56
PRESENTASI KASUS DERMATITIS ATOPIK Disusun Oleh : Yessy Dwi Oktavia G4A014053 Pembimbing : dr. Ismiralda Oke P., Sp.KK SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN JURUSAN KEDOKTERAN

Presus Kulit Yessy

Embed Size (px)

DESCRIPTION

da

Citation preview

Page 1: Presus Kulit Yessy

PRESENTASI KASUS

DERMATITIS ATOPIK

Disusun Oleh :

Yessy Dwi Oktavia

G4A014053

Pembimbing :

dr. Ismiralda Oke P., Sp.KK

SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN

JURUSAN KEDOKTERAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

PURWOKERTO

2015

Page 2: Presus Kulit Yessy

LEMBAR PENGESAHANPRESENTASI KASUS

“DERMATITIS ATOPIK”

Disusun oleh:Yessy Dwi Oktavia G4A014053

Presentasi kasus ini telah dipresentasikan dan disahkan sebagai salah satu tugas di

bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Margono Soekarjo

Purwokerto.

Purwokerto, Agustus 2015Pembimbing:

dr. Ismiralda Oke P., Sp.KK

2

Page 3: Presus Kulit Yessy

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penyusun panjatkan kepada Allah SWT atas berkat

rahmat dan anugerah-Nya sehingga presentasi kasus dengan judul “Dermatitis

Atopik” ini dapat diselesaikan.

Presentasi kasus ini merupakan salah satu tugas di SMF Ilmu Penyakit Kulit

dan Kelamin. Penyusun menyadari bahwa dalam penulisan laporan kasus ini

masih banyak kekurangan. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan

kritik untuk perbaikan penulisan di masa yang akan datang.

Tidak lupa penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. dr. Ismiralda Oke P., Sp.KK selaku dosen pembimbing.

2. Dokter-dokter spesialis kulit dan kelamin di SMF Ilmu Penyakit Kulit dan

Kelamin di RS. Margono Soekarjo.

3. Rekan-rekan Co-Assisten Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin atas

semangat dan dorongan serta bantuannya.

Semoga presentasi kasus ini bermanfaat bagi semua pihak yang ada di

dalam maupun di luar lingkungan RS. Margono Soekarjo.

Purwokerto, Agustus 2015

Penyusun

3

Page 4: Presus Kulit Yessy

DAFTAR ISI

Halaman

BAB I LAPORAN KASUS............................................................................... 5

A. Identitas Pasien................................................................................... 5

B. Anamnesis.......................................................................................... 5

C. Pemeriksaan Fisik............................................................................... 6

D. Resume............................................................................................... 8

E. Diagnosis Banding.............................................................................. 8

F. Diagnosis Kerja.................................................................................. 8

G. Pemeriksaan penunjang...................................................................... 8

H. Terapi.................................................................................................. 8

I. Prognosis............................................................................................ 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................ 10

A. Definisi............................................................................................... 10

B. Epidemiologi...................................................................................... 10

C. Etiopatogenesis................................................................................... 12

E. Gejala Klinis....................................................................................... 18

F. Diagnosis............................................................................................ 21

G. Diagnosis Banding.............................................................................. 22

H. Pemeriksaan Penunjang...................................................................... 24

H. Gambaran Hisptopatologis................................................................. 25

H. Penatalaksanaan.................................................................................. 25

I. Prognosis............................................................................................ 31

BAB III PEMBAHASAN.................................................................................. 33

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 37

4

Page 5: Presus Kulit Yessy

I. LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS

Nama : An. A

Usia : 7 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Rajawana 2/5 Purbalingga

No. Rekam Medik: 00049716

Tanggal Periksa : 25 Juli 2015

B. ANAMNESIS

Keluhan Utama : gatal-gatal pada kedua tangan

Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)

Onset : 1 tahun yang lalu.

Lokasi : kedua tangan

Kronologis : Pasien mengeluhkan gatal-gatal disertai kemerahan di

kedua tangan. Terdapat bintik-bintik pada sekeliling

daerah yang gatal dan kemerahan. Apabila digaruk, akan

mengeluarkan cairan dan selanjutnya mengering. Pada

awalnya gatal dan kemerahan berukuran kecil. Oleh

karena pasien merasa gatal sekali, semakin lama, pasien

semakin sering menggaruk hingga daerah gatalnya

menjadi luka.

Kualitas :Pasien merasa gatal sekali sehingga mengganggu aktivitas

pasien.

Kuantitas : Keluhan gatal dirasakan hilang timbul sepanjang hari

Faktor memperberat: Ketika sedang berkeringat

Faktor memperingan: Konsumsi obat dan diberi salep

Gejala penyerta : Keluhan gatal disertai dengan rasa nyeri dan panas.

Pasien menyangkal adanya bengkak pada daerah tangan

5

Page 6: Presus Kulit Yessy

dan kaku . Pasien menyangkal adanya riwayat kontak

dengan bahan atau benda tertentu sebelumnya dan pasien

juga menyangkal adanya sisik yang menebal pada daerah

kulit yang gatal.

Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)

Keluhan gatal yang sama saat kecil : diakui

Asma : disangkal

Kencing manis / gula : disangkal

Riwayat alergi : diakui (seafood)

Riwayat Penyakit Keluarga (RPK)

Keluhan yang sama dengan pasien : disangkal

Asma : disangkal

Riwayat alergi : disangkal

Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien tinggal bersama kedua orang tuanya, dan 1 kakak perempuan. Pasien

merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Dalam kesehariannya, pasien

merupakan murid sekolah dasar. Ia mempunyai hobbi bermain bola.

C. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum / kesadaran : sedang / komposmentis

Tanda vital : N = 88x/menit; RR = 20x/mnt S = 36,4oC

Berat Badan = 29 kg; Tinggi Badan = 127 cm

Status Generalis

Kepala : bentuk mesochepal

Mata : konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)

Hidung : napas cuping hidung (-/-), discharge (-/-)

Telinga : simetris, discharge (-/-)

Mulut : bibir sianosis (-), faring hiperemis (-)

Thoraks : bentuk normal, simetris, retraksi (-), ketinggalan gerak (-)

Cor/Pulmo: dalam batas normal

Abdomen : dalam batas normal

6

Page 7: Presus Kulit Yessy

Status Lokalis (Dermatologis)

Gambar 1. Kondisi kulit di ekstrimitas superior sinistra

Gambar 2. Kondisi kulit di ekstrimitas superior dekstra

Regio ekstrimitas superior dekstra et sinistra

Efloresensi: plak hiperpigmentasi berbatas tegas, penyebaran simetris di regio

ekstremitas superior.

7

Page 8: Presus Kulit Yessy

D. RESUME

Pasien anak laki-laki berusia 7 tahun datang ke poli kulit-kelamin RSMS

dengan keluhan gatal di kedua tangan teruatama dibagian lengan sejak setahun

yang lalu. Pasien mengaku keluhan yang dideritanya ini sering hilang timbul

dan dirasakan sepanjang hari sehingga menggangu aktivitasnya. Gatal

bertambah berat saat berkeringat. Gatal berkurang setelah minum obat dan

mengolesi salep pada bagian yang gatal. Keluhan gatal disertai dengan rasa

nyeri dan panas. Pasien memiliki keluhan gatal yang sama pada kedua lutdada

dan punggung saat berusia 5 tahun. Pada pemeriksaan status dermatologis,

didapatkan plak hiperpigmentasi berbatas tegas, penyebaran simetris di regio

ekstremitas superior.

E. DIAGNOSIS KERJA

Dermatitis Atopik

F. DIAGNOSIS BANDING

Dermatitis kontak alergika

G. PEMERIKSAAN ANJURAN

1. Darah tepi : untuk mengetahui adanya eosinofilia

2. Dermatografisme : putih

3. Percobaan asetilkolin

4. Uji tesk kulit dan provokasi

H. PENATALAKSANAAN

1. Non farmakologis

a. Menghindari aktivitas yang menimbulkan banyak keringat

b. Menghindari suhu yang terlalu panas atau dingin dan kondisi dengan

kelembaban yang tinggi.

c. Menghindari bahan-bahan yang bersifat iritan

8

Page 9: Presus Kulit Yessy

d. Menganjurkan untuk menggunakan pelembab kulit untuk mengatasi

kulit kering

e. Memberitahukan untuk tidak menggaruk luka atau daerah kulit yang

gatal karena akan menimbulkan tempat infeksi baru.

2. Farmakologis

a. Loratadine tablet

b. Amitriptilin tablet

c. Asam salisilat salep

d. Desoksimethason

I. PROGNOSIS

1. Ad vitam : Ad bonam

2. Ad fungsionam : Ad bonam

3. Ad sanationam : Dubia ad bonam

9

Page 10: Presus Kulit Yessy

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Dermatitis atopik (DA) adalah penyakit kulit inflamasi yang khas,

bersifat kronis dan sering terjadi kekambuhan (eksaserbasi) terutama mengenai

bayi dan anak, dapat pula pada dewasa. Penyakit ini biasanya disertai dengan

peningkatan kadar IgE dalam serum serta adanya riwayat rinitis alergika dan

atau asma pada keluarga maupun penderita.

Menurut definisi Rajka (2007) dermatitis atopik adalah suatu inflamasi

yang spesifik pada kompartemen dermo-epidermal, terjadi pada kulit atopik

yang bereaksi abnormal dengan manifestasi klinis timbulnya gatal dan lesi kulit

inflamasi bersifat eczematous. Istilah dermatitis banyak digunakan oleh para

dermatologist yang berorientasi pada sumber ilmu dari Amerika, digunakan

untuk mengganti kata “eksema” yang banyak dipakai di benua Eropa. Kata

eksema sendiri telah lama dikenal sejak dahulu yaitu pada zaman sebelum

masehi, berasal dari bahasa Yunani “ekzein” yang berarti mendidih atau

berbuih. Istilah eksema ini barangkali digunakan untuk menggambarkan

penyakit kulit yang beragam ujud kelainan kulitnya, seperti air mendidih.

Dermatitis atopik dibagi 2 tipe yaitu :

1. Tipe 1 : murni

Yaitu dermatitis atopik yang tidak disertai keterlibatan saluran napas, ada 2

tipe yaitu :

a. Intrinsik : tidak terdeteksi adanya sensitasi IgE spesifik dan tidak terdapat

peningkatan IgE total serum.

b. Ekstrinsik : terbukti dengan adanya sensitasi terhadap alergen hirup dan

alergen makanan pada uji kulit dan pada serum.

2. Tipe 2 : bentuk campuran

Yaitu dermatitis atopik yang disertai gejala saluran napas dan terdapat

sensitasi IgE. Diperkirakan angka kejadian di masyarakat adalah sekitar 1-

3% dan pada anak < 5 tahun sebesar 3,1%, sedangkan prevalensi DA pada

10

Page 11: Presus Kulit Yessy

anak meningkat 5-10% pada 20-30 tahun terakhir. Sangat mungkin

peningkatan prevalensi ini berasal dari faktor lingkungan, seperti bahan

kimia industri, makanan olahan, atau benda asing lainnya. Ada dugaan

bahwa peningkatan ini juga disebabkan perbaikan prosedur diagnosis dan

pengumpulan data.

B. EPIDEMIOLOGI

Dermatitis atopik merupakan masalah kesehatan masyarakat utama di

seluruh dunia dengan prevalensi pada anak-anak 10-20%, dan prevalensi pada

orang dewasa 1-3% (Williams et al, 1999 dalam Leung, et al., 2007; Schultz

dan Hanifin, 2002 dalam Leung dan Bieber, 2003). Dermatitis atopik lebih

sering terjadi pada wanita daripada laki-laki dengan ratio kira-kira 1.5:1

(Kuster, et al., 1990 dalam Abramovits, 2005). Dermatitis atopik sering

dimulai pada awal masa pertumbuhan (early-onset dermatitis atopic). Empat

puluh lima persen kasus dermatitis atopik pada anak pertama kali muncul

dalam usia 6 bulan pertama, 60% muncul pada usia satu tahun pertama dan

85% kasus muncul pertama kali sebelum anak berusia 5 tahun. Lebih dari 50%

anak-anak yang terkena dermatitis atopik pada 2 tahun pertama tidak memiliki

tanda-tanda sensitisasi IgE, tetapi mereka menjadi jauh lebih peka selama masa

dermatitis atopik (Illi et al., 2004 dalam Bieber, 2008).

Penyebab dari peningkatan prevalensi dermatitis atopik belum

sepenuhnya dimengerti. Riwayat keluarga yang positif mempunyai peran yang

penting dalam kerentanan terhadap dermatitis atopik, namun faktor genetik saja

tidak dapat menjelaskan peningkatan prevalensi yang demikian besar. Dari

hasil observasi yang dilakukan pada negara-negara yang memiliki ethnis grup

yang sama didapatkan bahwa faktor lingkungan berhubungan dengan

peningkatan risiko dermatitis atopik (Flohr, et al., 2005 dalam Gondokaryono,

2009; Tay, 2002 dalam Leung, et al., 2007). Prevalensi dermatitis atopik lebih

rendah di daerah pedesaan dibandingkan dengan daerah perkotaan yang

dihubungkan dengan “hygiene hypothesis”, yang mendalilkan bahwa ketiadaan

pemaparan terhadap agen infeksi pada masa anak-anak yang dini

11

Page 12: Presus Kulit Yessy

meningkatkan kerentanan terhadap penyakit alergi (Williams dan Flohr, 2006

dalam Bieber, 2008; Zutavern, et al., 2005 dalam Bieber, 2008).

C. ETIOPATOGENESIS

Faktor endogen yang berperan, meliputi faktor genetik, hipersensitivitas

akibat peningkatan kadar immunoglobulin (Ig)E total dan spesifik, kondisi

kulit yang relatif kering (disfungsi sawar kulit), dan gangguan psikis. Faktor

eksogen pada DA, antara lain adalah trauma fisik-kimia-panas, bahan iritan,

allergen debu, tungau debu rumah, makanan (susu sapi, telur), infeksi mikroba,

perubahan iklim (peningkatan suhu dan kelembaban), serta hygiene

lingkungan. Faktor endogen lebih berperan sebagai faktor predisposisi

sedangkan faktor eksogen cenderung menjadi faktor pencetus (Boediardja,

2006).

1. Faktor Endogen

a. Sawar kulit

Penderita DA pada umumnya memiliki kulit yang relatif kering

baik di daerah lesi maupun non lesi, dengan mekanisme yang kompleks

dan terkait erat dengan kerusakan sawar kulit. Hilangnya ceramide di

kulit, yang berfungsi sebagai molekul utama pengikat air di ruang

ekstraselular stratum korneum, dianggap sebagai penyebab kelainan

fungsi sawar kulit. Variasi pH kulit dapat menyebabkan kelainan

metabolisme lipid di kulit. Kelainan fungsi sawar kulit mengakibatkan

peningkatan transepidermal water loss (TEWL) 2-5 kali normal, kulit

akan makin kering dan merupakan port d’entry untuk terjadinya penetrasi

allergen, iritasi, bakteri dan virus.

Bakteri pada pasien dermatitis atopik mensekresi ceramidase yang

menyebabkan metabolisme ceramide menjadi sphingosine dan asam

lemak, selanjutnya semakin mengurangi ceramide di stratum korneum,

sehingga menyebabkan kulit makin kering (Soebaryo, 2009). Selain itu,

faktor luar (eksogen) yang dapat memperberat keringnya kulit adalah

suhu panas, kelembaban yang tinggi, serta keringat berlebih. Demikian

12

Page 13: Presus Kulit Yessy

pula penggunaan sabun yang bersifat lebih alkalis dapat mengakibatkan

gangguan sawar kulit. Gangguan sawar kulit tersebut meningkatkan rasa

gatal, terjadilah garukan berulang (siklus gatal-garuk-gatal) yang

menyebabkan kerusakan sawar kulit. Dengan demikian penetrasi alergen,

iritasi, dan infeksi menjadi lebih mudah.

b. Genetik

D.A. adalah penyakit dalam keluarga di mana pengaruh maternal

sangat besar. Walaupun banyak gen yang nampaknya terkait dengan

penyakit alergi, tetapi yang paling menarik adalah peran kromosom 5 q31

– 33 karena mengandung gen penyandi IL-3, IL-4, IL-13 dan GM – CSF

(Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Factor) yang diproduksi

oleh sel Th2. Pada ekspresi D.A., ekspresi gen IL-4 juga memainkan

peranan penting. Predisposisi DA dipengaruhi perbedaan genetik aktifitas

transkripsi gen IL-4. Dilaporkan adanya keterkaitan antara polimorfisme

spesifik gen kimase sel mas dengan D.A. tetapi tidak dengan asma

bronchial ataupun rinitis alergika. Serine protease yang diproduksi sel

mas kulit mempunyai efek terhadap organ spesifik dan berkontribusi

pada resiko genetik D.A.

c. Respon imun pada kulit

Salah satu faktor yang berperan pada D.A. adalah faktor

imunologik. Di dalam kompartemen dermo-epidermal dapat berlangsung

respon imun yang melibatkan sel Langerhans (SL) epidermis, limfosit,

eosinofil dan sel mas. Bila suatu antigen (bisa berupa alergen hirup,

alergen makanan, autoantigen ataupun super antigen) terpajan ke kulit

individu dengan kecenderungan atopi, maka antigen tersebut akan

mengalami proses : ditangkap IgE yang ada pada permukaan sel mas atau

IgE yang ada di membran SL epidermis. Bila antigen ditangkap IgE sel

mas (melalui reseptor FcεRI), IgE akan mengadakan cross linking

dengan FcεRI, menyebabkan degranulasi sel mas dan akan keluar

histamin dan faktor kemotaktik lainnya. Reaksi ini disebut reaksi

hipersensitif tipe cepat (immediate type hypersensitivity).

13

Page 14: Presus Kulit Yessy

Pada pemeriksaan histopatologi akan nampak sebukan sel

eosinofil. Selanjutnya antigen juga ditangkap IgE, sel Langerhans

(melalui reseptor FcεRI, FcεRII dan IgE-binding protein), kemudian

diproses untuk selanjutnya dengan bekerjasama dengan MHC II akan

dipresentasikan ke nodus limfa perifer (sel Tnaive) yang mengakibatkan

reaksi berkesinambungan terhadap sel T di kulit, akan terjadi diferensiasi

sel T pada tahap awal aktivasi yang menentukan perkembangan sel T ke

arah TH1 atau TH2. Sel TH1 akan mengeluarkan sitokin IFN-γ, TNF, IL-

2 dan IL-17, sedangkan sel TH2 memproduksi IL-4, IL-5 dan IL-13.

Meskipun infiltrasi fase akut D.A. didominasi oleh sel TH2 namun

kemudian sel TH1 ikut berpartisipasi. Jejas yang terjadi mirip dengan

respons alergi tipe IV tetapi dengan perantara IgE sehingga respons ini

disebut IgE mediated-delayed type hypersensitivity. Pada pemeriksaan

histopatologi nampak sebukan sel netrofil. Selain dengan SL dan sel mas,

IgE juga berafinitas tinggi dengan FcεRI yang terdapat pada sel basofil

dan terjadi pengeluaran histamin secara spontan oleh sel basofil. Garukan

kronis dapat menginduksi terlepasnya TNF α dan sitokin pro inflamasi

epidermis lainnya yang akan mempercepat timbulnya peradangan kulit

DA.

Kadang-kadang terjadi aktivasi penyakit tanpa rangsangan dari

luar sehingga timbul dugaan adanya autoimunitas pada DA. Pada lesi

kronik terjadi perubahan pola sitokin. IFN-γ yang merupakan sitokin

TH1 akan diproduksi lebih banyak sedangkan kadar IL-5 dan IL-13

masih tetap tinggi. Lesi kronik berhubungan dengan hiperplasia

epidermis. IFN dan GM-CSF mampu menginduksi sel basal untuk

berproliferasi menghasilkan pertumbuhan keratinosit epidermis.

Perkembangan sel T menjadi sel TH2 dipacu oleh IL-10 dan

prostaglandin (P6) E2. IL-4 dan IL-13 akan menginduksi peningkatan

kadar IgE yang diproduksi oleh sel B.

14

Page 15: Presus Kulit Yessy

Gambar 3. Patogenesis imunologik dermatitis atopik

d. Respon sistemik

Perubahan sistemik pada DA adalah sebagai berikut :

1) Sintesis IgE meningkat.

2) IgE spesifik terhadap alergen ganda meningkat

3) Ekspresi CD23 pada sel B dan monosit meningkat.

4) Respons hipersensitivitas lambat terganggu

5) Eosinofilia

6) Sekresi IL-4, IL-5 dan IL-13 oleh sel TH2 meningkat

7) Sekresi IFN-γ oleh sel TH1 menurun

8) Kadar reseptor IL-2 yang dapat larut meningkat.

9) Kadar CAMP-Phosphodiesterase monosit meningkat disertai

peningkatan IL-13 dan PGE2

e. Hipersensitivitas

Berbagai hasil penelitian terdahulu membuktikan adanya

peningkatan kadar IgE dalam serum dan IgE di permukaan sel

Langerhans epidermis. Data statistik menunjukkan peningkatan IgE pada

85% pasien DA dan proliferasi sel mast. Pada fase akut terjadi

peningkatan IL-4, IL-5, IL-13 yang diproduksi sel Th2, baik di kulit

maupun dalam sirkulasi, penurunan IFN-γ, dan peningkatan IL-4.

Produksi IFN-γ juga dihambat oleh prostaglandin (PG) E2 mengaktivasi

Th1, sehingga terjadi peningkatan produksi IFN-γ, sedangkan IL-5 dan

15

Page 16: Presus Kulit Yessy

IL-13 tetap tinggi. Pasien DA bereaksi positif terhadap berbagai alergen,

misalnya terhadap alergen makanan 40-96% DA bereaksi positif (pada

food challenge test) (Boediardja, 2006).

f. Faktor psikis

Berdasarkan laporan orangtua, antara 22-80% penderita DA menyatakan

lesi DA bertambah buruk akibat stress emosi (Boediardja, 2006).

2. Faktor eksogen

a. Iritan

Kulit penderita DA ternyata lebih rentan terhadap bahan iritan, antara

lain sabun alkalis, bahan kimia yang terkandung pada berbagai obat

gosok untuk bayi dan anak, sinar matahari, dan pakaian wol (Boediardja,

2006).

b. Alergen

Penderita DA mudah mengalami alergi terutama terhadap beberapa

alergen, antara lain:

1) Alergen hirup, yaitu debu rumah dan tungau debu rumah. Hal tersebut

dibuktikan dengan peningkatan kadar IgE RAST (IgE spesifik)

(Boediardja, 2006).

2) Alergen makanan, khususnya pada bayi dan anak usia kurang dari 1

tahun (mungkin karena sawar usus belum bekerja sempurna).

Konfirmasi alergi dibuktikan dengan uji kulit soft allergen fast test

(SAFT) atau double blind placebo food challenge test (DBPFCT)

(Boediardja, 2006).

3) Infeksi: Infeksi Staphylococcus aureus ditemukan pada > 90% lesi

DA dan hanya pada 5% populasi normal. Hal tersebut mempengaruhi

derajat keparahan dermatitis atopik, pada kulit yang mengalami

inflamasi ditemukan 107 unit koloni setiap sentimeter persegi. Salah

satu cara S.aureus menyebabkan eksaserbasi atau mempertahankan

inflamasi ialah dengan mensekresi sejumlah toksin (Staphylococcal

enterotoin A,B,C,D - SEA-SEB-SEC-SED) yang berperan sebagai

16

Page 17: Presus Kulit Yessy

superantigen, menyebabkan rangsangan pada sel T dan makrofag.

Superantigen S.aureus yang disekresi permukaan kulit dapat

berpenetrasi di daerah inflamasi Langerhans untuk memproduksi IL-1,

TNF dan IL-12. Semua mekanisme tersebut meningkatkan inflamasi

pada DA dengan kemungkinan peningkatan kolonisasi S.aureus.

Demikian pula jenis toksin atau protein S.aureus yang lain dapat

mengindusi inflamasi kulit melalui sekresi TNF-α oleh keratinosit

atau efek sitotoksik langsung pada keratinosit (Soebaryo, 2009).

c. Lingkungan

Faktor lingkungan yang kurang bersih berpengaruh pada

kekambuhan DA, misalnya asap rokok, polusi udara (nitrogen dioksida,

sufur dioksida), walaupun secara pasti belum terbukti. Suhu yang panas,

kelembaban, dan keringat yang banyak akan memicu rasa gatal dan

kekambuhan DA. Di negara 4 musim, musim dingin memperberat lesi

DA, mungkin karena penggunaan heater (pemanas ruangan). Pada

beberapa kasus DA terjadi eksaserbasi akibat reaksi fotosensitivitas

terhadap sinar UVA dan UVB (Boediardja, 2006).

D. GEJALA KLINIS

Kulit penderita dermatitis atopik umumnya kering, pucat, kadar lipid

epidermis berkurang, dan kehilangan air lewat epidermis meningkat. Jari

tangan teraba dingin. dermatitis atopik cenderung tipe astenik, dengan

intelegensia di atas rata-rata, sering merasa cemas, egois, frustasi, agresif atau

merasa tertekan. Gejala utama dermatitis atopik ialah pruritus, dapathilang

timbul sepanjang hari, tetapi umumnya akan menghebat pada malam hari.

Akibatnya penderita akan menggaruk sehingga timbul bermacam-macam

kelainan di kulit berupa papul, likenifikasi, eritema, erosi, ekskoriasi, eksudasi

dan krusta. dermatitis atopik dapat dibagi menjadi 3 fase, yaitu sebagai berikut:

1. D.A. infantil (usia 2 bulan – 2 tahun)

D.A. paling sering muncul pada tahun pertama kehidupan, biasanya

setelah usia 2 bulan. Lesi mulai di muka (dahi, pipi) berupa eritema, papulo-

17

Page 18: Presus Kulit Yessy

vesikel yang halus, karena gatal digosok, pecah, eksudatif, dan akhirnya

terbentuk krusta. Lesi kemudian meluas ke tempat lain, yaitu scalp, leher,

pergelangan tangan, lengan dan tungkai. Bila anak mulai merangkak, lesi

ditemukan di lutut. Biasanya anak mulai menggaruk setelah berumur 2

bulan. Rasa gatal yang timbul sangat mengganggu sehingga menyebabkan

anak gelisah, susah tidur, dan sering menangis.

Pada umumnya lesi D.A. infantile eksudatif, banyak eksudat, erosi,

krusta, dan dapat mengalami infeksi. Lesi dapat meluas generalisata, bahkan

walaupun jarang, dapat terjadi eritroderma. Lambat laun lesi menjadi kronis

dan residif. Sekitar usia 18 bulan mulai tampak likenifikasi. Pada sebagian

besar penderita akan sembuh setelah usia 2 tahun, mungkin juga

sebelumnya, sebagian lagi berlanjut menjadi bentuk anak. Pada saat itu,

penderita tidak lagi mengalami eksaserbasi, bila makan makanan yang

sebelumnya menyebabkan kambuh penyakitnya.

2. D.A. pada anak (usia 2 – 10 tahun)

Dapat merupakan kelanjutan bentuk infantil, atau timbul sendiri. Lesi

lebih kering, tidak begitu eksudatif, lebih banyak papul, likenifikasi dan

sedikit skuama. Letak kelainan di lipat siku, lipat lutut, pergelangan tangan

bagian fleksor, kelopak mata, leher, jarang di muka. Rasa gatal

menyebabkan penderita sering menggaruk. Dapat terjadi erosi, likenifikasi,

mungkin juga mengalami infeksi sekunder. Akibat garukan, kulit menebal

dan perubahan lainnya yang menyebabkan gatal, sehingga terjadi lingkaran

setan “siklus gatal-garuk”. Rangsangan garuk sering di luar kendali.

Penerita sensitive terhadap wol, bulu kucing dan anjing, juga bulu ayam,

burung dan sejenisnya. D.A. berat yang melebihi 50% permukaan tubuh

dapat memperlambat pertumbuhan.

3. D.A. pada remaja dan dewasa

Lesi kulit D.A. pada bentuk ini dapat berupa plak papular-eritematosa

dan berskuama, atau plak likenifikasi yang gatal. Pada D.A. remaja

lokalisasi lesi di lipat siku, lipat lutut, dan samping leher, dahi, dan sekitar

mata. Pada D.A. dewasa, distribusi lesi kurang khas, sering mengenai

18

Page 19: Presus Kulit Yessy

tangan dan pergelangan tangan, dapat pula ditemukan setempat, misalnya di

bibir (kering, pecah, bersisik), vulva, putting susu atau scalp. Kadang erupsi

meluas, dan paling paraj di lipatan mengalami likenifikasi. Lesi kering, agak

menimbul, papul datar dan cenderung bergabung menjadi plak likenifikasi

dengan sedikit skuama, dan sering terjadi ekskoriasi dan eksudasi karena

garukan. Lambat laun dapat terjadi hiperpigmentasi.

Lesi sangat gatal terutama pada malam hari waktu istirahat. Pada orang

dewasa sering mengeluh bahwa penyakitnya kambuh bila mengalami stress.

Mungkin karena strs dapat menurunkan ambang rasa gatal. Penderita atopic

memang sulit mengeluarkan keringat, sehingga rasa gatal timbul bila

mengadakan latihan fisik. Pada umumnya D.A. remaja atau dewasa

berlangsung lama, kemudian cenderung menurun dan membaik setelah usia

30 tahun, jarang sampai usia pertengahan. Hanya sebagian kecil yang terus

berlangsung sampai tua. Kulit penderita D.A. yang telah sembuh mudah

gatal dan cepat meradang bila terpajan oleh bahan iritan eksogen.

Gambar 4. Gambaran gelaja klinis pada bayi, anak, dan dewasa

Stigmata pada dermatitis atopik atau beberapa gambaran klinis dan stigmata

yang terjadi pada DA, yaitu:

19

Page 20: Presus Kulit Yessy

1. ‘White dermatographism’ Goresan pada kulit penderita DA akan

menyebabkan kemerahan dalam waktu 10-15 detik diikuti dengan

vasokonstriksi yang menyebabkan garis berwarna putih dalam waktu 10-

15 menit berikutnya.

2. Reaksi vaskular paradoksal Merupakan adaptasi terhadap perubahan suhu

pada penderita DA. Apabila ekstremitas penderita DA mendapat pajanan

hawa dingin, akan terjadi percepatan pendinginan dan perlambatan

pemanasan dibandingkan dengan orang normal.

3. Lipatan telapak tangan Terdapat pertambahan mencolok lipatan pada

telapak tangan meskipun hal tersebut bukan merupakan tanda khas untuk

DA.

4. Garis Morgan atau Dennie Terdapat lipatan ekstra di kulit bawah mata.

5. Sindrom ‘buffed-nail’ Kuku terlihat mengkilat karena selalu menggaruk

akibat rasa sangal gatal.

6. ‘Allergic shiner’ Sering dijumpai pada penderita penyakit alergi karena

gosokan dan garukan berulang jaringan di bawah mata dengan akibat

perangsangan melanosit dan peningkatan timbunan melanin.

7. Hiperpigmentasi Terdapat daerah hiperpigmentasi akibat garukan terus

menerus.

8. Kulit kering Kulit penderita DA umumnya kering, bersisik, pecah-pecah,

dan berpapul folikular hiperkeratotik yang disebut keratosis pilaris.

Jumlah kelenjar sebasea berkurang sehingga terjadi pengurangan

pembentukan sebum, sel pengeluaran air dan xerosis, terutama pada

musim panas.

9. ‘Delayed blanch’ Penyuntikan asetilkolin pada kulit normal

menghasilkan keluarnya keringat dan eritema. Pada penderita atopi akan

terjadi eritema ringan dengan delayed blanch. Hal ini disebabkan oleh

vasokonstriksi atau peningkatan permeabilitas kapiler.

10. Keringat berlebihan Penderita DA cenderung berkeringat banyak

sehingga pruritus bertambah.

20

Page 21: Presus Kulit Yessy

11. Gatal dan garukan berlebihan Penyuntikan bahan pemacu rasa

gatal (tripsin) pada orang normal menimbulkan gatal selama 5-10 menit,

sedangkan pada penderita DA gatal dapat bertahan selama 45 menit.

E. DIAGNOSIS

Kriteria minimal untuk menegakkan diagnosa DA meliputi pruritus

dan kecenderungan dermatitis untuk menjadi kronik atau kronik residif dengan

gambaran morfologi dan distribusi yang khas. Dermatitis atopik dikenal

sebagai gatal yang menimbulkan kelainan kulit, bukan kelainan kulit yang

menimbulkan gatal. Tetapi belum ada kesepakatan pendapat mengenai hal ini,

karena pada pengamatan, lesi di muka dan punggung bukan diakibatkan oleh

garukan, selain itu dermatitis juga terjadi pada bayi yang belum mempunyai

mekanisme gatal-garuk.

Kriteria diagnosis dermatitis atopik:

1. Kriteria mayor ( > 3)

a. Pruritus

b. Morfologi dan distribusi khas :

1) Dewasa : likenifikasi fleksura

2) Bayi dan anak : lokasi kelainan di daerah muka dan ekstensor

3) Dermatitis bersifat kronik residif

4) Riwayat atopi pada penderita atau keluarganya

2. Kriteria minor ( > 3)

a. Xerosis

b. Iktiosis/pertambahan garis di palmar/keatosis pilaris

c. Reaktivasi pada uji kulit tipe cepat

d. Peningkatan kadar IgE

e. Kecenderungan mendapat infeksi kulit/kelainan imunitas selular

f. Dermatitis pada areola mammae

g. Keilitis

h. Konjungtivitis berulang

i. Lipatan Dennie-Morgan daerah infraorbita

21

Page 22: Presus Kulit Yessy

j. Keratokonus

k. Katarak subskapular anterior

l. Hiperpigmentasi daerah orbita

m. Kepucatan/eritema daerah muka

n. Pitiriasis alba

o. Lipatan leher anterior

p. Gatal bila berkeringat

q. Intoleransi terhadap bahan wol dan lipid solven

r. Gambaran perifolikular lebih nyata

s. Intoleransi makanan

t. Perjalanan penyakit dipengaruhi lingkungan dan emosi

u. White dermographism/ delayed blanch

F. DIAGNOSIS BANDING

1. Dermatitis Kontak Alergi

2. Dermatophytosisataur dermatophytids

3. Sindrom defesiensi imun

4. Sindrom Wiskott-Aldrich

5. Sindrom Hyper-IgE

6. Penyakit Neoplastik

7. Langerhans’ cell histiocytosis

8. Penyakit Hodgkin

9. Dermatitis Numularis

10. Skabies

11. Dermatitis Seboroik

Skabies pada bayi gejala klinis DA terutama mulai dari pipi dan tidak

mengenai telapak tangan serta kaki. Tanda skabies pada bayi ditandai dengan

papula yang relatif besar (biasanya pada punggung atas), vesikel pada telapak

tangan dan kaki, dan terdapat dennatilis pruritus pada anggota keluarga.

Tungau dan telur dapat dengan mudah ditemukan dari scraping vesicle.

22

Page 23: Presus Kulit Yessy

Skabies memberi respons yang baik terhadap pengobatan dengan γ-benzen

heksaklorida.

Dermatitis seboroik infantil. Penyakit ini dibedakan dari DA dengan:

(1) pruritus ringan, (2) onset invariabel pada daerah pantat halus, tidak bersisik,

batas jelas, merah terang, dan (3) sisik kuning gelap pada pipi, badan dan

lengan. Dermatitis seboroik infantil sering berhubungan dengan dermatitis

atopik. Pada suatu penelitian, 37% bayi dengan dermatitis seboroik akan

menjadi DA 5-13 tahun kemudian.

Dermatitis kontak. Anak yang lebih tua dengan DA dapat menjadi

eksema kronik pada kaki. Bentuk ini harus dibedakan dengan dermatitis

kontak karena sepatu.

Penyakit Gambaran klinis

Seboroik dermatitis Berminyak, squama, riwayat keluarga tidak ada

Psoriasis Plak pada daerah ekstensor, skalp, gluteus, pitted nail

Neurodermatitis Gatal, soliter, riwayat keluarga tidak ada

Contact dermatitis Riwayat kontak, ruam di tempat kontak, riwayat keluarga

tidak ada

Skabies Papul, sela jari, positif ditemukan tungau

Sistemik Riwayat, pemeriksaan fisik. Pemeriksaan banyak sesuai

dengan penyakit

Dermatitis herpetiforme Vesikel berkelompok di daerah lipata

Dermatofita Plak dengan sentral healing, KOH negatif

Immmunodefisiensi

disorder

Riwayat infeksi berulang4

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Telah dilaporkan pelbagai hasil laboratorium penderita DA, walaupun

demikian sulit untuk menghubungkan hasil laboratorium ini dengan defek yang

ada.

1. Imunoglobulin

23

Page 24: Presus Kulit Yessy

IgG, IgM, IgA dan IgD biasanya normal atau sedikit meningkat pada

penderita DA. Tujuh persen penderita DA mempunyai kadar IgA serum

yang rendah, dan defisiensi IgA transien banyak dilaporkan pada usia 3-6

bulan. Kadar IgE meningkat pada 80-90% penderita DA dan lebih tinggi

lagi bila sel asma dan rinitis alergika. Tinggi rendahnya kadar IgE ini erat

hubungannya dengan berat ringannya penyakit, dan tinggi rendahnya kadar

IgE tidak mengalami fluktuasi baik pada saat eksaserbasi, remisi, atau yang

sedang mendapat pengobatan prednison atau azatioprin. Kadar IgE ini akan

menjadi normal 6-12 bulan setelah terjadi remisi.

2. Leukosit

a. Limfosit

Jumlah limfosit absolut penderita alergi dalam batas normal, baik pada

asma, rinitis alergilk, maupun pada. DA Walaupun demikian pada

beberapa penderita DA berat dapat disertai menurunnya jumlah sel T dan

meningkatnya sel B.

b. Eosinofil

Kadar eosinofil pada penderita DA sering meningkat. Peningkatan ini

seiring dengan meningkatnya IgE, tetapi tidak seiring dengan beratnya

penyakit.

c. Leukosit polimorfonuklear (PMN)

Dari hasil uji nitro blue tetrazolium (NBT) ternyata jumlah PMN

biasanya dalam batas normal.

d. Komplemen

Pada penderita DA kadar komplemen biasanya normal atau sedikit

meningkat.

3. Bakteriologi

Kulit penderita DA aktif biasanya mengandung bakteri patogen, seperti

Staphylococcus aureus. walaupun tanpa gejala klinis infeksi.

4. Uji kulit dan provokasi

Diagnosis DA ditegakkan hanya berdasarkan gejala klinis. Untuk

mencari penyebab timbulnya DA harus disertai anamnesis yang teliti dan

24

Page 25: Presus Kulit Yessy

bila perlu dengan uji kulit serta uji eliminasi dan provokasi. Korelasi uji

kulit hanya baik hasilnya bila penyebabnya alergen hirup. Untuk makanan

dianjurkan dengan uji eliminasi dan provokasi. Reaksi pustula terhadap 5%

nikel sulfat yang diberikan dengan uji tempel dianggap karakteristik untuk

DA oleh beberapa pengamat. Patogenesis reaksi pustula nikel fosfat ini

belum diketahui walaupun data menunjukkan reaksi iritan primer.

H. GAMBARAN HISTOPATOLOGI

Gambaran histopatologi D.A. tidak spesifik. Lesi akut ditandai

dengan dengan spongiosis, eksositosis limfosit T, jumlah SL meningkat.

Dermis : edema, bersebukan sel radang terutama limfosit T, makrofag, sel mas

jumlahnya masih dalam batas normal, tetapi dalam keadaan degranulasi. Lesi

kronis D.A. menunjukkan hyperkeratosis dan akantosis. Dermis bersebukan sel

radang, terutama makrofag dan eosinofil.

I. PENATALAKSANAAN

a. Non farmakologis

Dermatitis atopik umumnya tidak dapat disembuhkan, tetapi dapat

dikontrol. Sebagian penderita mengalami perbaikan sesuai dengan

bertambahnya usia. Langkah yang penting adalah menjalin hubungan baik

dengan orang tua penderita, menjelaskan mengenai penyakit tersebut secara

rinci, termasuk perjalanan penyakit, dampak psikologis, prognosis, dan

prinip penatalaksanaan. Langkah pertama dalam penatalaksanaan penderita

DA adalah menghindari atau sedikitnya mengurangi faktor penyebab,

misalnya eliminasi makanan, faktor inhalan, atau faktor pencetus sel.

Walaupun masih kontroversial ternyata bayi yang memperoleh air susu ibu

lebih jarang menderita DA dibandingkan bayi yang memperoleh pengganti

air susu ibu.

Penghindaran faktor alergen pada bayi berumur kurang dari l tahun

akan mengurangi beratnya gejala. DA. Maka dianjurkan agar bayi dengan

riwayat keluarga alergi memperoleh hanya ASI sediIkitnya 3 bulan, bila

25

Page 26: Presus Kulit Yessy

mungkin 6 bulan pertama dan ibu yang menyusui dianjurkan untuk tidak

makan telur, kacang tanah, terigu, dan susu sapi. Susu sapi diduga

merupakan alergen kuat pada bayi dan anak, maka bagi mereka yang jelas

alergi terhadap susu dapat dipergunakanbangkan untuk menggantinya

dengan susu kedelai, walaupun kemungkinan alergi terhadap susu kedelai

masih ada. Sebanyak 60% penderita DA di bawah usia 2 tahun memberikan

reaksi positif pada uji kulit terhadap telur, susu, ayam, dan gandum. Reaksi

positif ini akan menghilang dengan bertambahnya usia. Walaupun pada uji

kulit positif terhadap antigen makanan tersebut di atas, belum tentu

mencerminkan gejala klinisnya. Demikian pula hasil uji provokasi, sehingga

membatasi makanan anak tidak selalu berhasil untuk mengatasi

penyakitnya.

Identifikasi dan eliminasi faktor-faktor eksaserbasi Sabun dan baju

yang bersifat iritatif dihindari. Baju iritatif dari wol dihindari. Demikian

juga keringat dapat juga mengiritasi kulit. Stres sosial dan emosional juga

harus dihindari. Eliminasi alergen makanan, binatang dan debu rumah.

Secara konvensional pengobatan DA kronik pada prinsipnya adalah sebagai

berikut (Menurut Boguniewicz & Leung 1996 ) :

a. Menghindari bahan iritan

b. Mengeliminasi allergen yang telah terbukti

c. Menghilangkan pengeringan kulit ( hidrasi )

d. Pemberian pelembab kulit (moisturizing )

e. Kortikosteroid topical

f. Pemberian antibiotic

g. Pemberian antihistamin

h. Mengurangi stress dan

i. Memberikan edukasi pada penderita maupun keluarganya

b. Farmakologis

Membutuhkan terapi yang integral dan sistemik, meliputi hidrasi

kulit, terapi topikal, identifikasi dan eliminasi faktor penyebab dan pencetus

dan bila perlu terapi sistemik.Penatalaksanaan dasar diberikan untuk semua

26

Page 27: Presus Kulit Yessy

kasus baik yang ringan, sedang maupun berat, berupa berupa perawatan

kulit, hidrasi, kortikosteroid topikal, antihistamin, tars, antibiotik bila perlu,

identifikasi dan eliminasi faktor-faktor pencetus kekambuhan.

a. Perawatan Kulit ( Hidrasi )

Merupakan terapi DA yang esensial. Dasar hidrasi yang adekuat

adalah peningkatan kandungan air pada kulit dengan cara mandi dan

menerapkan sawar hidrofobik. untuk mencegah evaporasi. Mandi selama

15-20 menit 2 kali sehari tidak menggunakan air panas dan tidak

menambahkan oil (minyak) karena mempengaruhi penetrasi air. Sabun

dengan moisturizers disarankan Setelah mandi memberihkan sisa air

dengan handuk yang lembut. Bila perlu pengobatan topikal paling baik

setelah mandi karena penetrasi obat jauh lebih baik. Pada pasien kronik

diberikan 3-4 kali sehari dengan water-in-oil moisturizers sediaan asam

laktat.

b. Pengobatan topikal

Untuk mengatasi kekeringan kulit dan peradangan. Mengatasi

kekeringan kulit atau memelihara hidrasi kulit dapat dilakukan dengan

mandi memakai sabun lunak tanpa pewangi. Meskipun mandi dikatakan

dapat memperburuk kekeringan kulit, namun berguna untuk mencegah

terjadi infeksi sekunder. Jangan menggunakan sabun yang bersifat alkalis

dan sebaliknya pakailah sabun atau pembersih yang mempunyai pH 7,0.

Pemberian pelembab kulit penting untuk menjaga hidrasi antara lain

dengan dasar lanolin, krim air dalam minyak, atau urea 10% dalam krim.

Untuk mengatasi peradangan dapat diberikan krim kortikosteroid.

Penggunaan kortikosteroid topikal golongan kuat sebaiknya berhati-hati

dan tidak digunakan di daerah muka. Apabila dermatitis telah teratasi

maka secepatnya pengobatan dialihkan pada penggunaan kortikosteroid

golongan lemah atau krim pelembab. Untuk daerah muka sebaiknya

digunakan krim hidrokortison 1%.

c. Kortikosteroids topikal

27

Page 28: Presus Kulit Yessy

Kortikosteroid topikal mempunyai efek antiinflamasi, antipruritus,

dan efek vasokonstriktor. Yang perlu diperhatikan pada penggunaan

kortikosteroid topikal adalah: segera setelah mandi dan diikuti berselimut

untuk meningkatkan penetrasi; tidak lebih dari 2 kali sehari; bentuk salep

untuk kulit lembab bisa menyebabkan folikulitis; bentuk krim

toleransinya cukup baik; bentuk lotion dan spray untuk daerah yang

berambut; pilihannya adalah obat yang efektif tetapi potensinya terendah;

efek samping yang harus diperhatikan adalah: atropi, depigmentasi,

steroid acne dan kadang-kadang terjadi absorbsi sistemik dengan supresi

dari hypothalamic-pituitary-adrenal axis; bila kasus membaik, frekuensi

pemakaian diturunkan dan diganti dengan yang potensinya lebih rendah;

bila kasus sudah terkontrol, dihentikan dan terapi difokuskan pada

hidrasi.

d. Antihistamin digunakan untuk mengurangi rasa gatal dapat diberikan

antihistamin (H1) seperti difenhidramin atau terfenadin, atau antihistamin

nonklasik lain. Kombinasi antihistamin H1 dengan H2 dapat menolong

pada kasus tertentu. Pada bayi usia muda, pemberian sedasi dengan

kloralhidrat dapat pula menolong. Penggunaan obat lain seperti sodium

kromoglikat untuk menstabilkan dinding sel mast dapat memberikan

hasil yang memuaskan pada 50% penderita.

e. Penggunaan kortikosteroid oral sangat terbatas, hanya pada kasus sangat

berat dan diberikan dalam waktu singkat, misalnya prednison 0,5-1,0

mg/kgBB/hari dalam waktu 4 hari.Merupakan terapi standar, tetapi

belum tentu efektif untuk menghilangkan rasa gatal karena rasa gatal

pada DA bisa tak terkait dengan histamin. Tars Mempunyai efek anti-

inflamasi dan sangat berguna untuk mengganti kortikosteroid topikal

pada manajemen penyakit kronik. Efek samping dari tar adalah

folikulitis, fotosensitisasi dan dermatitis kontak

f. Antibiotik sistemik Antibiotik sistemik dapat dipertimbangkan untuk

mengatasi DA yang luas dengan infeksi sekunder. Antibiotik yang

dianjurkan adalah eritromisin, sefalosporin, kloksasilin, dan terkadang

28

Page 29: Presus Kulit Yessy

ampisilin Infeksi di curigai bila ada krusta yang luas, folikulits, pioderma

dan furunkulosis. S. aureus yang resisten penisilin merupakan penyebab

tersering dari flare akut. Bila diduga ada resistensi penisilin, dicloxacillin

atau sefalexin dapat digunakan sebagai terapi oral lini pertama. Bila

alergi penisilin, eritromisin adalah terapi pilihan utama, dengan perhatian

pada pasien asma karena bersama eritromisin, teofilin akan menurunkan

metabolismenya. Pilihan lain bila eritomisin resisten adalah klindamisin..

Dari hasil pembiakan dan uji kepekaan terhadap Staphylococcus aureus

60% resisten terhadap penisilin, 20% terhadap eritromisin, 14% terhadap

tetrasiklin, dan tidak ada yang resisten terhadap sefalosporin Imunoterapi

dengan ekstrak inhalan umumnya tidak menolong untuk mengatasi DA

pada anak.

g. Kortikosteroid sistemik. Efek perbaikannya cepat, tetapi flare yang parah

sering terjadi pada steroid withdrawal. Bila tetap harus diberikan,

tapering dan perawatan intensif kulit harus dijalankan.

h. Thymopentin. Untuk dapat mengurangi gatal-gatal dan eritem digunakan

timopentin subkutan 10 mg/ dosis 1 kali/hari selama 6 minggu, atau 3

kali/minggu selama 12 minggu.

i. Tacrolimus. Digunakan takrolimus 0,1 % dan 0,03 % topikal dua kali

sehari. Obat ini umumnya menunjukan perbaikan pada luasnya lesi dan

rasa gatal pada minggu pertama pengobatan. Tacrolimus tidak

mempengaruhi fibroblasts sehingga tidak menyebabkan atropi kulit

Perlakuan khusus diperlukan untuk penderita DA Berat. Penentuan gradasi berat-

ringannya DA dapat mempergunakan kriteria Rajka dan Langeland sebagaimana

tabel berikut :

  Luasnya lesi kulit  

  a. fase anak/dewasa  

  1) < 9% luas tubuh = 1

  2) 9-36% luas tubuh = 2

  3) > 36 % luas tubuh = 3

29

Page 30: Presus Kulit Yessy

  b. fase infantil  

  1) < 18% luas tubuh = 1

  2) 18-54% luas tubuh = 2

  3) > 54% luas tubuh = 3

  c. Perjalanan penyakit  

  1) remisi > 3 bulan/tahun = 1

  2) remisi < 3 bulan/tahun = 2

  3) Kambuhan = 3

  d. Intensitas penyakit  

  1) gatal ringan, gangguan tidur= + 1

  2) gatal sedang, gangguan tidur = + 2

  3) gatal berat, gangguan tidur = + 3

Penilaian skor

a. 3-4 : ringan

b. 5-7 : sedang

c.  8-9 : berat

30

Page 31: Presus Kulit Yessy

Alogaritma penatalaksanaan dermatitis atopik

Gambar 5. Alogaritma penatalaksanaan dermatitis atopik

B. PROGNOSIS

Prognosis lebih buruk bila kedua orang tuanya menderita D.A. Ada

kecenderungan perbaikan spontan pada masa anak, dan sering ada yang

kambuh pada masa remaja. Sebagian kasus menetap pada usia di atas 30 tahun.

Penyembuhan spontan D.A. yang diderita sejak bayi pernah dilaporkan terjadi

31

Penilaian awal riwayat penyakit, luas dan derajat penyakit

Termasuk penilaian efek psikologis, pengaruh kepada keluarga

Pelembab, edukasi

Remisi penyakit(tidak ada tanda dan

gejala)

Mengatasi prurits dan inflamasi akut

Kortikosteroid topikal atauPenghambat kalsineurin topikal

Pimekrolimus 2 kali sehari atau Takrolimus 2 kali sehari

Terapi ajuvan

Hindari faktor-faktor pencetus

Infeksi bakterial: antibiotik oral dan atau topikal

Infeks viral: terapi antiviral

Intervensi psikologis

antihistamin

Terapi pemeliharaanUntuk penyakit persisen dan atau sering kambuhPada tanda dini rekurensi gunakan penghambat

kalsineurin topikal untuk mencegah progresivitas penyakit Pimekrolimus mengurangi terjadinya flare

Penggunaan penghambat kalsineurin topikal jangka waktu lama untuk pemeliharaan

kortikosteroid topikal secara intermiten

Penyakit berat dan refrakterFototerapiKortiosteriid topikal potenSiklosporinMetotreksatKortiosteroid oralAzatioprinPsikoterapi

Page 32: Presus Kulit Yessy

setelah usia 5 tahun sebesar 40-60%, teruatam kalau penyakitnya ringan.

Sebelumnya juga ada yang melaporkan bahwa 84% D.A. anak berlangsung

sampai remaja. Ada pula laporan, D.A. pada anak yang diikuti sejak bayi

hingga remaja, 20% menghilang, dan 65% berkurang gejalanya. Lebih dari

separuh D.A remaja yang telah diobati kambuh setelah dewasa. Faktor yang

berhubungan dengan prognosis kurang baik pada D.A. yaitu :

1. D.A. luas pada anak

1. Menderita rhinitis alergika dan asma bronchial

2. Riwayat D.A. pada orang tua atau saudara kandung

3. Awitan (onset) D.A. pada usia muda

4. Anak tunggal

5. Kadar IgE serum sangat tinggi

32

Page 33: Presus Kulit Yessy

III. PEMBAHASAN

A. PENEGAKKAN DIAGNOSIS

Penyakit kulit yang terdapat pada pasien dalam kasus adalah

dermatitis atopik. Hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik status dermatologis

yang mendukung ke arah diagnosis kerja dermatitis atopik adalah sebagai

berikut :

Hasil anamnesis :

1. Keluhan utama gatal yang dirasakan di kedua tangan. Hal ini sesuai

predileksi dari D.A. pada anak-anak.

2. Keluhan mulai dirasakan sejak sekitar 1 tahun yang lalu. Dapat dikatakan

bahwa keluhan ini berlangsung kronis; sesuai dengan sifat D.A. yaitu

peradangan kulit yang berlangsung kronis dan residif.

3. Keluhan gatal diperberat dengan adanya keringat. Kedua hal tersebut

memang dapat memicu munculnya keluhan atau gejala D.A.

4. Pasien memiliki riwayat keluhan gatal yang sama di bagian dada dan

punggung saat berumur 5 tahun. Hal ini sesuai dengan salah satu kriteria

minor untuk diagnosis D.A. yatu awitan pada usia dini.

Hasil pemeriksaan fisik status dermatologis :

1. Lokasi : Ekstremitas superior dekstra et sinistra. Hal ini sesuai predileksi

dari D.A. pada anak-anak.

2. Efloresensi : plak hiperpigmentasi berbatas tegas, penyebaran simetris di

regio ekstremitas superior.

Berdasarkan kriteria diagnosis yang disusun oleh Hanifin dan Rajka, maka

diagnosis penyakit pada kasus ini dapat ditegakkan sebagai D.A , karena

memenuhi syarat yang ada, yaitu 2 kriteria mayor dan 3 kriteria minor.

Adapun kriteria mayor dan minor yang terdapat pada kasus ini ialah :

1. Kriteria mayor

a. Pruritus

b. Dermatitis kronis

33

Page 34: Presus Kulit Yessy

2. Kriteria minor

a. Gatal bila berkeringat

b. Perjalanan penyakit dipengaruhi faktor lingkungan

c. Awitan pada usia dini

B. DIAGNOSIS BANDING

Berdasarakan tempat lesinya, diagnosis banding untuk penyakit dermatitis

atopik pada kasus ini adalah sebagai berikut :

1. Dermatitis kontak alergika

Dermatitis kontak alergi selalu disertai dengan keluhan gatal. Hal ini

sesuai dengan keluhan yang ada pada pasien ini. Penyakit dermatitis

kontak alergika biasanya didahului dengan adanya kontak terhadap

alergen, sementara pada kasus ini, pasien menyangkal adanya riwayat

kontak dengan bahan atau benda sebelumnya. Adapun efloresensi pada

dermatitis kontak alergika yaitu eritema numular-plakat, papul dan vesikel

yang berkelompok dan disertai dengan erosi numular-plakat

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan darah tepi untuk menemukan eosinofilia, pemeriksaan

dermatografisme putih dan percobaan asetilkolin dapat dilakukan untuk

memperkuat diagnosis kerja D.A. Untuk mencari penyebab timbulnya DA

harus disertai anamnesis yang teliti dan bila perlu dengan uji kulit serta uji

eliminasi dan provokasi

D. PENATALAKSANAAN

1. Non Farmakologis

a. Menjalin hubungan baik dengan orang tua penderita, menjelaskan

mengenai penyakit tersebut secara rinci, termasuk perjalanan penyakit,

dampak psikologis, prognosis, dan prinip penatalaksanaan.

34

Page 35: Presus Kulit Yessy

b. mengihndari faktor-faktor predisposisi atau yang dapat mempengaruhi

timbulnya penyakit atau kekambuhan atau memperberat dari keluhan

dan gejala yang ada.

c. Menghilangkan pengeringan kulit

d. Pemberian pelembab kulit

2. Farmakologis

a. Loratadine tablet; 2 x 5 mg per hari

Loratadine adalah antihistamin kerja panjang yang mempunyai

selektivitas tinggi terhadap reseptor histamin-H1 perifer dan afinitas

yang rendah terhadap reseptor-H1 di susunan saraf pusat, sehingga

tidak menimbulkan efek sedasi atau antikolinergik gatal dan terbakar

pada mata. Selain itu loratadine juga mengobati gejala-gejala seperti

urtikaria kronik dan gangguan alergi pada kulit lainnya.Pada kasus ini

digunakan untuk mengatasi keluhan gatal yang dirasakan oleh pasien.

b. Amitriptilin tablet; 1 x 10 mg per hari.

Amitriptilin merupakan antidepresi trisiklik. Amitriptilin bekerja

dengan menghambat pengambilan kembali neurotransmiter di otak.

Amitriptilin mempunyai 2 gugus metil, termasuk amin tersier sehingga

lebih responsif terhadap depresi akibat kekurangan serotonin. Senyawa

ini juga mempunyai aktivitas sedatif dan antikolinergik yang cukup

kuat. Pada pemberian oral, amitriptilin diaborpsi dengan baik, kurang

lebih 90% berkaitan dengan protein plasma dan tersebar luas dalam

jaringan dan susunan syraf pusat. Metabolisme di hati berlangsung

lambat dan waktu paruh 10,3-25,3 jam, kemudian diekskresi bersama

urin. Pada kasus ini, amitriptilin digunakan untuk efek sedasi dan

diberikan 1 x 1 tablet (sediaan 25 mg) sehari, diminum pada malam hari

supaya pasien bisa tidur dengan nyaman, tidak terganggu lagi dengan

keluhan gatal yang ada.

c. Asam salisilat 1 gram

Asam salisilat diabsorpsi melalui kulit dan didistribusikan dalam

ruang ekstraseluler dan kadar plasma maksimum tercapai 6-12 jam

35

Page 36: Presus Kulit Yessy

setelah pemakaian. Karena 50-80% dari salisilat terikat pada abumin,

maka peningkatan kadar serum salisilat bebas ditemukan pada pasien

dengan hipoalbuminemia. Metabolit dalam urine dari asam salisilat

yang diberikan secara topikal meliputi salicyluric acid dan glukuronida-

glukoronida phenolic dan acyl dari asam salisilat; dan hanya 6% dari

keseluruhan dari asam salisilat yang diekskresi dalam bentuk tidak

berubah. Kira-kira 95% dari dosis tunggal salisilat diekskresi di dalam

urine dalam waktu 24 jam setelah diabsorpsi.

d. Desoksimethason

Obat ini merupakan glukokortikoid sintetik dengan aktivitas

imunosupresan dan anti-inflamasi. Sebagai imunosupresan,

Desoksimethason bekerja dengan menurunkan respon imun tubuh

terhadap stimulasi rangsangan. Aktivitas anti-inflamasi

Desoksimethason dengan jalan menekan atau mencegah respon jaringan

terhadap proses inflamasi dan menghambat akumulasi sel yang

mengalami inflamasi, termasuk makrofag dan leukosit pada tempat

inflamasi. Desoksimethason merupakan obat golongan kortikostseroid.

Obat ini di berikan 2 kali sehari.

E. PROGNOSIS

Seperti yang diketahui bahwa penyakit D.A. memiliki salah sifat

yang sama yaitu perkembangan atau perjalanan penyakit yang cenderung

kronis dan residif, sehingga untuk prognosis ad sanationam adalah dubia ad

bonam. Selama pasien dapat menghindari hal-hal yang menjadi faktor

predisposisi dari penyakit ini, maka munculnya kekambuhan keluhan atau

gejala dapat diminimalisasi.

36

Page 37: Presus Kulit Yessy

DAFTAR PUSTAKA

Djuanda, Adhi. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 5. Jakarta : FKUI.

Kariosentono, Harijono. 2006. Dermatitis atopik ( Eksema ) Dari gejala klinis,

Reaksi atopik, Peran eosinofil, Tungau debu rumah, Sitokin sampai

kortikosteroid pada penatalaksanaannya. UNS Press, Solo.

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid II. Edisi 3. Jakarta : FKUI.

McFadden JP, Basketter DA. 2000. Contact allergy, irritancy and 'danger'.

Contact  Dermatitis.;42(3):123-7

Morris, Adrian. 2009. Atopic Dermatitis and Eczema Treatment. Available from

URL : http://www.allergy-clinic.co.uk/skin-allergy/infantile-eczema/.

Diakses pada tanggal 29 Juli 2015.

Siregar, R.S. 2004. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi 2. Jakarta :

EGC.

37