16
Penerjemah PROF. DR. B. ARIEF SIDHARTA, S.H.

PROF. DR. B. ARIEF SIDHARTA, S.H

  • Upload
    others

  • View
    8

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PROF. DR. B. ARIEF SIDHARTA, S.H

Penerjemah

PROF. DR. B. ARIEF SIDHARTA, S.H.

Page 2: PROF. DR. B. ARIEF SIDHARTA, S.H

...

Meuwissen Tentang Pengembanan Hukum, llmu Hukum, Teori Hukum,

dan Filsafat Hukum

'3'to ��u No. Kloss . . . . . . . . . . . .... . .......... . .

No lnduk . . 1���.�?. Tgl ��: .<?:. : .::?.\1 � :lieth/Beli ........................... .

Dori · . . . . ... �':t.i� .. ��!��:; ....... .

,

Page 3: PROF. DR. B. ARIEF SIDHARTA, S.H

Meuwissen Tentang .. Pengembanan Hul�um, Ilmu f-Iul�um, Teori Hul�um, dan Filsafat Hul�um

Prof. Dr. B. Arief Sidharta, SH. [Penerjemah]

reflka AD IT AMA

Page 4: PROF. DR. B. ARIEF SIDHARTA, S.H

RF.HKM.68.04.2013

Prof. Dr. B. Ari cf Sidharta, SH.

[Penerjen1ah]

Meuwissen

Tentang Pengen1bangan Hukum1 llmu Hukutn,

Tcori Hukum dan Filsafat Hukum

Editor: Aep Cunarsa SH Desain Sa1npul: Redaksi Refika

Selling & Layout lsi: Redaksi Rcfika

Ditcrbitkan & dicctak olch PT Rcfika Aditama JI. 1\t\enggcr Cirang No. 98, 'Bandun'g 40254

Telp. (022) 52059<35, Fax: (022) 52059<34 c-muil: pencrbiL@refika�zidifarna.com

http://www. rcfi ka-ad i ta1na .coin Anggota lkapi

Cctakan Kesatu, Maret 2007 Cct<1kan Kcdua, Februari 2008 Cctakan Kctiga, ()ktober 2009

Cetakan KeemPat, janu<1ri 20·13

ISBN 979-1073-33-3

©2007 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang.

Di!<irang rncngutip atau 1ne111pcrbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini TANPA !ZIN TERTUUS dC1ri pcncrbit.

I ff -_JI -'�

-

"i-�¥ ;11: :1_

I :1 J; -�-

I 1¥

�'

Sudah sejak sedang men ujian matak1 buku PENGA

pengantar ) STUDIE VAN

pada tahun dalam baha terbit pada telah mengo kali itu isiny, itu, buku as perubahan yang memt maupun ba umum atau

Pada t; bermutu it diterbitkan STUD/EVAN

disingkat" perubahan guru besar I bab-bab ya ke-18 itu di

Page 5: PROF. DR. B. ARIEF SIDHARTA, S.H

J i nl

roduksi "

Sudah sejak tahun 1 955 para mahasiswa Fakultas Hukum di Indonesia yang sedang mengikut matakuliah Pengantar llmu Hukum dan akan menempuh ujian matakuliah tersebut diwajibkan atau dianjurkan untuk mempelajari buku PENGANTAR ILMU HUKUM karya Prof. Mr. Dr. L.J. van Apeldoorn. Buku pengantar yang sangat baik tersebut aslinya berjudul INLEIDING TOT DE

STUDIE VAN HET NEDERLANDSE RECHT yang terbit untuk pertama kalinya pada tahun 1 932 dan kemudian diterjemahkan oleh Mr. Oetarid Sadino ke dalam bahasa Indonesia pada tahun 1 954 dari cetakan kesebelas yang terbit pada tahun 1 952. Hingga saat sekarang buku terjemahan tersebut telah mengalami tiga puluh kali cetak ulang. Cetak ulang yang ketiga puluh kali itu isinya masih tetap persis sama seperti cetakan pertama. Sementara itu, buku aslinya yang berbahasa Belanda telah mengalami beberapa kali perubahan atau penyesuaian pada perkembangan zaman, baik bab-bab yang membahas hukum positif Belanda (bab IX sampai dengan bab XIV) maupun bab-bab yang membahas masalah-masalah ajaran hukum yang umum atau teori hukum (bab I sampai dengan bab VIII dan bab XV).

Pada tahun 1 985, buku pengantar karya Apeldoorn yang sangat bermutu itu, setelah penulisnya meninggal dunia pada tahun 1 9 79, diterbitkan kembali dengan judul VAN APELDOORN'S INLEIDING TOT DE

STU DIE VAN HET NEDERLANDSE RECHT, yang untuk memudahkan perujukan disingkat "Van Ape/doom's lnleiding''. Cetakan ke-1 8 ini mengalami perubahan yang fundamental. Revisi mendasar ini dilakukan oleh sepuluh guru besar hukum Belanda yang masing-masing ditugasi untuk menangani bab-bab yang sesuai dengan kepakarannya. Pembagian bab pada cetakan ke-1 8 itu direorganisasi menjadi sebagai berikut:

-v

Page 6: PROF. DR. B. ARIEF SIDHARTA, S.H

Bab I. Arti dan tujuan hukum (Betekenis en doe/ van het recht) dikerjakan oleh J.E. Spruit.

Bab II. Hukum dan Etika (Recht en ethiek) dikerjakan oleh J.J.M. van der Ven dan J.E. Spruit.

Bab Ill. Hukum Objektif dan Subjektif; tentang subjek hukum (Objektief en

Subjektief Recht; Rechtssubjektiviteit) dikerjakan oleh A. Hammerstein.

Bab IV. Sumber-sumber hukum positif (De Brannen van het Positieve Recht)

dikerjakan oleh J.E. Spruit. Bab V. Hukum Perdata (Privaatrecht) dikerjakan oleh J.B.M. Vranken.

Bab VI. Hukum Acara Perdata (Burgerlijk Procesrecht) dikerjakan oleh J.C.M. Leijten.

Bab VII. Hukum Perdata lnternasional (lnternationaa/ Privaatrecht)

dikerjakan oleh H.U. Jessurun D'Oliveira.

Bab VIII. Hukum Tata Negara (Staatsrecht) dikerjakan oleh D.H.M.Meuwissen. Bab IX Hukum Administrasi (Administratief Recht) dikerjakan oleh C. Flinterman. Bab X. Hukum Pidana (Strafrecht) dikerjakan oleh J.C.M. Leijten.

Bab XI. Hukum Acara Pidana (Strafprocesrecht) dikerjakan oleh J.C.M. Leijten.

Bab XII. Hukum Ketenagake.rjaan - Hukum Sosial (Arbeidsrecht - Sociaa/

Recht) dikerjakan oleh J.J.M. van der Ven.

Bab XIII. Hukum Kerjasama dan lntegrasi Eropa Baral (Het Recht van de

Westeuropese Samenwerking en lntegratie) dikerjakan oleh P. van Dijk.

Bab XIV. Hukum lnternasional (Volkenrecht) dikerjakan oleh B.V.A. Roling. Bab XV. Teori Hukum (Rechtstheorie) dikerjakan oleh D.H.M. Meuwissen.

Bab XVI . llmu Hukum (Rechtswetenschap) dikerjakan oleh D.H.M. Meuwissen.

Bab XVII. Perundang-undangan dan Peradilan (Wetgeving en Rechtspraak)

dikerjakan oleh J.B.M. Vranken. Bab XVIII. Filsafat Hukum (Rechtsfi/osofie) dikerjakan oleh D.H.M. Meuwissen.

Buku ini rriemuat terjemahan Bab XV, Bab XVI dan Bab XVIII dari buku Van Ape/doom's lnleiding yang ditulis oleh Prof. Dr D.H.M. Meuwissen, Guru

. Besar Hukum Tata Negara, Filsafat Hukum dan Teori Hukum di Fakultas Hukum Universitas Groningen, Belanda. Beliau banyak menulis tentang bidang-bidang studi tersebut. Beberapa bukunya yang penting tentang Filsafat Hukum antara lain adalah: RECHT EN VRIJHEID, lnleiding in de

rechtsfilosofie (1982), GRONDRECHTEN (1 984), GRONDSLAGEN VAN DE RECHTSFILOSOFJE (1997).

vi -

Untuk m keutuhan dar terjemahan su jurnal hukum RECHT". ArtikE Dalil tentang maka bab-ba buku ini dap< pokok pikirar khusus Ars AE

Terjemal dipublikasikar Januari 1 994 Juli 1 994 (Fils

Salah sat Rechtsfi/osofiE

dengan perl pengembana dan berlakun kegiatan mer dan secara sis itu. Pengemt hukum prakt

Pengem hal mewujuc konkret. Pen pembentuka banan hukur memperolel tentang huk1 rasional tera

Berdasa hukum teori· posit if, yang

1) Akar kata pe Pengemban, di sini digun; menjalanka1 tertentu, da

Page 7: PROF. DR. B. ARIEF SIDHARTA, S.H

't) dikerjakan

. van der Ven

(Objektief en

nerstein. >sitieve Recht)

rnken. ,n oleh J.C.M.

'rivaatrecht)

1.Meuwissen. ikan oleh C.

�n. J.C.M. Leijten. ?cht - Sociaal

Recht van de

van Dijk. .V.A. Roling. Aeuwissen. oleh D.H.M.

Rechtspraak)

tMeuwissen.

VIII dari buku 1wissen, Guru n di Fakultas 1ulis tentang 1ting tentang 1/eiding in de

!GEN VAN DE

Untuk melengkapi terjemahan karya Prof. Meuwissen ini, demi "

keutuhan dan kejelasan, maka ketiga bab tersebut didahului dengan terjemahan suatu artikel karya Meuwissen yang dimuat dalam nomor khusus jurnal hukum ARS AEQUI tahun 1 979 yang diberi judul "EEN BEELD VAN

REOIT". Artikel tersebut berjudul "Vijf Stellingen over Rechtsfi/osofie" (Lima Dalil tentang Filsafat Hukum). Berdasarkan substansi dari artikel tersebut, . maka bab-bab dari Van Ape/doom's lnleiding yang diterjemahkan dalam buku ini dapat dipandang sebagai penjabaran lebih lanjut dari pokok­pokok pikiran yang tercantum dalam artikel yang dimuat' dalam nomor khusus Ars Aequi tersebut tadi.

Terjemahan keempat tulisan karya Prof. Meuwissen itu pernah dipublikasikan dalam jurnal hukum PRO JUST/TIA secara berturut-turut: Edisi Januari 1 994 (Pengembanan Hukum), Edisi April 1994 (Teori Hukum), Edisi Juli 1 994 (Filsafat Hukum), dan Edisi Oktober 1994 (llmu Hukum).

Salah satu konsep kunci yang diketengahkan dalam"VijfStellingen over

Rechtsfilosofie" adalah konsep "rechtsbeoefening"yang di sini diterjemahkan dengan perkataan "pengembanan hukum''.1 Yang dimaksud dengan pengembanan hukum adalah kegiatan manusia berkenaan dengan adanya dan berlakunya hukum di dalam masyarakat. l<egiatan tersebut mencakup kegiatan membentuk, melaksanakan, menerapkan, m.enemukan, meneliti, dan secara sistematikal mempelajaridan mengajarkan hukum yang berlaku itu. Pengembanan hukum itu dapat dibedakan ke dalam pengembanan hukum praktikal dan pengembanan hukum teoritikal.

Pengembanan hukum praktikal adalah kegiatan berkenaan dengan hal mewujudkan hukum dalam kenyataan kehidupan sehari-hari secara konkret. Pengembanan hukum praktikal ini meliputi kegiatan-kegiatan pembentukan hukum, penemuan hukum dan bantuan hukum. Pengem­banan hukum teoritikal tentang hukum adalah kegiatan akal budi untuk memperoleh penguasaan intelektual atas hukum atau pemahaman tentang hukum secara ilmiah, yakni secara metodikal-sistematikal-logika­rasional terargumentasi dan terorganisasi.

Berdasarkan tataran analisisnya (tingkat abstraksinya), pengembanan hukum teoritikal dibedakan ke dalam tiga bentuk. Pada tataran ilmu-ilmu posit if, yang paling rendah tingkat abstraksinya, disebut llmu-ilmu Hukum,

1) Akar kata perkataan "pengembanan" adalah "em ban" yang jug a berarti menggendong, memikul. Pengembanan ada!ah kata benda; kata kerjanya adalah "mengemban': Perkataan "mengemban" di sini digunakan dalam arti memikul atau menyandang tugaS dan kewajiban untuk melaksanakO:n, menjalankan, mengurus, meme!ihara, mengo!ah, dan mengembangkan suatu jenis kegiatan tertentu, dan secara moral bertanggungjawab untuk itu.

- vii

Page 8: PROF. DR. B. ARIEF SIDHARTA, S.H

yakni studi secara ilmiah terhadap hukum pada tataran llmu-ilmu Positif. Objek telaah llmu-llmu Hukum adalah tatanan hukum nasional dan hukum internasional yang berlaku. llmu-ilmu Hukum ini terbagi lagi ke dalam dua kelompok, yakni llmu Hukum Normatif dan llmu Hukum Empirik.

llmu Hukum Normatif hanya ada satu, yakni llmu Hukum yang di Ba rat disebut juga Dogmatika Hukum (Rechtsdogmatiek); istilah lainnya untuk ilmu ini adalah llmu Hukum Praktikal atau llmu Hukum Positif atau llmu Hukum Dogmatik. llmu Hukum yang normatif itu mempelajari hukum positif yang berlaku di suatu negara tertentu dengan pendekatan atau perspektif internal, yakni mempelajari hukum dengan bertolak dari titik­berdiri seorang partisipan dalam hukum yang dipelajarinya, sehingga, karena itu bersifat dogmatik dan evaluatif serta dapat berdampak meng­kaidahi (normatif ). llmu Hukum itu bersifat nasional. Fokus perhatiannya adalah pada hukum yang berlaku sebagai das Sol/en-Sein, yakni hukum sebagai suatu sistem keharusan (das Sol/en) yang bertumpu dan berakar pad a dunia kenyataan kemasyarakatan (das Sein) dan diarahkan balik untuk menata dan mengatur dunia kenyataan kemasyarakatan itu (das Sein).

llmu Hukum Empirik adalah kegiatan ilmiah untuk mempelajari hukum dengan pendekatan eksternal, yakni mempelajari hukum dari titik berdiri seorang pengamat atau observer dengan mengamati perilaku para warga dan pejabat masyarakat berkenaan dengan adanya dan berlakunya hukum di dalam masyarakat. Objek telaahnya (kecuali bagi Perbandingan Hukum dan Sejarah Hukum) adalah hukum sebagai Sein-Sol/en, yakni hukum sebagaimana ia tampil dalam perilaku orang dalam dunia kenyataan kemasyarakatan (das Sein) berkenaan dengan ada dan berlakunya kaidah­kaidah hukum positif (das Sol/en). Metode yang digunakan adalah metode empirikal (metode llmu-ilmu Sosial) yang bertumpu pada metode yang sudah lazim dalam induk ilmunya masing-masing. llmu-ilmu ini bersifat deskriptif yang berupaya untuk menggambarkan keadaan sebagaimana adanya. Objek telaah Perbandingan Hukum dan Sejarah Hukum adalah hukum sebagaf suatu sistem dari das Sol/en-Sein, jadi sistem hukum positif atau tata-hukum. llmu Hukum Empirik terdiri atas: Perbandingan Hukum,

, Sejarah Hukum, Sosiologi Hukum, Antropologi Hukum, dan Psikologi Hukum.

Pada tataran yang lebih abstrak disebut Teori Hukum yang objek telaahnya adalah tatanan hukum sebagai sebuah sistem. Dan pada tataran kefilsafatan yang abstraksinya paling tinggi disebut Filsafat Hukum yang objek telaahnya adalah hukum sebagai demikian (law as such). Filsafat Hukum meresapi semua bentuk pengembanan hukum, baik teoritikal maupun praktikal.

viii -

Untuk rr hukum itu, b; yang ditampi

Penerjen telah mengi; Bahasa lndor juga berterirr Hukum Univ pengeditan t bersedia unt

B. Arief Sidi

Page 9: PROF. DR. B. ARIEF SIDHARTA, S.H

u-ilmu Positif. 1al dan hukum ke dalam dua

1pirik.

1 yang di Barat lainnya untuk sitif atau llmu elajari hukum 1dekatan atau �lak dari titik­ya, sehingga, ampak meng­perhatiannya yakni hukum

J dan berakar an balik untuk (das Sein).

>elajari hukum Hi titik berdiri <U para warga 1kunya hukum !ingan Hukum yakni hukum ,ia kenyataan kunya kaidah­dalah metode metode yang iu ini bersifat sebagaimana

lukum adalah hukum positif ngan Hukum, kologi Hukum.

n yang objek 1 pada tataran

Hukum yang such). Filsafat iaik teoritikal

Untuk memperoleh gambaran menyeluruh tentang pengembanaJl hukum itu, baik praktikal maupun teoretikal, lihat lebih jauh skema-skema yang ditampilkan pada halaman 24, 25, dan 26.

Penerjemah mengucapkan terima kasih kepada Prof. Meuwissen yang telah mengizinkan untuk menterjemahkan karya-karya beliau ke dalam Bahasa Indonesia dan mempublikasikan hasil terjemahannya. Penerjemah' juga berterima kasih kepada Rachmani Puspitadewi SH.,MH.,dosen Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan, yang telah me,rnbantu dalam pengeditan terjemahan ini. Terima kasih juga kepada Penerbit yang telah bersedia untuk menerbitkan buku ini.

B. Arief Sidharta

- ix

Page 10: PROF. DR. B. ARIEF SIDHARTA, S.H

lntroduksi -v

Daftar lsi -xi

arlsi

Bab I Lima Dalil Tentang Filsafat Hukum - 1

A. Dalil Kesatu ........................ .............................................................. .................. . B. Dalil Kedua ........ ...... ............................................................................................ 5

C. Dal ii Ketiga ............... :.......................................................................................... . 9

D. Dali I Keempat .............................. ..................... ........ ................................ ......... 1 3

E. Dali I Keli ma................. ... ........................... .................................. ........................ 1 9

Bab II Teori Hukum - 27

A. Pengantar ............................ ............................. ....................... ..................... ..... 2 7

B. Apakah Teori Hukum ltu? ....... ........................... ....................... ...... ................ 31

C. Jenis-jenis Teori Hukum .......................................................... ....................... 32

D. Apakah Hukum ltu? .......................................................................................... · 35

E. Struktur Berkutub dari Hukum ........................... ................ ........................ . 38

F. Pandangan-pandangan Lain Tentang "Hukum" ..................................... . 40

G. Bahasa dan Pengertian-pengertian Hu�um ........................................... 44

H. Keberlakuan dari Hukum ................................................................... ......... ... 45

- xi

Page 11: PROF. DR. B. ARIEF SIDHARTA, S.H

Bab Ill llmu Hukum - 49

A. Filsafat llmu ......................................................................................................... 49 B. Jenis-jenis llmu Hukum ................................................................. :............... 53 C. llmu Hukum Dogmatik ........... :....................................................................... 54

D. llmu Hukum Empirik ....................................................................................... 58

E. Jenis-jenis llmu Hukum Lain ........................................................................ 62

Bab IV Filsafat Hukum - 65

A. Apakah Filsafat Hukum itu? ......................................................................... .

B. Aliran-aliran dalam Filsafat Hukum .......................................................... . C. Hukum Kodrat .................................................................................................. ..

D. ldealisme ........................................................................................................ ..

E. Marxisme ........................................................................................................ ..

F. Reine Rechts/ehre (Hans Kelsen) ................................................................. .

G. Filsafat Hukum Analitik ................................................................................. .

H. Pertanyaan Inti Pertama ................................................................................ .

I. Pertanyaan Inti Kedua ................................................................................... ..

J. Kebebasan dan Pribadi ................................................................................. .

K. Hukum Perdata ................................................................................................. .

L. Hukum Pidana .................................................................................................. ..

M. Hukum Publik ................................................................................................... .

xii -

65 68

69

70

72

74

76

78

83

91 96

100

104

A. Dali/ P� ia men masala

Penjelasan

1. Filsafat ad' kegiatan be1 menerima ha tidak memb< atau kerohar "bagaimana" gejala itu yar merefleksi hL dimengerti a lekas puas de tasikan atau c

harus dipeni mengetahui � suatu? Bahw menilai tinda kita tentang masalah-ma mengemban1 artinya dalan merumuskan

Page 12: PROF. DR. B. ARIEF SIDHARTA, S.H

................... 49

................... 53

................... 54

58 ................... 62

...................

...................

...................

...................

...................

····················

...................

...................

................... .................... ...... .............

65

68

69

70

72 74 76

78

83 91

96

100

104

bl

•.<

Tentang Filsafat Hukum

A. Dali/ Pertama: Filsafat hukum adalah filsafat. Karena itu, ia merenungkan semua masalah fundamental dan masalah marginal yang berkaitan dengan gejala hukum.

Penjelasan

1. Filsafat adalah refleksi tentang landasan dari kenyataan. Filsafat adalah kegiatan berpikir secara sistematikal yang hanya dapat merasa puas menerima hasil-hasil yang timbul dari kegiatan berpikir itu sendiri. Filsafat tidak membatasi diri hanya pada gejala-gejala indrawi, fisikal, psikhikal atau kerohanian saja. la tidak hanya mempertanyakan "mengapa" dan "bagaimana"-nya gejala-gejala ini, melainkan juga landasan dari gejala­gejala itu yang lebih dalam, ciri-ciri khas dan hakikat mereka. la berupaya merefleksi hubungan teoretikal, yang di dalamnya gejala-gejala tersebut dimengerti atau dipikirkan. Dalam hal itu, maka filsafat tidak akan terlalu lekas puas dengan suatu jawaban. Setiap dalil filsafat harus terargumen­tasikan atau dibuat dapat dipahami secara rasional. Syarat-syarat apa yang harus dipenuhi untuk memungkinkan bahwa saya, sebagai manusia, mengetahui sesuatu tentang kenyataan? Bahwa saya dapat menginginkan suatu? Bahwa saya dapat melakukan perbuatan? Bagaimana kita dapat menilai tindakan dan perasaan kita? Dari mana kita memperoleh kriteria kita tentang "baik" dan "buruk'; tentang "adil" dan "tidak adil"? Tentang masalah-masalah marginal yang demikian itulah filsafat berupaya mengembangkan pemahaman rasional. Filsafat adalah kegiatan berpikir, artinya dalam suatu hubungan dialogikal dengan yang lain ia berupaya merumuskan argumen-argumen untuk memperoleh pengkajian. Filsafat

- 1

Page 13: PROF. DR. B. ARIEF SIDHARTA, S.H

• Meuwil1S'1n Twitan9 Rmgmnbanan 11ukum, J/mu flukum, Tuori llukum, & Fi/safat ffukum

menurut hakikatnya bersifat terbuka dan toleran. Filsafat bukanlah kepercayaan atau dogmatika.

2. Kepercayaan adalah suatu bentuk kepastian yang langsung."Kebenaran" (ketepatan, keabsahan, keberlakuan) suatu pendirian diterima begitu saja, tanpa argumentasi yang berarti. Pada umumnya orang menerima suatu pendirian "sebagai benar" atas dasar kewibawaan seorang lain. Hal ini dapat berarti bahwa orang mempercayai argumentasi rasional dari seorang ahli atau pakar yang memiliki kewibawaan (otoritas), itu artinya menerima begitu saja. Dapat saja diajukan argumen-argumen rasional untuk memper· cayai (memeluk kepercayaan tertentu). Juga kepercayaan keagamaan sebagai suatu tindakan spesifik dapat diberikan landasan kefilsafatan. Walaupun demikian, kepercayaan adalah sesuatu yang lain sekali dibanclingkan dengan filsafat dan ilmu.Filsafat ticlak mungkin tan pa suatu argumentasi rasional, dan - jika tiba saatnya untuk itu - ia tidak pernah menerima sesuatu, semata·mata atas dasar kewibawaan orang lain. Tiap kepastian kefilsafatan secara substansial harus "diungkapkan" (clibuktikan secara rasional). Filsafat akan menjadi bersifat dogmatikal jika ia ticlak lagi terbuka bagi argumentasi baru clan secara kaku berpegangan pada pema· haman yang sekali telah diperoleh. Filsafat clogmatik atau dogmatika kefilsafatan secara praktikal akan menyebabkan kekakuan (ketiaclaan toleransi). Hal itu akan mengganggu keterbukaan hakiki clari komunikasi manusiawi. Lebih jauh, filsafat akan terdorong menjacli "irasional'; yang berarti bahwa emosionalitas akan memainkan peranan tanpa kendali atau secara tidak seimbang (tidak proporsional). Seringkali, dogmatika secara praktikal berarti perwujudan kekuasaan yang murni. Jika argumentasi rasional yang terbuka tidak lagi berperan sebagai batu ujian terakhir bagi filsafat, maka suatu diskusi filosofikal yang sejati akan sangat dibahayakan.

3. Filsafat harus memenuhi syarat "rasionalitas''. lni berarti dua. Pertama,

penalaran-penalaran kefilsafatan harus sah secara logikal, artinya meme· nuhi aturan-at'uran yang ditetapkan oleh logika. Kedua, pemilihan premis· premis dan formulasi kesimpulan harus mempertahankan suatu "struktur

. terbuka';artinya selalu terbuka bagi suatu bantahan rasional dalam dialogia ·

intersubjektif. lntersubjektivitas adalah suasana yang di clalamnya "kebenaran" dapat dan harus ditemukan. Namun, penitikberatan pada rasionalitas kefilsafatan ini bukanlah rasionalisme. Artinya, hubungan yang erat antara rasio dan emosi tidak disangkal. Perasaan dan rasio tidak lagi boleh dipertentangkan. Emosionalitas memiliki "logika"-nya sendiri dan tak diragukan memiliki momen-momen kognitif. Di lain pihak, momen·

2-

L

momen emosi untuk menya� Nierop ketika Pertama, 15 Se masih sedikit. yang rasional saling berhubl yang ke dalam suatu masalah kelas satu.

4. Filsafat ada kenyataan. l

menelusuri as berfilsafat ini banyak aliran clengan berb be ru ba h-u bat tidaklah sama masalah yan� waktu clan ti khususnya un Dari sudut me filsafat dapat sangat berbe1 "menjelaskan bersifat histo historisme at< pendirian kef "berharga" di dapat diketat bahwa setiap keberlakuan Setiap filsuf rr

(pendirian) y2 juga harus di itu ia merurr alasan-alasa1 diskusi terbu� pretensi univ

Page 14: PROF. DR. B. ARIEF SIDHARTA, S.H

1fat bukanlah

g."Kebenaran" 1a begitu saja, onerima suatu n. Hal ini dapat ri seorang ahli 1ya menerima ntuk memper­n keagamaan 1 kefilsafatan. 1g lain sekali in tanpa suatu i tidak pernah rang lain. Tiap in" (dibuktikan ka ia tidak lagi in pada pema­au dogmatika an (ketiadaan ari komunikasi rasional'; yang Ja kendali atau 1matika secara l argumentasi n terakhir bagi t dibahayakan.

dua. Pertama,

artinya meme­nilihan premis­suatu "struktur dalam dialogia ·

di dalamnya <beratan pada ubungan yang rasio tidak lagi ya sendiri dan iihak, momen-

Bab [ - lJma Dali'/ 70ntang J1ifsa/at l-fuk1�m • momen emosional memainkan peranan besar pada argumentasi, upay<l untuk menyakinkan dan retorika (bandingkan uraian dari Maarten van Nierop ketika dilaksanakan Eerste Fi/osofie Dag atau Hari Filsafat yang Pertama, 15 September 1979 di Amsterdam). Namun filsafat tentang emosi masih sedikit. Upaya permulaan kita temukan pada Max Scheler. Filsafat yang rasional tidak boleh mengabaikan emosionalitas. Cara bagaimana ·

saling berhubungan antara rasio dan perasaan harus dipikirkan dan bentuk yang ke dalamnya realisasi hubungan ini harus dilakukan, m0,sih merupakan suatu masalah kefilsafatan yang terbuka, yang termasuk ke dalam tataran kelas satu.

4. Filsafat adalah refleksi sistematikal terhadap landasan (dasar-dasar) dari kenyataan. Untuk dapat memahami kenyataan, filsafat mencoba menelusuri asas-asas yang menjadi landasan dari kenyataan itu. Kegiatan berfilsafat ini tidak selalu bertolak dari perspektif yang sama; terdapat banyak aliran kefilsafatan. Pluriforrnitas ini di dalam filsafat berkaitan dengan berbagai faktor. Sangat penting adalah situasi historikal yang berubah-ubah. Pertanyaan-pertanyaan kefilsafatan dalam suatu periode tidaklah sama dengan yang dipermasalahkan pada periode lain. Masalah­masalah yang dihadapkan pada pemikiran manusia berbeda menurut waktu dan tempat. ltu berarti bahwa motivasi untuk berfilsafat dan khususnya untuk berfilsafat dari suatu sudut spesifik, selalu berubah-ubah. Dari sudut motif-motif,jadi dari sudut"zaman filsafat'; warna dan gaya suatu filsafat dapat dimengerti. Pemikiran Plato, Thomas Aquinas atau Marx sangat berbeda yang satu dengan lainnya. Situasi historikal dapat banyak "menjelaskan" perbedaan-perbedaan itu. Jadi, filsafat menurut hakikatnya bersifat historikal. Pemahaman ini tidak boleh membawa kita ke suatu historisme atau relativisme, artinya sampai pada kesimpulan bahwa semua pendirian kefilsafatan adalah "sama'; bahwa filsafat yang satu tidak lebih "berharga" dari yang lainnya, bahwa kebenaran itu bagaimana pun tidak dapat diketahui, dan seterusnya. Sebab,jika demikian maka kita akan lupa bahwa setiap filsafat berpretensi menyatakan dengan salah satu bentuk keberlakuan secara umum. lni berlaku juga bagi kaum relativis sendiri. Setiap filsuf memiliki pretensi bahwa ia tel ah merumuskan suatu keyakinan (pendirian) yang jug a bagi orang lain meyakinkan, bahwa dengan demikian juga harus diterima oleh orang lain. Justru sehubungah dengan pretensi itu ia merumuskan argumen-argumen, ia memberikan dasar-dasar dan alasan-alasan untuk pendiriannya dan ia mengharapkan, dalam suatu diskusiterbuka dengan orang lain, telah mengungkapkan"kebenaran':Tanpa pretensi universalitas ini, maka kegiatan berfilsafat tidak memiliki makna;

- 3

Page 15: PROF. DR. B. ARIEF SIDHARTA, S.H

• M'1Uwissen Tent.any Rm(l"'"banan Hukum, [/mu Hukum, Teoti Hukum, & F;Jsafat Iiukum

tanpa pretensi itu maka setiap argumentasi rasional akan kehilangan landasannya. Karena itu, historisitas dari filsafat bukanlah relativisme. la hanya berarti bahwa sejarah filsafat adalah esensial untuk filsafat. Mungkin saja situasi-situasi historikal (dan motif-motif) berbeda-beda, namun cita­cita universalitas yang dimaksud bersifat umum, artinya: cita-cita univer­salitas itu mengatasi (mentransendensi) waktu; kemampuan refleksi dan berpikir adalah ciri khas semua manusia pada setiap waktu. ltu sebabnya pemikiran Plato dan Aristoteles bagi kita masih berpengaruh (masih merupakan unsur yang membangun), ia melatih pikiran kita dan mungkin memberikan kepada kita suatu wawasan (visi) terhadap masalah-masalah kemanusiaan yang dapat kita olah dalam suatu filsafat modern. Filsafat tan pa sejarah filsafat tidak dapat dipertanggungjawabkan dan juga arogan

Uumawa). Bukankah kita dapat berpretensi bahwa kita sendiri akan dapat melakukan semua itu tanpa dapat mengetahui suatu kernungkinan keber­lakuan secara umum yang dilihat oleh filsuf lain. Kita juga melihat bahwa tidak ada filsuf besar yang mengabaikan studi sejarah filsafat secara mendasar.

5. Filsafat merefleksi berbagai masalah dan persoalan. Dalam perjalanan sejarah, beberapa tema pokok telah mencapai kristalisasi, misalnya tentang hakikat hal ada (metafisika), struktur pengetahuan (teori pengetahuan, epistemologi), bentuk-bentuk berpikir yang sah (logika), penilaian perilaku sebagai baik atau buruk (etika), hakikat keindahan (estetika). Berbagai bagian dari filsafat yang disebut tadi telah berkembang menjadi kurang­lebih spesialisasi yang mandiri dalam lingkungan filsafat. Contoh lain adalah filsafat ilmu dan filsafat hukum. Namun, bahaya dari pemandirian ini adalah bahwa hubungan dengan filsafat dalam keumumannya dan disiplin-disiplin filsafat lainnya akan dapat terputus. Epistemologi dan etika tidak dapat diabstraksi (dipisahkan) misalnya dari metafisika dan filsafat hukum. Pengembanan suatu bagian dari filsafat tanpa melibatkan keterikatannya pada keseluru�an akan membawa pada kesepihakan dan kecenderungn untuk berlebihan. Kita mengenal contoh-contoh yang demikian dalam filsafat ilmu dan filsafat hukum. Tiap bagian dan bentuk dari filsafat tetap

· merupakan filsafat dan memiliki ciri-ciri dari filsafat sebagai keseluruhan. Hal ini berlaku juga untuk filsafat hukum. Filsafat hukum adalah bentuk kegiatan berfilsafat yang khusus memusatkan perhatiannya pada gejala hukum. Sudah dari sejak permulaan, pemikiran filsafat hukum ini telah berlangsung dalam kerangka suatu orientasi kefilsafatan umum (Plato, Aristoteles). lni berarti bahwa keseluruhan kerangka pengertian-

4 -

�\ i '"-'

* i :I

pengertian ke untuk filsafat

B. Dali/ K� teoretil hukum tataran pengen hukum

Penjelasan

1. Dalam arti pen gem bani yuris menyil mengenal lin

a. //mu Hui<

kegiatan terpreta buku-bL jurnal he Jenis ilrr hukum. hukum hukum dogmati benar "f penemc berpen� menent hukum. sebagai menyan antara ii dan hal 1 berimpi

b. Sejarah

gejala h berlaku dipahan

Page 16: PROF. DR. B. ARIEF SIDHARTA, S.H

; RI.a/at Hukum

n kehilangan ·elativisme. la afat. Mungkin i, namun cita­ta-cita univer­n refleksi dan . \tu sebabnya garuh (masih dan mungkin

salah-masalah 1. Filsafat tan pa 1 juga arogan

liri akan dapat 1gkinan keber­nelihat bahwa 'ilsafat secara

am perjalanan salnya tentang pengetahuan, iilaian perilaku :ika). Berbagai enjadi kurang­toh lain adalah irian ini adalah faiplin-disiplin ka tidak dapat lsafat hukum.

keterikatannya kecenderungn �mikian dalam 1ri filsafat tetap 3i keseluruhan. adalah bentuk ya pada gejala ukum ini telah umum (Plato,

a pengertian-

Bab I - Lima Dali/ Tentang Fi/so.fat Hukum • pengertian kefilsafatan dan sejarah filsafat dalam totalitasnya juga relevan untuk filsafat hukum. Tan pa filsafat tidak ada filsafat hukum.

"

B. Dali/ Kedua: Terdapat tiga tataran abstraksi refleksi teoretikal atas gejala hukum, yakni ilmu hukum, teori hukum dan filsafat hukum. Filsafat hukum berada pada tataran tertinggi dan meresapi semua bentuk pengembanan hukum teoretikal dan pengembanan hukum praktikal.

···

Penje/asan

1. Dalam arti pragmatikal yang murni, maka ilmu hukum adalah bentuk pengembanan hukum teoretikal yang paling penting. Kebanyakan para yuris menyibukkan diri dengan ilmu hukum itu. Pada masa kini kita mengenal lima bentuk ilmu hukum:

a. I/mu Hukum Dogmatik (atau: Dogmatika Hukum). llmu ini terarah pada kegiatan memaparkan, menganalisis, mensistematisasi dan mengin­terpretasi hukum positif yang berlaku. Kita menemukannya dalam buku-buku teks, monografi-monografi, artikel-artikel dalam jurnal­jurnal hukum dan terutama dalam anotasi-anotasi pada putusan hakim. Jenis ilmu hukum ini yang terutama diajarkan pada fakultas-fakultas hukum. Pendidikan hukum diarahkan untuk mengajarkan keahlian hukum kepada para mahasiswa agar mereka dapat mengemban hukum di dalam praktek secara bertanggungjawab. llmu hukum dogmatik adalah bentuk pengembanan hukum teoretikal yang benar­benar "praktikal'; artinya relevan untuk pembentukan hukum dan penemuan hukum (lihat Dalil Ketiga). Pandangan-pandangan yang berpengaruh dalam kepustakaan hukum sering secara langsung menentukan, dalam arti apakah hukum diterapkan dalam praktek hukum. "Ajaran yang berpengaruh" dalam banyak hal dipandang sebagai sumber hukum. Tidaklah tepat -setidak-tidaknya sejauh yang menyangkut ilmu hukum dogmatik- untukmemisahkan secara tajam antara ilmu dan praktek. Hal memaparkan (het beschrijven) dalam ilmu dan hal mewajibkan (hetvoorschrijven) di dalam praktek berjalan saling berimpitan (Paul Scholten dalam Algemeen Deel).

b. Sejarah hukum adalah bentuk ilmu hukum yang mempelajari gejala­gejala hukum dari masa lampau (artinya hukum positif yang dahulu berlaku). la mencoba memaparkan dan menjelaskan agar dapat dipahami hukum positif yang berlaku di masa lampau itu. Mengenai

-5