38
LAPORAN KASUS ILMU KESEHATAN ANAK I. IDENTITAS A. Identitas Pasien Nama : By. Ny. SS TTL : Jakarta, 4 Januari 2013 Usia : 2 hari Jenis Kelamin : Laki-laki Agama : Islam Alamat : Jl. Masjid Al Jadid RT. 08 RW. 009, Kel. Baru Kec. Pasar Rebo, Jakarta Timur Masuk RS : 4 Januari 2013 No. CM : 2013-454744 B. Identitas Orang Tua Ayah Ibu Nama : Tn. Makbub Ekhsan Ny. Siti Saadah Usia : 42 tahun 33 tahun Agama : Islam Islam Pendidikan : SMP SMP Pekerjaan : Wiraswasta Ibu rumah tangga II. Anamnesa 1

PRESUS ANAK.docx

Embed Size (px)

DESCRIPTION

pediatri

Citation preview

Page 1: PRESUS ANAK.docx

LAPORAN KASUS

ILMU KESEHATAN ANAK

I. IDENTITAS

A. Identitas Pasien

Nama : By. Ny. SS

TTL : Jakarta, 4 Januari 2013

Usia : 2 hari

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Alamat : Jl. Masjid Al Jadid RT. 08 RW. 009, Kel. Baru Kec. Pasar

Rebo, Jakarta Timur

Masuk RS : 4 Januari 2013

No. CM : 2013-454744

B. Identitas Orang Tua

Ayah Ibu

Nama : Tn. Makbub Ekhsan Ny. Siti Saadah

Usia : 42 tahun 33 tahun

Agama : Islam Islam

Pendidikan : SMP SMP

Pekerjaan : Wiraswasta Ibu rumah tangga

II. Anamnesa

alloanamnesa dilakukan pada tanggal 6 Januari 2013 dengan orangtua pasien)

1. Keluhan Utama : tidak langsung menangis saat lahir

2. Keluhan tambahan : kejang saat usia 2 hari

III. Riwayat Penyakit

a) Riwayat penyakit sekarang

1

Page 2: PRESUS ANAK.docx

Pasien lahir pada tanggal 4 Januari 2013 pukul 22.00 melalui cara persalinan spontan

dengan ekstraksi vakum atas indikasi partus tak maju dan posterm oleh dokter spesialis

obsgyn RSUD Pasar Rebo dari Ibu G2P1A0 dengan usia kehamilan >42 minggu

Sebelum ke RSUD Pasar Rebo Ibu pasien sempat datang ke puskesmas Kramat Jati

karena mulai merasa mules-mules dan sempat keluar lendir bercampur darah. Menurut ibu

pasien saat diperiksa dipuskesmas sudah pembukaan 8, namun setelah 7 jam pembukaan tidak

maju dan akhirnya dilakukan pemecahan ketuban. Ketuban berwarna hijau lumpur dan

berbau. Karena tidak ada kemajuan, ibu pasien dirujuk ke RSUD Pasar Rebo.

Saat lahir pasien tidak langsung menangis, dengan APGAR score 1/1, Berat Badan

Lahir 3300 gr, Panjang Badan 50 cm, Lingkar Kepala 35 cm. Pasien tampak kebiruan, setelah

30 menit dilakukan resusitasi, pasien dibawa ke ruang perinatologi dengan inkubator

transport.

Saat di ruang perina bayi tampak biru, dengan napas cuping hidung dan retraksi

dinding dada maka dilakukan bagging. Setelah 2 hari perawatan di ruang perinatologi, pasien

kejang.

b) Riwayat penyakit keluarga :

Tidak ada anggota keluarg ayang memiliki riwayat penyakit yang sama dengan

pasien. Pasien merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Kakak pasien memiliki riwayat

kelahiran yang normal.

c) Riwayat kehamilan

Pre Natal : Ante Natal Care dilakukan di puskesmas rutin setiap bulan. Selama

hamil ibu pasien tidak pernah mengeluh akan kehamilannya dan tidak mengonsumsi obat-

obatan kecuali obat yang diberikan bidan/dokter saat kontrol. Namun ibu pasien mengaku

sempat bengkak pada kakinya, tapi dibiarkan saja dan hilang dengan sendirinya. Sempat

melakukan USG di dokter spesialis kandungan. Hari Pertama Haid Terakhir tanggal 6 Maret

2012.

Natal : lahir saat usia kandungan >42minggu dengan penolong dokter spesialis

obsgyn melaui persalinan spontan dengan ekstraksi vakum atas indikasi posterm dan partus

tak maju, ketuban hijau lumpur, lahir tidak langsung menangis. BBL : 3300gr, PB: 50cm, LK:

35cm. APGAR Score 1/1.

2

Page 3: PRESUS ANAK.docx

Post natal : dilakukan perawatan di ruang perinatologi level3 RSUD Pasar Rebo dengan

keadaan asfiksia berat.

d) Riwayat Keluarga Berencana Orang tua : KB suntik 3 bulan

e) Sosial ekonomi dan lingkungan

Sosial Ekonomi:

Pasien tinggal bersama 4 orang anggota keluarga lainnya. Penghasilan ayah tidak

tentu, namun berkisar ± Rp 1.500.000, - perbulan.

Lingkungan:

Rumah berada di pemukiman padat penduduk dan tidak terletak di pinggir jalan

besar. Rumah dengan dua kamar tidur dan satu kamar mandi. Dapur rumah dengan gas

untuk memasak. Sumber air berasal dari sumur. Ventilasi dan sanitasi cukup.

IV. Pemeriksaan Fisik

Dilakukan pada tanggal 6 Januari 2013 di ruang perinatologi RSUD Pasar Rebo

A. Status Generalis

Keadaan umum : sakit berat

Kesadaran : E1M1V1

Tanda vital : HR : 106x/menit

RR : 65x/menit

Suhu : 35,8oC

Kepala : Normocephale

Rambut : Hitam

Muka : tidak ada kelainan bentuk, muka oval.

Mata : simetris, sklera tidak icterus, conjungtiva anemis.

Bibir : sianosis (+) Mukosa : kering(-)

THT : sulit dinilai

Leher : tidak teraba pembesran KGB

Thoraks

3

Page 4: PRESUS ANAK.docx

Paru-paru

Inspeksi : bentuk simetris, pergerakan simetris, retraksi (+)

Palpasi : sulit dinilai

Perkusi : sonor di kedua lapangan paru

  Auskultasi : vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)

  Jantung

Inspeksi : iktus cordis tidak tampak

Palpasi : iktus cordis teraba pada linea mid clavicula sinistra

Auskultasi : irama regular, murmur (-),gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : datar

Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : timpani

Auskultasi : bising usus (+) normal

Lipat paha dan genitalia : Anus (+), tidak tampak kelainan pada alat genitalia

Ekstremitas : akral dingin (-), sianosis (+)

Tonus : hipotonus

Kulit : sianosis

 

V. Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium hematologi 5 januari 2013

Hemoglobin : 14,3 g/dl (normal : 12,7-18,7)

Hematokrit : 46% (normal : 42-62)

Leukosit : 24.840 ul (normal : 5.000-19.500)

Trombosit : 257.000 ul (normal : 217.000-497.000)

Gula Darah Sewaktu : 139 mg/dl (normal : <200 mg/dl)

2. Pemeriksaan Analisa Gas Darah-Elektrolit

pH : 7,06 (normal : 7,2-7,41)

pCO2 : 64 mmHg (normal : 33-44)

pO2 : 81 mmHg (normal : 71-104)

Hct : 39% (normal : 37-48%)

HCO3 : 18,1mmol/L (normal : 18,6-22,6)

HCO3 std : 14,9 mmol/L

4

Page 5: PRESUS ANAK.docx

tCO2 : 20,1 (normal : 19-24)

BE ecf : -12,2

BE (B) : -12,6 (normal : -10 - -2)

Saturasi O2 : 89 (normal : 40-90)

3. Pemeriksaan Rontgen Thoraks

VI. Resume

Pasien laki-laki lahir pada tanggal 4 Januari 2013 melalui persalinan spontan dengan ekstraksi

vakum dari ibu dengan usia 33 tahun G2P1A0 pada usia kehamilan ±43minggu. Lahir dengan ketuban

hijau lumpur, tidak langsung menangis dan tampak biru. Nilai APGAR 1/1. Berat Badan Lahir

3300gr. Pada usia 2 hari pasien mengalami kejang.

Pemeriksaan fisik didapatkan, keadaan umum : sakit berat, kesadaran : terdapat penurunan

kesadaran hingga soporokoma, tanda vital : peningkatan frekuensi napas, terdapat retraksi dan tampak

sianosis.

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan leukosit 24.840 ul, penuruan pH

7,06, peningkatan pCO2 64 mmHg dan penurunan HCO3 18,1mmol/L.

Pasien didiagnosis asfiksia berat e.c sindrom aspirasi mekonium dengan komplikasi

Ensefalopati Hipoksik Iskemik. Pasien dirawat di RSUD Pasar Rebo selama 4 hari dan akhirnya

meninggal dunia pada tanggal 8 Januari 2013.

5

Page 6: PRESUS ANAK.docx

VII. Diagnosa Kerja

Asfiksia neonatorum berat e.c sindrom aspirasi mekonium

VIII. Penatalaksanaan selama perawatan

Pemasangan CPAP, PEEP 5 / FIO2 40%

Loading RL 40cc

IVFD D5 (48) + Ca Gluconase (2)

Injeksi Ranitidin 3x6mg

Injeksi Kalmetason 3x0,5 mg

Soclaf 2x125mg

Loading NaCl 35cc

Stesolid 2,5 mg

Phental 2x7,5gr

IX. Prognosis

Ad vitam : Ad Malam

Ad fungtionam : Ad Malam

Ad Sanactionam : Ad Malam

X. Follow Up

Pemeriksaan Tanggal

6 Januari 2013 7 Januari 2013 8 Januari 2013

S Keluhan Sesak napas

Kejang 1x

Sesak napas Sesak napas

Diuresis -

O KU

Kesadaran

Tanda vital

PF

Sakit berat

Soporokoma

HR : 106x/menit

RR : 65x/menit

Suhu : 35,8oC

Retraksi +

Sianosis

Sakit berat

Soporokoma

HR : 145x/menit

RR : 64x/menit

Suhu : 36,80C

Retraksi +

Sianosis +

Sakit berat

Soporokoma

HR : 98x/menit

RR : -

Suhu : 36,50C

Sianosis +

A Diagnosis Asfiksia berat e.c aspirasi

mekonium

Asfiksia berat e.c aspirasi

mekonium perburukan

ensefalopati hipoksik

iskemik

Asfiksia berat e.c

aspirasi mekonium

perburukan

meninggal dunia

6

Page 7: PRESUS ANAK.docx

P Terapi Phental 2x7,5mg

Loading RL 35cc

IVFD D10 (47) + Ca

Gluconase (2) + KCL (1)

10cc/jam

Soclaf 2x125mg

Ranitidin 3x6

Kalmetason 2x0,5

Alostil 2x35mg

Phental 2x5mg

Loading RL 35cc

IVFD D10 (47) + Ca

Gluconase (2) + KCL (1)

10cc/jam

Soclaf 2x125mg

Ranitidin 3x6

Kalmetason 2x0,5

Alostil 2x35mg

Phental 2x5mg

Loading RL 35cc

IVFD D10 (47) + Ca

Gluconase (2) + KCL

(1)

10cc/jam

Soclaf 2x125mg

Ranitidin 3x6

Kalmetason 2x0,5

XI. Pembahasan Kasus

Diagnosis asfiksia neonatorum berat ditegakkan berdasarkan gejala klinis berupa

pasien tidak langsung menangis saat lahir atau kegagalan bernapas secara spontan dan teratur

setelah lahir, bayi tampak hipotoni, kulit tampak pucat kebiruan, ketuban berwarna hijau

lumpur yang menandakan ketuban bercampur dengan mekonium yang dapat menyebabkan

sindrom aspirasi mekonium. Pada usia 2 hari pasien sempat kejang, dan hal ini menimbulkan

kecurigaan terhadap adanya ensefalopati hipoksik iskemik.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien sakit berat dengan tingkat

kesadaran soporokoma serta terjadi peningkatan frekuensi napas. Pasien tampak sianosis,

terdapat retraksi dinding dada dan hipotoni.

Diagnosis juga didukung oleh hasil pemeriksaan laboratorium berupa adanya keadaan

hiperkarbia yang ditandai dengan meningkatnya pCO2 hingga 64mmHg serta keadaan

asidosis yag ditandai dengan penurunan pH yaitu 7,06 dan HCO3 18,1mmol/L.

7

Page 8: PRESUS ANAK.docx

TINJAUAN PUSTAKA

Asfiksia Neonatorum

A. Definisi

Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan dimana bayi baru lahi tidak dapat

bernapas secara spontan, teratur dan adekuat. Asfiksia dapat bermanifestasi sebagai disfungsi

multi organ, kejang, ensefalopati hipoksik iskemik dan asidosis metabolik. Beberapa sumber

mendefinisikan asfiksia neonatorum sebagai berikut :

Ikatan Dokter Anak Indonesia

Asfiksia neonatorum adalah kegagalan napas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau

beberapa saat setelah saat lahir yang ditandai dengan hipoksemia, hiperkarbia dan asidosis.

WHO

Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas secara spontan dan teratur segera setelah

lahir.

ACOG (the American College of Obstetricians and Gynecologists) dan AAP (American

Academy of Pediatrics)

Seorang neonatus disebut mengalami asfiksia bila memenuhi kondisi sebagai berikut:

Nilai Apgar menit kelima 0-3

Adanya asidosis pada pemeriksaan darah tali pusat (pH<7.0)

Gangguan neurologis (misalnya: kejang, hipotonia atau koma)

Adanya gangguan sistem multiorgan (misalnya: gangguan kardiovaskular,

gastrointestinal, hematologi, pulmoner, atau sistem renal).

B. Etiologi dan Faktor Resiko

Asfiksia neonatorum dapat terjadi selama kehamilan, pada proses persalinan dan

melahirkan atau periode segera setelah lahir. Janin sangat bergantung pada pertukaran

plasenta untuk oksigen, asupan nutrisi dan pembuangan produk sisa sehingga gangguan

pada aliran darah umbilikal maupun plasental hampir selalu akan menyebabkan asfiksia.

Hampir sebagian besar asfiksia pada bayi baru lahir merupakan kelanjutan asfiksia janin,

karena itu penilaian janin selama kehamilan dan persalinan memegang peranan penting untuk

keselamatan bayi atau kelangsungan hidup yang sempurna tanpa gejala sisa.

Asfiksia neonatorum dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:

1) Faktor neonatus

8

Page 9: PRESUS ANAK.docx

Lanjutan asfiksia intra partum; aspirasi cairan amnion, darah, meconium, dan

muntahan; imaturitas paru; kelainan jantung bawaan pada paru; anemia padafetus;

retardasi pertumbuhan intra uterin; kehamilan lewat waktu; infeksi fetus.

2) Faktor ibu

Hipoksia ibu karena anemia berat, penyakit paru kronis; menurunnya aliran darah

dari ibu ke fetus pada hipotensi karena perdarahan, preeklampsia, eklampsia,

diabetes melitus, obat anastesi yang berlebihan pada ibu.

3) Faktor plasenta

Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta.

Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta

misalnya solusio plasenta, perdarahan plasenta dan lain-lain.

9

Faktor risiko

antepartum

Faktor risiko

intrapartum

Faktor risiko janin

Primipara

Penyakit pada ibu:

Demam saat kehamilan

Hipertensi dalam

kehamilan

Anemia

Diabetes mellitus

Penyakit hati dan ginjal

Penyakit kolagen dan

pembuluh darah

Perdarahan antepartum

Riwayat kematian

neonatus sebelumnya

Penggunaan sedasi,

anelgesi atau anestesi

Malpresentasi

Partus lama

Persalinan yang sulit dan

traumatik

Mekonium dalam

ketuban

Ketuban pecah dini

Induksi Oksitosin

Prolaps tali pusat

Prematuritas

BBLR

Pertumbuhan janin

terhambat

Kelainan kongenital

Page 10: PRESUS ANAK.docx

C. Patofisiologi

Cara bayi memperoleh oksigen sebelum dan setelah lahir

Sebelum lahir, paru janin tidak berfungsi sebagai sumber oksigen atau jalan untuk

mengeluarkan karbondioksida. Pembuluh arteriol yang ada di dalam paru janin dalam

keadaan konstriksi sehingga tekanan oksigen (pO2) parsial rendah. Hampir seluruh darah dari

jantung kanan tidak dapat melalui paru karena konstriksi pembuluh darah janin, sehingga

darah dialirkan melaui pembuluh yang bertekanan lebih rendah yaitu duktus arteriosus

kemudian masuk ke aorta.

Setelah lahir, bayi akan segera bergantung pada paru-paru sebagai sumber utama

oksigen. Cairan yang mengisi alveoli akan diserap ke dalam jaringan paru, dan alveoli akan

berisi udara. Pengisian alveoli oleh udara akan memungkinkan oksigen mengalir ke dalam

pembuluh darah di sekitar alveoli. Arteri dan vena umbilikalis akan menutup sehingga

menurunkan tahanan pada sirkulasi plasenta dan meningkatkan tekanan darah sistemik.

Akibat tekanan udara dan peningkatan kadar oksigen di alveoli, pembuluh darah paru akan

mengalami relaksasi sehingga tahanan terhadap aliran darah bekurang. Keadaan relaksasi

tersebut dan peningkatan tekanan darah sistemik, menyebabkan tekanan pada arteri

pulmonalis lebih rendah dibandingkan tekanan sistemik sehingga aliran darah paru meningkat

sedangkan aliran pada duktus arteriosus menurun.

Oksigen yang diabsorbsi di alveoli oleh pembuluh darah di vena pulmonalis dan

darah yang banyak mengandung oksigen kembali ke bagian jantung kiri, kemudian

dipompakan ke seluruh tubuh bayi baru lahir. Pada kebanyakan keadaan, udara menyediakan

oksigen (21%) untuk menginisiasi relaksasi pembuluh darah paru. Pada saat kadar oksigen

meningkat dan pembuluh paru mengalami relaksasi, duktus arteriosus mulai menyempit.

10

Page 11: PRESUS ANAK.docx

Darah yang sebelumnya melalui duktus arteriosus sekarang melalui paru-paru, akan

mengambil banyak oksigen untuk dialirkan ke seluruh jaringan tubuh.

Pada akhir masa transisi normal, bayi menghirup udara dan menggunakan paru-

parunya untuk mendapatkan oksigen. Tangisan pertama dan tarikan napas yang dalam akan

mendorong cairan dari jalan napasnya. Oksigen dan pengembangan paru merupakan rangsang

utama relaksasi pembuluh darah paru. Pada saat oksigen masuk adekuat dalam pembuluh

darah, warna kulit bayi akan berubah dari abu-abu/biru menjadi kemerahan.

Kesulitan yang dialami bayi selama masa transisi

Bayi dapat mengalami kesulitan sebelum lahir, selama persalinan atau setelah lahir.

Kesulitan yang terjadi dalam kandungan, baik sebelum atau selama persalinan, biasanya akan

menimbulkan gangguan pada aliran darah di plasenta atau tali pusat. Tanda klinis awal dapat

berupa deselerasi frekuensi jantung janin. Masalah yang dihadapi setelah persalinan lebih

banyak berkaitan dengan jalan nafas dan atau paru-paru, misalnya sulit menyingkirkan cairan

atau benda asing seperti mekonium dari alveolus, sehingga akan menghambat udara masuk ke

dalam paru mengakibatkan hipoksia. Bradikardia akibat hipoksia dan iskemia akan

menghambat peningkatan tekanan darah (hipotensi sistemik).

Selain itu kekurangan oksigen atau kegagalan peningkatan tekanan udara di paru-paru

akan mengakibatkan arteriol di paru-paru tetap konstriksi sehingga terjadi penurunan aliran

darah ke paru-paru dan pasokan oksigen ke jaringan.

Bayi baru lahir akan melakukan usaha untuk menghirup udara ke dalam paru-parunya

yang mengakibatkan cairan paru keluar dari alveoli ke jaringan insterstitial di paru sehingga

oksigen dapat dihantarkan ke arteriol pulmonal dan menyebabkan arteriol berelaksasi. Jika

keadaan ini terganggu maka arteriol pulmonal akan tetap kontriksi, alveoli tetap terisi cairan

dan pembuluh darah arteri sistemik tidak mendapat oksigen.

Pada saat pasokan oksigen berkurang, akan terjadi konstriksi arteriol pada organ

seperti usus, ginjal, otot dan kulit, namun demikian aliran darah ke jantung dan otak tetap

stabil atau meningkat untuk mempertahankan pasokan oksigen. Penyesuaian distribusi aliran

darah akan menolong kelangsungan fungsi organ-organ vital. Walaupun demikian jika

kekurangan oksigen berlangsung terus maka terjadi kegagalan fungsi miokardium dan

kegagalan peningkatan curah jantung, penurunan tekanan darah, yang mengkibatkan aliran

darah ke seluruh organ akan berkurang. Sebagai akibat dari kekurangan perfusi oksigen dan

oksigenasi jaringan, akan menimbulkan kerusakan jaringan otak yang irreversible, kerusakan

organ tubuh lain, atau kematian.

11

Page 12: PRESUS ANAK.docx

Keadaan bayi yang membahayakan akan memperlihatkan satu atau lebih tanda-tanda

klinis seperti tonus otot buruk karena kekurangan oksigen pada otak, otot dan organ lain;

depresi pernapasan karena otak kekurangan oksigen; bradikardia (penurunan frekuensi

jantung) karena kekurangan oksigen pada otot jantung atau sel otak; tekanan darah rendah

karena kekurangan oksigen pada otot jantung, kehilangan darah atau kekurangan aliran darah

yang kembali ke plasenta sebelum dan selama proses persalinan; takipnu (pernapasan cepat)

karena kegagalan absorbsi cairan paru-paru; dan sianosis karena kekurangan oksigen di dalam

darah.

Mekanisme yang terjadi pada bayi baru lahir mengalami gangguan di dalam

kandungan atau pada masa perinatal

Penelitian laboratorium menunjukkan bahwa pernapasan adalah tanda vital pertama

yang berhenti ketika bayi baru lahir kekurangan oksigen. Setelah periode awal pernapasan

yang cepat maka periode selanjutnya disebut apnu primer.

Rangsangan seperti mengeringkan atau menepuk telapak kaki akan menimbulkan

pernapasan. Walaupun demikian bila kekurangan oksigen terus berlangsung, bayi akan

melakukan beberapa usaha bernapas megap-megap dan kemudian terjadi apnu sekunder,

rangsangan saja tidak akan menimbulkan kembali usaha pernapasan bayi baru lahir. Bantuan

pernapasan harus diberikan untuk mengatasi masalah akibat kekurangan oksigen.

Frekuensi jantung mulai menurun pada saat bayi mengalami apnu primer. Tekanan

darah akan tetap bertahan sampai dimulainya apnu sekunder sebagaimana diperlihatkan

dalam gambar di bawah ini (kecuali jika terjadi kehilangan darah pada saat memasuki periode

hipotensi). Bayi dapat berada pada fase antara apnu primer dan apnu dan seringkali keadaan

yang membahayakan ini dimulai sebelum atau selama persalinan. Akibatnya saat lahir, sulit

untuk menilai berapa lama bayi telah berada dalam keadaan membahayakan. Pemeriksaan

fisik tidak dapat membedakan antara apnu primer dan sekunder, namun respon pernapasan

yang ditunjukkan akan dapat memperkirakan kapan mulai terjadi keadaan yang

membahayakan itu.

12

Page 13: PRESUS ANAK.docx

Gambar 1. Perubahan frekuensi jantung dan tekanan darah selama apnu

Jika bayi menunjukkan tanda pernapasan segera setelah dirangsang, itu adalah apnu

primer. Jika tidak menunjukkan perbaikan apa-apa, ia dalam keadaan apnu sekunder. Sebagai

gambaran umum, semakin lama seorang bayi dalam keadaan apnu sekunder, semakin lama

pula dia bereaksi untuk dapat memulai pernapasan. Walau demikian, segera setelah ventilasi

yang adekuat, hampir sebagian besar bayi baru lahir akan memperlihatkan gambaran reaksi

yang sangat cepat dalam hal peningkatan frekuensi jantung.

Jika setelah pemberian ventilasi tekanan positif yang adekuat, ternyata tidak

memberikan respons peningkatan frekuensi jantung maka keadaan yang membahayakan ini

seperti gangguan fungsi miokardium dan tekanan darah, telah jatuh pada keadaan kritis. Pada

keadaan seperti ini, pemberian kompresi dada dan obat-obatan mungkin diperlukan untuk

resusitasi.

D. Manifestasi dan gejala klinis

Secara klinis, bayi baru lahir yang mengalami asfiksia menunjukkan gejala:

Pernapasan terganggu (distress pernapasan)

Bradikardia

Reflex lemah

Tonus otot menurun

Warna kulit biru atau pucat

E. Diagnosis

Anamnesis

Anamnesis diarahkan untuk mencari faktor risiko terhadap terjadinya asfiksia

neonatorum, baik faktor neonatus, faktor ibu, dan faktor plasenta. Anamnesis yang

kuat dan menunjukkan tanda-tanda asfiksia neonatus ini dapat membantu

menegakkan diagnosis.

Pemeriksaan fisik

Penegakkan diagnosis asfiksia dapat ditegakkan dengan melakukan penilaian

APGAR score.

13

Page 14: PRESUS ANAK.docx

Nilai APGAR diperhatikan pada menit ke-1 dan menit ke-5. bila nilai APGAR 5

menit masih kurang dari 7, penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor mencapai 7.

Nilai APGAR berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi bayi baru lahir dan

menentukan prognosis, bukan untuk memulai resusitasi karena resusitasi dimulai 30

detik setelah lahir bila bayi tidak menangis.

Pemeriksaan penunjang

Laboratorium: hasil analisis gas darah tali pusat menunjukkan hasil asidosis pada

darah tali pusat jika:

PaO2 < 50 mm H2O

PaCO2 > 55 mm H2

pH < 7,30

F. Penatalaksanaan

Prinsip tatalaksana bayi baru lahir yang mengalami asfiksia meliputi :

1. Segera dilakukan sesudah bayi lahir

2. Intervensi harus cepat, tepat, jangan sampai terlambat (jangan menunggu hasil

penilaian APGAR menit1)

3. Pada dasarnya pada setiap bayi baru lahir kita harus melakukan penilaian terhadap 5

hal, yaitu : apakah air ketuban tanpa mekonium? Apakah bayi bernapas atau

menangis? Apakah tonus baik? Apakah warna kulit merah muda? Apakah bayi cukup

bulan? Bila semua jawaban “ya” maka bayi dapat langsung dimasukkan dalam

prosedur perwatan rutin dan tisak dipisahkan dari ibunya. Bayi dekringkan,

14

Page 15: PRESUS ANAK.docx

diletakkan di dada ibunya dan diselimuti dengan kain linen kering untuk menjaga

suhu. Bila terdapat jawaban “tidak” dari salah satu pertanyaan di diatas maka bayi

memerlukan satu atau beberapa tindakan resusitasi berikut ini secara berurutan:

a. Langkah awal dalam stabilisasi

Memberikan kehangatan

Bayi diletakkan di bawah alat pemancar panas (radiant warmer) dalam

keadaan telanjang agar panas dapat mencapai tubuh bayi dan memudahkan

eksplorasi seluruh tubuh.

Bayi dengan BBLR memiliki kecenderungan menjadi hipotermi dan harus

mendapat perlakuan khusus. Beberapa kepustakaan merekomendasikan

pemberian teknik penghangatan tambahan seperti penggunaan plastik

pembungkus dan meletakkan bayi dibawah pemancar panas pada bayi kurang

bulan dan BBLR.

b. Memposisikan bayi dengan sedikit menengadahkan kepalanya. Bayi diletakkan

terlentang dengan sedikit tengadah dalam posisi menghidu agar posisi farings,

larings dan trakea dalam satu garis lurus yang akan mempermudah masuknya

udara. Posisi ini adalah posisi terbaik untuk melakukan ventilasi dengan balon dan

sungkup dan/atau untuk pemasangan pipa endotrakeal.

c. Membersihkan jalan napas sesuai keperluan

Aspirasi mekonium saat proses persalinan dapat menyebabkan pneumonia

aspirasi. Salah satu pendekatan obstetrik yang digunakan untuk mencegah aspirasi

adalah dengan melakukan penghisapan mekoneum sebelum lahirnya bahu

(intrapartum suctioning), namun bukti penelitian dari beberapa senter

menunjukkan bahwa cara ini tidak menunjukkan efek yang bermakna dalam

mencegah aspirasi mekonium. Cara yang tepat untuk membersihkan jalan napas

adalah bergantung pada keaktifan bayi dan ada atau tidaknya mekonium. Bila

terdapat mekonium dalam caitan amnion dan bayi tidak bugar 9bayi mengalami

depresi pernapasan, tonus otot kurang dan frekuensi jantung kurang dari

100x/menit) segera dilakukan penghisapan trakea sebelum timbul pernapasan

untuk mencegah sindrom aspirasi mekonium. Penghisapan trakea meliputi

langkah-langkah pemasangan laringoskop dan selang endotrakeal ke dalam trakea,

kemudian dengan selang penghisap dilakukan pembersihan daerah mulut, faring

dan trakea sampai glotis. Bila terdapat mekoneum dalam cairan amnion namun

bayi tampak bugar, pembersihan sekret dari jalan napas dilakukan seperti pada bayi tanpa

mekoneum.

d. Mengeringkan bayi, merangsang pernapasan dan meletakkan pada posisi yang

benar. Meletakkan pada posisi yang benar, menghisap sekret, dan mengeringkan

15

Page 16: PRESUS ANAK.docx

akan memberi rangsang yang cukup pada bayi untuk memulai pernapasan. Bila

setelah posisi yang benar, penghisapan sekret dan pengeringan bayi bekum

bernapas adekuat, maka perangsangan taktil dapat dilakukan denga menepuk atau

menyentil telapak kaki, atau dengan menggosok punggung, tubuh atau ekstremitas

bayi. Bayi yng berada dalam apnu primer akan bereaksi pada hampir semua

rangsangan, sementara bayi yang berada dalam apnu sekunder, rangsangan apapun

tidak akan menimbulkan reaksi pernapasan. Karenanya cukup satu atau dua tepuk

an pada telapak kaki atau gosokan pada punggung, jangan membuang waktu yang

berharga dengan terus menerus melakukan rangsang taktil.

e. Ventilasi tekanan positif

f. Kompresisi dada

g. Pemberian obat-obatan (epinefrin atau volume expander) keputusan untuk

melanjutkan dari satu kategori ke kategori berikutnya ditentukan dengan penilaian

3 tanda vital secara simultan (pernapasan, frekuensi jantung, dan warna kulit).

Waktu untuk setiap langkah adalah 30 detik, lalu nilai kembali dan putuskan untuk

melanjutkan langkah berikutnya.

h. Penilaian

Penilaian dilakukan setekah 30 detik untuk menentukan perlu tidaknya resusitasi

lanjutan. Tanda cital yang perlu dinilai adalah sebagai berikut :

Pernapasan

Resusitasi berhasil bila terlihat gerakan dada yang adekuat, frekuensi dan

dalamnya pernapasan bertambah setelah rangsang taktil. Pernapasan yang

megap-megap adalah pernapasan yang tidak efektif dan memerlukan

intervensi lanjutan.

Frekuensi jantung

Frekuensi jantung harus diatas 100x/menit. Penghitungan bunyi jantung

dilakukan dengan stetoskop selama 6 detik kemudian dikalikan 10 sehingga

akan dapat diketahui frekuensi antung permenit.

Warna kulit bayi

Seharusnya tampak kemerahan pada bibir dan seluruh tubuh. Setelah

frekuensi jantung normal dan ventilasi baik, tidak boleh ada sianosis sentral

yang menandakan hipoksemia. Warna kulit bayi yang berubah dari biru

menjadi kemerahan adalah pertanda yang paling cepat akan adanya

pernapasan dan sirkulasi yang adekuat. Sianosis akral tanpa sianosis sentral

belum tentu menandakan kadar oksigen rendah sehingga tidak perlu

diberikan terapi oksigen. Hanya sianois sentral yang memerlukan intervensi.

16

Page 17: PRESUS ANAK.docx

i. Terapi medikamentosa

Epinefrin

Indikasi : denyut jantung <60x/menit setelah 30detik dilakukan ventilasi

adekuat dan kompresi dada, asistolik.

Dosis :0,1-0,3 ml/kgbb dalam larutan 1 : 10.000 (0,01-0,03 ml/kgbb)

Cara pemberian : IV tau endotrakeal, dapat diulang setiap 3-5 menit bila

perlu.

Volume ekspander

Indikasi : bayi baru lahir yang dilakukan resusitasi mengalami hipovolemi

dan tidak ada respon dengan resusitasi, hipovolemi kemungkinan akibat

adanya perdarahan atau syok. Klinis ditandai dengan adanya pucat, perfusi

buruk, naadi lemah, dan pada resusitasi tidak memberikan respon yang

adekuat.

Jenis cairan : larutan kristaloid yang isotonis (NaCl 0,9%, ringer laktat)

17

Page 18: PRESUS ANAK.docx

Dosis : dosis awal 10ml/kgbb

Bikarbonat

Indikasi : asidosis metabolik, bayi-bayi baru lahir yang mendapatkan

resusitasi. Diberikan bila ventilasi dan sirkulasi sudah baik penggunaa

bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan hiperkalemi harus disertai

dengan pemeriksaan analisa gas daraah dan kimiawi.

Dosis : 1-2mEq /kgbb atau 2 ml/kgbb atau 1ml/kgbb (8,4%) diencerkan

dengan aquades atau dextrose 5% sama banyak diberikan secara intravena

dengan kecepatan minimal 2 menit.

Efek samping : pada keadaan hiperosmolaritas dan kandungan CO2 dari

bikarbonat merusak fungsi miokardium dan otak.

Antibiotika

G. Komplikasi

Penyulit terpenting pada asfiksia neonatorum adalah:

Perdarahan dan edema otak

Hipoksik Iskemik Ensefalopati (HIE)

GGA

Kelainan yang terjadi akibat hipoksia dapat timbul pada stadium akut dan dapat pula

terlihat beberapa waktu setelah hipoksia berlangsung. Pada keadaan hipoksia akut akan terjadi

redistribusi aliran darah sehingga organ vital seperti otak, jantung, dan kelenjar adrenal akan

mendapatkan aliran yang lebih banyak dibandingkan organ lain seperti kulit, jaringan

muskuloskeletal serta organ-organ rongga abdomen dan rongga toraks lainnya seperti hati,

ginjal, dan traktus gastrointestinal. Perubahan dan redistribusi aliran terjadi karena penurunan

resistensi vaskular pembuluh dara otak dan jantung serta meningkatnya resistensi vaskular di

perifer. Perubahan ini dapat menetap sampai hari ke-3 neonatus. Perubahan resistensi

vaskular inilah yang dianggap menjadi penyebab utama redistribusi curah jantung pada

penderita, hipoksia dan iskemia neonatus.

Faktor lain yang dianggap turut pula mengatur redistribusi vaskular antaralain

timbulnya rangsangan vasodilatasi serebral akibat hipoksia yang disertai akumulasi

karbondioksida, meningkatnya aktivitas saraf simpatis dan adanya aktivitas kemoreseptor

yang diikuti pelepasan vasopresin.redistribusi aliran darah pada penderita hipoksia tidak

hanya terlihat pada aliran sistemik tetapi uga terjadi saat darah mencapai suatu organ tertentu.

Hal ini dapat terlihat pada aliran darah otak uang ditemukan lebih banyak mengalir ke batang

otak dan berkurang ke serebrum, pleksus khoroidalis, dan linea alba. Pada hipoksia yang

berkelanjutan, kekurangan oksigen untuk menghasilkan energi bagi metabolisme tubuh

18

Page 19: PRESUS ANAK.docx

menyebabkan terjadinya proses glikolisis anaerobik. Produk sampingan proses tersebut (asam

laktat dan piruvat) menimbulkan peningkatan asam organik tubuh yang berakibat

menurunnya pH darah sehingga teradilah asidosis metabolik. Perunahan sirkulasi dan

metabolisme ini secara bersama-sama akan menyebabkan kerusakan sel baik sementara

ataupun menetap.

Pada bayi kurang bulan, proses hipoksia yang terjadi akan lebih berat dibandingkan

dengan bayi cukup bulan akibat kurang optimalnya faktor redistribusi aliran darah terutama

aliran darah otak, sehingga risiko terjadinya gangguan hipoksik iskemik dan perdarahan

periventrikular lebih tinggi. Demikian pula disfungsi jantung akibat proses hipoksik iskemik

ini sering berakhir dengan oayah jantung. Karena itu tidaklah mengherankan apabila pada

hipoksia berat, angka kematian bayi kurang bulan,, terutama bayi berat lahir sangat rendah

yang mengalami hipoksia berat mencapai 43-58%.

Disfungsi multi organ pada hipoksia/iskemia

Gambaran klinik yang terlihat pada berbagai organ tubuh tersebut sangat

bervariasitergantung pada beratnya hipoksia, selang waktu antara pemeriksaan keadaan

hipoksiaakut terjadi, masa gestasi bayi, riwayat perawatan perinatal, serta faktor

lingkungan penderita termasuk faktor sosial ekonomi. Beberapa penelitian melaporkan, organ

yang paling sering mengalami gangguan adalah susunan saraf pusat. Pada asfiksia

neonatus,gangguan fungsi susunan saraf pusat hampir selalu disertai dengan gangguan

fungsi beberapa organ lain (multiorgan failure). Kelainan susunan saraf pusat yang tidak

disertai gangguan fungsi organ lain, hampir pasti penyebabnya bukan asfiksia perinatal.

Sistem susunan saraf pusat

Pada keadaan hipoksia aliran darah ke otak dan jantung lebih dipertahankan daripada

ke organ tubuh lainnya, namun terjadi perubahan hemodinamik di otak dan penurunan

oksigenasi sel otak tertentu yang selanjutnya mengakibatkan kerusakan sel otak. Penelitian

menyebutkan 8-17% bayi penderita serebral palsi disertai dengan riwayat perinatal hipoksiia.

Salh satu gangguan akibat hipoksia otak yang paling sering ditemukan pada masa perinatal

adalah ensefalopati hipoksik iskemik (EHI). Pada bayi cukup bulan keadaan ini timbul saat

terjainya hipoksia akut, sedangkan pada bayi kurang bulan kelainan lebih sering timbul

sekunder pasca hipoksia dan iskemia akut. Manifestai gambaran klinik bervariasi tergantung

pada lokasi bagian otak yang terkena proses hipoksia dan iskemiknya. Pada saat timbulnya

hipoksia akut atau saat pemulihan pasca hipoksia terjadi dua proses yang saling berkaitan

sebagai penyebab perdarahan per/intraventrikular.

19

Page 20: PRESUS ANAK.docx

Pada proses pertama, hipoksia akut yang terjadi menimbulkan vasodilatasi serebral

dan peninggian aliran darah serebral. Keadaan tersebut menimbulkan peninggian tekanan

darah arterial yang bersifat sementara dan proses ini ditemukan pula padasirkulasi kapiler

di daerah matriks germinal yang mengakibatkan perdarahan.Selanjutnya keadaan

iskemia dapat pula terjadi akibat perdarahan ataupun renjatan pasca perdarahan yang akan

memperberat keadaan penderita. Pada proses kedua, perdarahan dapat terjadi pada fase

pemulihan pasca hipoksia akibat adanya prosesreperfusi dan hipotensi sehingga menimbulkan

iskemia di daerah mikrosirkulasi periventrikular yang berakhir dengan perdarahan. Proses

yang mana yang lebih berperan dalam terjadinya perdarahan tersebut belum dapat ditetapkan

secara pasti,tetapi gangguan sirkulasi yang terjadi pada kedua proses tersebut telah disepakati

mempunyai peran yang menentukan dalam perdarahan tersebut.

Sistem pernapasan

Penyebab terjadinya gangguan pernapasan pada bayi penderita asfiksia neonatus masih belum dapat diketahui secara pasti. Beberapa teori mengemukakan bahwa hal ini merupakan akibat langsung hipoksia dan iskemianya atau dapat pula terjadi karena adanya disfungsi ventrikel kiri, gangguan koagulasi, terjadinya radikal bebas oksigen atapun penggunaan ventilasi mekanik dan timbulnya aspirasi mekonium.

Sistem kardiovaskular

Bayi yang mengalami hipoksia berat dapat menderita disfungsi miokardium yang berakhir dengan payah jantung. Disfungsi miokardium terjadi karena menurunnya perfusi yang disertai dengan kerusakan sel miokard tertama di daerah subendokardial dan otot polos papilaris kedua bilik jantung. Pada penelitian terhadap 72 penderita asfiksia hanya 29% bayi yang menderita kelainan jantung. Kelainan yang ditemukan bersifat ringan berupa bising jantung akibat insufisiensi katup atrioventrikuler dan kelainan ekokardiografi khas yang menunjukkan iskemia miokarium. Kelainan jantung lain yang mungkin ditemukan pada penderita sfiksia berat antaralain gangguan konduksi jantung, aritmia,blok atrioventrikuler dan fixed heart rate.

Sistem urogenitalia

Pada sistem urogenital, hipoksia bayi dapat menimbulkan gangguan perfusi dan dilusi ginjal serta kelainan filtrasi glomerulus. Aliran darah yang kurang menyebabkan nekrosis tubulus dan perdarahan medula. Dalam penelitian terhadap 30 penderita asfiksia neonatus Jayashree,dkk (1991) menemukan disfungsi ginjal pada 43% bayi dengan gejala oligouria serta urea darah >40mg/dl dan kadar kreatinin darah >1mg%.

Sistem gastrointestinal

20

Page 21: PRESUS ANAK.docx

Kelainan saluran cerna terjadi karena radikal bebas oksigen yang terbentuk pada penderita hipoksia beserta faktor lain seperti gangguan koagulasi dan hipotensi, menimbulkan kerusakan epitel dinding usus. Gangguan fungsi yang terjadi dapat berupa kelainan ringan yang bersifat sementara seperti muntah berulang, gangguan toleransi makanan atau adanya darah dalam residu lambung sampai kelainan perforasi saluran cerna.

Sistem audiovisual

Gangguan pada fungsi penglihatan dan pendengaran dapat terjadi secara langsung karena proses hipoksia dan iskemia, ataupun tidak langsung akibat hipoksia iskemi susunan saraf pusat atau jaras-jaras yang terkair yang meinmbulkan kerusakan pada pusat penglihatan dna pendengaran.

Sindrom Aspirasi Mekonium (SAM)

A. Definisi

Sindrom Aspirasi Mekonium adalah sindrom atau kumpulan berbagai gejala klinis

dan radiologis akibat janin atau neonatus menghirup atau mengaspirasi mekonium.

Sindrom aspirasi mekonium dapat terjadi sebelum, selama, dan setelah proses

persalinan. Mekonium yang terhirup dapat menutup sebagian atau seluruh jalan napas

neonatus. Udara dapat melewati mekonium yang terperangkap dalam jalan napas neonatus

saat inspirasi. Mekonium dapat juga terperangkap dalam jalan napas neonatus saat ekspirasi

sehingga mengiritasi jalan napas dan menyebabkan kesulitan bernapas. Tingkat keparahan

SAM tergantung dari jumlah mekonium yang terhirup, ditambah dengan kondisi lain seperti

infeksi intrauterin atau lewat bulan (usia kehamilan lebih dari 42 minggu). Secara umum,

semakin banyak mekonium yang terhirup, semakin berat kondisi klinis neonatus.

Pengeluaran mekonium ke dalam air ketuban pada umumnya merupakan akibat dari

keadaan hipoksia intra uterin dan atau gawat janin. Mekonium di dalam air ketuban dapat

21

Page 22: PRESUS ANAK.docx

juga secara sederhana menunjukkan maturasi fungsi saluran cerna janin. Insidensi pasase

mekonium jarang terjadi sebelum usia gestasi 34 minggu dan akan meningkatkan sampai usia

kehamilan 37 minggu dan lebih meningkat lagi sesudah 37 minggu.

B. Derajat, penyebab dan faktor resiko SAM

Kriteria derajat berat SAM dibedakan menjadi, SAM ringan apabila bayi memerlukan

O2 kurang 40% pada umur kurang 48 jam, SAM sedang apabila memerlukan lebih 40% pada

umur lebih 48 jam tanpa kebocoran udara, dan SAM berat apabila memerlukan ventilator

mekanik untuk lebih 48 jam dan sering dihubungkan dengan hipertensi pulmonal persisten.

Penyebab aspirasi mekonium mungkin terjadi intrauterin atau segera sesudah lahir.

Hipoksia janin kronik dan asidosis dapat mengakibatkan gasping janin yang mempunyai

konsekuensi aspirasi mekonium intrauterin.

Aspirasi mekonium terjadi apabila janin mengalami stress selama proses persalinan

berlangsung. Bayi seringkali merupakan bayi postmatur (<40 minggu)

Faktor resiko terjadinya SAM

Kehamilan post matur

Pre-eklampsi

Ibu dengan diabetes melitus

Ibu dengan hipertensi

Persalinan sulit atau lama

Gawat janin

Hipoksia intra uterin

C. Mekanisme terjadinya SAM

Mekonium diduga sangat toksik bagi paru karena berbagai macam cara. Sulit

menentukan mekanisme mana yang paling dominan dalam suatu saat. Mekanisme terjadinya

SAM diduga melalui mekanisme, obstruksi mekanik saluran napas, pneumonitis kimiawi,

vasokonstriksi pembuluh darah vena, dan surfaktan yang inaktif.

Obstruksi mekanik

Mekonium yang kental dan liat dapat menyebabkan obstruksi mekanik total atau

parsial. Pada saat bayi mulai bernapas, mekonium bergerak dari saluran napas sentral ke

perifer. Partikel mekonium yang terhirup ke dalam saluran napas bagian distal menyebabkan

obstruksi dan atelektasis sehingga terjadi area yang tidak terjadi ventilasi dan perfusi

menyebabkan hipoksemia. Obstruksi parsial menghasilkan dampak katup–bola atau ball-

valve effect yaitu udara yang dihirup dapat memasuki alveoli tetapi tidak dapat keluar dari

22

Page 23: PRESUS ANAK.docx

alveoli. Hal ini akan mengakibatkan air trapping di alveoli dengan gangguan ventilasi dan

perfusi yang dapat mengakibatkan sindrom kebocoran udara dan hiperekspansi. Risiko

terjadinya pneumotoraks sekitar 15%-33%.

Pneumonitis Mekonium

Diduga mempunyai dampak toksik secara langsung yang diperantarai oleh proses

inflamasi. Dalam beberapa jam neutrofil dan makrofag telah berada di dalam alveoli, saluran

napas besar dan parenkim paru. Dari makrofag akan dikeluarkan sitokin seperti TNF α, TNF-

1b, dan interleukin-8 yang dapat langsung menyebabkan gangguan pada parenkim paru atau

menyebabkan kebocoran vaskular yang mengakibatkan pneumonitis toksik dengan

perdarahan paru dan edema. Mekonium mengandung berbagai zat seperti asam empedu yang

apabila dijumpai dalam air ketuban akan menyebabkan kerusakan langsung pembuluh darah

tali pusat dan kulit ketuban, serta mempunyai dampak langsung vasokonstriksi pada

pembuluh darah umbilical dan plasenta.

Vasokonstruksi pulmonal

Kejadian SAM berat dapat menyebabkan komplikasi hipertensi pulmonal persisten. Pelepasan

mediator vasoaktif seperti eikosanoids, endotelin-1, dan prostaglandin E2 (PGE2), sebagai

akibat adanya mekonium dalam air ketuban diduga mempunyai peran dalam terjadinya

hipertensi pulmonal persisten.

23

Page 24: PRESUS ANAK.docx

D. Diagnosis sindrom aspirasi mekonium

Sindrom aspirasi mekonium harus dipertimbangkan terjadi pada setiap bayi baru lahir

dengan AKK yang mengalami gejala gangguan napas atau distres respirasi. Gambaran

pemeriksaan radiologi klasik menunjukkan sebaran infiltrat difus dan asimetris. Berhubung

berbagai mekanisme yang menyebabkan SAM maka temuan gambaran radiologikpun

bervariasi. Seringkali dijumpai overaerasi yang dapat menyebabkan sindrom kebocoran udara

seperti pneumotoraks, pneumomediastinum, atau emfisema pulmonum intersisialis.

Terdapat hubungan antara derajat kelainan abnormalitas radiologik dan derajat

penyakit SAM dengan konsolidasi atau atelektasis yang merupakan faktor prognosis yang

kurang baik. Meskipun ada penelitian lain yang tidak mengkonfirmasi hubungan ini.Pasien

dengan gambaran radiologi klasik menunjukkan perbaikan lambat setelah beberapa hari

sampai beberapa minggu. Pemeriksaan ekokardiografi dua dimensi diperlukan untuk

24

Page 25: PRESUS ANAK.docx

mengevaluasi hipertensi pulmonal dan berguna untuk bayi pada awal kehidupannya.Kejadian

Air Ketuban Keruh (AKK) merupakan tanda yang serius pada janin yang dihubungkan

dengan kenaikan morbiditas perinatal, maka monitor denyut janin merupakan indikator

penting. Dipertimbangkan keadaan kontroversial yang ada saat ini, berhubungan dengan

sebab pasase mekonium intra uterin. Di dalam rahim hipoksia mengakibatkan relaksasi otot

sfingter ani dipertimbangkan sebagai penyebab pasase mekonium. Sebaliknya lingkungan

intra uterin akan mempengaruhi kesejahteraan janin dan mengakibatkan AKK misalnya

infeksi intra uterin yang mengakibatkan korioamnionitis, perlu diingat AK merupakan media

kultur yang kurang baik untuk kuman. Air ketuban yang terinfeksi dan ditelan janin akan

memicu terjadinya defekasi dini oleh janin yang juga dapat diterangkan sebagai penyebab

AKK.

Diagnosa SAM ditegakkan berdasarkan keadaan berikut :

Sebelum lahir : terdapat bradikardia janin

Ketika lahir : cairan ketuban mengandung mekonium (warna kehijauan)

Bayi memiliki nilai APGAR yang rendah

25

Page 26: PRESUS ANAK.docx

DAFTAR PUSTAKA

IDAI. Asfiksia Neonatorum. Dalam: Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2004.h. 272-276.

Indonesia on line. Angka kematian bayi masih tinggi. Didapat dari: http://www.indonesiaontime.com/humaniora/kesehatan/19-kesehatan/4100--angka-kematian-bayi-masih-tinggi-.html.

Djaja S. Penyakit penyebab kematian bayi baru lahir (neonatal) dan sistem pelayanan kesehatan yang berkaitan di Indonesia. Didapat dari: http://digilib.litbang.depkes.go.id/go.php?id=jkpkbppk-gdl-res-2003-sarimawar-881-neonatal&q=survei.

Pedoman Pelayanan Medis Jilid 1. 2010. Jakarta: Pengurus Pusat IDAI

Corry S,dkk. 2000. Diagnosis Fisik pada Anak. Jakarta: Sagung Seto

www.idai.or.id

WHO Indonesia. 2009. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit: Pedoman Bagi

Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten/Kota. Jakarta: WHO Indonesia

Buku Ajar Ilmu Penyakit Anak IDAI

26