42
Hak cipta ada pada penulis FORUM GURU BESAR INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG PENDEKATAN HOLISTIK PENGEMBANGAN PENELITIAN, PENDIDIKAN, DAN SOLUSI PERMASALAHAN BANGSA TRANSDISIPLINARITAS: Prof. Tutuka Ariadji Prof.Yasraf A. Piliang

Prof.Tutuka Ariadji Prof.Yasraf A. Piliang TRANSDISIPLINARITASfgb.itb.ac.id/wp-content/uploads/2019/04/Transdisiplinaritas-Final-2018.pdfTransdisiplinaritas: Pendekatan Holistik Pengembangan

  • Upload
    others

  • View
    12

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Prof.Tutuka Ariadji Prof.Yasraf A. Piliang TRANSDISIPLINARITASfgb.itb.ac.id/wp-content/uploads/2019/04/Transdisiplinaritas-Final-2018.pdfTransdisiplinaritas: Pendekatan Holistik Pengembangan

Transdisiplinaritas:

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa

Transdisiplinaritas:

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan BangsaHak cipta ada pada penulis

FORUM GURU BESAR

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

PENDEKATAN HOLISTIK

PENGEMBANGAN PENELITIAN,

PENDIDIKAN, DAN SOLUSI

PERMASALAHAN BANGSA

TRANSDISIPLINARITAS:

Prof. Tutuka Ariadji

Prof.Yasraf A. Piliang

Page 2: Prof.Tutuka Ariadji Prof.Yasraf A. Piliang TRANSDISIPLINARITASfgb.itb.ac.id/wp-content/uploads/2019/04/Transdisiplinaritas-Final-2018.pdfTransdisiplinaritas: Pendekatan Holistik Pengembangan

Transdisiplinaritas:

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa

Transdisiplinaritas:

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa

FORUM GURU BESAR

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

72

PENDEKATAN HOLISTIK

PENGEMBANGAN PENELITIAN,

PENDIDIKAN, DAN SOLUSI

PERMASALAHAN BANGSA

TRANSDISIPLINARITAS:

Prof. Tutuka Ariadji

Prof. Yasraf A. Piliang

Page 3: Prof.Tutuka Ariadji Prof.Yasraf A. Piliang TRANSDISIPLINARITASfgb.itb.ac.id/wp-content/uploads/2019/04/Transdisiplinaritas-Final-2018.pdfTransdisiplinaritas: Pendekatan Holistik Pengembangan

Transdisiplinaritas:

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa

Transdisiplinaritas:

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsaii iii

Transdisiplinaritas :

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan

Solusi Permasalahan Bangsa

Judul:

Hak Cipta ada pada penulis, 2018

Bandung: Forum Guru Besar ITB, 2018

iv+74 h., 17,5 x 25 cm

Hak Cipta dilindungi undang-undang.Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apapun, baik secara

elektronik maupun mekanik, termasuk memfotokopi, merekam atau dengan menggunakan sistem

penyimpanan lainnya, tanpa izin tertulis dari Penulis.

UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA

1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu

ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling lama

dan/atau denda paling banyak

2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual

kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama

dan/atau denda paling banyak

7 (tujuh)

tahun Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

5

(lima) tahun Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Disusun oleh:

Transdisiplinaritas :

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan

Solusi Permasalahan Bangsa

ISBN 978-602-6624-20-8

- Tutuka Ariadji

- Yasraf A. Piliang

KATA PENGANTAR

Menyadari perannya, Forum Guru Besar ITB adalah satu-satunya

kelembagaan yang pantas sebagai wahana Transdisiplinaritas secara

alamiah untuk memecahkan problema nyata yang tidak dapat

diselesaikan dengan pendekatan disipliner karena kompleksitasnya.

Melalui pendekatan transdisipliner secara konsisten berkelanjutan

diharapkan dapat memandu arah perkembangan ITB dan bangsa ke

depan dengan membuahkan konsep, metode dan teori baru sebagai hasil

kegiatan Riset, Pendidikan dan Pengabdian Masyarakat.

Dengan didasari nilai tersebut, buku ini diterbitkan untuk dapat

menumbuhkan pemahaman yang mendalam tentang pendekatan

transdisiplinaritas dan berikut praktek-prakteknya.

Forum Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Ketua,

Prof. Tutuka Ariadji

Page 4: Prof.Tutuka Ariadji Prof.Yasraf A. Piliang TRANSDISIPLINARITASfgb.itb.ac.id/wp-content/uploads/2019/04/Transdisiplinaritas-Final-2018.pdfTransdisiplinaritas: Pendekatan Holistik Pengembangan

Transdisiplinaritas:

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa

Transdisiplinaritas:

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa

DAFTAR ISI

KATAPENGANTAR .................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................... iii

TRANSDISIPLIN UNTUK MEWUJUDKAN RENCANAINDUK

PENGEMBANGAN (RENIP) ITB ............................................................... 1

Prof. TutukaAriadji

Pendahuluan .......................................................................................... 1

Transdisiplinaritas: Definisi, Karakteristik, dan

Perkembangannya di Dunia .................................................................. 3

Forum Guru Besar sebagai Forum Transdisiplinaritas

untuk Menumbuhkan RisetAntar-Disiplin dan

Mengembangkan Disiplin Ilmu Baru .................................................. 15

Peran FGB ITB ......................................................................................... 17

Penutup ................................................................................................... 20

Referensi .................................................................................................. 21

iv v

Page 5: Prof.Tutuka Ariadji Prof.Yasraf A. Piliang TRANSDISIPLINARITASfgb.itb.ac.id/wp-content/uploads/2019/04/Transdisiplinaritas-Final-2018.pdfTransdisiplinaritas: Pendekatan Holistik Pengembangan

Transdisiplinaritas:

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa

Transdisiplinaritas:

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa

TRANSKULTUR DAN TRANSDISIPLIN: BELAJAR DARI

KEARIFAN LOKAL ..................................................................................... 23

Prof. YasrafA. Piliang

Pendahulan ............................................................................................. 23

Intersubjektivitas dan Kesamaan ................................. 24

Fleksibilitas dan Kognitariat ................................................................. 28

Nilai Kearifan Lokal ............................................................................... 32

Simpulan ................................................................................................. 40

Referensi: ................................................................................................. 41

(Commonality)

vi 1

PENDAHULUAN

Landasan Moral

Moralitas merupakan tataran etika paling tinggi dalam berpikir

positif, di atas segalanya, ketika menjalankan Pendidikan, Penelitian, dan

Pengabdian Masyarakat. Untuk sampai pada makna moralitas, terlebih

dahulu perlu mendudukkan peran Guru Besar (GB) sebagai

sebagaimana mempunyai peran:

1. Kontribusi keilmuan yang diakui oleh komunitas luas pada

bidang keilmuannya.

2. Kepemimpinan yang membangun lingkungan masyarakat

keilmuannya, dan

3. Kemanfaatan yang sangat bermakna pada kehadiranya maupun

dari bidang keilmuanya bagi pencapaian institut.

Academic

Leadership (1)

TRANSDISIPLIN UNTUK MEWUJUDKAN

RENCANA INDUK PENGEMBANGAN (RENIP) ITB

Prof. Tutuka Ariadji

Page 6: Prof.Tutuka Ariadji Prof.Yasraf A. Piliang TRANSDISIPLINARITASfgb.itb.ac.id/wp-content/uploads/2019/04/Transdisiplinaritas-Final-2018.pdfTransdisiplinaritas: Pendekatan Holistik Pengembangan

Transdisiplinaritas:

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa

Transdisiplinaritas:

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa 32

KepemimpinanAkademik seorang Guru Besar diakui oleh komunitas

akademiknya karena karya-karya yang dihasilkan berpengaruh dan

bermanfaat bagi masyarakat akademis dan masyarakat luas. Untuk

sampai pada Kepemimpinan Akademik, diperlukan konsistensi dalam

berkontribusi pada keilmuan/kepakarannya melalui kegiatan penelitian

dan pengabdian masyarakat secara kontinu penuh determinasi. Seorang

Guru Besar diharapkan dengan pengembangan keilmuannya mampu

membangun komunitas akademik di bidangnya. Komunitas akademik

yang tumbuh penting untuk memastikan pertumbuhan ilmu

berkelanjutan, meluaskan, serta mendalamkan pengembangan keilmuan

sehingga mencapai kekhususan yang renik dan memiliki kekomplekan

yang tinggi serta semakin membutuhkan kembali bantuan sains dasar. Di

sisi lain, kehadiran seorang Guru Besar akan sangat bermakna untuk

memberikan semangat dan inspirasi dalam berinovasi dan semangat

kebersamaan dalam bekerja mencapai tujuan bersama. Bermakna karena

memberikan pencerahan, membantu mencarikan solusi terhadap

permasalahan yang sulit untuk dipecahkan, memberikan kesempatan-

kesempatan baru untuk berkreasi, serta menjaga konsistensi dalam

mencapai tujuan bersama.

Sebagai konsekuensi logis, seorang Guru Besar adalah seorang yang

mempunyai kepemimpinan akademik di bidang ilmu pengetahuannya

dan secara moral bertanggung jawab untuk menjaga kesinambungan dan

pengembangan bidang ilmunya dengan melakukan pengembangan

sumber daya manusia (SDM) di bidang ilmu tersebut, melalui

keteladanan dan pengembangan program pendidikan dan penelitian.

Sebagai pemegang jabatan akademik tertinggi, keberadaan Guru Besar

sejatinya adalah sebagai soko guru yang menjamin tetap tegaknya

kepemimpinan Institusi yang bermakna bagi kehidupan. Guru Besar

dengan kepemimpinan akademiknya menegakkan panji-panji nilai

Universitas (Harijono Tjokronegoro).

Arah perkembangan dunia dan bangsa-bangsa menuju perkem-

bangan global bersamaan dengan persaingan kemajuan masing-masing

negara. Dengan ini, isu sentral pembangunan nasional adalah

dengan memperhatikan kondisi perkembangan

dunia yang sangat dinamik dan dengan menyadari potensi yang dimiliki

bangsa dan negara untuk menghasilkan keunggulan komparatif.

Perguruan Tinggi adalah garda terdepan dalam menjaga moral bangsa

melalui Tri Dharma Perguruan Tinggi untuk pendidikan sepanjang hayat

civitas academicanya dan sekaligus memberi ruang pengembangan

keilmuan ke depan. Teknologi, sains, seni, dan humaniora dapat

dipergunakan sebagai alat untuk membangun yang

efektif dan holistik untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya.

Negara-negara maju, seperti Jerman dan Jepang berhasil membangun

karakter bangsanya sebagai bangsa yang dikenal dengan ,

terbukti mampu menjadikan negaranya dalam kondisi terjadi

krisis ekonomi dunia. Sehubungan dengan ini, ITB sebagai institut

(1)

Tantangan Nasional

kemandirian nasional

karakter bangsa

the real engineers

survive

Page 7: Prof.Tutuka Ariadji Prof.Yasraf A. Piliang TRANSDISIPLINARITASfgb.itb.ac.id/wp-content/uploads/2019/04/Transdisiplinaritas-Final-2018.pdfTransdisiplinaritas: Pendekatan Holistik Pengembangan

Transdisiplinaritas:

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa

Transdisiplinaritas:

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa4 5

teknologi yang kuat seyogyanya mengambil peran untuk menjadi

bersama perguruan tinggi

lain dengan meletakkan landasan pembangunan manusia Indonesia

seutuhnya melalui pengembangan sistem pendidikan holistik.

Menimbang tantangan dan tanggung-jawab dasar perguruan tinggi

tersebut, FGB ITB, dengan bentuk Forum, mempunyai keleluasaan untuk

menggalang gagasan dan sinergi keilmuan/kepakaran guna turut

berperan secara bersama-sama mendukung baik formal maupun informal

pengembangan ITB di masa kini dan ke depan. Dengan demikian, FGB

menjadi penting dalam mengelola potensi besar para GB di ITB dalam

bentuk komunikasi yang menghasilkan dan membahagiakan anggotanya.

Kondisi di atas bertujuan untuk mewujudkan konsep institusi pendidikan

holistik yang merangkum semua kepentingan sehingga terjadi

transdisiplinaritas yang harmonis sebagai modal utama pemecahan

masalah dan tumbuhnya disiplin baru. Dalam mewadahi seluruh

pemangku kepentingan, FGB ITB perlu turut serta membangun sistem

pendidikan holistik, transdisiplin teknik-sains-seni-humaniora yang

berlandaskan matriks pendidikan dan penelitian teknik, sains, seni, dan

social-humaniora yang dimiliki ITB terhadap pihak pengguna seperti

halnya pemerintah, industri, dan masyarakat umum. Sementara itu, isu

nasional yang perlu menjadi perhatian utama bersama adalah pembuatan

kebijakan-kebijakan untuk memberikan arah pengembangan Negara

pemimpin pembangunan karakter bangsa

Peran Forum Guru Besar (FGB)

Indonesia ke depan, yaitu pembangunan konsep Kebijakan Teknologi,

Kebijakan Industri, Kebijakan Sistem Pendidikan. Memperhatikan

pentingnya peran FGB untuk ITB dan kontribusinya untuk bangsa dan

negara, sudah sepantasnya para Guru Besar ITB bersemangat dalam

menghidupkan Forum Guru Besar ITB.

Transdisiplinaritas menciptakan konsep, teori, metode, dan inovasi

baru dalam menyelesaikan masalah dengan pendekatan terintegrasi

berbagai disiplin dan bergerak di luar batas disiplin-disiplin tertentu

sehingga melewati batas-batasnya seperti yang didefisinikan oleh

Harvard TREC berikut:

.

Dalam mewujudkan diperlukan upaya kerja sama

mutualistis dan konstruktif, serta kerelaan hati, keterbukaan, komunikasi

yang baik atas dasar ketulusan bersedia mendengarkan sehingga terjadi

saling pengertian, saling memahami, dan saling belajar untuk

TRANSDISIPLINARITAS: DEFINISI, KARAKTERISTIK, DAN PER-

KEMBANGANNYA DI DUNIA

Definisi Transdisiplinaritas

2)

Transdisciplinary Research is defined as research efforts conducted by

investigators from different disciplines working jointly to create new

conceptual, theoretical, methodological, and translational innovations that

integrate and move beyond discipline-specific approaches to address a

common problem”

transdisiplinaritas

Page 8: Prof.Tutuka Ariadji Prof.Yasraf A. Piliang TRANSDISIPLINARITASfgb.itb.ac.id/wp-content/uploads/2019/04/Transdisiplinaritas-Final-2018.pdfTransdisiplinaritas: Pendekatan Holistik Pengembangan

Transdisiplinaritas:

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa

Transdisiplinaritas:

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa6 7

menanggulangi masalah yang tidak dapat diselesaikan sendiri.

Jantch mendefinisikan transdisciplinarity sebagai berikut:

Kata kunci adalah koordinasi semua disiplin dan

interdisiplin ketika hal tersebut tidak terjadi dalam multidisiplin.

berbeda dengan . Dalam koordinasi terjadi

komunikasi intensif untuk membangun pemahaman tentang asumsi yang

diadopsi serta metode-metode yang dipertentangkan untuk menghasil-

kan metode baru, sedangkan dalam hal tersebut belum tentu

terjadi Jantch berpikir bahwa transdisiplinaritas adalah tujuan dari

hubungan antardisiplin.

Rosenfield membedakan transdisipliner dari multidisiplin dan

interdisiplin dengan ilustrasi seperti ditunjukkan pada Citra 1.

Transdisipliner lebih jauh daripada interdisipliner dalam penetrasi

, tidak hanya integrasi antardisiplin, namun sampai pada

problem aslinya. Transdisipliner adalah tingkatan terdalam dalam

kolaborasi antar berbagai pakar keahlian sehingga menghasilkan konsep,

teori, ataupun metode baru. Dicontohkan tiga disiplin ilmu, yaitu biologi,

ekonomi dan sosial (dengan warna yang berbeda). Transdisipliner tidak

hanya berbicara tahapan mendefinisikan problem dan

berbagi metode, namun lebih jauh sampai pada solusi kebijakan.

(3)

(4)

“The co-ordination of all disciplines and interdisciplines in the

education/innovation system on the basis of a generalized axiomatics and an

emerging epistemological pattern”.

transdisiplinaritas

Coordination cooperation

cooperation

cross

boundaries

(defining problem)

Citra 1. Definisi Perbedaan Transdisipliner dan Interdisipliner oleh Rosenfield. (4)

Pemahaman Definisi dan Jenis Pertanyaan Masalah/Riset

Transdisiplinaritas adalah pendekatan sistematik dan holistik

antardisiplin dalam rangka menumbuhkan kajian lintas ruang lingkup

disiplin dengan penetrasi jauh melewati interdisiplin. Transdisiplinaritas

memerlukan kerja sama erat yang berkesinambungan sebagai suatu

proses untuk mengembangkan dan menggunakan kerangka konseptual

bersama untuk menghasilkan ilmu pengetahuan, teori, dan konsep baru.

Basarab Nicolescu memberikan definisi transdisiplinaritas dengan

sebutan sebagai , yaitu 3

aksioma metodologi transdisiplinaritas: (1)

, (2) , (3)

(5)

precise and rigorous definition of Transdiscplinarity

OntologicalAxiom: Levels of

Reality or Levels of Perception Logical Axiom: Multiple levels of reality

Multi – and inter-disciplinary

Biology Economics

Policy solutionPolicy solution

Policy solution

Social

Defining a problem

Shared methods

Social

BiologyEconomics

Defining a problem

Shared methods

Policy solution

Transdisciplinary

Page 9: Prof.Tutuka Ariadji Prof.Yasraf A. Piliang TRANSDISIPLINARITASfgb.itb.ac.id/wp-content/uploads/2019/04/Transdisiplinaritas-Final-2018.pdfTransdisiplinaritas: Pendekatan Holistik Pengembangan

Transdisiplinaritas:

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa

Transdisiplinaritas:

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa8 9

Complexity axiom

Levels of Reality Beyond

all Disciplines

et al

et

al a

specicic-context negotiation rational knowledge

. Menurut Basarab Nicolescu hal mendasar konsep

pendekatan tansdisiplinaritas adalah konsep dan

. Transdisiplinaritas bukan hanya konstruksi sosial,

kumpulan konsensus, ataupun kesepakatan inter-subjektif, tetapi juga

dimensi trans-subjektif seperti hasil eksperimen. Transdisiplinaritas

mengakui multidimensinalitas, dan mempunyai visi transkultural,

transnasional, serta membuka batas etika, spiritualitas dan kreativitas.

Tugas utama transdisiplinaritas adalah mengelaborasi bahasa baru,

logika, dan konsep agar terjadi dialog murni.

Defila dan Di Giulio secara deskriptif dan detil memberikan cara

mengevaluasi riset transdisipliner dengan memberikan perbedaan

definisi tentang interdisipliner dan transdisipliner bahwa yang kedua

melibatkan pengguna dalam melakukan riset. Penjelelasan paling

sciencitific tentang perbedaan antara interdisiplin dan transdisiplin

adalah dari Despres dengan mendefinisikan transdisipliner adalah

ruang mediasi lintas batas antardisiplin yang mengaktifkan proses mutasi

dalam masing-masing disiplin sebagai konsekuensi makin intensifnya

pemahaman problem riset. Ruang mediasi meliputi : (1) Definisi problem

dan objek riset kompleks, (2) Definisi posisi epistemologis, (3) Seleksi

konsep-konsep operasi, (4) Elaborasi strategi riset, (5) kombinasi metode

riset, dan (6) kontruksi kerangka teoretis interpretatif. Lebih jauh, Klein

menjelaskan dengan akurat bentuk komunikasi antardisiplin sebagai

, sebagai yang tidak hanya

mengatakan "what we know", tetapi "how we communicate".

(5)

(6)

(7)

(8)

Barangkali pembandingan definisi dan keobjektifan antara

multidisiplin, interdisiplin, dan transdisiplin yang paling lengkap adalah

dari Choi dan Pak yang dengan singkat mengatakan bahwa perbedaan

ketiganya dapat diwakili dengan kata untuk multidisiplin,

harmonisasi/interaktif untuk interdisiplin, dan holistik untuk

transdisiplin, sedangkan Häberli (2001) menyatakan bahwa

transdisipliner adalah bentuk baru belajar dan pemenyelesaian masalah

yang melibatkan kerja sama antara berbagai bagian masyarakat dan

akademisi dalam rangka memenuhi tantangan kompleks masyarakat.

Penelitian transdisipliner dimulai dari hal yang , yaitu masalah di

dunia nyata: menyangkut proses saling belajar dan peningkatan

pengetahuan semua peserta sehingga pengetahuan yang diperoleh akan

lebih besar daripada pengetahuan pada setiap disiplin. Dalam proses ini,

bias dari perspektif masing-masing juga akan diminimalkan. Riset

kolaborasi antara universitas dengan industri dan organisasi non-

perguruan tinggi menjadi semakin penting dalam pengembangan ilmu

dan teknologi.

Dalam penyelesaian masalah, ada tiga tahapan proses riset

transdipliner, yaitu: (Pohl dan Hadorn (2007): (11)

1. Identifikasi dan strukturisasi masalah

Tahap ini merupakan jantung dari riset ini yang mampu

menguraikan disiplin ilmu apa saja yang terkait dan dibutuhkan.

2. Analisis masalah

(9)

(10)

additive

et al

tangible

Page 10: Prof.Tutuka Ariadji Prof.Yasraf A. Piliang TRANSDISIPLINARITASfgb.itb.ac.id/wp-content/uploads/2019/04/Transdisiplinaritas-Final-2018.pdfTransdisiplinaritas: Pendekatan Holistik Pengembangan

Transdisiplinaritas:

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa

Transdisiplinaritas:

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa10 11

Pernyataan masalah perlu dibagi ke dalam dan

kemudian dilakukan integrasi.

3. Membawa hasil ke tingkat realisasi

Tahap ini tidak harus disampaikan pada hasil terakhir, tetapi

sebagai pembelajaran selama proses riset.

Wiesmann memberikan lima belas proposisi terkait definisi,

ruang lingkup, dan proses untuk meningkatkan riset transdisipliner yang

dapat diringkas sebagai berikut:

1. Riset Transdisipliner melewati batas-batas antara disiplin

ilmiah/saintifik dan antara sains; antara bidang sains dan sosial

lainya; serta mengikutsertakan penyampaian tentang fakta-fakta,

praktik-praktik, dan nilai-nilai.

2. Riset Transdisipliner memadai apabila didasarkan pada problem

dalam dunia nyata dengan tingkat komplesitas tinggi dalam hal

ketidakpastian fakta-fakta, beban nilai, dan kepentingan sosial.

3. Transdisipliner menyatakan tidak langsung bahwa karakter

alamiah problem yang akan dicari solusinya tidak ditentukan

sebelumnya dan membutuhkan untuk didefinisikan dengan

kooperatif oleh para peneliti. Transdisipliner menghubungkan

identifikasi masalah dan strukturisasi, mencari solusi, serta

menjembatani hasil dengan penyelesaian dalam sebuah

sub-questions

et al

Pemahaman Ruang Ringkup, Proses, dan Outcome untuk

Meningkatkan Riset Transdisipliner

(12)

penelitian berulang dan proses negosiasi.

4. Aturan/prinsip disiplin ilmu dan kompetensi dari ilmu alam, ilmu

keteknikan, ilmu sosial, ilmu humaniora, dan kehidupan dunia

tidak dapat ditentukan sebelumnya. Pada saat proses riset

berlangsung ditentukan sekumpulan yang harus

diintegrasikan, dihasilkan dan diintegrasikan ,

, dan .

5. Riset transdisipliner dibentuk berdasarkan kebutuhan konteks

problem nyata dan berhubungan dengan kondisi sosial serta hasil

yang pada dasarnya valid dalam konteks tersebut. Prasyarat

untuk kontekstualisasi ini pada umumnya adalah penyiapan

investigasi mendalam, model-model, serta pendekatan-

pendekatan yang dapat ditransfer ke dalam penempatan konteks

yang berbeda, setelah validasi dengan teliti dan adaptasi.

6. Kualitas riset trasndisipliner terikat oleh konsep yang kuat dalam

integrase. Untuk itu dibutuhkan pengembangan bentuk sendiri

spesialisasinya. Walaupun begitu, riset transdisipliner kurang

berarti tanpa kontribusi yang kuat dari masing-masing disiplin

dan itu merupakan potensi untuk memberi stimulasi inovasi pada

masing-masing disiplin.

7. Dalam proses praktik riset transdisipliner dibutuhkan negosiasi

dan interaksi yang terstruktur, berurutan dan terpilih secara hati-

hati, serta dibangun atas dasar pendekatan saling belajar yang

menjembatani peran dan posisi masing-masing tanpa melarutkan

body of knowledge

system knowledge

target knowledge transformation knowledge

Page 11: Prof.Tutuka Ariadji Prof.Yasraf A. Piliang TRANSDISIPLINARITASfgb.itb.ac.id/wp-content/uploads/2019/04/Transdisiplinaritas-Final-2018.pdfTransdisiplinaritas: Pendekatan Holistik Pengembangan

Transdisiplinaritas:

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa

Transdisiplinaritas:

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa12 13

semuanya dalam berpartisipasi dengan orientasi pencapaian

sasaran.

8. Upaya-upaya kolaboratif dalam integrasi perlu diperhatikan

karakteristik alamiah riset transdisipliner yang

(melibatkan penerapan aturan berulang, definisi, atau prosedur

terhadap hasil yang mengikuti satu sama lain).

9. Kolaborasi dan negosiasi seharusnya didominasi oleh sikap

belajar saling menguntungkan dengan menciptakan kepemilikan

yang luas terhadap masalah dan pembangunan nilai kesadaran

melalui proses (memperhatikan kehadiran peneliti dalam

hal apa yang diinvestigasi)

10. Kesuksesan riset transdisipliner diindikasikan dengan telah

diketemukannya keseimbangan yang memuaskan antara masa-

masa kolaborasi intensif dengan definisi keluaran bersama yang

jelas dan masa-masa yang pendalaman kontibusi disiplin dan

multidisiplin dapat dielaborasi.

11. Pembangunan komunikasi dan kapasitas kolaborasi melalui

praktik publikasi dan penekanannya pada refleksivitas,

metodologi, konsep, serta teori yang memungkinkan eksplorasi

batas-batas dan koneksi antardisiplin.

12. Evaluasi riset transdisipliner harus sampai di luar sistem referensi

tradisional, termasuk memberikan kualifikasi integrasi dan

kolaborasi terhadap disiplin pemangku kepentingan, desain

recursive

reflexive

rekursif proses riset, serta bagaimana riset didasarkan dan

bagaimana menyiapkan input untuk pengetahuan dan

penanganan problem sosial. Para peneliti seyogyanya

berkonsentrasi mencari keseimbangan dengan sangat hati-hati

antara menghargai kompetensi spesifik dan melampaui batas-

batasnya dalam dialog yang konstruktif dan kritis.

13. Praktik transdisipliner yang bagus dan nyata harus didukung

oleh upaya-upaya pada tingkatan fondasi-fondasi ilmiahnya dan

pengakuan ilmiahnya. Upaya-upaya tersebut melampaui

sistematika prosedur riset transdisipliner dan ditujukan untuk

pengembangan teori, metodologi dan topik, serta inovasi pada

di antara disiplin-disiplin ilmu terkait untuk keuntungan

kedua semua pihak.

14. Untuk meningkatkan riset transdisipliner, fondasi ilmiah dan

potensi inovasi, perlu penguatan posisi institusi dalam sains dan

lingkungan komunitas akademis. Hal ini berarti memasukkan

aspek transdisipliner ke dalam riset, kurikulum, dan

pengembangan karir pada institusi disipliner yang sudah mapan

dan dimungkinkan promosi institusi spesialis transdisipliner.

15. Upaya-upaya untuk meningkatkan trandisiplinaritas seyogyanya

diikuti oleh dan sebagai bagian integral dari debat sosial pada

peran sain dalam masyarakat. Pada saat yang bersamaan

komunitas i lmiah didorong untuk secara konstan

memperbaharui debat pada peran nilai dan kepentingan dalam

interface

Page 12: Prof.Tutuka Ariadji Prof.Yasraf A. Piliang TRANSDISIPLINARITASfgb.itb.ac.id/wp-content/uploads/2019/04/Transdisiplinaritas-Final-2018.pdfTransdisiplinaritas: Pendekatan Holistik Pengembangan

Transdisiplinaritas:

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa

Transdisiplinaritas:

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa14 15

riset. Kontribusi riset trandisipliner dalam memecahkan masalah

kehidupan dunia membutuhkan kondisi bahwa sains dalam

kondisi sadar memperhatikan dan secara eksplisit dalam nilai-

nilai batas-batas ilmu pengetahuan dan temuan, serta ini

membutuhkan citra sains cocok dalam masyarakat.

Barangkali literatur paling lengkap dalam kompilasi prinsip desain

riset transdisipliner adalah referensi oleh Lang , yang memberikan

model konseptual jenis ideal proses riset transdisipliner seperti

ditunjukkan pada Citra 2. Model konseptual jenis ideal proses riset

transdisipliner terdiri atas praktik sosial, proses riset transdisipliner, dan

praktik ilmiah/saintifik. Problem sosial dan saintifik/ilmiah membangun

dan yang merupakan tahap pertama (Phase

A) dalam proses riset transdisipliner yang kemudian dilanjutkan dengan

(Phase B), dan pada

akhirnya (Phase C). Lebih

jauh, Lang juga memberikan ringkasan prinsip desain

transdisipliner seperti ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel ini berisi petunjuk

untuk setiap tahapan tersebut berikut pertanyaan untuk memandu.

Panduan Desain Riset Transdisipliner

et al

problem framing team building

Co-creation of solution-oriented transferable knowledge

Re-integration and application of created knowledge

et al

(13)

(13)

Citra 2. Model konseptual jenis ideal proses riset transdisipliner Lang et al(13)

Page 13: Prof.Tutuka Ariadji Prof.Yasraf A. Piliang TRANSDISIPLINARITASfgb.itb.ac.id/wp-content/uploads/2019/04/Transdisiplinaritas-Final-2018.pdfTransdisiplinaritas: Pendekatan Holistik Pengembangan

Transdisiplinaritas:

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa

Transdisiplinaritas:

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa16 17

Tabel 1. Prinsip-prinsip desain riset transdisipliner beserta panduan pertanyaan

masing-masing tahapan (Lang ).et al(13)

Berbagai Transdisiplinaritas di dunia

Penggunaan istilah transdisiplinaritas pertama kali diperkenalkan

oleh Jean Piaget pada 1970 , dan kemudian disampaikan lagi pada tahun

1987. Lembaga internasional,

(CIRET) mengadopsi pada konggres

pertama dunia dalam transdisiplinaritas (1 World Congress of

(14)

st

The International Center for Transdisciplinary

Research Charter of Transdisciplinarity

Transdisciplinarity), di Convento da Arrabida, Portugal, November

1994.

NEXUS merupakan lembaga kerja sama Sussex University, University

of East Anglia, dan Cambridge Institute for Sustainability Leadership.

Lembaga ini mengumpulkan para peneliti, pembuat keputusan,

pemimpin bisnis dan masyarakat penduduk untuk mengembangkan

projek kolaborasi dalam bidang pangan, energi, air, dan lingkungan. Riset

transdisipliner ini sangat komplek dan membutuhkan waktu banyak

untuk dapat menciptakan temuan-temuan yang juga kompleks dan sulit

dalam aplikasi.

Sebagai contoh, riset : peneliti yang terlibat bercampur dari

berbagai disiplin ilmu dan saling menyesuaikan adalah merupakan

praktik yang dapat diterima dalam praktik engineering.

Integrated marine resource science (Perry et al., 2012) membutuh-

kan perspektif saintifik lebih luas untuk menangani manajemen sumber

daya laut yang membutuhkan pendekatan lintas disiplin sampai pada

kompleksitas sosial-ekologi sistem laut (Langholz andAbeles, 2014) .

Transdisiplinaritas di Seni dan Humaniora dicontohkan oleh the

Planetary Collegium yang ditujukan untuk menghasilkan “new

knowledge in the context of the arts, through transdisciplinary inquiry

and critical discourse, with special reference to technoetic research and to

advances in science and technology. Dalam prosesnya,

transdisiplinaritas di bidang ini bertujuan merefleksikan aspirasi sosial,

(15)

(16)

(17)

(18)

( 1 9 )

agile

Page 14: Prof.Tutuka Ariadji Prof.Yasraf A. Piliang TRANSDISIPLINARITASfgb.itb.ac.id/wp-content/uploads/2019/04/Transdisiplinaritas-Final-2018.pdfTransdisiplinaritas: Pendekatan Holistik Pengembangan

Transdisiplinaritas:

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa

Transdisiplinaritas:

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa18 19

teknologi, dan spiritual komunitasnya sementara juga tetap memper-

tahankan kekuatan-kekuatan bidang-bidang ilmu yang mungkin

menghambat pengembangan sosial dan kultural.

Universitas Harvard mempunyai

(TREC) yang berada di bawah

(HSPH), menyiapkan sumber daya dan pendukung

untuk studi-studi dalam area pencegahan kanker dan obesitas. Pusat ini

didirikan untuk menggali faktor-faktor biologi, genetika, gaya hidup,

lingkungan, dan risiko sosial, serta akan menjadi sumber daya nasional

untuk dengan kerja sama institusi antara the

Harvard School of Public Health, the Harvard Medical School, Brigham

and Women’s Hospital, Dana-Farber Cancer Institute, Harvard Pilgrim

Health Care, Boston Children’ Hospital, the Harvard Center for

Population and Development Studies, dan Duke University Medical

Center.

Projek regional riset transdisipliner di tiga negara yaitu Cina,

Vietnam, dan Philipina (Citra 3) didanai oleh

(BMBF) di bawah program riset

(http://www.fona.de/en/10073) telah dimulai pada

tahun 2010 atau 2011. Pendanaan untuk waktu total 5 tahun. Projek ini

mempunyai tujuan mengukur pengembangan pengetahuan ilmiah untuk

memperbaiki pemahaman , dan

mencari straregi serta solusi di area kawasan riset tersebut. Tabel 2

Transdisciplinary Research in

Energetics and Cancer Center the Harvard

School of Public Health

energetics and cancer knowledge

German Federal Ministry of

Education and Research “Sustainable Land

Management Module A”

sustainable land and water management

(2)

(20)

menunjukkan tujuan, fokus, target keluaran, dan skala projek. Tujuan

projek adalah untuk (1) mendukung pengelolaan oasis di bawah kondisi

perubahan iklim dan sosial (Xinjiang, Cina), (2) mengembangkan konsep

terintegrasi untuk kultivasi karet (Yunnan, Cina), (3) pengembangan

konsep dan

berkontibusi pada pembangunan berkelanjutan kultivasi padi dengan

irigasi (Vietnam dan Philipina), (4) menyiapkan basis ilmiah untuk

pembangunan berkelanjutan penggunaan tanah dan strategi pengelolaan

air dengan memperhatikan pembangunan sosio-ekonomis, pertumbuhan

populasi, dan dampak perubahan iklim pada tanah dan sumber air

(Vietnam).

landscape scale management ecological engineering practices

Citra 3. Projek riset transdiscipliner yang dilakukan di Cina (SuMaRiO, SURUMER),

Vietnam (LEGATO, LUCCi), and the Philippina (LEGATO).(20)

Page 15: Prof.Tutuka Ariadji Prof.Yasraf A. Piliang TRANSDISIPLINARITASfgb.itb.ac.id/wp-content/uploads/2019/04/Transdisiplinaritas-Final-2018.pdfTransdisiplinaritas: Pendekatan Holistik Pengembangan

Transdisiplinaritas:

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa

Transdisiplinaritas:

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa20 21

MIT mendirikan D-Lab sejak 2002 sebagai bagian dari pendidikan

mahasiswa untuk menerapkan transdisiplinaritas. Para mahasiswa diberi

tantangan untuk menerapkan pengetahuan sains, teknik, teknologi,

sosial, dan bisnis dalam menangani permasalahan kemiskinan dunia

melalui jejaring internasional dengan negara-negara Amerika Latin dan

Afrika. Untuk mendukung pendidikan tersebut, disediakan banyak

mata kuliah. D-Lab telah menjadi kekuatan dalam menumbuhkan

inovasi dan program-program kreativitas, inovasi, dan kewirausahaan

yang dikenal di dunia. Selain itu, MIT memiliki (SCL)

yang bertujuan mengkaji dan mengantisipasi bagaimana teknologi digital

mengubah cara hidup masyarakat dan implikasi pada skala masyakat

perkotaan.

cross

listed

SENSable City Lab

(21)

Tabel 2. Ringkasan Empat projek riset transdisipliner di Cina, Vietnam, dan

Philipina.(20)

a. Sustainable management of river oases along the Tarim River, Northwest China

(http://www.sumario.de; Rumbaur et al. 2015)

b. Sustainable rubber cultivation in the Mekong Region—development of an integrative

land-use concept in Yunnan Province, Southwest China (https://surumer.uni-

hohenheim.de/)

Page 16: Prof.Tutuka Ariadji Prof.Yasraf A. Piliang TRANSDISIPLINARITASfgb.itb.ac.id/wp-content/uploads/2019/04/Transdisiplinaritas-Final-2018.pdfTransdisiplinaritas: Pendekatan Holistik Pengembangan

Transdisiplinaritas:

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa

Transdisiplinaritas:

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa22 23

c. Land-use intensity and ecological engineering—assessment tools for risks and

opportunities in irrigated rice based production systems, Vietnam and the Philippines

(http://www.legato-project.net; Settele et al. 2013)

d. Land-use and climate change interactions in the Vu Gia Thu Bon River Basin, Vietnam

(http://www.lucci-vietnam.info).

e. Universities and research institutes; O: organizations from outside academia

Universitas di Jerman yang mendalami kegiatan riset transdisipliner

adalah Universitas Munster dalam (CiM) yang

menggunakan untuk memahami proses dinamiknya,

dan Leuphana College di Universitas of Luneburg yang mempunyai

.

The Belmont Forum adalah suatu grup pendana kelas dunia yang

mendukung transdisipliner, dan mempunyai projek internasional

berjudul "Hydro-social and environmental impacts of sugarcane

production on land use and food security – an international programme to

foster trans-disciplinary science, networking and community building".

Projek ini difokuskan untuk negara-negara dengan keunggulan

agrikultural gula tebu dan sekaligus untuk ketahanan terhadap

ketidakpastian iklim ini melibatkan peneliti dari USA (4 Universitas dan

institusi-institusi lainnya), UK (Cranfield Univ.), India, Brazil, South

Africa, dan Australia. Projek ini sangat mendukung transdisipliner serta

pendekatan holistik dengan mengintegrasikan ilmu pengetahuan

agronomik, klimatik, lingkungan, dan sosio-ekonomik dari para pakar

dalam sistem agrikultural, model pemanfaatan lahan, ilmu sosial,

Cells in Motion

biomedical imaging

Transdisciplanary Sustainability Research

(30)

(31)

(32)

meteorologi, ekonomi sumber daya pedesaan, , dan

untuk pembuatan keputusan.

FGB yang sejatinya merupakan sekumpulan para penyandang

dan dapat menjadi kekuatan yang sangat besar apabila

dapat berperan menjadi wahana praktik transdisiplinaritas untuk

kegiatan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Penelitian dan Pengabdian

Masyarakat lintas disiplin menyambungkan antar keunggulan-

keunggulan yang dimiliki para Guru Besar dan menguatkan

yang sudah dijalin para Guru Besar untuk menjadi keunggulan-

keunggulan dan baru yang lebih besar dan lebih

kuat. Forum Guru Besar ITB adalah kumpulan para pakar yang unggul di

bidangnya masing-masing serta mempunyai rentang keilmuan yang

lengkap dari teknik, sains, seni, bisnis, dan humaniora sehingga forum ini

sangat tepat untuk menjadi wadah pengembangan transdisiplinaritas

dengan tujuan mulia: menyelesaikan permasalahan dengan mengem-

bangkan disiplin-disiplin ilmu baru untuk menghasilkan solusi kebijakan.

Seperti diungkapkan di awal, tantangan besar bangsa ini adalah

N dan ITB dapat memerankan diri sebagai pelopor

GIS, remote sensing

spasial modelling

academic leadership

networking

networking-networking

ation Character Building

FORUM GURU BESAR SEBAGAI FORUM TRANSDISIPLINARITAS

UNTUK MENUMBUHKAN RISET ANTAR-DISIPLIN DAN

MENGEMBANGKAN DISIPLIN ILMU BARU.

Rational

Page 17: Prof.Tutuka Ariadji Prof.Yasraf A. Piliang TRANSDISIPLINARITASfgb.itb.ac.id/wp-content/uploads/2019/04/Transdisiplinaritas-Final-2018.pdfTransdisiplinaritas: Pendekatan Holistik Pengembangan

Transdisiplinaritas:

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa

Transdisiplinaritas:

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa24 25

melalui konsep pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Memper-

hatikan kekuatan para Guru Besar ITB yang beragam, pendekatan

transdisipliner menjadi metode yang tepat. Forum GB dapat memerankan

fungsinya sebagai fasilitator terjadinya proses komunikasi lintas disiplin

dengan masyarakat yang berkepentingan, tidak hanya dalam

mendefinisikan problem dan metode pemecahannya, namun lebih jauh

FGB dapat menjadi katalis dalam menghasilkan solusi kebijakan. Untuk

kepentingan ini FGB perlu membangun komunikasi dan sistem proses

transdisipliner dengan semua pihak yang berkepentingan dengan terlebih

dahulu membuat matrik komunikasi antar pihak-pihak tersebut.

Transdisipliner membutuhkan komunikasi intensif, mendalam, dan

holistik sehingga memerlukan atmosfer akademik Forum GB yang hidup,

penuh dengan keterbukaan, inspiratif, dan konstruktif menuju satu

tujuan bersama.

Sebagai contoh, gagasan transdisinaritas yang bisa dilakukan di ITB

adalah model pembangunan masyarakat di perbatasan negara Indonesia

dengan membangun kesadaran pembanguan berkelanjutan. Perma-

salahan sosial di perbatasan sangat beragam dan mustahil dapat

diselesaikan dengan pendekatan sektoral, antara lain , narkoba,

teroris, pindah kewarganeraan atau dwi kewarganeraan, bisnis ilegal,

, , air bersih, listrik, transportasi, dan pendapatan

daerah. Pendekatan holistik transdisipliner diperlukan untuk dapat

trafficking

ilegal fishing ilegal logging

Gagasan Transdisipliner di ITB

menyelesaikan secara menyeluruh dari berbagai disiplin ilmu seperti

Biologi, Teknik Lingkungan, Teknik Sipil, Teknik Kelautan (untuk daerah

perbatasan laut), Teknik Geologi, dan Teknik-teknik lainya yang berkaitan

dengan pemanfaatan sumber daya alam seperti Teknik Perminyakan,

Teknik Pertambangan, dan Teknik Kimia, serta disiplin ilmu sosial-

humaniora yang ada di ITB yang justru berada di depan untuk

mendiskripsikan permasalahan real masyarakat. Hasil akhir

berupa Kawasan Binaan sebagai percontohan.

Praktik trandisipliner dalam Teknologi Informasi sudah dilakukan

oleh para Guru Besar ITB dan beberapa dosen ITB lainya, untuk

mewujudkan ide Digital Indonesia yang merupakan transformasi

Pemerintah, Industri, Perkotaan dan Pedesaan dan meliputi aspek bisnis

dan teknologi dapat merupakan peluang untuk diperluas menjadi

kontribusi ITB. Kegiatan ini dapat diperluas, diperkuat, dan dikem-

bangkan dengan melibatkan para pakar dan di luar ITB secara

komprehensif untuk dapat menghasilkan konsep baru bahkan ilmu baru

dalam teknologi komunikasi.

Potensi wahana transdisipliner bidang pertanian-energi yang akan

besar pengaruhnya terhadap perekonomian regional dan nasional adalah

pengembangan produksi kelapa sawit untuk kebutuhan dalam negeri.

Produksi Crude Palm Oil (CPO) Indonesia dari lahan kelapa sawit seluas

12 juta hektar tahun 2015. Sekitar 28 juta ton per tahun menguasai pangsa

pasar dunia terbesar yaitu 47%, namun sebagian besar diekspor.

Pemanfaatan CPO untuk biodiesel sebagai pengganti kebutuhan bahan

(output)

stake-holders

(33)

Page 18: Prof.Tutuka Ariadji Prof.Yasraf A. Piliang TRANSDISIPLINARITASfgb.itb.ac.id/wp-content/uploads/2019/04/Transdisiplinaritas-Final-2018.pdfTransdisiplinaritas: Pendekatan Holistik Pengembangan

Transdisiplinaritas:

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa

Transdisiplinaritas:

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa26 27

bakar minyak dalam negeri merupakan tantangan besar transdisipliner

yang melibatkan disiplin Teknik Kimia, Biologi, Ekonomi, dan Sosial-

Humaniora.

Pengembangan Lapangan Gas di Kawasan Indonesia Timur menjadi

tumpuan masyarakat tertinggal di kawasan tersebut. Sumber Gas dari

Lapangan Masela, Kasuri, dan Tangguh dapat dimanfaatkan untuk

pengembangan Pabrik Pupuk, Petrokimia, dan penyedian listrik untuk

daerah tersebut. Diperkirakan lebih dari 1000 juta kaki kubik per hari dari

ketiga lapangan tersebut yang direncanakan akan dialokasikan untuk

pengembangan industri dan listrik. Hal tersebut mengindikasikan

dapat memberikan peningkatan tambahan Produk Domestik Regional

Bruto (PDRB) sekitar 20%. Indikasi ini menggembirakan, namun

sekaligus juga menyadarkan keterbatasan sumber daya ini sehingga perlu

dikaji lebih detail dari sisi teknik, ekonomi, dan sosial untuk dapat lebih

berhasil guna serta sebagai transformasi kegiatan perekonomian apabila

sumber daya gas sudah berkurang dan akhirnya habis.

Kondisi objektif masyarakat dan infrastruktur yang menjadi tujuan

pembangunan dapat dijadikan bentuk akhir hasil kajian transdisipliner

sehingga mungkin tidak salah apabila kedua contoh transdisipliner ITB di

atas dapat dikatakan sebagai pendekatan .

Pengelolaan Forum berbeda dengan pengelolaan organisasi

supply

reverse social-science-engineering

PERAN FGB ITB

struktural di Satuan Akademik. FGB seyogyanya dikelola dengan filosofi

mengetengahkan kesadaran pribadi atas rasa tanggung jawab untuk turut

berkontribusi dengan berbagi pengetahuan dalam berdiskusi, berpikir

masa depan, dan penyelesaian masalah. FGB benar-benar menjadi forum

interaktif dan efektif serta membuahkan hasil yang dapat menggem-

birakan yang bisa dinikmati bersama sehingga menjadi magnet untuk

bersuka-ria dan bersemangat hadir dalam rapat-rapat FGB.

Sebelum semuanya dilakukan, perlu adanya kesamaan landasan

berpikir untuk setiap tindakan, yaitu nilai-nilai luhur. Nilai-nilai luhur

merupakan alas piramida (Citra 4) sebagai landasan semua kegiatan

untuk melaksanakan pengembangan transdisiplinaritas dalam rangka

memberikan kontribusi kepada masyarakat secara lebih berkualitas dan

berdampak signifikan.

Citra 4. Landasan dan sikap semua kegiatan untuk melaksanakan pengembangan

transdisiplinaritas.

Page 19: Prof.Tutuka Ariadji Prof.Yasraf A. Piliang TRANSDISIPLINARITASfgb.itb.ac.id/wp-content/uploads/2019/04/Transdisiplinaritas-Final-2018.pdfTransdisiplinaritas: Pendekatan Holistik Pengembangan

Transdisiplinaritas:

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa

Transdisiplinaritas:

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa28 29

Sesuai dengan statuta dan berdasarkan konsep priramida di atas, FGB

secara moral bertanggungjawab untuk turut serta memberikan

sumbangan pemikiran terhadap pembangunan nasional, tantangan

Negara, permasalahan Bangsa, lingkungan sekitar ITB, dan masyarakat

ITB.

FGB hendaknya mempunyai misi untuk mengembangkan budaya

nilai-nilai luhur dan mengembangkan budaya keterbukaan mimbar

akademis di lingkungan civitas academica dengan memulainya di

lingkungan Guru Besar ITB. Nilai-nilai luhur menjadi landasan bagi setiap

tindakan insan akademis kampus yang dimulai dari teladan para Guru

Besar pada setiap disiplin ilmu. Secara institusional FGB-ITB mempunyai

peran sebagai yang diyakini mengukuhkan keberadaan

dan keberlanjutan institut melewati batas waktu. Lebih jauh, FGB-ITB

seyogyanya mempunyai tanggung jawab untuk memberikan masukan

pengembangan institusi pendidikan baik di lingkungan ITB maupun di

tingkat nasional yang berbasis nilai-nilai luhur yang kian lama kian

kurang diperhatikan.

FGB juga diharapkan dapat berperan lebih aktif dalam turut serta

memberikan masukan dalam menyelesaikan permasalahan mendasar

perguruan tinggi Indonesia yang memasukkan nilai-nilai ke dalam

kampus-kampus sehingga mengesampingkan nilai-nilai luhur akademis.

FGB dapat memberikan masukan normatif pada pengelolaan organisasi

dan kelembagaan sehingga berorientasi kepada kemampuan, kompetensi

dan kinerja, serta memberdayakan mekanisme sebagai

guardian of values

check and balance

pengejawantahan kontrol sosial pelaksanaan nilai-nilai luhur. Pemimpin

di berbagai tingkatan bertanggung-jawab kepada masyarakat

akademisnya secara moral dengan tidak ada peraturan dan mekanisme

yang mengaturnya. Hanya nurani nilai-nilai paling dalamlah yang

menggerakkan seorang pemimpin dapat merasa bersalah apabila tidak

dapat menepati janjinya atau tidak dapat melayani masyarakat

akademisnya. Perguruan tinggi adalah basis terakhir moral bangsa dan

juga sekaligus sebagai ujung tombak pendidikan nasional dalam

menunjukkan kualitas suatu bangsa.

Guru Besar adalah puncak karier seorang dosen dalam melaksanakan

Tri Dharma Perguruan Tinggi bagi dirinya, sekaligus merupakan

permulaan karier berikutnya dengan mengemban untuk

masyarakat yang lebih luas. Kesadaran akan peran

dalam membimbing, memotivasi, dan memberikan penilaian kepada

yang lebih muda dengan penuh rasa hormat akan prestasi yang

dicapainya dan memberikan pengharapan sebagai generasi penerus yang

akan membawa kehidupan akademis lebih baik berlandaskan nilai-nilai

luhur yang universal.

Misi pengembangan keilmuan FGB diharapkan berkontribusi pada

Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian Masyarakat dengan tepat dan

signifikan baik untuk perguruan tinggi pada umumya maupun ITB

khususnya. Kiranya diperlukan komunikasi yang baik dengan pihak

eksekutif terkait sehingga dimungkinkan terjadinya pengembangan

keilmuan yang juga sekaligus bermanfaat bagi pengembangan institusi

wisdom

Academic Leadership

Page 20: Prof.Tutuka Ariadji Prof.Yasraf A. Piliang TRANSDISIPLINARITASfgb.itb.ac.id/wp-content/uploads/2019/04/Transdisiplinaritas-Final-2018.pdfTransdisiplinaritas: Pendekatan Holistik Pengembangan

Transdisiplinaritas:

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa

Transdisiplinaritas:

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa30 31

Fakultas/Sekolah. Pengembangan keilmuan dapat diarahkan untuk

memberikan wawasan dalam perkembangan ilmu pengetahuan dunia

masa kini dan masa depan, dan dapat pula untuk mengantisipasi

tantangan nasional ke depan. FGB dapat memfasilitasi wadah

pengembangan keilmuan transdisipliner yang mencakup disiplin ilmu

teknik, sains, ekonomi, dan sosial-humaniora dengan memperhatikan

kepentingan masyarakat pengguna. Transdisiplinaritas tidak hanya

berhenti pada pemecahan masalah dari belum bisa diselesaikan dengan

mono-disiplin ataupun multidisiplin, namun lebih jauh melewati batas-

batas disiplin masing-masing ilmu yang terkait dan menghasilkan

pengembangan ilmu baru, konsep baru, ataupun metode baru.

Praktik Transdisipliner di FGB-ITB memerlukan titik awal secara

institusional yang berangkat dari para Guru Besar yang telah

berkecimpung secara luas di masyarakat menggeluti permasalahan pelik

baik di masyarakat umum maupun di tingkat nasional untuk secara

bersama-sama mendefinisikan problema yang dihadapi dan disiplin ilmu

yang terkait serta pihak-pihak yang berkepentingan. Diperlukan

keterbukaan dari pakar-pakar disiplin ilmu yang terkait untuk

memberikan kesempatan berdiskusi sampai jauh menembus batas-batas

ruang lingkup disiplin ilmu masing-masing. Hal ini memerlukan

pengembangan budaya baru yang inklusif, konstruktif, dan berorientasi

pada tujuan .

Apabila transdisiplinaritas dapat dilaksanakan pada bidang

Pendidikan dan Penelitian dengan baik secara rutin, meluas ke banyak

(goals)

disiplin ilmu dan hasilnya berdampak signifikan, kiranya perlu

diwacanakan pengembangan yang pertama di

Indonesia.

Dalam hal permasalahan bangsa, peran FGB akan berdampak lebih

signifikan dalam berkarya jika fokus kajiannya dipertajam sehingga

pemengembanan misi berkontribusi pada pembangunan sektor daerah

mempunyai nilai Cakupan Nasional.

FGB seyogya menghasilkan karya-karya antisipatif ke depan bagi

kemanusiaan dan solusi permasalahan bangsa, bukan bersikap responsif

atau reaktif karena permasalah yang sedang menghangat.

Jurgen Mittelstrass dalam tulisannya

memaknai Transdisiplinaritas sebagai prinsip riset, bukan suatu disiplin

ilmu baru, ataupun suatu teori baru, ataupun suatu metodologi.

Transdisiplinaritas memandu persepsi terhadap problem yang dihadapi

dan solusinya, namun tidak menjadi bentuk-bentuk teoretis.

Transdisiplinaritas menangani area subjek permasalahan yang sempit

karena spesialisasi disiplin yang telah ada tidak mempunyai kapasitas

untuk memecahkan masalah tersebut. Transdisiplinaritas adalah juga

prinsip kerja dan organisasi yang membentangkan subjek dan disiplin

dari ujung ke ujung.

Center of Transdisciplinary

On Transdisciplinarity

PENUTUP

(35)

(35)

Page 21: Prof.Tutuka Ariadji Prof.Yasraf A. Piliang TRANSDISIPLINARITASfgb.itb.ac.id/wp-content/uploads/2019/04/Transdisiplinaritas-Final-2018.pdfTransdisiplinaritas: Pendekatan Holistik Pengembangan

Transdisiplinaritas:

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa

Transdisiplinaritas:

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa32 33

REFERENSI

1. MGB ITB: ,

2014.

2. The Harvard School of Public Health (HSPH): “Transdisciplinary

Research in Energetics and Cancer Center (TREC)”, Harvard

University, www.hsph.harvard.edu, 2017.

3. Jantsch, E.: “Towards interdisciplinarity and transdisciplinarity in

education and innovation", in Apostel, Leo, Guy Berger, Asa Briggs,

and Guy Michaud, (eds). Interdisciplinarity: Problems of teaching and

research in universities. France: Centre for Educational Research and

Innovation, hal. 106.), 1972.

4. Ciannelli, L., et.al.: "Transdisciplinary graduate education in marine

resource science and management", (2014) 71 (5): 1047-

1051.

1. DOI: https://doi.org/10.1093/icesjms/fsu067, 2014.

5. Nicolescu, B.: “Methodology of Transdisciplinarity - Levels of Reality,

Logic of the Included Middle, and Complexity", Trandisciplinarity

Journal of Engineering and Science, Vol. 1. No.1, p. 19-38, December

2010.

6. Defila, R. & Di Giulio, A.: “Evaluating Transdisciplinary Research”, In

Panorama, Vol. 1, 29: Swiss Priority Programme (SPP), 1999.

7. Despres : “Collaborative planning for retrofitting suburbs:

transdisciplinarity and intersubjectivity in action”, Elsevier, Future 36,

Pandangan Majelis Guru Besar: Menuju Jabatan Guru Besar

ICES J. Mar. Sci.

et al

2004.

8. Klein, T.: “Prospects for transdisciplinarity”, Futures, 36(4), 2004.

9. Choi, Bernard C.K., dan Anita W.P. Pak.: "Multidisciplinarity,

interdisciplinarity and transdisciplinarity in health research, services,

education and policy: 1. Definitions, objectives, and evidence of

effectiveness", Clinical & Investigative Medicine29 (6), 2006.

10. Häberli, R., Bill, A., Thompson Klein, J. Scholz, R. & Welti, M.:

, Pp. 6–21 in Thompson Klein, Grossenbacher-Mansuy,

Häberli, Bill, Scholz, & Welti (Eds.),

, Technology and Society. Basel: Birkhäuser, 2001.

11. Pohl, C. dan Hirsch Hadorn, G.:

, Proposed by the Swiss Academies of Arts and Sciences.

Munich: Oekom, in Hirsch Hadorn, G., Hoffmann-Riem, H., Biber-

Klemm, S., Grossenbacher- Mansuy, W.,Joye, D., Pohl, C., Wiesmann,

U., Zemp, E. (Eds.), , Dordrecht,

Springer, 2007.

12. Wiesmann, U., :

, in Hirsch Hadorn, G., Hoffmann-Riem, H., Biber-

Klemm, S., Grossenbacher- Mansuy, W.,Joye, D., Pohl, C., Wiesmann,

U., Zemp, E. (Eds.), , Dordrecht,

Springer, 2008.

13. Lang, D.J., Weik,A., Bergman, M., Stauffacher, M., Martens, P., Moll, P.,

Swilling, M., dan Thomas, C.J.: “Transdisciplinary Research in

Synthesis

Transdisciplinarity: Joint Problem-

Solving among Science

Principles for designing transdisciplinary

research

Handbook of Transdisciplinary Research

et al Enhancing transdisciplinary research: A synthesis in

fifteen propositions

Handbook of Transdisciplinary Research

Page 22: Prof.Tutuka Ariadji Prof.Yasraf A. Piliang TRANSDISIPLINARITASfgb.itb.ac.id/wp-content/uploads/2019/04/Transdisiplinaritas-Final-2018.pdfTransdisiplinaritas: Pendekatan Holistik Pengembangan

Transdisiplinaritas:

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa

Transdisiplinaritas:

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa34 35

Sustainability Science: Practice, Principle, and Challenges”, Sustain

Sci, DOI 10.1007/s11625-011-0149-x, Springer, 2012.

14. Piaget, J.: , W.W. Norton & Company inc., New

York, 1970.

15. d’ Ambrosio, U.: “Transdisciplinarity: 1st World Congress at

Arrábida”, Hugin, 1999.

16. Economic and Social Research Council (ESRC).: “Transdisciplanary

Metods for Developing NEXUS Capabilities”, Report of Workshop

held at the Sussex University, The NEXUS Network, June 29-30, 2015.

17. Perry, R. I., Bundy, A, dan Hofmann, E. E.: “From biogeochemical

processes to sustainable human livelihoods: the challenges of under-

standing and managing changing marine social–ecological systems”,

Current Opinion in Environmental Sustainability, 4: 253–257, 2012.

18. Langholz, J. A., dan Abeles, A.: “Rethinking postgraduate education

for marine conservation”, Marine Policy, 3: 372 – 375, 2014.

19. https://en.wikipedia.org/wiki/Planetary_Collegium

20. Siew, T.F., Aenis, T., Spangenberg, J.H., Nauditt, A., Döll, P., Frank,

S.K., Ribbe, L., Rodriguez-Labajos, Rumbaur, C., Settele, J., and Wang,

J.: “Transdisciplinary research in support of land and water

management in China and Southeast Asia: evaluation of four research

projects”, Sustainability Science, Volume 11, Issue 5, pp 813–829,

Springer Link, September 2016. (http://link.springer.com/

journal/11625).

Genetic Epistemology

21. Murcott, S.:

, Springer International Publishing, Massachusetts

Institute of Technology, Cambridge, MA, USA, 2016.

22. https://www.depts.ttu.edu/vpr/transdisciplinary

23. https://www.cgu.edu

24. https://twin-cities.umn.edu/

25. https://www.schoolapply.com/schools/bachelors-degree/university-

of-north-carolina-at-chapel-hill

26. http://www.lstmed.ac.uk/study/how-to-apply/eligibility-criteria-for-

discounts?gclid=COGvgN-Q3dICFVQEKgodR5ULnQ (26),

27. http://www.uclan.ac.uk/schools/art-design-fashion

28. http://www.bradford.ac.uk/student/accommodation/the-green

29. https://www.leeds.ac.uk

30. Muenster University: “Building work begins on the Multiscale

Imaging Centre”, 13 Januari 2017,https://www.uni-muenster.de/

Cells-in-Motion/newsviews/2017/01-13.html

31. Leuphana University: “Transdisciplinary Sustainability Research”, 28

Februari 2017, http://www.leuphana.de/en/professorships/

transdisciplinary-sustainability-research.html

32. Belmont Forum: “Hydro-social and environmental impacts of

sugarcane production on land use and food security – an international

D-Lab and MIT IDEAS Global Challenge: Lessons in

Mentoring, Transdisciplinarity and Real World Engineering for Sustainable

Development

Page 23: Prof.Tutuka Ariadji Prof.Yasraf A. Piliang TRANSDISIPLINARITASfgb.itb.ac.id/wp-content/uploads/2019/04/Transdisiplinaritas-Final-2018.pdfTransdisiplinaritas: Pendekatan Holistik Pengembangan

Transdisiplinaritas:

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa

Transdisiplinaritas:

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa36 37

programme to foster trans-disciplinary science, networking and

community building - THESIS”, http://belmontforum.org/funded-

projects/hydro-social-and-environmental-impacts-sugarcane-

production-land-use-and-food, diakses pada 15 Maret 2017.

33. Panigoro, A.:

, Medco Foundation dan Kepustakaan Popules Gramedia,

2015.

34. PPTMGB Lemigas.:

, Laporan untuk SKKMIGAS, 2017.

35. Mittlestrass, J.: "On Transdisciplinarity", , 15(65/60), 4, 329-

338, 2011.

Revolusi Energi: Solusi Krisis Energi dan Pengentasan

Kemiskinan

Dampak Ekonomi Pemanfaatan Gas di Kawasan

Indonesia Timur

TRAMES

PENDAHULUAN

Pengembangan gagasan, pengetahuan, citra dan produk di era

informasi dan masyarakat jejaring saat ini - khususnya di bidang seni dan

desain - sangat dipengaruhi oleh perubahan mendasar dalam interaksi

sosial, transaksi ekonomi, wacana budaya, produksi pengetahuan,

interaksi komunikatif, kolaborasi kreatif, model produksi, dan paradigma

kerja masyarakat. Perubahan mendasar ini telah diwujudkan dalam cara-

cara hidup baru di dunia: budaya jejaring, transkultural, komunitas

virtual, fleksibilitas, kognitariat, ruang kerja bersama, atau penciptaan

berama. Perubahan-perubahan mendasar ini juga telah secara mendasar

mengubah struktur kehidupan sehari-hari dan makna dari dunia itu

sendiri.

Pada tingkat pelaku atau aktor, telah terjadi perubahan radikal dalam

TRANSKULTUR DAN TRANSDISIPLIN:

BELAJAR DARI KEARIFAN LOKAL

Prof. Yasraf A. Piliang

Page 24: Prof.Tutuka Ariadji Prof.Yasraf A. Piliang TRANSDISIPLINARITASfgb.itb.ac.id/wp-content/uploads/2019/04/Transdisiplinaritas-Final-2018.pdfTransdisiplinaritas: Pendekatan Holistik Pengembangan

Transdisiplinaritas:

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa

Transdisiplinaritas:

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa38 39

hal peran individu dalam penciptaan ‘dunia buatan manusia’ atau

. Di dunia yang saling terhubung dan saling bergantung saat

ini, "individu" tidak lagi dianggap sebagai 'genius', yang mampu

menciptakan dunia baru melalui kecerdasan dan kekuatan kreatifnya.

Kegeniusan pencipta individual di tengah masyarakat jejaring saat ini

telah secara meyakinkan digantikan oleh kekuatan jejaring dan kolaborasi

sebagai model baru produksi sosial dan pengembangan gagasan. Dengan

kata lain, penciptaan gagasan di tengah masyarakat informasi saat ini

tidak lagi melalui produksi individual, melainkan melalui produksi sosial

gagasan. Gagasan-gagasan ini tidak dihasilkan secara individual,

melainkan sebagai bentuk model produksi komunal.

Dari sudut pandang produksi pengetahuan, perkembangan

masyarakat jejaring juga memiliki dampak radikal terhadap epistemologi,

yakni dalam hal mekanisme, institusi, dan metode produksi pengetahuan,

serta peran disiplin ilmu dalam proses produksi tersebut. Perubahan

radikal juga telah terjadi dalam sifat "disiplin" itu sendiri, sebagai

konsekuensi dari perkembangan media sosial, masyarakat jejaring, dan

relasi intersubjektif dalam dunia yang saling terhubung. Dapat dikatakan

bahwa kompleksitas pada tingkat interaksi sosial, komunikasi media,

penyebaran informasi, pertukaran ekonomi, dan produksi pengetahuan,

menjadi faktor utama upaya pencarian model disiplin dan disiplinaritas

baru dalam dunia yang saling terhubung dan saling bergantung.

Dalam perubahan dunia yang tak berujung, budaya dan tradisi lokal

man-

made-world

sering dipahami dalam bingkai marginalitas, alienasi atau bahkan

kehancuran, sebagian mungkin disebabkan oleh citra ketidakberdayaan,

irasionalitas, ketidakrelevanan atau stagnansi. Makalah ini merupakan

tantangan untuk menjawab argumen tersebut, sebuah bentuk usulan

argumen yang berlawanan, bahwa budaya lokal dan kearifan lokal dapat

menjadi sumber yang kaya, makna yang berharga dan dasar yang kuat

untuk diskusi tentang kecenderungan "putaran komunitas"

, ketika basis individu produksi sosial telah secara struktural

digantikan oleh basis komunitas. Dalam konteks inilah, kearifan lokal

seperti gotong royong (kerja sama) dan permusyawaratan

dapat dianggap sebagai basis fundamental dari transkultural

dan transdisiplin.

Salah satu perubahan mendasar sebagai akibat perkembangan

informasi dan masyarakat jejaring adalah perubahan pada tingkat model

produksi, khususnya yang berkaitan dengan kerja dan tenaga kerja.

Model individu genius atau individu kreatif yang bekerja di ruang

terisolasi untuk menghasilkan karya yang genius dan inovatif sudah tidak

lagi sesuai dengan semangat zaman masyarakat jejaring, yang

memiliki jenis pekerjaan baru "Kerja Nonmaterial" .

Hardt dan Negri mengidentifikasi tiga model "pekerjaan nonmaterial"

dalam masyarakat informasi saat ini, yaitu: pekerjaan komunikatif jejaring

(community

turn)

(customary

deliberation)

(Zeitgeist)

(immaterial labor)

INTERSUBJEKTIVITAS DAN KESAMAAN (COMMONALITY)

Page 25: Prof.Tutuka Ariadji Prof.Yasraf A. Piliang TRANSDISIPLINARITASfgb.itb.ac.id/wp-content/uploads/2019/04/Transdisiplinaritas-Final-2018.pdfTransdisiplinaritas: Pendekatan Holistik Pengembangan

Transdisiplinaritas:

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa

Transdisiplinaritas:

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa40 41

informasi, pekerjaan interaktif analisis simbolis dan pemecahan masalah

dan kerja produksi, serta manipulasi afektif.

Sejauh menyangkut sejarah pekerjaan di era industri, pekerjaan

didominasi oleh kerja material atau fisik, melalui interaksi fisik di ruang

dan waktu konkret. Walaupun demikian, perkembangan jejaring

komunikasi sebagai akibat dari pengembangan teknologi informasi

canggih, telah menciptakan tatanan kerja baru, ketika komunikasi tidak

hanya merupakan aspek penting dari sistem produksi, tetapi menjadi

model produksi itu sendiri. Dengan kata lain, komunikasi bukan hanya

alat utama, tetapi juga model organisasi kerja itu sendiri. Artinya,

komunikasi bukan sekedar mengekspresikan “…, tetapi juga mengatur

pergerakan globalisasi. Komunikasi mengekspresikan gerakan dengan

cara menggandakan dan membangun struktur interkoneksi melalui

jejaring-jejaring. Komunikasi juga mengekspresikan gerakan dan

mengendalikan penginderaan dan arah imajinasi yang berjalan di seluruh

koneksi komunikatif tersebut”.

Lebih jauh lagi, perkembangan masyarakat jejaring telah secara

radikal mengubah konsep sosiologis individu, manusia, atau masyarakat.

Dalam konsep konvensional, 'orang-orang' dianggap

sebagai konsep kesatuan, ketika keragaman individu direduksi menjadi

satu kesatuan dan satu identitas. Sebaliknya, dalam masyarakat jejaring,

konsep kesatuan ini tidak lagi berfungsi karena individu-individu ini

tidak bisa lagi disatukan oleh konsep tunggal seperti "rakyat” atau

(1)

(2)

Gesellschaft (people)

people

karena mereka berada di luar batas-batas setiap masyarakat, negara atau

bangsa. Bard dan Negri menggunakan konsep untuk meng-

gantikan konsep 'rakyat'. terdiri atas “… perbedaan internal

yang tak terhitung banyaknya yang tidak pernah dapat direduksi menjadi

satu kesatuan atau satu identitas — budaya, ras, etnis, jenis kelamin, dan

orientasi seksual yang berbeda; bentuk kerja yang berbeda-beda; cara

hidup yang berbeda; cara memandang dunia yang berbeda; dan

keinginan yang berbeda. adalah keragaman dari semua

perbedaan-perbedaan tunggal ini”.

Sebagai komponen baru masyarakat, juga dapat dipahami

sebagai jejaring, ketika orang dapat bekerja dan hidup bersama dalam

suatu bentuk "umum" atau . Namun demikian, penggunaan

konsep 'bersama' dalam masyarakat digital-informasi saat ini benar-benar

berbeda dengan penggunaan istilah konvensional "komunitas" atau

sebagai konsep tradisional, yang memiliki implikasi ideologi

tunggal atau identitas tunggal. Sebaliknya, menghasilkan

konsep yang tidak padu karena bukan identitas dan juga bukan

keseragaman. Dalam istilah , perbedaan subjek sosial tidak dapat

direduksi menjadi identitas, tujuan, keyakinan atau ideologi tunggal. Apa

yang mengikat para individu menjadi satu dalam "yang bersama" bukan

identitas tunggal atau ideologi yang terpadu, tetapi ruang yang

disediakan oleh koeksistensi individu yang berbeda, ketika mereka secara

sosial berkomunikasi dan bertindak bersama.

multitude

Multitude

Multitude

multitude

‘common’

community

multitude

multitude

multitude

(3)

(4)

Page 26: Prof.Tutuka Ariadji Prof.Yasraf A. Piliang TRANSDISIPLINARITASfgb.itb.ac.id/wp-content/uploads/2019/04/Transdisiplinaritas-Final-2018.pdfTransdisiplinaritas: Pendekatan Holistik Pengembangan

Transdisiplinaritas:

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa

Transdisiplinaritas:

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa42 43

Untuk memahami konsep tersebut dalam konteks yang berbeda,

hanya dapat dilakukan dalam 'kemengadaan bersama'

, yaitu, kondisi kehadiran bersama secara simultan para

subjek sosial yang berbeda di dalam satu ruang tertentu (nyata atau

virtual). Kondisi ini memungkinkan mereka untuk berkomunikasi secara

intensif atau berinteraksi satu sama lain dalam melakukan produksi sosial

tertentu. Salah satu kegiatan utama dalam adalah produksi

gagasan, pengetahuan, citra, tanda, atau makna. Produksi sosial atau

budaya ini tidak dapat dilakukan oleh satu orang saja secara soliter di

sebuah ruang terisolasi. Alih-alih, para subjek memerlukan suatu kondisi

ko-eksistensi spasial, yang mampu menghasilkan ide-ide, pengetahuan,

konsep atau citra umum melalui ‘kemengadaan bersama’. Seperti yang

dikemukakan oleh Bard dan Negri:

Produksi gagasan, citra, dan pengetahuan tidak hanya dilakukan

bersama-sama — tidak ada satu individu pun yang benar-benar

berpikir sendirian, semua pemikiran merupakan hasil kolaborasi

dengan pemikiran masa lalu dan masa sekarang orang lain. Setiap

gagasan dan citra baru mengundang dan membuka kolaborasi-

kolaborasi baru. Pada akhirnya, produksi bahasa, baik bahasa alami

maupun bahasa buatan, seperti bahasa komputer dan berbagai jenis

kode, selalu bersifat kolaboratif dan menciptakan cara-cara kolaborasi

baru. Dengan demikian, dalam hal produksi nonmaterial, penciptaan

kerja sama telah menjadi hal internal bagi suatu pekerjaan dan oleh

karenanya bersifat eksternal bagi modal.

multitude

(commonality)

multitude

(5)

Dari argumen di atas dapat disimpulkan bahwa kolaborasi dan kerja

sama adalah dua model utama kerja, kreasi, dan produksi dalam budaya

informasi terkini dan masyarakat jejaring, ketika ide, citra, dan

pengetahuan dihasilkan dalam ruang bersama melalui komunikasi

intensif di antara individu dan pelaku yang berbeda. Akan tetapi, perlu

diperhatikan bahwa istilah ‘umum’ atau komunitas

saat ini tidak mengacu pada makna konvensional dari istilah tersebut

sebagai ko-eksistensi individu berdasarkan ideologi umum, melainkan

kepada komunikasi intensif dalam proses sosial kolaboratif produksi

gagasan, citra, pengetahuan, tanda, desain, atau produk. Dalam hal

desain, misalnya, ide atau gagasan desain saat ini dihasilkan secara

kolektif melalui mekanisme di berbagai media sosial seperti

internet.

Untuk menjelaskan argumen di atas secara berbeda, telah terjadi

transformasi radikal model produksi ide, citra, pengetahuan, dan produk

dalam masyarakat jejaring saat ini dari semula berbasis subjek menjadi

inter-subjektif, atau dari basis ke basis . Oleh karena itu,

secara lebih jauh, dapat dikatakan bahwa inter-subjektivitas adalah model

utama wacana sosial dalam masyarakat jejaring saat ini, ketika realitas

kehidupan sehari-hari menampilkan dirinya sebagai kehidupan yang

dijalani seseorang bersama dengan orang lain. Selain itu, perlu

ditekankan bahwa hubungan sosial antara individu-individu dalam

hubungannya dengan produksi tidak dilakukan di dunia yang terisolasi,

melainkan di dunia tempat kita hidup bersama dengan orang lain sebagai

(common) (community)

brainstorming

individual dividual

(6)

Page 27: Prof.Tutuka Ariadji Prof.Yasraf A. Piliang TRANSDISIPLINARITASfgb.itb.ac.id/wp-content/uploads/2019/04/Transdisiplinaritas-Final-2018.pdfTransdisiplinaritas: Pendekatan Holistik Pengembangan

Transdisiplinaritas:

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa

Transdisiplinaritas:

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa44 45

‘dunia bersama’ atau . Kolektivitas, dalam konteks ini,

adalah karakter lain dari masyarakat jejaring saat ini. Sebagaimana

dikatakan oleh Berger dan Luckman,

,’ artinya masyarakat adalah

produk manusia. Masyarakat adalah realitas objektif.

Ada banyak hal yang menjadi petunjuk bahwa produksi gagasan,

citra, pengetahuan, dan produk tidak bersifat individual, melainkan

bersifat sosial. Artinya, tidak ada produksi, melainkan produksi sosial

gagasan, citra, pengetahuan, dan produk. Seperti yang dikatakan oleh

Wolf, “… semua tindakan, termasuk tindakan kreatif atau inovatif,

muncul dalam gabungan kompleks berbagai determinan dan kondisi

struktural (sosial)”. Akan tetapi, penting untuk ditekankan bahwa istilah

'sosial' dalam masyarakat jejaring dewasa ini harus diteliti secara kritis,

sebagai akibat kuatnya pengaruh teknologi jejaring dalam membentuk

realitas sosial. Inti dari 'sosial', menurut Nancy, adalah "bersama-sama"

atau ; walaupun demikian, ". . . hanya

dianggap sebagai sementara, dan masyarakat itu sendiri

dianggap sebagai suatu langkah dalam sebuah proses ... ". Dengan kata

lain, arti "bersama-sama" dalam masyarakat jejaring tidak bersifat stabil,

tetap, atau permanen, melainkan dinamis, tidak stabil, dan .

Seperti yang bisa dilihat dalam produksi gagasan, citra, pengetahuan,

dan produk saat ini, kreativitas pada umumnya bukanlah produk

individu, melainkan produk sosial. Karya-karya kreatif atau inovasi tidak

common world

“society is a human product. Society is

an objective reality. Man is a social product

"co-appearance" co-appearance

epiphenomenon

chaotic

(7)

(8)

(9)

(10)

dihasilkan di ruang hampa, melainkan sebagai produk wacana sosial atau

"bersama-sama" para individu kreatif yang berada di dalam

satu ruang bersama, bekerja sama untuk menghasilkan ide-ide kreatif. Hal

ini dapat dilihat pada fenomena pengembangan gagasan saat ini melalui

di media sosial seperti Internet. Sebagaimana dikemukakan

Csikszentmihalyi,

, bahwa kreativitas tidak

terjadi di dalam kepala sesorang, melainkan di tengah interaksi pikiran

seseorang dengan konteks sosio-budaya. Gejala ini lebih bersifat

fenomena sistemik daripada individual.

Sebagaimana disebutkan sebelumnya, dalam masyarakat jejaring saat

ini, individu tidak lagi menjadi aktor genius tunggal dalam menciptakan

dan membentuk dunia melalui gagasan inovatifnya. Sebagai subjek dari

masyarakat jejaring saat ini, seorang individu diserap, dipengaruhi dan

dibentuk oleh kekuatan jejaring itu sendiri. Dengan pemahaman seperti

ini, kita tidak lagi berbicara tentang individu, melainkan dividu atau

. ini "... memiliki tidak hanya satu, melainkan banyak

identitas, dan identitas ini terus-menerus dapat terbagi." Ini terjadi

karena jejaring terbuka, seperti halnya internet, menjadi model baru

, ketika individu pada prinsipnya dibentuk alih-alih membentuk

jejaring. Untuk tugas seperti ini jejaring-jejaring ini memerlukan relasi,

sosialitas, pengetahuan, produk, nilai, kontak, ikhtisar, visi, etika, atau

keinginan yang karakteristiknya sama sekali berbeda.

being together

brainstorming

“creativity does not happen inside people’s heads, but in the

interaction between a person’s thoughts and a socio-cultural context. It is a

systemic rather than an individual phenomenon...’

dividual Dividu

"being

together"

(11)

(12)

(13)

Page 28: Prof.Tutuka Ariadji Prof.Yasraf A. Piliang TRANSDISIPLINARITASfgb.itb.ac.id/wp-content/uploads/2019/04/Transdisiplinaritas-Final-2018.pdfTransdisiplinaritas: Pendekatan Holistik Pengembangan

Transdisiplinaritas:

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa

Transdisiplinaritas:

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa46 47

Dalam kontra-perbedaan terhadap model masyarakat konvensional

, ketika terdapat semacam "pusat" (keyakinan, ideologi,

kebiasaan, norma), prinsip masyarakat jejaring lebih terdesentralisasi,

dengan pengertian bahwa kekuasaan atau terbagi dan dimiliki

bersama-sama oleh beberapa pusat kekuasaan. Akibatnya, relasi dan

interaksi sosial pada masyarakat seperti ini tidak pernah secara sosial

terikat dengan satu kekuatan pusat, melainkan terikat pada dinamika

perjuangan untuk kekuasaan dan konstelasi sosialnya. Oleh karena itu,

relasi sosial dan relasi kekuasaan pada masyarakat jejaring tidak pernah

mencapai keseimbangan, melainkan selalu berada dalam kondisi

atau ketidakseimbangan. Relasi kekuasaan ini terus

berubah, yang berarti bahwa “… kekuatan yang dijalankan berasal dari

aliansi sementara, samar-samar, tidak stabil, aliansi yang dapat

berpindah-pindah, tidak lagi berasal dari satu titik geografis tertentu atau

at entitas konstitusional tertentu.”

Diskusi di atas mengarah pada evaluasi ulang konsep sosial, yaitu,

atau "kebersamaan" aktor sosial atau individu di berbagai

interaksi sosial atau wacana dalam masyarakat informasi dan jejaring saat

ini, terutama dalam konteks produksi gagasan, citra, pengetahuan, atau

produk. Dapat dikatakan bahwa arti dari "kerja bersama" dalam artian

atau "bekerja bersama” dalam arti pada mayarakat

informasi dan jejaring saat ini telah mengalami perubahan semantik

mendasar karena telah terjadinya transformasi kehidupan sosial itu

sendiri dari komunitas nyata ke komunitas virtual. 'Kebersamaan' sebagai

(Gesellschaft)

power

disequilibrium

togetherness

work together co-working

terjemahan , menurut Nancy, adalah “… bukan jumlah, atau

penggabungan, atau "masyarakat," atau "komunitas". Kebersamaan

singular adalah singularitas "itu sendiri." Kebersamaan "merakit" entitas-

entitas tersebut sebagaimana ia juga menjauhkannya; mereka "terkait"

sejauh mereka tidak bersatu ".

atau pada masyarakat informasi dan

jejaring saat ini tidak lagi ditafsirkan sebagai pekerjaan di ruang pasti,

konkret, stabil, dan tetap, melainkan di ruang masyarakat jejaring yang

bersifat sementara, tidak stabil, terus menerus bergerak dan mengurai

pusat masyarakat jejaring. Pengertian adalah simultanitas, tetapi

simultanitas tidak lagi ditafsirkan sebagai "pada ruang yang sama",

meskipun mungkin terjadi atau berada “pada saat yang sama".

Sebagaimana akan dielaborasi nanti, telah terjadi transformasi model

kerja atau produksi di masyarakat jejaring terkini, mulai dari bekerja sama

hingga “bekerja bersama” sebagai pengertian .

Melalui ini, pengembangan gagasan atau produk tersebut, pengem-

bangan gagasan bukan lagi merupakan aksi solo seorang pencipta tunggal

yang genius, melainkan sebagai produk dari aktor sosial, yang

membangun ruang bersama, untuk mewujudkan koeksistensi mereka

sebagai makhluk sosial.

Sebagai konsep budaya atau psikologis, 'individu' berarti kesatuan,

togetherness

"Working together" "co-working"

‘together’

“co-working” “co-creation”

(14)

FLEKSIBILITAS DAN KOGNITARIAT

Page 29: Prof.Tutuka Ariadji Prof.Yasraf A. Piliang TRANSDISIPLINARITASfgb.itb.ac.id/wp-content/uploads/2019/04/Transdisiplinaritas-Final-2018.pdfTransdisiplinaritas: Pendekatan Holistik Pengembangan

Transdisiplinaritas:

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa

Transdisiplinaritas:

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa48 49

ke-diri-an, ke-esaan, dan otonomi, baik pada tingkat subjek, disiplin,

objek, konsep, atau sosial. Individu mewakili singularitas, yaitu suatu

entitas yang secara substansial tidak terkait atau bergantung kepada

sesuatu yang eksternal, yang mampu mengatur dirinya sendiri dan tidak

dapat dibagi . Akan tetapi, perkembangan masyarakat jejaring

telah secara radikal mengubah konsep individu itu sendiri, sebagai entitas

yang pasti, kesatuan dan tetap. Masyarakat informasi, dalam berbagai

bentuk manifestasinya, di berbagai media digital seperti atau

, tidak menghasilkan konsep tunggal individu, melainkan "spektrum

individualitas", dengan spektrum kualitas.

Perkembangan masyarakat jejaring telah menciptakan individu, yang

hidup di berbagai jejaring, seperti televisi, Internet, Facebook, dan media

sosial lainnya, yang secara mendasar telah mengubah karakter mereka.

Seperti yang dikemukakan oleh Bard dan Soderqvist, ada 'relativisasi'

konsep individu, yaitu, perubahan radikal 'individualitas' sebagai nilai

absolut untuk menjadi yang relatif. Hal ini dapat dilihat terutama di dunia

yang saling terhubung dan saling bergantung saat ini yang semakin

dibentuk oleh berbagai jejaring dan posisi individu sebagai 'singularitas'

dan 'kesatuan identitas' tidak dapat dipertahankan lagi. Penyebabnya

adalah karena hubungan antar-tubuh, pikiran, dan perasaan pada jejaring

digital telah mengarah pada kondisi tertentu, ketika ‘kendali diri’menjadi

sesuatu yang semakin sulit dilakukan.

Pada masyarakat jejaring saat ini, kita tidak dapat lagi bergantung

pada lembaga yang stabil, struktur kelas yang pasti, sistem permanen,

(undivided)

Facebook

Line

(15)

kekuasaan terpusat, dan kedaulatan negara yang otonom. Sebaliknya, kita

telah pindah ke bentuk baru dinamika sosial yang lebih mengutamakan

sesuatu yang khusus, lokal, jamak, berbeda, atau periferal. Yang lebih

mendapatkan perhatian adalah fungsi dinamis sesuatu yang didasarkan

pada prinsip dasar kemampuan beradaptasi, bukan stabilitas. Pada

tingkat karakter mental, kemampuan beradaptasi harus didukung oleh

fleksibilitas, yaitu sifat mental tertentu yang membuat seseorang mampu

menyesuaikan dirinya dengan situasi atau konstelasi dinamis, terutama

dalam hubungannya dengan produksi gagasan, citra, pengetahuan dan

produk.

Lebih jauh lagi, pada masyarakat jejaring, telah terjadi perubahan

radikal dari konsep 'individu', dari indivisibilitas atau ke-tidakterbagi-an

menjadi divisibilitas atau keterbagian, dari kesatuan ke fragmentasi, dari

singularitas menjadi multiplisitas, yang membuat semakin sulitnya

membuat konsep terpadu atau "diri yang sejati". Apa yang telah

terjadi, menurut Soderqvist, adalah transformasi konseptual dari

"individu" (yang tidak dapat dibagi, , tunggal) menjadi "dividual"

(yang dapat dibagi, terfragmentasi dan jamak). Dividualitas ini tidak

memiliki identitas tunggal, melainkan multi-identitas, yang terus

terpecah-pecah dan tersebar. Individu menjadi titik persimpangan,

tempat perpotongan berbagai ide, konsep, ideologi, atau kekuatan, yang

tidak mampu menghasilkan 'pusat' diri . Individu ditempatkan

pada posisi sebagai bidang individualitas yang bersifat ,

sebagai individu yang bergerak atau individu yang mengambang bebas:

(16)

true self

unified

(cogito)

decentering

Page 30: Prof.Tutuka Ariadji Prof.Yasraf A. Piliang TRANSDISIPLINARITASfgb.itb.ac.id/wp-content/uploads/2019/04/Transdisiplinaritas-Final-2018.pdfTransdisiplinaritas: Pendekatan Holistik Pengembangan

Transdisiplinaritas:

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa

Transdisiplinaritas:

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa50 51

dividual. Dividual menikmati identitas yang dapat berpindah-pindah,

bergerak, dan nomaden.

Dari sudut pandang manusia sebagai , transformasi

individu menjadi dividu memiliki efek terhadap makna 'kerja' sebagai

. Di era informasi, ‘kerja’ tidak lagi didominasi oleh pekerjaan fisik,

melainkan oleh jenis pekerjaan yang melibatkan organisasi pikiran,

pengetahuan, dan informasi. Di sektor ekonomi, misalnya, peran

pengetahuan dan informasi menjadi semakin dominan dalam

menciptakan ekonomi berbasis pengetahuan. Seperti yang dikemukakan

oleh Toffler, bekerja di berbagai sektor telah didominasi oleh pemrosesan

simbol, atau apa yang ia sebut (kerja pikiran). Apakah

seseorang bekerja sebagai dokter, operator mesin, administrator,

keamanan, ahli mesin atau juru tulis — semua pekerjaannya secara

intensif melibatkan pemrosesan simbol dan informasi digital-elektronik.

Digitalisasi hampir semua sektor kehidupan telah secara radikal

mengubah tidak hanya sifat 'kerja', tetapi juga profil 'pekerja', baik sebagai

individu maupun kelas pekerja. Dalam konteks kerja, profil seorang

pekerja dalam sistem kapitalis, yang menjual kekuatan fisiknya untuk gaji,

dalam ekonomi digital saat ini telah berubah menjadi tipe pekerja baru,

yang menggunakan kekuatan kognitifnya dalam berbagai kegiatan kreatif

untuk menciptakan nilai-nilai ekonomi. Perubahan radikal ini dicitrakan

oleh Toffler sebagai transformasi "proletariat" menjadi "kognitariat", yaitu

kelas sosial yang lebih mengeksplorasi kekuatan pikiran daripada

kekuatan fisik. Jenis pekerja baru ini juga disebut "netocrat", yaitu,

(17)

(18)

(19)

(20)

homo faber

work

mind work

individu yang tinggal di jejaring tertentu dan mampu memanfaatkan

informasi, simbol, dan pengetahuan dalam jejaring tersebut untuk

membangun individualitasnya.

Agar mampu memproses simbol, informasi, dan pengetahuan dalam

masyarakat jejaring, sangat diperlukan karakter pribadi tertentu. Dalam

ruang aliran informasi yang cepat dan lancar, tidak ada tempat bagi

karakter pribadi yang "kaku". 'Fleksibilitas' adalah salah satu karakter

utama yang diperlukan agar dapat bertahan dalam masyarakat jejaring

saat ini. Fleksibilitas dapat didefinisikan sebagai kemampuan individu

untuk mengubah alam ketika menghubungkan dirinya dengan orang

lain. Namun, fleksibilitas hanya dapat dibangun di atas beberapa

prinsip dasar dan menentukan.

Pertama, fleksibilitas hanya dapat dibangun melalui prinsip

"koneksi", ketika setiap titik atau posisi dapat secara dinamis dan secara

kompleks dihubungkan ke titik atau posisi lain dalam infinitum sistem

tertentu. Dalam sistem yang rumit inilah "garis" tertentu dapat ditarik,

yakni garis yang secara sistematis menghubungkan individu, konsep,

identitas, pengetahuan, dan informasi. Mengenai konsep garis ini,

Deleuze dan Guattari mengidentifikasi tiga jenis garis penghubung: 1)

, sebagai garis dengan batas yang jelas, tetap, dan kaku

antarsegmen, 2) , sebagai garis yang dilalui seseorang untuk

dapat melintasi batas, untuk menetap di wilayah baru, dan 3) ,

sebagai garis yang memungkinkan gerakan yang tidak pernah berakhir

sehingga sesuatu tidak pernah mengendap di wilayah tertentu.

(21)

(22)

(23)

garis menetap

garis migrasi

garis nomad

Page 31: Prof.Tutuka Ariadji Prof.Yasraf A. Piliang TRANSDISIPLINARITASfgb.itb.ac.id/wp-content/uploads/2019/04/Transdisiplinaritas-Final-2018.pdfTransdisiplinaritas: Pendekatan Holistik Pengembangan

Transdisiplinaritas:

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa

Transdisiplinaritas:

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa52 53

Kedua, fleksibilitas dalam masyarakat jejaring hanya dapat

dimanifestasikan melalui prinsip "multiplisitas", yaitu, prinsip negasi dari

setiap bentuk kesatuan, linearitas dan kekakuan — dalam ekonomi,

politik, pendidikan, atau seni — untuk membuka ruang terhadap

perbedaan. Di sini, tidak ada prinsip "kesatuan" atau (disiplin,

identitas, kebenaran, pengetahuan, gaya) yang dapat berfungsi sebagai

pusat. Dalam seni, misalnya, tidak ada gaya yang dapat diklaim sebagai

'pusat', dalam kondisi keragaman gaya lokal, regional atau etnik. Dalam

pendidikan, prinsip 'linearitas' dari setiap disiplin ilmu adalah musuh

multiplisitas karena multiplisitas bersifat nonlinear. Di sini, fleksibilitas

dalam pendidikan hanya dapat dibangun melalui intensifikasi koneksi,

ketika seorang siswa tidak terikat pada posisi yang pasti, stabil, atau tetap

(keahlian, keterampilan, disiplin), melainkan terus bergerak di ruang

terbuka untuk membangun berbagai koneksi.

Ketiga, jika kita membahas identitas, disiplin, ideologi, atau

pengetahuan dalam konteks "peta", fleksibilitas hanya dapat

dimanifestasikan melalui prinsip "peta dinamis", yaitu peta terbuka yang

dapat terhubung dengan peta lain dalam semua dimensinya, untuk terus

memodifikasi dirinya sendiri. Peta fleksibel semacam ini dapat dimasuki

dari berbagai 'akeses'. Dalam konteks individu, individu yang fleksibel

adalah individu yang mampu menghubungkan dirinya dengan orang

lain, baik pada level ide, pemikiran, pengetahuan, identitas, tanda, dan

makna. Ini adalah fleksibilitas yang membuat seniman, perancang, atau

insinyur mampu menghasilkan bidang keahlian dalam jejaring profesi

unity

(24)

tertentu melalui kekuatan pengaturan diri atau koordinasi diri dari peta

keahlian dinamisnya sendiri.

Keempat, fleksibilitas dapat dibangun melalui prinsip "intermezzo",

yaitu prinsip yang tidak pernah menetap pada posisi akhir ekstrem dari

setiap entitas, melainkan selalu berada "… di tengah-tengah, di antara hal-

hal, , intermezzo”. Dapat dikatakan bahwa suatu hal tidak

pernah mengendap pada bentuk ketetapan apa pun, tetapi selalu bergerak

secara dinamis di antara dua atau lebih poin atau posisi: antara dua atau

lebih kategori, disiplin, paradigma, profesi, pengetahuan, ideologi, gaya,

keahlian, atau identitas.

inter-being (25)

Suatu hal yang berada di posisi antara dua titik yang berbeda dapat

disebut , yaitu, sesuatu yang selalu dalam “... keadaan

perantara. Dan juga campuran agregat … (ini) mencampur atau

mengasosiasikan yang satu dan yang , pengumpulan sistematis

dan distribusi bersama. Sistem muncul dalam distribusi, dan menghilang

di sana; distribusi muncul dalam sistem, dan menghilang di sana”.

Dalam konteks disiplin, misalnya, seseorang dapat menarik garis yang

menghubungkan disiplin teknologi dan budaya untuk menghasilkan

disiplin baru: teknokultur.

'inter-being'

multiple

(26)

Page 32: Prof.Tutuka Ariadji Prof.Yasraf A. Piliang TRANSDISIPLINARITASfgb.itb.ac.id/wp-content/uploads/2019/04/Transdisiplinaritas-Final-2018.pdfTransdisiplinaritas: Pendekatan Holistik Pengembangan

Transdisiplinaritas:

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa

Transdisiplinaritas:

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa54 55

Dapat dikatakan lebih lanjut bahwa fleksibilitas tidak lagi dapat

bergantung pada model organisasi konvensional karena karakter

dinamisnya. Sebaliknya, harus didukung oleh pesawat tertentu, yang

dioperasikan melalui likuidasi batas, keterbatasan, atau ketetapan .

Misalnya, pendidikan fleksibel tidak pernah membingkai suatu disiplin,

konsep, atau sistem dalam bingkai yang tetap, tetapi selalu mengulangnya

menjadi atau tak terhingga. Dalam kerangka dinamis inilah

konsep-konsep itu "... terorganisasi, dan bagaimana ia dapat secara aktif

menjadi (tidak terorganisasi) sehingga memungkinkan

lahirnya bentuk-bentuk organisasi lain - (walaupun) tidak ada organisasi

yang tetap sama sekali". Hal ini terjadi karena dalam fleksibilitas,

banyak hal diatur melalui prinsip "variasi terbuka", yaitu kontinum variasi

dan cakrawala (ide, konsep, pengetahuan, sistem) yang memerlukan

reorganisasi.

Dalam bentuk baru organisasi (dis-organisasi) dalam masyarakat

jejaring, kognitariat dapat dilihat sebagai model utama pembelajaran, di

luar cara belajar konvensional di sekolah atau universitas. Sekolah atau

universitas konvensional mengembangkan kecepatan produksi

pengetahuan yang jauh lebih lambat, dengan pertimbangan epistemologis

yang kaku, sementara model kognitariat produksi pengetahuan

cenderung mengembangkan “… kemampuan untuk menyerap dan

mengasimilasi informasi dalam jumlah besar, dikombinasikan dengan

pemahaman intuitif tentang apa yang relevan dalam setiap situasi

tertentu; asosiasi cepat dan ketidakseriusan yang tidak rasional bukannya

(fixed)

ad infinitum

dis-organ-ized

(27)

(28)

(29)

analisis sumber yang teliti”. Oleh karena itu, kognitariat dapat dianggap

sebagai model pembelajaran yang tepat di dunia yang berubah cepat saat

ini, yang juga menuntut respon cepat.

Dari diskusi di atas dapat disimpulkan bahwa fleksibilitas menjadi

kata kunci yang penting dalam dunia pendidikan masa depan, dalam

model produksi pengetahuan yang cepat dan dinamis. Penyebabnya

adalah karena model pendidikan konvensional yang memberikan

pengetahuan, keterampilan, atau kompetensi 'tunggal' kepada siswa,

tidak lagi berfungsi dengan benar dalam masyarakat jejaring saat ini.

Model konvensional ini telah secara meyakinkan digantikan oleh model

pembelajaran dan pendidikan yang lebih terbuka. Gagasan utama dari

model pendidikan yang lebih fleksibel ini, menurut Slaughter, bukanlah

tentang bagaimana mempelajari fakta untuk menghasilkan pengetahuan

yang mutlak, melainkan pada “… pembelajaran tentang cara belajar …

cara mengembangkan berbagai keterampilan dan sikap terhadap

pembelajaran”.

Beberapa petunjuk telah menjelaskan bahwa produksi pengetahuan

tidak dapat dipisahkan dari budaya tempat pengetahuan dihasilkan,

disesuaikan, dan dihargai. Namun, karena pengetahuan baru berguna

atau bermakna dalam konteks hubungan sosial-budaya lokal,

pengetahuan tidak dapat dipisahkan dari "akar" budaya masyarakat.

(30)

(31)

NILAI KEARIFAN LOKAL

Page 33: Prof.Tutuka Ariadji Prof.Yasraf A. Piliang TRANSDISIPLINARITASfgb.itb.ac.id/wp-content/uploads/2019/04/Transdisiplinaritas-Final-2018.pdfTransdisiplinaritas: Pendekatan Holistik Pengembangan

Transdisiplinaritas:

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa

Transdisiplinaritas:

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa56 57

Diskusi tentang atau "akar", dalam pengertian ini, adalah bagaimana

pengetahuan lokal atau kearifan lokal mampu membentuk gagasan,

perilaku, tanda, citra, dan makna dalam kehidupan sehari-hari

masyarakat. Dalam kaitan ini, “krisis” dari akar berarti bahwa penduduk

lokal dipisahkan dari akarnya; bahwa pengetahuan dan kearifan lokal

tidak lagi mampu mengatur, mengendalikan, dan membentuk kehidupan

sehari-hari para anggota masyarakat.

Dalam konteks budaya Indonesia, "akar" budaya dapat berupa

bahasa, keyakinan, kebiasaan, identitas, nilai, atau kearifan. Akan tetapi,

masing-masing akar harus dibicarakan dalam arti khusus "jamak", yaitu,

"menjadi tunggal-jamak "; artinya, bahwa dalam bentuk

tunggal itu terdapat bentuk jamak. Semboyan nasional, Bhinneka

Tunggal Ika, misalnya, dapat diartikan sebagai bukan

sekedar , karena elemen-elemen plural memiliki

pluralitas dalam kesatuan mereka. Salah satu nilai yang harus

dipahami dalam bingkai ini adalah nilai kehidupan harmonis, yang

diyakini bersama oleh beberapa kelompok etnis di Indonesia, meskipun

dalam manifestasi yang berbeda. Dalam budaya Jawa hal ini berkaitan

dengan nilai (kehormatan) yang membentuk kepribadian Jawa

sebagai pribadi yang menghargai harmoni, kesesuaian sosial, dan

menghindari konflik.

"Gotong royong" (bekerja bersama) adalah contoh lain nilai budaya

yang diyakini bersama, yang bukan hanya merupakan bentuk khusus

kecenderungan fisik bekerja bersama dalam melaksanakan tugas tertentu,

root

(singular-plural)

"unicity in diversity"

"unity in diversity"

‘unicity’

urmat

(32)

(33)

melainkan juga kebiasaan mental mendasar yang terkait dengan

pandangan dunia tertentu . Ide dasar dari gotong royong

sebagai pandangan dunia adalah ide-ide “ /kebersamaan”,

“ /kebersamaan” dan “ko-eksistensi” aktor kolektif dalam

melakukan pekerjaan tertentu: membangun rumah, membajak sawah,

memanen padi, membangun sistem irigasi, atau membersihkan jalan.

Walaupun demikian, dalam konteks jenis pekerjaan kontemporer -

merancang, memproduksi, berdiskusi, mediasi - akar budaya gotong

royong ini dapat diaktifkan kembali sebagai landasan untuk menghasil-

kan gagasan, citra, pengetahuan, dan produk, melalui pemeliharaan nilai-

nilai dasarnya. /kebersamaan, /kebersamaan, dan

koeksistensi, yang sejalan dengan model kerja masyarakat jejaring saat ini.

Kata ‘gotong royong’, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, memiliki

arti "bekerja bersama, saling membantu, saling mendukung".

Koentjaraningrat mendefinisikan ‘gotong royong’ sebagai "... mobilisasi

kekuatan manusia tanpa bayaran untuk pekerjaan tertentu yang memiliki

manfaat publik atau berguna untuk pembangunan". Di sini, gotong

royong tidak hanya merupakan kecenderungan fisik untuk bekerja

bersama, tetapi juga menjadi cara hidup, kelangsungan hidup atau

hubungan sosial dalam masyarakat petani yang diatur dalam model

paguyuban . Basis budaya gotong royong adalah prinsip

hidup tanpa pamrih, yaitu prinsip kerja tanpa mengharapkan keuntungan

pribadi, hadiah, atau manfaat. Jenis pekerjaan tanpa laba ini menjadi dasar

kehidupan komunal, yang tujuan utamanya adalah untuk melakukan

(Lebenswelt)

commonness

togeherness

Commonness togetherness

(Gemeinschaft)

(34)

(35)

(36)

Page 34: Prof.Tutuka Ariadji Prof.Yasraf A. Piliang TRANSDISIPLINARITASfgb.itb.ac.id/wp-content/uploads/2019/04/Transdisiplinaritas-Final-2018.pdfTransdisiplinaritas: Pendekatan Holistik Pengembangan

Transdisiplinaritas:

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa

Transdisiplinaritas:

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa58 59

bentuk kehidupan yang harmonis, yaitu hidup rukun. Dalam masyarakat

tradisional Jawa, sebagaimana dikatakan oleh Mulder:

“… kehidupan sosial yang ideal adalah hidup dalam masyarakat yang

harmonis atau hidup rukun. Harmoni ini bukan sebuah pemberian

atau sesuatu yang datang dengan sendirinya, melainkan sebuah

produk kehendak aktif untuk saling menghormati dan saling

adaptasi. Landasan kehendak adalah pengakuan bahwa tidak

seorang pun dapat hidup sendiri atau kepuasan diri dan bahwa ia

membutuhkan orang lain untuk menyelesaikan masalah hidupnya.

Sebagai hasilnya, seseorang perlu saling mengingatkan satu sama

lain, untuk saling memahami harapan satu sama lain, untuk saling

mentoleransi dan menghormati satu sama lain, dan untuk mematuhi

prinsip timbal balik dalam saling keterkaitan satu sama lain sebagai

upaya sadar sehingga orang lain dapat secara sosial didekati.”

Dalam kehidupan sosial seseorang harus menghargai pendapat orang

lain sejauh pendapatnya sejalan dengan nilai umum masyarakat. Di sini,

tidak ada ruang untuk pendapat pribadi yang didasarkan pada

kepentingan pribadi, yang dapat dianggap sebagai bentuk 'gangguan'

atau perilaku tidak normal, yang berbahaya bagi kohesi sosial. Namun,

untuk menyelesaikan konflik pendapat atau perselisihan mengenai

masalah tertentu, ada mekanisme sosial lain yang terkait dan mendukung

prinsip harmoni, yaitu permusyawaratan , yaitu, diskusi terbuka

publik untuk pada akhirnya menghasilkan mufakat (konsensus).

Gotong royong dan permusyawaratan adalah dua prinsip dasar dan

(37)

(38)

(parley)

saling terkait yang membangun masyarakat yang harmonis.

Sebagai nilai dasar, gotong royong dan permusyawaratan diyakini

bersama oleh kelompok etnis yang berbeda-beda di Indonesia, meskipun

mereka dimanifestasikan dalam berbagai bentuk. Di Bali, nilai gotong

royong diwujudkan dalam prinsip , yaitu lembaga tradisional dalam

mengelola sistem pengairan sawah agar air dapat dimanfaatkan secara

kolektif. Di Jawa Barat, nilai gotong royong diwujudkan dalam bangunan

rumah kolektif. Di suku Dayak, gotong royong diwujudkan dalam tradisi

bersih-bersih kolektif. Di beberapa kelompok etnis, nilai gotong royong

diwujudkan dalam tradisi makan bersama, dengan nama yang berbeda,

tetapi memiliki nilai-nilai dasar yang hampir sama: kebersamaan,

persaudaraan, atau meminta Tuhan memberkati: (Aceh),

(Melayu), (Minangkabau), (Sunda),

(Jawa), (Kutai), atau (Bali). Di Sumatera Barat, semua

masalah masyarakat dibahas melalui mekanisme musyawarah adat

(musyawarah adat) dalam semacam agora politik yang disebut Balerong,

tempat semua anggota masyarakat dapat dengan bebas menyampaikan

pendapat mereka.

Filsafat dasar gotong royong dan permusyawaratan dapat diilustrasi-

kan melalui contoh pandangan dunia orang Minangkabau. Filsafat dapat

dicitrakan sebagai dialektika antara dua nilai yang tampak berlawanan,

tetapi akhirnya dapat diputuskan melalui solusi demokratis. Ada nilai

strata sosial, yang dilukiskan melalui

, sebagai pandangan tentang struktur hirarkis masyarakat. Namun,

subak

khanduri

saprahan bajamba botram kepungan

beseprah megibung

aphorisme “bajanjang naiak, batangga

turun”

(39)

Page 35: Prof.Tutuka Ariadji Prof.Yasraf A. Piliang TRANSDISIPLINARITASfgb.itb.ac.id/wp-content/uploads/2019/04/Transdisiplinaritas-Final-2018.pdfTransdisiplinaritas: Pendekatan Holistik Pengembangan

Transdisiplinaritas:

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa

Transdisiplinaritas:

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa60 61

hirarki sosial tidak mengarah pada totalitarianisme, karena ada nilai

keberlawanan dari "kebersamaan" yang mampu mencip-

takan keseimbangan, seperti yang diungkapkan melalui pepatah

(memikul sesuatu yang berat bersama-

sama di pundak kita, membawa sesuatu yang ringan bersama-sama

dengan menggunakan tangan kita). Namun demikian, kedua nilai dasar

ini harus didukung oleh nilai lain dari (musyawarah),

sebagaimana dinyatakan dalam pepatah

(raja adalah konsensus, kebenaran adalah kesepakatan).

Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai gotong

royong dan permusyawaratan dapat ditafsirkan ulang, direkontekstual-

kan dan digunakan kembali dalam konteks masyarakat jejaring saat ini,

ketika telah terjadi transformasi model produksi gagasan, citra,

pengetahuan, dan produk dari individu ke dividu, dari prinsip

subjektivitas ke intersubjektivitas. Dalam masyarakat jenis ini, nilai tinggi

individualisme dalam masyarakat industri sebelumnya telah digantikan

oleh nilai "kebersamaan", "ko-eksistensi" dan "kerja bersama". Dapat

dikatakan, bahwa gotong royong dan permusyawaratan adalah kearifan

lokal yang dapat secara substansial dieksplorasi sebagai dasar penting

dari model produksi ide, citra, pengetahuan, dan produk dalam

masyarakat jejaring, dalam berbagai bidang seni, desain, arsitektur, dan

teknik.

(counter-value)

"barek

samo dipikua, ringan samo dijinjiang"

"kato mufakat"

"nan rajo kato mufakat, nan bana

kato saiyo"

(40)

(41)

BERPIKIR DESAIN TRANS-DISIPLIN

Sebagaimana telah dijelaskan pada pembahasan di atas, dalam

masyarakat jejaring terdapat berbagai gerakan lintas batas, ruang, tempat,

masyarakat, bangsa, atau negara, yang menciptakan model baru produksi

sosial. Oleh karena itu, "melintas batas" adalah model utama hubungan

manusia dalam masyarakat jejaring, dalam bentuk mobilitas trans-

nasional, yang melampaui hubungan konvensional dalam .

Mobilitas intensif ini memiliki dampak besar tidak hanya pada kehidupan

individu secara umum, melainkan juga pada pembelajaran, hubungan

produksi dan aktivitas kreatif. Aktivitas kreatif, misalnya, dalam

masyarakat jejaring saat ini harus dilihat sebagai aktivitas transnasional

atau trans-budaya, yang melibatkan aktor dari berbagai etnis, nasional,

negara bagian, atau basis rasial, yang bekerja bersama dalam ruang

bersama untuk menghasilkan ide-ide inovatif.

'Transkulturitas' adalah interkoneksi yang rumit dan merupakan

perpotongan budaya yang berbeda-beda dalam ruang umum yang

menghasilkan bentuk budaya baru. Perkembangan transkulturalitas

merupakan konsekuensi logis dari tiga perkembangan yang berbeda

dalam masyarakat kontemporer: meningkatnya kompleksitas dalam

masyarakat, masyarakat jejaring yang berjuang untuk jejaring sosial, dan

persilangan antara dua atau lebih budaya yang menciptakan persilangan

budaya atau hibrid. Di sini, persimpangan antara budaya yang berbeda

tidak hanya membuka ruang untuk pertukaran budaya, melainkan juga

Gesellschaft

(42)

Page 36: Prof.Tutuka Ariadji Prof.Yasraf A. Piliang TRANSDISIPLINARITASfgb.itb.ac.id/wp-content/uploads/2019/04/Transdisiplinaritas-Final-2018.pdfTransdisiplinaritas: Pendekatan Holistik Pengembangan

Transdisiplinaritas:

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa

Transdisiplinaritas:

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa62 63

campuran budaya yang mampu menciptakan bentuk dan ekspresi budaya

baru. Transkultur dapat dimanifestasikan dalam berbagai manifestasi

budaya: bahasa, ideologi, simbol, seni, pengetahuan, atau artefak.

Dalam konteks produksi sosial, transkulturalitas dapat dimanifestasi-

kan pada tingkat institusi, pekerjaan, disiplin, atau industri. Kemampuan

bekerja sama atau kolaborasi antar berbagai disiplin ilmu dalam

memecahkan masalah tertentu sangat ditentukan oleh nilai-nilai budaya

masyarakat, yang mungkin bisa bersifat konstruktif atau merusak

produksi sosial. Berdasarkan argumen ini, dapat dikatakan lebih lanjut

bahwa kapasitas trans-kultural adalah salah satu kapasitas dasar dalam

dialog, pertukaran, persimpangan antarbudaya, yang melaluinya bentuk

budaya baru dapat dihasilkan secara kreatif. Pada tingkat psikologis,

trans-kulturalitas adalah kapasitas inklusif untuk membuka pikiran

seseorang terhadap orang lain.

Dalam konteks disiplin ilmu, dialog, pertukaran, dan kolaborasi

antara dua disiplin atau lebih dapat dilakukan dalam berbagai bentuk.

adalah salah satu bentuk yang berguna dalam situasi

tertentu, ketika “… proses menjawab pertanyaan, memecahkan masalah,

atau membahas suatu topik akan terlalu luas atau kompleks apabila

ditangani oleh hanya satu disiplin ilmu atau profesi.“ Kompleksitas

yang semakin berkembang, ketika satu disiplin ilmu saja tidak akan

mampu memecahkan masalah yang lebih kompleks, merupakan salah

satu alasan utama untuk dikembangkannya interdisiplin. Dalam situasi

'Inter-disciplinarity'

(43)

ini, disiplin ilmu tertentu akan mengundang disiplin ilmu lain yang

relevan untuk berkontribusi dalam proses penyelesaian masalah

berdasarkan keahlian mereka. Misalnya, seorang perancang produk

berkonsultasi dengan para ahli pemasaran, ekonomi, ergonomi,

teknologi, hokum, atau ekologi untuk berkontribusi dalam pengem-

bangan produk tertentu.

Bentuk kolaborasi lain antardisiplin adalah 'multidisiplin', yang

memiliki logika sendiri dalam menghadapi masalah atau situasi tertentu.

'Multidisiplin' adalah pendekatan yang menyandingkan disiplin-disiplin

ilmu, dalam mencari pengetahuan, informasi, dan metode yang lebih luas,

untuk memecahkan masalah yang lebih kompleks. Akan tetapi, meskipun

berbagai disiplin ilmu bekerja sama dalam menjawab pertanyaan tertentu,

atau memecahkan masalah tertentu, atau menghasilkan sistem atau

produk tertentu, setiap disiplin ilmu bekerja melalui pendekatan dan

metode spesifiknya sendiri dan mempertahankan struktur disiplin ilmu

atau budaya ilmiahnya sendiri. Dengan kata lain, dalam multidisipliner,

meskipun berbagai disiplin ilmu yang berbeda bersatu secara organisasi,

secara metodis mereka tetap terpisah.

Dapat dijelaskan lebih jauh bahwa dalam multidisiplin, beberapa

disiplin ilmu bekerja bersama untuk menjawab pertanyaan tertentu,

untuk memecahkan masalah tertentu, atau untuk menghasilkan sistem

atau produk tertentu, tetapi masing-masing disiplin ilmu secara sistematis

memecahkan masalah khusus yang khas pada disiplin atau keahliannya

(44)

Page 37: Prof.Tutuka Ariadji Prof.Yasraf A. Piliang TRANSDISIPLINARITASfgb.itb.ac.id/wp-content/uploads/2019/04/Transdisiplinaritas-Final-2018.pdfTransdisiplinaritas: Pendekatan Holistik Pengembangan

Transdisiplinaritas:

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa

Transdisiplinaritas:

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa64 65

sendiri, tanpa interaksi mendalam atau komunikasi intensif dengan

disiplin lain, kecuali untuk aspek permasalahan tertentu. Dengan kata

lain, dalam multidisiplin, tidak ada keharusan atau kepentingan untuk

melampaui batas satu disiplin ilmu, untuk menyintesis kerangka atau

metode konseptual yang lebih umum atau komprehensif. Misalnya,

dalam mengembangkan kereta cepat, pemerintah mengundang para ahli

multidisiplin, yang bekerja dalam keahlian mereka sendiri untuk

menyelesaikan masalah yang relevan dengan disiplin mereka sendiri.

'Transdisiplin' adalah bentuk lain kolaborasi yang melibatkan

beberapa disiplin ilmu untuk bekerja bersama-sama, tetapi dalam situasi

yang di dalamnya terdapat persimpangan antar disiplin yang

menjadikannya berbeda dari multidisiplin. Dalam transdisiplin, ada

upaya untuk membangun metode, konsep atau teori umum; untuk

melintasi batas antara disiplin, mensintesis wawasan umum dalam

pembelajaran bersama, atau untuk berbagi informasi atau pengetahuan

umum. Transdisiplin adalah “… jenis baru pembelajaran dan

pemecahan masalah yang melibatkan kerja sama di antara berbagai

bagian masyarakat dan akademisi untuk menghadapi tantangan

kompleks masyarakat.”

Dalam transdisiplin, terdapat efek penggandaan akumulasi

pengetahuan karena peningkatan pengetahuan dalam satu disiplin

memiliki efek domino dalam meningkatkan pengetahuan disiplin ilmu

lain sehingga pengetahuan kolektif ini akan lebih besar daripada

(45)

(46)

pengetahuan dari setiap disiplin ilmu tunggal. Kompleksitas pada tingkat

realitas sosial, ekonomi, politik, atau budaya juga merupakan alasan

perlunya pengembangan transdisiplin sebagai cara baru dalam

mendekati masalah yang kompleks. Alasannya adalah karena masalah-

masalah masyarakat tidak hanya semakin kompleks, melainkan juga

semakin atau saling bergantung, multidimensi, dinamis

dan nonlinear, yang tidak dapat diselesaikan dengan satu disiplin ilmu

saja.

Dari sudut pandang relasi sosial, perlunya transdisiplin adalah

konsekuensi logis dari munculnya 'dialogisme' sebagai model terbaru dari

produksi sosial, khususnya dalam masyarakat jejaring zaman sekarang.

Penyebabnya adalah karena pada masyarakat jejaring saat ini,

pengetahuan dan gagasan-gagasan dominan dihasilkan melalui

mekanisme dialog, misalnya melalui di media sosial.

Dengan kata lain, pengetahuan dan gagasan dihasilkan melalui

mekanisme pertukaran atau dua arah di kalangan pelaku

yang relevan dengan bidangnya di berbagai media sosial seperti

internet. Laboratorium untuk produksi pengetahuan atau studio

penciptaan gagasan tidak lagi merupakan ruang terisolasi yang terpisah

dari jangkauan publik, melainkan ruang agora virtual, ketika semua

kepentingan pribadi dapat berperan dalam proses produksi pengetahuan

dan penciptaan gagasan. Model seperti ini menjadi "Wikipedia" produksi

pengetahuan.

inter-dependent

brainstorming

bi-directional

(47)

(48)

Page 38: Prof.Tutuka Ariadji Prof.Yasraf A. Piliang TRANSDISIPLINARITASfgb.itb.ac.id/wp-content/uploads/2019/04/Transdisiplinaritas-Final-2018.pdfTransdisiplinaritas: Pendekatan Holistik Pengembangan

Transdisiplinaritas:

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa

Transdisiplinaritas:

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa66 67

Seperti yang disebutkan sebelumnya, transdisiplin bukan hanya

sekumpulan ahli dalam memecahkan masalah tertentu, melainkan suatu

upaya kolektif untuk menghasilkan metode, konsep, sistem, atau teori

yang umum. Akan tetapi, transdisiplin juga bukan konformisme atau

konservatisme politik produksi gagasan atau pengetahuan. Transdisiplin

adalah cara yang dinamis untuk memproduksi pengetahuan dan

menciptakan gagasan melalui mekanisme hubungan intersubjektif,

hubungan pengetahuan, dialog kognitif, partisipasi intensif, dan saling

pengertian, sebagai upaya mengintensifkan pertukaran gagasan dan

akumulasi pengetahuan. Melalui mekanisme ini, pengayaan tidak hanya

pada tingkat pengetahuan pribadi, melainkan pada tingkat pengetahuan

kolektif dari apa yang disebut kecerdasan kolektif. Internet adalah salah

satu media sosial yang menjadi ajang mobilisasi bahasa kolektif dan

simbol umum untuk membangun kecerdasan kolektif.

'Berpikir desain' atau adalah salah satu manifestasi

transdisiplin untuk memproduksi pengetahuan dan gagasan sosial

kontemporer, sebagai bahasa kolektif dan simbol umum berbagai disiplin

ilmu. ‘Berpikir desain’ didefinisikan sebagai “seperangkat prinsip (untuk

menghasilkan ide inovatif) yang dapat diterapkan oleh banyak orang

dengan latar belakang dan bidang yang berbeda-beda pada berbagai

macam masalah … (hal ini) tidak lagi terbatas pada pengenalan produk

fisik baru, tetapi termasuk juga proses, layanan, interaksi, bentuk hiburan,

dan cara berkomunikasi dan berkolaborasi dengan jenis baru”. Dengan

kata lain, berpikir desain dapat dianggap sebagai "bahasa transdisiplin"

(49)

(50)

(51)

design thinking

ilmu pengetahuan, teknologi, seni, ilmu sosial, dan kemanusiaan karena,

meskipun dimanifestasikan dalam bentuk yang berbeda, prinsip-prinsip

dasar desain secara intensif digunakan di berbagai bidang Manajemen

Bisnis, Teknik Mesin, Teknik Industri, Desain Industri, Seni Pertunjukan,

Sinematografi, bahkan Sastra.

Pada tingkat aktivitas kreatif, atau ‘kreasi bersama’

merupakan mekanisme penting dalam transdisiplin, sebuah cara baru

yang kompleks dalam menghasilkan gagasan. adalah

mekanisme pengumpulan energi positif para ahli yang terlibat dalam

kegiatan pengembangan gagasan atau pemecahan masalah. Co-creation

merupakan “… proses kolaborasi aktif, kreatif, dan sosial yang

menghubungkan produsen dan konsumen dengan dibantu oleh

organisasi. adalah kegiatan kreatif yang dapat dilakukan

dalam 'ruang kerja bersama' , yaitu ruang khusus tempat

berbagai praktik kreatif dilakukan oleh para ahli di bidangnya untuk

menghasilkan ide-ide, pengetahuan, sistem, konsep, atau produk baru.

Dalam konteks ini, dapat dipahami sebagai pendekatan

sistematis, kolaboratif, dan kreatif dalam pemecahan masalah suatu

aktivitas kolektif dalam bertukar ide, berbagi pengetahuan, dan

menghasilkan solusi, yang memerlukan komunikasi yang intensif,

keterbukaan dan kepercayaan.

Dari pembahasan di atas dapat dinyatakan bahwa transdisiplin

sebagai model produksi sosial masa kini dapat diterapkan hanya

Co-creation

Co-creation

Co-creation

(co-working-space)

co-creation

(52)

(53)

(54);

Page 39: Prof.Tutuka Ariadji Prof.Yasraf A. Piliang TRANSDISIPLINARITASfgb.itb.ac.id/wp-content/uploads/2019/04/Transdisiplinaritas-Final-2018.pdfTransdisiplinaritas: Pendekatan Holistik Pengembangan

Transdisiplinaritas:

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa

Transdisiplinaritas:

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa68 69

berdasarkan basis transkulturalitas, yaitu persimpangan nilai-nilai

budaya, simbol dan makna untuk menghasilkan persilangan budaya.

Transdisiplin dapat berfungsi dengan baik jika dioperasikan berdasarkan

bahasa yang umum digunakan, simbol dan platform kognitif; berpikir

desain juga merupakan platform kognitif bagi transdisiplin. Selain itu,

transdisiplin juga membutuhkan model baru produksi sosial dan

pengembangan gagasan; (atau gotong royong) adalah model

yang sesuai untuk kebutuhan tersebut.

co-creation

Transdisiplin juga membutuhkan tipe individu tertentu, dan ini dapat

dilakukan melalui 'kognitariat', yang memiliki kekuatan kognitif dalam

menghasilkan gagasan. Tidak kalah pentingnya, transdisiplin dapat

dilakukan dalam penataan ruang khusus. Ruang kerja bersama atau

adalah jenis ruang yang tepat, tempat ide-ide kreatif dapat

dihasilkan secara kolektif.

co-

working space

SIMPULAN

Dari diskusi sebelumnya telah didapat beberapa bukti bahwa gotong

royong dan permusyawaratan adalah dua nilai dasar, warisan tradisi dan

kearifan lokal budaya Indonesia, yang dapat ditafsirkan kembali atau

direvitalisasi dalam konteks model terbaru produksi sosial masyarakat

jejaring. Namun demikian, dalam istilah , gotong royong,

khususnya, biasanya dipraktikkan dalam konteks aspek fisik atau materi

kehidupan sehari-hari , seperti membangun rumah,

membajak sawah, memanen padi, atau membangun sistem irigasi. Akan

tetapi, gotong royong pada prinsipnya tidak terbatas pada aspek fisik atau

materi kehidupan saja, melainkan juga dapat digunakan dalam berbagai

"kerja kognitif" atau “kerja otak” , seperti penggunaan

dialektika pikiran kolektif ruang bersama di ruang bersama dalam rangka

menyelesaikan masalah umum atau untuk memenuhi kebutuhan

bersama.

Dalam konteks kegiatan kreatif, prinsip dasar gotong royong, dengan

beberapa modifikasi atau penyesuaian, dapat digunakan dalam proses

kreatif untuk menghasilkan gagasan, citra, pengetahuan atau produk.

Sebagai prinsip budaya, gotong royong sejalan dengan prinsip kerja dan

produksi sosial masyarakat jejaring saat ini, yakni, prinsip ,

yang dapat dilakukan secara kreatif dalam cara tertentu.

Gotong royong merupakan manifestasi berbagai pelaku

sosial, yang bekerja bersama untuk menyelesaikan masalah umum atau

homo ludens

(physical works)

(brain works)

"co-creation"

"co-working"

“co-existence"

Page 40: Prof.Tutuka Ariadji Prof.Yasraf A. Piliang TRANSDISIPLINARITASfgb.itb.ac.id/wp-content/uploads/2019/04/Transdisiplinaritas-Final-2018.pdfTransdisiplinaritas: Pendekatan Holistik Pengembangan

Transdisiplinaritas:

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa

Transdisiplinaritas:

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa70 71

untuk menghasilkan gagasan, citra, pengetahuan, atau produk sebagai

kebutuhan bersama masyarakat.

Dalam fenomena transdisiplin zaman sekarang, prinsip-prinsip

budaya gotong royong dan permusyawaratan dapat ditafsirkan kembali

sebagai dasar sosio-budaya berbagai produksi sosial dan budaya. Di sini,

transkulturalitas yang berperan sebagai interkoneksi yang kompleks dan

menjadi persimpangan berbagai budaya di ruang bersama/umum, pada

prinsipnya, dapat dipahami sebagai manifestasi spesifik permusyawa-

ratan. Transkulturitas menjadi cara kolektif untuk mengeksplorasi

kecerdasan kolektif dalam produksi gagasan, citra, pengetahuan, atau

produk. Dapat disimpulkan bahwa transdisiplin adalah persilangan

kompleks dan interkoneksi berbagai disiplin ilmu dalam menghasilkan

ide-ide atau gagasan-gagasan, konsep, sistem, atau metode yang umum,

yang secara substansial dapat dipahami sebagai bentuk spesifik gotong

royong dan permusyawaratan dalam pengembangan gagasan, citra,

pengetahuan, atau produk dalam masyarakat jejaring saat ini [ ].

1. Michael Hardt and Antonio Negri, , Harvard University Press,

Massachusetts, 2000, p.30

2. ., p.33

3. Michael Hardt and Antonio Negri, , Penguin Books, 2005,

p.xiv

REFERENSI:

Empire

Ibid

Multitude

4. ., p.99

5. ., p.147

6. Peter Berger and Thomas Luckmann, ,

Penguin Books, Middlesex, 1981, p.37

7. ., p.79

8. Janet Wolff, The MacMillan Press Ltd.,

London, 1981, p.9.

9. ., p.59

10. ., p.60

11. Mihaly Csikszentmihalyi,

, Harper Perennial, New York, 1996, p.23

12. Alexander Bard and Jan Soderqvist,

, Pearson Education Ltd., London, 2002, p.186.

13. ., p.198

14. Jean Luc Nancy, Stanford University Press, 2000,

p.33

15. Alexander Bard dan Jan Söderqvist, , p.171

16. Stephen Toulmin, , The

University of Chicago Press, Chicago, 1990, p.192

17. ., p.186

18. Gilles Deleuze & Felix Guattari, ,

Semiotext(e), New York, 1986, p.36.

Ibid

Ibid

The Social Construction of Reality

Ibid

The Social Production of Art,

Ibid

Ibid

Creativity: Flow and the Psychology of

Discovery and Invention

Netocracy: The New Power Elite and

Life After Capitalism

Ibid

Being Singular Plural,

Netocracy

Cosmopolis: The Hidden Agenda of Modernity

Ibid

Nomadology: The War Machine

Page 41: Prof.Tutuka Ariadji Prof.Yasraf A. Piliang TRANSDISIPLINARITASfgb.itb.ac.id/wp-content/uploads/2019/04/Transdisiplinaritas-Final-2018.pdfTransdisiplinaritas: Pendekatan Holistik Pengembangan

Transdisiplinaritas:

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa

Transdisiplinaritas:

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa

19. Alvin Toffler,

, Bantam Books, New York, p.74.

20. Alvin Toffler, , p.75.

21. Alexander Bard dan Jan Söderqvist, , p.198

22. ., p.16

23. ., p.94

24. ., p.49

25. ., p.57

26. Michel Serres, , The University of Michigan Press, 1995, p.109

27. Gilles Deleuze & Felix Guattari, , Verso, London,

1994, p.36

28. Eugene W. Holland,

, p.29

29. Ronald Boque, , Routledge, London, 1990, p.146

30. ., p.236

31. Richard Slaughter (ed), , Routldege,

London, 1996, p.130

32. Jean Luc Nancy, , Stanford University Press,

Stanford, 2000, p.185

33. Subagyo, “Pengembangan Nilai dan Tradisi Gotong Royong dalam

Bingkai Konservasi Nilai Budaya”, ,

Vol. 1 No. 1 - Juni 2012 [ISSN: 2252-9195], pp.61-68

Power Shift: Knowledge, Wealth, and Violence at the Edge of

the 21 Century

Power Shift

Netocracy

Ibid

Ibid

Ibid

Ibid

Genesis

What is Philosophy?

Deleuze and Guattari’s Introduction to

Schizoanalysis

Deleuze and Guattari

Ibid

New Thinking for a New Millenium

Being Singular Plural

Indonesian Journal of Conservation

st

34. , edition 2002

35. Koentjaraningrat, Koentjaraningrat,

. Jakarta: Gramedia1974, p.60

36. Subagyo, p.116

37. Niels Mulder, , Penerbit Sinar Harapan,

Jakarta, 1985, p.51

38. Syaiful Arif, Falsafah Kebudayaan Pancasila: Nilai dan Kontradiksi

Sosialnya, Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2016, p.106

39. ., p.83

40. H. Idrus Hakimy Dt. Rajo Penghulu,

, CV Remaja Karya, Bandung, 1984, p.89

41. ., p.205

42. Wolfgang Berg (ed),

, VS Research, Heildelberg, 2010, p.10

43. Rick Szostak, Claudio Gnoli and Mar á Lopez-Huertas,

, Springer International

Publishing, Switzerland, 2016, p.2

44. ., p.8

45. ., p.7

46. Charles Kleiber in J. Thompson Klein et.al.,

, Technology and Society, Springer Basel

AG, Basel, 2001, p.6

Kamus Besar Bahasa Indonesia

Kebudayaan Mentalitas dan

Pembangunan

Indonesian Journal of Conservation,

Pribadi dan Masyarakat di Jawa

Ibid

Rangkaian Mustika Adat Basandi

Syarak di Minangkabau

Ibid

Exploring Transculturalism: A Biographical

Approach

Interdisciplinary Knowledge Organization

Ibid

Ibid

Transdisciplinarity: Joint

Problem Solving Among Science

ı

72 73

Page 42: Prof.Tutuka Ariadji Prof.Yasraf A. Piliang TRANSDISIPLINARITASfgb.itb.ac.id/wp-content/uploads/2019/04/Transdisiplinaritas-Final-2018.pdfTransdisiplinaritas: Pendekatan Holistik Pengembangan

Transdisiplinaritas:

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa

Transdisiplinaritas:

Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa

47. ., p.39-40

48. Moira Cockell, ,

EPFLPress, Lausanne, 2011, p.xiii

49. Pierre Lévy, “Towards a Science of Collective Intelligence”, in Cockell,

p.167

50. Moira Cockell, , p.183

51. Tim Brown,

, 2009, p.3-4

52. Hasso Plattner et.al.,

, Springer, Heidelberg, 2012, p.1

53. K.B. Akhilesh, , Springer,

Heidelberg, 2017, p.3

54. Michael G. Luchs et.al.,

, John Wiley & Sons, Inc., Hoboken, 2016, p.1

Ibid

Common Knowledge: Tha Challenge of Transdisciplinarity

Common Knowledge

Change By Design: How Design Thinking Transforms

Organizations and Inspires Innovation

Design Thinking Research: Studying Co-Creation in

Practice

Co-Creation and Learning: Concepts and Cases

Design Thinking: New Product Development

Essentials from the PDMA

74 75