44
Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat Tugas Ujian Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman Disusun Oleh: RAHAYU ASMARANI PEMBIMBING: dr. M. Khairul Nuryanto, M. Kes

PR Dr. Khairul Edit

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ikm

Citation preview

Page 1: PR Dr. Khairul Edit

Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat Tugas Ujian Fakultas KedokteranUniversitas Mulawarman

Disusun Oleh:RAHAYU ASMARANI

PEMBIMBING:dr. M. Khairul Nuryanto, M. Kes

LABORATORIUM ILMU KESEHATAN MASYARAKATFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MULAWARMAN

SAMARINDA2015

Page 2: PR Dr. Khairul Edit

Upaya Kesehatan Matra

Istilah matra diarahkan pada kondisi lingkungan yang berubah bermakna

yang mempengaruhi tingkat kesehatan seseorang atau kelompok. Lingkungan

tersebut bisa terjadi di darat (lapangan), laut maupun udara.

Kondisi matra akibat lingkungan yang berubah bermakna ini bisa terjadi

karena sudah direncanakan maupun tidak direncanakan.

Aktivitas Matra Lapangan yang direncanakan : Haji, Transmigrasi,

Berkemah, Perjalanan mudik lebaran, berkumpulnya penduduk saat festival

ataupun acara-acara keagamaan, perjalanan wisata, kegiatan bawah tanah, dan

kegiatan lintas alam.

Matra laut : Penyelaman, pelayaran, dan kehidupan laut lepas pantai.

Matra Udara : Penerbangan dan kegiatan kedirgantaraan lainnya

Kondisi matra yang tidak direncanakan : Lingkungan pengungsian akibat

terjadinya bencana, gangguan kamtibmas maupun krisis lainnya.

Kesehatan Matra dimaksudkan sebagai upaya terorganisasi untuk

meningkatkan kemampuan fisik dan mental guna mengatasi masalah kesehatn

akibat lingkungan yang berubah bermakna.

Upaya Kesehatan meliputi Promosi, pencegahan, pengobatan, dan rehabilitasi

sebagaimana upaya kesehatan pada umumnya.

Upaya kesehatan matra terbagi dalam kesehatan matra lapangan, kesehatan

matra kelautan dan bawah air serta kesehatan matra kedirgantaraan sebagaimana

isi Kepmenkes No. 215/2004 tentang Pedoman Kesehatan Matra.

Upaya Kesehatan Matra Lapangan

Kesehatan Haji

Kesehatan Transmigrasi

Kesehatan dalam Penanggulangan Korban bencana

Kesehatan Bumi Perkemahan

Kesehatan Situasi Khusus

Kesehatan Lintas Alam

Page 3: PR Dr. Khairul Edit

Kesehatan Bawah Tanah

Kesehatan Matra Lapangan yang menjadi domain TNI – Polri yaitu

Kesehatan dalam Penanggulangan Gangguan Kamtibmas (Polri) dan Kesehatan

dalam operasi dan Latihan militer didarat (TNI-AD)

Kesehatan Kelautan dan Bawah Air

Kesehatan Pelayaran

Kesehatan Lepas Pantai

Kesehatan Penyelaman dan Hiperbarik

Kesehatan Matra laut yang dilaksanakan oleh TNI-AL adalah kesehatan dalam

operasi dan latihan militer di laut.

Kesehatan Matra Kedirgantaraan

Upaya Kesehatan Penerbangan

Kesehatan olahraga dirgantara

Kesehatan Ruang Angkasa

Kesehatan Matra kedirgantaraan yang dilaksanakan TNI-AU adalah

kesehatan dalam operasi dan latihan militer di dirgantara

Upaya Kesehatan Matra yang berkaitan operasi tempur dan latihan milter serta

upaya kesehatan matra yang berkaitan dengan gangguan kamtibmas tidak

dilaksanakan oleh KemKes melainkan oleh TNI-Polri. Upaya Kesehatan haji

dikelola tersendiri oleh Subdit Kesehatan Haji mengingat besarnya populasi,

dilaksanakan rutin setiap tahun serta karena kompleksnya masalah kesehatan.

Subdit Kesehatan Matra melaksanakan upaya kesehatan matra lainnya. Kecuali

kesehatan bawah tanah dan kesehatan lintas alam, upaya lainnya sudah memiliki

pedoman atau juknis.

Landasan Hukum

Kesehatan Matra masuk dalam institusi Kementerian Kesehatan sejak

ditetapkannya UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan sebagai Upaya

Kesehatan yang ke 15.

Kesehatan matra termasuk salah upaya yang didesentralisasikan sehingga berlaku

ketentuan otonomi daerah.

Page 4: PR Dr. Khairul Edit

Adapun UU yang menjadi Dasar Kesehatan Matra :

UU No. 4/1984 tentang wabah

UU No. 36/2009 tentang kesehatan

UU No. 32/2004 tentang otonomi daerah

PP No. 40/1991 tentang penanggulangan wabah penyakit menular

Kepmenkes No. 1215/2001 tentang pedoman Kesehatan Matra

Permenkes No. 1575/2005 tentang Organisasi & Tatalaksana Kemkes

- Tujuan dan Sasaran

Tujuan

Tujuan yang tercantum dalam pedoman kesehatan matra (Kepmenkes

215/2004) adalah “ Meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan

masyarakat dalam menghadapi kondisi matra agar tetap sehat”. Bila upaya

kesehatan matra telah berjalan maka tujuan dapat lebih dioperasionalkan

dengan sasaran epidemiologis menjadi “menurunkan angka kesakitan,

kecacatan dan kematian akibat kondisi matra”.

Sasaran

Sasaran kesehatan matra adalah meningkatnya kesehatan penduduk

dalam kondisi matra serta menurunnya angka kesakitan, kecacatan dan

kematian penduduk akibat kondisi matra melalui proses pelaksanaan

kegiatan yang terorganisasi lintas program dan lintass sektor dengan

melibatkan swasta dan masyarakat memalui kemitraan yang dinamis.

- Kebijakan dan Strategi

Kebijaksanaan :

Dilaksanakan sesuai aspek legal sebagaimana landasan hukum diatas

Guna memperoleh dukungan perlu dilakukan advokasi dan sosialisasi

Penyelenggaraannya disesuaikan dengan kondisi matra setempat

Pengembangan SDM hingga ke tingkat masyarakat yang berada dalam

kondisi matra

Logistik diperlukan untuk pelayanan kesehatan dan unsur pendukung

lainnya

Page 5: PR Dr. Khairul Edit

Melaksanakan koordinasi dan jejaring kerja dengan mitra terkait

Menyediakan informasi melalui surveilans dan pemanfaatan teknologi

Melaksanakan monitoring dan evaluasi agar kegiatan mencapai sasaran

Pengembangan pembiayaan melalui mobilisasi di pemerintahan maupun

di luar pemerintahan

Strategi :

- Pelembagaan

Suatu upaya kesehatan dikatakan telah melembaga di unit kesehatan bila

memiliki fungsi, ada tenaga pengelola serta memiliki kegiatan yang

dilengkapi anggaran.

Pendekatan Kegiatan

Pendekatan operasional didasarkan diarahkan pada 3 hal yaitu :

Peningkatan Kapasitas : pelatihan petugas dan masyarakat, penyediaan

komponen input (peralatan dan logistik), koordinasi dan kemitraan.

Pelayanan Kesehatan : Promosi, pencegahan, pengobatan dan rehabilitasi bagi

penduduk yang berada dalam kondisi matra.

Surveilans : untuk mengetahui faktor resiko dan penyakit akibat kondisi

matra.

Pangembangan kegiatan

Intensifikasi : Meningkatkan upaya yang sudah ada namun belum atau sedang

berkembang (kesehatan penerbangan, kesehatan pelayaran dan lepas pantai).

Ekstensifikasi : Memperlebar kegiatan yang sudah berjalan dengan

melibatkan program, sektor dan swasta terkait (kesehatan transmigrasi,

kesehatan situasi khusus, kesehatan bumi perkemahan, kesehatan

penanggulangan bencana, kesehatan penyelaman).

Inovasi : diarahkan pada kondisi matra spesifik yang tidak dilaksanakan unit

lain (antara lain kesehatan perjalanan/ wisata). Inovasi juga dilaksanakan

untuk mengisi upaya kesehatan matra yang sudah berjalan.

Pengembangan awal : dilakukan untuk kesehatan bawah tanah dan kesehatan

lintas alam manakala kondisi sudah memungkinkan.

Page 6: PR Dr. Khairul Edit

Program Kesehatan Haji

Tujuan : meningkatkan kondisi kesehatan calon /jemaah haji Indonesia serta

terbebasnya masyarakat Indoneesia/Internasional dari transmisi penyakit

menular yang mungkin terbawa keluar/masuk oleh calon/jemaah haji

Indonesia

Target program kesehatan haji

Puskesmas : pemeriksaan, rujukan dan pembinaan kesehatan sesuai

dengan standar dan prosedur

Cakupan pemeriksaan calon jemaah haji : 100%

Cakupan tes kesehatan calon jemaah haji wanita PUS : 100%

Cakupan imunisasi meningitis meningokokus tetravalent: 100%

Cakupan pelacakan K3JH : 100%

Kesehatan adalah modal dalam perjalanan ibadah haji. Tanpa kondisi

kesehatan yang memadai, niscaya pencapaian ritual peribadatan menjadi tidak

maksimal. Oleh karena itu setiap jemaah haji perlu menyiapkan diri agar memiliki

status kesehatan optimal dan mempertahankannya. Salah satu upaya yang

dilakukan adalah dengan pemeriksaan kesehatan jemaah haji sebelum

keberangkatannya ke Arab Saudi. Agar mencapai tujuan, maka pemeriksaan

kesehatan yang dilakukan pada jemaah haji sebelum keberangkatan harus dapat

memprediksi risiko kesakitan dan kematian saat melakukan perjalanan ibadah

haji. Risiko kesakitan dan kematian ini selanjutnya dikelola dengan tujuan

menurunkan angka kesakitan dan kematian jemaah haji selama perjalanan ibadah

haji.

Mengingat dan memperhatikan hal-hal tersebut di atas, penetapan baku mutu

pemeriksaan kesehatan jemaah haji berbasis risiko penyakit dan kematian sebelum

keberangkatan ke Arab Saudi menjadi strategis dan penting. Pemeriksaan

kesehatan jemaah haji sebelum keberangkatan diprioritaskan pada jemaah haji

yang secara epidemiologi memiliki karakteristik berisiko tinggi mendapatkan

kematian sepanjang perjalanan ibadah haji dengan tidak melupakan tujuan

penyelenggaraan kesehatan haji. Tujuan penyelenggaraan kesehatan haji, antara

lain untuk meningkatkan kondisi kesehatan jemaah haji sebelum berangkat,

Page 7: PR Dr. Khairul Edit

menjaga agar jamah haji dalam kondisi sehat selama menunaikan ibadah sampai

ke tanah air, serta mencegah tejadinya transmisi penyakit menular yang mungkin

terbawa keluar / masuk oleh jemaah haji.

Pemeriksaan kesehatan jemaah haji sebelum keberangkatan adalah

pemeriksaan kesehatan pada jemaah haji yang telah mendapatkan nomor porsi dan

telah melunasi Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) pada tahun berjalan,

dilaksanakan di daerah sebelum keberangkatan ke Arab Saudi, yaitu pasca

operasional haji yang baru lalu sampai satu bulan sebelum dimulainya operasional

embarkasi haji tahun berjalan.

Pemeriksaan kesehatan bersifat kontinum dan komprehensif dengan

melaksanakan proses pemeriksaan kesehatan, pengobatan, dan pemeliharaan

kesehatan jemaah haji sesuai standar agar jemaah haji dapat melaksanakan ibadah

haji dengan sebaik-baiknya. Pemeriksaan kesehatan sebelum keberangkatan haji

berfungsi sebagai alat prediksi risiko kesakitan dan kematian.

Sejalan dengan Visi Departemen Kesehatan RI yaitu mewujudkan masyarakat

mandiri untuk hidup sehat yaitu kemandirian dapat dicapai melalui berbagai

upaya antara lain penggunaan alat, metode dan teknologi kesehatan yang tepat

guna, sarana pelayanan kesehatan yang terjangkau oleh masyarakat dan biaya

kesehatan yang terjangkau. Hal tersebut membutuhkan model pembinaan

kesehatan yang terbukti efektif untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat

termasuk jemaah haji.

Substansi Pembinaan dalam Peningkatan Kesehatan jemaah

Pengelolaan Kesehatan Mandiri

Aklimatisasi

Kebugaran Jasmani

Gizi pada jemaah haji

Perilaku hidup bersih dan sehat

Kesehatan penerbangan

Identifikasi dan pengelolaan masalah kes. jiwa

Page 8: PR Dr. Khairul Edit

Pengenalan masalah kesehatan pada Lansia

Pengelolaan Kesehatan pada jemaah Haji yang memiliki penyakit tertentu

MANASIK KESEHATAN HAJI

Penyelenggaraan manasik kesehatan jemaah haji di Puskesmas mencakup

aspek pengetahuan, sikap, dan perilaku dalam beribadah haji yang memenuhi

kaidah beribadah dan kemampuan fisik untuk melakukannya. Manasik kesehatan

merupakan upaya pembinaan holistik yang dilakukan kepada perorangan atau

kelompok calon jemaah haji secara paripurna pada semua tahap penyelenggaraan

ibadah haji sejak calon jemaah haji mendaftar sampai kembali ke Tanah Air.

Manasik kesehatan jemaah haji di Tanah Air berawal dari tingkat Puskesmas.

Setelah dilakukan pemeriksaan kesehatan baik bagi jemaah haji yang sehat

maupun jemaah haji risti setelah dilakukan pemeriksaan rujukan.

1. PEMERIKSAAN KESEHATAN

Pemeriksaan kesehatan merupakan upaya identifikasistatus kesehatan sebagai

landasan karakterisasi, prediksi danpenentuan cara eliminasi faktor risiko

kesehatan. Dengan demikian, prosedur dan jenis-jenis pemeriksaan mesti

ditatalaksana secara holistik. Tahap - tahap pemeriksaan kesehatan calon jemaah

haji:

a. Pemeriksaan Kesehatan tahap I

b. Pemeriksaan Kesehatan tahap II

a. Pemeriksaan Kesehatan Tahap Pertama

Pemeriksaan Kesehatan Tahap Pertama adalah upaya penilaian status

kesehatan pada seluruh jemaah haji, menggunakan metode pemeriksaan medis

yang dibakukan untuk mendapatkan data kesehatan bagi upaya-upaya perawatan

dan pemeliharaan, serta pembinaan dan perlindungan. Pelaksanaan pemeriksaan

dilakukan oleh oleh Tim Pemeriksa Kesehatan di Puskesmas yang ditunjuk oleh

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

Jemaah haji mengajukan permintaan Pemeriksaan Kesehatan untuk

mendapatkan Surat Keterangan Pemeriksaan Kesehatan bagi kelengkapan

Page 9: PR Dr. Khairul Edit

pendaftaran haji. Pemeriksaan kesehatan jemaah haji di Puskesmas sesuai tempat

tinggal/domisilinya.

Hasil pemeriksaan dan kesimpulannya dicatat dalam Catatan Medik dan

ditulis dalam Surat Keterangan Pemeriksaan Kesehatan oleh dokter pemeriksa lalu

diserahkan kepada jemaah sebagai kelengkapan dokumen perjalanan ibadah haji

di Kantor Kementerian Agama. Jemaah haji yang memenuhi syarat dapat segera

diberikan imunisasi Meningitis meningokokus (MM). Pelaksanaannya diatur oleh

Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Dokter mengeluarkan Surat Keterangan

Vaksinasi atau Profilaksis sebagai dasar penerbitan International Certificates of

Vaccination (ICV) oleh Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP).

b. Pemeriksaan Kesehatan Tahap Kedua

Pemeriksaan Kesehatan Tahap Kedua atau Pemeriksaan Lanjut adalah

pemeriksaan tambahan yang dilakukan pada jemaah haji berdasarkan hasil

Pemeriksaan Kesehatan Tahap Pertama dan atau hasil pemeriksaan dalam rangka

perawatan dan pemeliharaan kesehatan yaitu Jemaah haji usia lanjut (60 tahun

atau lebih), jemaah menderita penyakit menular, atau jemaah yang menderita

penyakit yang diperkirakan berpengaruh terhadap kesehatan selama perjalanan

ibadah haji (berisiko tinggi) harus dirujuk ke Pemeriksaan Kesehatan Kedua untuk

mendapat pemeriksaan kesehatan lebih lanjut. Pemeriksaan ini dilakukan segera

setelah diketahui selepas Pemeriksaan Kesehatan Tahap Pertama, dan sudah

selesai selambat-lambatnya satu bulan sebelum operasional embarkasi haji

dimulai.

.

c. Pemeriksaan Khusus

Pemeriksaan khusus adalah jenis pemeriksaan yang dilakukan atas dasar

indikasi medis pada JH yang menderita suatu penyakit, dimana penyakit tersebut

belum dapat ditegakkan diagnosisnya dengan data pemeriksaan pokok dan lanjut.

Jenis pemeriksaan kesehatan bagi Jemaah Haji (JH) dapat dikelompokkan

menjadi pemeriksaan pokok, pemeriksaan lanjut dan pemeriksaan khusus.

Pemeriksaan kesehatan pokok dilakukan secara holistik dengan pemeriksaan

medis dasar harus dilakukan pada semua JH. Data yang diperoleh meliputi

Page 10: PR Dr. Khairul Edit

identitas, riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik (tanda vital, postur, syaraf kranial,

toraks, abdomen), kesehatan jiwa dan laboratorium klinik rutin.

2. BIMBINGAN DAN PENYULUHAN KESEHATAN JEMAAH HAJI

Bimbingan dan penyuluhan kesehatan jemaah haji bertujuan untuk

meningkatkan status kesehatan jemaah dengan cara-cara promotif untuk

meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku hidup bersih dan sehat jemaah haji

agar mampu sehat mandiri, melalui pembelajaran dari, oleh, dan bersama jemaah

haji, sesuai sosial budaya setempat.

Kegiatan bimbingan dan penyuluhan kesehatan jemaah haji dapat dilakukan

melalui penyuluhan dan bimbingan perorangan, penyuluhan dan bimbingan

berkelompok, kemitraan dalam rangka bimbingan dan penyuluhan kesehatan

jemaah haji serta promosi kesehatan haji. Bimbingan dan penyuluhan kesehatan

dilakukan terus menerus dan berkesinambungan secara komprehensif sebelum

keberangkatan, selama perjalanan ibadah haji dan sekembalinya ke tanah air.

Bimbingan dan penyuluhan kesehatan diprioritaskan pada jemaah haji usia

lanjut, jemaah dengan potensi masalah kesehatan (jemaah risiko tinggi), menderita

penyakit menular, dan jemaah haji hamil. Jemaah haji usia lanjut, jemaah dengan

masalah kesehatan, menderita penyakit menular atau hamil diprioritaskan

mendapat kunjungan rumah oleh Puskesmas atau petugas kelompok bimbingan

jemaah haji agar mendapat pemeliharaan kesehatan, bimbingan dan penyuluhan

kesehatan yang memadai.

World Health Organization (WHO) telah memberikan anjuran untuk menjadi

panduan untuk jemaah haji seluruh dunia ke Arab Saudi. Antara anjuran sebelum

berangkat ke Arab Saudi adalah dengan memastikan telah melakukan

pemeriksaan kesehatan terutama jika mempunyai penyakit berat yang dapat terjadi

eksaserbasi sewaktu perjalanan.

Bimbingan dan penyuluhan yang diberikan kepada bakal jemaah haji juga

meliputi pencegahan dan tindakan yang dapat dilakukan untuk menjaga kesehatan

dan memproteksi dari dari penyakit, baik sebelum berangkat, semasa dan setelah

pulang dari mengerjakan haji. Sebelum berangkat lagi para bakal jemaah harus

mengamalkan cuci tangan kerap dengan sabun dan air. Apabila tangan tidak

Page 11: PR Dr. Khairul Edit

kelihatan kotor, hand rub dapat digunakan. Selain itu, memakan makanan yang

selamat dimakan seperti menghindari makanan tidak masak penuh maupun

makanan yang sanitasinya buruk, membasuh buah dan sayuran sebelum makan

dan mengamalkan hieginitas personal yang baik.

Anjuran untuk semasa melakukan Haji antaranya jika jemaah menderita

infeksi pernafasan akut dengan demam dan batuk dianjurkan untuk menghindari

kontak dengan orang lain, menutup mulut dan hidung dengan tisu ketika batuk

atau bersin dan membuang tisu dalam tempat sampah dan mencuci tangan

setelahnya. Jika tidak memungkinkan, dapat batuk atau bersin ke dalam lengan

dalam baju, tetapi tidak pada telapak tangan. Jemaah tersebut juga harus

melaporkan kondisinya kepada petugas kesehatan yang mendampingi kelompok

jemaah hajinya. Jemaah juga disarankan tidak membuat kontak dengan dusun, dan

hewan domestik maupun hewan liar terutamanya unta, lebih-lebih lagi setelah

tersebarnya virus Middle East Respiratory Cyndrome Coronavirus (MERS-CoV).

Selain itu, hindari dari terpapar ke bawah matahari dalam waktu yang lama,

dianjurkan perjalanan pada waktu malam jika memungkinkan, menutup kepala

pada siang hari (dengan menggunakan payung jika memungkinkan) atau tidak

menggunakan bus yang bumbung terbuka, serta meminum air yang banyak

sepanjang hari.

Anjuran setelah setelah melaksanakan haji adalah melakukan pemeriksaan

medis jika mengalami infeksi pernafasan akut dengan demam dan batuk (parah

hingga mengganggu aktivitas harian) dalam waktu 2 minggu setelah pulang.

Jemaah yang kontak erat dengan jemaah atau individu lain yang menderita infeksi

paru akut dengan demam dan batuk dan terinfeksi sama, harus melapor ke petugas

kesehatan untuk pemeriksaan dan monitor untuk infeksi MERS-CoV. Petugas

kesehatan harus peka dengan kemungkinan infeksi MERS-CoV pada jemaah yang

baru pulang dengan infeksi paru akut, terutamanya disertai demam, batuk, dan

penyakit parenkim paru (contohnya pneumonia dan acute respiratorydistress

syndrome).

Imunisasi

Imunisasi adalah upaya menimbulkan atau meningkatkan kekebalan tubuh jemaah

Page 12: PR Dr. Khairul Edit

haji secara aktif sehingga bila terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan sakit

atau sakit ringin. Prioiritas jenis imunisasi saat ini adalah imunisasi meningitis

quadrivalent (ACYW135) bagi semua jemaah, dan influenza sesuai dengan

musim bagi petugas dan jemaah usia lanjut sebagaimana yang telah ditetapkan

oleh Negara Arab Saudi untuk semua negara. Walau bagaimanapun, beberapa

negara lain diharuskan mendapat vaksinasi tambahan antaranya vaksinasi demam

kuning, vaksinasi poliomyelitis.

SISTEM RUJUKAN

Sistem rujukan adalah suatu sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan

yang melaksanakan pelimpahan wewenang dan tanggungjawab atas kasus

penyakit atau masalah kesehatan yang diselenggarakan secara timbal balik, baik

vertical dalam arti dari satu strata sarana pelayanan kesehatan ke strata sarana

pelayanan kesehatan lainnya, maupun horizontal dalam arti antara strata sarana

pelayanan kesehatan yang sama.

Macam-macam rujukan Sesuai dengan jenis upaya kesehatan yang

diselenggarakan oleh puskesmas, ada dua macam rujukan yang dikenal yakni :

1) Rujkan upaya kesehatan perorangan

Cakupan rujukan pelayanan kesehatan perorangan adalah kasus penyakit.

Apabila suatu puskesmas tidak mampu menanggulangi satu kasus penyakit

tertentu, maka puskesmas tersebut wajib merujuknya ke sarana pelayanan

kesehatan yang lebih mampu (baik hotizontal maupun vertical).Sebaliknya

pasien pasca rawat inap yang hanya memerlukan rawat jalan sederhana, bias

dirujuk kembali ke puskesmas.

Rujukan upaya kesehatan perorangan dibedakan atas tiga macam :

a. Rujukan kasus untuk keperluan diagnostik, pengobatan, tindakan medik

(missal operasi) dan lain lain.

b. Rujukan bahan pemeriksaan (spesimen) untuk pemeriksaan

laboratorium yang lebih lengkap.

c. Rujukan ilmu pengetahuan antara lain mendatangkan tenaga yang lebih

Page 13: PR Dr. Khairul Edit

kompeten atau melakukan bimbingan tenaga puskesmas dan atau

menyelenggarakan pelayanan medik spesialis di puskesmas.

2) Rujukan upaya kesehatan masyarakat

Cakupan rujukan pelayanan kesehatan masyarakat adalah masalah

kesehatan masyarakat, misalnya kejadian luar biasa, pencemaran lingkungan

dan bencana. Rujukan pelayanan kesehatan masyarakat juga dilakukan

apabila satu puskesmas tidak mampu menyelenggarakan upaya kesehatan

masyarakat wajib dan pengembangan, padahal upaya kesehatan masyarakat

tersebut telah menjadi kebutuhan masyarakat. Apabila suatu puskesmas tidak

mampu menanggulangi masalah kesehatan masyarakat dan atau tidak mampu

menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat, maka puskesmas wajib

merujuknya ke dinas kesehatan kabupaten atau kota.

Rujukan upaya kesehatan masyarakat dibedakan atas tiga macam :

a. Rujukan sarana dan logistik, antara lain peminjaman peralatan fogging,

peminjaman alat laboratorium kesehatan, peminjaman alat audio visual,

bantuan obat, vaksin, dan bahan bahan habis pakai dan bahan makanan.

b. Rujukan tenaga, antara lain dukungan tenanga ahli untuk penyidikan

kejadian luar biasa, bantuan penyelesaian masalah hokum kesehatan,

penanggulangan gangguan kesehatan karena bencana alam.

c. Rujukan operasional, yakni menyerahkan sepenuhnya kewenangan dan

tanggungjawab penyelesaian masalah kesehatan masyarakat (antara lain

usaha kesehatan sekolah, usaha kesehatan kerja, usaha kesehatan jiwa,

pemeriksaan contoh air bersih) kepada dinas kesehatan kabupaten / kota.

Rujukan operasional diselenggarakan apabila puskesmas tidak mampu

MENENTUKAN PRIORITAS MASALAH

Penentuan prioritas masalah kesehatan adalah suatu proses yang dilakukan

oleh sekelompok orang dengan menggunakan metode tertentu untuk menentukan

urutan masalah dari yang paling penting sampai yang kurang penting

Dalam  menetapkan prioritas masalah ada beberapa pertimbangan yang harus

Page 14: PR Dr. Khairul Edit

diperhatikan, yakni:

1. Besarnya masalah yang terjadi

2. Pertimbangan politik

3. Persepsi masyarakat

4. Bisa tidaknya masalah tersebut diselesaikan

Cara pemilihan prioritas masalah banyak macamnya. Secara sederhana dapat

dibedakan menjadi dua macam, yaitu

Scoring Technique (Metode Penskoran)

Non Scoring Technique

Teknik Non-Skoring

Bila tidak tersedia data, maka cara menetapkan prioritas masalah yang lazim

digunakan adalah dengan teknik non-skorin.

I. Metode Delbeq

Menetapkan prioritas masalah menggunakan teknik ini adalah melalui

diskusi kelompik namun pesertadiskusi terdiri dari para peserta yang

tidak sama keahliannya, maka sebelumnya dijelaskan dahulu sehingga

mereka mempunyai persepsi yang sama terhadap masalah-masalah

yang akan dibahas.

Hasil diskusi ini adalah prioritas masalah yang disepakati bersama.

Caranya

1. Peringkat masalah ditentukan oleh sekelompok ahli yang

berjumlah antara 6 sampai 8 orang

2. Mula-mula dituliskan pada white board masalah apa yang akan

ditentukan peringkat prioritasnya

3. Kemudian masing-masing orang tersebut menuliskan peringkat

urutan prioritas untuk setiap masalah yang akan ditentukan

prioritasnya

4. Penulisan tersebut dilakukan secara tertutup

5. Kemudian kertas dari masing-masing orang dikumpulkan dan

hasilnya dituliskan di belakang setiap masalah

Page 15: PR Dr. Khairul Edit

6. Nilai peringat untuk setiap masalah dijumlahkan, jumlah paling

kecil berarti mendapat peringkat tinggi (prioritas tinggi).

Delbeque menyarankan dilakukan satu kali lagi pemberian peringkat

tersebut, dengan harapan masing-masing orang akan

mempertimbangkan kembali peringkat yang diberikan setelah

mengetahui nilai rata-rata

Tidak ada diskusi dalam teknik ini, yaitu untuk menghindari orang

yang dominan mempengaruhi orang lain

Kelemahan

1. Menentukan siapa yang seharusnya ikut dalam menentukan

peringkat prioritas tersebut

2. Penentuan peringkat bisa sangat subyektif

3. Cara ini lebih bertujuan mencapai konsensus dari interest yang

berbeda dan tidak untuk menentukan prioritas atas dasar fakta

II. Metode Delphi

Masalah-masalah didiskusikan oleh sekelompok orang yang

mempunyai keahlian yang sama. Melalui diskusi tersebut akan

menghasilkan prioritas masalah yang disepakati bersama. Pemilihan

prioritas masalah dilakukan melalui pertemuan khusus. Setiap peserta

yang sama keahliannya dimintakan untuk mengemukakan beberapa

masalah pokok, masalah yang paling banyak dikemukakan adalah

prioritas masalah yang dicari

Caranya

1. Identifikasi masalah yang hendak/ perlu diselesaikan

2. Membuat kuesioner dan menetapkan peserta/para ahli yang

dianggap mengetahui dan menguasai permasalahan

3. Kuesioner dikirim kepada para ahli, kemudian menerima kembali

jawaban kuesioner yang berisikan ide dan alternatif solusi

penyelesaian masalah

4. Pembentukan tim khusus untuk merangkum seluruh respon yang

muncul dan mengirim kembali hasil rangkuman kepada partisipan

5. Partisipan menelaah ulang hasil rangkuman, menetapkan skala

Page 16: PR Dr. Khairul Edit

prioritas/ memeringkat alternatif solusi yang dianggap terbaik dan

mengembalikan kepada pemimpin kelompok/pembuatan keputusan

Teknik Skoring

Pada cara ini pemilihan prioritas dilakukan dengan memberikan score

(nilai) untuk berbagai parameter tertentu yang telah ditetapkan. Parameter

yang dimaksud adalah:

1. Prevalensi penyakit (prevalence) atau besarnya masalah

2. Kenaikan atau meningkatnya prevalensi (rate of increase)

3. Keinginan masyarakat untuk menyelesaikan masalah tersebut (degree

of unmeet need)

4. Keuntungan sosial yang diperoleh bila masalah tersebut diatasi (social

benefit)

5. Teknologi yang tersedia dalam mengatasi masalah (technical

feasibility)

6. Sumber daya yang tersedia yang dapat dipergunakan untuk mengatasi

masalah (resources availibility)

I . Metode Bryant

Terdapat beberapa kriteria yang harus dipenuhi

1. Prevalence : Besarnya masalah yang dihadapi

2. Seriousness : Pengaruh buruk yang diakibatkan oleh suatu

masalah dalam masyarakat dan dilihat dari

besarnya angka kesakitan dan angka kematian

akibat masalah kesehatan tersebut

3. Manageability : Kemampuan untuk mengelola dan berkaitan

dengan sumber daya

4. Community concern: Sikap dan perasaan masyarakat terhadap

masalah kesehatan tersebut

Parameter diletakkan pada baris dan masalah-masalah yang ingin dicari

prioritasnya diletakkan pada kolom. Kisaran skor yang diberikan

adalah satu sampai lima yang ditulis dari arah kiri ke kanan untuk tiap

masalah. Kemudian dengan penjumlahan dari arah atas ke bawah

Page 17: PR Dr. Khairul Edit

untuk masing-masing masalah dihitung nilai skor akhirnya. Masalah

dengan nilai tertinggi dapat dijadikan sebagai prioritas masalah.

Tetapi metode ini juga memiliki kelemahan, yaitu hasil yang didapat

dari setiap masalah terlalu berdekatan sehingga sulit untuk

menentukan prioritas masalah yang akan diambil.

II. Metode Matematik PAHO (Pan American Health Organization)

Disebut juga cara ekonometrik. Dalam metode ini parameter

diletakkan pada kolom dan dipergunakan kriteria untuk penilaian

masalah yang akan dijadikan sebagai prioritas masalah. Kriteria yang

dipakai ialah:

1. Magnitude : Berapa banyak penduduk yang terkena masalah

2. Severity : Besarnya kerugian yang timbul yang ditunjukan

dengan case fatality rae masing-masing

3. Vulnerability : Menunjukan sejauh mana masalah tersebut

4. Community and political concern : Menunjunkan sejauh mana

masalah tersebut menjadi concern atau kegusaran masyarakat dan

para politisi

5. Affordability : Menunjukan ada tidaknya dana yang tersedia

Parameter diletakkan pada baris atas dan masalah-masalah yang

ingin dicari prioritasnya diletakkan pada kolom. Pengisian dilakukan

dari satu parameter ke parameter lain. Hasilnya didapat dari perkalian

parameter tersebut.

III. MCUA (Multiple Criteria Utility Asessment Method)

Pada metode ini parameter diletakkan pada baris dan harus ada

kesepakatan mengenai kriteria dan bobot yang akan digunakan. Metode

ini memakai lima kriteria untuk penilaian masalah tetapi masing-masing

kriteria diberikan bobot penilaian dan dikalikan dengan penilaian

masalah yang ada. Cara untuk menentukan bobot dari masing-masing

kriteria dengan diskusi, argumentasi, dan justifikasi

Kriteria

Page 18: PR Dr. Khairul Edit

1. Emergency : Kegawatan menimbulkan kesakitan atau

kematian

2. Greetes member : Menimpa orang banyak, insiden/prevalensi

3. Expanding scope : Mempunyai ruang lingkup besar di luar

kesehatan

4. Feasibility : Kemungkinan dapat/tidaknya dilakukan

5. Policy : Kebijakan pemerintah daerah /nasional

IV. Metode CARL

Metode CARL merupakan metode yang cukup baru di kesehatan.

Metode CARL juga didasarkan pada serangkaian kriteria yang harus

diberi skor 0 – 10.

1. C = Capability (ketersediaan sumber daya (dana, saran, dan

peralatan)

2. A = Accessibility (kemudahan, masalah yang ada mudah

diatasi atau tidak. Kemudahan dapat didasarkan pada

ketersediaan metode / cara / teknologi serta penunjang pelaksana

seperti peraturan)

3. R = Readiness (kesiapan dari tenaga pelaksana maupun

kesiapan sasaran, seperti keahlian atau kemampuan motivasi)

4. L = Leverage (seberapa besar pengaruh kriteria yang satu

dengan yang lain dalam pemecahan masalah yang dibahas)

V. Metode Reinke

Metode Reinke juga merupakan metode dengan mempergunakan

skor. Nilai skor berkisar 1-5 atas serangkaian kriteria:

1. M = Magnitude of the problem (besarnya masalah yang

dapat dilihat dari % atau jumlah/kelompok yang terkena

masalah, keterlibatan masyarakat serta kepentingan instansi

terkait

2. I = Importancy / kegawatan masalah (tingginya angka

morbiditas dan mortalitas serta kecendrungan dari waktu ke

Page 19: PR Dr. Khairul Edit

waktu)

3. V = Vulnerability (sensitif atau tidaknya pemecahan masalah

dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Sensitifitsnya

dapat diketahui dari perkiraan hasil (output) yang diperoleh

dibandingkan dengan pengorbanan (input) yang dipergunakan

4. C = Cost (biaya atau dana yang dipergunakan untuk

melaksanakan pemecahan masalah. Semakin besar biaya

semakin kecil skornya

VI. Metode USG

Urgency, Seriousness, Growth (USG)  adalah salah satu alat untuk

menyusun urutan prioritas isu yang harus diselesaikan. Caranya dengan

menentukan tingkat urgensi, keseriusan, dan perkembangan isu dengan

menentukan skala nilai 1 – 5 atau 1 – 10. Isu yang memiliki total skor

tertinggi merupakan isu prioritas. Untuk lebih jelasnya, pengertian

urgency, seriousness, dan growth dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Urgency

Seberapa mendesak isu tersebut harus dibahas dikaitkan dengan waktu

yang tersedia serta seberapa keras tekanan waktu tersebut untuk

memecahkan masalah yang menyebabkan isu tadi.

2. Seriousness

Seberapa serius isu tersebut perlu dibahas dikaitkan dengan akibat

yang timbul dengan penundaan pemecahan masalah yang

menimbulkan isu tersebut atau akibat yang menimbulkan masalah-

masalah lain kalau masalah penyebab isu tidak dipecahkan. Perlu

dimengerti bahwa dalam keadaan yang sama, suatu masalah yang

dapat menimbulkan masalah lain adalah lebih serius bila dibandingkan

dengan suatu masalah lain yang berdiri sendiri.

3. Growth

Seberapa kemungkinan-kemungkinannya isu tersebut menjadi

berkembang dikaitkan kemungkinan masalah penyebab isu akan makin

memburuk kalau dibiarkan.

Page 20: PR Dr. Khairul Edit

Struktur Organisasi Puskesmas

Organisasi Puskesmas Susunan organisasi Puskesmas terdiri dari:

a. Unsur Pimpinan : Kepala Puskesmas

b. Unsur Pembantu Pimpinan : Urusan Tata Usaha

c. Unsur Pelaksana :

1. Unit yang terdiri dari tenaga / pegawai dalam jabatan fungsional

2. Jumlah unit tergantung kepada kegiatan, tenaga dan fasilitas tiap daerah

3. Unit terdiri dari: unit I, II, III, IV, V, VI dan VII [ lihat bagan ]

Ringkasan Uraian Tugas:

Kepala Puskesmas:

Mempunyai tugas pokok dan fungsi: memimpin, mengawasi dan

mengkoordinir kegiatan Puskesmas yang dapat dilakukan dalam jabatan

struktural dan jabatan fungsional.

Kepala Urusan Tata Usaha:

Mempunyai tugas pokok dan fungsi: di bidang kepegawaian, keungan,

perlengkapan dan surat menyurat serta pencatatan dan pelaporan.

Unit I:

Mempunyai tugas pokok dan fungsi: melaksanakan kegiatan Kesejahteraan

Ibu dan Anak, Keluarga Berencana dan Perbaikan Gizi.

Unit II:

Mempunyai tugas pokok dan fungsi: melaksanakan kegiatan pencegahan dan

pemberantasan penyakit, khususnya imunisasi, kesehatan lingkungan dan

laboratorium.

Unit III:

Mempunyai tugas pokok dan fungsi: melaksanakan kegiatan Kesehatan Gigi

dan Mulut, Kesehatan tenaga Kerja dan Lansia ( lanjut usia ).

Unit IV:

Mempunyai tugas pokok dan fungsi: melaksanakan kegiatan Perawatan

Kesehatan Masyarakat, Kesehatan Sekolah dan Olah Raga, Kesehatan Jiwa,

Page 21: PR Dr. Khairul Edit

Kesehatan Mata dan kesehatan khusus lainnya.

Unit V:

Mempunyai tugas pokok dan fungsi: melaksanakan kegiatan di bidang

pembinaan dan pengembangan upaya kesehatan masyarakat dan Penyuluhan

Kesehatan Masyarakat.

Unit VI:

Mempunyai tugas pokok dan fungsi: melaksanakan kegiatan pengobatan

Rawat Jalan dan Rawat Inap ( Puskesmas Perawatan ).

Unit VII:

Mempunyai tugas pokok dan fungsi: melaksanakan pengelolaan Farmasi.

Page 22: PR Dr. Khairul Edit
Page 23: PR Dr. Khairul Edit

Pekerjaan Formal dan Informal

Dalam melakukan pekerjaan dapat dibagi atas 2 bentuk pekerjaan yakni pekerjaan

di sektor formal dan informal. Kedua bentuk pekerjaan tersebut memiliki

beberapa ciri.

a. Pekerjaan sektor formal Pekerja sektor formal atau disebut pekerja manajerial

(white collar) terdiri dari tenaga professional, teknisi dan sejenisnya, tenaga

kepemimpinan dan ketatalaksanaan, tenaga tata usaha dan sejenisnya, tenaga

usaha penjualan, tenaga usaha jasa. Untuk bekerja pada sector formal biasanya

membutuhkan tingkat pendidikan yang memadai dan dikenai pajak (Hendri

Saparini dan M. Chatib Basri). Atau secara garis besar pekerja formal adalah

pekerja yang bekerja di sebuah perusahaan, lembaga pemerintah non pemerintah

yang mempunyai struktur organisasi perusahaan.

b. Pekerjaan sektor informal Istilah sektor informal mulai dikenal dunia di awal

tahun 1970‟an dari suatu penelitian ILO di Ghana, Afrika. Sejak saat itu berbagai

definisi dan pengertian dibuat orang. Pengertian yang populer dari pekerjaan

informal pada awalnya adalah sederhana, yakni suatu pekerjaan yang sangat

mudah dimasuki, sejak skala tanpa melamar, tanpa ijin, tanpa kontrak, tanpa

formalitas apapun, menggunakan sumberdaya lokal, baik sebagai buruh ataupun

usaha milik sendiri yang dikelola dan dikerjakan sendiri, ukuran mikro, teknologi

seadanya, hingga yang padat karya, teknologi adaptatip, dengan modal lumayan

dan bangunan secukupnya. Mereka tidak terorganisir, dan tak terlindungi hukum

(Hesti R.Wijaya, 2008). Pekerjaan sektor informal adalah tenaga kerja yang

bekerja pada segala jenis pekerjaan tanpa ada perlindungan negara dan atas usaha

tersebut tidak dikenakan pajak.

Definisi lainnya adalah segala jenis pekerjaan yang tidak menghasilkan

pendapatan yang tetap, tempat pekerjaan yang tidak terdapat keamanan kerja (job

security), tempat bekerja yang tidak ada status permanen atas pekerjaan tersebut

dan unit usaha atau lembaga yang tidak berbadan hukum. Pekerja blue collar

dapat dimaknai sebagai pekerja pada pekerjaan yang mengandalkan kekuatan

fisik, pada kelompok lapangan usaha di Indonesia biasanya dimasukkan kedalam

jenis pekerjaan di sektor usaha pertanian, kehutanan, Aperburuan, perikanan,

tenaga produksi, alat angkut dan pekerja kasar.

Page 24: PR Dr. Khairul Edit

UPAYA PELAYANAN KESEHATAN KERJA DI PUSKESMAS

1. Definisi

Merupakan serangkain upaya pemeliharaan kesehatan pekerja yang direncanakan,

diatur, dan berkesinmbungan yang diselenggarakan untuk masyarakat pekerja,

yang meliputi upaya peningkatan kesehatan kerja, pencegahan, penyembuhan

serta pemulihan Penyakit Akibat Kerja dan Penyakit Akibat Hubungan Kerja oleh

institusi pelayanan kesehatan kerja dasar.

2. Landasan Hukum

Undang-undang Dasar 1945 Pasal 28

Undang-undang No.23 Tahun 1992 Pasal 23 tentang Kesehatan Kerja

Kepmenkes 128/2004 tentang kebijakan dasar Puskesmas

3. Alasan Diperlukannya Upaya Pelayanan Kesehatan Kerja di Puskesmas

Makin meningkatnya jumlah pekerja dan sebagian besar belum

mendapatkan pelayanan kesehatan kerja yang memadai

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa masyarakat pekerja banyak

mengalami penyakit akibat kerja maupun penyakit akibat hubungan kerja

yang dapat menurunkan produktivitas

Memberikan pelayanan kesehatan yang meliputi peningkatan kesehatan,

pencegahan, dan pengobatan sederhana bagi masyarakat pekerja yang

berisiko terpajan oleh pekerjaan dan lingkungan kerjanya sehingga mereka

mampu menolong dirinya sendiri.

3. Tujuan

a) Tujuan Umum

Terselenggaranya pelayanan kesehatan kerja dasar oleh Puskesmas dalam

rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat pekerja.

b) Tujuan Khusus

Meningkatkan kemampuan tenaga Puskesmas memecahkan masalah

kesehatan kerja di wilayahnya.

Page 25: PR Dr. Khairul Edit

Teridentifikasinya permasalahan kesehatan kerja di wilayah

Puskesmas.

Terselenggaranya kemitraan dan koordinasi lintas program dan lintas

sektor dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat pekerja.

4. Manfaat

a) Bagi Masyarakat Pekerja

Permasalahan kesehatan kerja dapat dideteksi secara dini dan masyarakat

pekerja dapat memperoleh pelayanan kessehatan kerja yang dapat dijangkau.

b) Bagi Puskesmas

Memperluas jangkauan pelayanan Puskesmas.

Dapat mengoptimalkan fungsi Puskesmas terutama sebagai pemberdayaan

masyarakat.

5. Langkah-langkah dalam Pelayanan Kesehatan Kerja

a)Perencanaan

Pemetaan jenis usaha, jumlah pekerja, dan perkiraan faktor risiko dan

besarnya masalah. Pemetaan diperoleh dari data perusahaan (pekerja

informal) atau kecamatan.

Penentuan prioritas sasaran

Pertemuan koordinasi dengan tingkat kecamatan, perusahaan, dan serikat

pekerja untuk membangun komitmen bersama dalam pelaksanaan kesehatan

kerja di tempat kerja.

Page 26: PR Dr. Khairul Edit

b) Pelaksanaan Program

No. Strategi Program Setting Target Peran dan Tanggung Jawab Sumber Daya

1. Pembentukan Pos Upaya Kesehatan

Kerja

Tempat:

Di suatu balai di

lokasi kelompok

kerja, dengan

jumlah pekerja 10-

50 (terutama

kawasan

pertanian,pasar,dan

industri)

- Pekerja informal Penanggung Jawab:

Pimpinan Puskesmas

Fasilitator:

-Sektor terkait seperti

perusahaan untuk pekerja

formal

-Petugas Kesehatan yang

melatih para kader

-Masyarakat yang bersedia

menjadi kader Pos UKK

- Tenaga kesehatan

Puskesmas

-Kader yang sudah dilatih

Sumber Pembiayaan:

- Iuran pekerja

- Iuran penggunan jasa

Pos UKK

- Sumbangan yang terikat

- Dana stimulan dari

pemerintah

2. Pelayanan Promotif

Perilaku Hidup Bersih dan

Sehat (PHBS)

Penyuluhan kesehatan kerja

(jam kerja, posisi kerja yang

ergonomis, penggunaan APD)

Tempat:

-Puskesmas

-Pos UKK

- pekerja informal

- Masyarakat

Penanggung Jawab:

Pimpinan Puskesmas

Fasilitator:

-Dokter

-UPK Gizi

- Tenaga kesehatan

Puskesmas

-Kader yang sudah dilatih

Page 27: PR Dr. Khairul Edit

Konsultasi kesehatan kerja

sederhana (seperti gizi, alat

pelindung diri, berhenti

merokok, dan kebugaran)

-UPK Promosi Kesehatan

-Kader

3. Pelayanan Preventif

Mendata jenis pekerjaan agar

dapat mengetahui risiko yang

mungkin menimbulkan

penyakit

Pengenalan risiko bahaya di

tempat kerja

Penyediaan contoh dan

kepatuhan penggunaan APD

sesuai dengan lingkungan kerja

Mendorong upaya perbaikan

lingkungan kerja seperti

perbaikan aliran udara atau

pengelolaan limbah cair.

Membantu pelaksanaan

Tempat:

-Puskesmas

-Pos UKK

- Pekerja informal Penanggung Jawab:

Pimpinan Puskesmas

Fasilitator:

-Dokter

-UPK Gizi

-UPK Promosi Kesehatan

-UPK Kesehatan Lingkungan

-Kader

- Tenaga kesehatan

Puskesmas

-Kader yang sudah dilatih

Page 28: PR Dr. Khairul Edit

pemeriksaan kesehatan awal

dan berkala.

4. Pelayanan Kuratif

Pertolongan pertama pada

kecelakaan

Pertolongan pertama pada

penyakit

Tempat:

-Puskesmas

-Pos UKK

-Semua pekerja

(formal dan

informal

Penanggung Jawab:

Pimpinan Puskesmas

Fasilitator:

-Dokter

-UPK Gizi

-UPK Promosi Kesehatan

-UPK Kesehatan Lingkungan

-UPK Pengobatan Dasar

-Kader

- Tenaga kesehatan

Puskesmas

-Kader yang sudah dilatih

Page 29: PR Dr. Khairul Edit

c) Evaluasi

Tujuannya adalah menilai sejauh mana pencapaian kegiatan (berhasil atau tidak, dan

hambatan yang timbul selama pelaksanaan). Hasil dari evaluasi diumpanbalikkan ke

para pengandil dan sektor terkait. Indikatornya adalah:

- Indikator keberhasilan pos UKK

Jumlah kader yang terlatih mengenai pelayanan kesehatan kerja

Digunakan standar untuk setiap pos UKK menjangkau 10- 50 peserta dikelola

oleh 1- 5 kader

Ukuran keberhasilan pelayanan

Jumlah dan jenis jenis kegiatan yang dilakukan.

Ukuran tingkat perkembangan

Dibagi 4 yaitu :

Indikator Madya Pratama Purnama Mandiri

P3K kit 1 kit > 50

orang

1 kit = 30-50

orang

1 kit 10-20

orang

1 kit < 10 orang

Jenis obat < 5 jenis 5 - 10 jenis > 10 jenis

Ergonomi < 5 jenis 5 - 10 jenis > 10 jenis

Sarasehan intervensi 2 kali/ tahun 2 - 3 kali/

tahun

> 4 kali/ tahun

Penggunaan APD < 30 % 30% - 60% > 60%

Jumlah pos UKK yang terlah dibentuk dan dibina

Tersedianya data lingkungan kesehatan kerja

Presentase pekerja yang telah mendapat pelayanan kesehatan kerja

Presentase tempat kerja yang telah dibina tentang kesehatan kerja

Tersedianya data Penyakit Akibat Kerja (PAK), Penyakit Akibat Hubungan

Kerja (PAHK)

Page 30: PR Dr. Khairul Edit