Upload
truongkhanh
View
335
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
http//balitbu.litbang.deptan.go.id
PRODUKSI BENIH PISANG DARI RUMPUN IN SITU SECARA KONVENSIONAL
Panca J. Santoso
PENDAHULUAN
Pisang merupakan tanaman buah utama bagi sebagian besar masyarakat Indonesia dengan menempati peringkat teratas konsumsi buah secara nasional. Sifatnya yang adaptif terhadap lingkungan menyebabkan tanaman pisang mempunyai penyebaran yang luas,
sedangkan cara budidaya yang mudah menyebabkan tanaman ini mudah dijumpai di setiap pekarangan rumah masyarakat pedesaan di Indoensia. Produksi pisang yang terus menerus sepanjang tahun dapat dimanfaatkan sebagai pengaman pendapatan petani income security,
serta kandungan karbohidrat yang cukup tinggi yaitu kurang lebih 25,8% (Direktorat Tanaman Buah, 2005) memungkinkan pisang sebagai bahan pangan alternatif pendamping beras atau sebagai pengaman pangan (foot security). Peluang tersebut mendorong untuk pengembangan
budidaya pisang secara luas. Namun demikian, model budidaya skala besar menunjukkan tingginya resiko kegagalan akibat serangan penyakit layu (Hermanto, 2006). Budidaya pisang di pekarangan masih merupakan alternatif yang menjanjikan dan menjadi penyangga produksi
pisang selama ini karena adanya mekanisme saling mereduksi efek serangan penyakit dengan sistim tanaman campuran.
Dengan maraknya serangan penyakit layu fusarium dan layu bakteri (Hermanto dkk,
2001; Hermanto, 2006; Kusumoto dkk. 2003), kita harus berhati-hati bila ingin mendatangkan benih pisang dari tempat lain, karena akan meningkatkan resiko kontaminasi penyakit. Oleh karena itu, alternatif untuk menyediakan benih pisang adalah dengan mengoptimalkan rumpun
pisang sehat yang telah tersedia di pekarangan (in-situ) untuk dijadikan benih. Berbagai cara membuat benih pisang telah dikenal baik secara tradisional yang telah
turun temurun dilakukan petani, maupun secara kultur jaringan. Walaupun perkembangan
benih kultur jaringan cukup pesat namun masih terbatas untuk varietas tertentu asal introduksi yang biasa dikembangkan perkebunan besar dan belum dapat memenuhi kebutuhan varietas lokal yang beragam jumlahnya dan berbeda di masing-masing daerah, sehingga perbanyakan
benih secara sederhana dipandang masih layak diterapkan. Berikut ini disampaikan 4 macam cara produksi benih pisang secara sederhana dengan memanfaatkan bagian rumpun pisang.
ALAT DAN BAHAN
Peralatan yang digunakan yaitu cangkul, tembilang (linggis) bermata lebar, parang, pisau mata runcing dan gembor. Sedangkan bahan yang diperlukan yaitu: media campuran pasir dan kompos/pupuk kandang 1: 1, polybag, air, dan rumpun pisang yang sehat. Dalam
satu rumpun tanaman pisang yang lengkap terdapat anggota rumpun yang biasa kita temui yaitu:
http//balitbu.litbang.deptan.go.id 1
a. Pohon induk, tanaman tertua dalam rumpun yang sedang berbuah. b. Tunggul/bonggol, ekas pohon pisang yang ditebang
c. Anakan rebung, tunas anakan yang panjangnya 20 – 40 cm, belum berdaun d. Anakan muda/anakan pedang, tunas anakan berukuran 41-100 cm dan daunnya
berbentuk seperti pedang dengan ujung runcing
e. Anakan dewasa, tunas anakan tinggi > 100 cm, telah memiliki beberapa daun sempurna f. Tunas air, berbatang kurus dan panjang dengan diameter batang sama dengan bonggol.
Dari kelima bahan diatas, yang disarankan untuk dijadikan benih adalah anakan rebung,
anakan pedang, anakan dewasa dan tunggul. Anakan air tidak baik digunakan sebagai bibit karena bonggol serta batangnya kecil dan jelek.
PELAKSANAAN
Ada 4 cara pelaksanaan perbanyakan sesuai dengan jenis bahan/bagian dari rumpun pisang
yang digunakan, yaitu:
1. Anakan langsung
Yaitu bibit pisang yang berasal dari pemisahan anakan untuk langsung ditanam di
kebun. Merupakan cara yang umum digunakan oleh petani karena murah dan mudah dilakukan. Bahan yang paling baik digunakan adalah anakan pedang (gambar 2a).
Anakan rebung kurang baik jika ditanam langsung karena bonggolnya masih lunak dan
terlalu kecil sehingga mudah kekeringan. Sedangkan anakan dewasa terlalu berat dalam pengangkutan dan kurang tahan terhadap cekaman lingkungan karena telah memiliki daun sempurna. Bibit anakan setelah dipisahkan harus segera ditanam, jika terlambat akan
meningkatkan serangan hama penggerek dan kematian di kebun.
Gb.1. Bahan untuk membuat benih pisang. Dari kiri ke kanan: (a) tunggul/ bonggol, (b) anakan rebung, (c) anakan pedang, (d) anakan dewasa, dan (e) tunas air.
a b c d e
http//balitbu.litbang.deptan.go.id 2
Apabila pada saat tanam kekurangan air dalam waktu yang cukup lama, bibit akan layu dan mati bagian batangnya, tetapi bonggol yang tertimbun dalam tanah masih mampu untuk
tumbuh dan memulai pertumbuhan kembali membentuk bonggol baru diatas bonggol yang lama (gambar 2b). Oleh karena itu, bila menanam pisang di musim kemarau disarankan berupa bonggol dengan memotong 5 cm diatas leher bonggol dengan cara ditimbun 5 cm dibawah
permukaan tanah (gambar 2c).
Gb. 2c. Menanam bonggol anakan pedang untuk menghindari pengaruh kekeringan saat tanam
Gb. 2b. Benih yang kekeringan dan mengalami pertumbuhan kembali
Gb. 2a. Gambar anakan pedang yang langsung di tanam di lapang
http//balitbu.litbang.deptan.go.id 3
2. Anakan Semai Bibit yang berasal dari anakan rebung atau anakan yang memiliki bonggol terlalu kecil.
Anakan disemai terlebih dahulu dalam kantong plastik atau polybag sebelum ditanam di kebun. Sebelum disemai, anakan rebung dipotong batangnya 5 cm diatas leher bonggol merata atau berbentuk kerucut. Kemudian bonggol ditanam sedalam leher bonggol dalam polybag yang
berisi media tanam (gambar 3). Apabila ingin melakukan sterilisasi, bonggol dapat pula
direndam dalam air hangat 55 C selama 15 menit atau perendaman dalam pestisida sesuai anjuran.
Selama satu bulan pertama, bibit di letakkan di tempat teduh dengan penyinaran 50%
dengan perawatan penyiraman secukupnya mempertahankan lembab dan cenderung basah. Pada bulan kedua diletakkan ditempat terbuka, dengan perawatan penyiraman seperti bulan pertama, dan di siram larutan urea 2 gram/liter air setiap 2 minggu sekali. Benih ditanam di
kebun pada umur 3-4 bulan setelah semai.
3. Bit anakan / mini bit
Adalah bibit pisang yang berasal dari anakan yang terlebih dahulu diinduksi untuk menumbuhkan tunas aksilar (tunas samping). Bahan yang digunakan adalah anakan pisang yang berdiameter 7-12 cm atau tingginya 40-150 cm (anakan pedang sampai anakan dewasa).
Cara membuatnya adalah sebagai berikut : Pemisahan anakan dari rumpun dilakukan dengan hati-hati menggunakan
linggis/tembilang bermata lebar, sehingga kondisi bonggol masih utuh. Bonggol dibersihkan dari akar dan tanah yang menempel, kemudian dipotong 1 cm diatas leher bonggol. Pada titik
tumbuh di pusat bonggol dikorek dengan lebar dan dalam 3 cm menggunakan pisau yang
runcing (gambar 4a). Pembuangan titik tumbuh berfungsi untuk menghilangkan pengaruh dominasi pertumbuhan oleh tunas apikal sehingga pertumbuhan kearah mata tunas samping.
Gb.3. Cara menyemai anakan rebung
http//balitbu.litbang.deptan.go.id 4
Setelah dibersihkan bonggol dapat direndam dalam air hangat dengan suhu 55 C selama 15 menit, bertujuan untuk meningkatkan jumlah tunas yang tumbuh dan mencegah
nematoda. Untuk menghindari serangan OPT, pada saat perendaman dapat juga disertai pemberian pestisida sesuai dosis yang dianjurkan.
Untuk merangsang munculnya tunas, bonggol di semai dalam bedengan, disusun secara
berjajar dengan bagian titik tumbuh tetap mengarah ke atas, masing-masing bonggol diberi jarak antara 5 cm kemudian ditimbun dengan campuran tanah, pasir dan pupuk kandang
setebal 5 cm (gambar 4b). Penimbunan dilakukan selama 3-5 minggu atau sampai tumbuh tunasnya. Selama penimbunan perlu dijaga kelembabannya dengan penyiraman setiap hari
secukupnya terutama bila tidak ada hujan. Bila tunas telah tumbuh dan ada yang telah mencapai 1-2 lembar daun, bonggol
diangkat dari timbunan, kemudian dibelah searah membujur dari permungkaan atas bonggol
sampai dasar sebanyak tunas yang tumbuh (gambar 4c). Bila bonggol terlalu besar dapat dikurangi dengan menipiskan potongan dikiri dan kanan tunas. Belahan bonggol yang terlalu kecil masih dapat dipakai dengan perlakuan penyungkupan ketika menyemai.
Tunas hasil belahan (bit) disemai/ditransplanting di polybag ukuran 20 x 30 cm yang berisi media tanam (gambar 4d). Setelah ditransplanting, bibit diletakkan ditempat teduh / naungan dan dikelompokkan menurut tingkat pertumbuhan yaitu yang sudah berdaun dan yang
masih belum sehingga diperoleh kelompok-kelompok bibit yang seragam. Setelah umur 1 bulan bibit dipindahkan ke tempat terbuka dan siap ditanam ke lapang bila bibit sudah berumur 2 bulan.
Perawatan yang utama adalah penyiraman untuk menjaga kelembaban tanah. Pemupukan dilakukan 2 minggu sekali menggunakan larutan Urea 2 gr/liter air. Perawatan lainnya adalah penyiangan. Benih ditanam di kebun pada umur 3-4 bulan setelah semai.
Gb. 4a. Anakan pisang yang baik sebagai bahan bit dan
bonggol anakan pisang setelah di matikan titik tumbuhnya
http//balitbu.litbang.deptan.go.id 5
Gb. 4c. Bonggol yang tumbuh tunas siap untuk dibelah (kiri), dan
hasil belahan berupa bit mini (kanan)
Gb. 4d. Bit mini di semai di polibag berisi media campuran tanah: pupuk
kandang dan pasir (perbandingan 1:1:1)
Gb. 4b. Bonggol disemai
di media tanah: pupuk
kandang dan pasir
(perbandingan 1:1:1), bisa
juga di seedbed berisi
pasir dan kompos/ pukand.
Disiram tiap hari
secukupnya terutama bila
tidak ada hujan
http//balitbu.litbang.deptan.go.id 6
4. Bit Bonggol Yaitu bibit pisang yang berasal dari mata tunas yang terdapat pada tunggul pisang
bekas ditebang. Cara membuatnya sebagai berikut :
Bonggol diangkat dari tanah dengan hati-hati agar mata tunas tidak rusak. Kemudian
dibersihkan dari akar dan tanah yang menempel. Bonggol kemudian dipotong dengan ukuran lebih kurang 10 cm x 10 cm menurut jumlah mata tunas. Kemudian direndam dalam air hangat
dengan suhu 55 C selama 15 menit atau dengan larutan desinfektan selama 15 menit kemudian ditiriskan semalam.
Setelah ditiriskan kemudian ditanam di polybag ukuran 20 x 30 yang berisi media. Kemudian benih diletakkan pada tempat teduh/naungan setengah bayang selama 1 bulan dan pada bulan kedua diletakkan ditempat terbuka. Perawatan yang diperlukan adalam penyiraman
untuk menjaga kelembaban tanah. Pemupukan dengan larutan urea dengan konsentrasi 2 gr/liter air diberikan setiap 2 minggu sekali. Benih ditanam di kebun pada umur 3-4 bulan setelah semai.
Gb. 5a. Bonggol (tunggul) pisang dan belahan mata tunas (bit) yang
siap untuk disemai
Gb. 5b. Persemaian bit di bedengan (kiri) dan di polybag (kanan)
http//balitbu.litbang.deptan.go.id 7
PENUTUP
Berbagai macam cara perbanyakan pisang perlu dikenal oleh masyarakat disamping sebagai tambahan pengetahuan juga agar dapat dipilih dari bermacam cara tersebut sesuai dengan kebutuhan dan kondisi yang ada, karena masing-masing cara memiliki kelebihan dan
kekurangan.
Galeri Perbenihan Pisang
Gambar Keterangan
Kebun pisang yang benihnya berasal dari
anakan yang terlalu besar, riskan terhadap kekeringan.
Setelah batang pisang kering akan tumbuh tunas anakan dari bonggol.
http//balitbu.litbang.deptan.go.id 8
Anakan pisang dan bonggol setelah di
hilangkan titik tumbuhnya
Bonggol pisang tanduk yang tumbuh mata
tunas. Bonggol dengan diameter 12 cm dapat mencapai 50 mata tunas. Tetapi tidak semua tunas berhasil menjadi bibit dengan baik.
Mata tunas yang tumbuh dari bonggol pisang yang ditimbun pasir+kompos pada umur 8 minggu setelah penimbunan. Siap
untuk dibongkar dan dibelah.
http//balitbu.litbang.deptan.go.id 9
Mata tunas yang tumbuh dari bonggol
pisang (kepok) pada umur 8 minggu setelah penimbunan siap untuk dibelah.
Bit mini setelah dibelah sesuai jumlah mata
tunas.
Tunggul/bonggol pisang setelah panen dan
bit hasil pembelahan mata tunas dari tunggul.
http//balitbu.litbang.deptan.go.id 10
Bit pisang yang baru disemai di polybag
Semaian bit pisang kepok di polybag umur 2 bulan
Semaian bit pisang buai / ambon hijau di
plastik gula umur 1 minggu
Daftar Pustaka Direktorat Tanaman Buah, Direktorat Jendral Hortikultura, Departemen Pertanian. 2005.
Pemanfaatan buah untuk kesehatan keluarga. 91 halaman. Hermanto,C. 2006. Status of Fusarium Wilt Research in Indonesia. Paper Presented on Training
Workshop on Fusarium Wilt Management. Kuala Lumpur, 24-28 April 2006. 6 halaman
http//balitbu.litbang.deptan.go.id 11
Hermanto,C., T. Habazar dan F. Rivai. 2001. Distribusi Geografis Penyakit Layu Bakteri Pisang. Studi Kasus di Kecamatan Gunung talang dan Kubung, Kabupaten Solok, Sumatera
Barat. Didalam: T. Wardiati, S. Ashari, N. Aini, dan A. Suryanto (editor) Prosiding Seminar Hortikultura. Konggres Perhorti . Malang, 7-8 Nopember 2001. halaman 167-175.
Kusumoto, S., T.N. Aeny, S. Mujimu, C. Ginting, T. Tsuge, S. Tsuyumu, and Y. Takikawa. 2004.
Occurrence of blood disease of banana in Sumatra, Indonesia. J Gen Plant Pathol 70:45–
49