60
ANALISIS KANDUNGAN TARTRAZINE DAN RHODAMIN B DALAM KUE BOLU KUKUS DENGAN METODE KLT DAN DENSITOMETRI Pharmaceutical Analysis Lab. Work DISUSUN OLEH : Eugenius Yogia Wirawan 128114073 Ayaga Divadi 128114075 Yudha Adi Prabowo 128114087 LABORATORIUM KIMIA ANALISIS INSTRUMEN

Proposal Analisis Farmasi - Pewarna dalam Makanan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Proposal analisis pewarna dalam makanan

Citation preview

ANALISIS KANDUNGAN TARTRAZINE DAN RHODAMIN B DALAM KUE BOLU KUKUS DENGAN METODE KLT DAN DENSITOMETRIPharmaceutical AnalysisLab. Work

DISUSUN OLEH :Eugenius Yogia Wirawan128114073Ayaga Divadi128114075Yudha Adi Prabowo128114087

LABORATORIUM KIMIA ANALISIS INSTRUMENFAKULTAS FARMASIUNIVERSITAS SANATA DHARMAYOGYAKARTA2013ANALISIS KANDUNGAN TARTRAZINE DAN RHODAMIN B DALAM KUE BOLU KUKUS DENGAN METODE KLT DAN DENSITOMETRI

BAB IPENDAHULUAN

A. INTISARI

Menurut sumber yang kami dapatkan, penggunaan pewarna sintetis yang berlebihan akan berbahaya bagi kesehatan manusia, termasuk tatrazine dan rhodamine B. Bahkan rhodamine B merupakan pewarna tekstil yang penggunanya tidak diperbolehkan pada makanan dan minuman di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan tatrazine dan rhodamine B pada salah beberapa produk kue bolu kukus yang beredar di daerah Yogyakarta. Diharapkan dengan penelitian ini, konsumen semakin tau kandungan dan keamanan pada makanan-makanan khususnya kue bolu kukus yang beredar di pasar di Yogyakarta.

B. LATAR BELAKANG

Pada saat ini banyak sekali ditemukan produk makanan dan minuman yang beredar di Indonesia. Mulai dari makanan kaleng, makanan ringan, minuman bersoda, jajanan pasar dll .Untuk menarik minat konsumen biasanya dilakukan penambahan zat tertentu untuk meningkatkan daya tarik dari masyarakat.Salah satu zat aditif yang ditambahkan adalah zat pewarna. Kebanyakan produsen yang saling berlomba untuk menampilkan produknya dalam berbagai warna yang menarik untuk lebih menggugah selera konsumen. Pewarna yang digunakan kebanyakan adalah pewarna sintetis, yang lebih mudah dicampurkan untuk mendapatkan warna yang menarik dan biaya yang relatif lebih murah daripada pewarna alami.Rhodamin B adalah salah satu zat pewarna sintetis yang biasa digunakan pada industri tekstil dan kertas . Zat ini ditetapkan sebagai zat yang dilarang penggunaannya pada makanan melalui Menteri Kesehatan (Permenkes) No.239/Menkes/Per/V/85. Namun penggunaan Rhodamine dalam makanan masih terdapat pada peredaran. Rhodamin B ini adalah bahan kimia yang digunakan sebagai bahan pewarna dasar dalam tekstil dan kertas. Pada awalnya zat ini digunakan untuk kegiatan histologi dan sekarang berkembang untuk berbagai keperluan yang berhubungan dengan sifatnya dapat berfluoroesensi dalam sinar matahari.Tartrazine adalah salah satu zat pewarna buatan yang berwarna kuning dan dipergunakan secara luas dalam berbagai makanan dan minuman olahan. Zat pewarna ini telah diketahui dapat menginduksi reaksi alergi, terutama bagi orang yang alergi terhadap aspirin. Tartrazine mudah larut dalam air, sedikit larut dalam alkohol 50% serta mudah larut dalam gliserol dan glikol. Senyawa ini juga larut terhadap asam asetat, HCl, NaOH 10%.

C. RUMUSAN MASALAH

1. Apakah kue bolu kukus yang dijual di daerah Yogyakarta mengandung Rhodamin B dan atau Tartrazine ?2. Berapa kadar Rhodamin B dan Tartrazine yang terdapat dalam kue bolu kukus tersebut ?

D. TUJUAN

1. Untuk mengetahui kandungan Rhodamin sebagai pewarna merah dan Tartrazine sebagai pewarna kuning yang terdapat dalam sampel produk2. Untuk menentukan kelayakan konsumsi sampel produk tersebut sesuai peraturan dari BPOM

E. MANFAAT

1. Untuk dapat mengenali karakteristik senyawa Rhodamin dan Tartrazine sebagai pewarna sintetis pada makanan2. Mampu menentukan metode analisis dan validasi yang tepat dalam mengukur kandungan pewarna sintetis yakni Rhodamin dan Tartrazine pada sampel uji3. Mampu menentukan apakah suatu sampel yang dikonsumsi aman atau tidak sesuai dengan batas aman yang di tentukan di BPOM

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. Kue Bolu

1. Pengertian Kue BoluKue bolu adalah kue berbahan dasar tepung (umumnya tepung terigu, gula dan telur). Kue bolu umumnya dimasak dengan cara dipanggang di oven, walaupun ada juga yang namanya bolu kukus. Banyak macan kue bolu, misalnya kue tart yang biasa digunakan untuk acara pesta pernikahan dan hari raya ulang tahun, dan bolu juga bias digunakan untuk acara-acara lainnya (Rohimah, 2008). Pada umumnya bolu adalah kue berbahan dasar tepung biasanya menggunakan tepung terigu, gula dan telur. Kue bolu umumnya dimatangkan dengan 2 cara dipanggang di dalam oven dan dikukus. Faktor keberhasilan dalam pembuatan pembuatan bolu kukus adalah dalam cara mengocok adonan dan mengukus adonan, misalnya mengocoknya terlalu lama atau terlalu sebentar ataupun pengukusannya tidak sempurna bisa membuat bolu kukus tidak jadi (bantat) (Rohimah, 2008). Bahan dasar untuk pembuatan bolu kukus dibagi dalam 2 jenis. Pertama jenis bahan yang membentuk susunan bolu kukus adalah tepung, telur, dan susu. Kedua adalah jenis bahan yang menjadikan bolu kukus empuk yaitu gula, lemak, dan baking powder (Rohimah, 2008).

2. Resep Bolu KukusBahan: 6 butir telur 200 g gula pasir 200 g tepung terigu 1/2 sendok teh garam 1 sendok makan emulsifier 80 mL santan kental 50 mL minyak sayur Pewarna-pewarna secukupnya

3. Cara Membuat Bolu Kukus Mixer telur, gula, emulsifier, dan garam hingga adonan berwarna pucat dan kaku. Tambahkan tepung terigu, aduk rata secara perlahan. Tambahkan santan dan minyak sayur, aduk rata dengan spatula Bagi adonan menjadi 4 bagian, satu bagian beri warna merah, satu bagian beri pewarna hijau, satu bagian lainnya beri warna kuning, dan satu bagian beri pewarna cokelat. Siapkan loyang yang telah diolesi mentega dan dialas kertas roti Tuang adonan hijau, kukus selama 10 menit. Sebelum 10 menit tutup kukusan, jangan dibuka, agar cakenya mengembang sempurna Setelah 10 menit masukkan lapisan yang merah, kukus lagi 10 menit. Kemudian 10 menit berikutnya lapisan kuning, terakhir lapisan coklat. Kukus selama 30 menit hingga benar2 matang (Rohimah, 2008).

4. Komposisi Bahan Produk Telur Telur merupakan salah satu bahan pangan yang paling lengkap gizinya. Selain itu, bahan pangan ini juga bersifat serba guna karena dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Komposisinya terdiri dari 11% kulit telur, 58% putih telur, dan 31% kuning telur. Kandungan gizi terdiri dari protein 6,3 gram, karbohidrat 0,6 gram, lemak 5 gram, vitamin dan mineral di dalam 50 gram telur (Sudaryani, 2003).Telur dan tepung membentuk suatu kerangka pada bolu kukus. Telur juga akan memberi cairan, aroma, rasa, nilai gizi, dan warna pada kue. Telur juga dapat melembabkan kue. Sebelum digunakan telur harus dikocok terlebih dahulu sampai bagus dan kaku. Lechitin pada kuning telur mempunyai daya pengemulsi, sedangkan lutein dapat memberi warna pada hasil akhir produk (Apriyanto, 2006). Gula Pasir Fungsinya memberi rasa manis, memberi warna pada kulit kue, membantu mengempukkan kue, melembapkan kue, dan melemaskan adonan. Untuk membuat bolu kukus, jenis gula yang digunakan bisa macam-macam. Namun untuk hasil terbaik sebaiknya gunakan gula yang halus butirannya agar susunan bolu kukus rata dan empuk (sukrosa) (Apriyanto, 2006). Bentuk : Serbuk Kristal PadatBau: Tidak berbauRasa: ManisBobot Molekul : 342,3 g/molTitik Leleh: 186CWarna: Putih Kelarutan: Mudah larut dalam air, larut sebagian dalam methanol, tidak larut pada dietil eter(ScienceLab.com, 2005). Tepung Terigu Tepung terigu merupakan bahan dasar utama dalam pembuatan produk bakery dan kue. Secara garis besar ada dua jenis tepung gandum yaitu tepung gandum keras (strong flour) dan tepung gandum lunak (soft flour). Tepung gandum keras digunakan untuk membuat roti dan produk-produk yang dibuat dengan melibatkan proses fermentasi serta puff pastry, tepung terigu lunak biasanya digunakan untuk membuat kue dan biskuit. Perbedaan utama dari kedua jenis tepung tersebut adalah glutennya, dimana tepung terigu keras mengandung gluten sekitar 13% sedangkan tepung terigu lunak kandungan glutennya sekitar 8,3%. Gluten inilah yang bertanggung jawab terhadap sifat pengembangan adonan tepung terigu setelah ditambah air dan ditambah bahan pengembang atau difermentasi menggunakan ragi (Apriyanto, 2006). Tepung gandum mengandung kurang lebih 0,5 sampai 0,8% pentose yang larut dalam air. Zat ini memiliki sifat kelarutan dalam air sehingga menghasilkan larutan yang sangat kental. Terjadinya pengentalan disebabkan tepung mempunyai kemampuan menyerap air (Desrosier, 2008).

Tabel 2.1 Komposisi kimia tepung terigu dalam 100 g bahan

Garam (NaCl)Bentuk : Serbuk Kristal PadatBau: Tidak berbauBobot Molekul : 192.13 g/molWarna: Tidak berwarnaTitik Leleh : 801C (1473,8F)pH: netralKelarutan: sedikit larut dalam air (ScienceLab.com, 2010).

EmulsifierEmulsifier adalah zat yang berfungsi untuk menstabilkan emulsi, yaitu campuran 2 zat yang tidak mudah untuk saling bercampur seperti air dan minyak. Tanpa penambahan zat ini (emulsifier), emulsi/campuran menjadi kurang stabil dan mudah terpisah.Cake emulsifier adalah zat pengemulsi yang khusus digunakan untuk adonan kue/cake dan berfungsi untuk membuat tekstur kue/cake menjadi lembut dan empuk. Contoh (di Indonesia): merk-merk seperti Ovalet, TBM, Ryoto SP, Dyna 80 dll (Apriyanto, 2006). Santan KentalBentuk : Cairan putihBau: Tidak berbauWarna: putih pH: netralKelarutan: tidak tersedia Minyak SayurBentuk : cairan Bau: Tidak tersediaBobot Molekul : tidak tersediaWarna: hijau-kekuninganTitik Leleh : tidak tersediaKelarutan: sedikit larut dalam metanol, etanol; tidaklarut dalam air dingin(ScienceLab.com, 2013).

5. Bahan Tambahan Pangan (Pewarna) Pewarna AlamiZat warna alami adalah zat warna (pigmen) yang diperoleh dari tumbuhan, hewan, atau dari sumber-sumber mineral. Zat warna ini telah sejak dahulu digunakan untuk pewarna makanan dan sampai sekarang umumnya penggunaannya dianggap lebih aman daripada zat warna sintetis. Selain itu penelitian toksikologi zat warna alami masih agak sulit karena zat warna ini umumnya terdiri dari campuran dengan senyawa-senyawa alami lainnya. Misalnya, untuk zat warna alami asal tumbuhan, bentuk dan kadarnya berbeda-beda, dipengaruhi faktor jenis tumbuhan, iklim, tanah, umur dan faktor-faktor lainnya. Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat menggolongkan zat warna alami ke dalam golongan zat warna yang tidak perlu mendapat sertifikat.

Tabel 2.2 Zat pewarna makanan yang diperbolehkan

Pewarna Sintetisa. Rhodamine B

Gambar 2.1 Struktur kimia Rhodamine B

Rhodamine B merupakan pewarna organik yang biasa digunakan sebagai pewarna tekstil dan memberikan warna merah. Rhodamin memiliki rumus molekul C28H31ClN2O3 dengan berat molekul 479,01 g/mol. Rhodamin B merupakan Kristal hijau atau serbuk ungu kemerah-merahan, dapat bercampur dengan air yang akan menghasilkan warna merah kebiru-biruan dan berfluoresensi kuat. Rhodamine B mempunyai gugus asam amino dimana pada strukturnya mengandung kation yang digunakan sebagai pewarna. Sinonim : Tetraethylrhodamine, C.I. 45170, Basic violet 10,Rhodamine O, 9-(2-Carboxyphenyl)-3,6-bis (diethylamino) xanthylium chloride, R-4790, 77942Titik Leleh: 210oC 215oCKelarutan: Larut dalam air dingin, sangat larut dalam alkohol,agak larut dalam asam hidrokolorat dan larutan sodium hidroksidaSpesific Gravity: 1,31Stabilitas: Inkompatibilitas dengan agen pengoksidasi danagen pereduksi maksimum: 550 nm(Santa Cruz Biotechnology, 2010).b. Tartrazine

Gambar 2.2 Struktur kimia Tartrazine

Tartrazine merupakan pewarna organik yang biasa digunakan sebagai pewarna makanan dan memberikan warna kuning. Tartrazin memiliki rumus molekul C16H9N4Na3O4S2 dengan berat molekul 534.38 g/mol. Dalam larutan sodium hydroxide, tartrazin berubah menjadi warna merah. Dalam larutan hydrochloric acid, tartrazin tidak berubah. Tartrazine termasuk dalam bahan tambahan pangan pewarna sintesis yang batas penggunaannya telah diatur dalam peraturan regulasi di Indonesia yaitu Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2013 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pewarna Bab III Pasal 3 Ayat 3.Sinonim: Acid Yellow 23; 4,5-Dihydro-5-oxo-1-(4-sulphophenyl)4-[(4-sulphophenyl)azo]-1H-pyrazole-3carboxylic acidBentuk : Solid, serbuk oranye-kuning terangTitik Leleh: > 300oCKelarutan: Larut dalam air dengan kelarutan 140 g/LSpesific Gravity: > 1Stabilitas: Inkompatibilitas dengan agen pengoksidasi danbasa kuat maksimum: 431 nm (Santa Cruz Biotechnology, 2010). Regulasi di Indonesiaa. Rhodamine BSesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 239/Men.Kes/Per/V/85 tentang Zat Warna Tertentu yang Dinyatakan Sebagai Bahan Berbahaya, Rhodamine B (C. I Food Red 15) (Nomor Indeks 45170) merupakan Bahan Berbahaya yang tidak boleh terdapat dalam bahan makanan. Hal ini dinyatakan pada Bab II mengenai Penetapan Zat Warna Tertentu Sebagai Bahan Berbahaya, Pasal 2 ayat 1 dinyatakan bahwa Zat warna tertentu yang tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini dinyatakan sebagai bahan berbahaya dan ayat 2 dinyatakan bahwa Zat warna tertentu yang dimaksud dalam Ayat (1) dilarang digunakan dalam obat, makanan dan kosmetika, kecuali mendapat izin Direktur Jenderal (Menkes RI, 1985).b. TartrazineTartrazine CI No. 19140 termasuk dalam Bahan Tambahan Pangan Pewarna Sintesis yang batas penggunaannya telah diatur dalam peraturan regulasi di Indonesia yaitu Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2013 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pewarna Bab III Pasal 3 Ayat 3 serta dalam SNI 01-2895-1992, yaitu untuk minuman berbasis air berperisa tidak berkarbonat, termasuk punches dan ades memiliki batas maksimum 70 mg/kg (Kepala BPOM, 2013).

B. Sifat Fisika Kimia Bahan untuk Analisis

1. AmmoniaBentuk : cairan Bau: berbauBobot Molekul : 17,03 g/molWarna: Tidak berwarnaTitik Leleh : -77C (-107F)pH: 11,6Kelarutan: larut dalam air (ScienceLab.com, 2013).

2. HClBentuk : CairBau: berbauBobot Molekul : 36,46 g/molWarna: Tidak berwarnaTitik Leleh : -62,25C (-80F)pH: netralKelarutan: larut dalam air panas,air dingin,dan dietil eter.(ScienceLab.com, 2013).

3. NaOHBentuk : serbuk padatBau: tidak berbauBobot Molekul : 40 g/molWarna: putihTitik Leleh : 318C (604F)pH: 13-14Kelarutan: larut dalam air (ScienceLab.com, 2013).

4. Etanol 70%Bentuk : cair Bau: tidak berbauBobot Molekul : 46,07 g/molTitik Leleh : -114C (-173F)Kelarutan: larut dalam air,aseton,kloroform(ScienceLab.com, 2013).

5. AquadestBentuk : CairBau: Tidak berbauBobot Molekul : 18 g/molTitik Didih: 100C(ScienceLab.com, 2005).

6. Dietil eterBentuk : jernih,cairan tak berwarnaBau: tidak berbauBobot Molekul : 74,12g/molTitik Leleh : 34,6C (307,75F)Kelarutan: larut dalam air (ScienceLab.com, 2013).C. Metode untuk Analisis

1. Ekstraksi Cair-cairPada metode ini, sampel dimasukkan ke dalam corong pisah yang mengandung kedua fase tidak bercampur. Pada ekstraksi cair-cair ini bukanlah volume fase organic yang penting, melainkan jumlah pengekstraksian yang dilakukan. Ekstraksi 10 mL fase organic sebanyak 5 kali akan memisahkan senyawa yang lebih banyak dibandingkan dengan satu kali ekstraksi volume 50 ml, walaupun volume tota pelarut organic yang digunakan sama. Sama halnya, sepuluh kali ekstraksi fase organic sebanyak 5 mL akan lebih efisien lagi dan demikian seterusnya. Efek ini (yang umum pada semua jenis ekstraksi) merupakan sesuatu yang masuk akal. Setiap kali salah satu fase dipindahkan dan digantikan dengan pelarut yang baru kesetimbangan untuk proses partisi akan tersusun ulang sesuai dengan perbandingan koefisien partisi dan sampel akan meninggalkan fase berair menuju fase organik dan memperbaiki perbandingan kesetimbangan (Cains, 2004).2. Kromatografi Lapis TipisKromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan oleh Izmailoff dan Schraiber pada tahun 1038. KLT merupakan bentuk kromatografi planar, selan kromatografi kertas dan elektroforesis. Fase gerak yang dikenal sebagai pelarut pengembang akan bergerak sepanjang fase diam karena pengaruh kapiler pada pengembangan secara menaik, atau karena pengaruh gravitasi pada pengembangan secara menurun. KLT dapat digunakan untuk uji identifikasi senyawa baku. Parameter pada KLT yang digunakan untuk identifikasi adalah nilai Rf. Dua senyawa dikatakan identik jika mempunyai nilai Rf yang sama jika diukur pada kondisi KLT yang sama.(Gandjar, 2007).Pada KLT, sampel diletakkan pada plat dan dibiarkan mengembang. Fase gerak yang digunakan dapat berupa air atau campurannya air dengan pelarut organic yang dapat bercampur (seperti aseton) untuk meningkatkan kelarutan sampel. Setelah mengembang, bercak bercak yang terbentuk segera diamati dan Rf masing-masing bercak ditentukan Rf adalah hasil pembagia antara jarak perpindahan bercak dengan jarak pengembangan pelarut dan dituliskan dalam bentuk nilai desimal (Caims, 2004).

3. DensitometriDensitometri merupakan metode analisis instrumental yang mendasarkan pada interaksi radiasi elektromagnetik dengan analit yang merupakan bercak pada KLT. Densitometri lebih dititik beratkan untuk analisis kuantitatif analit-analit dengan kadar kecil, yang mana diperlukan pemisahan terlebih dahulu dengan KLT (Rohman, 2009).Untuk evaluasi bercak hasil KLT secara densitometri, bercak di scan ulang dengan sumber sinar dalam bentuk celah (slit) yang dapat dipilih baik panjangnya maupun lebarnya. Sinar yang dipantulkan diukur dengan sensor cahaya (fotosensor). Pengukuran densitometri dapat dibuat dengan absorbansi atau dengan fluoresensi. Kebanyakan pengukuran kromatogram lapis tipis dilakukan dengan cara absorbansi. Kisaran Ultraviolet rendah (di bawah 190 nm sampai 300 nm) merupakan daerah yang paling berguna (Rohman, 2009).

BAB IIIMETODE PENELITIAN

A. Prinsip Metode

1. Ekstraksi Cair-cairEkstraksi cair-cair digunakan sebagai cara untuk praperlakuan sampel untuk memisahkan analit dari komponen-komponen matriks yang mungkin mengganggu saat kuantifikasi atau deteksi analit. Kebanyakan prosedur ekstraksi cair-cair melibatkan ekstraksi analit dari fase air ke dalam pelarut organik yang bersifat non polar atau agak polar seperti heksana atau diklormetan. Meskipun demikian, proses sebaliknya (ekstraksi analit dari pelarut organik non polar ke dalam air) juga mungkin terjadi. Ekstraksi cair-cair ditentukan oleh hukum partisi (distribusi Nerst) yang menyatakan bahwa pada konsentrasi dan tekanan yang konstan, analit akan tedistribusi dalam proporsi yang selalu sama dalam dua pelarut yang tidak saling campur. Perbandingan konsentrasi dalam 2 fase disebut dengan koefisien distribusi atau koefisien partisi (Gandjar dan Rohman, 2007).

2. Kromatografi Lapis TipisAnalit yang dipaparkan pada permukaan plat KLT (fase diam) akan bergerak naik akibat adanya pengaruh dari eluen (fase gerak) yang bergerak berdasarkan prinsip kapilaritas. Jarak perpindahan analit tersebut ditentukan oleh afinitas relatifnya terhadap fase gerak dan fase diam. Penggunaan KLT sebagai suatu metode kuantitatif dapat dilakukan dengan menggunakan densitometer untuk membaca intensitas bercak KLT (Watson, 2010).

3. Densitometri (TLC Scanner)Analisis kuantitatif dari suatu senyawa yang telah dipisahkan dengan KLT biasanya dilakukan secara densitometri. Metode densitometri memanfaatkan prinsip serapan atau fluoresensi. Pada sistem serapan dapat dilakukan dengan model pantulan atau transmisi. Pada cara pantulan, yang diukur adalah sinar yang dipantulkan, yang dapat menggunakan sinar UV maupun sinar tampak. Sementara itu, cara transmisi dilakukan dengan menyinari bercak dari satu sisi dan mengukur sinar yang diteruskan pada sisi lain (Gandjar dan Rohman, 2007).

B. Alat dan Bahan

1. Alat Erlenmeyer Hotplate Neraca Analitik Corong Pisah Spektrofotometer Labu takar Gelas arloji Gelas ukur Pipet ukur Pipet volum Pipet tetes Batang pengaduk Kertas saring Gelas beker2. 3. Bahan Sampel Kue bolu kukus Standard Rhodamine B Standard Tartrazine Aquadest

Ammonia 2% dalametanol 70% NaOH 10% NaOH 0,5% HCl 0,1%

C. Cara Kerja

1. Pengambilan sampelSampel bolu kukus diambil dari 5 penjual jajanan kue di sebuah pasar di daerah Paingan, yakni Pasar Stan pada tanggal 9 September 2014. Sampel bolu kukus diambil sebanyak 1 buah dari masing-masing penjual. Sampel kemudian dimasukkan ke dalam wadah plastik yang telah dicuci bersih sebelumnya untuk selanjutnya dibawa ke Laboratorium Farmakognosi-Fitokimia Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Preparasi SampelSejumlah 5 g sampel kue bolu yang telah digerus ditimbang seksama. Sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 mL bertutup dan diberi label. Ke dalam sampel ditambahkan 100 mL larutan ammonia 2% dalam etanol 70% dan dimaserasi selama 12 jam. Larutan berwarna disaring dengan menggunakan kertas saring ke dalam erlenmeyer. Hasil penyaringan tersebut dipindahkan ke gelas ukur dan diuapkan di atas hotplate selama 4 jam pada suhu 65C. Sampel yang telah menjadi pekat kemudian dilarutkan dengan 30 mL akuades sambil diaduk dengan batang pengaduk. Larutan dimasukkan ke dalam corong pisah 250 mL, ditambahkan 6 mL larutan NaOH 10% dan digojog. Campuran diekstraksi dengan 30 mL dietil eter kemudian digojog dan didiamkan hingga membentuk 2 lapisan, lapisan eter (atas, jernih) dan lapisan air (bawah, merah). Lapisan air dibuang melalui kran corong pisah sehingga hanya terdapat lapisan eter yang disebut ekstrak eter. Eksrak eter dicuci dengan larutan NaOH 0,5% sebanyak 5 mL dengan cara digojog kemudian didiamkan. Dari pencucian terserbut akan terbentuk 2 lapisan lagi, lapisan eter (atas, jernih) dan lapisan air (bawah, kecoklatan). Lapisan air dibuang melalui kran corong pisah sehingga hanya terdapat ekstrak eter yang kemudian diekstraksi 3 kali, setiap kali dengan 10 mL HCl 0,1 N hingga lapisan eter tidak berwarna lagi. Lapisan eter dibuang, ekstrak HCl ditampung dalam labu takar 50 mL dan ditambahkan HCl 0,1 N sampai tanda serta diberi label yang sesuai.

3. Pembuatan Larutan Baku Rhodamine B Pembuatan larutan stok rhodamine B 3 mg/mLBaku rhodamine B ditimbang seksama sebanyak 150 mg menggunakan neraca analitik. Serbuk dituangkan ke dalam gelas beker dan dilarutkan dengan 20 mL akuades menggunakan pengaduk hingga larut sempurna. Larutan tersrebut dimasukkan ke dalam labu takar 50 mL danditambahkan dengan akuades hingga batas tanda. Diberi label Stok R. Pembuatan seri larutan baku rhodamine BLarutan Stok R diambil 1,0; 2,0; 3,0; 4,0; dan 5,0 mL menggunankan pipet volum. Masing-masing dimasukkan dalam labu takar 25 mL, diatambahkan akuades hingga batas tanda lalu masing-masing diberi label R1 untuk konsentrasi 0,12 mg/mL; R2 untuk konsentrasi 0,24 mg/mL; R3 untuk konsentrasi 0,36 mg/mL; R4 untuk konsentrasi 0,48 mg/mL; dan R5 untuk konsentrasi 0,60 mg/mL.

4. Pembuatan Larutan Baku Tartrazine Pembuatan larutan stok Tartrazine 3 mg/mLDitimbang baku tartrazine dengan seksama sebanyak 150 mg menggunakan neraca analitik. Serbuk dituangkan ke dalam gelas beaker dan dilarutkan dengan 20 mL Aquades menggunakan pengaduk hingga larut sempurna lalu larutan tersebut dimasukkan ke dalam labu takar 50 mL dan ditambahkan Aquades hingga batas tanda. Didapatkan larutan 3 mg/mL yang merupakan Baku Tartrazine dan diberi label Stok T. Pembuatan larutan seri baku TartrazineLarutan Stok T diambil 1,0; 2,0; 3,0; 4,0; dan 5,0 mL menggunakan pipet gondok. Masing masing dimasukkan ke dalam labu takar 25 mL berbeda. Ditambahkan Aquades hingga batas tanda pada masing-masing labu takar tersebut lalu diberi label T1 untuk konsentrasi 0,12 mg/mL; T2 untuk konsentrasi 0,24 mg/mL; T3 untuk konsentrasi 0,36 mg/mL; T4 untuk konsentrasi 0,48 mg/mL dan T5 untuk konsentrasi 0,60 mg/mL pada labu takar.

5. Penyiapan Fase DiamPlat silica gel 60 GF254 beralas alumunium dipanaskan pada oven selama 10 menit untuk membuka pori pori pada silica dan menghilangkan kadar air. Plat silika dikeluarkan dan siap untuk digunakan.

6. Pembuatan fase gerak KLTFase gerak dibuat dengan mencampurkan n-butanol : metil etil keton : NH4OH : akuades (5:3:1:1) sebanyak 100 ml untuk chamber berukuran 20 x 20 cm. n-butanol yang diambil sebanyak 50 ml, metil etil keton yang diambil sebanyak 30 ml, NH4OH dan akuades yang diambil masing-masing sebanyak 10 ml menggunakan pipet volume (Fase gerak hanya dapat digunakan untuk satu kali elusi dan dibuat bila sudah akan melakukan proses elusi). Pencampuran fase gerak dilakukan di dalam corong pisah 100 mL. Fase gerak yang sudah homogen dipindahkan ke dalam chamber. Chamber dijenuhkan dengan cara memasukkan kertas saring ke dalamnya dan diletakkan pada semua sisi chamber, ditunggu hingga kertas saring terbasahi sempurna (berkisar 15-20 menit).

7. Optimasi Komposisi Fase GerakPlat silica gel 60 GF254 beralas alumunium disiapkan dan diletakkan dibawah lampu UV254 nm dan lampu UV365 nm. Pada Plat KLT Silika Gel GF254 dilakukan empat penotolan: sampel induk murni berwarna merah, sampel induk murni berwarna kuning, baku rhodamin (larutan stok R) dan /baku tartrazin (larutan stok T). Masukkan plat ke dalam chamber berukuran 20 x 20 cm yang telah dijenuhkan oleh uap fase gerak. Hasil penotolan dielusikan, sehingga didapatkan jarak elusi yang terbaik. Plat dikeluarkan dari chamber dan dibiarkan mengering (kering angin) pada suhu ruang selama 5 menit. Dilihat hasil elusi dari penotolan. Dipastikan jarak elusi yang ditempuh telah menunjukkan pemisahan yang baik. Apabila jarak elusi sudah cukup baik dalam pemisahan (tidak menimbulkan beberapa bercak di titik yang sama), berarti komposisi fase gerak sudah dapat digunakan. Namun apabila belum cukup baik, maka dilakukan optimasi jumlah fase gerak tersebut. Kelarutan rhodamin maupun tartrazine dalam fase gerak yaitu H2O > NH4OH > metil etil keton > n-butanol. Hal ini dilihat dari tingkat kepolaran fase gerak tersebut. Oleh sebab itu, jumlah fase gerak yang akan dioptimasi yaitu:n-butanol : metil etil keton : NH4OH : akuades (5:3:1:1)n-butanol : metil etil keton : NH4OH : akuades (1:1:3:5)n-butanol : metil etil keton : NH4OH : akuades (3:2:2:3)Dasar pemilihan jumlah fase gerak ini yaitu polarity index yang dimiliki masing-masing fase gerak tersebut. akuades memiliki polarity index sebesar 10,2, metil etil keton sebesar 4,7, dan n-butanol sebesar 3,9. Semakin tinggi polarity index, maka senyawa tersebut semakin polar.8. Optimasi Jarak ElusiPada plat KLT Silika Gel GF254 dilakukan tiga penotolan: sampel ekstrak HCl, baku Rhodamine B (larutan stok R), dan baku Tartrazine (larutan stok T). Hasil penotolan dielusikan sehingga didapatkan jarak elusi yang terbaik (masing-masing spot memiliki hasil elusi yang memisah sempurna). Plat dikeluarkan dari chamber dan dibiarkan mengering (kering angin) pada suhu ruang selama 5 menit. Hasil elusi diamati dan dipastikan jarak tempuh elusi yang menunjukkan pemisahan paling baik.

9. Optimasi Lamda Maksimal Rhodamine B dan TartrazineLarutan Stok T dan Stok R ditotolkan menggunakan Linomat dengan 3x repetisi untuk tiap senyawa dalam plat KLT Silika Gel GF254 yang sama. Hasil penotolan dielusikan hingga sesuai dengan hasil optimasi jarak elusi. Plat KLT dikeluarkan dari chamber dan dibiarkan mengering (kering angin) pada suhu ruang selama 5 menit. Plat KLT dimasukkan ke dalam TLC scanner dan dilakukan scanning panjang gelombang maksimal untuk Rhodamine B dan Tartrazine.

10. Pengujian Kualitatif, Penentuan Kurva Kalibrasi, dan Pengujian Kuantitatif Rhodamine BPlat KLT Silika Gel GF254 dan chamber disiapkan 1 set untuk analisis kualitatif, penentuan kurva kalibrasi dan analisis kuantitatif rhodamine. Plat KLT di scan dengan TLC Scanner terlebih dahulu untuk menghindari adanya pengotor yang akan mengganggu hasil pengamatan dan dicatat hasilnya. Pada Plat KLT Silika Gel GF254 dilakukan penotolan larutan seri R1; R2; R3; R4; R5, dan sampel sebanyak 2l menggunakan Linomat. Plat dimasukkan ke dalam chamber yang dijenuhkan oleh uap fase gerak. Hasil penotolan dielusikan hingga 7,5 cm. Plat dikeluarkan dari chamber dan dibiarkan mengering (kering angin) pada suhu ruang selama 5 menit. Setelah Plat Silika Gel GF254 kering, dimasukkan ke dalam TLC scanner dan di ukur dengan panjang gelombang maksimal Rhodamin untuk mendapatkan kromatogram Rhodamin. Pada layar komputer dapat dibaca nilai Rf dan AUC. Untuk analisis kualitatif: Rf sampel yang akan dibandingkan dengan standar dan panjang gelombang maksimal sampel yang dibandingkan dengan panjang gelombang hasil optimasi. Untuk analisis kurva kalibrasi: Catat hasil AUC yang dilihat dari peak kromatogram pada layar komputer, dan hitung masing-masing persamaan regresi linier dan kurva baku Konsentrasi vs ResponsUntuk analisis kuantitatif: Catat hasil AUC yang dilihat dari peak kromatogram pada layar computer dan dilakukan penghitungan kadar Rhodamin (memasukkan nilai AUC ke dalam persamaan kurva baku Rhodamin). Seluruh hasil dicatat pada tabel data.

11. Pengujian Kualitatif, Penentuan Kurva Kalibrasi, dan Pengujian Kuantitatif TartrazinePlat KLT Silika Gel GF254 dan chamber disiapkan 1 set untuk analisis kualitatif, penentuan kurva kalibrasi dan analisis kuantitatif tartrazine. Plat KLT di scan dengan TLC Scanner terlebih dahulu untuk menghindari adanya pengotor yang akan mengganggu hasil pengamatan dan dicatat hasilnya. Pada Plat KLT Silika Gel GF254 dilakukan penotolan larutan seri T1; T2; T3; T4; T5, dan sampel sebanyak 2l menggunakan Linomat. Plat dimasukkan ke dalam chamber yang dijenuhkan oleh uap fase gerak. Hasil penotolan dielusikan hingga 7,5 cm. Plat dikeluarkan dari chamber dan dibiarkan mengering (kering angin) pada suhu ruang selama 5 menit. Setelah Plat Silika Gel GF254 kering, dimasukkan ke dalam TLC scanner dan di ukur dengan panjang gelombang maksimal tartrazine untuk mendapatkan kromatogram tartrazine. Pada layar komputer dapat dibaca nilai Rf dan AUC. Untuk analisis kualitatif: Rf sampel yang akan dibandingkan dengan standar dan panjang gelombang maksimal sampel yang dibandingkan dengan panjang gelombang hasil optimasi. Untuk analisis kurva kalibrasi: Catat hasil AUC yang dilihat dari peak kromatogram pada layar komputer, dan hitung masing-masing persamaan regresi linier dan kurva baku Konsentrasi vs ResponsUntuk analisis kuantitatif: Catat hasil AUC yang dilihat dari peak kromatogram pada layar computer dan dilakukan penghitungan kadar Rhodamine (memasukkan nilai AUC ke dalam persamaan kurva baku Rhodamine). Seluruh hasil dicatat pada tabel data.

12. Validasi Metode Pengukuran Kadar Sebenarnya dengan Penambahan Standar AdisiDilakukan pengukuran pada masing-masing sampel:Sampel Induk blangko (tanpa penambahan)Sampel Induk A 1 mL (adisi 1 mL Stok T + 1 mL Stok R)Sampel Induk A 2 mL (adisi 2 mL Stok T + 2 mL Stok R)Sample Induk A 3 mL (adisi 3 mL Stok T + 3 mL Stok R)Sampel Induk A 4 mL (adisi 4 mL Stok T + 4 mL Stok R)Sampel Induk A 5 mL (adisi 5 mL Stok T + 5 mL Stok R)Ditotolkan keenam sampel tersebut pada plat KLT. Masukkan plat ke dalam chamber yang dijenuhkan oleh uap fase gerak. Hasil penotolan dielusikan. Plat KLT dikeluarkan dari chamber dan dikeringkan (kering angin) selama 5 menit. Plat KLT yang sudah kering di-scan menggunakan TLC Scanner dengan panjang gelombang yang telah dioptimasi pada langkah sebelumnya. Setelah didapatkan kromatrogram, dapat ditentukan AUC (Area Under Curve). Didapatkan 2 kurva (kurva adisi dari Rhodamine B dan kurva adisi Tartrazin). Pada kedua grafik dibuat hubungan antara respon analit (AUC) vs konsentrasi. Dari garis linier yang terbentuk, diperpanjang hingga memotong sumbu X. Slope yang didapatkan dari garis linier Rhodamine B dan Tartrazin, dibandingkan dengan slope pada masing-masing kurva baku dari Rhodamine B dan Tartrazin. Apabila tidak berbeda signifikan maka garis yang memotong sumbu X adalah kadar sebenarnya. Apabila berbeda signifikan maka setiap titiknya nilai AUC disubstitusi ke dalam persamaan kurva kalibrasi. Dimana akurasi dari Rhodamine B dan Tartrazin didapatkan dari nilai % recovery masing-masing. Nilai % recovery dapat diukur dengan:% recovery = atau A1 = Nilai konsentrasi sampel dari masing masing titik penotolan. (C total) A2 = Nilai konsentrasi sampel dari masing masing titik penotolan, yang di subsitusikan ke dalam persamaan kurva kalibrasi (C total hasil subsitusi ke dalam persamaan kurva kalibrasi). B1= nilai pada sumbu x hasil perpanjangan garis linierB2= nilai x (kadar sebenarnya) hasil dari AUC yang disubstitusikan ke dalam persamaan kurva kalibrasi C= Konsentrasi teoritis dari baku yang digunakan

13. Penentuan Parameter Validasi LinieritasLinieritas didapatkan dari persamaan kurva baku, kurva baku dibuat dengan cara pembuatan seri konsentrasi baku. Dibuat 2 kurva baku: Pembuatan kurva baku Rhodamine B; dibuat 5 seri konsentrasi 0,12 mg/mL; 0,24 mg/mL; 0,36 mg/mL; 0,48 mg/mL; 0,60 mg/mL dan pembuatan kurva baku Tartrazin dengan seri konsentrasi yang sama. Dilihat AUC pada masing-masing pengukuran. Dibuat kurva Y (respon) vs X (konsentrasi). Dibuat persamaan regresi linier y = bx + a, dimana; b adalah slope dan a adalah intersep. Didapatkan juga nilai r (koefisien korelasi). Sensitivitas (LOD, LOQ, Slope)a. Sensitivitas dilihat dari nilai LODLOD (limit of detection) atau batas deteksi diartikan sebagai konsentrasi analit terendah yang masih dapat dideteksi, dimana LOD merupakan banyaknya sampel yang menunjukkan respon (S) 3 kali terhadap noise (N) atau LOD = 3 x SD/Nb. Sensitivitas dilihat dari nilai LOQLOQ (limit of quantification) atau batas kuantifikasi diartikan sebagai analit terendah dalam sampel yang dapat ditentukan dengan presisi akurasi yang dapat diterima pada kondisi operasional metode yang diguanakan. LOQ juga memiliki rasio signal to noise 10:1, sehingga LOQ = 10 x SD/Nc. Sensitivitas dilihat dari nilai SlopeSlope didapatkan dari masing-masing kurva baku dan kurva adisi. Slope pada kurva baku didapat dari nilai b pada persamaan garis linier y = bx + a; slope pada kurva adisi didapat dari persamaan garis y = bx + a; dilihat dari nilai b nya. Slope yang baik apabila nilainya > 0,7.d. Presisi (dilakukan 3x penimbangan)Sampel induk murni berwarna kuning dihomogenkan lalu ditimbang sebanyak 3 gram dan dilakukan replikasi sebanyak 3x. Sampel induk murni berwarna merah dihomogenkan lalu ditimbang sebanyak 3 gram dan dilakukan replikasi sebanyak 3x. Ditotolkan pada plat KLT (6 penotolan), tanpa dielusikan. Dimasukkan ke dalam TLC scanner dan dibaca nilai AUC nya. Nilai AUC dimasukkan ke dalam persamaan kurva baku sebagai nilai y (respon) sehingga didapatkan nilai x (konsentrasi). Dihitung presisinya yang dilihat dari nilai SD dari nilai x dan RSD. RSD= 100% x SD / rata-rata nilai X. RSD dikatakan memiliki presisi yang bagus harus masuk dalam kisaran antara 1-2% (senyawa aktif dalam jumlah yang banyak) atau 5-15% (senyawa yang kadarnya hanya sedikit).

DAFTAR PUSTAKA

AOAC, 2005, Official Method of Analysis of The Association of Official Analytical of Chemist, The Association of Official Analytical Chemist, Inc., Arlington, pp.Apriyanto, A., 2006, Bahan Pembuat Bakery dan Kue, http://dunia.pelajar-islam.or.id, diakses di Yogyakarta pada tanggal 6 September 2014. Baliwati, Y.F., A. Khomsan, 2004, Pengantar Pangan dan Gizi, Penebar Swadaya, Jakarta.Cains, D., 2004, Intisari Kimia Farmasi, edisi 2, EGC, Jakarta, hal. 31-32. Depkes RI, 1996, Pedoman Praktis Pemantauan Gizi Orang Dewasa, Depkes RI, Jakarta, hal.Desrosier, N.W., 2008, Teknologi Pengawetan Pangan, edisi ketiga, UI-Press, Jakarta, pp.Francis, F. J., dan Clydesdale, F. M., Food Colorimetry: Theory and Applications, The AVI Publishing Company, Inc., Westport, Connecticut (USA). Gandjar, I.G. dan Rohman, A., 2007, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Belajar, Yogyakarta, hal. 46-50, 353-363.Henrich, M. Et. Al., 2004, Fundamental of Pharmacognosy and Phytotherapy, Elsevier Science Limited, London, pp.62-63.Kepala BPOM, 2013, Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Nomor 37 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pewarna, BPOM, RI, hal 58-60.Material Safety Data Sheet, 2010, Rhodamine B, Santa Cruz Biotechology, Inc., Texas.Material Safety Data Sheet, 2010, Tartrazine, Santa Cruz Biotechnology, Inc., Texas.Material Safety Data Sheet, 2013, Ammonia, Science Lab.com, Inc., Texas.Material Safety Data Sheet, 2013, Aquadest, Science Lab.com, Inc., Texas.Material Safety Data Sheet, 2013, Diethylether, Science Lab.com, Inc., Texas.Material Safety Data Sheet, 2013, Ethanol 70%, Science Lab.com, Inc., Texas.Material Safety Data Sheet, 2013, HCl, Science Lab.com, Inc., Texas.Material Safety Data Sheet, 2013, NaCl, Science Lab.com, Inc., Texas.Material Safety Data Sheet, 2013, NaOH, Science Lab.com, Inc., Texas.Material Safety Data Sheet, 2013, Olive oil, Science Lab.com, Inc., Texas.Material Safety Data Sheet, 2013, Sucrose, Science Lab.com, Inc., Texas.Menkes RI, 1985, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 239/Menkes/Per/V/85 tentang Zat Warna Tertentu yang Dinyatakan Sebagai Bahan Berbahaya, Kemenkes RI, Jakarta, hal 4.Rohimah, E., 2008, Jurnal Pendidikan Kesejahteraan Keluarga, Bolu Kukus, hal. 3-21.Rohman, A., 2009, Kromatografi Untuk Analisis Obat, Graha Ilmu, Yogyakarta, hal 98.Sastrohamidjojo, H., 1983, Kromatografi, Laboratorium Analisa Kimia Fisika Pusat, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, hal. 26-36.Watson, D.G., 2010, Analisis Farmasi: Buku Ajar untuk Mahasiswa Farmasi dan Praktisi Kimia Farmasi, edisi 2, EGC, Jakarta, hal. 367, 384.