Upload
nguyennguyet
View
228
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DIDIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT
KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINAKEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIAPERIODE 17-28 MARET 2014
LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
OLIVIA HERAWATI NAIBAHO, S. Farm.
1306434212
ANGKATAN LXXVIII
FAKULTAS FARMASIPROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOKJUNI 2014
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
ii
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DIDIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT
KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINAKEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIAPERIODE 17-28 MARET 2014
LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
OLIVIA HERAWATI NAIBAHO, S. Farm.
1306434212
ANGKATAN LXXVIII
FAKULTAS FARMASIPROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOKJUNI 2014
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Saya yang bertanda tangan di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa
Laporan Praktek Kerja Apoteker yang saya susun tanpa tindakan plagiarisme
sesuai dengan peraturan yang berlaku di Universitas Indonesia.
Jika dikemudian hari ternyata saya melakukan tindakan Plagiarisme, saya akan
bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh
Universitas Indonesia.
Depok, 17 Juli 2014
Olivia Herawati Naibaho
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Laporan praktek kerja profesi ini adalah hasil karya saya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Olivia Herawati Naibaho
NPM : 1306434212
Tanda Tangan :
Tanggal : 17 Juli 2014
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
IIALAMAN PENGESAⅡAN
Laporan Fraltik Kerja Profesi Apoteker ini diajukan oleh :
Nama : Olivia Herawati Naibaho, S.Farm.
NPM : 1306434212
Program Smdi : Apoteker
Judul Laperan :lapOrall Pranik Ktta PrOfesi Apoteker di DiFektOrat Bin
Prodtsi dan Dittibtt Alat kesebna Direktorat Jenderal
B贔 圏 識 邸 i霊 ね ■A壼 熟 轟 ,陶組 臨 K●山
RepubLk lndollesit Periode 17 Maret-28 MaFet 2014
Tehh berhasil dipertahallhn di hadapan Dewall Pettgl嘔 i dan diterina
sebagai bagian persyaratan yang diperlukan unttk memperolet gelar
Apoteler pacla Program Studi Apo“ ker,Fakubls FaFmaSi,Ulliversilias
lndonesia
・ DEWAN PENGUЛ
Pembimbing l : Drs.Rahbudi HeLni夕 Apt_,NIKM
Pembimbing II : Dr.HayuL M.Si.,Apt.
PenguJi I
PenguJi Ⅱ
PcnwJl ⅡI
l pl二 .ハ猿墨ふ .二い 戚́1..…
餌レ lΥD
だ`ソ
,11,卜111“1[
Ditapkan di:Dマο鞣
Tanggal: 13111 19叫Universitas lndonesla
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah senantiasa
melimpahkan karunia dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan ini. Penulisan laporan ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu
syarat untuk mencapai gelar Apoteker di Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.
Pelaksanaan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia pada periode 17 Maret – 28 Maret 2014. Pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan laporan ini, yaitu kepada:
1. Drs. Rahbudi Helmi, Apt., MKM selaku Kepala Sub bagian Inspeksi Alat
Kesehatan dan PKRT serta pembimbing PKPA yang selalu memberikan saran
dan mendukung penulisan laporan;
2. Dr. Hayun, M.Si., Apt. selaku Pembimbing PKPA internal kampus dan Ketua
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia yang telah
membimbing dan memberikan inspirasi kepada penulis selama PKPA
berlangsung.
3. Dra. Maura Linda Sitanggang, Apt.,Ph.D, selaku Direktur Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
pada umumnya.
4. Dr. Mahdi Jufri, M. Si, Apt selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Indonesia.
5. drg. Arianti Anaya, MKM., selaku Direktur Bina Produksi dan Distribusi Alat
Kesehatan.
6. Seluruh staf dan karyawan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia atas
segala keramahan, pengarahan, dan bantuan selama penulis melaksanakan
PKPA.
7. Seluruh dosen pengajar dan tata usaha program Profesi Apoteker Fakultas
Farmasi Universitas Indonesia yang telah membantu kelancaran dalam
perkuliahan dan penyusunan laporan ini.
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
v
8. Keluarga tercinta atas semua dukungan, kasih sayang, perhatian, kesabaran,
dorongan, semangat, dan doa yang tak pernah putus mengiringi setiap
langkah perjalanan hidup penulis.
9. Seluruh teman-teman Apoteker angkatan 78 Universitas Indonesia atas
kebersamaan, kerjasama dan kesediaan berbagi suka dan duka, dukungan dan
semangat yang diberkan kepada penulis.
10. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah
memberikan bantuan dan dukungannya kepada penulis
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab
itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca. Akhir
kata, penulis berharap semoga pengetahuan dan pengalaman yang penulis peroleh
selama menjalani Praktik Kerja Profesi Apoteker ini dapat bermanfaat bagi rekan-
rekan sejawat dan semua pihak yang membutuhkan.
Penulis
2014
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
vi
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASILAPORAN PREKTEK KERJA APOTEKER UNTUK KEPENTINGAN
AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Olivia Herawati NaibahoNPM : 1306434212Program Studi : ApotekerFakultas : FarmasiJenis karya : Laporan Praktek Kerja Apoteker
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikankepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusiveRoyalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi danDistribusi Alat Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan AlatKesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Periode 17-28 Maret 2014
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas RoyaltiNoneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data(database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetapmencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik HakCipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : DepokPada tanggal : 17 Juli 2014
Yang menyatakan
( Olivia Herawati Naibaho )
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
vii
ABSTRAK
Nama : Olivia Herawati NaibahoProgram Studi : ApotekerJudul : Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina
Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Direktorat Jenderal BinaKefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian KesehatanRepublik Indonesia Periode 17-28 Maret 2014
Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi AlatKesehatan bertujuan untuk memahami secara umum struktur organisasiKementerian Kesehatan dan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan AlatKesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, memahami tugas danfungsi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, serta memperolehwawasan dan pengetahuan mengenai peranan apoteker dalam bidang pelayanankefarmasian khususnya dalam bidang produksi dan distribusi alat kesehatan danperbekalan kesehatan rumah tangga. Tugas khusus yang diberikan berjudul StudiKegiatan Vigilance Serta Pengawasan Iklan Pada Sub Direktorat Inspeksi AlatKesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) yang bertujuan agarmahasiswa mengetahui pelaksanaan serta prinsip kegiatan vigilance danpengawasan iklan yang dilakukan oleh Sub Direktorat Inspeksi Alat Kesehatandan PKRT serta mengetahui masalah yang terjadi dan solusi terkait dengankegiatan vigilance serta kegiatan pengawasan iklan.
Kata Kunci : Kementerian Kesehatan, Vigilance, Pengawasan Iklan.Tugas umum : xii + 63 halaman; 5 tabel; 1 gambar; 12 lampiran.Tugas khusus : vi + 31 halaman; 2 tabel; 3 gambar; 1 lampiran.Daftar Acuan Tugas Umum : 7 (2009-2013)Daftar Acuan Tugas Khusus : 7 (2006-2013)
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
viii
ABSTRACT
Name : Olivia Herawati NaibahoProgram Study : PharmacistsTitle : Report of Apothecary Profession Internship at Direktorat Bina
Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, Direktorat JenderalBina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kementerian KesehatanRepublik Indonesia Period 17-28 March 2014
Apothecary Profession Internship at Direktorat Bina Produksi dan Distribusi AlatKesehatan aims to understand the general structure organization of KementerianKesehatan dan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat KesehatanKementerian Kesehatan Republik Indonesia, to understand the duties and functionsof Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, as well as gain insightand knowledge about the role of pharmacists in the field of pharmacy services,especially in the field of production and distribution of medical devices andhousehold health supplies. Given a special assignment titled Study Activity ofVigilance and Monitoring Advertising in Sub Direktorat Inspeksi Alat Kesehatandan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) that aims to make studentsaware implementation as well as the principle of vigilance and surveillance activitiesundertaken by the Sub Direktorat Inspeksi Alat Kesehatan dan PerbekalanKesehatan Rumah Tangga (PKRT) and knowing problem and solutions related tothe activities of vigilance and surveillance activities advertising.
Keywords : Kementerian Kesehatan, Vigilance, Monitoring Advertising.General Assiggnment : xii + 63 pages; 5 tables; 1 picture; 12 attachments.Specific Assignment : vi + 31 pages; 2 tables; 3 picture; 1 attachment.Bibliography of General Assiggnment : 7 (2009-2013)Bibliography of Specific Assiggnment : 7 (2006-2013)
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
vi Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................... iHALAMAN PENGESAHAN....................................................................... iiiKATA PENGANTAR .................................................................................. ivLEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI.......................... viABSTRAK ................................................................................................... viiDAFTAR ISI ................................................................................................ ixDAFTAR GAMBAR.................................................................................... xDAFTAR TABEL ........................................................................................ xiDAFTAR LAMPIRAN................................................................................. xii
1. PENDAHULUAN................................................................................... 11.1 Latar Belakang................................................................................ 11.2 Tujuan............................................................................................. 2
2. TINJAUAN UMUM............................................................................... 32.1 Tinjauan Umum Kementerian Kesehatan ........................................ 32.2 Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan .............. 9
3. TINJAUAN KHUSUS............................................................................ 153.1 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan.................. 153.2 Visi dan Misi................................................................................... 163.3 Tugas Pokok dan Fungsi ................................................................. 173.4 Tujuan............................................................................................. 173.5 Sasaran dan Strategi ........................................................................ 183.6 Indikator Kinerja dan Target ........................................................... 183.7 Struktur Organisasi ......................................................................... 193.8 Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan........................................... 193.9 Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In Vitro dan Perbekalan
Kesehatan Rumah Tangga ............................................................... 203.10 Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan
Rumah Tangga ................................................................................ 223.11 Subdirektorat Standarisasi dan Sertifikasi........................................ 233.12 Subbagian Tata Usaha..................................................................... 243.13 Sumber Daya Manusia .................................................................... 253.14 Kegiatan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan... 263.15 Pelayanan Surat Keterangan ............................................................ 353.16 Pembinaan, Pengendalian, dan Pengawasan Keamanan Mutu Alat
Kesehatan dan PKRT ...................................................................... 36
4. PEMBAHASAN ..................................................................................... 394.1 Sudirektorat Penilaian Alat Kesehatan............................................. 404.2 Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In Vitro dan Perbekalan
Kesehatan Rumah Tangga ............................................................... 42
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
vii Universitas Indonesia
3.17 Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan KesehatanRumah Tangga ................................................................................ 43
3.18 Subdirektorat Standarisasi dan Sertifikasi........................................ 45
5. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 47
DAFTAR ACUAN ...................................................................................... 49
LAMPIRAN ................................................................................................ 50
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
viii Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Logo Kementerian Kesehatan ................................................... 3
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
ix Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Indikator Kinerja dan Target Tahun 2010-2014........................... 18Tabel 3.2 Jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Honorer Direktorat
Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan.............................. 25Tabel 3.3 Jumlah Pegawai Negeri Sipil berdasarkan Golongan................... 25Tabel 3.4 Jumlah PNS dan Honorer menurut Jenjang Pendidikan............... 25Tabel 3.5 Jumlah Pegawai berdasarkan Jenis Kelamin................................ 26
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
x Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Struktur Organisasi Kementerian Kesehatan........................... 51Lampiran 2. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian
dan Alat Kesehatan ................................................................ 52Lampiran 3. Struktur Organisasi Sekertariat Direktorat Jenderal
Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan ................................... 53Lampiran 4. Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan ............................................................ 54Lampiran 5. Struktur Organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian .. 55Lampiran 6. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi
Alat Kesehatan....................................................................... 56Lampiran 7. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi
Kefarmasian........................................................................... 57Lampiran 8. Formulir Permohonan Sertifikat Produksi Alat Kesehatan/
Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) ...................... 58Lampiran 9. Formulir Permohonan Izin Penyalur Alat Kesehatan .............. 59Lampiran 10. Blanko Perubahan/Perpanjangan Izin Edar ............................. 60Lampiran 11. Blanko Penilaian Perubahan/Perpanjangan Izin Edar.............. 62Lampiran 12. Blanko Pemeriksaan Perubahan/Perpanjangan Izin Edar ........ 63
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
1 Universitas Indonesia
BAB 1PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Undang- Undang Dasar 1945 Pasal 28 H dan Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan, menetapkan bahwa kesehatan adalah hak
fundamental setiap warga. Oleh karena itu, setiap individu, keluarga dan
masyarakat berhak memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya, dan negara
bertanggung jawab mengatur agar hak hidup sehat bagi penduduknya terpenuhi
sebagai perwujudan dari perlindungan hak dasar tersebut. Untuk mewujudkannya,
maka pemerintah melalui Kementerian Kesehatan berupaya agar kualitas
pelayanan kesehatan semakin baik karena pemerintah bertanggung jawab dalam
merencanakan, mengatur, menyelenggarakan, membina, dan mengawasi
penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau kepada masyarakat
(Kementerian Kesehatan RI, 2009).
Upaya untuk meningkatkan pelayanan kesehatan dapat melalui pelayanan
kefarmasian yang profesional. Oleh sebab itu, diperlukan suatu lembaga yang
bertugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standarisasi di bidang
pelayanan kefarmasian dan alat kesehatan, yaitu Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dibagi
menjadi empat direktorat, salah satunya adalah Direktorat Bina Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan. Direktorat ini bertugas menjamin ketersediaan,
pemerataan, dan keterjangkauan obat dan alat kesehatan sebagai upaya
menjalankan strategi pembangunan kesehatan dalam rangka mewujudkan visi dan
misi Kementerian kesehatan periode tahun 2010 – 2014 (Departemen Kesehatan
RI, 2010).
Menurut Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 peran apoteker adalah
melakukan pengadaan, produksi, distribusi, dan pelayanan kesehatan. Mengingat
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
2
Universitas Indonesia
pentingnya peran apoteker tersebut dalam menjamin obat dan perbekalan
kesehatan maka Program Profesi Apoteker Universitas Indonesia bekerja sama
dengan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menyelenggarakan Praktek
Kerja Profesi Apoteker agar calon apoteker memperoleh gambaran tentang peran
apoteker di masyarakat secara umum dan di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian
dan Alat Kesehatan secara khusus, terutama di Direktorat Bina Produksi dan
Distribusi Alat Kesehatan.
1.2 Tujuan
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Direktorat Bina Produksi dan
Distribusi Alat Kesehatan bertujuan agar calon apoteker :
a. Memahami secara umum struktur organisasi Kementerian Kesehatan dan
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia
b. Memahami tugas dan fungsi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat
Kesehatan.
c. Memperoleh wawasan dan pengetahuan mengenai peranan apoteker dalam
bidang pelayanan kefarmasian khususnya dalam bidang produksi dan distribusi
alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
3 Universitas Indonesia
BAB 2TINJAUAN UMUM
2.1 Tinjauan Umum Kementrian Kesehatan
Kementerian Kesehatan merupakan unsur pelaksana pemerintah dibidang
kesehatan yang dipimpin oleh Menteri Kesehatan dan bertanggung jawab kepada
Presiden.
2.1.1 Logo Kementrian Kesehatan
Gambar 2.1. Logo Kementrian Kesehatan
Arti simbol-simbol pada logo Bhakti Husada adalah sebagai berikut:
a. Palang Hijau terletak di dalam Bunga Wijayakusuma dengan lima daun
mahkota bermakna Pancakarsa Husada yang melambangkan tujuan
pembangunan kesehatan sesuai dengan Sistem Kesehatan Nasional.
b. Bunga Wijayakusuma ditopang oleh lima kelompok daun berwarna hijau,
melambangkan Pancakarya Husada yang pada hakikatnya adalah penjabaran
makna pembangunan kesehatan.
c. Bunga Wijayakusuma dengan lima daun mahkota berwarna putih dan kelopak
daun berwarna hijau melambangkan pengabdian luhur.
d. Palang Hijau melambangkan pelayanan kesehatan.
e. Tulisan “BHAKTI HUSADA” bermakna pelayanan kesehatan paripurna.
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
4
Universitas Indonesia
2.1.2 Dasar Hukum
Dasar hukum dibentuknya Kementerian Kesehatan yaitu:
a. Perpres RI No. 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi
Kementerian Negara.
b. Perpres RI No. 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi
Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Eselon I
Kementerian Negara.
c. Permenkes RI No. 1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kementerian Kesehatan.
2.1.3 Visi dan Misi
Visi yang dimiliki oleh Kementrian Kesehatan adalah Masyarakat Sehat
Yang Mandiri dan Berkeadilan. Dalam upaya tercapainya visi tersebut
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menetapkan misi sebagai berikut
a. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, melalui pemberdayaan
masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani.
b. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya
kesehatan yang paripurna, merata bermutu dan berkeadilan.
c. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan.
d. Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik.
2.1.4 Tujuan
Tujuan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia yaitu terselenggaranya
pembangunan kesehatan secara berhasil guna dan berdaya guna dalam rangka
mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
2.1.5 Nilai-nilai
Guna mewujudkan visi dan misi tersebut Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia memiliki rencana strategis dalam pembangunan kesehatan serta
menganut dan menjunjung tinggi nilai-nilai berikut :
a. Pro Rakyat
Dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, Kementerian Kesehatan
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
5
Universitas Indonesia
selalu mendahulukan kepentingan rakyat dan harus menghasilkan yang terbaik
untuk rakyat. Diperolehnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi setiap
orang adalah salah satu hak asasi manusia tanpa membedakan suku, golongan,
agama dan status sosial ekonomi.
b. Inklusif
Semua program pembangunan kesehatan harus melibatkan semua pihak,
karena pembangunan kesehatan tidak mungkin hanya dilaksanakan oleh
Kementerian Kesehatan saja. Dengan demikian, seluruh komponen masyarakat
harus berpartisipasi aktif, yang meliputi lintas sektor, organisasi profesi,
organisasi masyarakat pengusaha, masyarakat madani dan masyarakat akar
rumput.
c. Responsif
Program kesehatan harus sesuai dengan kebutuhan dan keinginan rakyat,
serta tanggap dalam mengatasi permasalahan di daerah, situasi kondisi setempat,
sosial budaya dan kondisi geografis. Faktor-faktor ini menjadi dasar dalam
mengatasi permasalahan kesehatan yang berbeda-beda, sehingga diperlukan
penangnganan yang berbeda pula.
d. Efektif
Program kesehatan harus mencapai hasil yang signifikan sesuai target yang
telah ditetapkan dan bersifat efisien.
e. Bersih
Penyelenggaraan pembangunan kesehatan harus bebas dari korupsi, kolusi
dan nepotisme (KKN), transparan, dan akuntabel.
2.1.6 Strategi
Kementerian Kesehatan telah membuat beberapa strategi dalam rangka
pembangunan kesehatan yang dapat mewujudkan Visi dan Misi yang telah
ditetapkannya. Adapun strategi yang dijalankan adalah :
a. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat, swasta dan masyarakat madani
dalam pembangunan kesehatan melalui kerja sama nasional dan global.
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
6
Universitas Indonesia
b. Meningkatkan pelayanan kesehatan yang merata, terjangkau, bermutu dan
berkeadilan, serta berbasis bukti; dengan pengutamaan pada upaya promotif
dan preventif.
c. Meningkatkan pembiayaan pembangunan kesehatan, terutama untuk
mewujudkan jaminan sosial kesehatan nasional.
d. Meningkatkan pengembangan dan pendayagunaan SDM kesehatan yang
merata dan bermutu.
e. Meningkatkan ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat dan alat
kesehatan serta menjamin keamanan, khasiat, kemanfaatan, dan mutu sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan makanan.
f. Meningkatkan manajemen kesehatan yang akuntabel, transparan berdayaguna
dan berhasilguna untuk memantapkan desentralisasi kesehatan yang
bertanggungjawab.
2.1.7 Tugas
Kementerian Kesehatan mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di
bidang kesehatan dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam
menyelenggarakan pemerintahan negara.
2.1.8 Fungsi
Dalam melaksanakan tugas, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
menyelenggarakan fungsi :
a. perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang kesehatan.
b. pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab
Kementerian Kesehatan.
c. pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Kesehatan.
d. pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan
Kementerian Kesehatan di daerah.
e. Pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional.
2.1.9 Rencana Strategis
Sasaran strategis dalam pembangunan kesehatan tahun 2010-2014, yaitu:
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
7
Universitas Indonesia
a. Meningkatnya status kesehatan dan gizi masyarakat.
b. Menurunnya angka kesakitan akibat penyakit menular.
c. Menurunnya disparitas status kesehatan dan status gizi antar wilayah dan
antar tingkat sosial ekonomi serta gender, dengan menurunnya disparitas
separuh dari tahun 2009.
d. Meningkatnya penyediaan anggaran publik untuk dalam rangka mengurangi
risiko finansial akibat gangguan kesehatan bagi seluruh penduduk, terutama
penduduk miskin.
e. Meningkatnya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada tingkat rumah
tangga dari 50 persen menjadi 70 persen.
f. Terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan strategis di Daerah Tertinggal,
Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan (DTPK).
g. Seluruh provinsi melaksanakan program pengendalian penyakit tidak menular.
h. Seluruh Kabupaten/Kota melaksanakan Standar Pelayanan Minimal (SPM).
2.1.10 Kewenangan
Dalam menyelenggarakan fungsi, Kementerian Kesehatan RI mempunyai
kewenangan :
a. Penetapan kebijakan nasional di bidang kesehatan untuk mendukung
pembangunan secara makro
b. Penetapan pedoman untuk menetukan standar pelayanan minimal yang wajib
dilaksanakan oleh kabupaten/Kota di bidang Kesehatan
c. Penyusunan rencana nasional secara makro di bidang kesehatan
d. Penetapan persyaratan akreditasi lembaga pendidikan dan sertifikasi tenaga
profesional/ahli serta persyaratan jabatan di bidang kesehatan
e. Pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan otonomi daerah yang
meliputi pemberian pedoman, bimbingan, pelatihan, arahan dan supervisi di
bidang kesehatan
f. Pengaturan penerapan perjanjian atau persetujuan internasional yang disahkan
atas nama Negara di bidang kesehatan;
g. Penetapan standar pemberian izin oleh daerah di bidang kesehatan
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
8
Universitas Indonesia
h. Penanggulangan wabah dan bencana yang berskala nasional di bidang
kesehatan
i. Penetapan kebijakan sistem informasi nasional di bidang kesehatan
j. Penetapan persyaratan kualifikasi usaha jasa di bidang kesehatan
k. Penyelesaian perselisihan antar Propinsi di bidang kesehatan
l. Penetapan kebijakan pengendalian angka kelahiran dan penurunan angka
kematian ibu, bayi, dan anak
m. Penetapan kebijakan sistem jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat
n. Penetapan pedoman standar pendidikan dan pendayagunaan tenaga kesehatan
o. Penetapan pedoman pembiayaan pelayanan kesehatan
p. Penetapan pedoman penapisan, pengembangan dan penerapan teknologi
kesehatan dan standar etika penelitian kesehatan
q. Penetapan standar nilai gizi dan pedoman sertifikasi teknologi kesehatan dan
gizi
r. Penetapan standar akreditasi sarana dan prasarana kesehatan
s. Surveilans epidemiologi serta pengaturan pemberantasan dan penanggulangan
wabah, penyakit menular dan kejadian luar biasa
t. Penyediaan obat esensial tertentu dan obat untuk pelayanan kesehatan dasar
sangat essential (buffer stock nasional)
u. Kewenangan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku yaitu :
1) Penempatan dan pemindahan tenaga kesehatan tertentu
2) Pemberian izin dan pembinaan produksi dan distribusi alat kesehatan
2.1.11 Susunan Organisasi
Berdasarkan Permenkes RI No. 1144/Menkes/Per/VIII/2010 mengenai
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, susunan organisasi
Kementerian Kesehatan terdiri atas :
a. Sekretariat Jenderal.
b. Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan.
c. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan;
d. Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak.
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
9
Universitas Indonesia
e. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
f. Inspektorat Jenderal.
g. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
h. Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan.
i. Staf Ahli Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi.
j. Staf Ahli Bidang Pembiayaan dan Pemberdayaan Masyarakat.
k. Staf Ahli Bidang Perlindungan Faktor Risiko Kesehatan.
l. Staf Ahli Bidang Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Desentralisasi.
m. Staf Ahli Bidang Mediko Legal.
n. Pusat Data dan Informasi.
o. Pusat Kerja Sama Luar Negeri.
p. Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan.
q. Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan.
r. Pusat Komunikasi Publik.
s. Pusat Promosi Kesehatan.
t. Pusat Inteligensia Kesehatan.
u. Pusat Kesehatan Haji.
Bagan struktur organisasi Kementerian Kesehatan dapat dilihat pada
lampiran 1.
2.2 Direktorat Jenderal Bina kefarmasian dan Alat Kesehatan
2.2.1 Kedudukan, Tugas, dan Fungsi
Direktorat Jenderal adalah unsur pelaksana yang berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Menteri. Direktorat Jenderal dipimpin oleh Direktur
Jenderal. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai
tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang
pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan.
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
menyelenggarakan fungsi :
a. Perumusan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan.
b. Pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan.
c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pembinaan
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
10
Universitas Indonesia
kefarmasian dan alat kesehatan.
d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pembinaan kefarmasian
dan alat kesehatan.
e. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan.
2.2.2 Struktur Organisasi.
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan terdiri dari :
a. Sekretariat Direktorat Jenderal.
b. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.
c. Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian.
d. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan.
e. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian
Struktur Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dapat dilihat
pada Lampiran 2.
2.2.2.1 Sekretariat Direktorat Jenderal
Sekretariat Direktorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan pelayanan
teknis administrasi kepada semua unsur di lingkungan Direktorat Jenderal. Dalam
melaksanakan tugas, Sekretariat Direktorat Jenderal menyelenggarakan fungsi:
a. koordinasi dan penyusunan rencana, program, dan anggaran;
b. pengelolaan data dan informasi;
c. penyiapan urusan hukum, penataan organisasi, jabatan fungsional dan
hubungan masyarakat;
d. pengelolaan urusan keuangan;
e. pelaksanaan urusan kepegawaian, tata persuratan, kearsipan, gaji, rumah
tangga, dan perlengkapan; dan
f. evaluasi dan penyusunan laporan
Sekretariat Direktorat Jenderal terdiri atas :
a. Bagian Program dan Informasi.
b. Bagian Hukum, Organisasi, dan Hubungan Masyarakat.
c. Bagian Keuangan.
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
11
Universitas Indonesia
d. Bagian Kepegawaian dan Umum.
e. Kelompok Jabatan Fungsional.
Struktur Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
dapat dilihat pada Lampiran 3.
2.2.2.2 Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
Tugas Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan yaitu
melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan
norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan
evaluasi di bidang obat publik dan perbekalan kesehatan.
Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan
fungsi, yaitu :
a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga
obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta
pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan.
b. Pelaksanaan kegiatan di bidang analisis dan standardisasi harga obat,
penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta
pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan.
c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang analisis
dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan
perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan
perbekalan kesehatan.
d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang analisis dan standardisasi
harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan,
serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan.
e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis dan
standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan
perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan
perbekalan kesehatan.
f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga direktorat.
Direktorat Bina Obat Publik dan PerbekalanKesehatan terdiri atas :
a. Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat.
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
12
Universitas Indonesia
b. Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.
c. Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.
d. Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan.
e. Subbagian Tata Usaha.
f. Kelompok Jabatan Fungsional.
Struktur organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dapat
dilihat pada Lampiran 4.
2.2.2.3 Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian
Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan
penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan; penyusunan norma, standar,
prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang
pelayanan kefarmasian. Struktur organisasi Direktorat Bina Pelayanan
Kefarmasian dapat dilihat pada Lampiran 5.
Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian menyelenggarakan fungsi :
a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang standardisasi, farmasi komunitas,
farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional.
b. Pelaksanaan kegiatan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi
klinik, dan penggunaan obat rasional.
c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat
rasional.
d. Pemberian bimbingan teknis di bidang standardisasi, farmasi komunitas,
farmasi klinik dan penggunaan obat rasional.
e. Pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di
bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik dan penggunaan obat
rasional.
f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.
Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian terdiri atas :
a. Subdirektorat Standardisasi.
b. Subdirektorat Farmasi Komunitas.
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
13
Universitas Indonesia
c. Subdirektorat Farmasi Klinik.
d. Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional.
e. Subbagian Tata Usaha.
f. Kelompok Jabatan Fungsional.
2.2.2.4 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan
Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan
norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan
evaluasi di bidang produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan
kesehatan rumah tangga. Struktur organisasi Direktorat Bina Bina Produksi dan
Distribusi Alat Kesehatan dapat dilihat pada Lampiran 6.
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan
menyelenggarakan fungsi :
a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi
dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT).
b. Pelaksanaan kegiatan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dansertifikasi
alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penilaian,
inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan
rumah tangga.
d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang penilaian, inspeksi,
standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah
tangga.
e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian,
inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan
rumah tangga.
f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan terdiri atas :
a. Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan.
b. Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik Invitro dan PKRT
c. Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan PKRT
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
14
Universitas Indonesia
d. Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi.
e. Subbagian Tata Usaha.
f. Kelompok Jabatan Fungsional.
2.2.2.5 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, serta
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan
teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. Struktur
organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian dapat dilihat pada
Lampiran 7.
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian menyelenggarakan
fungsi :
a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian.
b. Pelaksanaan kegiatan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian.
c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
produksi dan distribusi kefarmasian.
d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis, pengendalian, kajian dan analisis di
bidang produksi dan distribusi kefarmasian.
e. Pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di
bidang produksi dan distribusi kefarmasian.
f. Pelaksanaan perizinan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian.
g. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian terdiri atas :
a. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional.
b. Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan.
c. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan
Sediaan Farmasi Khusus.
d. Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat.
e. Subbagian Tata Usaha.
f. Kelompok Jabatan Fungsional.
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
15 Universitas Indonesia
BAB 3TINJAUAN KHUSUS
3.1 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan merupakan
direktorat di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan yang
dipimpin oleh Direktur dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan terdiri atas
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a) :
a. Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan.
b. Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik Invitro dan Perbekalan Kesehatan
Rumah Tangga.
c. Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga.
d. Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi.
e. Subbagian Tata Usaha.
f. Kelompok Jabatan Fungsional.
Pembinaan, pengendalian dan pengawasan alat kesehatan adalah satu
rangkaian upaya menyeluruh agar alat kesehatan (alkes) dan perbekalan kesehatan
rumah tangga (PKRT) yang beredar di masyarakat memenuhi persyaratan. Oleh
karena itu pembinaan, pengendalian dan pengawasan alkes dan PKRT dilakukan
mulai dari proses produksi hingga digunakan oleh masyarakat, yaitu pada tingkat
pengadaan, distribusi dan penggunaan. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi
Alat Kesehatan juga melakukan koordinasi dengan Dinas Kesehatan Propinsi dan
Kabupaten/Kota dalam pelaksanaan pembinaan, pengendalian dan pengawasan
alat kesehatan.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1189/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Produksi Alat Kesehatan dan Perbekalan
Kesehatan Rumah Tangga, No. 1190/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Izin Edar
Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga danNo.
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
16
Universitas Indonesia
1191/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Penyaluran Alat Kesehatan menjadi dasar
hukum bagi pelaksanaan kegiatan yang dilaksanakan di Direktorat Bina Produksi
dan Distribusi Alat Kesehatan. Pengamanan yang dimaksud dalam peraturan
adalah upaya untuk melindungi masyarakat dari penggunaan alkes dan PKRT
yang tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan.
3.2 Visi dan Misi
Untuk mendukung visi dan misi Kementerian Kesehatan yang tertuang
dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan, Direktorat Bina Produksi dan
Distribusi Alat Kesehatan menetapkan visi, misi sebagai berikut:
3.2.1 Visi
Tersedianya alat kesehatan aman, bermutu, bermanfaat, tepat guna serta
terjangkau oleh masyarakat.
3.2.2 Misi
a. Alat kesehatan yang beredar di wilayah Indonesia sesuai dengan yang
dipersyaratkan.
b. Pengawasan diperedaran (post market survalance) untuk melindungi
masyarakat dari produk alat kesehatan yang substandard dan mengetahui
sumber permasalahan di lapangan.
c. Meningkatkan pengawasan sarana produksi alat kesehatan dan PKRT dan
sarana distribusi alat kesehatan
d. Meningkatkan mutu pelayanan perizinan yang prima di bidang alat kesehatan
dan PKRT.
e. Meningkatkan profesionalisme dan kompetensi SDM dan etika kerja
f. Mengembangkan industri alat kesehatan dan PKRT dalam negeri yang berbasis
riset
g. Mencegah penyalahgunaan dan penggunasalahan alat kesehatan dan PKRT
h. Melindungi masyarakat dari alat kesehatan yang dapat berisiko terhadap
kesehatan
i. Meningkatkan daya tarik Investasi dan daya saing produk dalam negeri
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
17
Universitas Indonesia
3.3 Tugas Pokok dan Fungsi
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No.1144/MENKES/PER/VIII/
2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Direktorat Bina
Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan
penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar,
prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang
produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan menyelenggarakan
fungsi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a) :
a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi,
dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
b. Pelaksanaan kegiatan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi, dan
sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penilaian,
inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan rumah
tangga.
d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang penilaian, inspeksi,
standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah
tangga.
e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian,
inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan
rumah tangga.
f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.
3.4 Tujuan
Tujuan dari Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, yaitu:
a. Meningkatkan mutu dan keamanan alat kesehatan dan PKRT.
b. Meningkatkan ketersediaan alat kesehatan dan PKRT dalam jenis yang
lengkap, jumlah cukup, harga yang terjangkau, bermutu, digunakan secara
tepat dan dapat diperoleh saat diperlukan.
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
18
Universitas Indonesia
c. Meningkatkan ketersediaan alat kesehatan dan PKRT melalui optimalisasi
industri nasional dengan memperlihatkan keanekaragaman produk dan
keunggulan daya saing.
3.5 Sasaran dan Strategi
Berdasarkan Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2010-2014,
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan memiliki sasaran
meningkatkan mutu dan keamanan alat kesehatan dan Peralatan Kesehatan
Rumah Tangga (PKRT). Indikator pencapaian sasaran tersebut adalah:
a. Persentase produk alat kesehatan dan PKRT yang beredar memenuhi
persyaratan keamanan, mutu, dan manfaat sebesar 95%.
b. Persentase sarana produksi alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi
persyaratan cara produksi yang baik sebesar 60%
c. Persentase sarana distribusi alat kesehatan yang memenuhi persyaratan
distribusi sebesar 70%.
3.6 Indikator Kinerja dan Target
Untuk mencapai kinerja secara terarah maka telah ditetapkan indikator
kinerja dan target sebagaimana tabel 3.1 berikut:
Tabel 3.1 Indikator Kinerja dan Target Tahun 2010-2014
Indikator KerjaTarget
2010 2011 2012 2013 2014
a. Persentase produk alat kesehatan danPKRT yang beredar memenuhipersyaratan keamanan, mutu danmanfaat
70% 80% 85% 90% 95%
b. Persentase sarana produksi alatkesehatan dan PKRT yangmemenuhi persyaratan carapembuatan yang baik
45% 45% 50% 55% 60%
c. Persentase sarana distribusi alatkesehatan yang memenuhipersyaratan distribusi yang baik
50% 55% 60% 65% 70%
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
19
Universitas Indonesia
3.7 Struktur Organisasi
Dalam menjalankan tugas dan fungsinya Direktorat Bina Produksi dan
Distribusi Alat Kesehatan memiliki Struktur Organisasi yang dapat dilihat pada
Lampiran 6. Berdasarkan Permenkes No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010,
struktur organisasi tersebut terdiri dari:
a. Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan
b. Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik Invitro dan Perbekalan Kesehatan
Rumah Tangga
c. Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga
d. Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi
e. Subbagian Tata Usaha
f. Kelompok Jabatan Fungsional.
3.8 Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan
3.8.1 Tugas dan Fungsi
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Kesehatan Subdirektorat Penilaian Alat kesehatan mempunyai tugas menyiapkan
bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar,
prosedur, dan kriteria, bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan
laporan pelaksanaan di bidang penilaian alat kesehatan.
Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a) :
a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian
alat kesehatan.
b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria dibidang
penilaian alat kesehatan.
c. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang penilaian alat kesehatan.
d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan
kebijakan di bidang penilaian alat kesehatan.
3.8.2 Struktur Organisasi
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
20
Universitas Indonesia
Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan terdiri dari Seksi Alat Kesehatan
Elektromedik dan Seksi Alat Kesehatan Non Elektromedik.
3.8.2.1 Seksi Alat Kesehatan Elektromedik
Seksi Alat Kesehatan Elektromedik mempunyai tugas melakukan
penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan
norma,standar, prosedur, dan kriteria, bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan
penyusunan laporan di bidang penilaian alat kesehatan elektromedik. Alat
kesehatan elektromedik merupakan alat kesehatan yang dalam penggunaannya
menggunakan tenaga listrik dan rangkaian elektronika (sirkuit elektronik) sebagai
pengontrol kerja dari alat, baik untuk diagnostik, monitoring maupun terapi.
Penggunaan alat ini dilakukan oleh orang yang ahli (expert) dan harus terdapat
manual book baik dalam Bahasa Indonesia maupun Bahasa Inggris. Contoh
alatkesehatan elektromedik adalah EKG, USG, alat pacu jantung, inkubator, dan
lain-lain.
3.8.2.2 Seksi Alat Kesehatan Non Elektromedik
Seksi Alat Kesehatan Non Elektromedik memiliki tugas melakukan
penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma,
standar, prosedur, dan kriteria, bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan
penyusunan laporan di bidang penilaian alat kesehatan non elektromedik. Alat
kesehatan non elektromedik merupakan alat kesehatan yang dalam
penggunaannya tidak menggunakan tenaga listrik. Contoh alat kesehatan non
elektromedik adalah kassa, termometer raksa, kursi roda, softlens, dan lain-lain.
3.9 Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In vitro dan Perbekalan
Kesehatan Rumah Tangga
3.9.1 Tugas dan Fungsi
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1144/
MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Kesehatan tugas dari Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In vitro dan
Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga adalah melaksanakan penyiapan bahan
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
21
Universitas Indonesia
perumusan dan pelaksanan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur,
dan kriteria serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan
di bidang penilaian produk diagnostik in vitro dan perbekalan kesehatan rumah
tangga (PKRT).
Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In vitro dan PKRT
menyelenggarakan fungsi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a) :
a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian
produk diagnostik in vitro dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
penilaian produk diagnostik in vitro dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
c. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang penilaian produk diagnostik
invitro dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang
penilaian produk diagnostik in vitro dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
3.9.2 Struktur Organisasi
Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In vitro dan PKRT, terdiri dari:
3.9.2.1 Seksi Produk Diagnostik In vitro
Seksi Produk Diagnostik In vitro mempunyai tugas melakukan penyiapan
bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar,
prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi, dan
penyusunan laporan di bidang penilaian produk diagnostik in vitro. Produk
diagnostik in vitro adalah reagensia, instrumen, dan sistem yang digunakan untuk
mendiagnosa penyakit atau kondisi lain, termasuk penentuan kondisi kesehatan,
untuk penyembuhan, pengurangan atau pencegahan penyakit atau akibatnya
termasuk produk yang penggunaannya ditunjukkan bagi pengumpulan, penyiapan
dan pengujian spesimen yang diambil dari tubuh manusia. Contoh dari produk
diagnostik in vitro adalah dengue test, strip gula darah, tes kehamilan, dan lain-
lain.
3.9.2.2 Seksi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga
Seksi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga mempunyai tugas melakukan
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
22
Universitas Indonesia
penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma,
standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi, dan
penyusunan laporan di bidang penilaian perbekalan kesehatan rumah tangga.
Perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT) adalah alat, bahan atau campuran
bahan yang digunakan untuk pemeliharaan dan perawatan kesehatan untuk
manusia, pengendali kutu hewan peliharaan, tempat-tempat umum dan rumah
tangga berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
3.10 Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan
Rumah Tangga
3.10.1 Tugas dan Fungsi
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.1144/MENKES/PER/VIII/2010, Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan
Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga mempunyai tugas melaksanakan penyiapan
bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar,
prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan
penyusunan laporan di bidang inspeksi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan
rumah tangga. Dalam melaksanakan tugasnya subdirektorat Inspeksi Alat
Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga menyelenggarakan fungsi:
a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang inspeksi
produk, sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan
rumah tangga
b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
inspeksi produk, sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan
kesehatan rumah tangga
c. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang inspeksi produk, sarana produksi
dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga
d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan
kebijakan di bidang inspeksi produk, sarana produksi dan distribusi alat
kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
23
Universitas Indonesia
3.10.2 Struktur Organisasi
Subdirektorat Inspeksi Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dan
Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga terdiri atas:
3.10.2.1 Seksi Inspeksi Produk
Seksi Inspeksi Produk mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan
perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur,
dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan
laporan di bidang inspeksi produk alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah
tangga.
3.10.2.2 Seksi Inspeksi Sarana Produksi dan Distribusi
Seksi Inspeksi Sarana Produksi dan Distribusi mempunyai tugas
melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis,
pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang inspeksi sarana produksi
dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
3.11 Subdirektorat Standarisasi dan Sertifikasi
3.15.1 Tugas dan Fungsi
Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis,
pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi produk dan
sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah
tangga (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010).
Dalam melaksanakan tugasnya subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi
menyelenggarakan fungsi:
a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang
standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan
perbekalan kesehatan rumah tangga
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
24
Universitas Indonesia
b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan
perbekalan kesehatan rumah tangga
c. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang standardisasi produk dan
sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan
rumah tangga
d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang
standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan
perbekalan kesehatan rumah tangga
3.15.2 Struktur Organisasi
Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi terdiri atas:
3.11.2.1 Seksi Standardisasi Produk
Seksi Standardisasi Produk mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan
perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur,
dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan
laporan di bidang standardisasi produk alat kesehatan dan perbekalan kesehatan
rumah tangga
3.11.2.2 Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi
Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi mempunyai
tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis,
pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi dan
sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah
tangga
3.12 Subbagian Tata Usaha
Subbagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan urusan tata usaha dan
rumah tangga Direktorat (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010).
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
25
Universitas Indonesia
3.13 Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia yang terdapat pada Direktorat Bina Produksi dan
Distribusi Alat Kesehatan berjumlah 62 orang, terdiri dari PNS 37 orang dan
honorer 25 orang, dengan perincian sebagai berikut:
Tabel 3.2 Jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan honorer Direktorat BinaProduksi dan Distribusi Alat Kesehatan
Jabatan Jumlah
Struktural 14 orang
Fungsional umum 23 orang
Honorer 25 orang
Jumlah 62 orang
Tabel 3.3 Jumlah Pegawai Negeri Sipil berdasarkan Golongan
Golongan Jumlah
IV 10 orang
III 22 orang
II 5 orang
Jumlah 37 orang
Tabel 3.4 Jumlah PNS dan honorer menurut jenjang pendidikan
Jenjang
PendidikanPNS Honorer Jumlah
S2 7 0 7
Profesi 17 13 34
S1 3 4 7
D3 5 3 8
SMA 5 5 10
Jumlah 37 25 62
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
26
Universitas Indonesia
Tabel 3.5 Jumlah pegawai berdasarkan jenis kelamin
Jenis Kelamin PNS Honorer Jumlah
Laki-laki 11 10 21
Perempuan 26 15 41
Jumlah 62
3.14 Kegiatan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan
3.14.1 Sertifikasi Produksi
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1189/Menkes/Per/VIII/2010
tentang produksi alat kesehatan dan PKRT menyebutkan alat kesehatan hanya
dapat diproduksi oleh perusahaan yang telah memiliki sertifikat produksi, yang
artinya alat kesehatan yang diproduksi sesuai dengan ketentuan tentang Cara
Pembuatan Alat Kesehatan yang Baik (CPAKB) yang mengacu kepada ISO
13485, Medical devices – Quality management systems – Requirement for
regulatory purposes atau Cara Pembuatan PKRT yang Baik (CPPKRTB)
(Kementerian Kesehatan RI, 2013).
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.1189/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Produksi Alat Kesehatan dan
Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, sertifikat produksi alat kesehatan dapat
diklasifikasikan menjadi tiga kelas, yaitu :
a. Sertifikat Produksi Alat Kesehatan Kelas A
Sertifikat produksi alat kesehatan kelas A adalah sertifikat yang diberikan
kepada pabrik yang telah menerapkan CPAKB secara keseluruhan sehingga
diizinkan untuk memproduksi alat kesehatan kelas I, kelas IIa, kelas IIb dan kelas
III. Penanggung jawab teknisnya minimal Apoteker atau sarjana lain yang sesuai
dan harus mempunyai laboratorium sendiri.
b. Sertifikat Produksi Alat Kesehatan Kelas B
Sertifikat produksi alat kesehatan kelas B adalah sertifikat yang diberikan
kepada pabrik yang telah layak memproduksi alat kesehatan kelas I, kelas IIa, dan
kelas IIb, sesuai ketentuan CPAKB. Penanggung jawab teknisnya minimal D3
farmasi, kimia, teknik yang sesuai dengan bidangnya. Jika tidak memiliki
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
27
Universitas Indonesia
laboratorium sendiri, harus bekerja sama dengan laboratorium yang ditunjuk.
c. Sertifikat Produksi Alat Kesehatan Kelas C
Sertifikat produksi alat kesehatan kelas C adalah sertifikat yang diberikan
kepada pabrik yang telah layak memproduksi alat kesehatan kelas I dan kelas IIa
tertentu, sesuai ketentuan CPAKB. Penanggung jawab teknisnya asistenapoteker
atau tenaga lain yang sederajat, bekerja sama dengan laboratorium
yang terakreditasi.
Sertifikat produksi PKRT diklasifikasikan menjadi tiga kelas, yaitu:
a. Sertifikat Produksi PKRT Kelas A
Sertifikat produksi PKRT kelas A adalah sertifikat yang diberikan kepada
pabrik yang telah menerapkan CPPKRTB secara keseluruhan sehingga diizinkan
untuk memproduksi PKRT kelas I dan kelas II dan kelas III.
b. Sertifikat Produksi PKRT Kelas B
Sertifikat produksi PKRT kelas B adalah sertifikat yang diberikan kepada
pabrik yang layak memproduksi PKRT kelas I dan jelas II sesuai ketentuan
CPPKRTB.
c. Sertifikat Produksi PKRT Kelas C
Sertifikat produksi PKRT kelas C adalah sertifikat yang diberikan kepada
pabrik yang telah layak memproduksi PKRT kelas I dan kelas II tertentu, sesuai
ketentuan CPPKRTB.
Tata cara mendapatkan sertifikat produksi alat kesehatan dan/atau PKRT,
sebagai berikut (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010b) :
a. Perusahaan pemohon harus mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri
Kesehatan Republik Indonesia melalui Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
setempat, dengan menggunakan contoh Formulir 1 (Lampiran 8).
b. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja
sejak menerima tembusan permohonan, berkoordinasi dengan Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota membentuk tim pemeriksaan bersama untuk
melakukan pemeriksaan setempat. Tim pemeriksaan bersama, jika diperlukan,
dapat melibatkan tenaga ahli/konsultan/lembaga tersertifikasi di bidang
produksi yang telah disetujui oleh Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan
Alat Kesehatan.
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
28
Universitas Indonesia
c. Tim pemeriksaan bersama selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja
melakukan pemeriksaan dan membuat berita acara pemeriksaan.
d. Apabila telah memenuhi persyaratan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima hasil pemeriksaan
dari tim pemeriksaan bersama membuat surat rekomendasi kepada Direktur
Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
e. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf (b), (c), dan (d)
tidak dilaksanakan pada waktunya, perusahaan pemohon yang bersangkutan
dapat membuat surat pernyataan siap melaksanakan kegiatan kepada Direktur
Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dengan tembusan kepada
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Dinas Kesehtan Kabupaten/Kota
setempat.
f. Setelah surat rekomendasi diterima dan lampirannya sebagaimana dimaksud
pada huruf (e), Direktur Jenderal mengeluarkan sertifikat produksi
alatkesehatan dan /atau PKRT, dalam jangka waktu 30 hari kerja setelah
berkaslengkap.
g. Dalam jangka waktu 30 hari kerja sebagaimana dimaksud pada huruf (f),
Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dapat melakukan
penundaan atau penolakan permohonan sertifikat produksi.
h. Terhadap penundaan sebagaimana dimaksud huruf (g), diberi kesempatan
untuk melengkapi persyaratannya yang belum dipenuhi selambat-lambatnya 6
bulan sejak diterbitkannya surat penundaan.
3.14.2 Permohonan Izin Penyalur Alat Kesehatan
Persyaratan yang dibutuhkan dalam proses permohonan izin penyalur alat
kesehatan adalah sebagai berikut (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
2010d):
3.14.2.1 Surat Permohonan Izin Penyalur Alat Kesehatan
Surat permohonan ditujukan kepada dinas kesehatan propinsi setempat
dilengkapi dengan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009) :
a. NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) dan SIUP (Surat Izin Usaha
Perdagangan).
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
29
Universitas Indonesia
b. Akte notaris
c. Peta lokasi dan denah bangunan.
d. Alamat gedung, dan bengkel.
e. Penanggung jawab teknis.
f. Tenaga teknisi.
g. Surat penunjukan dari produsen luar negeri sebagai penyalur tunggal yang
dilegalisir oleh KBRI setempat atau dari produsen dalam negeri sebagai
penyalur tunggal yang dilegalisir oleh notaris setempat.
h. Jenis atau macam alat kesehatan yang diedarkan.
i. Brosur/katalog dari alat kesehatan yang diedarkan.
3.14.2.2 Tata Cara Pengajuan Permohonan Izin Penyalur Alat Kesehatan
Tata cara pengajuan permohonan dan pemberian IPAK sebagai berikut
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010d) :
a. Pemohon harus mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur Jenderal
Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan melalui kepala dinas kesehatan provinsi
setempat (Lampiran 8 dan 9).
b. Kepala dinas kesehatan provinsi selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja
sejak menerima tembusan permohonan, berkoordinasi dengan kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota untuk membentuk tim pemeriksa bersama untuk
melakukan pemeriksaan setempat.
c. Tim pemeriksa bersama selambat lambatnya 12 (dua belas) hari kerja
melakukan pemeriksaan setempat dan membuat berita acara pemeriksaan.
d. Apabila telah memenuhi persyaratan, kepala dinas kesehatan provinsi
selambat-lambatnya dalam waktu 6 (enam) hari kerja setelah menerima hasil
pemeriksaan dari tim pemeriksa bersama meneruskankepada Direktur
Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
e. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana yang dimaksud pada (b) hingga (d) tidak
dilaksanakan pada waktunya, pemohon yang bersangkutan dapat membuat
surat pernyataan siap melaksanakan kegiatan kepada Direktur Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan dengan tembusan kepada kepala dinas
kesehatan provinsi dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
30
Universitas Indonesia
f. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja sejak menerima surat pernyataan
(e), dengan mempertimbangkan persyaratan, Direktur Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan dapat melakukan penundaan atau penolakan
izin PAK.
g. Dalam jangka 30 (tiga puluh) hari kerja sejak menerima hasil pemeriksaan (d),
Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mengeluarkan izin
PAK.
h. Terhadap penundaan (f), pemohon diberi kesempatan untuk melengkapi
persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sejak
diterbitkan surat penundaan.
3.15.3 Pemberian Izin Edar Alat Kesehatan
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1190/MENKES/PER/VIII/2010, Izin edar adalah izin yang dikeluarkan kepada
perusahaan untuk produk alat kesehatan atau perbekalan kesehatan rumah tangga,
yang akan diimpor dan/atau digunakan dan/atau diedarkan di wilayah Republik
Indonesia, berdasarkan penilaian terhadap mutu, keamanan, dan kemanfaatan.
Produk alat kesehatan dan PKRT yang beredar harus memenuhi standar dan/atau
persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan sesuai dengan Farmakope
Indonesia atau Standar Nasional Indonesia (SNI) atau Pedoman Penilaian Alat
Kesehatan dan PKRT atau standar lain yang ditetapkan oleh Menteri.
Alat kesehatan dan/atau PKRT yang mendapat izin edar harus memenuhi
kriteria sebagai berikut:
a. Keamanan dan kemanfaatan alat kesehatan, yang dibuktikan dengan
melakukan uji klinis dan/atau bukti-bukti lain yang diperlukan
b. Keamanan dan kemanfaatan PKRT dibuktikan dengan menggunakan bahan
yang tidak dilarang dan tidak melebihi batas kadar yang telah ditentukan sesuai
peraturan dan/atau data klinis atau data lain yang diperlukan
c. Mutu, yang dinilai dari cara pembuatan yang baik dan menggunakan bahan
dengan spesifikasi yang sesuai dan memenuhi persyaratan yang ditentukan.
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
31
Universitas Indonesia
Untuk alat kesehatan dan/atau PKRT yang merupakan produk impor, cara
pembuatan yang baik ditunjukkan dengan sertifikat produksi. Permohonan izin
edar alat kesehatan dan/atau PKRT produksi dalam negeri diajukan oleh:
a. Perusahaan yang memproduksi dan/atau melakukan perakitan dan/atau
rekondisi/remanufaktur dan/atau makloon alat kesehatan dan/atau PKRT yang
telah mendapat sertifikat produksi.
b. Penyalur Alat Kesehatan (PAK) yang telah memiliki izin penyalur dan
ditunjuk sebagai agen tunggal dari perusahaan yang memproduksi alat
kesehatan dalam negeri.
c. Perusahaan pemilik merek dagang produk PKRT yang melakukan makloon
kepada perusahaan yang telah memiliki sertifikat produksi PKRT.
Permohonan izin edar alat kesehatan dan/atau PKRT impor diajukan oleh:
a. PAK yang telah memiliki izin atau Importir PKRT yang memiliki penunjukan
dari perusahaan atau perwakilan usaha yang memiliki kuasa sebagai agen
tunggal dengan mencantumkan jenis produk yang diageni serta diketahui oleh
perwakilan Republik Indonesia setempat, dengan masa penunjukan minimal 2
(dua) tahun.
b. PAK yang telah memiliki izin atau importir PKRT yang bukan agen tunggal
harus memiliki surat kuasa untuk mendaftar alat kesehatan dan/atau PKRT dari
perusahaan pembuat alat kesehatan dan/atau PKRT atau perusahaan
penanggung jawab di luar negeri.
c. Perusahaan yang telah memiliki sertifikat produksi untuk melakukan
perakitan/pengemasan kembali produk impor.
Alat kesehatan atau PKRT impor yang akan didaftarkan, wajib disertai
surat yang menyatakan bahwa alat kesehatan atau PKRT tersebut sudah beredar
dan digunakan di negara asal produk diproduksi atau negara lain, serta dokumen
lain yang menunjukkan keamanan atau mutu alat kesehatan dan/atau PKRT dari
instansi yang berwenang sesuai yang diperlukan dalam proses evaluasi.
Pengajuan izin registrasi alat kesehatan dan PKRT harus dilengkapi data-
data yang terdiri dari (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009):
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
32
Universitas Indonesia
3.14.3.1 Data Administrasi
a. Data yang harus ada untuk registrasi alat kesehatan dalam negeri, yaitu:
sertifikat produksi sesuai dengan jenis alat kesehatan yang didaftarkan, lisensi
(bila merek produk dan formulanya berasal dari pihak lain), paten merek (bila
menggunakan merek sendiri).
b. Data yang harus ada untuk registrasi alat kesehatan luar negeri/impor, yaitu:
izin usaha penyalur alat kesehatan, surat penunjukkan/surat kuasa untuk
mendaftarkan yang di legalisir oleh KBRI setempat, surat keterangan dari
pejabat pemerintah/badan yang diberi kewenangan di negara asal (Certificateof
Free Sale atau lainnya) bahwa produk tersebut diizinkan untuk dijual.
c. Data yang harus ada untuk registrasi produk PKRT dalam negeri, yaitu
sertifikat produksi, surat perjanjian kerjasama/MOU (Memorandum of
Understanding) bila produsen memproduksi berdasarkan pesanan pihak lain
(toll manufacturing), surat lisensi bila merek dan formula berasal dari pihak
lain, surat pernyataan merek, paten merek yang dikeluarkan Ditjen HAKI (jika
ada), izin Komisi Pestisida (untuk PKRT yang mengandung pestisida),
formulir lampiran AA (formula dan prosedur pembuatan), formulir lampiran
BB (spesifikasi bahan baku dan wadah), formulir lampiran CC (spesifikasi dan
stabilitas produk jadi), formulir lampiran DD (kegunaan, cara penggunaan,
penandaan dan contoh produk), hasil pengujian, rancangan penandaan. Catatan
: Khusus PKRT yang mengandung pestisida harus menyertakan surat
persetujuan dari Komisi Pestisida.
d. Data yang harus ada untuk registrasi produk PKRT impor, yaitu: surat
penunjukan sebagai distributor dari pabrik asal dan telah dilegalisir oleh KBRI
3.14.3.2 Data Teknis
a. Untuk produk yang terbentuk dari bahan kimia, pendaftar harus memberikan
komponen formula dalam satuan internasional atau persentase dan menuliskan
fungsi masing-masing bahan.
b. Prosedur pembuatan secara singkat berupa alur kerja dalam proses produksi
disertai dengan keterangan tentang proses kritis yang mempengaruhi kualitas
dan langkah yang dilakukan untuk mengontrol proses kritis tersebut.
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
33
Universitas Indonesia
c. Untuk produk HIV, harus melampirkan hasil evaluasi dari RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo. Untuk produk elektromedik, pastikan keamanan dengan
melampirkan data hasil uji sesuai dengan persyaratan IEC 60601 mengenai
keselamatan listrik.
d. Untuk alat kesehatan, formulir yang perlu dilampirkan adalah Formulir A (data
administrasi), Formulir B (informasi produk), Formulir C (spesifikasi dan
jaminan mutu), Formulir D (penandaan dan petunjuk penggunaan), dan
Formulir E (post market evaluation).
Evaluasi dan penilaian data dilaksanakan oleh tim penilai alat kesehatan.
Untuk alat kesehatan dengan teknologi baru atau canggih, maka dilakukan
evaluasi oleh tim ahli yang terdiri dari pakar di bidangnya. Bila hasil penilaian
dan keputusan pendaftaran dinyatakan lengkap maka akan dikeluarkan nomor
registrasi/izin edar. Sedangkan, bila dinyatakan kurang atau tidak lengkap maka
dapat diberikan kesempatan untuk melengkapi data yang kurang dalam jangka
waktu selambat-lambatnya 3 bulan terhitung mulai tanggal pemberitahuan. Jika
sampai pada batas waktu yang ditentukan pemohon tidak melengkapi data maka
dilakukan penolakan pendaftaran.
Nomor registrasi akan dikeluarkan oleh Menteri Kesehatan Republik
Indonesia setelah permohonan izin edar telah disetujui. Nomor registrasi terdiri
dari 11 digit dengan keterangan sebagai berikut :
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Digit 1 : kelas
Digit 2,3 : kategori
Digit 4,5 : sub kategori
Digit 6,7 : tahun pemberian izin (dibalik)
Digit 8 sampai 11 : nomor urut pendaftaran
Alat Kesehatan Dalam Negeri : AKD
Alat Kesehatan Impor : AKL
PKRT Impor : PKL
PKRT Dalam Negeri : PKD
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
34
Universitas Indonesia
Contoh nomor izin edar:
a. Alat kesehatan: AKL 21104900078
AKL : Alat Kesehatan Luar Negeri
Digit 1 (Angka 2) : Kelas 2 (resiko sedang)
Digit 2,3 (Angka 11) : Peralatan obstetrik dan ginekologi (OG)
Digit 4,5 (Angka 04) : Peralatan obstetrik dan ginekologi bedah
Digit 6,7 (Angka 90) : Tahun pemberian izin (dibalik) 2009
Digit 8-11 (Angka 0078) : Nomor urut pendaftaran 0078
Alat ini adalah alat kesehatan luar negeri (AKL), termasuk kelas 2 dan
didaftarkan pada tahun 2009. Untuk penentuan/penilaian kelas, kategori dan
sub kategori alat kesehatan mengacu pada Code of Federal Regulation
(CFR).
b. PKRT: PKD 20305700520
PKD : PKRT dalam negeri
Digit 1 (Angka 2) : Kelas 2 (resiko sedang)
Digit 2,3 (Angka 03) : Kategori 3 (pembersih)
Digit 4,5 (Angka 05) : Sub kategori 5 (pembersih kloset)
Digit 6,7 (Angka 70) : Tahun pemberian izin (dibalik) 2007
Digit 8-11 (Angka 0520) : Nomor urut pendaftaran 0520
Alat ini adalah PKRT dalam negeri (PKD), termasuk kelas 2, kategori
pembersih, subkategori pembersih kloset, dan didaftarkan pada tahun 2007.
Izin edar berlaku selama 5 (lima) tahun atau sesuai dengan masa
penunjukan keagenan masih berlaku dan dapat diperbaharui sepanjang memenuhi
persyaratan. Blanko perubahan atau perpanjangan izin edar dapat dilihat pada
Lampiran 10. Jika alat kesehatan yang telah memperoleh izin edar terbukti tidak
memenuhi persyaratan mutu, keamanan serta kemanfaatan, pemerintah
berwenang mencabut nomor pendaftaran/izin edar dan memerintahkan penarikan
alat kesehatan tersebut dari peredaran.
Jika dalam masa peredarannya terdapat penambahan atau perubahan pada
produk yang telah diberi izin edar tersebut, seperti: nama, penandaan, kemasan,
penambahan ukuran kemasan, dan lain-lain, maka produk tersebut harus
didaftarkan kembali, produk tidak perlu mengganti nomor izin edar (masih dapat
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
35
Universitas Indonesia
memakai nomor izin edar yang lama). Blanko penilaian perubahan atau
perpanjangan izin edar dapat dilihat pada Lampiran 11. Namun, jika terjadi
perubahan formula maka produk harus didaftarkan lagi ke Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia (Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat
Kesehatan) dan nomor izin edar lama tidak berlaku lagi (diganti dengan nomor
izin edar baru). Blanko pemeriksaan perubahan atau perpanjangan izin edar dapat
dilihat pada Lampiran 12.
3.15 Pelayanan Surat Keterangan
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat kesehatan selain memberikan
pelayanan pengajuan sertifikat produksi, izin edar dan izin penyalur, juga
memberikan pelayanan surat keterangan diantaranya (Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, 2009):
3.15.1 Certificate Of Free Sale (CFS)
CFS adalah surat keterangan bahwa produk alat kesehatan atau PKRT
yang akan diekspor telah terdaftar pada Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia dan telah beredar di Indonesia. Ketentuan pemberian CFS, antara lain:
a. Perusahaan mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri Kesehatan RI
(Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat kesehatan).
b. CFS diberikan kepada pemilik sertifikat produksi alkes/PKRT dan izin edar
yang masih berlaku.
c. CFS diberikan untuk 1 kali permohonan dan satu negara tujuan.
d. Masa berlaku CFS adalah 1 tahun sejak tanggal diterbitkan.
e. Proses Surat Keterangan Ekspor alat kesehatan/PKRT diberikan dalam waktu
selambat-lambatnya 3 hari kerja.
Persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemohon untuk mendapatkan CFS, yaitu:
a. Surat permohonan ditandatangani oleh Direktur/Penanggung Jawab Teknis
dengan mencantumkan negara tujuan.
b. Salinan surat izin edar yang masih berlaku yang mencantumkan nama produk.
c. Salinan sertifikat produksi yang masih berlaku beserta addendum
d. Salinan NPWP
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
36
Universitas Indonesia
e. Contoh produk jadi yang akan diekspor
3.15.2 Surat Keterangan Lainnya
Surat keterangan lainnya hanya diberikan untuk keperluan berikut:
a. Produk alat kesehatan atau PKRT untuk penelitian dan pendidikan
b. Bahan atau komponen bahan baku impor untuk digunakan dalam memproduksi
alat kesehatan atau PKRT yang sudah terdaftar.
c. Bahan atau produk tertentu yang berdasarkan kajian bukan termasuk alat
kesehatan dan/atau PKRT yang harus didaftarkan pada Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia (Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat kesehatan)
d. Produk alat kesehatan yang diperlukan untuk pengujian dalam rangka
persyaratan pemberian izin edar.
Persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemohon untuk mendapatkan surat
keterangan tersebut yaitu :
a. Surat permohonan mendapatkan surat keterangan yang sesuai.
b. Surat perjanjian Goverment to Goverment dari pihak yang berwenang.
c. PIB
d. Invoice dan/atau AWB/MAWB/BL
e. Surat perjanjian kerjasama antara donator dan penerima (poin 1)
f. Surat protokol pengujian (poin 2)
g. Surat persetujuan dari komite medik rumah sakit yang mencantumkan nama
pasien pengguna (poin 6)
h. Surat pernyataan dokter penanggung jawab
i. Izin edar dan izin produksi terkait produk yang dimaksud (poin 3)
j. Katalog/brosur/data pendukung lainnya mengenai produk tersebut
3.16 Pembinaan, Pengendalian dan Pengawasan Keamanan Alat
Kesehatan dan PKRT
Berdasarkan Permenkes 1190/MENKES/PER/VIII/2010 Tentang Izin Edar
Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, pembinaan yang
dilakukan dalam rangka pengamanan alat kesehatan dan PKRT bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat akan alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
37
Universitas Indonesia
persyaratan, melindungi masyarakat dari bahaya penggunaan alat kesehatan dan
PKRT yang tidak tepat atau tidak memenuhi persyaratan, dan menjamin
terpenuhinya atau terpeliharanya persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan
alat kesehatan dan PKRT.
Pembinaan keamanan alat kesehatan dan PKRT dilaksanakan dalam bidang,
antara lain:
a. Informasi produk
b. Perdagangan
c. Sumber daya manusia
d. Pelayanan kesehatan
e. Periklanan
Berdasarkan Permenkes Nomor 1191/MENKES/PER/VIII/2010 Tentang
Penyaluran Alat Kesehatan, penggunaan alat kesehatan dapat menimbulkan efek
yang tidak diinginkan dan membahayakan kesehatan sehingga dapat merugikan
pasien atau operator alat tersebut. Oleh karena itu, pengawasan perlu dilakukan
untuk dapat menjamin mutu, keamanan dan kemanfaatan dari produk baik pre-
market maupun post-market. Pengawasan ini dilaksanakan baik oleh pemerintah
dan masyarakat (pengawasan eksternal), maupun produsen/penyalur (pengawasan
internal). Pengawasan yang dapat dilakukan oleh pemerintah:
a. Audit terhadap informasi teknis dan klinik
b. Pemeriksaan terhadap sarana produksi dan distribusi
c. Sampling dan pengujian
d. Pengawasan penandaan iklan
Pengawasan yang dapat dilakukan oleh produsen/penyalur:
a. Audit terhadap informasi alat kesehatan dan/atau PKRT yang didapat dari
sarana distribusi/penyalur
b. Pemeriksaan kembali terhadap produk untuk mengetahui kejadian yang tidak
diinginkan
c. Melaporkan kepada pemerintah, pemerintah daerah provinsi dan pemerintah
daerah kabupaten/kota tentang kejadian yang tidak diinginkan
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
38
Universitas Indonesia
Pengawasan yang dapat dilakukan oleh masyarakat:
a. Memberdayakan masyarakat untuk mengetahui hak dan kewajiban terhadap
alat kesehatan yang beredar.
b. Meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap bahaya penggunaan alat
kesehatan yang tidak memenuhi standard yang ditetapkan.
c. Dapat memberikan masukkan kepada pemerintah dan produsen demi
peningkatan mutu
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
39 Universitas Indonesia
BAB 4PEMBAHASAN
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia merupakan suatu kementerian
yang mempunyai tugas membantu presiden dalam menyelenggarakan sebagian
urusan pemerintahan di bidang kesehatan. Kementerian kesehatan mempunyai
beberapa fungsi yaitu melakukan perumusan, penetapan dan pelaksanaan
kebijakan di bidang kesehatan, pengelolaan barang milik/ kekayaan negara yang
menjadi tanggung jawab kementerian kesehatan, pengawasan atas pelaksanaan
tugas di lingkungan kementerian kesehatan, pelaksanaan bimbingan teknis dan
supervise atas pelaksanaan urusan kementerian kesehatan di daerah dan
pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional.
Visi Kementerian Kesehatan tahun 2010-2014 adalah Masyarakat Sehat
yang Mandiri dan Berkeadilan, sedangkan misi Kementerian Kesehatan RI
diantaranya adalah meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui
pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani; melindungi
kesehatan masyarakat dan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna,
merata, bermutu, dan berkeadilan; menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber
daya kesehatan; serta menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik.
Visi dan misi Kementerian Kesehatan dicapai dengan adanya koordinasi
antar direktorat jenderal yang bernaung di bawahnya. Empat direktorat jenderal
yang bernaung yaitu Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan, Direktorat
Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Direktorat Jenderal
Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak, dan Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
Berdasarkan Permenkes Nomor 1144/MENKES/PER/VIII/2010 Pasal 527
bahwa Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
menyelenggarakan fungsi perumusan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian
dan alat kesehatan; pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan
alat kesehatan; penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; pemberian bimbingan teknis dan
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
40
Universitas Indonesia
evaluasi di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; dan pelaksanaan
administrasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
Upaya pemerintah dalam dalam menjamin keamanan, mutu, dan manfaat
alat kesehatan dan PKRT dilakukan melalui Direktorat Bina Produksi dan
Distribusi Alat Kesehatan. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat
Kesehatan mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan
standardisasi teknis di bidang pembinaan alat kesehatan dan PKRT, seperti
mengeluarkan izin produksi, izin distribusi, standardisasi dan sertifikasi alat
kesehatan dan PKRT. Direktorat ini telah melakukan pelayanan perizinan melalui
sistem online sebagai upaya untuk mengingkatkan kualitas pelayanan publik yang
transparan dan akuntabel.
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan terdiri dari empat
subdirektorat yaitu Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan, Subdirektorat
Penilaian Produk Diagnostik Reagensia dan PKRT, Subdirektorat Inspeksi Alat
Kesehatan dan PKRT serta Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi. Setiap
subdirektorat dikepalai oleh seorang kepala subdit yang membawahi dua kepala
seksi.
4.1 Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan
Tugas dari Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan adalah menyiapkan
bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar,
prosedur, dan kriteria, bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan
laporan pelaksanaan di bidang penilaian alat kesehatan. Subdit yang dikepalai
oleh Drs. Masrul, Apt. ini terdiri atas Seksi Alat Kesehatan Elektromedik yang
dikepalai oleh Siti Nurhasanah, S.Si., Apt., dan Seksi Alat Kesehatan Non
Elektromedik yang dikepalai oleh Eva Silvia, S.K.M. yang sebelumnya kedua
seksi tersebut tidak berada dalam satu subdit. Untuk meningkatkan efisiensi
kinerja sesuai dengan spesifikasi dari kedua jenis alat kesehatan tersebut maka
dilakukan perubahan struktur organisasi sehingga kedua seksi tersebut berada di
bawah satu subdit.
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
41
Universitas Indonesia
Subdit ini mengurus izin edar dari alat kesehatan yang baru maupun
perpanjangan izin edar alat kesehatan lama. Selain itu subdit ini juga mengurus
izin dari sarana produksi dan distribusi yang akan menjalankan kegiatannya.
Setiap perusahaan yang akan memohon ijin edar ataupun izin kegiatan harus
melakukan pendaftaran secara online terlebih dulu melalui system e-registration.
Ketika mendaftar secara online, perusahaan akan diminta untuk membuat akun
yang berisi identitas perusahaan. Selain itu, daftar persyaratan yang diminta oleh
tim penilai juga akan diberitahukan secara online. Selanjutnya perusahaan harus
menyerahkan berkas persyaratan yang diminta ke loket umum yang berada di
gedung Kementrian Kesehatan.
Sebelum izin dikeluarkan, maka dilakukan penilaian/evaluasi terhadap alat
kesehatan dalam dan luar negeri, serta sarana produksi dan distribusi. Penilaian
alat kesehatan hanya dilakukan terhadap dokumen yang dipersyaratkan. Penilaian
ini meliputi data administrasi dan data teknis. Data administrasi terdiri dari
formulir pendaftaran, sertifikat produksi (produksi dalam negeri), IPAK (Izin
Penyalur Alat Kesehatan), surat penunjukan sebagai agen tunggal, surat kuasa
untuk mendaftar, certificate of free sale (untuk produk impor), dan surat
pernyataan kepemilikan merek (produk dalam negeri). Data teknis terdiri dari data
formula/kompisisi, prosedur pembuatan, spesifikasi produk jadi, Certificate of
Analysis (CoA), kestabilan, uji fungsi alat, penandaan serta penanganan komplain.
Setelah penilaian berkas selesai dilaksanakan, perusahaan pendaftar akan
diberikan informasi mengenai lulus atau tidaknya dalam persyaratan administrasi.
Bagi perusahaan yang tidak lulus, harus mengulangi tahap penyerahan berkas
persyaratan dan harus menunggu lagi selama 30 hari untuk proses penilaian ulang
oleh tim penilai Hal ini dirasa kurang efektif karena petugas harus meluangkan
waktu dan tenaga lagi untuk menilai berkas perusahaan yang tidak lulus.
Untuk mempermudah dalam proses penilaian alat kesehatan, maka alat-alat
kesehatan dikelompokkan menjadi empat berdasarkan risiko yang ditimbulkan
dalam penggunaan yaitu kelas I, kelas IIa, kelas IIb, kelas III. Kelas I adalah alat
kesehatan yang kegagalan atau salah penggunaannya tidak menyebabkan akibat
yang berarti, contohnya plester luka, sikat gigi dan ice bag. Kelas IIa adalah
adalah alat kesehatan yang kegagalan atau salah penggunaannya dapat
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
42
Universitas Indonesia
memberikan akibat yang berarti kepada pasien tetapi tidak menyebabkan
kecelakaan yang serius, contohnya reflex hammer dan kursi roda. Kelas IIb adalah
adalah alat kesehatan yang kegagalan atau salah penggunaannya dapat
memberikan akibat yang sangat berarti kepada pasien tetapi tidak menyebabkan
kecelakaan yang serius, contohnya contact lenses dan ophthalmic laser. Kelas III
adalah adalah alat kesehatan yang kegagalan atau salah penggunaannya dapat
memberikan akibat yang serius kepada pasien atau perawat/operator, contohnya
ventricular by pass device dan silicon gel filled breast.
4.2 Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In Vitro dan Perbekalan
Kesehatan Rumah Tangga
Penilaian produk diagnostik in vitro dan PKRT merupakan tugas dari
Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In Vitro dan PKRT. Subdit yang
dikepalai oleh Dra. Rully Makarawo, Apt. ini dibagi menjadi dua seksi yaitu
Seksi Produk Diagnostik reagensia yang dikepalai oleh Dra. Ema Viaza, Apt. dan
Seksi produk PKRT yang dikepalai oleh Nurhidayat, S.Si, Apt. Kegiatan yang
dilakukan subdit ini yaitu menilai dan memberikan izin edar produk diagnostik in
vitro dan PKRT dalam maupun luar negeri. Penilaian bertujuan menjamin produk
diagnostik in vitro dan PKRT yang beredar di Indonesia telah memenuhi
persyaratan yang berlaku. Penilaian terhadap produk diagnostik in vitro dan
PKRT meliputi beberapa data antara lain formulir pendaftaran, sertifikat produksi
(produksi dalam negeri), IPAK (Izin Penyalur Alat Kesehatan), surat penunjukan
sebagai agen tunggal, surat kuasa untuk mendaftar, certificate of free sale (untuk
produk impor), dan surat pernyataan kepemilikan merek (produk dalam negeri).
Data teknis terdiri dari data formula/kompisisi, prosedur pembuatan, spesifikasi
produk jadi, Certificate of Analysis (CoA), kestabilan alat, uji fungsi alat,
penandaan serta penanganan komplain.
Alat kesehatan yang digunakan tunggal maupun dalam kombinasi dibuat
bertujuan pemeriksaan spesimen yang berasal dari tubuh manusia secara
reagensia yang digunakan untuk diagnostik, pemantauan atau kesesuaian
pelaksanaan pengobatan disebut sebagai produk diagnostik in vitro. Produk
diagnostik in vitro dibagi dalam empat kategori yaitu peralatan kimia klinik dan
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
43
Universitas Indonesia
toksikologi klinik, peralatan hematologi dan patologi, peralatan imunologi dan
mikrobiologi, dan peralatan obstetrik dan ginekologi. Registrasi alat kesehatan
diagnostik in vitro kelas III (misalnya untuk penyakit HIV atau flu burung) harus
menyertakan uji klinis dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Berbeda
dengan jenis alat kesehatan lainnya produk diagnostik reagensia membutuhkan
perhatian pada penyimpanan terkait suhu dan kelembaban. Alat kesehatan
tersebut rentan terhadap perubahan suhu dan kelembapan sehingga kondisi
penyimpanan dan distribusi penting untuk diperhatikan karena dikhawatirkan
mempengaruhi kualitas dari alat kesehatan. Oleh karena itu, penilaian alat
kesehatan sebelum diberikan izin edar sangat penting untuk dilakukan.
PKRT (Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga) adalah alat, bahan atau
campuran bahan untuk pemeliharaan, perawatan, pengendali kutu hewan
peliharaan, dan keperluan kebersihan rumah tangga. Untuk mempermudah dalam
penilaian, dilaukan pembagian kelas PKRT berdasarkan risiko yaitu kelas I
(resiko rendah), yang merupakan PKRT yang pada penggunaannya tidak
menimbulkan akibat yang berarti seperti iritasi, korosif, karsinogenik, contohnya
kapas dan tissue. PKRT kelas II (resiko sedang) yaitu PKRT yang pada
penggunaannya dapat mneimbulkan iritasi, korosif tapi tidak menimbulkan akibat
serius seperti karsinogenik, contohnya deterjen, pewangi mobil. PKRT kelas III
(risiko tinggi) adalah PKRT yang mengandung pestisida dimana penggunaannya
dapat menimbulkan akibat yang serius seperti karsinogenik.
Sama seperti izin edar alkes, permohonan izin edar untuk produk
diagnostik in vitro dan PKRT pendaftarannya juga diawali dengan pendaftaran
secara online terlebih dahulu. Alur selanjutnya, adalah penyerahan berkas
persyaratan disertai hasil pengujian laboratorium. Khusus untuk PKRT kelas III
wajibmendapatkan bukti persetujuan dari komisi pestisida
4.3 Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan & Perbekalan Kesehatan
Rumah Tangga
Drs. Rahbudi Helmi, Apt, MKM. merupakan kepala dari Subdirektorat
Inspeksi Alat Kesehatan dan PKRT. Subdit ini bertugas melaksanakan penyiapan
bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar,
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
44
Universitas Indonesia
prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan
penyusunan laporan di bidang inspeksi alat kesehatan dan PKRT. Subdirektorat
Inspeksi Alat Kesehatan dan PKRT memiliki dua seksi yaitu, inspeksi produk
yang dikepalai Dra. Nurlaili Isnaini Apt, MKM. dan inspeksi sarana produksi dan
distribusi yang dikepalai oleh Dra. Ninik Hariyati, Apt.
Kegiatan pengawasan alkes dan PKRT yang beredar di Indonesia dilakukan
secara pre dan post market surveillance. Pengawasan pre market telah dilakukan
dengan mewajibkan adanya izin edar bagi produk alkes dan PKRT serta izin
kegiatan untuk sarana produksi dan distribusi dari alkes dan PKRT. Pengawasan
post market merupakan tanggung jawab dari subdit ini. Tiga kegiatan utama dari
subdit ini yaitu post market surveillance, vigilance, dan pengawasan iklan. Post
market surveillance merupakan kegiatan pemantauan terhadap produk yang
beredar di pasaran, sarana produksi serta sarana distribusi alkes dan PKRT.
Kegiatan ini dilakukan dengan cara pembelian produk dari pasar kemudian diuji
sesuai dengan parameter keamanan, mutu, dan kemanfaatannya. Hasil pengujian
dibandingkan dengan dokumen yang dilampirkan oleh produsen ketika proses
pendaftaran. Penilaian terhadap sarana produksi dan distribusi dilakukan dengan
melakukan inspeksi sarana produksi dan distribusi di seluruh wilayah Indonesia.
Kegiatan dilakukan setiap 5 tahun sekali. Kelayakkan sarana produksi dan
distribusi dinilai dari komitmen produsen dan distributor dalam menerapkan
pedoman CPAKB dan CDAKB.
Kegiatan pelaporan terkait alkes dan PKRT oleh produsen, distributor,
masyarakat atau pemerintah mencakup kegiatan produksi, distribusi serta
penggunaanya oleh masyarakat disebut sebagai kegiatan vigilance. Laporan ini
dilakukan setiap satu tahun sekali. Pada kasus tertentu seperti kejadian yang
menimbulkan banyak korban jiwa, maka pelaporan harus dilakukan maksimal
2x24 jam setelah kejadian. Bila suatu kasus menimbulkan korban jiwa yang tidak
banyak (hanya satu atau dua korban), misalnya keracunan pestisida, maka
pelaporan dilakukan maksimal sepuluh hari setelah kejadian. Apabila suatu
peristiwa terjadi namun tidak menimbulkan korban jiwa, maka pelaporan
dilakukan maksimal tiga puluh hari kalender.
Pengawasan iklan dilakukan dengan pemantauan terhadap iklan yang
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
45
Universitas Indonesia
dipublikasikan di media elektronik, media cetak, media teknologi informasi, dan
media luar ruang. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa iklan yang
dipublikasikan sesuai dengan peraturan yang berlaku dan tidak menyesatkan
konsumen.
Beberapa hal yang diatur terkait periklanan antara lain tenaga profesional
tidak boleh mengiklankan produk kecuali untuk pelayanan masyarakat
mengunakan kata-kata superlatif, istilah-istilah tertentu yang menjelek-jelekan
produk lain juga tidak diperkenankan, anak-anak tidak diijinkan digunakan sebagi
model iklan kecuali produk tersebut digunakan oleh anak, serta masih banyak
aturan lain yang harus diperhatikan oleh suatu perusahaan ketika akan membuat
iklan alkes dan PKRT, yang tercantum pada Permenkes No. 76 tahun 2013
tentang Iklan Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga.
4.4 Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi
Kepala Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi kini dijabat oleh Dra. Lili
Saidah Jusuf, Apt, dengan Ismiyati, S.Si., Apt. sebagai Kepala Seksi Standardisasi
Produk dan Lupi Trilaksono, SF, MM, Apt sebagai Kepala Seksi Standardisasi
dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No.1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi
terdiri atas Seksi Standardisasi Produk dan Seksi Standardisasi dan Sertifikasi
Produksi dan Distribusi. Tugas Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi yaitu
melaksanakan penyiapan bahan perumusan, pelaksanaan kebijakan, penyusunan
norma, standar, prosedur, kriteria, bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan
penyusunan laporan di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan
distribusi alat kesehatan dan PKRT. Dalam melaksanakan tugas standardisasi,
subdit ini bekerjasama dengan Badan Standardisasi Nasional (BSN).
Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi terdiri dari: Seksi Standardisasi
Produk dan Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi. Kedua
seksi tersebut bertugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan
kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan
teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
46
Universitas Indonesia
produk alat kesehatan dan PKRT (Seksi Standardisasi Produk) atau di bidang
standardisasi dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan PKRT
(Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi). Produk dari
Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi antara lain, sertifikat produksi, izin
penyalur, pedoman Cara Pembuatan Alat Kesehatan yang Baik (CPAKB) dan
Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik (CDAKB).
Selama melaksanakan PKPA di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi
Alat Kesehatan mahasiswa mengamati kegiatan, mendapatkan materi, dan
berdiskusi terkait dengan tugas dan fungsi dari setiap subdirektorat. Kegiatan
tersebut memberikan pemahaman dan pengetahuan terkait tugas dan fungsi dari
masing-masing subdirektorat.
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
47 Universitas Indonesia
BAB 5KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
a. Menteri Kesehatan RI membawahi Sekretariat Jenderal, Inspektorat Jenderal
dan empat Direktorat Jenderal. Direktorat Jenderal tersebut adalah Direktorat
Jenderal Bina Upaya Kesehatan, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit
dan Penyehatan Lingkungan, Direktorat Bina Gizi dan Kesehatan Ibu Anak,
dan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Direktorat
Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan terdiri dari Direktorat Bina
Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, Direktorat Bina Pelayanan
Kefarmasian, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dan
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian.
b. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan memiliki tugas
melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan
norma, standar, prosedur, dan kriteria serta pemberian bimbingan teknis dan
evaluasi di bidang produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan
kesehatan rumah tangga. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat
Kesehatan membawahi Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan, Subdirektorat
Penilaian Produki Diagnostik Reagensia dan PKRT, Subdirektorat Inspeksi
Alat Kesehatan dan PKRT, Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi,
Subbagian Tata usaha, dan Kelompok Jabatan Fungsional. Direktorat ini
berperan dalam menyelenggarakan upaya kesehatan melalui penilaian,
pembinaan, pengendalian, dan pengawasan terhadap alat kesehatan dan
perbekalan rumah tangga. Kegiatan pelayanan yang dilakukan Pelayanan yang
diberikan oleh Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan adalah
pelayanan sertifikat produksi, izin penyalur alat kesehatan, dan izin edar alat
kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
c. Peran Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan
adalah sebagai tim penilai yang mengevaluasi berkas permohonan produksi,
izin penyalur, dan izin edar alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
48
Universitas Indonesia
tangga. Selain berperan dalam kegiatan tersebut apoteker juga berperan dalam
kegiatan inspeksi terhadap alat kesehatan dan perbekalan kesehatan, sarana
produksi dan distribusi, pengawasan post market surveillance, serta
pengawasan iklan alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
5.2 Saran
a. Pengadaan sanksi yang tegas pada sistem e-registration sehingga pihak yang
mengajukan permohonan perizinan dapat lebih teliti dalam mengirimkan
berkas sehingga dapat meningkatkan efisiensi kerja dari pihak penilaian. Hal
tersebut juga kemudian dapat meningkatkan jangka waktu pemrosesan
permohonan registrasi.
b. Pembuatan pedoman yang berisi tindak lanjut dan suatu bentuk
pertanggungjawaban yang jelas ketika terdapat kejadian yang tidak diinginkan
di kelas 3.
c. Dibuat perjanjian terlebih dahulu dengan pemateri dari pihak kementerian
kesehatan agar mahasiswa memperoleh materi sesuai dengan matriks yang
telah dibuat secara holistik dan tepat waktu.
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
49 Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Pedoman Penilaian AlatKesehatan/Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Direktorat Jenderal BinaKefarmasian dan Alat Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan RepublikIndonesia.
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan. (2013). LaporanAkuntabilitas Kinerja. Jakarta: Direktorat Bina Produksi dan Distribusi AlatKesehatan.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2010a). Peraturan MenteriKesehatanRepublik Indonesia Nomor 1144/MENKES/PER/VIII/2010tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan. Jakarta.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2010b). Peraturan MenteriKesehatanRepublik Indonesia Nomor 1189/MENKES/PER/VIII/2010Tentang Produksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan RumahTangga. Jakarta.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2010c). Peraturan MenteriKesehatanRepublik Indonesia Nomor 1190/MENKES/PER/VIII/2010Tentang Izin Edar Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan RumahTangga. Jakarta.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2010d). Peraturan MenteriKesehatanRepublik Indonesia Nomor 1191/MENKES/PER/VIII/2010Tentang Penyaluran Alat Kesehatan. Jakarta.
Kementrian Kesehatan RI. (2013). Pedoman Tata Cara Sertifikasi Produksi AlatKesehatan dan PKRT. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
LAMPIRAN
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
51
Lampiran 1. Struktur Organisasi Kementerian Kesehatan
51
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
52
Lampiran 2. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
52
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
53
Lampiran 3. Struktur Organisasi Sekertariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
53
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
54
Lampiran 4. Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
54
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
55
Lampiran 5. Struktur Organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian
55
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
56
Lampiran 6. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan
56
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
57
Lampiran 7. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian
57
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
58
Lampiran 8. Formulir Permohonan Sertifikat Produksi Alat Kesehatan/Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT)
PERMOHONAN SERTIFIKAT PRODUKSI ALAT KESEHATAN
/PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA
Saya yang bertanda tangan dibawah ini mengajukan permohonan sertifikatProduksi Alat Kesehatan/Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga
1. Nama Pemohon :
Alamat Pemohon :
2. Nama Pabrik :
Alamat Pabrik :
3. Badan Usaha :
4. NPWP :
SIUP :
TDI :
5. Status Permodalan :
6. Alamat Surat menyurat dan :
Nomor Telepon
Alamat Gudang :
7. Jenis yang akan diproduksi :
8. Nama Penanggung Jawab :
Teknis Produksi
9. Pendidikan Penanggung :
Jawab Produksi
Pas foto pemohon Pemohon, Tanda Tangan
StempelPerusahaan (.......................)
Materai 6000
Berwarna
Ukuran 4 x 6
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
59
Lampiran 9. Formulir Permohonan Izin Penyalur Alat Kesehatan
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
60
Lampiran 10. Blanko Perubahan/Perpanjangan Izin Edar
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
61
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
62
Lampiran 11. Blanko Penilaian Perubahan/Perpanjangan Izin Edar
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
63
Lampiran 12. Blanko Pemeriksaan Perubahan/Perpanjangan Izin Edar
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
STUDI KEGIATAN VIGILANCE SERTA PENGAWASANIKLAN PADA SUB DIREKTORAT INSPEKSI ALAT
KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAHTANGGA (PKRT)
TUGAS KHUSUS PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKERDI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN
DAN ALAT KESEHATANKEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
PERIODE 17-28 MARET 2014
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
OLIVIA HERAWATI NAIBAHO, S. Farm.1306434212
ANGKATAN LXXVIII
FAKULTAS FARMASIPROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOKJUNI 2014
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
ii Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................... iDAFTAR ISI ................................................................................................ iiDAFTAR TABEL ........................................................................................ iiiDAFTAR GAMBAR.................................................................................... ivDAFTAR GAMBAR.................................................................................... vDAFTAR LAMPIRAN................................................................................. vi
1. PENDAHULUAN................................................................................... 11.1 Latar Belakang .................................................................................. 11.2 Tujuan............................................................................................... 2
2. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 32.1 Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan PKRT ............................. 3
2.1.1 Tugas dan Fungsi ..................................................................... 32.1.2 Struktur Organisasi................................................................... 3
2.2 Post Market Surveillance................................................................... 42.2.1 Sampling .................................................................................. 52.2.2 Monitoring dan Evaluasi .......................................................... 92.2.3 Vigilance.................................................................................. 112.2.4 Pengawasan Iklan dan Penandaan............................................. 122.2.5 Penindakan............................................................................... 14
3. PEMBAHASAN ..................................................................................... 183.1 Vigilance........................................................................................... 183.2 Pengawasan Iklan dan Penandaan...................................................... 24
4. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 27
DAFTAR ACUAN ...................................................................................... 29
LAMPIRAN ................................................................................................ 30
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
iii Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Kejadian yang Harus Dilaporkan ................................................ 20Tabel 3.2 Kejadian yang Tidak Perlu Dilaporkan ....................................... 21
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
iv Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Alur Vigilance ....................................................................... 19Gambar 3.2 Skema Pelaporan KTD oleh Produsen.................................... 22Gambar 3.3 Skema Pelaporan KTD oleh Publik/Masyarakat ..................... 23
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
v Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Mekanisme Pelaksanaan Sampling ........................................... 31
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
1 Universitas Indonesia
BAB 1PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 alat kesehatan adalah
instrument, aparatus, mesin, dan/atau implan yang mengandung obat yang
digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan
penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau
membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.
Jenis dan jumlah alat kesehatan (Alkes) dan Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga (PKRT) yang beredar dan digunakan masyarakat semakin bertambah
sampai saat ini. Alkes dan PKRT juga merupakan suatu kebutuhan masyarakat
yang umumnya tidak bisa dipisahkan dengan kehidupan sehari-hari. Oleh karena
itu diperlukan regulasi yang berorientasi pada alkes dan PKRT yang aman,
bermutu dan bermanfaat.
Peningkatan jumlah dan jenis alkes dan PKRT yang beredar tersebut harus
diiringi dengan adanya suatu pengendalian dari pemerintah, yang dituangkan
melalui Permenkes RI No. 1144/Menkes/Per/VIII/2010 menunjuk Direktorat Bina
Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan sebagai institusi yang memiliki tugas dan
fungsi untuk melakukan pembinaan, pengendalian dan pengawasan alkes dan
PKRT melalui premarket control dan post market control.
Premarket control dan post market control berfungsi untuk memastikan
bahwa alkes dan PKRT yang telah diberikan izin edar, secara terus-menerus
sesuai dengan persyaratan kemanan, mutu, manfaat dan kinerja yang telah
disetujui. Namun pada faktanya saat ini banyak ditemukan alkes dan PKRT yang
tidak memenuhi standar keamanan dan mutu di fasilitas pelayanan kesehatan dan
di masyarakat yang tidak dilaporkan karena belum tersedianya fasilitas pelaporan
yang mudah, efektif dan efisien.
Pengawasan post market yang dilakukan oleh Sub Direktorat Inspeksi Alat
Kesehatan dan PKRT pada Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat
Kesehatan meliputi sampling, monitoring dan evaluasi, vigilance, pengawasan
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
2
Universitas Indonesia
iklan dan penindakan (low enforcement). Berdasarkan tugas-tugas yang dilakukan
oleh Sub Direktorat Inspeksi Alat Kesehatan dan PKRT dibagi menjadi 3 yaitu
proactive yang meliputi sampling dan monitoring dan evaluasi, responsive yang
meliputi vigilance dan pengawasan iklan dan represive yang meliputi penindakan.
Oleh karena itu dengan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Kementerian
Kesehatan diharapkan calon apoteker dapat memperoleh gambaran nyata tentang
peran apoteker di masyarakat secara umum di Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan dan secara khusus di Sub Direktorat Inspeksi
Alat Kesehatan dan PKRT pada kegiatan vigilance dan pengawasan iklan.
1.2 Tujuan
a. Untuk mengetahui pelaksanaan serta prinsip kegiatan vigilance dan
pengawasan iklan yang dilakukan oleh Sub Direktorat Inspeksi Alat Kesehatan
dan PKRT.
b. Mengetahui masalah yang terjadi dan solusi terkait dengan kegiatan vigilance
serta kegiatan pengawasan iklan
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
3 Universitas Indonesia
BAB 2TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan KesehatanRumah Tangga
2.1.1 Tugas dan Fungsi
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.1144/MENKES/PER/VIII/2010, Sub Direktorat Inspeksi Alat Kesehatan dan
Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga mempunyai tugas melaksanakan penyiapan
bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar,
prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan
penyusunan laporan di bidang inspeksi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan
rumah tangga.
Dalam melaksanakan tugasnya subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan
Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga menyelenggarakan fungsi:
a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang inspeksi
produk, sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan
kesehatan rumah tangga
b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
inspeksi produk, sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan
kesehatan rumah tangga
c. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang inspeksi produk, sarana
produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga
d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan
kebijakan di bidang inspeksi produk, sarana produksi dan distribusi alat
kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
2.1.2 Struktur Organisasi
Subdirektorat Inspeksi Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dan
Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga terdiri atas:
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
4
Universitas Indonesia
2.1.2.1 Seksi Inspeksi Produk
Seksi Inspeksi Produk mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan
perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur,
dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan
laporan di bidang inspeksi produk alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah
tangga.
2.1.2.2 Seksi Inspeksi Sarana Produksi dan Distribusi
Seksi Inspeksi Sarana Produksi dan Distribusi mempunyai tugas
melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis,
pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang inspeksi sarana produksi
dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
2.2 Post Market Surveillance
Post market surveillance merupakan kegiatan proaktif yang dilakukan
dalam rangka melakukan pengecekan kesesuainan terhadap mutu, keamanan dan
kinerja alat selama di peredaran dan penilaian kesesuaian terhadap data awal yang
dimasukkan pada saat registrasi. Post market Surveillance dilakukan oleh
pemerintah bersama produsen secara berkala dan berkelanjutan melalui :
a. Monitoring sarana produksi dan penyalur
b. Audit Quality System
c. Sampling produk di pasaran
Post market surveillance mempersyaratkan produsen dan penyalur untuk:
a. Secara sistematik mampu melakukan peninjauan terhadap pengalaman yang
didapat setelah Alkes disalurkan di wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
b. Melakukan tindakan perbaikan sesuai dengan sifat dan resiko yang terkait
dengan produk tersebut.
c. Memberitahukan pihak penyalur Alkes mengenai KTD.
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
5
Universitas Indonesia
d. Produsen dan atau penyalur wajib melaporkan kepada Kementrian Kesehatan
setiap KTD yang memerlukan tindak lanjut.
e. Produsen dan atau penyalur dapat menunjukkan hasil dari post market
surveillance yang dilakukannya bila diminta.
Informasi yang termuat dalam post market surveillance ini dapat berasal
dari banyak sumber yaitu :
a. Kelompok pengguna ahli
b. Survei pelanggan, sarana produksi dan penyalur
c. Keluhan pelanggan
d. Informasi servis dan pemeliharaan
e. Tinjauan pustaka
f. Umpan balik pengguna
g. Penelusuran alat kesehatan
h. Reaksi pengguna selama program pelatihan
i. Sampling dan uji laboratorium
Pada umumnya post market surveillance oleh produsen telah ada sebagai
bagian dari “Quality System” internal. Walaupun sertifikat “Quality System” tidak
dipersyaratkan untuk produsen Alkes/ PKRT kelas I (paling tidak beresiko) atau
non alkes yang berfungsi sebagai pengukuran, namun produsen masih perlu
melaporkan hasil post market surveillance yang telah dilaksanakan pada waktu
melakukan pendaftaran izin edar.
Penarikan produk dari peredaran adalah tanggung jawab produsen atau
penyalur, namun Kementrian Kesehatan melakukan pengawasan apakah
pelaksanaan post market surveillance telah dilaksanakan sesuai prosedur dan
meminta hasilnya apabila diperlukan.
2.2.1 Sampling (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006)
Draft SOP Post market Surveillance (sampling) terdiri dari beberapa poin,
yaitu sebagai berikut:
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
6
Universitas Indonesia
2.2.1.1 Pelaksanaan Sampling
Pelaksanaan Sampling dikoordinasikan oleh Kementerian
Kesehatan selaku pusat pelaksana, kemudian dilanjutkan oleh Petugas Dinas
Kesehatan Provinsi yang berkoordinasi dengan petugas Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Hasil pengujian sampel direkapitulasi di Dinas Kesehatan
Provinsi, kemudian dilaporkan ke Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan
Alat Kesehatan dalam hal ini Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat
Kesehatan. Mekanisme Pelaksanaan Sampling dapat dilihat pada Lampiran 1.
2.2.1.2 Prioritas Produk yang di Sampling
Sasaran sampling diprioritaskan pada Alat Kesehatan dan Perbekalan
Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) dengan kriteria sebagai berikut :
a. Produk yang diduga dapat menimbulkan efek samping.
b. Produk yang rawan terhadap kerusakan atau kondisinya cenderung tidak stabil
seperti reagensia/diagnostik untuk jenis pemeriksaan tertentu.
c. Produk yang mempunyai batas kadaluarsa.
d. Produk yang dipakai oleh masyarakat luas seperti kondom, anti nyamuk
terutama bakar, rapelan.
e. Alat kesehatan steril.
2.2.1.3 Waktu dan Prioritas Lokasi Sampling
Kegiatan sampling sebaiknya dimulai pada awal tahun dan disesuaikan
dengan rencana kerja masing-masing institusi baik di daerah maupun pusat.
Pengambilan sampel dapat dilaksanakan di provinsi, kabupaten/kota dan
ditentukan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Adapun lokasi
pengambilan sampel Alkes dan PKRT adalah sebagai berikut :
a. Penyalur Alat Kesehatan (PAK) / Cabang Penyalur Alat Kesehatan (CPAK) /
Sub PAK.
b. Apotek.
c. Toko/toko swalayan.
d. Pedagang Besar Farmasi (PBF)
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
7
Universitas Indonesia
e. Rumah Sakit (RS).
f. Pasar tradisional.
g. Di seluruh provinsi dan kabupaten.kota di Indonesia.
2.2.1.4 Petugas Sampling
Tenaga pelaksana sampling di setiap tingkat adalah sebagai berikut :
a. Tingkat Pusat
Penanggung jawab sampling di Tingkat Pusat adalah 2 (dua) orang
Petugas Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian
Kesehatan RI yang telah ditunjuk.
1. Melampirkan surat tugas dan kuitansi sesuai format yang ditandatangani
oleh petugas pusat
2. Melampirkan SPPD petugas pusat
3. Melampirkan bukti transportasi dan akomodasi
4. Menyusun dan menyerahkan laporan kegiatan sampling dan
penomoran produk yang telah disampling.
b. Tingkat Provinsi
Penanggung jawab sampling di Tingkat Provinsi adalah 2 (dua) orang
Petugas Dinas Kesehatan Provinsi yang telah ditunjuk.
1. Melampirkan surat tugas dan kuitansi sesuai format yang ditandatangani oleh
petugas provinsi.
2. Melampirkan SPPD petugas provinsi.
3. Melampirkan bukti transportasi dan akomodasi.
4. Menyusun dan menyerahkan laporan kegiatan sampling dan
penomoran produk yang telah disampling.
c. Tingkat Kabupaten/Kota
Sekurang-kurangnya terdiri dari 2 (dua) orang yang ditunjuk (1 (satu)
orang sebagai penanggung jawab dan 1 (satu) orang sebagai tenaga pelaksana
sampling).
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
8
Universitas Indonesia
1. Melampirkan surat tugas dan kuitansi sesuai format yang ditandatangani oleh
petugas kabupaten/kota.
2. Melampirkan tanda terima uang harian sesuai format yang ditandatangani
oleh petugas kabupaten.
2.2.1.5 Persyaratan Tenaga Pelaksana Sampling
a. Penanggung jawab sampling
Penanggung jawab sampling harus memenuhi syarat sebagai berikut :
1. Memiliki kemampuan berkomunikasi untuk dapat menggali data/informasi
dan menjelaskan hasil-hasilnya.
2. Memiliki pengetahuan dan kemampuan keterampilan yang cukup tentang
pelaksanaan sampling alkes dan PKRT.
3. Memiliki keinginan dan motivasi untuk selalu berorientasi pada pengingkatan
mutu.
4. Setiap penanggung jawab sampling harus dilengkapi surat tugas yang
dikeluarkan oleh Direktur Bina Produksi dan Distribusi Alkes atau dari Dinas
Kesehatan setempat apabila ikut melakukan sampling.
b. Petugas pelaksana sampling
Sedangkan petugas sampling harus memenuhi syarat sebagai berikut :
1. Memiliki pengetahuan dan kemampuan keterampilan yang cukup tentang
pelaksanaan sampling alkes dan PKRT.
2. Memiliki ketekunan dan integritas sehingga proses dan hasil
pengambilan sampel representative dan dapat dipertanggungjawabkan.
3. Mampu bekerja sama dengan baik dalam satu tim
4. Setiap petugas sampling harus dilengkapi surat tugas yang dikeluarkan
oleh dikeluarkan oleh Direktur Bina Produksi dan Distribusi Alkes atau dari
Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/kota setempat.
2.2.1.6 Tugas Penanggung Jawab dan Petugas Sampling
a. Penanggung Jawab Sampling
Ruang lingkup tugas penanggung jawab sampling adalah sebagai berikut:
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
9
Universitas Indonesia
1. Menyusun jumlah dan jenis produk yang akan disampling serta jadwal
pengambilan/pembelian sampel.
2. Menghitung kebutuhan dana sampling (harga alkes/PKRT, lama
sampling, transport, ATK, pengiriman dan pengambilan uji alkes/PKRT).
3. Mempersiapkan daerah yang akan disampling, waktu kunjungan
sampling, surat pemberitahuan ke lokasi sampling dan macam Alkes/PKRT
yang akan di sampling.
4. Mempersiapkan kelengkapan surat tugas dari pejabat yang berwenang.
5. Mempersiapkan berita acara pengambilan sampel.
6. Menerima dan mengecek hasil pengambilan sampel.
7. Memberi kode pada bahan sampling sesuai lokasi pengambilan
sampel.
8. Mengirim hasil pengambilan sampel ke laboratorium uji secara langsung
maupun lewat pos.
9. Menerima hasil uji dan mencatat setiap hasil uji dari laboratorium.
10. Melaporkan hasil sampling ke Dinas Kesehatan Provinsi, untuk
menentukan tindak lanjut dan direkapitulasi, serta dilaporkan ke Direktorat
Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan.
b. Petugas Sampling
Ruang lingkup tugas petugas sampling adalah sebagai berikut :
1. Mempersiapkan perlengkapan pengambilan sampel sesuai dengan
kebutuhan.
2. Mengecek perlengkapan sebelum menuju lokasi pengambilan sampel.
3. Melakukan pengambilan sampel sesuai dengan prosedur yang
telah ditetapkan.
4. Wajib menyerahkan hasil pengambilan sampel setiap selesai
melaksanakan tugas kepada penanggung jawab sampling paling lambat satu
minggu setelah sampai.
5. Membantu pengemasan hasil samplinguntuk dikirim ke laboratorium uji
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
10
Universitas Indonesia
2.2.2 Monitoring dan evaluasi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
2012)
Monitoring dan evaluasi mencakup pemeriksaan sarana produksi dan
distribusi alat kesehatan.
2.2.2.1 Pemeriksaan
Pemeriksaan dilakukan secara rutin yaitu pemeriksaan berkala yang
frekuensi disesuaikan dengan kapasitas tenaga yang dimiliki oleh Pemerintah, dan
pemeriksaan secara Khusus/Kasus yaitu pemeriksaan untuk tujuan khusus ataupun
dalam rangka penulusuran kasus.
2.2.2.2 Data yang diperiksa
Data yang diperiksa adalah data administrasi dan teknis. Data teknis
diperiksa kesesuian kondisi saat pemeriksaan dengan ketentuan yang ada, antara
lain meliputi persyaratan manajemen, sumber daya, serta sanitasi higiene.
Ruang lingkup pemeriksaan sarana produksi adalah mengevaluasi :
a. Dokumentasi
b. Proses produksi
c. Sarana penyimpanan
d. Peralatan
e. Sistem pengawasan yang dilakukan produsen untuk memastikan bahwa produk
yang dihasilkan memenuhi persyaratan atau spesifikasi yang telah ditentukan
sesuai Cara Pembuatan Alkes atau PKRT yang baik.
f. Install dan Service
Apabila diperlukan petugas juga dapat mengambil dan menguji produk
pertinggal yang ada di pabrik.
Sedangkan ruang lingkup pemeriksaan sarana distribusi adalah
mengevaluasi :
a. Proses distribusi
b. Sarana penyimpanan
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
11
Universitas Indonesia
c. Kontrol yang dilakukan distributor untuk menjamin produk yang
didistribusikan memenuhi persyaratan kemanan, mutu, dan manfaat apakah
telah sesuai Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik.
d. Install dan Service
Distributor terutama distributor pemegang izin edar yang menyalurkan
produk import harus mempunyai system monitoring terhadap produk yang
disalurkannya, dan untuk distributor pemegang izin edar alkes elektromedik harus
mempunyai bengkel untuk menguji produk yang disalurkannya.
2.2.2.3 Petugas Pelaksana
Petugas pelaksana pemeriksaan rutin harus telah mendapatkan pelatihan
tentang pengawasan Alkes dan PKRT, surat tugas, memiliki pengetahuan dan
memahami sistem pengawasan Alkes dan PKRT, Peraturan dan ketentuan yang
berlaku, Cara Pembuatan Alkes dan PKRT yang baik serta menggunakan form
pemeriksaan sesuai ketentuan yang berlaku. Petugas pelaksana pemeriksaan
kasus selain memnuhi persyaratan diatas, juga didampingi oleh petugas penyidik
pegawai negeri sipil yang dilengkapi surat tugas.
2.2.2.4 Pelaksanaan Pemeriksaan
Pelaksanaan pemeriksaan dilakukan oleh petugas Dinas Kesehatan
Provinsi bersama dengan petugas Dinkes Kabupaten/Kota menggunakan formulir
pemeriksaan yang disusun oleh Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alkes.
Hasil pemeriksaan bersama tersebut direkapitulasi oleh Dinas Kesehatan Provinsi
dan dilaporkan kepada Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan.
Pemeriksaan terhadap sarana produksi dan distribusi dilakukan secara
berkala untuk memastikan bahwa sarana produksi dan distribusi tersebut telah
memenuhi prinsip-prinsip CPAKB dan/atau CDAKB di dalam melaksanakan
kegiatan produksi dan/atau distribusi alat kesehatan.
Data yang diperiksa antara lain : proses produksi, sarana penyimpanan,
peralatan produksi, SDM, dan dokumen pendukung lainnya. Selain itu juga
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
12
Universitas Indonesia
memastikan bahwa produsen/distributor telah melakukan sistem pengawasan
internal.
2.2.3 Vigilance
Program vigilance merupakan suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
pemerintah dan/atau produsen atau distributor setelah pihak tersebut menyadari
akan adanya kejadian yang tidak diinginkan dan/atau kesalahan fungsi Alkes. Hal
tersebut dapat diketahui dari hasil pengujian dan/atau informasi lain terhadap
produk Alkes/PKRT yang didistribusikannya di Indonesia (Kemenkes, 2012).
Vigilance dilakukan berdasarkan laporan Kejadian yang Tidak Diinginkan
(KTD) yang terjadi di fasilitas pelayanan kesehatan dan di masyarakat akibat
penggunaan alkes dan PKRT. Tindakan reaktif harus dilakukan laporan KTD
dalam tenggat waktu sesuai ketentuan pemerintah untuk mencegah terulangnya
kejadian yang sama dan dilakukan Corrective Action and Preventive Action
(CAPA) (Kemenkes RI, 2013).
Tujuan dari vigilance alat kesehatan adalah untuk meningkatkan kesehatan
dan keamanan pasien, pengguna dan lainnya dalam meminimalisir kejadian
adverse event sejenis yang mungkin berulang. Hal ini didapatkan melalui :
a. Mengevaluasi kejadian yang tidak diinginkan
b. Diseminasi informasi yang dapat digunakan untuk mencegah atau
meminimalisir konsekuensi dari kejadian yang tidak diinginkan, bila
diperlukan.
c. Modifikasi alat kesehatan
d. Menarik alat kesehatan dari pasaran.
Produsen dan penyalur alat kesehatan harus menginformasikan ke
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan setiap kejadian yang tidak
diinginkan sesuai dengan batas waktu yang ditentukan. Waktu dan tindakan yang
tepat harus dilakukan. Pelaksanaan vigilance meliputi :
a. Evaluasi KTD
b. Diseminasi informasi yang dapat digunakan untuk mencegah atau
meminimalisir konsekuensi dari KTD, bila perlu
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
13
Universitas Indonesia
c. Modifikasi alkes
d. Penarikan kembali alkes dari pasaran (recall)
2.2.4 Pengawasan Iklan dan Penandaan
Pengawasan iklan untuk Alkes dan PKRT adalah kegiatan yang saling
berhubungan satu sama lain antara produsen, pemerintah dan masyarakat sebagai
konsumen. Produsen harus menjamin keamanan, mutu dan manfaat produknya
dan mengiklankan produk tersebut dengan prinsip memberikan informasi yang
objektif, lengkap dan tidak menyesatkan. Sedangkan tugas pemerintah adalah
melakukan post market evaluation yaitu melakukan pengawasan iklan yang telah
beredar dimasyarakat dimana harus sesuai dengan label dan penandaan yang telah
disetujui didalam izin edar yang dimiliki (Depkes RI, 2009).
Menurut Permenkes Penandaan dan informasi alat kesehatan dan/ atau
PKRT dilaksanakan untuk melindungi masyarakat dari informasi alat kesehatan
dan/atau PKRT yang tidak obyektif, tidak lengkap, serta menyesatkan. Penandaan
sekurang-kurangnya berisi:
a. Nama produk/ atau nama dagang
b. Nama dan alamat perusahaan yang memproduksi alat kesehatan dan/ atau
PKRT
c. Nama dan alamat PAK dan/ atau importer PKRT yang memasukkan produk
kedalam wilayah Indonesia
d. Komponen pokok alat kesehatan dan/ atau PKRT
e. Bahan aktif dan kadar untuk produk PKRT
f. Kegunaan dan cara penggunaan harus dalam bahasa Indonesia
g. Tanda peringatan atau efek samping harus dalam bahasa Indonesia
h. Batas waktu kadaluarsa untuk alat kesehatan dan/ atau PKRT tertentu; dan
i. Nomor bets/ kode produksi/ nomor seri, nomor izin edar dan netto.
Menurut Permenkes Nomor 1190/Menkes/Per/VIII/2010 iklan alat
kesehatan dan/ atau PKRT yang diedarkan harus memuat keterangan secara
obyektif, lengkap, dan tidak menyesatkan serta sesuai dengan penandaan yang
disetujui. Iklan mengenai alat keseehatan dan/ atau PKRT pada media apapun
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
14
Universitas Indonesia
harus mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan dan dilaksanakan
dengan memperhatikan etika periklanan.
a. Penilaian terhadap iklan alat kesehatan dan/atau PKRT setelah ditayangkan di
media massa atau disebarluaskan dilakukan oleh Tim yang ditetapkan oleh
Menteri dalam rangka melindungi masyarakat dari informasi yang
menyesatkan dan tidak sesuai dengan etika periklanan
b. Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari pakar dari organisasi
profesi, asosiasi terkait, perguruan tinggi, praktisi dan instansi terkait.
Tugas tim pengawasan iklan dibagi menjadi 3 yaitu : (Departemen Kesehatan RI,
2009)
a. Tugas Tim
1. Melakukan pelaksanaan pengawsan iklan sesuai dengan prioritas dan dana
yang telah ditetapkan.
2. Membuat pertanggungjawaban pelaksanaan pengawasan iklan.
3. Membuat laporan dan usulan tindak lanjut kepada pimpinan.
b. Ketua Tim
1. Menentukan produk dan media yang akan dipantau
2. Memantau iklan yang beredar di media baik media cetak maupun media
elektronik
3. Menerima hasil telaahan dan penilaian materi iklan dari anggota Tim
4. Membuat laporan dan melaporkan hasil penilaian iklan kepada Direktur
Bina Produksi dan Distribusi
5. Alkes untuk menentukan tindak lanjut.
c. Anggota Tim
1. Mempersiapkan perlengkapan untuk kegiatan penilaian iklan
2. Mamantau iklan yang beredar di media baik cetak maupun media elektronik
3. Melakukan telaahan dan penilaian isi iklan
4. Menyerahkan hasil penilaian pada ketua Tim
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
15
Universitas Indonesia
Tahapan prosedur pengawasan adalah :
a. Persiapan Pengambilan Sampel Iklan
Tahap persiapan ini dibagi dalam 2 tahap yang meliputi: (Departemen
Kesehatan RI, 2009)
1. Penyusunan Rencana Kegiatan
Pada tahapan ini dilaksanakan penyusunan rencana kegiatan yang akan
dilaksanakan selama satu tahun anggaran lengkap dengan alokasi waktu,
biaya dan pengaturan petugas pelaksana. Adapun tahapan yang akan
direncanakan meliputi:
i. Menyusun rencana kerja.
ii. Menentukan media dan produk yang akan diawasi iklannya.
2. Persiapan Administrasi
i. Mempersiapkan Berita Acara pelaksanaan pengambilan sample iklan di
media yang telah direncanakan
ii. Mempersiapkan perlengkapan pengambilan sample iklan sesuai dengan
kebutuhan.
2.2.5 Penindakan
Apabila berdasarkan sampling produk, monitoring dan evaluasi sarana, serta
tindakan pengawasan yang lain ditemukan produk maupun sarana produksi alkes
dan PKRT tidak memenuhi persyaratan maka akan dilakukan tindak lanjut
terhadap produk maupun sarana tersebut. Tindak lanjut yang dilakukan berupa:
2.2.5.1 Penarikan Kembali (Recall)
Pada pasal 49 Permenkes Nomor 1190/MENKES/PER/VIII/2010
penarikan kembali alat kesehatan dan/atau PKRT dari peredaran karena tidak
memenuhi persyaratan dan/atau dicabut izin edarnya, dilaksanakan oleh dan
menjadi tanggung jawab perusahaan yang memproduksi dan/atau mengedarkan
alat kesehatan dan PKRT.
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
16
Universitas Indonesia
2.2.5.2 Pemusnahan
Permenkes Nomor 1190/MENKES/PER/VIII/2010 menyatakan bahwa
pemusnahan alat kesehatan dan/atau PKRT dilaksanakan terhadap alat kesehatan
dan/atau PKRT yang :
a. Diproduksi tanpa memenuhi persyaratan yang berlaku
b. Telah kedaluwarsa
c. Tidak memenuhi syarat untuk digunakan dalam pelayanan kesehatan atau
kepentingan ilmu pengetahuan dan teknologi; dan/atau
d. Dicabut izin edarnya.
Pemusnahan alat kesehatan dan/atau PKRT dilaksanakan oleh perusahaan
yang memproduksi, mengedarkan alat kesehatan dan/atau PKRT, orang yang
bertanggung jawab atas sarana kesehatan, Pemerintah, pemerintah daerah
provinsi, dan/atau pemerintah daerah kabupaten/kota. Untuk pemusnahan alat
kesehatan dan/atau PKRT yang berhubungan dengan tindak pidana dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pemusnahan alat kesehatan dan/atau PKRT harus dilaporkan kepada
Direktur Jenderal dengan melampirkan Berita Acara Pemusnahan yang memuat
keterangan:
a. waktu dan tempat pelaksanaan pemusnahan alat kesehatan dan/atau PKRT;
b. jumlah dan jenis Alat Kesehatan dan/atau PKRT;
c. nama penanggung jawab teknis pelaksana pemusnahan alat kesehatan dan/atau
PKRT;
d. nama dua orang saksi dalam pelaksanaan pemusnahan alat kesehatan dan/atau
PKRT.
Selanjutnya dalam Berita Acara Pemusnahan alat kesehatan dan/atau PKRT harus
tertera tandatangan pimpinan perusahaan, penanggung jawab teknis, dan saksi
dalam pelaksanaan pemusnahan alat kesehatan dan/atau PKRT.
Sanksi yang diberikan untuk sarana produksi maupun distribusi dapat
berupa sanksi administratif oleh pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan
pemerintah daerah kabupaten/kota.Sanksi administratif tersebut dapat berupa:
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
17
Universitas Indonesia
a. peringatan lisan;
b. peringatan tertulis; atau
c. pencabutan izin
Apabila pelanggaran tersebut mengakibatkan seseorang mengalami
gangguan kesehatan yang serius, cacat atau kematian dapat dikenakan sanksi
pidana berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
18 Universitas Indonesia
BAB 3PEMBAHASAN
3.1 Vigilance
Vigilance merupakan tindakan yang dilakukan sebagai reaksi terhadap
adanya kasus, kejadian yang terjadi akibat penggunaan Alat Kesehatan atau
PKRT yang menyebabkan cedera atau kematian terhadap pasien (merugikan
pasien). Vigilance dilakukan berdasarkan laporan Kejadian Tidak Diinginkan
(KTD) yang terjadi di fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau masyarakat umum
akibat penggunaan alat kesehatan dan PKRT.
Ada perbedaan yang menyolok antara surveillance dan vigilance,
surveillance adalah kegitan yang bersifat proactive, sedangkan vigilance adalah
kegiatan responsive, yang dilakukan setelah terjadinya suatu peristiwa atau
kejadian tidak diingini. Vigilance merupakan salah satu dari elemen post market
yang memastikan bahwa telah diambil tindakan yang memadai dalam menghadapi
kejadian yang tidak diingini untuk mencegah berulangnya kembali kejadian yang
tidak diingini tersebut.
Tujuan dari vigilance alat kesehatan adalah untuk meningkatkan kesehatan
dan keamanan pasien atau pengguna. Dalam meminimalkan kejadian tidak
diinginkan sejenis yang mungkin berulang. Upaya yang dapat dilakukan antara
lain:
a. Mengevaluasi kejadian yang tidak diinginkan yang dilaporkan
b. Diseminasi (penyebarluasan) informasi untuk mencegah atau meminimalkan
hal yang sama terulang, atau mengurangi konsekuensi dari kejadian yang tidak
diinginkan tersebut.
c. Memodifikasi alat kesehatan.
d. Menarik alat kesehatan dari pasaran.
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
19
Universitas Indonesia
Gambar 3.1 Alur vigilance
3.1.1 Kejadian yang Tidak Diinginkan (Adverse Events)
Produsen dan penyalur alat kesehatan wajib menginformasikan setiap
kejadian yang tidak diinginkan ke Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat
Kesehatan sesuai dengan batas waktu yang ditetapkan. Pelaporan KTD terhadap
alat kesehatan dan PKRT di fasilitas pelayanan kesehatan juga merupakan salah
satu unsur penting dalam meningkatkan keselamatan pasien. Tingginya tingkat
kegagalan dalam perawatan dan pengobatan akibat medical error telah menjadi
sorotan penting.
Dalam upaya untuk meningkatkan keselamatan pasien, salah satu aspek
penting dilakukan adalah dengan belajar dari pengalaman kegagalan atau
kesalahan sebelumnya melalui laporan KTD untuk mencegah dan meminimalisir
KTD sejenis berulang. Fungsi yang paling penting dari sistem pelaporan KTD
terhadap penggunaan alat kesehatan adalah hasil analisis data dan investigasi yang
dapat menjadi rekomendasi untuk perbaikan mutu produk dalam upaya
peningkatan keselamatan pasien.
Produsen alkes dan PKRT, penyalur alkes dan masyarakat terutama
pengelola Rumah Sakit wajib melaporkan KTD, kemudian Kementerian
Kesehatan bertugas mendeseminasikan pembelajarannya dan mengeluarkan
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
20
Universitas Indonesia
peringatan. Secara periodik jenis KTD dibahas penyebab dan strategi
pencegahannya, selanjutnya dipublikasikan. Kementerian Kesehatan juga
melakukan monitoring langkah korektif untuk pelaksanaan rencana aksi tersebut.
Mekanisme pelaksanaan pelaporan kejadian yang tidak diingini adalah
sebagai berikut:
a. Kejadian tidak diingini yang diketahui oleh distributor diteruskan kepada
produsen untuk dikaji apakah perlu dilaporkan atau tidak
b. Untuk kejadian yang masuk dalam kategori dilaporkan, maka laporan ditujukan
kepada Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan cq.
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan untuk dikaji ulang dan
diambil tindakan yang sesuai
c. Bagi kejadian yang termasuk kategori tidak dilaporkan terjadi berulang, maka
kejadian tersebut masuk dalam kategori perlu dilaporkan.
Terdapat dua kategori kejadian tidak diingini pada alat kesehatan:
a. Kategori 1: Kejadian yang perlu dilaporkan
Terdapat 3 kriteria dasar penggolongan kategori ini, yang dipaparkan dalam
tabel berikut:
Table 3.1 Kejadian yang harus dilaporkan
Telah terjadi kejadiantidak diingini
Produsen terkait dengankejadian tidak diingini
Kejadian yang mengarahkematian, luka serius
1. Kesalahanfungsi/kerusakankarektiristik kinerjaalat kesehatan
1. Pendapat ahlikesehatan professional
1. Kematian
2. Kesalahan desaindan atau pembuatan
2. Informasi kejadianserupa sebelumnya
2. Luka serius
3. Kemasan/lembarinstruksi tidaklengkap
3. Informasi lain 3. Mengarah kepadakematian atau lukaserius jika berulang
4. Berdampak besarpada kesehatanmasyarakat
5. Literatur ilmiah/hasilpengujian
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
21
Universitas Indonesia
b. Kategori 2: Kejadian yang tidak perlu dilaporkan
Tabel 3.2 Kejadian yang tidak perlu dilaporkan
No Kejadian
1. Kekurangan alkes yang ditemui oleh operator sebelum digunakan
2. Kejadian yang disebabkan kondisi pasien
3. Masa pakai alat terlampaui
4. Perlindungan terhadap fungsi yang salah berjalan baik
5. Jauh kemungkinan kematian/luka serius
6. Kejadian tidak diingini telah diduga
7. Telah dijelaskan pada nota pemberitahuan
8. Laporan pengecualian (yang dijamin oleh badan berwenang)
Kriteria Kejadian yang Tidak Diinginkan yang dapat dilaporkan secara
umum harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Telah terjadi.
b. Dicurigai disebabkan oleh alat kesehatan yang digunakan
c. Kejadian yang tidak diinginkan menyebabkan: ancaman serius terhadap
kesehatan umum, kematian pasien, pengguna atau orang lain, penurunan
kondisi kesehatan serius bagi pengguna atau orang lain, kematian atau cedera
serius pada pengguna atau orang lain jika terjadi berulang kali.
Tenggat waktu pelaporan kejadian yang tidak diinginkan berdasarkan pelapornya,
tenggat waktu pelaporan KTD terbagi dua :
a. Untuk perusahaan
Semua perusahaan wajib melaporkan KTD terhadap alkes yang telah beredar di
pasaran. Pelaporan dapat dilakukan secara online menggunakan pelaporan
alkes dan PKRT pada sistem e-watch.
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
22
Universitas Indonesia
Gambar 3.2 Skema pelaporan KTD oleh produsen
Adapun tenggat waktu pelaporan KTD dibagi dalam 3 kategori:
1. Tidak lebih dari 48 jam untuk kejadian yang menimbulkan ancaman serius
terhadap kesehatan masyarakat (berdampak massal).
2. Tidak lebih dari 10 hari untuk kejadian yang menimbulkan kematian,
penurunan kondisi kesehatan yang serius pada pasien, pengguna alat
kesehatan atau orang lain.
3. Tidak lebih dari 30 hari untuk kejadian yang menimbulkan kematian,
penurunan kondisi kesehatan serius pada pasien, pengguna alat kesehatan
atau orang lainnya.
Berdasarkan peraturan, pemberitahuan dan evaluasi terhadap kejadian ini harus
segera ditindaklanjuti sesuai dengan bahaya yang dapat ditimbulkannya.
Mekanisme tindak lanjut dan pelaporan dilakukan melalui tindakan perbaikan
terhadap keselamatan di lapangan FSCA (Field Safety Corrective Action)
b. Untuk publik/masyarakat
Publik harus melaporkan KTD sesegera mungkin menggunakan pelaporan
alkes dan PKRT pada sistem e-monitoring post market and Survilance atau
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
23
Universitas Indonesia
menggunakan form pelaporan yang diunduh dari sistem e-monitoring post
market and Survilance. Pengawasan oleh masyarakat dapat dilakukan oleh
seluruh komponen masyarakat mulai dari perorangan sampai dengan pengguna
ahli.
Gambar 3.3 Skema pelaporan KTD oleh publik/masyarakat
3.1.2 Masalah pada Proses Kegiatan Vigilance
Kegiatan vigilance seringkali menemui kendala pada proses
pelaksanaannya. Salah satu kendala yang terjadi adalah sistem pelaporan Kejadian
Tidak Diingini (KTD) yang masih menggunakan sistem pelaporan manual. Untuk
mengatasi masalah ini, Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan telah
membuat suatu sistem online untuk melaporkan KTD yang terjadi akibat
penggunaan alat kesehatan. Sistem ini dikenal dengan sistem e-watch alkes.
Sistem ini merupakan suatu sistem pelaporan elektronik dari kejadian tidak
diinginkan akibat penggunaan alat kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan.
Hasil pelaporan ini akan ditindaklanjuti oleh tim Pengawas Nasional Alat
Kesehatan dan menjadi informasi untuk pertimbangan dalam pengadaan alat
kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan.
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
24
Universitas Indonesia
Selain permasalahan tersebut, ada juga kendala yang dialami dalam sistem
pelaporan KTD oleh masyarakat umum. Dalam skema pelaporan KTD oleh
pelaporan KTD oleh masyarakat, pelaporan dilakukan oleh masyarakat langsung
ke Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan yang kemudian akan
ditindaklanjuti. Sistem pelaporan seperti ini kurang efektif mengingat wilayah
indonesia yang begitu luas juga SDM dari Bina Produksi dan Distribusi Alat
Kesehatan yang terbatas. Untuk memudahkan sistem pelaporan KTD oleh
masyarakat sebaiknya Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan bekerja sama
dengan Dinas Kesehatan Provinsi/Kota. KTD yang terjadi di masyarakat umum
sebaiknya dilaporkan ke Dinas Kesehatan Provinsi/Kota setempat yang kemudian
akan diperiksa oleh Dinas Kesehatan setempat, apakah KTD tersebut masuk
kategori yang harus dilaporkan atau tidak perlu dilaporkan. Setelah itu, Dinkes
akan melaporkan hasil pemerikasaan tersebut kepada Bina Produksi dan
Distribusi Alat Kesehatan. Dengan sistem seperti ini diharapkan pelaporan KTD
oleh masyarakat dapat ditindaklanjuti secara maksimal sehingga dapat
meminimalkan terjadinya kembali kejadian tersebut.
3.2 Pengawasan Iklan dan Penandaan
Pengawasan iklan dan penandaan meruupakan salah satu mekanisme
pengawasan pada post market survilance. Pengawasan iklan merupakan tindakan
yang dilakukan untuk memastikan bahwa iklan alkes/ PKRT yang beredar
objektif, lengkap dan tidak menyesatkan. Pemasangan ikalan dilakukan dengan
mengevaluasi iklan yang terdapat pada Media massa meliputi cetak (majalah,
koran, flyer, brosur, baliho, dan sebagainya) dan elektronik (TV, radio, bioskop,
internet) (Kemenkes RI, 2012).
Pengawasan iklan untuk alkes dan PKRT adalah kegiatan yang saling
berhubungan satu sama lain antara produsen, pemerintah, dan masyarakat sebagai
konsumen. Produsen harus menjamin keamanan, mutu, dan manfaat produknya
dan mengiklankan produk tersebut dengan prinsip memberikan informasi yang
objektif, lengkap dan tidak menyesatkan dan sesuai dengan persyaratan yang
ditetapkan. Pada saat ini produsen wajib melakukan reevaluasi terhadap iklan
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
25
Universitas Indonesia
yang ditayangkan agar tidak menjadi informasi yang menyesatkan atau berlebihan
akibat penayangan iklan tersebut (Kemenkes RI, 2012).
Tugas pemerintah adalah melakukan post market evaluation, yaitu
melakukan pengawasan iklan yang beredar di masyarakat dimana harus sesuai
dengan label dan penandaan yang telah disetujui di dalam izin edar yang dimiliki.
Sedangkan peran masyarakat adalah selalu membaca label dan informasi, dan
memperhatikan setiap iklan yang beredar itu benar atau tidak. Jika terdapat iklan
yang menyesatkan harus segera dilaporkan kepada pemerintah. Berikut adalah
prorioritas iklan alkes dan PKRT yang diawasi:
a. Iklan produk yang sudah terdaftar
b. Iklan produk yang dapat menimbulkan bahaya bagi masyarakat
c. Iklan produk yang mendapat perhatian/ meresahkan masyarakat
Prinsip iklan Alkes dan PKRT adalah:
1. Objektif, yaitu menyatakan hal yang benar sesuai dengan kenyataan.
2. Tidak menyesatkan, tidak berlebihan perihal asal, sifat, kualitas, kuantitas,
kompsisi, kegunaan, keamanan, dan batasan sebagai Alkes dan PKRT.
3. Lengkap, yaitu tidak hanya mencantumkan informasi tentang kegunaan tetapi
juga memberikan informasi tentan peringatan dan hhal-hal lain yang harus
diperhatikan oleh pemakai. Misalnya: cara penggunaan bila terjadi kecelakaan.
Sasaran diprioritaskan pada Alkes dan PKRT dengan kriteria sebagai berikut:
1. Produk yang menarik perhatian karena karena dapat menimbulkan efek yang
tiak diinginkan
2. Produk yang apabila terjadi salah penggunaan dapat merugikan masyarkat luas.
3. Produk yang banyak dipakai oleh masyarakat.
Hal – hal yang harus diperhatikan dalam materi iklan adalah klaim yang
berlebihan, tidak bersifat SARA, sesuai dengan etika serta objektif, lengkap, dan
tidak menyesatkan. Bila diperlukan pertimbangan dapat dibentuk tim yang terdiri
dari pakar, organisasi profesi, asosiasi terkait, praktisi dan instansi – instansi
terkait. Tim ini bertugas melakukan pelaksanaan iklan sesuai prioritas dan dana
yang telah ditetapkan, membuat pertanggungjawaban pelaksanaan pengawasan
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
26
Universitas Indonesia
iklan, serta membuat laporan dan usulan tindak lanjut kepada pimpinan. Tindak
lanjut dari hasil pemantauan yang dilakukan tim pemgawasan iklan:
1. Peringatan I, berupa peringatan untuk memperbaiki iklan dengan batas 1 bulan
2. Henti tayang
Untuk yang sifatnya teknis dan keamanan maka akan langsung henti tayang,
sedangkan untuk yang bersifat etika akan diberi hak jawab.
Tim pusat berkewenangan memutuskan bentuk dan bobot sanksi yang perlu
dijatuhkan kepada produsen distributor alkes dan PKRT yang melakukan
pelanggaran terhadap iklan yang ditayangkan. Bila hasil evaluasi tindak lanjut
mempunyai respon yang baik maka tahap selanjutnya diberikan pembinaan.
Sedangkan jika hasil evaluasi tindak lanjut mempunyai respon yang tidak baik
maka akan dilakukan sanksi:
a. Pencabutan izin
b. Mengeluarkan surat edaran dan dipublikasikan di media Kemenkes
Penyampaian sanksi dilakukan secara tertulis dengan mencantumkan jenis
pelanggaran dan rujukan yang digunakan (Kemenkes RI, 2012).
Saat ini masih ada periklanan Alkes dan PKRT mengandung informasi yang
belum memenuhi kriteria objektif, lengkap, dan tidak menyesatkan yang
mengakibatkan penggunaa yang salah, tidak tepat, tidak rasional dan merugikan
masyarakat. Misalnya masih ada iklan yang merendahkan produk lain, dan ada
iklan yang mengiklankan produknya seolah-olah hasil penggunaannya menjadi
bebas kuman sama sekali. Oleh karena itu perlu dilakukan perubahan dalam
pengawasan periklanan alat kesehatan dan PKRT. Dimana saat ini pengawasan
dilakukan setelah iklan ditanyangkan (post market), untuk mengatasi masalah
tersebut sebaiknya pengawasan lilakukan sebelum iklan ditayangkan (pre market)
sehingga iklan yang ditanyangkan hanya iklan yang memenuhi persyaratan yang
ditetapkan. Saat ini Subdirektorat Inspeksi Alkes dan PKRT sedang menyusun
pedoman mengenai pengawasan iklan pre market yang nantinya akan menjadi
pedoman periklanan kedepannya.
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
27 Universitas Indonesia
BAB 4
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
a. Kegiatan vigilance yang dilakukan oleh Sub Direktorat Inspeksi Alat
Kesehatan dan PKRT dilakukan berdasarkan laporan Kejadian Tidak
Diinginkan (KTD) yang terjadi di fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau
masyarakat umum akibat penggunaan alat kesehatan dan PKRT. Kriterian
kejadian KTD yang dapat dilaporkan secara umum harus memenuhi kriteria:
1. Telah terjadi
2. Dicurigai disebabkan oleh alat kesehatan yang digunakan
3. KTD menyebabkan ancaman serius terhadap kesehatan umum, kematian
pasien, pengguna atau orang lain, kematian atau cedera serius pada
pengguna atau orang lain jika terjadi berulang kali.
Upaya yang dapat dilakukan antara lain:
1. Mengevaluasi kejadian yang tidak diinginkan yang dilaporkan
2. Diseminasi (penyebarluasan) informasi untuk mencegah atau
meminimalkan hal yang sama terulang, atau mengurangi konsekuensi dari
kejadian yang tidak diinginkan tersebut.
3. Memodifikasi alat kesehatan.
4. Menarik alat kesehatan dari pasaran.
b. Kegiatan pengawasan iklan yang dilakukan oleh Sub Direktorat Inspeksi Alat
Kesehatan dan PKRT adalah mengawasi iklan Alkes/ PKRT yang beredar agar
objektif, lengkap dan tidak menyesatkan. Prioritas iklan alkes dan PKRT yang
diawasi adalah:
1. Iklan produk yang sudah terdaftar
2. Iklan produk yang dapat menimbulkan bahaya bagi masyarakat
3. Iklan produk yang dapat perhatian/meresahkan masyarakat
Tindak lanjut dari hasil pemantauan pengawasan iklan berupa:
1. Peringatan I, berupa peringatan untuk memperbaiki iklan dengan batas
waktu 1 bulan
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
28
Universitas Indonesia
2. Henti tayang
3. Pembinaan/ Pencabutan izin
4. Mengeluarkan surat edaran dan dipublikasikan di media Kemenkes
c. Masalah yang terjadi terkait kegiatan vigilance yaitu pelaporan dilakukan oleh
masyarakat langsung ke Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan yang
kemudian akan ditindaklanjuti. Sistem pelaporan seperti ini kurang efektif
mengingat wilayah indonesia yang begitu luas juga SDM dari Bina Produksi
dan Distribusi Alat Kesehatan yang terbatas. Untuk memudahkan sistem
pelaporan KTD oleh masyarakat sebaiknya Bina Produksi dan Distribusi Alat
Kesehatan bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Provinsi/Kota.
d. Saat ini masih ada periklanan Alkes dan PKRT mengandung informasi yang
belum memenuhi kriteria objektif, lengkap, dan tidak menyesatkan. Oleh
karena itu perlu dilakukan perubahan dalam pengawasan periklanan alat
kesehatan dan PKRT. Dimana saat ini pengawasan dilakukan setelah iklan
ditayangkan (post market), untuk mengatasi masalah tersebut sebaiknya
pengawasan dilakukan sebelum iklan ditayangkan (pre market) sehingga iklan
yang ditayangkan hanya iklan yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
4.2 Saran
a. Meningkatkan sumber daya manusia setiap pegawai agar lebih baik lagi dalam
melaksanakan kegiatan vigilance dan pengawasan iklan
b. Menjalin kerjasama dengan perusahaan periklanan agar iklan alkes dan PKRT
memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan
c. Melakukan sosialisasi pedoman dan prosedur kepada sarana produksi dan
distribusi yang akan memasarkan produknya
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
29 Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Departemen Kesehatan RI. (2009). Revisi Pedoman Periklanan Alat Kesehatandan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Jakarta: DepartemenKesehatan RI.
Kementerian Kesehatan RI. (2007). Petunjuk Teknis Surveilance Alat Kesehatan.Jakarta: Kementerian Kesehatan.
Kementerian Kesehatan RI. (2009). Undang-Undang Kesehatan RepublikIndonesia No. 36 tentang Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI
Kementerian Kesehatan RI. (2012). Pedoman Pengawasan Alat Kesehatan danPerbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Jakarta: Kementerian KesehatanRI.
Kementerian Kesehatan RI. (2013). Pedoman Sistem E-Monitoring Post market &Surveillance Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga.Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Peraturan MenteriKesehatan Republik Indonesia Nomor:1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentangOrganisasi Dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan. Jakarta: KementerianKesehatan RI.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2006). Pedoman TeknisPelaksanaan Sampling dan Pengujian Alat Kesehatan (Alkes) danPerbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT). Jakarta
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
LAMPIRAN
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014
31
Lampiran 1. Mekanisme Pelaksanaan Sampling
Laporan praktek…, Olivia Herawati Naibaho, FFar UI, 2014