Upload
justpin
View
234
Download
6
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam kondisi persaingan yang makin ketat, setiap perusahaan harus
mampu untuk bertahan hidup, dan diharapkan mampu untuk dapat terus
berkembang. Salah satu yang perlu diperhatikan dan dilakukan oleh setiap
perusahaan adalah untuk tetap mempertahankan pelanggan yang telah ada dan
terus mencari pelanggan-pelanggan potensial baru, supaya pelanggan jangan
sampai meninggalkan perusahaan dan menjadi pelanggan bagi perusahaan
pesaing. Dengan kata lain perusahaan diharapkan dapat mempertahankan
loyalitas pelanggannya.
Loyalitas pelanggan terhadap suatu merek produk merupakan konsep
yang sangat penting khususnya pada kondisi tingkat persaingan yang sangat
ketat di pasar dengan tingkat pertumbuhan yang rendah. Pada kondisi yang
seperti ini, loyalitas pada sebuah merek sangat dibutuhkan agar perusahaan
dapat tetap bertahan di tengah persaingan yang terjadi. Di samping itu, upaya
untuk tetap mempertahankan loyalitas merek ini merupakan upaya strategis
yang lebih efektif dibandingkan dengan upaya untuk menarik pelanggan-
pelanggan baru.
Persoalan merek menjadi salah satu persoalan yang harus dipantau
secara terus menerus oleh setiap perusahaan. Merek-merek yang kuat, teruji,
dan bernilai tinggi, terbukti tidak hanya sukses mengalahkan hitungan-
hitungan rasional, tetapi juga canggih mengolah sisi-sisi emosional
konsumen. Merek bukan hanya sekadar nama, logo, ataupun symbol. Merek
adalah segalanya. Menurut Ketajaya (2004:11), merek adalah indicator value
yang ditawarkan perusahaan kepada pelanggan; merek menjadi “alat ukur”
bagi kualitas value yang ditawarkan oleh perusahaan. Merek bisa memiliki
nilai/value tinggi karena ada brand building activity yang bukan sekedar
berdasarkan komunikasi, tetapi merupakan segala macam usaha lain untuk
memperkuat merek tersebut.
1
Dari komunikasi, merek bisa menjanjikan sesuatu, bahkan lebih dari
janji, merek juga mensinyalkan sesuatu (brand signaling). Merek akan
mempunyai reputasi jika ia memiliki kualitas dan karisma. Agar memiliki
karisma, merek juga harus mempunyai aura, harus konsisten, dimana kualitas
harus terus dijaga dari waktu ke waktu, dan tentunya memiliki kredibilitas
yang tinggi.
Agar tampil menjadi yang terbaik, merek harus selalu terlihat menarik
di pasar hingga mampu membuat konsumen tertarik untuk membelinya. Agar
terlihar menarik maka merek tersebut harus memiliki customer value yang
jauh di atas merek-merek lainnya. Selain itu, harus mampu meningkatkan
keterlibatan emosi pelanggan sehingga pelanggan mempunyai ikatan dan
keyakinan terhadap merek tersebut.
Dengan adanya hal-hal di atas maka strong brand atau merek yang
kuat akan menciptakan brand trust atau kepercayaan konsumen terhadap suatu
merek, jadi setiap perusahaan harus berusaha membuat merek dari produk atau
jasa yang mereka tawarkan menjeadi merek yang kuat. (David Aaker,
1999:26). Untuk memberntuk brand trust atau kepercayaan merek, sebuah
perusahaan harus memiliki faktor-faktor yang sangat diperlukan seperti brand
predictability, brand liking, brand competence, brand reputatition, dan trust in
the company. (lau, Geok Then and Sook Han Lee. 1999:5).
Sebuah merek sering diasosiasikan dengan produk atau jasa di mana
merek tersebut digunakan. Konsumen cenderung membeli produk atau jasa
yang telah ia kenal atau memiliki pengalaman dalam mengkonsumsinya
daripada mencoba merek baru yang sama sekali belum pernah ia dengar.
Penyebabnya adalah konsumen tersebut merasa nyaman dengan merek yang
sudah lama dikenalnya dan malas untuk mencoba merek baru. Tingkat
kepercayaan konsumen terhadap merek lama tersebut disebabkan oleh karena
merek tersebut telah berhasil memenuhi kebutuhan dan keinginannya. Pada
akhirnya, konsumen tersebut memiliki keterikatan terhadap merek tersebut
dan memunculkan pembelian ulang terhadap merek tersebut.
Dalam tren kehidupan masyarakat modern sekarang ini yang makin
mengarah ke “back to nature” membuat permintaan produk berbahan alami
meningkat, dan otomatis permintaan akan jamu sebagai pengobatan tradisional
yang dipercaya berkhasiat pun meningkat. Jamu, obat herbal tradisional dari
2
Indonesia yang dibuat dari bahan-bahan alami dari tumbuh-tumbuhan
merupakan warisan kebudayaan masyarakat Indonesia yang ingin selalu
memiliki kesehatan yang baik.
Di Indonesia, Jamu Tolak Angin dari Sidomuncul telah dikenal sebagai
merek jamu modern yang berkualitas selama bertahun-tahun. Merek Tolak
Angin sudah mengakar di benak masyarakat sebagai “jamu penolak masuk
angin”. Kuatnya persepsi merek yang sedemikian itulah yang membuat Tolak
Angin mampu bersaing dan bertahan dengan banyaknya produk jamu yang
mulai bermunculan. Dibuktikan dengan diraihnya penghargaan “The
Indonesian Original Brands 2010” untuk kategori Obat Masuk Angin dari
lemabaga survey Frontier yang bekerja sama dengan majalah SWA dan
penghargaan-penghargaan lainnya diantaranya Cakram Award, Top Brand
Award, dan ICSA.
Tak hanya puas disitu, Tolak Angin terus berupaya untuk terus
membangun merek dengan cara memperkuat persepsi kualitasnya di benak
konsumen. Hal ini dilakukan untuk mempertahankan loyalitas konsumen di
pasar dengan terus memberikan yang terbaik. Loyalitas memegang peranan
penting dibandingkan dengan kepuasan, sebab rasa puas saja tidak menjamin
seseorang konsumen akan kembali untuk mengkonsumsi produk atau merek
yang pernah ia coba.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka beberapa masalah yang
dapat diidentifikasi antara lain:
1. Faktor-faktor apa yang memperngaruhi kepercayaan konsumen
terhadap merek sebuah obat sakit kepala?
2. Bagaimana reputasi merek (Brand Reputation) jamu Tolak Angin?
3. Bagaimana Brand Competence pada jamu Tolak Angin?
4. Sejauh mana konsumen menyukai merek (Brand Liking) jamu
Tolak Angin?
5. Bagaimana Brand Predictability pada jamu Tolak Angin?
6. Bagaimana kepercayaan konsumen terhadap perusahan milik jamu
Tolak Angin (Trust in The Company)?
3
7. Adakah pengaruh Brand Predictability, Brand Liking, Brand
Competence, Brand Reputation, dan Trust in The Company
terhadap Brand Loyalty pada konsumen jamu Tolak Angin?
8. Apakah kepercayaan merek (Brand Trust) membentuk loyalitas
merek (Brand Loyalty)?
C. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah bisa terlihat ruang lingkupnya yang
sangat luas, maka peneliti membatasi masalah yang diteliti, yaitu:
1. Bagaimana reputasi merek (Brand Reputation) jamu Tolak Angin?
2. Bagaimana Brand Competence pada jamu Tolak Angin?
3. Sejauh mana konsumen menyukai merek (Brand Liking) jamu
Tolak Angin?
4. Bagaimana Brand Predictability jamu Tolak Angin?
5. Bagaimana kepercayaan konsumen terhadap perusahaan milik
jamu Tolak Angin (Trust in The Company)?
6. Adakah pengaruh Brand Predictability, Brand Liking, Brand
Competence, Brand Reputation, dan Trust in The Company
terhadap Brand Loyalty jamu Tolak?
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah yang telah diuraikan di atas, penulis
merumuskan masalah yang ada sebagai berikut:
“Pengaruh Brand Trust terhadap Brand Loyalty pada konsumen jamu
Tolak Angin di Jakarta Utara.”
E. Batasan Penelitian
Dengan mengingat keterbatasan yang dimiliki oleh penulis, maka
penelitian ini dibatasi sebagai berikut:
1. Obyek penelitian adalah Brand Trust dan Brand Loyalty jamu
Tolak Angin.
2. Subyek penelitian ini ditujukan kepada konsumen yang pernah
mengkonsumsi jamu Tolak Angin.
3. Penelitian ini dilakukan pada bulan November – Januari 2010.
4
4. Wilayah penelitian di Jakarta Utara.
F. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui reputasi merek (Brand Reputation) jamu Tolak
Angin.
2. Untuk mengetahui Brand Predictability jamu Tolak Angin.
3. Untuk mengetahui Brand Competence pada jamu Tolak Angin.
4. Untuk mengetahu sejauh mana konsumen menyukai merek jamu
Tolak Angin (Brand Liking).
5. Bagaimana kepercayaan konsumen terhadap perusahaan milik
jamu Tolak Angin (Trust in The Company).
6. Untuk mengetahui perngaruh Brand Predictability, Brand Liking,
Brand Competence, Brand Reputation, dan Trust in The Company
terhadap Brand Loyalty jamu Tolak Angin.
G. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada beberapa
pihak, yaitu:
1. Bagi penulis:
Menambah pengetahuan penulis tentang bagaimana penerapan
teori pemasaran khususnya strategi merek yang sudah dipelajari
oleh penulis selama mengikuti perkuliahaan di Institut Bisnis dan
Informatika Indonesia dalam bidang pemasaran.
2. Bagi industri:
Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh PT. Sidomuncul sebagai
produsen jamu Tolak Angin sebagai masukan maupun
pertimbangan yang bermanfaat bagi Tolak Angin dalam
mengevaluasi pemasaran di masa yang akan datang.
3. Bagi pembaca:
Diharapkan dapat menjadi tambahanan pengetahuan tentang teori-
teori atau konsep pemasaran khususnya tentang loyalitas
konsumen.
5
BAB II
LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
A. Merek
1. Pengertian
Menurut David McNally dan Karl D. Speak (2002:6), merek merupakan
persepsi atau emosi yang dipertahankan dan dipelihara oleh para pembeli atau
calon pembeli yang melukiskan pengalaman yang berhubungan dengan persoalan
menjalankan bisnis-bisnis bersama sebuah organisasi atau memakai produk atau
jasa-jasanya.
Menurut Freddy Rangkuti (2002:2), merek merupakan janji penjual untuk
secara konsisten memberikan tampilan, manfaat, dan jasa tertentu kepada pembeli.
Menurut Keller (2005:4) merek adalah sebuat produk, namun memiliki
dimensi lain yang membedakan dengan produk-produk lainnya dalam memuaskan
kebutuhan yang sama.
Dalam Paul Temporal (2002:23) disebutkan bahwa strategi manajemen merek
mengarah pada sisi emosional untuk memenangkan dan mempertahankan
konsumen. Karakteristik dari merek yang kuat sehubungan dengan sisi emosional
ini adalah:
Very personal – orang memilih merek untuk alasan-alasan pribadi, apakah
merek tersebut merupakan perwakilan dirinya, rasa kepemilikan, atau
alasan-alasan lain.
Evoke emotion – merek terkadang melepaskan emosi yang tak dapat
dihentikan, menimbulkan keinginan dan rasa senang yang tidak dapat
dijelaskan.
Live and evolve – merek seperti manusia dalam hidupnya, tumbuh,
berkembang, dan menjadi dewasa. Tetapi untungnya, jika merek dipelihara
dengan baik, merek tidak punya siklus hidup dan dapat hidup selamanya.
6
Communicate – merek yang kuat mendengarkan, menerima opini,
merubah perilaku seiring merek tersebut belajar, berbicara secara berbeda
kepada orang-orang yang berbeda, tergantung pada situasi, sama seperti
apa yang dilakukan manusia. Merek percaya pada percakapan dua arah,
bukan monolog.
Develop immense trust – orang percaya pada merek yang dipilihnya, dan
biasanya menolak semua merek pengganti.
Engender loyalty and friendship – kepercayaan menata jalan menuju
hubungan jangka panjang, dan merek bisa menjadi teman seumur hidup.
Give great experiences – seperti orang yang baik, akan terasa nyaman
bersama merek yang baik, dan konsisten dalam hubungan dengan
temannya.
Menurut Philip Kotler (2005:82), merek adalah nama, istilah, tanda, symbol,
atau desain yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa seseorang
juga untuk membedakan dari barang atau jasa yang dihasilkan oleh pesaing. Dan
menurut Kotler, merek memiliki enam tingkat pengertian, yaitu:
a. Atribut
Setiap merek memiliki atribut yang perlu dikelola dan diciptakan agar
pelanggan mengetahui dengan pasti atribut-atribut apa saja yang
terkandung dalam sebuah merek.
b. Manfaat
Merek juga memiliki serangkaian manfaat karena konsumen tidak
membeli atribut, tetapi mereka membeli manfaat. Sehingga produsen harus
dapat menterjemahkan atribut tersebut menjadi manfaat fungsional
maupun emosional.
c. Nilai
Merek menyatakan sesuatu tentang nilai bagi produsen. Merek yang
memiliki nilai tinggi akan dihargai konsumen sebagai merek yang
berkelas, sehingga dapat mencerminkan siapa pengguna merek tersebut.
d. Budaya
Merek dapat mewakili budaya tertentu. Misalnya, Mercedes mewakili
budaya Jerman, efisien dan berkualitas tinggi.
7
e. Kepribadian
Merek juga memiliki kepribadian, yaitu kepribadian bagi para
penggunanya dimana pengguna tercermin berseama dengan merek yang
digunakannya.
f. Pemakai
Merek tersebut menyiratkan jenis konsumen yang membeli atau
menggunakan produk tersebut.
Pada intinya merek adalah penggunaan nama, logo, trade mark, serta
slogan untuk membedakan perusahaan-perusahaan, individu-individu, satu
sama lain dalam hal apa yang mereka tawarkan. Penggunaan konsisten suatu
merek, symbol, atau logo membuat merek tersebut segera dapat dikenali oleh
konsumen sehingga segala sesuatu yang berkaitan dengannya tetap diingat.
Dengan demikian, suatu merek dapat mengandung tiga hal yaitu sebagai
berikut:
a. Menjelaskan apa yang dijual oleh perusahaan.
b. Menjelaskan apa yang dijalankan oleh perusahaan
c. Menjelaskan profil perusahaan itu sendiri.
2. Sifat-Sifat Merek
Menurut Kotler (2005:94) merek yang digunakan dalam sebuah produk harus
mengandung sifat-sifat sebagai berikut:
a. Merek tersebut seharusnya menyatakan sesuatu tentang manfaat produk
itu.
b. Merek tersebut seharusnya menyatakan kategori produk atau jasa itu.
c. Merek tersebut seharusnya menyatakan mutu yang konkret.
d. Merek tersebut seharusnya mudah dieja, dikenali, dan diingat.
e. Merek tersebut seharusnya jelas.
f. Mudah diterjemahkan ke dalam bahasa asing dan tidak mengandung
konotasi negative dalam bahasa asing.
g. Dapat didaftarkan dan mendapat perlindungan hukum sebagai hak paten.
8
3. Manfaat Merek
Merek mempunyai manfaat baik bagi penjual maupun bagi pembeli antara lain:
Bagi penjual, merek dapat:
a. Meningkatkan pembelian ulang yang meningkatkan kinerja keuangan
perusahaan disebabkan merek dikenal konsumen dan lebih dikenal
disbanding alternatifnya.
b. Memperkenalkan produk baru sebab konsumen sudah familiar dengan
merek berdasarkan pengalaman pembelian.
c. Promosi yang efektif.
d. Harga premium dengan menciptakan tingkat dasar dari diferensiasi
dibandingkan dengan pesaingnya. Jika penjual menjual merek terkenal, ia
bisa mematok harga yang lebih mahal.
e. Segmentasi pasar dengan komunikasi pesan koheren kepada target
audience dengan mengatakan kepada merek, merek ini untuk siapa, dan
bukan untuk siapa.
f. Brand loyalty. Merek terkenal akan mendorong konsumen untuk membeli
ulang, konsumen akan loyal. Jika konsumen loyal, perusahaan/penjual
akan mendapatkan keuntungan.
Bagi pembeli, merek dapat:
a. Mengurangi biaya pencarian pembeli. Jika ada suatu merek yang sudah
dikenal, konsumen bisa menghemat biayanya dari waktu, tenaga, dan lain-
lainnya.
b. Mengurangi resiko persepsi konsumen dengan menyediakan kualitas dan
konsistensi.
c. Mengurangi risiko sosial dan psikologis berkaitan dengan memiliki dan
menggunakan “wrong product” dengan menyediakan penghargaan secara
psikologis dalam hal membeli merek sebagai symbol status dan prestige.
4. Peranan Merek
9
Merek menjadi sangat penting saat ini, karena beberapa faktor seperti:
a. Emosi konsumen terkadang turun naik. Merek mampu membuat janji emosi
menjadi konsisten dan stabil.
b. Merek mampu menembus setiap pagar budaya dan pasar. Bisa dilihat bahwa
merek yang kuat mampu diterima di seluruh dunia dan budaya.
c. Merek mampu menciptakan komunikasi interaksi dengan konsumen. Semakin
kuat suatu merek, makin kuat pula interaksinya dengan konsumen.
d. Merek sangat berpengaruh dalam membentuk perilaku konsumen. Merek yang
kuat akan sanggup mengubah perilaku konsumen.
e. Merek memudahkan proses pengambilan keputusan pembelian oleh
konsumen. Dengan adanya merek, konsumen dapat dengan mudah
membedakan produk yang akan dibelinya dengan produk lain sehubungan
dengan kualitas, kepuasan, kebanggaan, ataupun atribut yang lain yang
melekat pada merek tersebut.
f. Merek berkembang menjadi sumber asset terbesar bagi perusahaan.
5. Cara Membangun Merek
Membangun merek yang kuat tidak berbeda dari membangun sebuah rumah.
Untuk memperoleh bangunan rumah yang kokoh, kita memerlukan fondasi yang
kuat. Begitu juga dengan membangun dan mengembangkan merek. Ia
memerlukan sebuah fondasi yang kuat. Caranya adalah:
a. Memiliki positioning yang tepat
Merek dapat di-positioning-kan dengan berbagai cara, misalnya
dengan menempatkan posisinya secara spesifik di benak pelanggan.
Membangun positioning adalah menempatkan semua aspek dari brand
value (termasuk manfaat fungsional) secara konsisten sehingga selalu
menjadi nomor satu di benak pelanggan.
Menjadi nomor satu di benak pelanggan merupakan tujuan utama dari
positioning. Menjadi nomor satu di benak pelanggan berarti menjadi
nomor satu di semua aspek yang ada. Contohnya adalah Volvo, yang
bukan merupakan mobil nomor satu di semua aspek. Tapi Volvo
merupakan mobil nomor satu untuk kategori mobil aman dan positioning
atas brand value ini terus dipertahankan secara konsisten, sehingga
menancap erat pada benak konsumen; kalau mau mobil yang aman, maka
10
naiklah Volvo. Merek yang berhasil harus memiliki kategori spesifik agar
menjadi nomor satu di benak pelanggan.
Keberhasilan positioning adalah tidak sekedar menemukan kata kunci
atau ekspresi dari core benefit suatu merek, tetapi lebih jauh lagi:
menjebatani keinginan dan harapan pelanggan sehingga dapat memuaskan
pelanggan. Positioning ini berubah terus setiap saat. Contohnya, minyak
goreng Bimoli dengan keunggulan mengandung Omega 9. Suatu saat nanti
keunggulan Omega 9 sudah menjadi syarat mutlat bagi semua merek
minyak goreng, sehingga Omega 9 tidak lagi menjadi keunggulan dan
minyak goreng Bimoli harus melakukan Repositioning.
Positioning yang tepat memerlukan pemahaman yang mendalam
terhadap produk yang bersangkutan, perusahaan, tingkat persaingan,
kondisi pasar, serta pelanggan.
b. Memiliki Brand Value yang tepat
Semakin tepat sebuah merek di-positioning-kan di benak pelanggan,
merek tersebut akan semakin kompetitif. Untuk mengelola hal tersebut kita
perlu mengetahui brand value. Diibaratkan sebuah pakaian, positioning
adalah kesesuaian ukuran bagi pemakainya. Sedangkan brand value adalah
keindahan warna serta model pakaian tersebut. Brand value membentuk
Brand personality.
Brand personality lebih cepat berubah dibandingkan dengan brand
positioning, karena brand personality mencerminkan gejolak perubahan
selera konsumen. Contohnya adakah komik cerita wayang Mahabarata saat
ini tidak sesuai lagi dengan selera anak muda di Indonesia, karena saat ini
anak muda di Indonesia lebih suka dengan komik-komik dari Jepang
seperti Crayon Shinchan, Conan, dan sebagainya.
c. Memiliki konsep yang tepat
Tahap akhir untuk mengkomunikasikan brand value dan positioning
yang tepat kepada konsumen harus didukung dengan konsep yang tepat.
Pengembangan konsep merupakan proses kreatif karena berbeda
dengan positioning, konsep dapat terus menerus berubah sesuai dengan
daur hidup produk yang bersangkutan, konsep yang baik adalah konsep
yang dapat mengkomunikasikan semua elemen-elemen brand value dan
11
positioning yang tepat, sehingga brand image dapat terus menerus
ditingkatkan.
Contohnya adalah yang dilakukan oleh produsen otomotif. Setiap saat
secara periodic mereka mengeluarkan varian-varian baru dengan kualitas
yang terus menerus menciptakan tambahan brand value terhadap merek
yang sudah ada. Jadi semua tindakan yang dilakukan terhadap merek yang
bersangkutan merupakan upaya untuk membangun merek yang kuat.
6. Membangun Merek yang Kuat
Menurut Kevin L. Keller (2002:75) dalam CBBE model, untuk membangun
merek yang kuat diperlukan empat tahapan, yaitu:
a. Meyakinkan identifikasi merek dengan konsumen dan asosiasi merek di
benak konsumen dengan kelas produk yang spesifik atau kebutuhan
konsumen.
b. Dengan tegas membangun totalitas dari arti merek dalam pikiran
konsumen dengan secara strategic menghubungkan serangkaian merek
nyata dan tidak nyata dengan property yang sesuai.
c. Mendapat atau memperoleh pelanggan yang tepat yang responsive
terhadap identifikasi dan arti merek.
d. Mengkonversi respon merek untuk menciptakan niat, keaktifan, loyalitas,
dan hubungan antara konsumen dengan merek.
B. Brand Trust
Elena Delgado dalam Brand Trust in The Context of Consumer Loyalty
(2001:1242) menyatakan bahwa dalam konteks merek, kepercayaan diartikan sebagai
perasaan aman yang diperoleh konsumen bahwa merek tersebut akan memenuhi
harapan konsumsinya yang didasarkan pada persepsi bahwa merek reliable dan
adanya intense merek terhadap konsumen.
Dan dalam Development and Validation of a Brand Trust Scale, Elena
kembali menegaskan bahwa dalam pengertian kepercayaan terhadap merek tersebut
terkandung makna: yang pertama, kesediaan seseorang untuk menempatkan diri pada
risiko, bergantung pada nilai yang telah dijanjikan oleh sebuah merek. Kedua,
ditentukan oleh perasaan percaya diri dan rasa aman. Ketiga, kepercayaan terhadap
12
merek melibatkan harapan. Keempat, dihubungkan dengan hasil yang positif. Kelima,
terdapat atribut seperti reliable, dapat bergantung pada merek, dan sebagainya.
Menurut Rotter dalam Reast (2005:5) Brand trust adalah menggabungkan
pengharapan yang berpegangan pada individu dengan kata lain dapat dipercaya.
Menurut McAllister dalam Reast (2005:5) Brand trust adalah suatu tingkatan yang
mana orang yakin dan berkemauan pada perbuatan dengan berbasis kata, tindakan,
dan perkataan, dari orang lain.
Keller (2003:88) menyatakan brand trustworthiness ketika merek dapat
diandalkan dan meningatkan keinginan pelanggan. Ini berarti merek dikatakan dapat
dipercaya ketika ia dapat diandalkan untuk melakukan tugasnya dalam memenuhi
keinginan pelanggan.
Lau dan Lee (1999:344) mendefinisikan Trust in a Brand sebagai: “A
consumer’s willingness to rely on the brand in the face of risk because of expectations
that the brand will cause positive outcomes.”
Faktor-faktor pembentuk Brand Trust adalah:
1. Brand Reputation
Mengacu pada pendapat orang lain tentang bagus tidaknya dan dapat
dipercaya atau tidaknya suatu merek. Brand reputation dapat
dikembangkan melalui iklan dan hubungan dengan masyarakat (public
relation), tetapi kemungkinan juga dapat dipengaruhi oleh kualitas dan
kinerja produk. Reputasi yang baik akan menguatkan kepercayaan
konsumen. Greed dan Miles (Lau dan Lee, 1999) menemukan bahwa
reputasi suatu partai dapat membawa pada pengharapan positif, yang
dihasilkan dalam pengembangan timbale balik antara partai. Jika
konsumen merasakan bahwa orang lain berpendapat bahwa merek tersebut
itu memiliki reputasi bagus, maka konsumen tersebut dapat mempercayai
merek itu untuk kemudian membelinya. Setelah berpengalaman memakai,
jika ternyata merek tersebut dapt memenuhi harapan konsumen, maka
dapat dinyatakan bahwa reputasi yang bagus sudah memberikan umpan
balik dalam membangun kepercayaan konsumen. Jika merek tidak
memiliki reputasi yang bagus, konsumern akan menjadi semakin sangsi.
Jadi persepsi konsumen bahwa suatu merek mempunyao reputasi yang
bagus sangatlah berkaitan dengan kepercayaan konsumen terhadap merek
tersebut. Membangun reputasi berarti membangun persepsi orang lain
13
tentang diri kita. Persepsi ini bisa positif maupun negative tergantuk dari
pengalaman dan interaksi orang lain dengan kita. Ada tiga faktor penting
yang mempengaruhi reputasi atau personal brand kita, yang biasa dikenal
dengang 3C, yaitu:
a. Competence (Kompetensi)
Untuk membangun reputasi atau personal branding, kita harus
memiliki suatu kemampuan khusus atau kompetensi dalam satu bidang
tertentu yang kita kuasai, entah itu berupa ketrampilan teknik rekayasa,
kedokteran spesialis, akuntasnsi, penulisan buku, olahraga, seni, dan
budaya. Hal ini paling penting dalam mengembangkan kompetensi
adalah pilihan tersebut benar-benar hal yang kita inginkan dalam hidup
kita dan kita harus mengembangkan kompetensi dengan senantiasa
belajar dan memperbaiki kemampuan kita.
b. Character (Karakter)
Ada dua komponen penting dalam pengembangan karakter seseorang
yaitu integritas dan kepribadiannya. Integritas berarti satunya kata
dengan perbuatan. Apa yang kita ucapkan adalah janji, yang berarti
kita selalu menepati dan memenuhi apa yang kita ucapkan atau kita
janjikan kepada orang lain. Dalam membangun reputasi atau personal
brand, kita sesungguhnya sedang membuat deposito dalam rekening
bank emosi orang lain.
c. Communication (Komunikasi)
Kemampuan komunikasi adalah kemampuan kita dalam
mengkomunikasikan atau kompetensi kita kepada pihak lain.
Komunikasi disini termasuk cara kita mempresentasikan diri dan
gagasan kita (performance), dan teknik atau saluran komunikasi yang
kita pilih.
2. Brand Predictability
Brand yang mmebiarkan konsumen mengharapkan dengan kepercayaan
yang wajar bgaimana kinerja sebuah brand pada tiap penggunaan.
Predictability ini dapat disebabkan oleh kualitas produk yang konsisten.
Predictability di dapat dari interaksi berulang, dimana salah satu pihak
membuat janji dan dipenuhi; serta oengekan dimana salah satu pihak
mempelajari lebih dalam tentang pihak lain.
14
Saphiro dkk (Lau dan Lee, 1999) menggambarkan tiga kepercayaan yang
dapat ditemui dalam hubungan bisnis; kepercayaan yang berdasar pada
penolakan, kepercayaan yang berdasar pada pengetahuan, dan kepercayaan
yang berdasar identifikasi. Kepercayaan yang berdasar pada pengetahuan
tercipta jika suatu kelompok memiliki informasi yang cukup tentang
kelompok lainnya untuk memahami dan memprediksi tingkah lakunya.
Kelly dan Stahelski (Lau dan Lee, 1999) berpendapat bahwa
prediktabilitas meningkatkan kepercayaan, seolah kelompok yang lain
tidak dapat dipercaya, karena cara yang mengesampikan kepercayaan
dapat diprediksi. Prediktabilitas merek meningkatkan kepercayaan diri
merek itu sendiri. Prediksi atau persepsi konsumern adalah bahwa suatu
merek dapat diprediksi erat kaitannya dengan kepercayaan konsumen
terhadap merek tersebut. Brand predictability mempunyai indikator
sebagai berikut:
a. Kinerja merek
b. Konsekuesnsi/akibat
c. Konsisten
3. Brand Competence
Merupakan merek yang mempunyai kemampuan untuk memecahkan
permasalahan yang dihadapi oleh konsumen dan memenuhi segala
keperluannya. Kemampuan mengacau pada keahlian dan karakteristik
yang memungkinkan suatu kelompok mempunyai pengaruh yang
dominan. Sitkin dan Roth (Lau dan Lee, 1999) menganggap bahwa
kemampuan merupakan elemen penting yang mempengaruhi kepercayaan.
Konsumen mungkin mengetahui brand competence melalui penggunaan
secara langsung atau komunikasi dari mulut ke mulut. Diyakini bahwa
suatu merek mampu memecahkan permasalahnya, maka konsumen akan
percaya terus pada merek tersebut. Dalam pasar industry, Swan dkk (Lau
dan Lee, 1999) mengungkapkan bahwa sales people industry yang
konsumennya merasa puas dan merasakan kompetensi merek yang
ditawarkannya, akan mendapatkan kepercayaan lebih. Brand competence
mempunyai indicator sebagai berikut:
a. Merek terbaik
b. Performa
15
4. Trust in the Company
Adalah rasa percaya bahwa perusahaan itu bagus, bonafit, dan mempunyai
kemampuan untuk menciptakan produk yang berkualitas. Ketika kesatuan
suatu komponen dipercaya, maka kesatuan-kesatuan yang lebih kecil juga
cenderung dipercaya, karena kesatuan-kesatuab kecil tersebut bernaung
pada kesatuan yang lebih besar. Dilihat dari segi perusahaan dan produk
yang dikeluarkannya, perusahaan yang lebih besar merupakan kesatuan
yang lebih besar, sementara itu merek merupakan kesatuan yang lebih
kecil. Jadi konsumen yang menempatkan atau menaruh kepercayaan pada
sebuah perusahaan, kemungkinan akan mempercayai merek yang yang
dikeluarkannya. Trust in the company mempunyai indicator sebagai
berikut:
a. Pecaya tidak merugikan
b. Percaya tidak mengecewakan
5. Brand Liking
Mengacu pada kesukaan yang pasti dari salah satu pihak pada pihak lain
karena ia menemukan bahwa pihak lain tersebut menyenangkan dan
cocok. Bennet (1996) menyarankan bahwa untuk memulai hubungan salah
satu pihak haruslah disukai oleh pihak lain. Pada konsumen, untuk
membangun hubungan dengan brand, konsumen harus menyukai brand
tersebut terlebih dahulu. Ketika konsumen menyukai merek tersebut lebih
lanjut, membangun tahapan untuk mempercayainya. Dan lagi sifat-sifat
yang meningkatkan kesukaan ditemukan menekankan pada ketulusan,
dapat diandalkan, menyatakan keadaan yang sebenarnya, perhatian, dan
punya pertimbangan (Taylor et al, 1994), semua itu berhubungan dengan
trust. Brand liking mempunyai indicator sebagai berikut:
a. Rasa suka
b. Favorit
Dalam kontekss industrial marketing, Swan et al (1985) menemukan
bahwa salesperson yang dipersepsikan disukai oleh konsumen cenderung
lebih dipercaya. Liking/kesukaan juga membentuk dasar pertimbangan dan
16
kepuasan yang kuat terhadap hubungan penjualan dan kinerja.
Kebanyakan pembeli industrial merasa bahwa menyukai salesperson
adalah faktor penting yang mempengaruhi penilaian hubungna penjualan
(Dion et al 1995). Dalam consumer marketing, jika konsumen menyukai
branda (yang berarti brand tersebut menyenangkan dan cocok) ia mungkin
akan lebih dipercaya pada brand tersebut (yang berarti menunjukan
kesediaan untuk mengandalkan bran tersebut).
Suatu merek dapat memiliki kesan atau kepribadian. Kepribadian merek
adalah asosiasi yang terkait dengan merek yang diingat oleh konsumen dan
konsumen dapat menerimanya. Konsumen seringkali berinteraksi dengan
merek seolah-olah merek tersebut adalah manusia. Dengan demikian,
kesamaan antara konsep diri konsumen dengan kepribadian merek sangat
berkaitan dengan kepercayaan konsumen terhadap merek tersebut. Bagi
konsumen, untuk membuka hubungan dengan suatu merek, maka
konsumen harus menukai dahulu merek tersebut.
C. Brand Loyalty
1. Pengertian
Menurut Darmadi Durianto, Sugiarto, dan Tony Sitinjak (2001:126) loyalitas
merek merupakan suatu ukuran keterkaitan dengan pelanggan kepada suatu
merek. Ukuran ini mampu memberikan gambaran tentang mungkin tidaknya
seorang pelanggan beralih ke merek produk yang lain, terutama jika pada merek
tersebut didapati adanya perubahan baik menyangkut harga ataupun atribut lain.
Mowen (2001:109) mengemukakan bahwa loyalitas dapat didasarkan pada
perilaku pembelian actual produk yang dikaitkan dengan proporsi pembelian. Dan
Aaker (1996:8) mendefinisikan brand loyalty sebagai ikatan antara pelanggan
dengan merek tertentu dan ini sering kali ditandai dengan adanya pembelian ulang
dari pelanggan.
Menurut Freddy Rangkuti (2002:60) loyalitas merek adalah ukuran dari
kesetiaan konsumen terhadap suatu merek. Loyalitas memiliki tingkatan
sebagaimana dapat dilihat pada diagram berikut ini:
17
Berdasarkan piramida loyalitas di atas, dapat dijelaskan bahwa:
1. Switcher (berpindah-pindah)
Pelanggan yang berada pada tingkat ini dikatakan sebagai pelanggan yang
berada pada tingkat paling dasar. Semakin tinggi frekuensi pelanggan
untuk memindahkan pembeliannya dari suatu merek ke merek-merek yang
lain mengidentifikasikan mereka sebagai pembeli yang sama sekali tidak
loyal atau tidak tertarik pada merek tersebut. Ciri yang paling nampak dari
jenis pelanggan ini adalah mereka membeli suatu produk yang harganya
murah.
2. Habitual buyer (pembeli yang bersifat kebiasaan)
Pembeli yang berada dalam tingkat loyalitas ini dapat dikategorikan
sebagai pembeli yang puas dengan merek produk yang dikonsumsinya
atau setidaknya mereka tidak mengalami ketidakpuasan dalam
mengkonsumsi merek produk tersebut. Dapat disimpulkan bahwa pembeli
ini dalam membeli suatu merek didasarkan atas kebiasaan mereka selama
ini.
18
3. Satisfied buyer (pembeli yang puas dengan biaya peralihan)
Pada tingkatan ini, pembeli merek dapat dikategorikan puas bila mereka
mengkonsumsi merek tersebut, meskipun demikian mungkin saja mereka
memindahkan pembeliannya ke merek lain dengan menanggung biaya
peralihan (switching cost) yang terkait dengan biaya, waktu, atau risiko
kinerja yang melekat dengan tindakan mereka beralih ke merek.
4. Likes the brand (menyukai merek)
Pembeli yang masuk dalam kategori loyalitas ini merupakan pembeli yang
sungguh-sungguh menyukai merek tersebut. Pada tingkatan ini dijumpai
perasaan emosional terkait pada merek.
5. Commited buyer (pembeli yang komit)
Pada tahapan ini pembeli merupakan pelanggan yang setia. Mereka
memiliki suatu kebanggan sebagai pengguna suatu merek dan bahkan
merek tersebut menjadi sangat penting bagi mereka dipandang dari segi
fungsinya maupun sebagai suatu ekspresi mengenai siapa mereka
sebenarnya. Pada tingkatan ini, salah satu aktualisasi loyalitas pembeli
ditunjukkan oleh tindakan merekomendasikan dan mempromosikan merek
tersebut kepada pihak lain.
Loyalitas merek (brand loyalty) merupakan suatu konsep yang sangat penting
dalam strategi pemasaran. Karena juga merupakan ukuran keterkaitan pelanggan
kepada sebuah merek. Ukuran ini mampu memberikan gambaran tentang mungkin
tidaknya seorang pelanggan beralih ke merek produk lain, terutama jika pada merek
tersebut didapati adanya perubahan, baik menyangkut harga ataupun atribut lain.
Keberadaan konsumen yang loyal pada merek sangat diperlukan agar
perusahaan dapat terus bertahan hidup. Loyalitas dapat diartikan sebagai suatu
komitmen yang mendalam untuk melakukan pembelian ulang produk atau jasa yang
menjadi preferensinya secara konsisten pada masa yang akan datang dengan cara
membeli ulang merek yang sama meskipun ada pengaruh situasional dan usaha
pemasaran yang dapat menimbulkan perilaku peralihan.
Perusahaan yang mempunyai basis pelanggan yang mempunyai loyalitas
merek yang tinggi dapat mengurangi biaya pemasaran perusahaan karena biaya untuk
mempertahankan pelanggan jauh lebih murah dibandingkan dengan mendapatkan
19
pelanggan baru. Loyalitas merek yang tinggi dapat meningkatkan perdagangan dan
dapat menarik minat pelanggan yang baru karena mereka memiliki keyakinan bahwa
membeli produk bermerek minimal dapat mengurangi risiko.
2. Fungsi Loyalitas Merek
Dengan pengelolaan dan pemanfaatan yang besar, loyalitas merek dapat
menjadi asset strategi bagi perusahaan. Berikut adalah beberapa potensi yang
dapat diberikan oleh loyalitas merek kepada perusahaan menurut Darmadi
Durianto, Sugiarto, dan Tony Sitinjak (2001:126):
1. Mengurangi biaya pemasaran, dalam kaitannya dengan biaya pemasaran,
akan lebih mudah mempertahankan pelanggan dibandingkan dengan upaya
untuk mendapatkan pelanggan baru.
2. Meningkatkan perdagangan (trade leverage), loyalitas yang kuat terhadap
suatu merek akan menghasilkan peningkatan pelanggan dan memperkuat
keyakinan perantara pemasaran.
3. Menarik minat pelanggan baru (attracting new customer), dengan
banyaknya pelanggan suatu merek yang merasa puas dan suka pada merek
tersebut akan menimbulkan perasaan yakin bagi calon pelanggan untuk
mengkonsumsi merek tersebut terutama jika pembelian yang mereka
lakukan mengandung risiko yang tinggi.
4. Memberi waktu untuk merespon ancaman pesaing, loyalitas merek akan
memberikan waktu pada suatu perusahaan untuk merespon gerakan
pesaing. Jika salah satu pesaing yang mengembangkan produk yang
unggul, pelanggan yang loyal akan memberikan waktu pada perusahaan
tersebut untuk memperbaharui produknya dengan cara menyesuaikan diri
atau menetralisasikannya.
20
D. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran di atas menggambarkan bahwa kepercayaan terhadap
merek (trust in a brand) dipengaruhi oleh reputasi merek (brand reputation),
merek yang dapat diprediksi (brand predictability), kompetensi merek (brand
competence), kepercayaan terhadap perusahaan (trust in the company), dan
kesukaan terhadap merek (brand liking).
Brand reputation dapat diukur dari reputasi merek yang baik, opini orang lain
yang menyebutkan bahwa merek bisa diandalkan, dan pengetahuan konsumen
21
bahwa kinerja merek tersebut baik. Brand predictability bisa dilihat ketika suatu
merek dapat memenuhi harapan konsumen, kinerja merek tersebut dapat selalu
diantisipasi oleh konsumennya, dan terdapat konsistensi dalam hal kualitas. Brand
competence didapatkan ketika suatu merek dibandingkan dengan merek lain yakni
bagaimana merek tersebut merupakan merek yang terbaik pada kategorinya,
kinerja merek lebih baik dibandingkan merek lain, dan pemenuhan kebutuhan
konsumen yang lebih baik.
Aspek perusahaan yang memproduksi merek juga berpengaruh terhadap trust
in the company. Yang menjadi indicator kepercayaan terhadap perusahaan adalah
konsumen percaya penuh pada perusahaan, perusahaan tidak menipu konsumen,
aman membeli produk perusahaan karena konsumen tahu bahwa perusahaan tidak
akan mengecewakan, dan perusahaan mampu menghasilkan produk-produk yang
dapat diandalkan. Variabel yang terakhir adalah brand liking. Indikator dari brand
liking adalah konsumen suka pada merek, konsumen memilih merek tersebut
dibandingkan merek lain, dan merek tersebut merupakan merek favorit.
Kepercayaan terhadap merek (trust in a brand) akan memberikan pengaruh
terhadap loyalitas merek (brand loyalty). Loyalitas merek sendiri diukur dengan
keinginan berperilaku untuk membeli produk dengan merek tersebut, bersedia
membayar dengan harga yang lebih tinggi, tidak melakukan pembelian jika merek
tidak tersedia, bersedia mencari di tempat lain ketika merek tidak tersedia, dan
merekomendasikan merek kepada orang lain.
E. Hipotesis Penelitian
Ha1 : brand reputation berpengaruh positif terhadap brand loyalty
Ha2 : brand predictability berpengaruh positif terhadap brand loyalty
Ha3 : brand competence berpengaruh positif terhadap brand loyalty
Ha4 : trust in company berpengaruh positif terhadap brand loyalty
Ha5 : brand liking berpengaruh positif terhadap brand loyalty
22
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Obyek Penelitian
Pada penelitian ini, obyek yang diteliti oleh penulis adalah pengaruh variabel
brand trust terhadap brand loyalty. Subyek penelitian yang dipilih adalah responden
yang pernah mengkonsumsi jamu Tolak Angin di wilayah Jakarta Utara. Penelitian ini
dilakukan dengan menyebarkan kuisioner kepada responden sebanyak 200 responden.
Penelitian ini dilakukan pada periode bulan November 2010 sampai dengan Januari
2011.
B. Metode Penelitian
Berdasarkan maksud penelitian, metode penelitian yang digunakan adalah
metode penelitian deskriptif yaitu metode penelitian yang bertujuan untuk
menguraikan, menjelaskan brand trust dan brand loyalty konsumen jamu Tolak
Angin di wilayah Jakarta Utara.
Kemudian peneliti juga menggunakan metode penelitian kausak yaitu metode
penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh brand trust terhadap brand
loyalty pada konsumen jamu Tolak Angin di wilayah Jakarta Utara.
Pendekatan yang digunakan adalah metode survey, yakni dengan
mengumpulkan data dan informasi sebanyak-banyaknya melalui penyebaran
kuisioner yang dilakukan terhadap responden.
C. Variabel Penelitian
Variabel-variabel yang diteliti adalah variabel dari brand trust yang meliputi lima
variabel independen (X), yaitu:
Brand reputation (X1), brand predictability (X2), dan brand competence (X3), trust
in company (X4), dan brand liking (X5). Sebaliknya, variabel dependen (Y) hanya
satu yaitu brand loyalty. Variabel-variabel serta indikator penelitian ini dapat dilihat
pada tabel 3.1 berikut:
23
Tabel 3.1
Variabel Penelitian
Variabel
Trust in brand
Indikator
Brand
Reputation
1. Merek jamu Tolak Angin mempunyai reputasi yang bagus.
2. Reputasi jamu Tolak Angin tidak dapat diunggulkan.
3. Pendapat orang lain tentang merek jamu Tolak Angin tidak baik.
4. Pendapat orang lain tentang merek jamu Tolak Angin dapat
diunggulkan.
5. Merek jamu Tolak Angin mempunyai tampilan yang baik.
6. Komentar negative tentang merek jamu Tolak Angin.
Brand
predictability
7. Merek jamu Tolak Angin sesuai dengan harapan.
8. Tampilan merek jamu Tolak Angin selalu dapat diantisipasi
dengan benar.
9. Merek jamu Tolak Angin tidak konsisten dengan kualitasnya.
10. Merek jamu Tolak Angin konsisten dengan tampilan
keseluruhannya.
11. Tampilan merek jamu Tolak Angin selalu sama disetiap
pembelian berikutnya.
12. Tampilan merek jamu Tolak Angin dapat diperhitungkan sesuai
yang diharapkan.
Brand
Competence
13. Merek jamu Tolak Angin adalah salah satu yang terbaik pada
kategori produk jamu masuk angin.
14. Merek jamu masuk angin lain lebih baik daripada merek jamu
Tolak Angin.
15. Tampilan merek jamu Tolak Angin lebih mengesankan
dibandingkan dengan merek jamu masuk angin lainnya.
16. Merek jamu Tolak Angin lebih efektif daripada merek jamu
masuk angin yang lain.
17. Merek jamu Tolak Angin lebih memenuhi kebutuhan konsumsi
daripada merek jamu masuk angin yang lain.
18. Merek jamu Tolak Angin menyempurnakan produknya lebih baik
24
daripada merek jamu masuk angin lainnya.
Trust in
company
19. Tidak percaya terhadap perusahaan jamu Tolak Angin
(Sidomuncul).
20. Percaya pada perusahaan tidak akan merugikan konsumennya.
21. Percaya sepenuhnya pada perusahaan jamu Tolak Angin
(Sidomuncul).
22. Merasa aman mengkonsumsi jamu Tolak Angun karena percaya
pada perusahaannya (Sidomuncul).
23. Percaya pada perusahaan jamu Tolak Angin (Sidomuncul) karena
menghasilkan jamu yang baik.
Brand liking 24. Menyukai merek jamu Tolak Angin.
25. Lebih memilih merek jamu masuk angin lain daripada merek
jamu Tolak Angin.
26. Merek jamu Tolak Angin dijadikan merek favorit.
D. Teknik Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi dua jenis data, yaitu sebagai
berikut:
1. Data primer merupakan data yang diperoleh dari hasil penyebaran kuisioner.
2. Data sekunder, yaitu data yang bersumber dari sumber-sumber lainy yang telah
tersedia sebelumnya berkaitan dengan penelitian.
Wawancara teknik wawancara digunakan untuk mengumpulkan data dengan
melakukan pertanyaan langsung kepada para responden dan pihak yang berkompeten
dalam penellitian. Wawancara dilakukan dengan penyebaran kuisioner yang berisi
berbagai pertanyaan tentang variabel penelitian. Data dikumpulkan dengan cara
membagi kuisioner kepada 200 calon responden khususnya konsumen jamu Tolak
Angin.
E. Teknik Sampling
Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan non probability sampling dengan pendekatan judgement sampling.
Penulis menetapkan kriteria dari sampel yang akan diambil berdasarkan
pertimbangkan bahwa unsur penelitian tersebut akan membantu menjawab
25
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Kriteria tersebut adalah mereka yang berusia
17 tahun keatas dan berdomisili di Jakarta Utara, serta mereka yang pernah membeli
atau mengkonsumsi jamu Tolak Angin. Untuk penelitian penulis membatasi jumlah
kuisioner sebanyak 200 responden.
F. Teknik Analisis Data
1. Analisis Profil Responden
Seluruh data kuisioner yang berasal dari profil responden ditabulasikan dari
keseluruhan responden dengan menggunakan alat analisis sebagai berikut:
Fr i=∑ fi
nx100 %
Keterangan:
Fri = Frekuensi relatif dari setiap kategori
∑fi = Jumlah responden yang memiliki kategori i
n = Total responden
2. Uji Validitas Kuisioner
Pengertian valliditas menurut Sugiono (2005:109) adalah menunjukkan sejauh
mana suatu alat ukur itu mengukur apa yang diukur. Jika penelitian menggunakan
kuisioner di dalam pengumpulan datanya maka, kuisioner yang disususn harus
mengukur apa yang diukurnya. Menghitung korelasi masing-masing pertanyaan
dengan skor total memakai rumus teknik korelasi product moment yang rumusnya
sebagai berikut:
r xy=n∑ X iY i−(∑ X i )(∑Y i )
√ {n∑ X i2−(∑ X i )
2} {n∑Y i2−( Y i )
2}
Keterangan:
n = Jumlah sampel
x = Nilai pertanyaan nomer ke-i
y = Skor total
26
Jika koefisien korelasi (r) yang diperoleh lebih besar sama dengan koefisien
korelasi tabel product moment maka butir pertanyaan dikatakan valid.
3. Uji Reliabilitas
Menurut C. William Emory (1991:185), reliabilitas berkaitang dengan
ketepatan dari prosedur pengukuran. Suatu alat pengukur dikatakan reliable
sepanjang pengukur tersebut menghasilkan hasil-hasil yang konsisten. Makin
kecil kesalahan pengukuran maka semakin reliable alat pengukuran, sebaliknya
makin besar kesalahan pengukuran maka semakin tidak reliable alat pengukuran
tersebut.
Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui bagaimana kuatnya korelasi butir-
butir dalam kuisioner berkorelasi. Korelasi antar butir-butir pertanyaan tersebut
dapat diukur dengan menggunakan perkiraan Cronbach’s Alpha dengan rumus:
ralpha=[ k(k−1 ) ][1−∑ Sb
2
∑ S t2 ]
Keterangan:
ralpha = Reliabilitas instrument
k = Jumlah butir pertanyaan
∑Sb2 = jumlah varian butir
St2 = varian total
Rumus varian untuk sampel, yaitu:
S2=∑ x2−
(∑ x i )2
nn−1
Keterangan:
S2 = Varian
n = Jumlah responden
xi = Nilai skor yang dipilih
27
Nilai korelasi dibandingkan dengan tabel r product moment. Jika nilainya
lebih kecil dari tabel r product moment, maka pernyataan tidak reliable tetapi jika
lebih besar berarti pernyataan dalam penelitian reliable. Skala pengukuran yang
reliable menurut Uma Sekaran (2003:205) adalah minimal sebesar 0,6 / 0,7 / 0,8.
4. Skala Likert
Menurut C. William Emory (1991:220) skala likert digunakan untuk bertanya
kepada responden, dengan skala ini responden ditanya untuk merespon setiap
pernyataan dan diminta untuk menjawab berdasarkan skala pengukuran.
Rumus rentang skala sebagai berikut:
R s=Skor tertinggi−Skor terendah
Banyaknya kategori skor
R s=(5−1 )
5=0,8
Untuk pertanyaan positif maka rentang skalanya adalah:
1,00 – 1,80 = Sangat tidak setuju
1,81 – 2,60 = Tidak setuju
2,61 – 3,40 = Cukup setuju
3,41 – 4,20 = Setuju
4,21 – 5,00 = Sangat setuju
Untuk pertanyaan yang negative maka rentang skalanya adalah:
1,00 – 1,80 = Sangat setuju
1,81 – 2,60 = Setuju
2,61 – 3,40 = Cukup setuju
3,41 – 4,20 = Tidak setuju
4,21 – 5,00 = Sangat tidak setuju
5. Regresi Linier Berganda
28
Model regresi ini digunakan untuk mengasumsikan bahwa terhadap hubungan
linier antara variabel brand loyalty dengan yaitu brand predictability, brand
liking, brand competence, brand reputation, dan trust in company. Adapun model
persamaan regresi yang dapat diperoleh dalam analisis ini adalah:
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5
Uji signifikansi korelansi ganda:
F=R2 ( N−m−1 )
m (1−R2 )
Keterangan:
m = Jumlah prediktor
Langkah-langkah yang lazim dipergunakan dalam analisis regresi linear berganda
adalah:
1. Koefisien determinasi
Koefisien determinasi digunakan untuk mengukur seberapa jauh
kemampuan model untuk menerangkan variabel dependennya.
2. Uji F
Uji F dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas secara
bersama-sama terhadap variabel terikat.
Uji hipotesis:
Ho: model regresi ini tidak dapat secara bersama-sama digunakan
untuk meramalkan Y.
Ha: model regresi ini dapat secara bersama-sama digunakan untuk
meramalkan Y.
Kriteria jika sig ≤ 0,05 tolak Ho
3. Uji t
Uji t digunakan untuk menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel
bebas secara individual dalam menerangkan variabel terikat.
29
6. Uji Model
a. Uji Normalitas
Uji normalitas berguna untuk mengetahui apakah variabel dependen,
independen atau keduanya berdistribusi normal, mendekati normal atau tidak.
Mendeteksi apakah data berdistribusi normal atau tidak dapat diketahui
dengan dua cara yaitu analisis grafik dan analisis statistic (Ghozali, 2006:110).
b. Uji Multikolinearitas
Adanya multikolinearitas merupakan pelanggaran asumsi klasik.
Multikolinearitas maksudnya tidak boleh terjadi hubungan antar variabel
bebas (independen). Untuk mendeteksi gejala multikolinearitas dapat
dilakukan dengan menggunakan besaran VIF (Variance Influence Factor) dan
angka toleran. Pedoman suatu model regresi bebas multikolinearitas apabila
mempunyai nilai VIF lebih kecil daripada 10 dan angka toleran mendekati 1
(Ghozali, 2006:92).
c. Uji Heterokedastisitas
Uji heterokedastisitas dilakukan untuk mengetahui apakah dalam sebuah
model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual suatu pengamatan ke
pengamatan lain. Jika varians dari residual suatu pengamatan ke pengamatan
lain tetap, disebut homokedastisitas, sedangkan untuk varians yang berbeda
disebut heterokedastisitas.
d. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi dilakukan untuk mengetahui apakah terjadi korelasi antar
variabel bebas dalam penelitian. Untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi,
dapat dilihat dari Durbin-Watson Test. Apabila nilai Durbin-Watson Test
mendekati nilai 2, maka dapat dikatakan bahwa tidak terjadi autokorelasi pada
variabel bebas (Ghozali, 2006:95).
30
Kriteria:
Ada
Autokorelasi
Kemungkinan
ada
Autokorelasi
Bebas
Autokorelasi
Kemungkinan
ada
Autokorelasi
Ada
Autokorelasi
I II III IV V
0 dl du 4-du 4-dl
Dimana:
dl = batas bawah
du = batas atas
31