Upload
others
View
12
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Transdisiplinaritas:
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa
Transdisiplinaritas:
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan BangsaHak cipta ada pada penulis
FORUM GURU BESAR
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
PENDEKATAN HOLISTIK
PENGEMBANGAN PENELITIAN,
PENDIDIKAN, DAN SOLUSI
PERMASALAHAN BANGSA
TRANSDISIPLINARITAS:
Prof. Tutuka Ariadji
Prof.Yasraf A. Piliang
Transdisiplinaritas:
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa
Transdisiplinaritas:
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa
FORUM GURU BESAR
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
72
PENDEKATAN HOLISTIK
PENGEMBANGAN PENELITIAN,
PENDIDIKAN, DAN SOLUSI
PERMASALAHAN BANGSA
TRANSDISIPLINARITAS:
Prof. Tutuka Ariadji
Prof. Yasraf A. Piliang
Transdisiplinaritas:
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa
Transdisiplinaritas:
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsaii iii
Transdisiplinaritas :
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan
Solusi Permasalahan Bangsa
Judul:
Hak Cipta ada pada penulis, 2018
Bandung: Forum Guru Besar ITB, 2018
iv+74 h., 17,5 x 25 cm
Hak Cipta dilindungi undang-undang.Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apapun, baik secara
elektronik maupun mekanik, termasuk memfotokopi, merekam atau dengan menggunakan sistem
penyimpanan lainnya, tanpa izin tertulis dari Penulis.
UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA
1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu
ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling lama
dan/atau denda paling banyak
2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual
kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama
dan/atau denda paling banyak
7 (tujuh)
tahun Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
5
(lima) tahun Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Disusun oleh:
Transdisiplinaritas :
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan
Solusi Permasalahan Bangsa
ISBN 978-602-6624-20-8
- Tutuka Ariadji
- Yasraf A. Piliang
KATA PENGANTAR
Menyadari perannya, Forum Guru Besar ITB adalah satu-satunya
kelembagaan yang pantas sebagai wahana Transdisiplinaritas secara
alamiah untuk memecahkan problema nyata yang tidak dapat
diselesaikan dengan pendekatan disipliner karena kompleksitasnya.
Melalui pendekatan transdisipliner secara konsisten berkelanjutan
diharapkan dapat memandu arah perkembangan ITB dan bangsa ke
depan dengan membuahkan konsep, metode dan teori baru sebagai hasil
kegiatan Riset, Pendidikan dan Pengabdian Masyarakat.
Dengan didasari nilai tersebut, buku ini diterbitkan untuk dapat
menumbuhkan pemahaman yang mendalam tentang pendekatan
transdisiplinaritas dan berikut praktek-prakteknya.
Forum Guru Besar
Institut Teknologi Bandung
Ketua,
Prof. Tutuka Ariadji
Transdisiplinaritas:
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa
Transdisiplinaritas:
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa
DAFTAR ISI
KATAPENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iii
TRANSDISIPLIN UNTUK MEWUJUDKAN RENCANAINDUK
PENGEMBANGAN (RENIP) ITB ............................................................... 1
Prof. TutukaAriadji
Pendahuluan .......................................................................................... 1
Transdisiplinaritas: Definisi, Karakteristik, dan
Perkembangannya di Dunia .................................................................. 3
Forum Guru Besar sebagai Forum Transdisiplinaritas
untuk Menumbuhkan RisetAntar-Disiplin dan
Mengembangkan Disiplin Ilmu Baru .................................................. 15
Peran FGB ITB ......................................................................................... 17
Penutup ................................................................................................... 20
Referensi .................................................................................................. 21
iv v
Transdisiplinaritas:
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa
Transdisiplinaritas:
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa
TRANSKULTUR DAN TRANSDISIPLIN: BELAJAR DARI
KEARIFAN LOKAL ..................................................................................... 23
Prof. YasrafA. Piliang
Pendahulan ............................................................................................. 23
Intersubjektivitas dan Kesamaan ................................. 24
Fleksibilitas dan Kognitariat ................................................................. 28
Nilai Kearifan Lokal ............................................................................... 32
Simpulan ................................................................................................. 40
Referensi: ................................................................................................. 41
(Commonality)
vi 1
PENDAHULUAN
Landasan Moral
Moralitas merupakan tataran etika paling tinggi dalam berpikir
positif, di atas segalanya, ketika menjalankan Pendidikan, Penelitian, dan
Pengabdian Masyarakat. Untuk sampai pada makna moralitas, terlebih
dahulu perlu mendudukkan peran Guru Besar (GB) sebagai
sebagaimana mempunyai peran:
1. Kontribusi keilmuan yang diakui oleh komunitas luas pada
bidang keilmuannya.
2. Kepemimpinan yang membangun lingkungan masyarakat
keilmuannya, dan
3. Kemanfaatan yang sangat bermakna pada kehadiranya maupun
dari bidang keilmuanya bagi pencapaian institut.
Academic
Leadership (1)
TRANSDISIPLIN UNTUK MEWUJUDKAN
RENCANA INDUK PENGEMBANGAN (RENIP) ITB
Prof. Tutuka Ariadji
Transdisiplinaritas:
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa
Transdisiplinaritas:
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa 32
KepemimpinanAkademik seorang Guru Besar diakui oleh komunitas
akademiknya karena karya-karya yang dihasilkan berpengaruh dan
bermanfaat bagi masyarakat akademis dan masyarakat luas. Untuk
sampai pada Kepemimpinan Akademik, diperlukan konsistensi dalam
berkontribusi pada keilmuan/kepakarannya melalui kegiatan penelitian
dan pengabdian masyarakat secara kontinu penuh determinasi. Seorang
Guru Besar diharapkan dengan pengembangan keilmuannya mampu
membangun komunitas akademik di bidangnya. Komunitas akademik
yang tumbuh penting untuk memastikan pertumbuhan ilmu
berkelanjutan, meluaskan, serta mendalamkan pengembangan keilmuan
sehingga mencapai kekhususan yang renik dan memiliki kekomplekan
yang tinggi serta semakin membutuhkan kembali bantuan sains dasar. Di
sisi lain, kehadiran seorang Guru Besar akan sangat bermakna untuk
memberikan semangat dan inspirasi dalam berinovasi dan semangat
kebersamaan dalam bekerja mencapai tujuan bersama. Bermakna karena
memberikan pencerahan, membantu mencarikan solusi terhadap
permasalahan yang sulit untuk dipecahkan, memberikan kesempatan-
kesempatan baru untuk berkreasi, serta menjaga konsistensi dalam
mencapai tujuan bersama.
Sebagai konsekuensi logis, seorang Guru Besar adalah seorang yang
mempunyai kepemimpinan akademik di bidang ilmu pengetahuannya
dan secara moral bertanggung jawab untuk menjaga kesinambungan dan
pengembangan bidang ilmunya dengan melakukan pengembangan
sumber daya manusia (SDM) di bidang ilmu tersebut, melalui
keteladanan dan pengembangan program pendidikan dan penelitian.
Sebagai pemegang jabatan akademik tertinggi, keberadaan Guru Besar
sejatinya adalah sebagai soko guru yang menjamin tetap tegaknya
kepemimpinan Institusi yang bermakna bagi kehidupan. Guru Besar
dengan kepemimpinan akademiknya menegakkan panji-panji nilai
Universitas (Harijono Tjokronegoro).
Arah perkembangan dunia dan bangsa-bangsa menuju perkem-
bangan global bersamaan dengan persaingan kemajuan masing-masing
negara. Dengan ini, isu sentral pembangunan nasional adalah
dengan memperhatikan kondisi perkembangan
dunia yang sangat dinamik dan dengan menyadari potensi yang dimiliki
bangsa dan negara untuk menghasilkan keunggulan komparatif.
Perguruan Tinggi adalah garda terdepan dalam menjaga moral bangsa
melalui Tri Dharma Perguruan Tinggi untuk pendidikan sepanjang hayat
civitas academicanya dan sekaligus memberi ruang pengembangan
keilmuan ke depan. Teknologi, sains, seni, dan humaniora dapat
dipergunakan sebagai alat untuk membangun yang
efektif dan holistik untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya.
Negara-negara maju, seperti Jerman dan Jepang berhasil membangun
karakter bangsanya sebagai bangsa yang dikenal dengan ,
terbukti mampu menjadikan negaranya dalam kondisi terjadi
krisis ekonomi dunia. Sehubungan dengan ini, ITB sebagai institut
(1)
Tantangan Nasional
kemandirian nasional
karakter bangsa
the real engineers
survive
Transdisiplinaritas:
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa
Transdisiplinaritas:
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa4 5
teknologi yang kuat seyogyanya mengambil peran untuk menjadi
bersama perguruan tinggi
lain dengan meletakkan landasan pembangunan manusia Indonesia
seutuhnya melalui pengembangan sistem pendidikan holistik.
Menimbang tantangan dan tanggung-jawab dasar perguruan tinggi
tersebut, FGB ITB, dengan bentuk Forum, mempunyai keleluasaan untuk
menggalang gagasan dan sinergi keilmuan/kepakaran guna turut
berperan secara bersama-sama mendukung baik formal maupun informal
pengembangan ITB di masa kini dan ke depan. Dengan demikian, FGB
menjadi penting dalam mengelola potensi besar para GB di ITB dalam
bentuk komunikasi yang menghasilkan dan membahagiakan anggotanya.
Kondisi di atas bertujuan untuk mewujudkan konsep institusi pendidikan
holistik yang merangkum semua kepentingan sehingga terjadi
transdisiplinaritas yang harmonis sebagai modal utama pemecahan
masalah dan tumbuhnya disiplin baru. Dalam mewadahi seluruh
pemangku kepentingan, FGB ITB perlu turut serta membangun sistem
pendidikan holistik, transdisiplin teknik-sains-seni-humaniora yang
berlandaskan matriks pendidikan dan penelitian teknik, sains, seni, dan
social-humaniora yang dimiliki ITB terhadap pihak pengguna seperti
halnya pemerintah, industri, dan masyarakat umum. Sementara itu, isu
nasional yang perlu menjadi perhatian utama bersama adalah pembuatan
kebijakan-kebijakan untuk memberikan arah pengembangan Negara
pemimpin pembangunan karakter bangsa
Peran Forum Guru Besar (FGB)
Indonesia ke depan, yaitu pembangunan konsep Kebijakan Teknologi,
Kebijakan Industri, Kebijakan Sistem Pendidikan. Memperhatikan
pentingnya peran FGB untuk ITB dan kontribusinya untuk bangsa dan
negara, sudah sepantasnya para Guru Besar ITB bersemangat dalam
menghidupkan Forum Guru Besar ITB.
Transdisiplinaritas menciptakan konsep, teori, metode, dan inovasi
baru dalam menyelesaikan masalah dengan pendekatan terintegrasi
berbagai disiplin dan bergerak di luar batas disiplin-disiplin tertentu
sehingga melewati batas-batasnya seperti yang didefisinikan oleh
Harvard TREC berikut:
“
.
Dalam mewujudkan diperlukan upaya kerja sama
mutualistis dan konstruktif, serta kerelaan hati, keterbukaan, komunikasi
yang baik atas dasar ketulusan bersedia mendengarkan sehingga terjadi
saling pengertian, saling memahami, dan saling belajar untuk
TRANSDISIPLINARITAS: DEFINISI, KARAKTERISTIK, DAN PER-
KEMBANGANNYA DI DUNIA
Definisi Transdisiplinaritas
2)
Transdisciplinary Research is defined as research efforts conducted by
investigators from different disciplines working jointly to create new
conceptual, theoretical, methodological, and translational innovations that
integrate and move beyond discipline-specific approaches to address a
common problem”
transdisiplinaritas
Transdisiplinaritas:
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa
Transdisiplinaritas:
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa6 7
menanggulangi masalah yang tidak dapat diselesaikan sendiri.
Jantch mendefinisikan transdisciplinarity sebagai berikut:
Kata kunci adalah koordinasi semua disiplin dan
interdisiplin ketika hal tersebut tidak terjadi dalam multidisiplin.
berbeda dengan . Dalam koordinasi terjadi
komunikasi intensif untuk membangun pemahaman tentang asumsi yang
diadopsi serta metode-metode yang dipertentangkan untuk menghasil-
kan metode baru, sedangkan dalam hal tersebut belum tentu
terjadi Jantch berpikir bahwa transdisiplinaritas adalah tujuan dari
hubungan antardisiplin.
Rosenfield membedakan transdisipliner dari multidisiplin dan
interdisiplin dengan ilustrasi seperti ditunjukkan pada Citra 1.
Transdisipliner lebih jauh daripada interdisipliner dalam penetrasi
, tidak hanya integrasi antardisiplin, namun sampai pada
problem aslinya. Transdisipliner adalah tingkatan terdalam dalam
kolaborasi antar berbagai pakar keahlian sehingga menghasilkan konsep,
teori, ataupun metode baru. Dicontohkan tiga disiplin ilmu, yaitu biologi,
ekonomi dan sosial (dengan warna yang berbeda). Transdisipliner tidak
hanya berbicara tahapan mendefinisikan problem dan
berbagi metode, namun lebih jauh sampai pada solusi kebijakan.
(3)
(4)
“The co-ordination of all disciplines and interdisciplines in the
education/innovation system on the basis of a generalized axiomatics and an
emerging epistemological pattern”.
transdisiplinaritas
Coordination cooperation
cooperation
cross
boundaries
(defining problem)
Citra 1. Definisi Perbedaan Transdisipliner dan Interdisipliner oleh Rosenfield. (4)
Pemahaman Definisi dan Jenis Pertanyaan Masalah/Riset
Transdisiplinaritas adalah pendekatan sistematik dan holistik
antardisiplin dalam rangka menumbuhkan kajian lintas ruang lingkup
disiplin dengan penetrasi jauh melewati interdisiplin. Transdisiplinaritas
memerlukan kerja sama erat yang berkesinambungan sebagai suatu
proses untuk mengembangkan dan menggunakan kerangka konseptual
bersama untuk menghasilkan ilmu pengetahuan, teori, dan konsep baru.
Basarab Nicolescu memberikan definisi transdisiplinaritas dengan
sebutan sebagai , yaitu 3
aksioma metodologi transdisiplinaritas: (1)
, (2) , (3)
(5)
precise and rigorous definition of Transdiscplinarity
OntologicalAxiom: Levels of
Reality or Levels of Perception Logical Axiom: Multiple levels of reality
Multi – and inter-disciplinary
Biology Economics
Policy solutionPolicy solution
Policy solution
Social
Defining a problem
Shared methods
Social
BiologyEconomics
Defining a problem
Shared methods
Policy solution
Transdisciplinary
Transdisiplinaritas:
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa
Transdisiplinaritas:
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa8 9
Complexity axiom
Levels of Reality Beyond
all Disciplines
et al
et
al a
specicic-context negotiation rational knowledge
. Menurut Basarab Nicolescu hal mendasar konsep
pendekatan tansdisiplinaritas adalah konsep dan
. Transdisiplinaritas bukan hanya konstruksi sosial,
kumpulan konsensus, ataupun kesepakatan inter-subjektif, tetapi juga
dimensi trans-subjektif seperti hasil eksperimen. Transdisiplinaritas
mengakui multidimensinalitas, dan mempunyai visi transkultural,
transnasional, serta membuka batas etika, spiritualitas dan kreativitas.
Tugas utama transdisiplinaritas adalah mengelaborasi bahasa baru,
logika, dan konsep agar terjadi dialog murni.
Defila dan Di Giulio secara deskriptif dan detil memberikan cara
mengevaluasi riset transdisipliner dengan memberikan perbedaan
definisi tentang interdisipliner dan transdisipliner bahwa yang kedua
melibatkan pengguna dalam melakukan riset. Penjelelasan paling
sciencitific tentang perbedaan antara interdisiplin dan transdisiplin
adalah dari Despres dengan mendefinisikan transdisipliner adalah
ruang mediasi lintas batas antardisiplin yang mengaktifkan proses mutasi
dalam masing-masing disiplin sebagai konsekuensi makin intensifnya
pemahaman problem riset. Ruang mediasi meliputi : (1) Definisi problem
dan objek riset kompleks, (2) Definisi posisi epistemologis, (3) Seleksi
konsep-konsep operasi, (4) Elaborasi strategi riset, (5) kombinasi metode
riset, dan (6) kontruksi kerangka teoretis interpretatif. Lebih jauh, Klein
menjelaskan dengan akurat bentuk komunikasi antardisiplin sebagai
, sebagai yang tidak hanya
mengatakan "what we know", tetapi "how we communicate".
(5)
(6)
(7)
(8)
Barangkali pembandingan definisi dan keobjektifan antara
multidisiplin, interdisiplin, dan transdisiplin yang paling lengkap adalah
dari Choi dan Pak yang dengan singkat mengatakan bahwa perbedaan
ketiganya dapat diwakili dengan kata untuk multidisiplin,
harmonisasi/interaktif untuk interdisiplin, dan holistik untuk
transdisiplin, sedangkan Häberli (2001) menyatakan bahwa
transdisipliner adalah bentuk baru belajar dan pemenyelesaian masalah
yang melibatkan kerja sama antara berbagai bagian masyarakat dan
akademisi dalam rangka memenuhi tantangan kompleks masyarakat.
Penelitian transdisipliner dimulai dari hal yang , yaitu masalah di
dunia nyata: menyangkut proses saling belajar dan peningkatan
pengetahuan semua peserta sehingga pengetahuan yang diperoleh akan
lebih besar daripada pengetahuan pada setiap disiplin. Dalam proses ini,
bias dari perspektif masing-masing juga akan diminimalkan. Riset
kolaborasi antara universitas dengan industri dan organisasi non-
perguruan tinggi menjadi semakin penting dalam pengembangan ilmu
dan teknologi.
Dalam penyelesaian masalah, ada tiga tahapan proses riset
transdipliner, yaitu: (Pohl dan Hadorn (2007): (11)
1. Identifikasi dan strukturisasi masalah
Tahap ini merupakan jantung dari riset ini yang mampu
menguraikan disiplin ilmu apa saja yang terkait dan dibutuhkan.
2. Analisis masalah
(9)
(10)
additive
et al
tangible
Transdisiplinaritas:
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa
Transdisiplinaritas:
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa10 11
Pernyataan masalah perlu dibagi ke dalam dan
kemudian dilakukan integrasi.
3. Membawa hasil ke tingkat realisasi
Tahap ini tidak harus disampaikan pada hasil terakhir, tetapi
sebagai pembelajaran selama proses riset.
Wiesmann memberikan lima belas proposisi terkait definisi,
ruang lingkup, dan proses untuk meningkatkan riset transdisipliner yang
dapat diringkas sebagai berikut:
1. Riset Transdisipliner melewati batas-batas antara disiplin
ilmiah/saintifik dan antara sains; antara bidang sains dan sosial
lainya; serta mengikutsertakan penyampaian tentang fakta-fakta,
praktik-praktik, dan nilai-nilai.
2. Riset Transdisipliner memadai apabila didasarkan pada problem
dalam dunia nyata dengan tingkat komplesitas tinggi dalam hal
ketidakpastian fakta-fakta, beban nilai, dan kepentingan sosial.
3. Transdisipliner menyatakan tidak langsung bahwa karakter
alamiah problem yang akan dicari solusinya tidak ditentukan
sebelumnya dan membutuhkan untuk didefinisikan dengan
kooperatif oleh para peneliti. Transdisipliner menghubungkan
identifikasi masalah dan strukturisasi, mencari solusi, serta
menjembatani hasil dengan penyelesaian dalam sebuah
sub-questions
et al
Pemahaman Ruang Ringkup, Proses, dan Outcome untuk
Meningkatkan Riset Transdisipliner
(12)
penelitian berulang dan proses negosiasi.
4. Aturan/prinsip disiplin ilmu dan kompetensi dari ilmu alam, ilmu
keteknikan, ilmu sosial, ilmu humaniora, dan kehidupan dunia
tidak dapat ditentukan sebelumnya. Pada saat proses riset
berlangsung ditentukan sekumpulan yang harus
diintegrasikan, dihasilkan dan diintegrasikan ,
, dan .
5. Riset transdisipliner dibentuk berdasarkan kebutuhan konteks
problem nyata dan berhubungan dengan kondisi sosial serta hasil
yang pada dasarnya valid dalam konteks tersebut. Prasyarat
untuk kontekstualisasi ini pada umumnya adalah penyiapan
investigasi mendalam, model-model, serta pendekatan-
pendekatan yang dapat ditransfer ke dalam penempatan konteks
yang berbeda, setelah validasi dengan teliti dan adaptasi.
6. Kualitas riset trasndisipliner terikat oleh konsep yang kuat dalam
integrase. Untuk itu dibutuhkan pengembangan bentuk sendiri
spesialisasinya. Walaupun begitu, riset transdisipliner kurang
berarti tanpa kontribusi yang kuat dari masing-masing disiplin
dan itu merupakan potensi untuk memberi stimulasi inovasi pada
masing-masing disiplin.
7. Dalam proses praktik riset transdisipliner dibutuhkan negosiasi
dan interaksi yang terstruktur, berurutan dan terpilih secara hati-
hati, serta dibangun atas dasar pendekatan saling belajar yang
menjembatani peran dan posisi masing-masing tanpa melarutkan
body of knowledge
system knowledge
target knowledge transformation knowledge
Transdisiplinaritas:
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa
Transdisiplinaritas:
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa12 13
semuanya dalam berpartisipasi dengan orientasi pencapaian
sasaran.
8. Upaya-upaya kolaboratif dalam integrasi perlu diperhatikan
karakteristik alamiah riset transdisipliner yang
(melibatkan penerapan aturan berulang, definisi, atau prosedur
terhadap hasil yang mengikuti satu sama lain).
9. Kolaborasi dan negosiasi seharusnya didominasi oleh sikap
belajar saling menguntungkan dengan menciptakan kepemilikan
yang luas terhadap masalah dan pembangunan nilai kesadaran
melalui proses (memperhatikan kehadiran peneliti dalam
hal apa yang diinvestigasi)
10. Kesuksesan riset transdisipliner diindikasikan dengan telah
diketemukannya keseimbangan yang memuaskan antara masa-
masa kolaborasi intensif dengan definisi keluaran bersama yang
jelas dan masa-masa yang pendalaman kontibusi disiplin dan
multidisiplin dapat dielaborasi.
11. Pembangunan komunikasi dan kapasitas kolaborasi melalui
praktik publikasi dan penekanannya pada refleksivitas,
metodologi, konsep, serta teori yang memungkinkan eksplorasi
batas-batas dan koneksi antardisiplin.
12. Evaluasi riset transdisipliner harus sampai di luar sistem referensi
tradisional, termasuk memberikan kualifikasi integrasi dan
kolaborasi terhadap disiplin pemangku kepentingan, desain
recursive
reflexive
rekursif proses riset, serta bagaimana riset didasarkan dan
bagaimana menyiapkan input untuk pengetahuan dan
penanganan problem sosial. Para peneliti seyogyanya
berkonsentrasi mencari keseimbangan dengan sangat hati-hati
antara menghargai kompetensi spesifik dan melampaui batas-
batasnya dalam dialog yang konstruktif dan kritis.
13. Praktik transdisipliner yang bagus dan nyata harus didukung
oleh upaya-upaya pada tingkatan fondasi-fondasi ilmiahnya dan
pengakuan ilmiahnya. Upaya-upaya tersebut melampaui
sistematika prosedur riset transdisipliner dan ditujukan untuk
pengembangan teori, metodologi dan topik, serta inovasi pada
di antara disiplin-disiplin ilmu terkait untuk keuntungan
kedua semua pihak.
14. Untuk meningkatkan riset transdisipliner, fondasi ilmiah dan
potensi inovasi, perlu penguatan posisi institusi dalam sains dan
lingkungan komunitas akademis. Hal ini berarti memasukkan
aspek transdisipliner ke dalam riset, kurikulum, dan
pengembangan karir pada institusi disipliner yang sudah mapan
dan dimungkinkan promosi institusi spesialis transdisipliner.
15. Upaya-upaya untuk meningkatkan trandisiplinaritas seyogyanya
diikuti oleh dan sebagai bagian integral dari debat sosial pada
peran sain dalam masyarakat. Pada saat yang bersamaan
komunitas i lmiah didorong untuk secara konstan
memperbaharui debat pada peran nilai dan kepentingan dalam
interface
Transdisiplinaritas:
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa
Transdisiplinaritas:
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa14 15
riset. Kontribusi riset trandisipliner dalam memecahkan masalah
kehidupan dunia membutuhkan kondisi bahwa sains dalam
kondisi sadar memperhatikan dan secara eksplisit dalam nilai-
nilai batas-batas ilmu pengetahuan dan temuan, serta ini
membutuhkan citra sains cocok dalam masyarakat.
Barangkali literatur paling lengkap dalam kompilasi prinsip desain
riset transdisipliner adalah referensi oleh Lang , yang memberikan
model konseptual jenis ideal proses riset transdisipliner seperti
ditunjukkan pada Citra 2. Model konseptual jenis ideal proses riset
transdisipliner terdiri atas praktik sosial, proses riset transdisipliner, dan
praktik ilmiah/saintifik. Problem sosial dan saintifik/ilmiah membangun
dan yang merupakan tahap pertama (Phase
A) dalam proses riset transdisipliner yang kemudian dilanjutkan dengan
(Phase B), dan pada
akhirnya (Phase C). Lebih
jauh, Lang juga memberikan ringkasan prinsip desain
transdisipliner seperti ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel ini berisi petunjuk
untuk setiap tahapan tersebut berikut pertanyaan untuk memandu.
Panduan Desain Riset Transdisipliner
et al
problem framing team building
Co-creation of solution-oriented transferable knowledge
Re-integration and application of created knowledge
et al
(13)
(13)
Citra 2. Model konseptual jenis ideal proses riset transdisipliner Lang et al(13)
Transdisiplinaritas:
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa
Transdisiplinaritas:
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa16 17
Tabel 1. Prinsip-prinsip desain riset transdisipliner beserta panduan pertanyaan
masing-masing tahapan (Lang ).et al(13)
Berbagai Transdisiplinaritas di dunia
Penggunaan istilah transdisiplinaritas pertama kali diperkenalkan
oleh Jean Piaget pada 1970 , dan kemudian disampaikan lagi pada tahun
1987. Lembaga internasional,
(CIRET) mengadopsi pada konggres
pertama dunia dalam transdisiplinaritas (1 World Congress of
(14)
st
The International Center for Transdisciplinary
Research Charter of Transdisciplinarity
Transdisciplinarity), di Convento da Arrabida, Portugal, November
1994.
NEXUS merupakan lembaga kerja sama Sussex University, University
of East Anglia, dan Cambridge Institute for Sustainability Leadership.
Lembaga ini mengumpulkan para peneliti, pembuat keputusan,
pemimpin bisnis dan masyarakat penduduk untuk mengembangkan
projek kolaborasi dalam bidang pangan, energi, air, dan lingkungan. Riset
transdisipliner ini sangat komplek dan membutuhkan waktu banyak
untuk dapat menciptakan temuan-temuan yang juga kompleks dan sulit
dalam aplikasi.
Sebagai contoh, riset : peneliti yang terlibat bercampur dari
berbagai disiplin ilmu dan saling menyesuaikan adalah merupakan
praktik yang dapat diterima dalam praktik engineering.
Integrated marine resource science (Perry et al., 2012) membutuh-
kan perspektif saintifik lebih luas untuk menangani manajemen sumber
daya laut yang membutuhkan pendekatan lintas disiplin sampai pada
kompleksitas sosial-ekologi sistem laut (Langholz andAbeles, 2014) .
Transdisiplinaritas di Seni dan Humaniora dicontohkan oleh the
Planetary Collegium yang ditujukan untuk menghasilkan “new
knowledge in the context of the arts, through transdisciplinary inquiry
and critical discourse, with special reference to technoetic research and to
advances in science and technology. Dalam prosesnya,
transdisiplinaritas di bidang ini bertujuan merefleksikan aspirasi sosial,
(15)
(16)
(17)
(18)
( 1 9 )
agile
Transdisiplinaritas:
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa
Transdisiplinaritas:
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa18 19
teknologi, dan spiritual komunitasnya sementara juga tetap memper-
tahankan kekuatan-kekuatan bidang-bidang ilmu yang mungkin
menghambat pengembangan sosial dan kultural.
Universitas Harvard mempunyai
(TREC) yang berada di bawah
(HSPH), menyiapkan sumber daya dan pendukung
untuk studi-studi dalam area pencegahan kanker dan obesitas. Pusat ini
didirikan untuk menggali faktor-faktor biologi, genetika, gaya hidup,
lingkungan, dan risiko sosial, serta akan menjadi sumber daya nasional
untuk dengan kerja sama institusi antara the
Harvard School of Public Health, the Harvard Medical School, Brigham
and Women’s Hospital, Dana-Farber Cancer Institute, Harvard Pilgrim
Health Care, Boston Children’ Hospital, the Harvard Center for
Population and Development Studies, dan Duke University Medical
Center.
Projek regional riset transdisipliner di tiga negara yaitu Cina,
Vietnam, dan Philipina (Citra 3) didanai oleh
(BMBF) di bawah program riset
(http://www.fona.de/en/10073) telah dimulai pada
tahun 2010 atau 2011. Pendanaan untuk waktu total 5 tahun. Projek ini
mempunyai tujuan mengukur pengembangan pengetahuan ilmiah untuk
memperbaiki pemahaman , dan
mencari straregi serta solusi di area kawasan riset tersebut. Tabel 2
Transdisciplinary Research in
Energetics and Cancer Center the Harvard
School of Public Health
energetics and cancer knowledge
German Federal Ministry of
Education and Research “Sustainable Land
Management Module A”
sustainable land and water management
(2)
(20)
menunjukkan tujuan, fokus, target keluaran, dan skala projek. Tujuan
projek adalah untuk (1) mendukung pengelolaan oasis di bawah kondisi
perubahan iklim dan sosial (Xinjiang, Cina), (2) mengembangkan konsep
terintegrasi untuk kultivasi karet (Yunnan, Cina), (3) pengembangan
konsep dan
berkontibusi pada pembangunan berkelanjutan kultivasi padi dengan
irigasi (Vietnam dan Philipina), (4) menyiapkan basis ilmiah untuk
pembangunan berkelanjutan penggunaan tanah dan strategi pengelolaan
air dengan memperhatikan pembangunan sosio-ekonomis, pertumbuhan
populasi, dan dampak perubahan iklim pada tanah dan sumber air
(Vietnam).
landscape scale management ecological engineering practices
Citra 3. Projek riset transdiscipliner yang dilakukan di Cina (SuMaRiO, SURUMER),
Vietnam (LEGATO, LUCCi), and the Philippina (LEGATO).(20)
Transdisiplinaritas:
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa
Transdisiplinaritas:
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa20 21
MIT mendirikan D-Lab sejak 2002 sebagai bagian dari pendidikan
mahasiswa untuk menerapkan transdisiplinaritas. Para mahasiswa diberi
tantangan untuk menerapkan pengetahuan sains, teknik, teknologi,
sosial, dan bisnis dalam menangani permasalahan kemiskinan dunia
melalui jejaring internasional dengan negara-negara Amerika Latin dan
Afrika. Untuk mendukung pendidikan tersebut, disediakan banyak
mata kuliah. D-Lab telah menjadi kekuatan dalam menumbuhkan
inovasi dan program-program kreativitas, inovasi, dan kewirausahaan
yang dikenal di dunia. Selain itu, MIT memiliki (SCL)
yang bertujuan mengkaji dan mengantisipasi bagaimana teknologi digital
mengubah cara hidup masyarakat dan implikasi pada skala masyakat
perkotaan.
cross
listed
SENSable City Lab
(21)
Tabel 2. Ringkasan Empat projek riset transdisipliner di Cina, Vietnam, dan
Philipina.(20)
a. Sustainable management of river oases along the Tarim River, Northwest China
(http://www.sumario.de; Rumbaur et al. 2015)
b. Sustainable rubber cultivation in the Mekong Region—development of an integrative
land-use concept in Yunnan Province, Southwest China (https://surumer.uni-
hohenheim.de/)
Transdisiplinaritas:
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa
Transdisiplinaritas:
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa22 23
c. Land-use intensity and ecological engineering—assessment tools for risks and
opportunities in irrigated rice based production systems, Vietnam and the Philippines
(http://www.legato-project.net; Settele et al. 2013)
d. Land-use and climate change interactions in the Vu Gia Thu Bon River Basin, Vietnam
(http://www.lucci-vietnam.info).
e. Universities and research institutes; O: organizations from outside academia
Universitas di Jerman yang mendalami kegiatan riset transdisipliner
adalah Universitas Munster dalam (CiM) yang
menggunakan untuk memahami proses dinamiknya,
dan Leuphana College di Universitas of Luneburg yang mempunyai
.
The Belmont Forum adalah suatu grup pendana kelas dunia yang
mendukung transdisipliner, dan mempunyai projek internasional
berjudul "Hydro-social and environmental impacts of sugarcane
production on land use and food security – an international programme to
foster trans-disciplinary science, networking and community building".
Projek ini difokuskan untuk negara-negara dengan keunggulan
agrikultural gula tebu dan sekaligus untuk ketahanan terhadap
ketidakpastian iklim ini melibatkan peneliti dari USA (4 Universitas dan
institusi-institusi lainnya), UK (Cranfield Univ.), India, Brazil, South
Africa, dan Australia. Projek ini sangat mendukung transdisipliner serta
pendekatan holistik dengan mengintegrasikan ilmu pengetahuan
agronomik, klimatik, lingkungan, dan sosio-ekonomik dari para pakar
dalam sistem agrikultural, model pemanfaatan lahan, ilmu sosial,
Cells in Motion
biomedical imaging
Transdisciplanary Sustainability Research
(30)
(31)
(32)
meteorologi, ekonomi sumber daya pedesaan, , dan
untuk pembuatan keputusan.
FGB yang sejatinya merupakan sekumpulan para penyandang
dan dapat menjadi kekuatan yang sangat besar apabila
dapat berperan menjadi wahana praktik transdisiplinaritas untuk
kegiatan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Penelitian dan Pengabdian
Masyarakat lintas disiplin menyambungkan antar keunggulan-
keunggulan yang dimiliki para Guru Besar dan menguatkan
yang sudah dijalin para Guru Besar untuk menjadi keunggulan-
keunggulan dan baru yang lebih besar dan lebih
kuat. Forum Guru Besar ITB adalah kumpulan para pakar yang unggul di
bidangnya masing-masing serta mempunyai rentang keilmuan yang
lengkap dari teknik, sains, seni, bisnis, dan humaniora sehingga forum ini
sangat tepat untuk menjadi wadah pengembangan transdisiplinaritas
dengan tujuan mulia: menyelesaikan permasalahan dengan mengem-
bangkan disiplin-disiplin ilmu baru untuk menghasilkan solusi kebijakan.
Seperti diungkapkan di awal, tantangan besar bangsa ini adalah
N dan ITB dapat memerankan diri sebagai pelopor
GIS, remote sensing
spasial modelling
academic leadership
networking
networking-networking
ation Character Building
FORUM GURU BESAR SEBAGAI FORUM TRANSDISIPLINARITAS
UNTUK MENUMBUHKAN RISET ANTAR-DISIPLIN DAN
MENGEMBANGKAN DISIPLIN ILMU BARU.
Rational
Transdisiplinaritas:
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa
Transdisiplinaritas:
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa24 25
melalui konsep pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Memper-
hatikan kekuatan para Guru Besar ITB yang beragam, pendekatan
transdisipliner menjadi metode yang tepat. Forum GB dapat memerankan
fungsinya sebagai fasilitator terjadinya proses komunikasi lintas disiplin
dengan masyarakat yang berkepentingan, tidak hanya dalam
mendefinisikan problem dan metode pemecahannya, namun lebih jauh
FGB dapat menjadi katalis dalam menghasilkan solusi kebijakan. Untuk
kepentingan ini FGB perlu membangun komunikasi dan sistem proses
transdisipliner dengan semua pihak yang berkepentingan dengan terlebih
dahulu membuat matrik komunikasi antar pihak-pihak tersebut.
Transdisipliner membutuhkan komunikasi intensif, mendalam, dan
holistik sehingga memerlukan atmosfer akademik Forum GB yang hidup,
penuh dengan keterbukaan, inspiratif, dan konstruktif menuju satu
tujuan bersama.
Sebagai contoh, gagasan transdisinaritas yang bisa dilakukan di ITB
adalah model pembangunan masyarakat di perbatasan negara Indonesia
dengan membangun kesadaran pembanguan berkelanjutan. Perma-
salahan sosial di perbatasan sangat beragam dan mustahil dapat
diselesaikan dengan pendekatan sektoral, antara lain , narkoba,
teroris, pindah kewarganeraan atau dwi kewarganeraan, bisnis ilegal,
, , air bersih, listrik, transportasi, dan pendapatan
daerah. Pendekatan holistik transdisipliner diperlukan untuk dapat
trafficking
ilegal fishing ilegal logging
Gagasan Transdisipliner di ITB
menyelesaikan secara menyeluruh dari berbagai disiplin ilmu seperti
Biologi, Teknik Lingkungan, Teknik Sipil, Teknik Kelautan (untuk daerah
perbatasan laut), Teknik Geologi, dan Teknik-teknik lainya yang berkaitan
dengan pemanfaatan sumber daya alam seperti Teknik Perminyakan,
Teknik Pertambangan, dan Teknik Kimia, serta disiplin ilmu sosial-
humaniora yang ada di ITB yang justru berada di depan untuk
mendiskripsikan permasalahan real masyarakat. Hasil akhir
berupa Kawasan Binaan sebagai percontohan.
Praktik trandisipliner dalam Teknologi Informasi sudah dilakukan
oleh para Guru Besar ITB dan beberapa dosen ITB lainya, untuk
mewujudkan ide Digital Indonesia yang merupakan transformasi
Pemerintah, Industri, Perkotaan dan Pedesaan dan meliputi aspek bisnis
dan teknologi dapat merupakan peluang untuk diperluas menjadi
kontribusi ITB. Kegiatan ini dapat diperluas, diperkuat, dan dikem-
bangkan dengan melibatkan para pakar dan di luar ITB secara
komprehensif untuk dapat menghasilkan konsep baru bahkan ilmu baru
dalam teknologi komunikasi.
Potensi wahana transdisipliner bidang pertanian-energi yang akan
besar pengaruhnya terhadap perekonomian regional dan nasional adalah
pengembangan produksi kelapa sawit untuk kebutuhan dalam negeri.
Produksi Crude Palm Oil (CPO) Indonesia dari lahan kelapa sawit seluas
12 juta hektar tahun 2015. Sekitar 28 juta ton per tahun menguasai pangsa
pasar dunia terbesar yaitu 47%, namun sebagian besar diekspor.
Pemanfaatan CPO untuk biodiesel sebagai pengganti kebutuhan bahan
(output)
stake-holders
(33)
Transdisiplinaritas:
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa
Transdisiplinaritas:
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa26 27
bakar minyak dalam negeri merupakan tantangan besar transdisipliner
yang melibatkan disiplin Teknik Kimia, Biologi, Ekonomi, dan Sosial-
Humaniora.
Pengembangan Lapangan Gas di Kawasan Indonesia Timur menjadi
tumpuan masyarakat tertinggal di kawasan tersebut. Sumber Gas dari
Lapangan Masela, Kasuri, dan Tangguh dapat dimanfaatkan untuk
pengembangan Pabrik Pupuk, Petrokimia, dan penyedian listrik untuk
daerah tersebut. Diperkirakan lebih dari 1000 juta kaki kubik per hari dari
ketiga lapangan tersebut yang direncanakan akan dialokasikan untuk
pengembangan industri dan listrik. Hal tersebut mengindikasikan
dapat memberikan peningkatan tambahan Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) sekitar 20%. Indikasi ini menggembirakan, namun
sekaligus juga menyadarkan keterbatasan sumber daya ini sehingga perlu
dikaji lebih detail dari sisi teknik, ekonomi, dan sosial untuk dapat lebih
berhasil guna serta sebagai transformasi kegiatan perekonomian apabila
sumber daya gas sudah berkurang dan akhirnya habis.
Kondisi objektif masyarakat dan infrastruktur yang menjadi tujuan
pembangunan dapat dijadikan bentuk akhir hasil kajian transdisipliner
sehingga mungkin tidak salah apabila kedua contoh transdisipliner ITB di
atas dapat dikatakan sebagai pendekatan .
Pengelolaan Forum berbeda dengan pengelolaan organisasi
supply
reverse social-science-engineering
PERAN FGB ITB
struktural di Satuan Akademik. FGB seyogyanya dikelola dengan filosofi
mengetengahkan kesadaran pribadi atas rasa tanggung jawab untuk turut
berkontribusi dengan berbagi pengetahuan dalam berdiskusi, berpikir
masa depan, dan penyelesaian masalah. FGB benar-benar menjadi forum
interaktif dan efektif serta membuahkan hasil yang dapat menggem-
birakan yang bisa dinikmati bersama sehingga menjadi magnet untuk
bersuka-ria dan bersemangat hadir dalam rapat-rapat FGB.
Sebelum semuanya dilakukan, perlu adanya kesamaan landasan
berpikir untuk setiap tindakan, yaitu nilai-nilai luhur. Nilai-nilai luhur
merupakan alas piramida (Citra 4) sebagai landasan semua kegiatan
untuk melaksanakan pengembangan transdisiplinaritas dalam rangka
memberikan kontribusi kepada masyarakat secara lebih berkualitas dan
berdampak signifikan.
Citra 4. Landasan dan sikap semua kegiatan untuk melaksanakan pengembangan
transdisiplinaritas.
Transdisiplinaritas:
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa
Transdisiplinaritas:
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa28 29
Sesuai dengan statuta dan berdasarkan konsep priramida di atas, FGB
secara moral bertanggungjawab untuk turut serta memberikan
sumbangan pemikiran terhadap pembangunan nasional, tantangan
Negara, permasalahan Bangsa, lingkungan sekitar ITB, dan masyarakat
ITB.
FGB hendaknya mempunyai misi untuk mengembangkan budaya
nilai-nilai luhur dan mengembangkan budaya keterbukaan mimbar
akademis di lingkungan civitas academica dengan memulainya di
lingkungan Guru Besar ITB. Nilai-nilai luhur menjadi landasan bagi setiap
tindakan insan akademis kampus yang dimulai dari teladan para Guru
Besar pada setiap disiplin ilmu. Secara institusional FGB-ITB mempunyai
peran sebagai yang diyakini mengukuhkan keberadaan
dan keberlanjutan institut melewati batas waktu. Lebih jauh, FGB-ITB
seyogyanya mempunyai tanggung jawab untuk memberikan masukan
pengembangan institusi pendidikan baik di lingkungan ITB maupun di
tingkat nasional yang berbasis nilai-nilai luhur yang kian lama kian
kurang diperhatikan.
FGB juga diharapkan dapat berperan lebih aktif dalam turut serta
memberikan masukan dalam menyelesaikan permasalahan mendasar
perguruan tinggi Indonesia yang memasukkan nilai-nilai ke dalam
kampus-kampus sehingga mengesampingkan nilai-nilai luhur akademis.
FGB dapat memberikan masukan normatif pada pengelolaan organisasi
dan kelembagaan sehingga berorientasi kepada kemampuan, kompetensi
dan kinerja, serta memberdayakan mekanisme sebagai
guardian of values
check and balance
pengejawantahan kontrol sosial pelaksanaan nilai-nilai luhur. Pemimpin
di berbagai tingkatan bertanggung-jawab kepada masyarakat
akademisnya secara moral dengan tidak ada peraturan dan mekanisme
yang mengaturnya. Hanya nurani nilai-nilai paling dalamlah yang
menggerakkan seorang pemimpin dapat merasa bersalah apabila tidak
dapat menepati janjinya atau tidak dapat melayani masyarakat
akademisnya. Perguruan tinggi adalah basis terakhir moral bangsa dan
juga sekaligus sebagai ujung tombak pendidikan nasional dalam
menunjukkan kualitas suatu bangsa.
Guru Besar adalah puncak karier seorang dosen dalam melaksanakan
Tri Dharma Perguruan Tinggi bagi dirinya, sekaligus merupakan
permulaan karier berikutnya dengan mengemban untuk
masyarakat yang lebih luas. Kesadaran akan peran
dalam membimbing, memotivasi, dan memberikan penilaian kepada
yang lebih muda dengan penuh rasa hormat akan prestasi yang
dicapainya dan memberikan pengharapan sebagai generasi penerus yang
akan membawa kehidupan akademis lebih baik berlandaskan nilai-nilai
luhur yang universal.
Misi pengembangan keilmuan FGB diharapkan berkontribusi pada
Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian Masyarakat dengan tepat dan
signifikan baik untuk perguruan tinggi pada umumya maupun ITB
khususnya. Kiranya diperlukan komunikasi yang baik dengan pihak
eksekutif terkait sehingga dimungkinkan terjadinya pengembangan
keilmuan yang juga sekaligus bermanfaat bagi pengembangan institusi
wisdom
Academic Leadership
Transdisiplinaritas:
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa
Transdisiplinaritas:
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa30 31
Fakultas/Sekolah. Pengembangan keilmuan dapat diarahkan untuk
memberikan wawasan dalam perkembangan ilmu pengetahuan dunia
masa kini dan masa depan, dan dapat pula untuk mengantisipasi
tantangan nasional ke depan. FGB dapat memfasilitasi wadah
pengembangan keilmuan transdisipliner yang mencakup disiplin ilmu
teknik, sains, ekonomi, dan sosial-humaniora dengan memperhatikan
kepentingan masyarakat pengguna. Transdisiplinaritas tidak hanya
berhenti pada pemecahan masalah dari belum bisa diselesaikan dengan
mono-disiplin ataupun multidisiplin, namun lebih jauh melewati batas-
batas disiplin masing-masing ilmu yang terkait dan menghasilkan
pengembangan ilmu baru, konsep baru, ataupun metode baru.
Praktik Transdisipliner di FGB-ITB memerlukan titik awal secara
institusional yang berangkat dari para Guru Besar yang telah
berkecimpung secara luas di masyarakat menggeluti permasalahan pelik
baik di masyarakat umum maupun di tingkat nasional untuk secara
bersama-sama mendefinisikan problema yang dihadapi dan disiplin ilmu
yang terkait serta pihak-pihak yang berkepentingan. Diperlukan
keterbukaan dari pakar-pakar disiplin ilmu yang terkait untuk
memberikan kesempatan berdiskusi sampai jauh menembus batas-batas
ruang lingkup disiplin ilmu masing-masing. Hal ini memerlukan
pengembangan budaya baru yang inklusif, konstruktif, dan berorientasi
pada tujuan .
Apabila transdisiplinaritas dapat dilaksanakan pada bidang
Pendidikan dan Penelitian dengan baik secara rutin, meluas ke banyak
(goals)
disiplin ilmu dan hasilnya berdampak signifikan, kiranya perlu
diwacanakan pengembangan yang pertama di
Indonesia.
Dalam hal permasalahan bangsa, peran FGB akan berdampak lebih
signifikan dalam berkarya jika fokus kajiannya dipertajam sehingga
pemengembanan misi berkontribusi pada pembangunan sektor daerah
mempunyai nilai Cakupan Nasional.
FGB seyogya menghasilkan karya-karya antisipatif ke depan bagi
kemanusiaan dan solusi permasalahan bangsa, bukan bersikap responsif
atau reaktif karena permasalah yang sedang menghangat.
Jurgen Mittelstrass dalam tulisannya
memaknai Transdisiplinaritas sebagai prinsip riset, bukan suatu disiplin
ilmu baru, ataupun suatu teori baru, ataupun suatu metodologi.
Transdisiplinaritas memandu persepsi terhadap problem yang dihadapi
dan solusinya, namun tidak menjadi bentuk-bentuk teoretis.
Transdisiplinaritas menangani area subjek permasalahan yang sempit
karena spesialisasi disiplin yang telah ada tidak mempunyai kapasitas
untuk memecahkan masalah tersebut. Transdisiplinaritas adalah juga
prinsip kerja dan organisasi yang membentangkan subjek dan disiplin
dari ujung ke ujung.
Center of Transdisciplinary
On Transdisciplinarity
PENUTUP
(35)
(35)
Transdisiplinaritas:
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa
Transdisiplinaritas:
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa32 33
REFERENSI
1. MGB ITB: ,
2014.
2. The Harvard School of Public Health (HSPH): “Transdisciplinary
Research in Energetics and Cancer Center (TREC)”, Harvard
University, www.hsph.harvard.edu, 2017.
3. Jantsch, E.: “Towards interdisciplinarity and transdisciplinarity in
education and innovation", in Apostel, Leo, Guy Berger, Asa Briggs,
and Guy Michaud, (eds). Interdisciplinarity: Problems of teaching and
research in universities. France: Centre for Educational Research and
Innovation, hal. 106.), 1972.
4. Ciannelli, L., et.al.: "Transdisciplinary graduate education in marine
resource science and management", (2014) 71 (5): 1047-
1051.
1. DOI: https://doi.org/10.1093/icesjms/fsu067, 2014.
5. Nicolescu, B.: “Methodology of Transdisciplinarity - Levels of Reality,
Logic of the Included Middle, and Complexity", Trandisciplinarity
Journal of Engineering and Science, Vol. 1. No.1, p. 19-38, December
2010.
6. Defila, R. & Di Giulio, A.: “Evaluating Transdisciplinary Research”, In
Panorama, Vol. 1, 29: Swiss Priority Programme (SPP), 1999.
7. Despres : “Collaborative planning for retrofitting suburbs:
transdisciplinarity and intersubjectivity in action”, Elsevier, Future 36,
Pandangan Majelis Guru Besar: Menuju Jabatan Guru Besar
ICES J. Mar. Sci.
et al
2004.
8. Klein, T.: “Prospects for transdisciplinarity”, Futures, 36(4), 2004.
9. Choi, Bernard C.K., dan Anita W.P. Pak.: "Multidisciplinarity,
interdisciplinarity and transdisciplinarity in health research, services,
education and policy: 1. Definitions, objectives, and evidence of
effectiveness", Clinical & Investigative Medicine29 (6), 2006.
10. Häberli, R., Bill, A., Thompson Klein, J. Scholz, R. & Welti, M.:
, Pp. 6–21 in Thompson Klein, Grossenbacher-Mansuy,
Häberli, Bill, Scholz, & Welti (Eds.),
, Technology and Society. Basel: Birkhäuser, 2001.
11. Pohl, C. dan Hirsch Hadorn, G.:
, Proposed by the Swiss Academies of Arts and Sciences.
Munich: Oekom, in Hirsch Hadorn, G., Hoffmann-Riem, H., Biber-
Klemm, S., Grossenbacher- Mansuy, W.,Joye, D., Pohl, C., Wiesmann,
U., Zemp, E. (Eds.), , Dordrecht,
Springer, 2007.
12. Wiesmann, U., :
, in Hirsch Hadorn, G., Hoffmann-Riem, H., Biber-
Klemm, S., Grossenbacher- Mansuy, W.,Joye, D., Pohl, C., Wiesmann,
U., Zemp, E. (Eds.), , Dordrecht,
Springer, 2008.
13. Lang, D.J., Weik,A., Bergman, M., Stauffacher, M., Martens, P., Moll, P.,
Swilling, M., dan Thomas, C.J.: “Transdisciplinary Research in
Synthesis
Transdisciplinarity: Joint Problem-
Solving among Science
Principles for designing transdisciplinary
research
Handbook of Transdisciplinary Research
et al Enhancing transdisciplinary research: A synthesis in
fifteen propositions
Handbook of Transdisciplinary Research
Transdisiplinaritas:
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa
Transdisiplinaritas:
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa34 35
Sustainability Science: Practice, Principle, and Challenges”, Sustain
Sci, DOI 10.1007/s11625-011-0149-x, Springer, 2012.
14. Piaget, J.: , W.W. Norton & Company inc., New
York, 1970.
15. d’ Ambrosio, U.: “Transdisciplinarity: 1st World Congress at
Arrábida”, Hugin, 1999.
16. Economic and Social Research Council (ESRC).: “Transdisciplanary
Metods for Developing NEXUS Capabilities”, Report of Workshop
held at the Sussex University, The NEXUS Network, June 29-30, 2015.
17. Perry, R. I., Bundy, A, dan Hofmann, E. E.: “From biogeochemical
processes to sustainable human livelihoods: the challenges of under-
standing and managing changing marine social–ecological systems”,
Current Opinion in Environmental Sustainability, 4: 253–257, 2012.
18. Langholz, J. A., dan Abeles, A.: “Rethinking postgraduate education
for marine conservation”, Marine Policy, 3: 372 – 375, 2014.
19. https://en.wikipedia.org/wiki/Planetary_Collegium
20. Siew, T.F., Aenis, T., Spangenberg, J.H., Nauditt, A., Döll, P., Frank,
S.K., Ribbe, L., Rodriguez-Labajos, Rumbaur, C., Settele, J., and Wang,
J.: “Transdisciplinary research in support of land and water
management in China and Southeast Asia: evaluation of four research
projects”, Sustainability Science, Volume 11, Issue 5, pp 813–829,
Springer Link, September 2016. (http://link.springer.com/
journal/11625).
Genetic Epistemology
21. Murcott, S.:
, Springer International Publishing, Massachusetts
Institute of Technology, Cambridge, MA, USA, 2016.
22. https://www.depts.ttu.edu/vpr/transdisciplinary
23. https://www.cgu.edu
24. https://twin-cities.umn.edu/
25. https://www.schoolapply.com/schools/bachelors-degree/university-
of-north-carolina-at-chapel-hill
26. http://www.lstmed.ac.uk/study/how-to-apply/eligibility-criteria-for-
discounts?gclid=COGvgN-Q3dICFVQEKgodR5ULnQ (26),
27. http://www.uclan.ac.uk/schools/art-design-fashion
28. http://www.bradford.ac.uk/student/accommodation/the-green
29. https://www.leeds.ac.uk
30. Muenster University: “Building work begins on the Multiscale
Imaging Centre”, 13 Januari 2017,https://www.uni-muenster.de/
Cells-in-Motion/newsviews/2017/01-13.html
31. Leuphana University: “Transdisciplinary Sustainability Research”, 28
Februari 2017, http://www.leuphana.de/en/professorships/
transdisciplinary-sustainability-research.html
32. Belmont Forum: “Hydro-social and environmental impacts of
sugarcane production on land use and food security – an international
D-Lab and MIT IDEAS Global Challenge: Lessons in
Mentoring, Transdisciplinarity and Real World Engineering for Sustainable
Development
Transdisiplinaritas:
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa
Transdisiplinaritas:
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa36 37
programme to foster trans-disciplinary science, networking and
community building - THESIS”, http://belmontforum.org/funded-
projects/hydro-social-and-environmental-impacts-sugarcane-
production-land-use-and-food, diakses pada 15 Maret 2017.
33. Panigoro, A.:
, Medco Foundation dan Kepustakaan Popules Gramedia,
2015.
34. PPTMGB Lemigas.:
, Laporan untuk SKKMIGAS, 2017.
35. Mittlestrass, J.: "On Transdisciplinarity", , 15(65/60), 4, 329-
338, 2011.
Revolusi Energi: Solusi Krisis Energi dan Pengentasan
Kemiskinan
Dampak Ekonomi Pemanfaatan Gas di Kawasan
Indonesia Timur
TRAMES
PENDAHULUAN
Pengembangan gagasan, pengetahuan, citra dan produk di era
informasi dan masyarakat jejaring saat ini - khususnya di bidang seni dan
desain - sangat dipengaruhi oleh perubahan mendasar dalam interaksi
sosial, transaksi ekonomi, wacana budaya, produksi pengetahuan,
interaksi komunikatif, kolaborasi kreatif, model produksi, dan paradigma
kerja masyarakat. Perubahan mendasar ini telah diwujudkan dalam cara-
cara hidup baru di dunia: budaya jejaring, transkultural, komunitas
virtual, fleksibilitas, kognitariat, ruang kerja bersama, atau penciptaan
berama. Perubahan-perubahan mendasar ini juga telah secara mendasar
mengubah struktur kehidupan sehari-hari dan makna dari dunia itu
sendiri.
Pada tingkat pelaku atau aktor, telah terjadi perubahan radikal dalam
TRANSKULTUR DAN TRANSDISIPLIN:
BELAJAR DARI KEARIFAN LOKAL
Prof. Yasraf A. Piliang
Transdisiplinaritas:
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa
Transdisiplinaritas:
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa38 39
hal peran individu dalam penciptaan ‘dunia buatan manusia’ atau
. Di dunia yang saling terhubung dan saling bergantung saat
ini, "individu" tidak lagi dianggap sebagai 'genius', yang mampu
menciptakan dunia baru melalui kecerdasan dan kekuatan kreatifnya.
Kegeniusan pencipta individual di tengah masyarakat jejaring saat ini
telah secara meyakinkan digantikan oleh kekuatan jejaring dan kolaborasi
sebagai model baru produksi sosial dan pengembangan gagasan. Dengan
kata lain, penciptaan gagasan di tengah masyarakat informasi saat ini
tidak lagi melalui produksi individual, melainkan melalui produksi sosial
gagasan. Gagasan-gagasan ini tidak dihasilkan secara individual,
melainkan sebagai bentuk model produksi komunal.
Dari sudut pandang produksi pengetahuan, perkembangan
masyarakat jejaring juga memiliki dampak radikal terhadap epistemologi,
yakni dalam hal mekanisme, institusi, dan metode produksi pengetahuan,
serta peran disiplin ilmu dalam proses produksi tersebut. Perubahan
radikal juga telah terjadi dalam sifat "disiplin" itu sendiri, sebagai
konsekuensi dari perkembangan media sosial, masyarakat jejaring, dan
relasi intersubjektif dalam dunia yang saling terhubung. Dapat dikatakan
bahwa kompleksitas pada tingkat interaksi sosial, komunikasi media,
penyebaran informasi, pertukaran ekonomi, dan produksi pengetahuan,
menjadi faktor utama upaya pencarian model disiplin dan disiplinaritas
baru dalam dunia yang saling terhubung dan saling bergantung.
Dalam perubahan dunia yang tak berujung, budaya dan tradisi lokal
man-
made-world
sering dipahami dalam bingkai marginalitas, alienasi atau bahkan
kehancuran, sebagian mungkin disebabkan oleh citra ketidakberdayaan,
irasionalitas, ketidakrelevanan atau stagnansi. Makalah ini merupakan
tantangan untuk menjawab argumen tersebut, sebuah bentuk usulan
argumen yang berlawanan, bahwa budaya lokal dan kearifan lokal dapat
menjadi sumber yang kaya, makna yang berharga dan dasar yang kuat
untuk diskusi tentang kecenderungan "putaran komunitas"
, ketika basis individu produksi sosial telah secara struktural
digantikan oleh basis komunitas. Dalam konteks inilah, kearifan lokal
seperti gotong royong (kerja sama) dan permusyawaratan
dapat dianggap sebagai basis fundamental dari transkultural
dan transdisiplin.
Salah satu perubahan mendasar sebagai akibat perkembangan
informasi dan masyarakat jejaring adalah perubahan pada tingkat model
produksi, khususnya yang berkaitan dengan kerja dan tenaga kerja.
Model individu genius atau individu kreatif yang bekerja di ruang
terisolasi untuk menghasilkan karya yang genius dan inovatif sudah tidak
lagi sesuai dengan semangat zaman masyarakat jejaring, yang
memiliki jenis pekerjaan baru "Kerja Nonmaterial" .
Hardt dan Negri mengidentifikasi tiga model "pekerjaan nonmaterial"
dalam masyarakat informasi saat ini, yaitu: pekerjaan komunikatif jejaring
(community
turn)
(customary
deliberation)
(Zeitgeist)
(immaterial labor)
INTERSUBJEKTIVITAS DAN KESAMAAN (COMMONALITY)
Transdisiplinaritas:
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa
Transdisiplinaritas:
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa40 41
informasi, pekerjaan interaktif analisis simbolis dan pemecahan masalah
dan kerja produksi, serta manipulasi afektif.
Sejauh menyangkut sejarah pekerjaan di era industri, pekerjaan
didominasi oleh kerja material atau fisik, melalui interaksi fisik di ruang
dan waktu konkret. Walaupun demikian, perkembangan jejaring
komunikasi sebagai akibat dari pengembangan teknologi informasi
canggih, telah menciptakan tatanan kerja baru, ketika komunikasi tidak
hanya merupakan aspek penting dari sistem produksi, tetapi menjadi
model produksi itu sendiri. Dengan kata lain, komunikasi bukan hanya
alat utama, tetapi juga model organisasi kerja itu sendiri. Artinya,
komunikasi bukan sekedar mengekspresikan “…, tetapi juga mengatur
pergerakan globalisasi. Komunikasi mengekspresikan gerakan dengan
cara menggandakan dan membangun struktur interkoneksi melalui
jejaring-jejaring. Komunikasi juga mengekspresikan gerakan dan
mengendalikan penginderaan dan arah imajinasi yang berjalan di seluruh
koneksi komunikatif tersebut”.
Lebih jauh lagi, perkembangan masyarakat jejaring telah secara
radikal mengubah konsep sosiologis individu, manusia, atau masyarakat.
Dalam konsep konvensional, 'orang-orang' dianggap
sebagai konsep kesatuan, ketika keragaman individu direduksi menjadi
satu kesatuan dan satu identitas. Sebaliknya, dalam masyarakat jejaring,
konsep kesatuan ini tidak lagi berfungsi karena individu-individu ini
tidak bisa lagi disatukan oleh konsep tunggal seperti "rakyat” atau
(1)
(2)
Gesellschaft (people)
people
karena mereka berada di luar batas-batas setiap masyarakat, negara atau
bangsa. Bard dan Negri menggunakan konsep untuk meng-
gantikan konsep 'rakyat'. terdiri atas “… perbedaan internal
yang tak terhitung banyaknya yang tidak pernah dapat direduksi menjadi
satu kesatuan atau satu identitas — budaya, ras, etnis, jenis kelamin, dan
orientasi seksual yang berbeda; bentuk kerja yang berbeda-beda; cara
hidup yang berbeda; cara memandang dunia yang berbeda; dan
keinginan yang berbeda. adalah keragaman dari semua
perbedaan-perbedaan tunggal ini”.
Sebagai komponen baru masyarakat, juga dapat dipahami
sebagai jejaring, ketika orang dapat bekerja dan hidup bersama dalam
suatu bentuk "umum" atau . Namun demikian, penggunaan
konsep 'bersama' dalam masyarakat digital-informasi saat ini benar-benar
berbeda dengan penggunaan istilah konvensional "komunitas" atau
sebagai konsep tradisional, yang memiliki implikasi ideologi
tunggal atau identitas tunggal. Sebaliknya, menghasilkan
konsep yang tidak padu karena bukan identitas dan juga bukan
keseragaman. Dalam istilah , perbedaan subjek sosial tidak dapat
direduksi menjadi identitas, tujuan, keyakinan atau ideologi tunggal. Apa
yang mengikat para individu menjadi satu dalam "yang bersama" bukan
identitas tunggal atau ideologi yang terpadu, tetapi ruang yang
disediakan oleh koeksistensi individu yang berbeda, ketika mereka secara
sosial berkomunikasi dan bertindak bersama.
multitude
Multitude
Multitude
multitude
‘common’
community
multitude
multitude
multitude
(3)
(4)
Transdisiplinaritas:
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa
Transdisiplinaritas:
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa42 43
Untuk memahami konsep tersebut dalam konteks yang berbeda,
hanya dapat dilakukan dalam 'kemengadaan bersama'
, yaitu, kondisi kehadiran bersama secara simultan para
subjek sosial yang berbeda di dalam satu ruang tertentu (nyata atau
virtual). Kondisi ini memungkinkan mereka untuk berkomunikasi secara
intensif atau berinteraksi satu sama lain dalam melakukan produksi sosial
tertentu. Salah satu kegiatan utama dalam adalah produksi
gagasan, pengetahuan, citra, tanda, atau makna. Produksi sosial atau
budaya ini tidak dapat dilakukan oleh satu orang saja secara soliter di
sebuah ruang terisolasi. Alih-alih, para subjek memerlukan suatu kondisi
ko-eksistensi spasial, yang mampu menghasilkan ide-ide, pengetahuan,
konsep atau citra umum melalui ‘kemengadaan bersama’. Seperti yang
dikemukakan oleh Bard dan Negri:
Produksi gagasan, citra, dan pengetahuan tidak hanya dilakukan
bersama-sama — tidak ada satu individu pun yang benar-benar
berpikir sendirian, semua pemikiran merupakan hasil kolaborasi
dengan pemikiran masa lalu dan masa sekarang orang lain. Setiap
gagasan dan citra baru mengundang dan membuka kolaborasi-
kolaborasi baru. Pada akhirnya, produksi bahasa, baik bahasa alami
maupun bahasa buatan, seperti bahasa komputer dan berbagai jenis
kode, selalu bersifat kolaboratif dan menciptakan cara-cara kolaborasi
baru. Dengan demikian, dalam hal produksi nonmaterial, penciptaan
kerja sama telah menjadi hal internal bagi suatu pekerjaan dan oleh
karenanya bersifat eksternal bagi modal.
multitude
(commonality)
multitude
(5)
Dari argumen di atas dapat disimpulkan bahwa kolaborasi dan kerja
sama adalah dua model utama kerja, kreasi, dan produksi dalam budaya
informasi terkini dan masyarakat jejaring, ketika ide, citra, dan
pengetahuan dihasilkan dalam ruang bersama melalui komunikasi
intensif di antara individu dan pelaku yang berbeda. Akan tetapi, perlu
diperhatikan bahwa istilah ‘umum’ atau komunitas
saat ini tidak mengacu pada makna konvensional dari istilah tersebut
sebagai ko-eksistensi individu berdasarkan ideologi umum, melainkan
kepada komunikasi intensif dalam proses sosial kolaboratif produksi
gagasan, citra, pengetahuan, tanda, desain, atau produk. Dalam hal
desain, misalnya, ide atau gagasan desain saat ini dihasilkan secara
kolektif melalui mekanisme di berbagai media sosial seperti
internet.
Untuk menjelaskan argumen di atas secara berbeda, telah terjadi
transformasi radikal model produksi ide, citra, pengetahuan, dan produk
dalam masyarakat jejaring saat ini dari semula berbasis subjek menjadi
inter-subjektif, atau dari basis ke basis . Oleh karena itu,
secara lebih jauh, dapat dikatakan bahwa inter-subjektivitas adalah model
utama wacana sosial dalam masyarakat jejaring saat ini, ketika realitas
kehidupan sehari-hari menampilkan dirinya sebagai kehidupan yang
dijalani seseorang bersama dengan orang lain. Selain itu, perlu
ditekankan bahwa hubungan sosial antara individu-individu dalam
hubungannya dengan produksi tidak dilakukan di dunia yang terisolasi,
melainkan di dunia tempat kita hidup bersama dengan orang lain sebagai
(common) (community)
brainstorming
individual dividual
(6)
Transdisiplinaritas:
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa
Transdisiplinaritas:
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa44 45
‘dunia bersama’ atau . Kolektivitas, dalam konteks ini,
adalah karakter lain dari masyarakat jejaring saat ini. Sebagaimana
dikatakan oleh Berger dan Luckman,
,’ artinya masyarakat adalah
produk manusia. Masyarakat adalah realitas objektif.
Ada banyak hal yang menjadi petunjuk bahwa produksi gagasan,
citra, pengetahuan, dan produk tidak bersifat individual, melainkan
bersifat sosial. Artinya, tidak ada produksi, melainkan produksi sosial
gagasan, citra, pengetahuan, dan produk. Seperti yang dikatakan oleh
Wolf, “… semua tindakan, termasuk tindakan kreatif atau inovatif,
muncul dalam gabungan kompleks berbagai determinan dan kondisi
struktural (sosial)”. Akan tetapi, penting untuk ditekankan bahwa istilah
'sosial' dalam masyarakat jejaring dewasa ini harus diteliti secara kritis,
sebagai akibat kuatnya pengaruh teknologi jejaring dalam membentuk
realitas sosial. Inti dari 'sosial', menurut Nancy, adalah "bersama-sama"
atau ; walaupun demikian, ". . . hanya
dianggap sebagai sementara, dan masyarakat itu sendiri
dianggap sebagai suatu langkah dalam sebuah proses ... ". Dengan kata
lain, arti "bersama-sama" dalam masyarakat jejaring tidak bersifat stabil,
tetap, atau permanen, melainkan dinamis, tidak stabil, dan .
Seperti yang bisa dilihat dalam produksi gagasan, citra, pengetahuan,
dan produk saat ini, kreativitas pada umumnya bukanlah produk
individu, melainkan produk sosial. Karya-karya kreatif atau inovasi tidak
common world
“society is a human product. Society is
an objective reality. Man is a social product
"co-appearance" co-appearance
epiphenomenon
chaotic
(7)
(8)
(9)
(10)
dihasilkan di ruang hampa, melainkan sebagai produk wacana sosial atau
"bersama-sama" para individu kreatif yang berada di dalam
satu ruang bersama, bekerja sama untuk menghasilkan ide-ide kreatif. Hal
ini dapat dilihat pada fenomena pengembangan gagasan saat ini melalui
di media sosial seperti Internet. Sebagaimana dikemukakan
Csikszentmihalyi,
, bahwa kreativitas tidak
terjadi di dalam kepala sesorang, melainkan di tengah interaksi pikiran
seseorang dengan konteks sosio-budaya. Gejala ini lebih bersifat
fenomena sistemik daripada individual.
Sebagaimana disebutkan sebelumnya, dalam masyarakat jejaring saat
ini, individu tidak lagi menjadi aktor genius tunggal dalam menciptakan
dan membentuk dunia melalui gagasan inovatifnya. Sebagai subjek dari
masyarakat jejaring saat ini, seorang individu diserap, dipengaruhi dan
dibentuk oleh kekuatan jejaring itu sendiri. Dengan pemahaman seperti
ini, kita tidak lagi berbicara tentang individu, melainkan dividu atau
. ini "... memiliki tidak hanya satu, melainkan banyak
identitas, dan identitas ini terus-menerus dapat terbagi." Ini terjadi
karena jejaring terbuka, seperti halnya internet, menjadi model baru
, ketika individu pada prinsipnya dibentuk alih-alih membentuk
jejaring. Untuk tugas seperti ini jejaring-jejaring ini memerlukan relasi,
sosialitas, pengetahuan, produk, nilai, kontak, ikhtisar, visi, etika, atau
keinginan yang karakteristiknya sama sekali berbeda.
being together
brainstorming
“creativity does not happen inside people’s heads, but in the
interaction between a person’s thoughts and a socio-cultural context. It is a
systemic rather than an individual phenomenon...’
dividual Dividu
"being
together"
(11)
(12)
(13)
Transdisiplinaritas:
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa
Transdisiplinaritas:
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa46 47
Dalam kontra-perbedaan terhadap model masyarakat konvensional
, ketika terdapat semacam "pusat" (keyakinan, ideologi,
kebiasaan, norma), prinsip masyarakat jejaring lebih terdesentralisasi,
dengan pengertian bahwa kekuasaan atau terbagi dan dimiliki
bersama-sama oleh beberapa pusat kekuasaan. Akibatnya, relasi dan
interaksi sosial pada masyarakat seperti ini tidak pernah secara sosial
terikat dengan satu kekuatan pusat, melainkan terikat pada dinamika
perjuangan untuk kekuasaan dan konstelasi sosialnya. Oleh karena itu,
relasi sosial dan relasi kekuasaan pada masyarakat jejaring tidak pernah
mencapai keseimbangan, melainkan selalu berada dalam kondisi
atau ketidakseimbangan. Relasi kekuasaan ini terus
berubah, yang berarti bahwa “… kekuatan yang dijalankan berasal dari
aliansi sementara, samar-samar, tidak stabil, aliansi yang dapat
berpindah-pindah, tidak lagi berasal dari satu titik geografis tertentu atau
at entitas konstitusional tertentu.”
Diskusi di atas mengarah pada evaluasi ulang konsep sosial, yaitu,
atau "kebersamaan" aktor sosial atau individu di berbagai
interaksi sosial atau wacana dalam masyarakat informasi dan jejaring saat
ini, terutama dalam konteks produksi gagasan, citra, pengetahuan, atau
produk. Dapat dikatakan bahwa arti dari "kerja bersama" dalam artian
atau "bekerja bersama” dalam arti pada mayarakat
informasi dan jejaring saat ini telah mengalami perubahan semantik
mendasar karena telah terjadinya transformasi kehidupan sosial itu
sendiri dari komunitas nyata ke komunitas virtual. 'Kebersamaan' sebagai
(Gesellschaft)
power
disequilibrium
togetherness
work together co-working
terjemahan , menurut Nancy, adalah “… bukan jumlah, atau
penggabungan, atau "masyarakat," atau "komunitas". Kebersamaan
singular adalah singularitas "itu sendiri." Kebersamaan "merakit" entitas-
entitas tersebut sebagaimana ia juga menjauhkannya; mereka "terkait"
sejauh mereka tidak bersatu ".
atau pada masyarakat informasi dan
jejaring saat ini tidak lagi ditafsirkan sebagai pekerjaan di ruang pasti,
konkret, stabil, dan tetap, melainkan di ruang masyarakat jejaring yang
bersifat sementara, tidak stabil, terus menerus bergerak dan mengurai
pusat masyarakat jejaring. Pengertian adalah simultanitas, tetapi
simultanitas tidak lagi ditafsirkan sebagai "pada ruang yang sama",
meskipun mungkin terjadi atau berada “pada saat yang sama".
Sebagaimana akan dielaborasi nanti, telah terjadi transformasi model
kerja atau produksi di masyarakat jejaring terkini, mulai dari bekerja sama
hingga “bekerja bersama” sebagai pengertian .
Melalui ini, pengembangan gagasan atau produk tersebut, pengem-
bangan gagasan bukan lagi merupakan aksi solo seorang pencipta tunggal
yang genius, melainkan sebagai produk dari aktor sosial, yang
membangun ruang bersama, untuk mewujudkan koeksistensi mereka
sebagai makhluk sosial.
Sebagai konsep budaya atau psikologis, 'individu' berarti kesatuan,
togetherness
"Working together" "co-working"
‘together’
“co-working” “co-creation”
(14)
FLEKSIBILITAS DAN KOGNITARIAT
Transdisiplinaritas:
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa
Transdisiplinaritas:
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa48 49
ke-diri-an, ke-esaan, dan otonomi, baik pada tingkat subjek, disiplin,
objek, konsep, atau sosial. Individu mewakili singularitas, yaitu suatu
entitas yang secara substansial tidak terkait atau bergantung kepada
sesuatu yang eksternal, yang mampu mengatur dirinya sendiri dan tidak
dapat dibagi . Akan tetapi, perkembangan masyarakat jejaring
telah secara radikal mengubah konsep individu itu sendiri, sebagai entitas
yang pasti, kesatuan dan tetap. Masyarakat informasi, dalam berbagai
bentuk manifestasinya, di berbagai media digital seperti atau
, tidak menghasilkan konsep tunggal individu, melainkan "spektrum
individualitas", dengan spektrum kualitas.
Perkembangan masyarakat jejaring telah menciptakan individu, yang
hidup di berbagai jejaring, seperti televisi, Internet, Facebook, dan media
sosial lainnya, yang secara mendasar telah mengubah karakter mereka.
Seperti yang dikemukakan oleh Bard dan Soderqvist, ada 'relativisasi'
konsep individu, yaitu, perubahan radikal 'individualitas' sebagai nilai
absolut untuk menjadi yang relatif. Hal ini dapat dilihat terutama di dunia
yang saling terhubung dan saling bergantung saat ini yang semakin
dibentuk oleh berbagai jejaring dan posisi individu sebagai 'singularitas'
dan 'kesatuan identitas' tidak dapat dipertahankan lagi. Penyebabnya
adalah karena hubungan antar-tubuh, pikiran, dan perasaan pada jejaring
digital telah mengarah pada kondisi tertentu, ketika ‘kendali diri’menjadi
sesuatu yang semakin sulit dilakukan.
Pada masyarakat jejaring saat ini, kita tidak dapat lagi bergantung
pada lembaga yang stabil, struktur kelas yang pasti, sistem permanen,
(undivided)
Line
(15)
kekuasaan terpusat, dan kedaulatan negara yang otonom. Sebaliknya, kita
telah pindah ke bentuk baru dinamika sosial yang lebih mengutamakan
sesuatu yang khusus, lokal, jamak, berbeda, atau periferal. Yang lebih
mendapatkan perhatian adalah fungsi dinamis sesuatu yang didasarkan
pada prinsip dasar kemampuan beradaptasi, bukan stabilitas. Pada
tingkat karakter mental, kemampuan beradaptasi harus didukung oleh
fleksibilitas, yaitu sifat mental tertentu yang membuat seseorang mampu
menyesuaikan dirinya dengan situasi atau konstelasi dinamis, terutama
dalam hubungannya dengan produksi gagasan, citra, pengetahuan dan
produk.
Lebih jauh lagi, pada masyarakat jejaring, telah terjadi perubahan
radikal dari konsep 'individu', dari indivisibilitas atau ke-tidakterbagi-an
menjadi divisibilitas atau keterbagian, dari kesatuan ke fragmentasi, dari
singularitas menjadi multiplisitas, yang membuat semakin sulitnya
membuat konsep terpadu atau "diri yang sejati". Apa yang telah
terjadi, menurut Soderqvist, adalah transformasi konseptual dari
"individu" (yang tidak dapat dibagi, , tunggal) menjadi "dividual"
(yang dapat dibagi, terfragmentasi dan jamak). Dividualitas ini tidak
memiliki identitas tunggal, melainkan multi-identitas, yang terus
terpecah-pecah dan tersebar. Individu menjadi titik persimpangan,
tempat perpotongan berbagai ide, konsep, ideologi, atau kekuatan, yang
tidak mampu menghasilkan 'pusat' diri . Individu ditempatkan
pada posisi sebagai bidang individualitas yang bersifat ,
sebagai individu yang bergerak atau individu yang mengambang bebas:
(16)
true self
unified
(cogito)
decentering
Transdisiplinaritas:
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa
Transdisiplinaritas:
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa50 51
dividual. Dividual menikmati identitas yang dapat berpindah-pindah,
bergerak, dan nomaden.
Dari sudut pandang manusia sebagai , transformasi
individu menjadi dividu memiliki efek terhadap makna 'kerja' sebagai
. Di era informasi, ‘kerja’ tidak lagi didominasi oleh pekerjaan fisik,
melainkan oleh jenis pekerjaan yang melibatkan organisasi pikiran,
pengetahuan, dan informasi. Di sektor ekonomi, misalnya, peran
pengetahuan dan informasi menjadi semakin dominan dalam
menciptakan ekonomi berbasis pengetahuan. Seperti yang dikemukakan
oleh Toffler, bekerja di berbagai sektor telah didominasi oleh pemrosesan
simbol, atau apa yang ia sebut (kerja pikiran). Apakah
seseorang bekerja sebagai dokter, operator mesin, administrator,
keamanan, ahli mesin atau juru tulis — semua pekerjaannya secara
intensif melibatkan pemrosesan simbol dan informasi digital-elektronik.
Digitalisasi hampir semua sektor kehidupan telah secara radikal
mengubah tidak hanya sifat 'kerja', tetapi juga profil 'pekerja', baik sebagai
individu maupun kelas pekerja. Dalam konteks kerja, profil seorang
pekerja dalam sistem kapitalis, yang menjual kekuatan fisiknya untuk gaji,
dalam ekonomi digital saat ini telah berubah menjadi tipe pekerja baru,
yang menggunakan kekuatan kognitifnya dalam berbagai kegiatan kreatif
untuk menciptakan nilai-nilai ekonomi. Perubahan radikal ini dicitrakan
oleh Toffler sebagai transformasi "proletariat" menjadi "kognitariat", yaitu
kelas sosial yang lebih mengeksplorasi kekuatan pikiran daripada
kekuatan fisik. Jenis pekerja baru ini juga disebut "netocrat", yaitu,
(17)
(18)
(19)
(20)
homo faber
work
mind work
individu yang tinggal di jejaring tertentu dan mampu memanfaatkan
informasi, simbol, dan pengetahuan dalam jejaring tersebut untuk
membangun individualitasnya.
Agar mampu memproses simbol, informasi, dan pengetahuan dalam
masyarakat jejaring, sangat diperlukan karakter pribadi tertentu. Dalam
ruang aliran informasi yang cepat dan lancar, tidak ada tempat bagi
karakter pribadi yang "kaku". 'Fleksibilitas' adalah salah satu karakter
utama yang diperlukan agar dapat bertahan dalam masyarakat jejaring
saat ini. Fleksibilitas dapat didefinisikan sebagai kemampuan individu
untuk mengubah alam ketika menghubungkan dirinya dengan orang
lain. Namun, fleksibilitas hanya dapat dibangun di atas beberapa
prinsip dasar dan menentukan.
Pertama, fleksibilitas hanya dapat dibangun melalui prinsip
"koneksi", ketika setiap titik atau posisi dapat secara dinamis dan secara
kompleks dihubungkan ke titik atau posisi lain dalam infinitum sistem
tertentu. Dalam sistem yang rumit inilah "garis" tertentu dapat ditarik,
yakni garis yang secara sistematis menghubungkan individu, konsep,
identitas, pengetahuan, dan informasi. Mengenai konsep garis ini,
Deleuze dan Guattari mengidentifikasi tiga jenis garis penghubung: 1)
, sebagai garis dengan batas yang jelas, tetap, dan kaku
antarsegmen, 2) , sebagai garis yang dilalui seseorang untuk
dapat melintasi batas, untuk menetap di wilayah baru, dan 3) ,
sebagai garis yang memungkinkan gerakan yang tidak pernah berakhir
sehingga sesuatu tidak pernah mengendap di wilayah tertentu.
(21)
(22)
(23)
garis menetap
garis migrasi
garis nomad
Transdisiplinaritas:
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa
Transdisiplinaritas:
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa52 53
Kedua, fleksibilitas dalam masyarakat jejaring hanya dapat
dimanifestasikan melalui prinsip "multiplisitas", yaitu, prinsip negasi dari
setiap bentuk kesatuan, linearitas dan kekakuan — dalam ekonomi,
politik, pendidikan, atau seni — untuk membuka ruang terhadap
perbedaan. Di sini, tidak ada prinsip "kesatuan" atau (disiplin,
identitas, kebenaran, pengetahuan, gaya) yang dapat berfungsi sebagai
pusat. Dalam seni, misalnya, tidak ada gaya yang dapat diklaim sebagai
'pusat', dalam kondisi keragaman gaya lokal, regional atau etnik. Dalam
pendidikan, prinsip 'linearitas' dari setiap disiplin ilmu adalah musuh
multiplisitas karena multiplisitas bersifat nonlinear. Di sini, fleksibilitas
dalam pendidikan hanya dapat dibangun melalui intensifikasi koneksi,
ketika seorang siswa tidak terikat pada posisi yang pasti, stabil, atau tetap
(keahlian, keterampilan, disiplin), melainkan terus bergerak di ruang
terbuka untuk membangun berbagai koneksi.
Ketiga, jika kita membahas identitas, disiplin, ideologi, atau
pengetahuan dalam konteks "peta", fleksibilitas hanya dapat
dimanifestasikan melalui prinsip "peta dinamis", yaitu peta terbuka yang
dapat terhubung dengan peta lain dalam semua dimensinya, untuk terus
memodifikasi dirinya sendiri. Peta fleksibel semacam ini dapat dimasuki
dari berbagai 'akeses'. Dalam konteks individu, individu yang fleksibel
adalah individu yang mampu menghubungkan dirinya dengan orang
lain, baik pada level ide, pemikiran, pengetahuan, identitas, tanda, dan
makna. Ini adalah fleksibilitas yang membuat seniman, perancang, atau
insinyur mampu menghasilkan bidang keahlian dalam jejaring profesi
unity
(24)
tertentu melalui kekuatan pengaturan diri atau koordinasi diri dari peta
keahlian dinamisnya sendiri.
Keempat, fleksibilitas dapat dibangun melalui prinsip "intermezzo",
yaitu prinsip yang tidak pernah menetap pada posisi akhir ekstrem dari
setiap entitas, melainkan selalu berada "… di tengah-tengah, di antara hal-
hal, , intermezzo”. Dapat dikatakan bahwa suatu hal tidak
pernah mengendap pada bentuk ketetapan apa pun, tetapi selalu bergerak
secara dinamis di antara dua atau lebih poin atau posisi: antara dua atau
lebih kategori, disiplin, paradigma, profesi, pengetahuan, ideologi, gaya,
keahlian, atau identitas.
inter-being (25)
Suatu hal yang berada di posisi antara dua titik yang berbeda dapat
disebut , yaitu, sesuatu yang selalu dalam “... keadaan
perantara. Dan juga campuran agregat … (ini) mencampur atau
mengasosiasikan yang satu dan yang , pengumpulan sistematis
dan distribusi bersama. Sistem muncul dalam distribusi, dan menghilang
di sana; distribusi muncul dalam sistem, dan menghilang di sana”.
Dalam konteks disiplin, misalnya, seseorang dapat menarik garis yang
menghubungkan disiplin teknologi dan budaya untuk menghasilkan
disiplin baru: teknokultur.
'inter-being'
multiple
(26)
Transdisiplinaritas:
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa
Transdisiplinaritas:
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa54 55
Dapat dikatakan lebih lanjut bahwa fleksibilitas tidak lagi dapat
bergantung pada model organisasi konvensional karena karakter
dinamisnya. Sebaliknya, harus didukung oleh pesawat tertentu, yang
dioperasikan melalui likuidasi batas, keterbatasan, atau ketetapan .
Misalnya, pendidikan fleksibel tidak pernah membingkai suatu disiplin,
konsep, atau sistem dalam bingkai yang tetap, tetapi selalu mengulangnya
menjadi atau tak terhingga. Dalam kerangka dinamis inilah
konsep-konsep itu "... terorganisasi, dan bagaimana ia dapat secara aktif
menjadi (tidak terorganisasi) sehingga memungkinkan
lahirnya bentuk-bentuk organisasi lain - (walaupun) tidak ada organisasi
yang tetap sama sekali". Hal ini terjadi karena dalam fleksibilitas,
banyak hal diatur melalui prinsip "variasi terbuka", yaitu kontinum variasi
dan cakrawala (ide, konsep, pengetahuan, sistem) yang memerlukan
reorganisasi.
Dalam bentuk baru organisasi (dis-organisasi) dalam masyarakat
jejaring, kognitariat dapat dilihat sebagai model utama pembelajaran, di
luar cara belajar konvensional di sekolah atau universitas. Sekolah atau
universitas konvensional mengembangkan kecepatan produksi
pengetahuan yang jauh lebih lambat, dengan pertimbangan epistemologis
yang kaku, sementara model kognitariat produksi pengetahuan
cenderung mengembangkan “… kemampuan untuk menyerap dan
mengasimilasi informasi dalam jumlah besar, dikombinasikan dengan
pemahaman intuitif tentang apa yang relevan dalam setiap situasi
tertentu; asosiasi cepat dan ketidakseriusan yang tidak rasional bukannya
(fixed)
ad infinitum
dis-organ-ized
(27)
(28)
(29)
analisis sumber yang teliti”. Oleh karena itu, kognitariat dapat dianggap
sebagai model pembelajaran yang tepat di dunia yang berubah cepat saat
ini, yang juga menuntut respon cepat.
Dari diskusi di atas dapat disimpulkan bahwa fleksibilitas menjadi
kata kunci yang penting dalam dunia pendidikan masa depan, dalam
model produksi pengetahuan yang cepat dan dinamis. Penyebabnya
adalah karena model pendidikan konvensional yang memberikan
pengetahuan, keterampilan, atau kompetensi 'tunggal' kepada siswa,
tidak lagi berfungsi dengan benar dalam masyarakat jejaring saat ini.
Model konvensional ini telah secara meyakinkan digantikan oleh model
pembelajaran dan pendidikan yang lebih terbuka. Gagasan utama dari
model pendidikan yang lebih fleksibel ini, menurut Slaughter, bukanlah
tentang bagaimana mempelajari fakta untuk menghasilkan pengetahuan
yang mutlak, melainkan pada “… pembelajaran tentang cara belajar …
cara mengembangkan berbagai keterampilan dan sikap terhadap
pembelajaran”.
Beberapa petunjuk telah menjelaskan bahwa produksi pengetahuan
tidak dapat dipisahkan dari budaya tempat pengetahuan dihasilkan,
disesuaikan, dan dihargai. Namun, karena pengetahuan baru berguna
atau bermakna dalam konteks hubungan sosial-budaya lokal,
pengetahuan tidak dapat dipisahkan dari "akar" budaya masyarakat.
(30)
(31)
NILAI KEARIFAN LOKAL
Transdisiplinaritas:
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa
Transdisiplinaritas:
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa56 57
Diskusi tentang atau "akar", dalam pengertian ini, adalah bagaimana
pengetahuan lokal atau kearifan lokal mampu membentuk gagasan,
perilaku, tanda, citra, dan makna dalam kehidupan sehari-hari
masyarakat. Dalam kaitan ini, “krisis” dari akar berarti bahwa penduduk
lokal dipisahkan dari akarnya; bahwa pengetahuan dan kearifan lokal
tidak lagi mampu mengatur, mengendalikan, dan membentuk kehidupan
sehari-hari para anggota masyarakat.
Dalam konteks budaya Indonesia, "akar" budaya dapat berupa
bahasa, keyakinan, kebiasaan, identitas, nilai, atau kearifan. Akan tetapi,
masing-masing akar harus dibicarakan dalam arti khusus "jamak", yaitu,
"menjadi tunggal-jamak "; artinya, bahwa dalam bentuk
tunggal itu terdapat bentuk jamak. Semboyan nasional, Bhinneka
Tunggal Ika, misalnya, dapat diartikan sebagai bukan
sekedar , karena elemen-elemen plural memiliki
pluralitas dalam kesatuan mereka. Salah satu nilai yang harus
dipahami dalam bingkai ini adalah nilai kehidupan harmonis, yang
diyakini bersama oleh beberapa kelompok etnis di Indonesia, meskipun
dalam manifestasi yang berbeda. Dalam budaya Jawa hal ini berkaitan
dengan nilai (kehormatan) yang membentuk kepribadian Jawa
sebagai pribadi yang menghargai harmoni, kesesuaian sosial, dan
menghindari konflik.
"Gotong royong" (bekerja bersama) adalah contoh lain nilai budaya
yang diyakini bersama, yang bukan hanya merupakan bentuk khusus
kecenderungan fisik bekerja bersama dalam melaksanakan tugas tertentu,
root
(singular-plural)
"unicity in diversity"
"unity in diversity"
‘unicity’
urmat
(32)
(33)
melainkan juga kebiasaan mental mendasar yang terkait dengan
pandangan dunia tertentu . Ide dasar dari gotong royong
sebagai pandangan dunia adalah ide-ide “ /kebersamaan”,
“ /kebersamaan” dan “ko-eksistensi” aktor kolektif dalam
melakukan pekerjaan tertentu: membangun rumah, membajak sawah,
memanen padi, membangun sistem irigasi, atau membersihkan jalan.
Walaupun demikian, dalam konteks jenis pekerjaan kontemporer -
merancang, memproduksi, berdiskusi, mediasi - akar budaya gotong
royong ini dapat diaktifkan kembali sebagai landasan untuk menghasil-
kan gagasan, citra, pengetahuan, dan produk, melalui pemeliharaan nilai-
nilai dasarnya. /kebersamaan, /kebersamaan, dan
koeksistensi, yang sejalan dengan model kerja masyarakat jejaring saat ini.
Kata ‘gotong royong’, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, memiliki
arti "bekerja bersama, saling membantu, saling mendukung".
Koentjaraningrat mendefinisikan ‘gotong royong’ sebagai "... mobilisasi
kekuatan manusia tanpa bayaran untuk pekerjaan tertentu yang memiliki
manfaat publik atau berguna untuk pembangunan". Di sini, gotong
royong tidak hanya merupakan kecenderungan fisik untuk bekerja
bersama, tetapi juga menjadi cara hidup, kelangsungan hidup atau
hubungan sosial dalam masyarakat petani yang diatur dalam model
paguyuban . Basis budaya gotong royong adalah prinsip
hidup tanpa pamrih, yaitu prinsip kerja tanpa mengharapkan keuntungan
pribadi, hadiah, atau manfaat. Jenis pekerjaan tanpa laba ini menjadi dasar
kehidupan komunal, yang tujuan utamanya adalah untuk melakukan
(Lebenswelt)
commonness
togeherness
Commonness togetherness
(Gemeinschaft)
(34)
(35)
(36)
Transdisiplinaritas:
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa
Transdisiplinaritas:
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa58 59
bentuk kehidupan yang harmonis, yaitu hidup rukun. Dalam masyarakat
tradisional Jawa, sebagaimana dikatakan oleh Mulder:
“… kehidupan sosial yang ideal adalah hidup dalam masyarakat yang
harmonis atau hidup rukun. Harmoni ini bukan sebuah pemberian
atau sesuatu yang datang dengan sendirinya, melainkan sebuah
produk kehendak aktif untuk saling menghormati dan saling
adaptasi. Landasan kehendak adalah pengakuan bahwa tidak
seorang pun dapat hidup sendiri atau kepuasan diri dan bahwa ia
membutuhkan orang lain untuk menyelesaikan masalah hidupnya.
Sebagai hasilnya, seseorang perlu saling mengingatkan satu sama
lain, untuk saling memahami harapan satu sama lain, untuk saling
mentoleransi dan menghormati satu sama lain, dan untuk mematuhi
prinsip timbal balik dalam saling keterkaitan satu sama lain sebagai
upaya sadar sehingga orang lain dapat secara sosial didekati.”
Dalam kehidupan sosial seseorang harus menghargai pendapat orang
lain sejauh pendapatnya sejalan dengan nilai umum masyarakat. Di sini,
tidak ada ruang untuk pendapat pribadi yang didasarkan pada
kepentingan pribadi, yang dapat dianggap sebagai bentuk 'gangguan'
atau perilaku tidak normal, yang berbahaya bagi kohesi sosial. Namun,
untuk menyelesaikan konflik pendapat atau perselisihan mengenai
masalah tertentu, ada mekanisme sosial lain yang terkait dan mendukung
prinsip harmoni, yaitu permusyawaratan , yaitu, diskusi terbuka
publik untuk pada akhirnya menghasilkan mufakat (konsensus).
Gotong royong dan permusyawaratan adalah dua prinsip dasar dan
(37)
(38)
(parley)
saling terkait yang membangun masyarakat yang harmonis.
Sebagai nilai dasar, gotong royong dan permusyawaratan diyakini
bersama oleh kelompok etnis yang berbeda-beda di Indonesia, meskipun
mereka dimanifestasikan dalam berbagai bentuk. Di Bali, nilai gotong
royong diwujudkan dalam prinsip , yaitu lembaga tradisional dalam
mengelola sistem pengairan sawah agar air dapat dimanfaatkan secara
kolektif. Di Jawa Barat, nilai gotong royong diwujudkan dalam bangunan
rumah kolektif. Di suku Dayak, gotong royong diwujudkan dalam tradisi
bersih-bersih kolektif. Di beberapa kelompok etnis, nilai gotong royong
diwujudkan dalam tradisi makan bersama, dengan nama yang berbeda,
tetapi memiliki nilai-nilai dasar yang hampir sama: kebersamaan,
persaudaraan, atau meminta Tuhan memberkati: (Aceh),
(Melayu), (Minangkabau), (Sunda),
(Jawa), (Kutai), atau (Bali). Di Sumatera Barat, semua
masalah masyarakat dibahas melalui mekanisme musyawarah adat
(musyawarah adat) dalam semacam agora politik yang disebut Balerong,
tempat semua anggota masyarakat dapat dengan bebas menyampaikan
pendapat mereka.
Filsafat dasar gotong royong dan permusyawaratan dapat diilustrasi-
kan melalui contoh pandangan dunia orang Minangkabau. Filsafat dapat
dicitrakan sebagai dialektika antara dua nilai yang tampak berlawanan,
tetapi akhirnya dapat diputuskan melalui solusi demokratis. Ada nilai
strata sosial, yang dilukiskan melalui
, sebagai pandangan tentang struktur hirarkis masyarakat. Namun,
subak
khanduri
saprahan bajamba botram kepungan
beseprah megibung
aphorisme “bajanjang naiak, batangga
turun”
(39)
Transdisiplinaritas:
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa
Transdisiplinaritas:
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa60 61
hirarki sosial tidak mengarah pada totalitarianisme, karena ada nilai
keberlawanan dari "kebersamaan" yang mampu mencip-
takan keseimbangan, seperti yang diungkapkan melalui pepatah
(memikul sesuatu yang berat bersama-
sama di pundak kita, membawa sesuatu yang ringan bersama-sama
dengan menggunakan tangan kita). Namun demikian, kedua nilai dasar
ini harus didukung oleh nilai lain dari (musyawarah),
sebagaimana dinyatakan dalam pepatah
(raja adalah konsensus, kebenaran adalah kesepakatan).
Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai gotong
royong dan permusyawaratan dapat ditafsirkan ulang, direkontekstual-
kan dan digunakan kembali dalam konteks masyarakat jejaring saat ini,
ketika telah terjadi transformasi model produksi gagasan, citra,
pengetahuan, dan produk dari individu ke dividu, dari prinsip
subjektivitas ke intersubjektivitas. Dalam masyarakat jenis ini, nilai tinggi
individualisme dalam masyarakat industri sebelumnya telah digantikan
oleh nilai "kebersamaan", "ko-eksistensi" dan "kerja bersama". Dapat
dikatakan, bahwa gotong royong dan permusyawaratan adalah kearifan
lokal yang dapat secara substansial dieksplorasi sebagai dasar penting
dari model produksi ide, citra, pengetahuan, dan produk dalam
masyarakat jejaring, dalam berbagai bidang seni, desain, arsitektur, dan
teknik.
(counter-value)
"barek
samo dipikua, ringan samo dijinjiang"
"kato mufakat"
"nan rajo kato mufakat, nan bana
kato saiyo"
(40)
(41)
BERPIKIR DESAIN TRANS-DISIPLIN
Sebagaimana telah dijelaskan pada pembahasan di atas, dalam
masyarakat jejaring terdapat berbagai gerakan lintas batas, ruang, tempat,
masyarakat, bangsa, atau negara, yang menciptakan model baru produksi
sosial. Oleh karena itu, "melintas batas" adalah model utama hubungan
manusia dalam masyarakat jejaring, dalam bentuk mobilitas trans-
nasional, yang melampaui hubungan konvensional dalam .
Mobilitas intensif ini memiliki dampak besar tidak hanya pada kehidupan
individu secara umum, melainkan juga pada pembelajaran, hubungan
produksi dan aktivitas kreatif. Aktivitas kreatif, misalnya, dalam
masyarakat jejaring saat ini harus dilihat sebagai aktivitas transnasional
atau trans-budaya, yang melibatkan aktor dari berbagai etnis, nasional,
negara bagian, atau basis rasial, yang bekerja bersama dalam ruang
bersama untuk menghasilkan ide-ide inovatif.
'Transkulturitas' adalah interkoneksi yang rumit dan merupakan
perpotongan budaya yang berbeda-beda dalam ruang umum yang
menghasilkan bentuk budaya baru. Perkembangan transkulturalitas
merupakan konsekuensi logis dari tiga perkembangan yang berbeda
dalam masyarakat kontemporer: meningkatnya kompleksitas dalam
masyarakat, masyarakat jejaring yang berjuang untuk jejaring sosial, dan
persilangan antara dua atau lebih budaya yang menciptakan persilangan
budaya atau hibrid. Di sini, persimpangan antara budaya yang berbeda
tidak hanya membuka ruang untuk pertukaran budaya, melainkan juga
Gesellschaft
(42)
Transdisiplinaritas:
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa
Transdisiplinaritas:
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa62 63
campuran budaya yang mampu menciptakan bentuk dan ekspresi budaya
baru. Transkultur dapat dimanifestasikan dalam berbagai manifestasi
budaya: bahasa, ideologi, simbol, seni, pengetahuan, atau artefak.
Dalam konteks produksi sosial, transkulturalitas dapat dimanifestasi-
kan pada tingkat institusi, pekerjaan, disiplin, atau industri. Kemampuan
bekerja sama atau kolaborasi antar berbagai disiplin ilmu dalam
memecahkan masalah tertentu sangat ditentukan oleh nilai-nilai budaya
masyarakat, yang mungkin bisa bersifat konstruktif atau merusak
produksi sosial. Berdasarkan argumen ini, dapat dikatakan lebih lanjut
bahwa kapasitas trans-kultural adalah salah satu kapasitas dasar dalam
dialog, pertukaran, persimpangan antarbudaya, yang melaluinya bentuk
budaya baru dapat dihasilkan secara kreatif. Pada tingkat psikologis,
trans-kulturalitas adalah kapasitas inklusif untuk membuka pikiran
seseorang terhadap orang lain.
Dalam konteks disiplin ilmu, dialog, pertukaran, dan kolaborasi
antara dua disiplin atau lebih dapat dilakukan dalam berbagai bentuk.
adalah salah satu bentuk yang berguna dalam situasi
tertentu, ketika “… proses menjawab pertanyaan, memecahkan masalah,
atau membahas suatu topik akan terlalu luas atau kompleks apabila
ditangani oleh hanya satu disiplin ilmu atau profesi.“ Kompleksitas
yang semakin berkembang, ketika satu disiplin ilmu saja tidak akan
mampu memecahkan masalah yang lebih kompleks, merupakan salah
satu alasan utama untuk dikembangkannya interdisiplin. Dalam situasi
'Inter-disciplinarity'
(43)
ini, disiplin ilmu tertentu akan mengundang disiplin ilmu lain yang
relevan untuk berkontribusi dalam proses penyelesaian masalah
berdasarkan keahlian mereka. Misalnya, seorang perancang produk
berkonsultasi dengan para ahli pemasaran, ekonomi, ergonomi,
teknologi, hokum, atau ekologi untuk berkontribusi dalam pengem-
bangan produk tertentu.
Bentuk kolaborasi lain antardisiplin adalah 'multidisiplin', yang
memiliki logika sendiri dalam menghadapi masalah atau situasi tertentu.
'Multidisiplin' adalah pendekatan yang menyandingkan disiplin-disiplin
ilmu, dalam mencari pengetahuan, informasi, dan metode yang lebih luas,
untuk memecahkan masalah yang lebih kompleks. Akan tetapi, meskipun
berbagai disiplin ilmu bekerja sama dalam menjawab pertanyaan tertentu,
atau memecahkan masalah tertentu, atau menghasilkan sistem atau
produk tertentu, setiap disiplin ilmu bekerja melalui pendekatan dan
metode spesifiknya sendiri dan mempertahankan struktur disiplin ilmu
atau budaya ilmiahnya sendiri. Dengan kata lain, dalam multidisipliner,
meskipun berbagai disiplin ilmu yang berbeda bersatu secara organisasi,
secara metodis mereka tetap terpisah.
Dapat dijelaskan lebih jauh bahwa dalam multidisiplin, beberapa
disiplin ilmu bekerja bersama untuk menjawab pertanyaan tertentu,
untuk memecahkan masalah tertentu, atau untuk menghasilkan sistem
atau produk tertentu, tetapi masing-masing disiplin ilmu secara sistematis
memecahkan masalah khusus yang khas pada disiplin atau keahliannya
(44)
Transdisiplinaritas:
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa
Transdisiplinaritas:
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa64 65
sendiri, tanpa interaksi mendalam atau komunikasi intensif dengan
disiplin lain, kecuali untuk aspek permasalahan tertentu. Dengan kata
lain, dalam multidisiplin, tidak ada keharusan atau kepentingan untuk
melampaui batas satu disiplin ilmu, untuk menyintesis kerangka atau
metode konseptual yang lebih umum atau komprehensif. Misalnya,
dalam mengembangkan kereta cepat, pemerintah mengundang para ahli
multidisiplin, yang bekerja dalam keahlian mereka sendiri untuk
menyelesaikan masalah yang relevan dengan disiplin mereka sendiri.
'Transdisiplin' adalah bentuk lain kolaborasi yang melibatkan
beberapa disiplin ilmu untuk bekerja bersama-sama, tetapi dalam situasi
yang di dalamnya terdapat persimpangan antar disiplin yang
menjadikannya berbeda dari multidisiplin. Dalam transdisiplin, ada
upaya untuk membangun metode, konsep atau teori umum; untuk
melintasi batas antara disiplin, mensintesis wawasan umum dalam
pembelajaran bersama, atau untuk berbagi informasi atau pengetahuan
umum. Transdisiplin adalah “… jenis baru pembelajaran dan
pemecahan masalah yang melibatkan kerja sama di antara berbagai
bagian masyarakat dan akademisi untuk menghadapi tantangan
kompleks masyarakat.”
Dalam transdisiplin, terdapat efek penggandaan akumulasi
pengetahuan karena peningkatan pengetahuan dalam satu disiplin
memiliki efek domino dalam meningkatkan pengetahuan disiplin ilmu
lain sehingga pengetahuan kolektif ini akan lebih besar daripada
(45)
(46)
pengetahuan dari setiap disiplin ilmu tunggal. Kompleksitas pada tingkat
realitas sosial, ekonomi, politik, atau budaya juga merupakan alasan
perlunya pengembangan transdisiplin sebagai cara baru dalam
mendekati masalah yang kompleks. Alasannya adalah karena masalah-
masalah masyarakat tidak hanya semakin kompleks, melainkan juga
semakin atau saling bergantung, multidimensi, dinamis
dan nonlinear, yang tidak dapat diselesaikan dengan satu disiplin ilmu
saja.
Dari sudut pandang relasi sosial, perlunya transdisiplin adalah
konsekuensi logis dari munculnya 'dialogisme' sebagai model terbaru dari
produksi sosial, khususnya dalam masyarakat jejaring zaman sekarang.
Penyebabnya adalah karena pada masyarakat jejaring saat ini,
pengetahuan dan gagasan-gagasan dominan dihasilkan melalui
mekanisme dialog, misalnya melalui di media sosial.
Dengan kata lain, pengetahuan dan gagasan dihasilkan melalui
mekanisme pertukaran atau dua arah di kalangan pelaku
yang relevan dengan bidangnya di berbagai media sosial seperti
internet. Laboratorium untuk produksi pengetahuan atau studio
penciptaan gagasan tidak lagi merupakan ruang terisolasi yang terpisah
dari jangkauan publik, melainkan ruang agora virtual, ketika semua
kepentingan pribadi dapat berperan dalam proses produksi pengetahuan
dan penciptaan gagasan. Model seperti ini menjadi "Wikipedia" produksi
pengetahuan.
inter-dependent
brainstorming
bi-directional
(47)
(48)
Transdisiplinaritas:
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa
Transdisiplinaritas:
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa66 67
Seperti yang disebutkan sebelumnya, transdisiplin bukan hanya
sekumpulan ahli dalam memecahkan masalah tertentu, melainkan suatu
upaya kolektif untuk menghasilkan metode, konsep, sistem, atau teori
yang umum. Akan tetapi, transdisiplin juga bukan konformisme atau
konservatisme politik produksi gagasan atau pengetahuan. Transdisiplin
adalah cara yang dinamis untuk memproduksi pengetahuan dan
menciptakan gagasan melalui mekanisme hubungan intersubjektif,
hubungan pengetahuan, dialog kognitif, partisipasi intensif, dan saling
pengertian, sebagai upaya mengintensifkan pertukaran gagasan dan
akumulasi pengetahuan. Melalui mekanisme ini, pengayaan tidak hanya
pada tingkat pengetahuan pribadi, melainkan pada tingkat pengetahuan
kolektif dari apa yang disebut kecerdasan kolektif. Internet adalah salah
satu media sosial yang menjadi ajang mobilisasi bahasa kolektif dan
simbol umum untuk membangun kecerdasan kolektif.
'Berpikir desain' atau adalah salah satu manifestasi
transdisiplin untuk memproduksi pengetahuan dan gagasan sosial
kontemporer, sebagai bahasa kolektif dan simbol umum berbagai disiplin
ilmu. ‘Berpikir desain’ didefinisikan sebagai “seperangkat prinsip (untuk
menghasilkan ide inovatif) yang dapat diterapkan oleh banyak orang
dengan latar belakang dan bidang yang berbeda-beda pada berbagai
macam masalah … (hal ini) tidak lagi terbatas pada pengenalan produk
fisik baru, tetapi termasuk juga proses, layanan, interaksi, bentuk hiburan,
dan cara berkomunikasi dan berkolaborasi dengan jenis baru”. Dengan
kata lain, berpikir desain dapat dianggap sebagai "bahasa transdisiplin"
(49)
(50)
(51)
design thinking
ilmu pengetahuan, teknologi, seni, ilmu sosial, dan kemanusiaan karena,
meskipun dimanifestasikan dalam bentuk yang berbeda, prinsip-prinsip
dasar desain secara intensif digunakan di berbagai bidang Manajemen
Bisnis, Teknik Mesin, Teknik Industri, Desain Industri, Seni Pertunjukan,
Sinematografi, bahkan Sastra.
Pada tingkat aktivitas kreatif, atau ‘kreasi bersama’
merupakan mekanisme penting dalam transdisiplin, sebuah cara baru
yang kompleks dalam menghasilkan gagasan. adalah
mekanisme pengumpulan energi positif para ahli yang terlibat dalam
kegiatan pengembangan gagasan atau pemecahan masalah. Co-creation
merupakan “… proses kolaborasi aktif, kreatif, dan sosial yang
menghubungkan produsen dan konsumen dengan dibantu oleh
organisasi. adalah kegiatan kreatif yang dapat dilakukan
dalam 'ruang kerja bersama' , yaitu ruang khusus tempat
berbagai praktik kreatif dilakukan oleh para ahli di bidangnya untuk
menghasilkan ide-ide, pengetahuan, sistem, konsep, atau produk baru.
Dalam konteks ini, dapat dipahami sebagai pendekatan
sistematis, kolaboratif, dan kreatif dalam pemecahan masalah suatu
aktivitas kolektif dalam bertukar ide, berbagi pengetahuan, dan
menghasilkan solusi, yang memerlukan komunikasi yang intensif,
keterbukaan dan kepercayaan.
Dari pembahasan di atas dapat dinyatakan bahwa transdisiplin
sebagai model produksi sosial masa kini dapat diterapkan hanya
Co-creation
Co-creation
Co-creation
(co-working-space)
co-creation
(52)
(53)
(54);
Transdisiplinaritas:
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa
Transdisiplinaritas:
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa68 69
berdasarkan basis transkulturalitas, yaitu persimpangan nilai-nilai
budaya, simbol dan makna untuk menghasilkan persilangan budaya.
Transdisiplin dapat berfungsi dengan baik jika dioperasikan berdasarkan
bahasa yang umum digunakan, simbol dan platform kognitif; berpikir
desain juga merupakan platform kognitif bagi transdisiplin. Selain itu,
transdisiplin juga membutuhkan model baru produksi sosial dan
pengembangan gagasan; (atau gotong royong) adalah model
yang sesuai untuk kebutuhan tersebut.
co-creation
Transdisiplin juga membutuhkan tipe individu tertentu, dan ini dapat
dilakukan melalui 'kognitariat', yang memiliki kekuatan kognitif dalam
menghasilkan gagasan. Tidak kalah pentingnya, transdisiplin dapat
dilakukan dalam penataan ruang khusus. Ruang kerja bersama atau
adalah jenis ruang yang tepat, tempat ide-ide kreatif dapat
dihasilkan secara kolektif.
co-
working space
SIMPULAN
Dari diskusi sebelumnya telah didapat beberapa bukti bahwa gotong
royong dan permusyawaratan adalah dua nilai dasar, warisan tradisi dan
kearifan lokal budaya Indonesia, yang dapat ditafsirkan kembali atau
direvitalisasi dalam konteks model terbaru produksi sosial masyarakat
jejaring. Namun demikian, dalam istilah , gotong royong,
khususnya, biasanya dipraktikkan dalam konteks aspek fisik atau materi
kehidupan sehari-hari , seperti membangun rumah,
membajak sawah, memanen padi, atau membangun sistem irigasi. Akan
tetapi, gotong royong pada prinsipnya tidak terbatas pada aspek fisik atau
materi kehidupan saja, melainkan juga dapat digunakan dalam berbagai
"kerja kognitif" atau “kerja otak” , seperti penggunaan
dialektika pikiran kolektif ruang bersama di ruang bersama dalam rangka
menyelesaikan masalah umum atau untuk memenuhi kebutuhan
bersama.
Dalam konteks kegiatan kreatif, prinsip dasar gotong royong, dengan
beberapa modifikasi atau penyesuaian, dapat digunakan dalam proses
kreatif untuk menghasilkan gagasan, citra, pengetahuan atau produk.
Sebagai prinsip budaya, gotong royong sejalan dengan prinsip kerja dan
produksi sosial masyarakat jejaring saat ini, yakni, prinsip ,
yang dapat dilakukan secara kreatif dalam cara tertentu.
Gotong royong merupakan manifestasi berbagai pelaku
sosial, yang bekerja bersama untuk menyelesaikan masalah umum atau
homo ludens
(physical works)
(brain works)
"co-creation"
"co-working"
“co-existence"
Transdisiplinaritas:
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa
Transdisiplinaritas:
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa70 71
untuk menghasilkan gagasan, citra, pengetahuan, atau produk sebagai
kebutuhan bersama masyarakat.
Dalam fenomena transdisiplin zaman sekarang, prinsip-prinsip
budaya gotong royong dan permusyawaratan dapat ditafsirkan kembali
sebagai dasar sosio-budaya berbagai produksi sosial dan budaya. Di sini,
transkulturalitas yang berperan sebagai interkoneksi yang kompleks dan
menjadi persimpangan berbagai budaya di ruang bersama/umum, pada
prinsipnya, dapat dipahami sebagai manifestasi spesifik permusyawa-
ratan. Transkulturitas menjadi cara kolektif untuk mengeksplorasi
kecerdasan kolektif dalam produksi gagasan, citra, pengetahuan, atau
produk. Dapat disimpulkan bahwa transdisiplin adalah persilangan
kompleks dan interkoneksi berbagai disiplin ilmu dalam menghasilkan
ide-ide atau gagasan-gagasan, konsep, sistem, atau metode yang umum,
yang secara substansial dapat dipahami sebagai bentuk spesifik gotong
royong dan permusyawaratan dalam pengembangan gagasan, citra,
pengetahuan, atau produk dalam masyarakat jejaring saat ini [ ].
1. Michael Hardt and Antonio Negri, , Harvard University Press,
Massachusetts, 2000, p.30
2. ., p.33
3. Michael Hardt and Antonio Negri, , Penguin Books, 2005,
p.xiv
REFERENSI:
Empire
Ibid
Multitude
4. ., p.99
5. ., p.147
6. Peter Berger and Thomas Luckmann, ,
Penguin Books, Middlesex, 1981, p.37
7. ., p.79
8. Janet Wolff, The MacMillan Press Ltd.,
London, 1981, p.9.
9. ., p.59
10. ., p.60
11. Mihaly Csikszentmihalyi,
, Harper Perennial, New York, 1996, p.23
12. Alexander Bard and Jan Soderqvist,
, Pearson Education Ltd., London, 2002, p.186.
13. ., p.198
14. Jean Luc Nancy, Stanford University Press, 2000,
p.33
15. Alexander Bard dan Jan Söderqvist, , p.171
16. Stephen Toulmin, , The
University of Chicago Press, Chicago, 1990, p.192
17. ., p.186
18. Gilles Deleuze & Felix Guattari, ,
Semiotext(e), New York, 1986, p.36.
Ibid
Ibid
The Social Construction of Reality
Ibid
The Social Production of Art,
Ibid
Ibid
Creativity: Flow and the Psychology of
Discovery and Invention
Netocracy: The New Power Elite and
Life After Capitalism
Ibid
Being Singular Plural,
Netocracy
Cosmopolis: The Hidden Agenda of Modernity
Ibid
Nomadology: The War Machine
Transdisiplinaritas:
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa
Transdisiplinaritas:
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa
19. Alvin Toffler,
, Bantam Books, New York, p.74.
20. Alvin Toffler, , p.75.
21. Alexander Bard dan Jan Söderqvist, , p.198
22. ., p.16
23. ., p.94
24. ., p.49
25. ., p.57
26. Michel Serres, , The University of Michigan Press, 1995, p.109
27. Gilles Deleuze & Felix Guattari, , Verso, London,
1994, p.36
28. Eugene W. Holland,
, p.29
29. Ronald Boque, , Routledge, London, 1990, p.146
30. ., p.236
31. Richard Slaughter (ed), , Routldege,
London, 1996, p.130
32. Jean Luc Nancy, , Stanford University Press,
Stanford, 2000, p.185
33. Subagyo, “Pengembangan Nilai dan Tradisi Gotong Royong dalam
Bingkai Konservasi Nilai Budaya”, ,
Vol. 1 No. 1 - Juni 2012 [ISSN: 2252-9195], pp.61-68
Power Shift: Knowledge, Wealth, and Violence at the Edge of
the 21 Century
Power Shift
Netocracy
Ibid
Ibid
Ibid
Ibid
Genesis
What is Philosophy?
Deleuze and Guattari’s Introduction to
Schizoanalysis
Deleuze and Guattari
Ibid
New Thinking for a New Millenium
Being Singular Plural
Indonesian Journal of Conservation
st
34. , edition 2002
35. Koentjaraningrat, Koentjaraningrat,
. Jakarta: Gramedia1974, p.60
36. Subagyo, p.116
37. Niels Mulder, , Penerbit Sinar Harapan,
Jakarta, 1985, p.51
38. Syaiful Arif, Falsafah Kebudayaan Pancasila: Nilai dan Kontradiksi
Sosialnya, Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2016, p.106
39. ., p.83
40. H. Idrus Hakimy Dt. Rajo Penghulu,
, CV Remaja Karya, Bandung, 1984, p.89
41. ., p.205
42. Wolfgang Berg (ed),
, VS Research, Heildelberg, 2010, p.10
43. Rick Szostak, Claudio Gnoli and Mar á Lopez-Huertas,
, Springer International
Publishing, Switzerland, 2016, p.2
44. ., p.8
45. ., p.7
46. Charles Kleiber in J. Thompson Klein et.al.,
, Technology and Society, Springer Basel
AG, Basel, 2001, p.6
Kamus Besar Bahasa Indonesia
Kebudayaan Mentalitas dan
Pembangunan
Indonesian Journal of Conservation,
Pribadi dan Masyarakat di Jawa
Ibid
Rangkaian Mustika Adat Basandi
Syarak di Minangkabau
Ibid
Exploring Transculturalism: A Biographical
Approach
Interdisciplinary Knowledge Organization
Ibid
Ibid
Transdisciplinarity: Joint
Problem Solving Among Science
ı
72 73
Transdisiplinaritas:
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa
Transdisiplinaritas:
Pendekatan Holistik Pengembangan Penelitian, Pendidikan, dan Solusi Permasalahan Bangsa
47. ., p.39-40
48. Moira Cockell, ,
EPFLPress, Lausanne, 2011, p.xiii
49. Pierre Lévy, “Towards a Science of Collective Intelligence”, in Cockell,
p.167
50. Moira Cockell, , p.183
51. Tim Brown,
, 2009, p.3-4
52. Hasso Plattner et.al.,
, Springer, Heidelberg, 2012, p.1
53. K.B. Akhilesh, , Springer,
Heidelberg, 2017, p.3
54. Michael G. Luchs et.al.,
, John Wiley & Sons, Inc., Hoboken, 2016, p.1
Ibid
Common Knowledge: Tha Challenge of Transdisciplinarity
Common Knowledge
Change By Design: How Design Thinking Transforms
Organizations and Inspires Innovation
Design Thinking Research: Studying Co-Creation in
Practice
Co-Creation and Learning: Concepts and Cases
Design Thinking: New Product Development
Essentials from the PDMA
74 75