminotransferase pada sitosol hati mentransfer gugus amino dari alanin ke α-ketoglutarat membentuk piruvat dan glutamat, sedangkan aspartat aminotransferase pada matriks mitokondria hati mentransfer gugus amino dari aspartat ke α-ketoglutarat membentuk oksaloasetat dan glutamat. Reaksi umum transaminase dapat dilihat pada Gambar 4. Glutamat yang

5  

dibentuk dari alanin dan aspartat oleh enzim tranaminase merupakan asam amino yang berperan penting dalam pembuangan gugus amino dalam katabolisme asam amino (Boyer 2002). Kadar AST dan ALT pada serum darah tikus putih normal berkisar antara 19,3-68,9 U/l dan 29,8-77,0 U/l (Pilichos et al. 2004) sedangkan menurut Girindra (1989) kadar AST dan ALT pada tikus normal masing-masing sebesar 45,7-80,8 U/l dan 17-30,2 U/l.

Gambar 4 Reaksi transaminasi secara umum.

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Hewan uji yang digunakan adalah tikus

putih jantan galur Sprague-Dawley berumur 2 bulan, memiliki rata-rata bobot badan 200 gram, dan diperoleh dari FKH. Undur-undur darat yang digunakan diperoleh dari Ciomas Serang Banten, rosela (Hibiscus sabdariffa L) yang digunakan diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, dan ekstrak propolis Trigona spp. dari penelitan Laksmayanty (2007).

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah undur-undur darat, rosela kering, serbuk temulawak, ekstrak propolis Trigona spp., parsetamol, kloroform, kit reagen ALT dan AST (Labkit), etanol 70%, 80%, 90%, 96%, 100%, 200%, NaCl 0,9%, EDTA, xilol, parafin, pewarna Mayer’s Haemotoxylin, LiCl, Akuades, pereaksi-pereaksi uji fitokimia, dan eosin.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas, mortar, penangas air, timbangan analitik, gunting, vial, sonde oral, mikropipet, microfuge, mikroskop, corong, kertas saring/kain belacu, freeze dryer, Tissue Tec, oven, gelas objek beserta gelas penutup, mikrotom, dan spektrofotometer UV-VIS.

Metode Percobaan

Preparasi Undur-undur Darat Undur-undur darat ditimbang hingga10 mg, kemudian digerus hingga hancur, dan dicampurkan dengan akuades sebanyak 10 ml. Campuran kemudian diaduk hingga merata. Preparasi Air Rebusan Rosela

Sebanyak 1,1 g rosela kering dipotong-potong, dan masing-masing direbus dalam 20 ml air panas (100 ºC) hingga volume menjadi setengahnya. Kemudian larutan disaring dan diperas dengan kain belacu. Hewan uji dan Rancangan Percobaan

Tikus dipelihara dalam kandang berukuran 30x50x30 cm dengan 3 ekor tikus per kandang, tikus diadaptasikan terlebih dahulu selama 2 minggu sebelum perlakuan. Sebelum dan selama perlakuan, tikus diberi pakan standar dan minum secara ad libitum. Bobot badan tikus dan jumlah pakan yang digunakan diamati setiap hari.

Hewan uji dibagi menjadi 6 kelompok dengan 3 ekor tikus dalam setiap kelompok. Kelompok I (Kontrol netral) hanya diberikan pakan standar dan air minum (akuades). Kelompok II (kelompok positif) diberikan pakan standar, air minum akuades, diinduksi dengan parasetamol dosis 500 mg/kg BB selama 14 hari pertama, kemudian diberikan larutan temulawak dosis 42.86 mg/kg BB selama 21 hari berikutnya. Kelompok III (kelompok negatif) diberikan pakan standar, air minum akuades, diinduksi parasetamol dosis 500 mg/kg BB selama 14 hari pertama, kemudian pemberian parasetamol dihentikan pada 21 hari berikutnya. Kelompok IV diberikan pakan standar, air minum akuades, diinduksi dengan parasetamol dosis 500 mg/kg BB selama 14 hari pertama, kemudian diberikan undur-undur darat dengan dosis 10 mg/kg BB selama 21 hari berikutnya. Kelompok V diberikan pakan standar, air minum akuades, diinduksi dengan parasetamol dosis 500 mg/kg BB selama 14 hari pertama, kemudian diberikan ekstrak propolis dosis 0,02 ml/kg BB selama 21 hari berikutnya. Kelompok VI diberikan pakan

6  

standar, air minum akuades, diinduksi dengan parasetamol dosis 500 mg/kg BB selama 14 hari pertama, kemudian diberikan air rebusan rosela dosis 6 ml/kg BB @ 0,11 g/ml selama 21 hari berikutnya.

Dosis parasetamol yang diberikan merupakan dosis toksik untuk tikus percobaan (Udupa at al. 2000) sedangkan pemberian dosis untuk setiap bahan hepatoproteksif berdasarkan cara-cara atau kebiasaan umum masyarakat dalam mengkomsumsi bahan tersebut.  Pengamatan Klinis Pengamatan Fisik. Pengamatan fisik hewan uji meliputi berat badan, keadaan fisik dan tingkah laku yang diamati setiap harinya. Keadaan fisik tikus yang diamati adalah warna mata, warna feses, tekstur feses, sedangkan tingkah laku yang diamati meliputi mobilitas.

Pengukuran Enzim ALT dan AST. Darah diambil dari vena ekor kemudian ditampung dalam vial steril hingga mencapai 2 ml. Darah tersebut didiamkan sejenak dan disentrifus pada 3000 rpm selama 15 menit. Serum yang diperoleh (supernatan) ditambahkan pereaksi ALT dan AST dan diukur aktivitasnya dengan metode dari International Federation of Clinical Chemistry (IFCC). Sebelum dilakukan pengambilan darah, tikus tidak diberi pakan atau dipuasakan selama satu hari. Masing-masing enzim baik AST maupun ALT terdiri atas 2 reagen, yaitu reagen 1 (buffer) dan reagen 2 (substrat). Reagen 1 untuk pengukuran ALT terdiri atas Tris pH 7,8 80 mmol/L, L-alanin 500 mmol/L, dan NADH 0,18 mmol/L serta reagen 2 terdiri atas laktat dehidrogenase (LDH) 1200 U/L dan α-ketoglutarat 15 mmol/L. Reagen 1 untuk pengukuran AST terdiri atas Tris pH 7,8 80 mmol/L, L-aspartat 200 mmol/L, dan NADH 0,18 mmol/L serta reagen 2 terdiri atas laktat dehidrogenase (LDH) 800 U/L, Malat dehidrogenase (MDH) 600 U/L, dan α-ketoglutarat 12 mmol/L. Persiapan reagen AST maupun ALT dilakukan dengan mencampur 4 mL reagen 1 dengan 1 mL reagen 2 dalam tabung reaksi atau botol tertutup, dan dihomogenkan, kemudian disimpan pada suhu 2-8 ºC selama 21 hari atau 72 jam. Serum darah sebanyak 100 µL dicampur dalam 1000 µL reagen campuran (reagen 1 dan reagen 2) AST atau ALT lalu diinkubasi dalam penangas 37 ºC selama 15 menit. Pembacaan serapan dilakukan pada panjang gelombang 340 nm dengan

spektrofotometer UV-VIS per menit selama 3 menit. Kadar enzim yang terukur dihitung dengan persamaan berikut: (satuan internasional unit (U/I)):

Kadar ALT/AST = ΔA/menit x 1768

Pembuatan Preparat Histopatologi Hati. Metode yang digunakan adalah metode Andrew Kent yang terdiri atas 4 tahap, yaitu fiksasi, dehidrasi, pencetakan (embedding), dan pewarnaan (staining). Tahap fiksasi dilakukan dengan memotong organ hati dengan ukuran 2x2x1 cm, dimasukkan dalam buffer neutral formalin 10% (BNF 10%) selama 3x24 jam, kemudian dipotong lagi dengan ukuran yang lebih tipis. Potongan-potongan hati tersebut dilanjutkan ke tahap dehidrasi, yaitu dengan perendaman dalam etanol bertingkat (etanol 70%, 80%, 96%, absolut 1, absolut 2). Kemudian etanol dihilangkan dengan xilol I, II, dan III masing-masing selama 40 menit. Infiltrasi menggunakan parafin cair dilakukan pada suhu 60 ˚C selama 4 kali masing-masing selama 30 menit. Sebelum pencetakan, cetakan dicuci dengan campuran etanol 96%, xilol, dan air.

Pencetakan (embedding) dilakukan dengan menuang parafin panas dalam blok cetakan sebanyak setengah cetakan dengan alat Tissue Tec. Potongan hati dimasukkan ke dalamnya perlahan agar tidak menyentuh dasar cetakan lalu ditutup lagi dengan parafin cair. Setelah beku, organ dalam parafin tersebut dipotong dengan alat mikrotom setebal 4-5 μm. Potongan yang diperoleh dimasukkan ke dalam air hangat (40˚C) untuk melelehkan parafin, kemudian diletakkan dalam kaca objek. Potongan tadi dikeringkan dalam oven inkubator bersuhu 56 ˚C selama satu malam.

Tahap pewarnaan Haematoxylin Eosin (HE) dilakukan setelah deparafinisasi, yaitu dengan merendamnya dalam xilol 2 kali masing-masing selama 2 menit, rehidrasi dengan etanol absolut selama 2 menit, kemudian dengan etanol 95% dan 80% masing-masing selama 1 menit, dan dicuci dalam air mengalir. Kemudian, preparat direndam dalam pewarna Mayer’s Haematoxylin selama 8 menit, dicuci dengan air mengalir, dimasukkan dalam LiCl selama 30 detik, dan dicuci lagi dengan air mengalir. Kemudian irisan preparat diberi pewarna eosin selama 2-3 menit, lalu dicuci. Setelah itu, irisan hati dicelupkan dalam etanol 95% dan absolut I masing-masing sebanyak 10 kali dan diteruskan dengan etanol absolut II

7  

selama 2 menit, xilol I selama 1 menit, dan xilol II selama 2 menit. Setelah diangin-anginkan beberapa saat, preparat yang sudah diwarnai tersebut kemudian diberi permounting medium dan ditutup dengan kaca penutup.

Pengamatan Histopatopalogi Hati. Kerusakan sel seperti nekrosis, degenerasi butir, degenerasi lemak, oedema, sirosis, dan pendarahan merupakan parameter pengamatan yang akan digunakan. Pemberian skornya adalah sebagai berikut: 0: normal 1: kerusakan ≤25% dari area pandang 2: kerusakan 25-50% dari area pandang 3: kerusakan 50-75% dari area pandang 4: kerusakan 75-100% dari area pandang   Analisis Statistik Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL). Modelnya adalah sebagai berikut:

Yij = µ + τi + єij Keterangan: μ = pengaruh rataan umum τi = pengaruh perlakuan ke-i, i=1, 2, 3, 4, 5, 6 εi = pengaruh galat perlakuan ke-i dan ulangan ke-j, j= 1, 2, 3 Yi = pengamatan perlakuan ke-i dan ulangan

ke-j. i1 = kelompok kontrol normal i2 = kelompok kelompok positif i3 = kelompok kelompok positif i4 = kelompok perlakuan dengan undur- undur i5 = kelompok perlakuan dengan propolis. I6 = kelompok perlakuan dengan bunga

merah.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Fisik dan Bobot Badan Hewan uji

Perbedaan kondisi fisik hewan uji terlihat

pada saat sebelum pemberian dan setelah pemberian parasetamol. Feses yang dihasilkan pada kelompok tikus yang diberi parasetamol terlihat lebih lunak, lebih berbau, dan warnanya lebih pucat. Perubahan kondisi fisik hewan uji tersebut diduga karena melemahnya fungsi hati akibat doisis toksik parasetamol sehingga mempengaruhi homeostasis tubuh yang kemudian berdampak pada konsisi fisik hewan tersebut. Kondisi ini mulai membaik seperti keadaan normal setelah diberikannya bahan hepatoprotektor. Hasil pengamatan

keadaan fisik hewan uji dapat dilihat pada Tabel 1. Gambar 5 menunjukkan BB tikus saat pemberian parasetamol (hari ke-0 hingga hari ke-14), yaitu terjadi penurunan BB atau penurunan persentase kenaikkan BB. Kemudian selama perlakuan (pemberian suplemen/pengobatan), terjadi peningkatan BB hewan uji. Penurunan terbesar terdapat pada kelompok perlakuan undur-undur darat yaitu 9.63% di hari ke-14, sedangkan pada saat yang sama terjadi kenaikkan BB untuk kelompok normal. Persentase pertambahan BB hewan uji selama percobaan dapat dilihat pada Gambar 6.

Tabel 1 Kondisi fisik hewan uj

Gambar 5 Perkembangan bobot tikus

selama percobaan.

Parameter Keterangan

Normal Parasetamol perlakuan

Warna mata Merah Merah merah

Warna feses

Hijau tua

hijau pucat Hijau tua

Tekstur feses Padat Lunak padat

Tingkah laku normal Normal normal

8  

Gambar 6 Persentase pertambahan BB hewan uji selama perlakuan. Berdasarkan hasil tersebut diduga bahwa pemberian parasetamol dalam dosis toksik dapat mempengaruhi nafsu makan yang berakibat pada menurunnya BB. Menurut Gan (1980), toksisitas parasetamol akan menimbulkan berbagai macam gejala seperti anoreksia, mual-mual, muntah, serta sakit perut yang terjadi dalam 24 jam pertama, dan dapat berlangsung terus menerus selama seminggu atau lebih. Gejala-gejala inilah yang menyebabkan menurunnya nafsu makan yang berpengaruh terhadap BB hewan uji tersebut. Setelah penghentian pemberian parasetamol, terjadi peningkatan BB hewan uji di semua kelompok percobaan. Pada kelompok kelompok positif (pemberian suplemen temulawak) terdapat peningkatan BB mencapai 10.33%, 0.61% pada kelompok undur-undur darat, 18.28% pada kelompok propolis, 13.48% pada kelompok rosela, dan 20.56% pada kelompok normal. Pemberian temulawak selama percobaan ternyata dapat mempengaruhi nafsu makan sehingga menaikkan BB. Hal ini sesuai dengan penelitian Liang et al. (1985) yang menyatakan bahwa temulawak dapat digunakan sebagai obat untuk mengatasi gangguan saluran pencernaan, gangguan aliran getah empedu, diare, kurang nafsu makan, radang lambung dan dapat mencegah terjadinya pelemakan dalam sel-sel hati. Selain itu kandungan kurkuminoid pada temulawak dapat berfungsi untuk meningkatkan produksi dan sekresi empedu. Sedarnawati et al. (1991) juga menyatakan bahwa kemampuan temulawak dalam menghasilkan senyawa antibakteri dapat

mempengaruhi kerja mikroflora usus sehingga proses pencernaan menjadi lebih optimal.

Peningkatan BB tikus kelompok undur-undur darat setelah penghentian parasetamol diduga karena adanya perbaikan dalam sistem pencernaan. Chounta (2003) menyebutkan klorpropamida turunan sulfonilurea pada undur-undur darat memiliki potensi sebagai obat kolestasis, yaitu berkurang atau terhentinya aliran empedu sehingga di dalam usus tidak terdapat empedu untuk membantu mencerna lemak dalam makanan. Peningkatan BB hewan uji juga terjadi pada kelompok propolis. Propolis yang selain memiliki potensi sebagai hepatoprotektif (Burdock 1998), juga berfungsi sebagai faktor pertumbuhan yang meningkatkan proses pencernaan dan penyerapan makanan (Fearnley 2001). Hal ini akan memperlancar metabolisme tubuh yang mengakibatkan kenaikkan BB hewan tersebut. Hal yang hampir sama terjadi pada kelompok rosela. Tanaman ini mengandung hubiscin yang melancarkan peredaran darah, mencegah tekanan darah tinggi, serta meningkatkan kinerja usus (Arezk 2007), sehingga meningkatkan BB hewan uji. Efek Parasetamol terhadap Aktivitas ALT

dan AST

Sifat hepatotoksik parasetamol pada tikus dikaji dari nilai aktivitas ALT dan AST serum setelah pemberian dosis toksik. Selama dua minggu pemberian parasetamol, terjadi peningkatan aktivitas ALT dan AST seperti terlihat pada Tabel 2 dan Tabel 3. Selama minggu pertama pemberian parasetamol, peningkatan aktivitas ALT belum terlalu besar. Peningkatan yang sangat tajam baru terjadi pada minggu kedua. Hasil tersebut memperlihatkan kerusakan sel-sel hati yang cukup parah oleh parasetamol.

Murugesh et al. (2005) menyatakan bahwa parasetamol yang bila dikonsumsi secara berlebihan, dapat memicu radikal bebas dan menstimulasi sistem sitokrom P450. Sitokrom P450 akan mengaktivasi pembentukan metabolit reaktif n-asetil-p-benzokuinonimin atau NAPQI. Produksi NAPQI yang terlalu besar tidak dapat dinetralisir oleh glutation (GSH) sehingga senyawa ini akan mengoksidasi makromolekul seperti lemak dan gugus tiol (Gambar 7). Jalur lain yang digunakan oleh sitokrom P450 adalah mengkonversi parasetamol menjadi semikuinon. Semikuinon ini dapat bereaksi dengan gugus –SH atau mereduksi oksigen

9  

menjadi O2-. Reduksi senyawa ini akan

menghasilkan suatu radikal bebas lagi yang dapat mengoksidasi molekul fosfolipid lainnya, sehingga terjadi reaksi oksidasi berantai. Reaksi ini dapat menyebabkan berubahnya komposisi membran sel hati dan kemudian menyebabkan nekrosis (Murugesh et al. 2005). Tabel 2 Aktivitas ALT selama pemberian parasetamol (U/I)

Tabel 3 Aktivitas AST selama pemberian parasetamol (U/I)

Gambar 7 Oksidasi parasetamol oleh

sitokrom P450 (Lee 1995).

Efek Suplemen terhadap Aktivitas ALT dan AST

Pemberian suplemen setelah pencekokan

parasetamol dapat menurunkan aktivitas ALT dan AST. Penurunan aktivitas dapat dilihat

pada Gambar 8 dan Gambar 9. Dari kedua gambar tersebut dapat dilihat adanya penurunan yang sangat tajam setelah hari ke-14 hingga hari ke-35. Berdasarkan uji statistik (P<0.05), perbandingan nilai tengah kelompok negatif data ALT berbeda nyata dengan kelompok normal, positif, undur-undur darat, propolis, dan rosela (Tabel 4). Aktivitas ALT kelompok tikus normal yang tidak diberikan parasetamol memiliki aktivitas terendah, diikuti kelompok rosela, undur-undur darat, dan propolis. Penurunan aktivitas dapat dilihat melalui selisih aktivitas hari ke-35 dengan hari ke-14 pada Tabel 2.

Tabel 5 menunjukkan aktivitas AST hari ke-35. Dari tabel tersebut, uji nilai tengah (P<0.05) kelompok negatif juga berbeda nyata dengan kelompok normal, undur-undur darat, propolis, dan rosela, tetapi tidak berbeda nyata dengan kelompok positif. Uji tersebut juga menunjukkan bahwa kelompok positif tidak berbeda nyata dengan kelompok normal, undur-undur darat, propolis, dan rosela. Penurunan aktivitas AST setiap kelompok dapat dilihat melalui selisih aktivitas hari ke-35 dengan hari ke-14 pada Tabel 3.

Gambar 8 Aktivitas ALT selama percobaan.

Gambar 9 Aktivitas AST selama percobaan.

kelompok Hari ke- 0 7 14

Normal 23.14 48.45 123Positif 39.72 72.17 165 Negatif 38.41 38.415 164 Undur-

undur darat 24.44 98.36 213.33

Propolis 50.40 73.33 115.5 Rosela 43.65 82.36 117

kelompok Hari ke- 0 7 14

Normal 22.67 128.92 298Positif 37.9 120.25 380.67 Negatif 38.289 206.28 326

Undur-undur darat 24.195 92.83 275

Propolis 49.555 148.41 295.5 Rosela 41.81 87.79 239

10  

Tabel 4 Aktivitas ALT hari ke-35 (U/I)

Tabel 5 Aktivitas AST hari ke-35 (U/I)

Keterangan: huruf berbeda pada kolom yang sama menunjukkan nilai yang berbeda nyata (P<0.05)

Aktivitas AST dan ALT kelompok normal sebesar 88,46 U/l dan 39,84 U/l bila dibandingkan dengan Girindra (1989) yang melaporkan kadar AST dan ALT pada tikus normal masing-masing sebesar 45,7-80,8 U/l dan 17-30,2 U/l, diperoleh aktivitas AST berada di atas normal. Hal ini diduga oleh adanya faktor stress yang dapat terjadi melalui peningkatan aktivitas saraf simpatik perifer (Arakawa et al. 1996). Faktor lain yang ikut mempengaruhi adalah keragaman analisis ALT dan AST. Pengaruh ini dapat disebabkan oleh hemolisis, makroenzim dan keadaan fisiologis tikus yang berbeda-beda. Hemolisis dapat disebabkan oleh mekanisme biokimia, fisik, atau kimia (Adji 2003).

Data pada kedua tabel tersebut menunjukkan bahwa suplemen temulawak, undur-undur darat, proplis, dan rosela dapat menurunkan aktivitas ALT dan AST menjadi kondisi normal. Penurunan aktivitas oleh temulawak diduga karena kandungan senyawa antioksidan pada temulawak. Senyawa ini akan bereaksi dengan NAPQI (radikal bebas hasil biotransformasi parasetamol di hati) sehingga mengurangi jumlah radikal bebas NAPQI yang mengakibatkan membaiknya regenerasi sel-sel hati. Hal ini sesuai dengan

Rukmana (1995) dan Soebiantoro (1985) yang melaporkan bahwa temulawak memiliki kandungan senyawa antioksidan dan memiliki kemampuan sebagai hepatoprotektor.

Kelompok tikus yang diberi undur-undur darat juga dapat menurunkan aktivitas ALT dan AST yang mendekati kondisi normal. Hal ini diduga karena kandungan sulfonilurea pada undur-undur darat. Klorpropamida yang merupakan kelompok sulfonilurea dapat memperbaiki kerusakan sel-sel hati dan meningkatkan regenerasi sel-sel hati. Hasil ini sesuai dengan penelitian Chounta (2003) yang menyatakan klorpropamida memiliki potensi sebagai obat kolestasis dan hepatoprotektor.

Kandungan senyawa flavonoid dalam propolis ternyata dapat menurunkan aktivitas ALT dan AST. Selain flavonoid, tanin dalam ekstrak propolis juga diduga dapat memperbaiki sel-sel hati melalui kemampuannya dalam mengeliminasi radikal bebas. Hal ini sesuai dengan Yen dan Hui (1995) yang melaporkan tanin pada teh telah terbukti mampu menghambat proses mutasi, membersihkan radikal bebas, dan menginduksi enzim yang bersifat antioksidan.

Suplemen air rebusan rosela yang diujikan juga dapat menurunkan aktivitas ALT dan AST ke. Seperti dengan propolis, senyawa flavonoid dalam rosela juga memiliki pengaruh yang sama dengan propolis dalam menurunkan aktivitas ALT dan AST ke kondisi normal. Kandungan asam lemak yang merupakan kandungan paling tinggi dalam rosela diduga meningkatkan perbaikan komposisi membran sel-sel hati sehingga proses nekrosis dapat ditekan. Akibatnya, kandungan ALT dan AST di darah menurun yang ditandai dengan menurunnya aktivitas ALT dan AST serum.

Efek Suplemen terhadap Gambaran

Histopatologi hati

Jaringan hati normal ditandai dengan inti hepatosit yang terlihat jelas, adanya sitoplasma di dalam membrane sel, dan sel-sel hepatosit yang tersusun radial dari vena sentral (Gambar 10a). Kondisi yang sama juga terlihat pada Gambar 10b, yaitu kelompok positif. Kondisi hepatosit yang cukup baik pada kelompok positif karena pengaruh pemberian temulawak. Senyawa antioksidan pada temulawak ini diduga dapat memperbaiki sel-sel hati dengan relatif cepat. Gambar 10c menunjukkan gambaran histopatologi hati yang diinduksi oleh parasetamol.

Kelompok Hari ke-35 ∆ (hari ke-14-35)

Normal 39.84a 83.16

Positif 69.26ab 95.74

Negatif 89.50b 74.50

Undur-undur darat 51.00a 162.33

Propolis 51.00a 64.50

Rosela 43.67a 73.33

Kelompok Hari ke-35 ∆ (hari ke-14-35)

Normal 88.46a 209.54

Positif 110.29a 270.38

Negatif 138.23b 187.77

Undur-undur darat 97.33a 177.67

Propolis 91.00a 204.50

Rosela 91.33a 147.67

11  

   

(a) (b)

(c) (d)

(e) (f)

Gambar 10. Jaringan hati (a) kelompok normal, (b) kelompok positif, (c) kelompok negatif, (d) kelompok undur-undur darat, (e) kelompok propolis, (f) kelompok rosela (VS: vena sentral, anak panah: nekrosis, panah bulat: butir lemak) (Pewarnaan HE, perbesaran obyektif 10x).

VS VS VS

VS VS

VS

VS

VS

VS

VS

12  

   

Kerusakan sel hati kelompok negatif yang terjadi meliputi nekrosis, dan degenerasi butir-butir lemak, serta banyaknya protein fibrin. Nekrosis merupakan pecahnya sel hepatosit sehingga seluruh isi sel keluar dari sel. Hal ini sesuai dengan pernyataaan bahwa pemberian asetaminofen pada tikus menimbulkan nekrosis pada hati (Mitchell et al. 1973). Degenerasi butir-butir lemak disebabkan adanya senyawa toksik yang mengakibatkan penurunan fungsi lipolitik hati.

Histopatologi kelompok undur-undur darat setelah pemberian parasetamol menunjukkan bahwa susunan sel hepatosit dari vena sentral masih terlihat sedikit acak-acakan dengan banyaknya perenggangan diantara sel hepatosit dan banyaknya ruang-ruang yang berisi sitoplasma diantara sel hepatosit. Walaupun demikian, sudah terlihat perbaikkan dibandingkan dengan kelompok negatif, yaitu sudah tidak adanya terlihat degenerasi butir-butir lemak seperti kelompok negatif. Pembentukan pembuluh arteri juga terlihat pada kelompok undur-undur darat (Gambar 10d). Hal ini diduga untuk meningkatkan ketersedian energi untuk fungsi hati yang makin menurun karena pemberian parasetamol.

Pengaruh pemberian propolis setelah parasetamol terhadap sel hepatosit dapat dilihat pada Gambar 10e. Pada gambar tersebut masih terdapat degenerasi butir-butir lemak dan nekrosis, namun sel hepatosit sudah terlihat radial dari vena sentral. Hal ini berarti propolis belum dapat mengembalikan secara sempurna fungsi lipolitik hati dan regenerasi hati. Pengaruh berbeda terlihat pada kelompok rosela (Gambar 10f). Pada Gambar 10f terlihat pembesaran vena yang cukup luas dan tidak wajar. Hal ini diduga sebagai bentuk respon dalam meningkat kinerja dan fungsi hati setelah pemberian air rebusan rosela. Selain itu juga terlihat pembentukan pembuluh arteri seperti kelompok undur-undur darat, sedangkan butir-butir lemak sudah tidak terlihat. Hal ini sesuai dengan Hirunpanich dalam Prometta et al. (2006) yang menyebutkan ekstrak air rosela dapat menurunkan kadar lipid pada tikus dan kelinci. Berdasarkan uji nilai tengah (P<0.05) hasil skoring histopatologi untuk semua kelompok menunjukan bahwa kelompok normal tidak berbeda nyata dengan positif, undur-undur darat dan rosela, tapi berbeda nyata dengan kelompok propolis dan negatif (Tabel 5), sedangkan kelompok propolis juga berbeda

nyata dengan kelompok negatif. Hasil ini mendukung data uji nilai tengah aktivitas ALT dan AST percobaan (Tabel 3 dan Tabel 4). Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa aktivitas ALT dan AST kelompok negatif berbeda nyata dengan kelima kelompok lainnya (normal, positif, undur-undur darat, propolis, dan rosela). Tabel 6 Hasil skoring histopatologi hati

Keterangan: huruf berbeda pada kolom yang sama menunjukkan nilai tengah perlakuan yang berbeda nyata (P<0.05)

Hasil skoring dari Tabel 6 memperlihatkan kisaran nilai dari 0,00 sampai dengan 1,70. Berdasarkan metode skoring nilai antara 0,.. berarti jaringan hati berada dalam kondisi normal atau tidak terjadi kerusakan yang bearti sedangkan nilai 1,.. menunjukkan terjadinya kerusakan jaringan hati sekitar 25% dari area pandang pengamatan histopatologi hati.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pemberian temulawak, undur-undur darat, propolis, dan rosela selama tiga minggu pengkonsumsian dapat menurunkan aktivitas ALT dan AST. Aktivitas ALT dan AST keempat bahan tersebut berturut-turut adalah 69,26;110,29 U/I, 51,00;97,33 U/I, 51,00;91,00 U/I, dan 43,67;91,33 U/I. Berdasarkan hasil analisis statistik menggunakan uji Duncan (P<0.05), aktivitas tersebut tidak berbeda nyata dengan kelompok normal dan berbeda nyata dengan kelompok negatif Hasil skoring histopatologi juga menunjukkan kelompok negatif berbeda nyata dengan ke-5 kelompok lainnya. Hasil histopatologi kelompok propolis tidak lebih baik dengan kelompok kelompok positif, undur-undur darat dan rosela sedangkan kelompok undur-undur darat menunjukkan kondisi jaringan hati yang lebih baik dari

kelompok Skoring Normal 0.30a Positif 0.50a Negatif 1.70c

Undur-undur darat 0.70a Propolis 1.20b Rosela 0.70a

13  

rosela, tetapi tidak lebih baik dari kelompok positif. Dengan demikian, berdasarkan analisis ALT/AST dan histopatologi hati dapat disebutkan bahan dengan potensi hepatoprotektor dari yang berpotensi baik ke buruk adalah undur-undur darat, temulawak, rosela, kemudian propolis

Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan menggunakan berbagai macam dosis untuk mengetahui dosis optimum dari bahan hepatoprotektif tersebut, terutama undur-undur darat karena undur-undur darat yang paling berpotensi berdasarkan hasil penelitian. Preparasi dan bentuk sediaan bahan sebagai suplemen hepatoprotektif juga perlu dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA

Adji P. 2003. Daya antioksidasi saponin akar

kuning (Archangelisia flava (L) Merr.) sebagai mekanisme hepatoprotektor pada tikus yang diberi parasetamol [Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Arakawa H, Kodama H, Matsuoka N,

Yamaguchi I. 1996. Stress increases plasma activity in rats: differential effects of adrenergic and cholinergic blockades. J Pharmacol Experiment Therapeutics 280(3):1296-1303.

Arezk. 2007. Alternatif hobby yang bernilai bisnis. http://microsia.com/2007/ 03/04/ alternatif hobby yang bernilai bisnis. Html. [27 Februari 2007].

Bankova VS, De Castro SL, dan Marcucci

MC. 1999. Propolis: recent advances in chemistry and plant origin. J. Apidologie 31:3-15.

Bergmeyer HU., dan Bernt E. 1971. Methods

of Enzimatis Analysis. New York: Academic Press.

Botz et al. 2003. Effect of slope and particle

size on ant locomotion: implications for choice of substrate by sand dragons. J. Kans. Entomol. Soc. 76:426-435.

Boyer Rodney. 2002. Concepts in Biochemistry Second Eedition. Singapura: ooks Cole.

Brick J. 2004. Medical consequences of alcohol. www.rutgers-uni.ac.us. [10 Juni 2007].

Burdock GA. 1998. Review of the biological

properties and toxicity of bee propolis (propolis). Food Chem Toxicol 36: 347-363.

Chinthapally V, Rao, Valhalla NY. 1993.

Propolis. Medical Journal 53:1482-1488. Chounta et al. 2003. Cholestatic liver injury

after glimepiride therapy. Journal of Hepatology 42:944-946.

Fearnley J. 2001. Bee Propolis Natural

Healing from the Hive. London: Souvenir Press.

Gan S et al.1980. Farmakologi dan Terapi

edisi ke-2. Jakarta: UI Press. Gaspersz V. 1991. Metode Perancangan

Percobaan. Bandung: Armico. Girindra A. 1989. Biokimia Patologi Hewan.

Bogor: PAU IPB.

Gonzalez FJ. 2001. The use of gene knockout mice to unravel the mechanisms of toxicity and chemical carcinogenesis. Toxicology Letters 120:199–208.

Harborne. 1987. Metode Fitokimia, Penuntun

Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Bandung: Penerbit ITB.

Hidajati N, Soetjipto, Maruf A. 2003. Peranan

antioksidan bawang putih (Allium sativum) sebagai hepatoprotektor. J Penelitian Medika Eksakta 4: 38-34.

Koolman J, Rohm KH. 2001. Atlas Berwarna

dan Teks Biokimia. Septelia I Wanandi, penerjemah. Jakarta: Hipokrates. Terjemahan dari: Color Atlas of Biochemistry.

Laksmayanti M. 2007. Potensi antibakteri

propolis lebah madu trigona spp. terhadap bakteri kariogenik (Streptococcus mutans) [skripsi]. Bogor: Fakultas matematika dan

14  

Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Lee WM. 1995. Drug-induced hepatotoxicity.

Med Progress 333(17):1118-1127. Liang, O. B., Y. Apsarton, T. Widjaja dan S.

Puspa. 1985. Beberapa aspek isolasi, identifikasi dan penggunaan komponen-komponen C. xanthorriza ROXB dan C. domestica. Prosiding Simposium Nasional Termulawak. Bandung. 101-116.

Mason RP, Fischer V. 1986. Free radicals of

acetaminophen: their subsequent reactions and toxicological significance. Fed Proc. 45(10):2493-2499.

Mitchell JR et al. 1973. Acetaminophen

induced hepatic necrosis I. Role of drug metabolism. J Pharmacol Experiment Therapeutics 187(1):185-194.

Moore M et al. 1985. The toxicity of

acetaminophen and N-acetyl-p-benzoquinone imine in isolated hepatocytes is associated with thiol depletion and increased cytosolic Ca2+. J Biol Chem. 260(24):13035-13040.

Murugesh KS, Yeligar VC, Maiti BC, Maity

TK. 2005. Hepatoprotective and antioxidant role of Berberis tinctoria lesch leaves on paracetamol induced hepatic damage in rats. Iranian J Pharmacol Therapeutics (IJPT) 4(1):64-69.

Pilichos C, Perrea D, Demorakou M, Preza A, Donta I. 2004. Management of carbon tetrachloride-induced acute liver injury in rats by syngeneic hepatocyte transplantation in spleen and peritoneal cavity. World J Gastroenterol 10(14):2099-2112.

Prometta et al. 2006. Aqueous extract of the

calyces of Hibiscus subdariffa Linn: effects on hepatic cytochrome P450 and subacute toxicity in rats. Thai J Pharm. Sci. 30: 8-18.

Rukmana R. 1995. Temulawak: Tanaman

rempah dan obat. Yogyakarta: Kanisius. Salatino A, Erica WT, Giuseppina N, Dejair

M. 2005. Origin and chemical variation of

brazilian propolis. Evid Base Complement Alternat Med. 2(2):33-38.

Sastrowardoyo W, Sudjarwo SA. 2004.

Potensi ekstrak buah mengkudu (Morinda citrifolia) sebagai hepatoprotektor pada mencit yang diberi parasetamol. J Penelitian Medika Eksakta 5: 182-190.

Sedarnawati Y, Imaizumi K, Sugano M. 1991. Effects of an Indonesian medicinal plant, Curcuma xanthorrhiza Roxb., on the levels of serum glucose and triglyceride, fatty acid desaturation, and bile acid excretion in streptozotocin-induced diabetic rats. Agric Biol Chem. 55 (12): 3005-3010.

Soebiantoro W. 1985. Penelitian

Pendahuluan Tentang Hepatotoksitas Rhizoma Curcumae javanica (temulawak) pada Ayam. Malang: Umiversitas Brawijaya.

Yen GC, Hui YC. 1995. Antioxidant activity of various extract in relation of their antimutagenicity. J Agric.Food Chem. 43 :27-32.

Zimmerman,H.J. 1978, Hepatotoxicity. New

York: Appleton Century Crofts.

  

   

LAMPIRAN

16  

Lampiran 1 Alur penelitian

tikus putih galur Sprague-Dawley berumur 2 bulan berbobot 160-200 g

aklimatisasi selama 2 minggu

pengelompokan

I

kontrol

normal

n=3

II

kontrol

positif

n=3

IV

Perlakuan

(undur-undur

darat)

V

Perlakuan

(propolis)

n=3

VI

Perlakuan

(rosela)

n=3

pengamatan sebelum dan selama perlakuan

Bobot badan

Tingkah laku

Kondisi

fisik

pengambilan darah pengukuran aktivitas AST/ALT

nekropsi pembuatan preparat histopatologi hati

Hari ke-7 dan

Hari ke-14

Hari ke-35

Hari ke-0

pengambilan darah pengukuran aktivitas AST/ALT

III

kontrol

negatif

n=3

17  

Lampiran 2 Rancangan percobaan

 

 

 

 

 

 

 

Kelompok percobaan

Pakan standar

+ akuades

selama 35 hari

 

Pakan standar

+ akuades

+ parasetamol 500 mg/kg

BB selama 14

hari + ekstrak propolis

dosis 0.02 ml/kg BB selama 21

hari berikutnya

Pakan standar +

akuades +

parasetamol 500 mg/kg

BB selama 14

hari +

temulawak (42.86m g/kg BB) selama

21 hari berikutnya

Pakan standar

+ akuades

+ parasetamol 500 mg/kg

BB 14 hari

+ undur-undur darat dengan

dosis 10 mg/kg BB selama 21

hari berikutnya

Kelompok I Kelompok II Kelompok III  Kelompok IV Kelompok V

Pakan standar

+ akuades

+ parasetamol 500 mg/kg

BB selama 14

hari +

air rebusan rosela dosis 6 ml/kg BB @ 0.11mg/ml selama 21

hari berikutnya

 

Pakan standar +

akuades +

parasetamol 500 mg/kg BB selama 14 hari

+ akuades

selama 21 hari berikutnya

 Kelompok VI

18  

Lampiran 3 Pengukuran aktivitas enzim ALT dan AST

 

 

 

 

 

 

 

 

 

pereaksi 1

2 ml darah

sentrifus pada 3000 rpm selama 15 menit

100 μl supernatan (serum)

1 ml 4 ml

dihomogenkan

simpan dalam botol gelap bertutup pada suhu 2-8 ˚C

1 ml campuran pereaksi

inkubasi pada suhu 37 ˚C selama 15 menit

ukur absorban pada λ=340 nm tiap menit selama 3 menit

pereaksi 2

19  

Lampiran 4 Perhitungan dosis

Dosis pemberian parasetamol

Dosis yang digunakan : 500 mg/kg BB Pembuatan larutan stok : 1 tablet @ 500 mg dilarutkan dalam 5 ml akuades (100 mg/ml) Konversi dosis untuk tikus (ex: 200 g) 200 g x 500 mg = 100 mg ≈ 1 ml larutan 1000 g

Dosis pemberian temulawak

Dosis pengobatan : 3 x 2 kapsul @ 500 mg serbuk temulawak (3 g) Asumsi bobot badan manusia : 70 kg Perhitungan dosis : Pembuatan larutan stok :

Dosis per kg BB = 3000 mg = 42,86 mg/kg BB 70 kg Konversi dosis untuk tikus (ex: 200 g) 200 g x 42,86 mg = 8,57 mg ≈ 0,0086 g ≈ 0,9 ml larutan 1000 g

Dosis pemberian undur-undur darat

Dosis pengobatan :10 mg/kg BB Dosis larutan : 10 mg undur-undur darat dilarutkan dalam 5 ml akuades (2 mg/ml) Artinya 2 mg undur-undur darat yang dicekok, dicekok dengan 1 ml larutan.

Konversi dosis untuk tikus (ex: 200 g): 200 g x 10 mg = 2 mg = 1 ml larutan 1000 g

Dosis pemberian propolis

Dosis pengobatan : 0.02 ml/kg BB

Konversi dosis untuk tikus (ex: 200 g): 200 g x 0.02 ml = 0.004 ml 1000 g

Dosis pemberian rosela

Dosis pengobatan : 6 ml/kg BB @ 0.11 mg/ml Konversi dosis untuk tikus (ex: 200 g): 200 g x 6 ml = 1.20 ml 1000 g

20  

Lampiran 5 Pembuatan sediaan histopatologi

Pengambilan organ hati   

Fiksasi (Perendaman dalam BNF 10% selama 6-48 jam)

 

Dehidrasi (Penghilangan air dengan etanol 70%, 80%, 96%, absolut I, absolut II masing-

masing selama 2 jam)

Clearing (Penghilangan etanol dengan xilol I dan xilol II @ 40 menit)

Embedding (Penanaman jaringan dalam parafin)

Sectioning (Pengirisan dengan mikrotom setebal 2 μm)

Mounting (Penempelan jaringan kaca objek)

Staining (Pewarnaan Haematoxylin-Eosin)

Permounting (Penetesan dengan permounting medium lalu ditutup dengan kaca penutup)

21  

Lampiran 6 Pewarnaan Haematoxylin-Eosin

Xilol I (2 menit)

Xilol II (2 menit)

Etanol absolut (2 menit)

Etanol 90% (1 menit)

Etanol 80% (1 menit)

Cuci dengan air (1 menit)

Pewarna Mayers-Haematoxylin (8 menit)

Cuci dengan air (30 detik)

LiCl (15-30 detik)

Cuci dengan air (2 menit)

Pewarna Eosin (2-3 menit)

Cuci dengan air (30-60 detik)

Etanol 95% (10 kali celupan)

Etanol absolut II (10 kali celupan)

Etanol absolut I (2 menit)

Xilol I (1 menit)

Xilol II (2 menit)

Angin-anginkan beberapa menit

Cairan permounting + kaca penutup

22  

Lampiran 7 Hasil analisis aktivitas AST (U/L)

Kel/hari 0 7 14 35

Normal 1 30.15 101.27 267 94.28

Normal 2 15.19 161.51 393 67.22

Normal 3 123.97 234 103.89

rerata 22.67 128.9167 298 88.46333

Positif 1 55.6 45.4 255 114.36

Positif 2 20.2 121.35 357 125.71

Positif 3 194 530 90.79

rerata 37.9 120.25 380.6667 110.2867

Negatif 1 21.45 240.95 321 141.43

Negatif 2 55.12 219 258 144.05

Negatif 3 158.89 399 129.2

rerata 38.289 206.28 326 138.2267

Undur-undur darat 1 25.81 27.06 339 92

Undur-undur darat 2 22.58 128.33 213 97

Undur-undur darat 3 123.09 273 103

rerata 24.195 92.82667 275 97.33333

Propolis 1 80.03 116.98 228 99

Propolis 2 19.08 159.76 88

Propolis 3 168.49 363 86

rerata 49.555 148.41 295.5 91

Rosela 1 40.19 127.46 225 82

Rosela 2 43.42 6.98 252 108

Rosela 3 128.9167 240 84

rerata 41.805 87.78556 239 91.33333

23  

Lampiran 8 Hasil analisis aktivitas ALT (U/L)

Kel/hari 0 7 14 35 Normal 1 12.22 84.68 87 48.02

Normal 2 34.05 12.22 204 31.43

Normal 3 78 40.16

rerata 23.135 48.45 123 39.87

Positif 1 59.36 43.65 132 49.76

Positif 2 20.08 84.68 135 89.05

Positif 3 88.17 228

rerata 39.72 72.16667 165 69.255

Negatif 1 20.95 63.73 120 79.44

Negatif 2 55.87 13.1 228 123.59

Negatif 3 144 65.48

rerata 38.41 38.415 164 89.50333

Undur-undur darat 1 28.81 63.73 363 53

Undur-undur darat 2 20.08 143.17 91 53

Undur-undur darat 3 88.17 186 47

rerata 24.445 98.35667 213.3333 51

Propolis 1 80.73 39.29 108 44

Propolis 2 20.08 85.55 45

Propolis 3 95.16 123 54

rerata 50.405 73.33333 115.5 51

Rosela 1 41.9 103.89 147 40

Rosela 2 45.4 13.1 111 48

Rosela 3 130.08 93 43

rerata 43.65 82.35667 117 43.66667

24  

   

Lampiran 9 Bobot badan hewan uji selama percobaan Kel/hari 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

N1 216.5 217.8 218.2 215.7 219.2 220.9 222 213.8 223.1 222.7 221.3 N2 208.3 210.1 215 213.9 214.2 214.9 217.5 211.2 213.8 218.5 218.6 N3 195.8 196.1 196.7 192.5 194 195.2 200.2 188.6 192.1 193 187.6

rerata 206.8667 208 209.9667 207.3667 209.1333 210.3333 213.2333 204.5333 209.6667 211.4 209.1667 1+ 241.6 237 239.2 234.8 240.7 243.1 242.8 232 241.7 237 241.6 2+ 187.1 189 186.6 181.5 186.8 187.9 187.6 177.2 183.6 183.5 184.5 3+ 230.8 229.2 234.9 234.5 236.8 241.3 238.4 228.9 237.1 230.9 234.1

rerata 219.8333 218.4 220.2333 216.9333 221.4333 224.1 222.9333 212.7 220.8 217.1333 220.0667 1- 188.5 186.1 185.1 184 185 185 189.6 179.5 180.8 183 183.4 2- 198 191.1 197 193.2 194.3 193.7 192.1 190.3 187.6 180.7 181.7 3- 193.7 187.8 189 193.7 193.1 187.4 188.9 181.7 182.7 179.8 177.3

rerata 193.4 188.3333 190.3667 190.3 190.8 188.7 190.2 183.8333 183.7 181.1667 180.8 1.1 223.1 216.2 208.7 206.3 207.4 156.8 157.2 145.6 151.5 154 148.9 1.2 230.5 229 231.6 231.8 227.2 231.2 228.8 212 221.3 219.6 212.2 1.3 238.8 235.7 236.6 239.8 235 237.8 239.4 221.5 234.2 233.4 232.1

rerata 230.8 226.9667 225.6333 225.9667 223.2 208.6 208.4667 193.0333 202.3333 202.3333 197.7333 2.1 161.5 156.8 157.4 155.6 156.5 213.4 210.2 210.3 209.8 209.7 211 2.2 176.4 174.4 176.6 179.2 178 180.5 180.8 172.4 177.7 174 177.1 2.3 246.2 228.9 219.1 214.1 211.8 224.1 222.1 217.5 221 219.1 204.1

rerata 194.7 186.7 184.3667 182.9667 182.1 206 204.3667 200.0667 202.8333 200.9333 197.4 3.1 161.8 158.8 156.2 158 157.8 158.4 158.2 156.5 155.5 151.3 151.7 3.2 171.4 151.1 151.4 152 152 155.6 155.2 153.4 155.1 156.5 155.1 3.3 152 165.9 159 161.7 164.4 165 163.7 161.2 158.8 163.4 162.6

rerata 161.7333 158.6 155.5333 157.2333 158.0667 159.6667 159.0333 157.0333 156.4667 157.0667 156.4667 Keterangan: N: kelompok normal, +: positif, -: negatif, 1: undur-undur darat, 2: propolis, 3: rosela

25  

Lampiran 9 (lanjutan) Kel/hari 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23

N1 225.1 230.2 232.8 224.6 227.3 229.3 223.2 234.8 130.5 231.4 243.7 242 N2 217 219.6 224.3 215.9 220.2 220 234.5 226.2 222 227.6 231.7 226.8 N3 191.3 184.8 192.6 191.2 179.8 190.2 190.5 191.8 193.7 188.3 187.2 191.4

rerata 211.1333 211.533333 216.566667 210.5667 209.1 213.1667 216.0667 217.6 182.0667 215.7667 220.8667 220.0667 1+ 242.3 245.6 250.4 251.3 253.5 258.2 261.8 265.8 267.5 265.4 272 273.6 2+ 180.1 187.8 187.3 188.3 187.9 189.8 190.5 194.5 195.5 194.3 199.5 187.1 3+ 238.8 239.5 244.7 247.4 249.1 254.3 244.4 245.7 249.9 252.7 250.8 257.5

rerata 220.4 224.3 227.466667 229 230.1667 234.1 232.2333 235.3333 237.6333 237.4667 240.7667 239.4 1- 181.6 183.5 184 179.6 183.7 187.7 191.1 191 192.8 198.7 193.5 199 2- 177.3 184.3 181.5 181.3 187.4 192.3 198.6 200.1 207.5 209.2 208.7 207.2 3- 178.5 181.3 179.5 182.1 184.1 184.6 185.5 185.7 191.5 187.8 195.5 197

rerata 179.1333 183.033333 181.666667 181 185.0667 188.2 191.7333 192.2667 197.2667 198.5667 199.2333 201.0667 1.1 154.1 157 156.1 156.6 156.4 166 166.5 165.4 164.6 171 165.8 176.3 1.2 218.7 220.8 220.1 217.3 219.8 223.8 227.9 223.9 224.4 227.7 228.9 231.7 1.3 234.5 231.9 233.8 229.9 232.6 239.3 237.2 236.8 238.8 246 252.8 247.1

rerata 202.4333 203.233333 203.333333 201.2667 202.9333 209.7 210.5333 208.7 209.2667 214.9 215.8333 218.3667 2.1 196.7 193.3 189.5 187.6 185.9 191 185.1 193.7 204.3 202 206.1 191.9 2.2 174.7 175.7 177.2 173.5 177.9 177.9 182.7 184.9 186.9 190 190.6 186.9 2.3 196.8 195.2 198.7 196.6 205.8 208 206.3 209 219.1 220.2 219 229.7

rerata 189.4 188.066667 188.466667 185.9 189.8667 192.3 191.3667 195.8667 203.4333 204.0667 205.2333 202.8333 3.1 146.7 149.8 150.5 148.2 150.2 155.2 155.3 155.4 160 154.3 161.7 164.2 3.2 153.5 155.5 156.1 157.5 156 157.5 159.3 160.2 161.8 164.1 173.8 165 3.3 163.5 164.3 164.2 166 165.3 171.9 172.7 174 173.1 177.8 180.5 182.5

rerata 154.5667 156.533333 156.933333 157.2333 157.1667 161.5333 162.4333 163.2 164.9667 165.4 172 170.5667 Keterangan: N: kelompok normal, +: positif, -: negatif, 1: undur-undur darat, 2: propolis, 3: rosela

26  

Lampiran 9 (lanjutan) Kel/hari 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35

N1 240.2 247.5 244.7 252.7 253.3 250.1 245.4 249.4 251.9 257.1 253.8 292.4 N2 228.5 235 231.4 235.9 240.8 238.7 240.7 241.1 240.7 241.5 241.8 254 N3 202.1 196.9 196.4 193.3 191.7 201.2 198.7 197.2 201.2 202.8 200.1 201.8

rerata 223.6 226.466667 224.166667 227.3 228.6 230 228.2667 229.2333 231.2667 233.8 231.9 249.4 1+ 275.3 277 275.8 281.7 281.6 277.9 278.3 279.4 281.1 285 285.4 191.6 2+ 195.2 194.8 189 194.9 193.1 192.7 196.1 193.4 194.7 197.5 196.6 248.4 3+ 267 266.5 269.4 271.8 279.7 283.1 285.2 285.5 281.8 285.6 287.7 287.6

rerata 245.8333 246.1 244.733333 249.4667 251.4667 251.2333 253.2 252.7667 252.5333 256.0333 256.5667 242.5333 1- 199.7 199 202.7 202.1 206.5 205.7 205.1 205 191.7 205.8 203.7 208.4 2- 209.5 209.8 211.3 215.6 217.7 222.3 225 226.7 212.2 220.8 225.2 231.1 3- 199.2 196.1 200.9 204 201.8 205.8 205.8 203.7 209.7 208.5 209.5 210.4

rerata 202.8 201.633333 204.966667 207.2333 208.6667 211.2667 211.9667 211.8 204.5333 211.7 212.8 216.6333 1.1 179.2 180.5 181.1 178.1 229.5 235.2 240.7 237.4 242.8 243.1 238.3 241.3 1.2 234.5 237.1 238.9 228.6 182.7 183.3 188 188.7 193.7 192.6 189.3 196 1.3 252.9 254.3 255 245.8 246.5 254.3 254.8 250.3 264.1 260.5 251.2 259.3

rerata 222.2 223.966667 225 217.5 219.5667 224.2667 227.8333 225.4667 233.5333 232.0667 226.2667 232.2 2.1 209.9 208.1 205.5 209.3 212.2 220.9 221.8 221 228 229.1 224.2 225.2 2.2 196.8 196.8 200.1 198.1 200.4 203 205 203.5 206.9 206.9 203.3 205.9 2.3 226.3 232.9 231.5 228.5 239.3 250 252.9 256.7 257.8 263.3 255.2 259.8

rerata 211 212.6 212.366667 211.9667 217.3 224.6333 226.5667 227.0667 230.9 233.1 227.5667 230.3 3.1 164 165.9 165.3 163.6 166.7 170.3 170 170.1 171.3 168.1 167.6 167.4 3.2 194.5 168.8 170.2 170.7 174.4 174.8 171.7 177.4 177.6 179 180.8 174.8 3.3 182.9 188 189.2 187.3 192.9 197.5 197 199.8 203.6 203.4 204.9 208.4

rerata 180.4667 174.233333 174.9 173.8667 178 180.8667 179.5667 182.4333 184.1667 183.5 184.4333 183.5333 Keterangan: N: kelompok normal, +: positif, -: negatif, 1: undur-undur darat, 2: propolis, 3: rosela