Upload
hizriansyah-yahya
View
17
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Proposal
Citation preview
PENGARUH KARAKTERISTIK KEPALA DAERAH TERHADAP
PENGUNGKAPAN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DI
INDONESIA
Stella Monika
F0312117
Universitas Sebelas Maret
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai pihak yang menjalankan roda pemerintahan, pembangunan, dan
pelayanan masyarakat, Pemerintah Daerah (Pemda) dituntut untuk mewujudkan
transparansi dan akuntabilitas terhadap pengelolaan keuanganya agar tercipta
pemerintahan yang bersih (Setyaningrum dan Syafitri, 2012). Salah satu upaya
konkrit untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan
negara adalah penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah yang
memenuhi prinsip-prinsip tepat waktu dan disusun dengan mengikuti standar
akuntansi pemerintah yang telah diterima secara umum (UU No.17 Tahun 2003).
Undang-Undang No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara menerapkan
bahwa Gubernur/Bupati/Walikota wajib menyampaikan rancangan peraturan daerah
tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD berupa laporan keuangan yang
setidak-tidaknya terdiri dari laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas dan
catatan atas laporan keuangan yang disusun sesuai dengan standar akuntansi
pemerintah kepada DPRD selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran
berakhir. Namun demikian, belum semua pemerintah daerah mengungkapkan secara
lengkap informasi yang harus diungkapkan dalam laporan keuangan daerah. Tingkat
pengungkapan wajib LKPD terhadap SAP (Standar Akuntansi Pemerintahan) di
Indonesia masih rendah. Suhardjanto dan Yulianingtyas (2011) meneliti tingkat
kepatuhan pengungkapan wajib 34 item dalam neraca LKPD tahun 2008 setiap
Kabupaten/Kota. Hasil statistik deskriptif menunjukkan bahwa nilai rerata
pengungkapan wajib dalam neraca pemerintah daerah sebesar 30,85% (Suhardjanto
dan Yulianingtyas, 2011). Setyaningrum dan Syafitri (2012) meneliti tingkat
pengungkapan Laporan Keuangan Pemda dalam komponen Catatan atas Laporan
Keuangan (CaLK) berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan sebagai variabel
dependen. Berdasarkan hasil statistik deskriptif, dapat dilihat bahwa tingkat
pengungkapan wajib LKPD Kabupaten/Kota di Indonesia periode 2008 sebesar
51,24%, periode 2009 sebesar 52,91%, dan nilai rata-rata sebesar 52,09%
(Setyaningrum dan Syafitri, 2012). Khasanah dan Rahardjo (2014) meneliti
perbandingan antara pengungkapan wajib yang telah disajikan dalam LKPD di
Provinsi Jawa Tengah, baik Pemerintah Provinsi, Kabupaten, maupun Pemeritah Kota
tahun 2010-2012 dengan pengungkapan yang seharusnya disajikan dalam Catatan atas
Laporan Keuangan (CaLK) menurut Standar Akuntansi Pemerintah (SAP). Hasil
pengujian statistik deskriptif menunjukkan bahwa rata-rata tingkat pengungkapan
wajib sesuai SAP pada LKPD Kabupaten/Kota di Jawa Tengah periode 2010-2012
ialah sebesar 59,99%.
Beberapa penelitian sebelumnya terkait topik pengungkapan laporan keuangan
pemerintah daerah salah satunya dilakukan oleh Patrick (2007) yang meneliti
komponen penentu inovasi organisasi: saat menerapkan GASB 34 di pemerintah
daerah Pennsylvania. Hasil dari penelitian Patrick mengungkapkan ukuran (size)
organisasi, kecenderungan pemerintah daerah untuk berinovasi, dan tanggapan
terhadap konstituen memiliki pengaruh asosiasi positif yang kuat. Spesialisasi
pekerjaan, diferensiasi fungsional, intensitas administrasi, ketersediaan slack
resources, dan pembiayaan utang berasosiasi positif terhadap penerapan GASB 34
tetapi lemah. Intergovernmental revenue berasosiasi negatif dengan penerapan GASB
34. Robbins dan Austin (1986) meneliti kualitas pengungkapan di laporan keuangan
pemerintah kota Chicago, New York, Boston, dan Atlanta dengan metode coumpound
measure dan undimensional (simple) measure. Hasil dari penelitian dengan metode
coumpound measure dan undimensional (simple) measure menemukan bahwa
administrative powers dan management incentive berkorelasi dengan kualitas
pengungkapan. Ingram (1984) melakukan penelitian pada state government di
Amerika Serikat, yang menguji hubungan coalition of voters, administrative selection
process, alternative information source, and management incentive terhadap tingkat
pengungkapan laporan keuangan. Hasil penelitian Ingram menunjukkan bahwa
coalition of voters, administrative selection process, and management incentive
berhubungan positif terhadap tingkat pengungkapan, sedangakan alternative
information source memiliki pengaruh negatif terhadap pengungkapan laporan
keuangan pemerintah. Bamber et al (2010) meneliti keterkaitan antara karakteristik
manajer puncak (umur, latar belakang fungsional, latar belakang militer, dan latar
belakang pendidikan) dengan luas pengungkapan sukarela di perusahaan swasta. Hasil
dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa karakteristik manajer puncak
berpengaruh terhadap pengungkapan sukarela (Bamber et al, 2010). Seeba et al (2009)
menyatakan bahwa karakteristik manajer puncak (kepala daerah) berpengaruh
terhadap strategi dan kinerja pemerintah daerah di Dubai. Seeba et al (2009)
memproksikan karakteristik kepala daerah dengan age, education level, tenure, serta
aligment and perforance.
Di Indonesia, beberapa penelitian mengenai pengungkapan laporan keuangan
pemerintah daerah menghasilkan temuan yang beragam. Suhardjanto dan
Yulianingtyas (2011) meneliti pengaruh karakteristik pemerintah daerah terhadap
kepatuhan pengungkapan wajib dalam laporan keuangan pemerintah daerah. Hasil regresi
menunjukkan hanya jumlah anggota DPRD yang berpengaruh positif terhadap kepatuhan
pengungkapan wajib. Sementara itu, karakteristik pemerintah daerah (size, jumlah SKPD,
dan status pemerintah daerah) tidak berpengaruh terhadap kepatuhan pengungkapan wajib
dalam LKPD. Setyaningrum dan Syafitri (2012) meneliti analisis pengaruh karakteristik
pemerintah daerah terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa umur administratif, kekayaan pemerintah daerah, dan ukuran
legislatif berpengaruh positif terhadap tingkat pengungkapan LKPD, sedangkan
intergovernmental revenue memiliki pengaruh negatif. Variabel independen lainnya,
yaitu ukuran Pemda, diferensiasi fungsional, spesialisasi pekerjaan, pembiayaan
utang, dan rasio kemandirian keuangan daerah tidak terbukti mempunyai pengaruh
terhadap tingkat pengungkapan Laporan Keuangan Pemda Kabupaten/Kota di
Indonesia tahun anggaran 2008-2009. Heriningsih dan Rusherlistyani (2013) meneliti
faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengungkapan laporan keuangan
pemerintah daerah. Pengujian hipotesis menunjukkan bahwa variabel karakteristik
pemerintah (tingkat ketergantungan dan total asset) serta tingkat akuntabilitas
pemerintah daerah (opini audit, tingkat penyimpangan terhadap SPI, dan
penyimpangan terhadap perundang-undangan) secara statistik tidak berpengaruh
terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD)
kabupaten dan kota di Indonesia. Kasanah dan Rahardjo (2014) meneliti pengaruh
karakteristik, kompleksitas, dan temuan audit terhadap tingkat pengungkapan laporan
keuangan pemerintah daerah. Hasil peneltian menunjukkan variabel total aset dan
jumlah SKPD berpengaruh signfikan. Namun, penelitian sebelumnya belum ada yang
meniliti dari sisi karakteristik kepala daerah. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk
meneliti karakteristik kepala daerah yang mempengaruhi pengungkapan laporan
keuangan pemerintah daerah.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, maka peneliti dapat merumuskan
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah karakteristik kepala daerah berpengaruh terhadap pengungkapan laporan
keuangan daerah?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh karakteristik kepala daerah
terhadap laporan keuangan pemerintah daerah kabupaten/kota di Indonesia.
D. Kontribusi Penelitian
1. Implikasi Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan kepada
pemerintah dalam menyusun kebijakan akuntansi sektor publik, sehingga dapat
mewujudkan proses akuntabilitas dan transparansi di pemerintah.
2. Implikasi Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber referensi bagi penelitian
selanjutnya. Hal ini berkaitan dengan masih terbatasnya penelitian di bidang
sektor publik di Indonesia, terutama yang terkait dengan pengungkapan laporan
keuangan pemerintah daerah.
TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
A. Landasan Teori
1. Teori Upper Echelons
Teori upper echelons pertama kali diperkenalkan oleh Hambrick &
Mason (1984). Teori upper echelons menyatakan bahwa hasil organisasi,
pilihan strategis, dan tingkat kinerja, sebagian diprediksi oleh karakteristik
latar belakang manajerial (Hambrick dan Mason, 1984). Fokus utama pada
karakteristik manajerial diamati sebagai indikator yang diberikan seorang
manajer ke situasi administrasi (Hambrick dan Mason, 1984). Contoh
karakteristik tersebut adalah age, functional tracks, other career experiences,
education, socioeconomic roots, financial position, dan group characteristics.
(Hambrick dan Mason, 1984). Penelitian upper echelons menunjukkan bahwa
karakteristik eksekutif mempengaruhi hasil strategis (Hambrick, 2007).
2. SAP (Standar Akuntansi Pemerintahan)
Perkembangan akuntansi di pemerintahan sejak era otonomi daerah
sangat pesat dengan munculnya PP No 24 tahun 2005 yang mengatur Standar
Akuntansi Pemerintah basis kas menuju basis akrual, yang kemudian di
perbaharui PP No.71 tahun 2010 yang mengatur Standar Akuntansi
Pemerintah dengan basis full akrual (Heriningsih dan Rusherlistyani, 2013).
Standar Akuntansi Pemerintahan, yang selanjutnya disingkat SAP,
adalah prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan
menyajikan laporan keuangan pemerintah (Pasal 1 PP No.71 Tahun 2010).
SAP dibutuhkan dalam rangka penyusunan laporan pertanggungjawaban
pelaksanaan APBN/APBD berupa laporan keuangan yang setidaknya meliputi
Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas
Laporan Keuangan (PP No. 24 Tahun 2005). PP No.24 Tahun 2005 (dalam
Suhardjanto et al, 2010) menjelaskan dengan diberlakukan SAP dalam
pertanggungjawaban keuangan pemerintah, diharapkan akan menghasilkan
sebuah laporan pertanggungjawaban yang bermutu; memberikan informasi
yang lengkap; akurat dan mudah dipahami berbagai pihak terutama DPR dan
BPK dalam menjalankan tugasnya.
3. Karakteristik Kepala Daerah
Setiap daerah dipimpin oleh kepala pemerintah daerah yang disebut
kepala daerah. Kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk
provinsi disebut Gubernur, untuk kabupaten disebut bupati, dan untuk kota
disebut walikota (UU No.32 Tahun 2004 Pasal 24 ayat 1 dan 2).
Menurut Hambrick dan Mason (1984) upper echelon characteristics
menjelaskan kompetensi eksekutif yaitu age, functional tracks, other career
experiences, education, socioeconomic roots, financial position, dan group
characteristics. Seeba et al (2009) memproksikan karakteristik kepala daerah
(managerial characteristics) dengan menggunakan age, education levels,
tenure, aligment and performance.
4. Pengungkapan Laporan Keuangan (Disclosure)
Evans (2003) mengartikan pengungkapan sebagai berikut: “Disclosure
means suppliying inforation in the financial statements, including the
statements themselves, the notes to the statements, and the supplementary
disclosures associated with the statements. It does not extend to public or
private statements made by management or information provided outside the
financial statements”. Pengungkapan berarti penyediaan informasi dalam
laporan keuangan, termasuk pernyataan sendiri, catatan pernyataan, dan
pengungkapan tambahan yang terkait dengan laporan. Ini tidak mencakup
pernyataan publik atau swasta yang dibuat oleh manajemen atau informasi
yang diberikan di luar laporan keuangan. Secara umum, tujuan pengungkapan
adalah menyajikan informasi yang dipandang perlu untuk mencapai tujuan
pelaporan keuangan dan untuk melayani berbagai pihak yang mempunyai
kepentingan berbeda-beda (Suwardjono, 2005).
Pengungkapan dibedakan menjadi dua, yaitu pengungkapan wajib dan
pengungkapan sukarela. Pengungkapan wajib merupakan pengungkapan
informasi yang diharuskan oleh peraturan yang berlaku, dalam hal ini pihak
yang berwenang dalam menetapkan peraturan adalah Badan Pengawas Pasar
Modal (Bapepam) (Rahman et al, 2013). Pengungkapan sukarela adalah
pengungkapan informasi yang dilakukan secara sukarela oleh perusahaan
tanpa diharuskan oleh peraturan yang berlaku atau pengungkapan melebihi
yang diwajibkan (Rahman et al, 2013).
B. Pengembangan Hipotesis
1. Umur Kepala Daerah
Teori upper echelon menyatakan bahwa usia seorang manajer secara
positif berhubungan dengan kecenderungan untuk melihat lebih banyak
informasi, mengevaluasi secara akurat, dan lebih lama dalam mengambil
keputusan (Hambrick dan Mason, 1984). Sebaa et al (2009) mengatakan usia
bukanlah karakteristik yang signifikan dalam menentukan kinerja yang lebih
tinggi. Bamber et al (2010) berpendapat bahwa eksekutif yang lahir sebelum
Perang Dunia II dapat mengembangkan gaya komunikasi dan pengungkapan
yang lebih konservatif agar akurat. Logikanya, seorang yang memiliki usia
yang lebih matang, mereka cenderung lebih akurat dalam melakukan
pengungkapan.
H1: Umur kepala daerah berpengaruh positif terhadap pengungkapan
laporan keuangan pemerintah daerah.
2. Latar Belakang Pendidikan Ekonomi Kepala Daerah
Latar belakang pendidikan seseorang diyakini dapat mempengaruhi
cara berpikir dan bersikap (Sutaryo dan Carolina, 2014). Hambrick dan Mason
(1984) menyatakan bahwa manajer dengan pendidikan keuangan lebih detail
dan teliti dalam penganggaran, yang menunjukkan manajer dari pendidikan
keuangan atau akuntansi dapat mengembangkan gaya komunikasi yang lebih
tepat. Manajer dari latar belakang hukum mengembangkan gaya
pengungkapan yang cenderung untuk mencerminkan risiko legitasi yang lebih
besar dan manajer dari akuntansi serta keuangan mengembangkan gaya
pengungkapan yang lebih tepat (Bamber et al, 2010). Dengan demikian, latar
belakang pendidikan ekonomi/akuntansi cenderung melakukan pengungkapan
laporan keuangan yang tepat.
H2: Latar belakang pendidikan ekonomi/akuntansi berpengaruh positif
terhadap pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah
3. Pengalaman Bekerja di Organisasi Lain
Teori upper echelon berpendapat bahwa pengalaman karir lain seorang
eksekutif dapat mempengaruhi nilai-nilai, gaya kognitif, dan dengan demikian
keputusan (Hambrick dan Mason, 1984). Bamber et al (2010) menunjukkan
manajer dengan pengalaman militer dapat mendukung gaya komunikasi yang
cenderung ke arah pengungkapan cepat dan berisi informasi yang tidak
menguntungkan (kejujuran tentang kabar buruk). Eksekutif mempunyai
pengalaman kognitif dan emosional selama perjalanan karir mereka (Hambrick
dan Mason, 1984). Kesimpulannya seorang kepala daerah yang pernah
menjadi eksekutif atau top management di sebuah organisasi lain, mempunyai
cara pengungkapan yang lebih luas dikarenakan pengalaman masa lalu yang
telah didapatkan.
H3: Pengalaman bekerja sebagai eksekutif di organisasi lain
berpengaruh positif terhadap engungkapan laporan keuangan
pemerintah daerah.
4. Tingkat Pendidikan Kepala Daerah
Latar belakang pendidikan formal seseorang dapat menghasilkan
informasi yang kaya tapi lengkap (Hambrick dan Mason, 1984). Sebaa et al
(2009) menyatakan pendidikan terbukti sangat signifikan terhadap kinerja
yang lebih tinggi. Teori upper echelon memprediksi manajer yang memegang
gelar MBA mengembangkan gaya yang berbeda dari mereka yang tidak
memiliki latar belakang pendidikan tersebut (Hambrick dan Mason, 1984).
Finkelstein dan Hambrick (1996) menunjukkan bahwa MBA menolak risiko,
kurikulum MBA memperkuat penghindaran risiko, dan MBA bagian dari elit
sosial dan bisnis yang menghargai kepatuhan dan konvensionalitas.
H4: Tingkat pendidikan kepala daerah berpengaruh positif terhadap
pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah
C. Skema Konseptual Penelitian
Variabel Independen Variabel Dependen
Kara
kter
istik
Kepa
la D
aera
h
Umur Kepala Daerah (H1)
Latar Belakang Pendidikan Ekonomi Kepala Daerah (H2)
Pengalaman Bekerja Lainnya(H3)
Tingkat Pendidikan Kepala Daerah (H4)
Pengungkaan Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah (LKPD)
METODE PENELITIAN
A. Sampling
Populasi merupakan kelompok, kejadian, atau peristiwa yang menjadi
perhatian para peneliti untuk diteliti (Sekaran, 2013: 240). Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh pemerintah kota/kabupaten di Indonesia yang
telah menyusun laporan keuangan tahun 2013. Kabupaten/kota di Indonesia
berjumlah 495, yaitu 93 pemerintah kota dan 402 pemerintah kabupaten.
Sampel adalah bagian dari populasi yang terdiri dari elemen-elemen
yang diharapkan memiliki karakteristik populasinya (Sekaran, 2013). Sampel
penelitian ini dipilih berdasarkan purposive sampling, yaitu dengan kriteria
pemilihan sampel sebagai berikut:
1. Pemerintah kota/kabupaten di Indonesia yang menerbitkan laporan
keuangan tahun 2013 dan telah diaudit oleh BPK.
Sampel menggunakan periode tahun 2013 karena laporan keuangan
pemerintah daerah terbaru yang telah diaudit oleh BPK sampai
pada periode tahun 2013. Laporan keuangan pemerintah daerah
tahun 2014 tidak digunakan sebagai sampel karena masih dalam
proses audit. Penggunaan sampel periode terbaru diharapkan lebih
dapat menunjukkan keadaan pengungkapan laporan keuangan
pemerintah daerah terkini.
2. Pemerintah daerah dengan laporan keuangan telah mendapatkan
opini audit wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion) atau
wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelas (unqualified
opinion with explanation language) atau wajar dengan
pengecualian (qualified opinion).
Laporan keuangan yang mendapatkan opini tidak wajar (adverse
opinion) dan tidak memberi opini (disclaimer opinion), tidak
digunakan dalam sampel karena informasi yang tersaji tidak wajar.
3. Pemerintah daerah yang memiliki dan mencantumkan data kepala
daerah yang bertanggung jawab atas laporan keuangan.
Objek penelitian ini adalah laporan keuangan pemerintah daerah
kabupaten/kota di Indonesia yang telah diaudit oleh BPK. Data LKPD
(Laporan Keuangan Pemerintah Daerah) diperoleh dari Pusat Informasi dan
Komunikasi BPK RI (Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia) dan
profil kepala daerah diperoleh dari website masing-masing pemerintah daerah
atau internet.
Ukuran sampel ditentukan dengan rumus Slovin:
n = Jumlah sampel yang diinginkan
N = Jumlah populasi
e = Persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel
yang masih dapat ditolerir atau diinginkan dalam penelitian (e=5%)
B. Definisi Operasional dan Pengukuran
Operasional variabel merupakan cara menemukan dan mengukur variabel-
variabel yang ada di lapangan dengan cara merumuskannya secara singkat dan jelas,
serta tidak menimbulkan beberapa tafsiran yang berbeda (Sekaran, 2013).
Variabel Dependen
Variabel dependen dalam penelitian ini yaitu tingkat pengungkapan Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan
(SAP). Serupa dengan penelitian Setyaningrum dan Syafitri (2012), tingkat
pengungkapan LKPD dilakukan dengan sistem scoring. Sistem scoring yaitu
membuat daftar checklist pengungkapan yang diwajibkan berdasarkan Standar
Akuntansi Pemerintahan. Jika sebuah entitas melaporkan pegungakapan item yang
terdapat dalam daftar, maka diberi nilai 1, dan 0 jika tidak mengungkapkan (Cooke,
1989 dalam Suhardjanto et al, 2011). Pengungkapan wajib diproksikan dengan
menggunakan skor pengungkapan wajib pada LKPD Kabupaten/Kota. Skor 1
diberikan pada tiap item pengungkapan yang diungkapkan dalam LKPD dan skor 0
untuk item pengungkapan yang tidak terdapat dalam LKPD.
Variabel Independen
Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
a. Umur Kepala Daerah
Teori upper echelon menyatakan bahwa usia seorang manajer secara positif
berhubungan dengan kecenderungan untuk melihat lebih banyak informasi,
mengevaluasi secara akurat, dan lebih lama dalam mengambil keputusan
(Hambrick dan Mason, 1984). Bamber et al (2010) berpendapat bahwa
eksekutif yang lahir sebelum Perang Dunia II dapat mengembangkan gaya
komunikasi dan pengungkapan yang lebih konservatif agar akurat. Indikator
untuk pengukuran variabel ini adalah umur kepala daerah.
b. Latar Belakang Pendidikan Ekonomi Kepala Daerah
Hambrick dan Mason (1984) menyatakan bahwa manajer dengan pendidikan
keuangan lebih detail dan teliti dalam penganggaran, yang menunjukkan
manajer dari pendidikan keuangan atau akuntansi dapat mengembangkan gaya
komunikasi yang lebih tepat. Manajer dari latar belakang hukum
mengembangkan gaya pengungkapan yang cenderung untuk mencerminkan
risiko legitasi yang lebih besar dan manajer dari akuntansi serta keuangan
mengembangkan gaya pengungkapan yang lebih tepat (Bamber et al, 2010).
Indikator untuk variabel ini adalah angka “1” untuk kepala daerah dengan latar
belakang akuntansi atau keuangan atau ekonomi dan angka “0” untuk kepala
daerah dengan latar belakang non akuntansi atau non keuangan atau non
ekonomi.
c. Pengalaman Bekerja di Organisasi Lain
Teori upper echelon berpendapat bahwa pengalaman karir lain seorang
eksekutif dapat mempengaruhi nilai-nilai, gaya kognitif, dan dengan demikian
keputusan (Hambrick dan Mason, 1984). Eksekutif mempunyai pengalaman
kognitif dan emosional selama perjalanan karir mereka (Hambrick dan Mason,
1984). Bamber et al (2010) menunjukkan manajer dengan pengalaman
organisasi militer dapat mendukung gaya komunikasi yang cenderung ke arah
pengungkapan cepat dan berisi informasi yang tidak menguntungkan
(kejujuran tentang kabar buruk). Indikator untuk variabel ini yaitu diberi
angka “1” setiap mempunyai pengalaman sebagai eksekutif atau manajer di
organisasi lain.
d. Tingkat Pendidikan Kepala Daerah
Latar belakang pendidikan formal seseorang dapat menghasilkan informasi
yang kaya tapi lengkap (Hambrick dan Mason, 1984). Teori upper echelon
memprediksi manajer yang memegang gelar MBA mengembangkan gaya
yang berbeda dari mereka yang tidak memiliki latar belakang pendidikan
tersebut (Hambrick dan Mason, 1984). Finkelstein dan Hambrick (1996)
menunjukkan bahwa MBA menolak risiko, kurikulum MBA memperkuat
penghindaran risiko, dan MBA bagian dari elit sosial dan bisnis yang
menghargai kepatuhan dan konvensionalitas. Indikator variabel ini yaitu angka
“0” untuk kepala daerah latar belakang pendidikan di bawah SMA, angka “1”
untuk kepala daerah latar belakang pendidikan SMA, angka “2” untuk kepala
daerah latar belakang pendidikan diploma, angka “3” untuk kepala daerah
latar belakang pendidikan strata I, angka “4” untuk kepala daerah latar
belakang pendidikan strata II, dan angka “5” untuk kepala daerah latar
belakang pendidikan strata III.
C. Alat Statistik
Metode Analisis
Sebelum melakukan pengujian hipotesis, peneliti harus melakukan pengujian
asumsi klasik. Uji asumsi klasik terdiri atas uji normalitas, uji multikolinearitas, uji
autokolerasi, dan uji heterokedastisitas.
Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif digunakan untuk mengetahui deskripsi suatu data,
tujuannya agar data dapat dipahami dengan mudah dan jelas. Bentuk dari analisis
statistik deskriptif berupa mean, median, modus, standar deviasi, nilai minimum, serta
nilai maksimum (Ghozali, 2012).
Pengujian Hipotesis
Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model regresi berganda.
Analisis regresi berganda dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel independen
terhadap variabel dependen. Model regresi untuk mengajukan hipotesis yang diajukan
sebagai berikut:
Keterangan:
INDEKS : Indeks Kelengkapan Pengungkapan Wajib menurut SAP
INDEKS = α + β1AGE + β2BACKG + β3ORG + β4LEVEL + ε
α : Konstanta.
β1 ... β4 : Koefisien regresi.
AGE : Umur Kepala Daerah
BACKKG : Latar Belakang Pendidikan Kepala Daerah.
ORG : Organisasi Lain Kepala Daerah sebelum Menjabat
LEVEL : Level Pendidikan Kepala Daerah
ε : Error.
Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan untuk memeperoleh hasil apakah hipotesis
dalam penelitian ini diterima atau ditolak. Uji hipotesis ini terdiri dari uji F, uji
koefisien determinasi (R2), dan uji t.
Uji F
Uji statistik F bertujuan untuk menunjukkan apakah semua variabel
independen yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-
sama terhadap variabel dependen (Ghozali, 2012). Pengujian dilakukan dengan
menggunakan signifikansi level 0,05 (α = 5%). Penerimaan atau penolakan hipotesis
dilakukan dengan kriteria sebagai berikut:
1. Apabila nilai signifikansi f <0,05 maka Hₒ ditolak atau Ha diterima,
yang berarti koefisien regresi signifikan. Artinya terdapat pengaruh yang
signifikan antara semua variabel independen terhadap variabel dependen.
2. Apabila nilai signifikansi f >0,05 maka Hₒ diterima atau Ha ditolak,
yang berarti koefisien regresi tidak signifikan. Hal ini berarti variabel
independen tidak berpengaruh terhadap variabel independen.
Uji Koefisien Determinasi (R2)
Pada model regresi berganda, koefisien determinasi (R2) digunakan untuk
mengukur tingkat kemampuan model dalam menerangkan variasi pada variabel
dependen (Ghozali, 2012). Nilai koefisien determinasi menunjukkan seberapa besar
variabel independen dapat menjelaskan variabel dependennya. Namun nilai R2
memilihi kelemahan mendasar yaitu adanya bias terhadap jumlah variabel independen
yang dimasukkan ke dalam model. Setiap tambahan satu variabel independen, maka
R2 pasti meningkat tidak peduli apakah variabel tersebut berpengaruh signifikan
terhadap variabel dependen
Uji t
Uji statistik t dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh satu
variabel independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen
(Ghozali, 2012). Pengujian ini menguji signifikansi koefisien variabel independen
dalam memprediksi variabel dependen. Tingkat signifikansi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah 0,05 (α= 5%). Penerimaan dan penolakan hipotesis akan
dilakukan dengan kriteria sebagai berikut :
1. Apabila nilai signifikansi (sig) lebih besar dari 0,05 maka hipotesis ditolak.
2. Apabila nilai signifikansi (sig) lebih kecil atau sama dengan 0,05 maka hipotesis
diterima.
DAFTAR PUSTAKA
Bamber, Linda Smith; John (Xuefeng) Jiang; dan Isabel Yanyan Wang. 2010. What’s My Style? The Influence of Top Managers on Voluntary Corporate Financial Disclosure. The Accounting Review, Vol. 85, No.4, pp 1131-1162.
Evan, Thomas G. 2003. Accounting Theory: Contemporary Accounting Issues. Australia: Thomson South-Western
Finkelstein, S. and D. Hambrick. 1996. Strategic Leadership: Top Executives and Their Effects on Organizations. St. Paul, MN: West Publishing Company
Ghozali, I. 2012. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 20 Edisi 6. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Hambrick, Daonald C. 2007. Upper Ehelon Theory: An Update. Academy of Management Review, Vol. 32, No.2, pp 334 – 343
Hambrick, Donald C dan Mason, Phyllis A. 1984. Upper Echelons: The Organization as a Reflection of Its Top Managers. The Academy of Management Review, Vol. 9, No. 2, pp 193-206.
Heriningsih, Sucahyo dan Rusherlistyani. 2013. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol. 13, No. 2, pp 11-19.
Khasanah, Nur Lailatul dan Rahardjo, Shiddiq Nur. 2014. Pengaruh Karakteristik, Kompleksitas, dan Temuan Audit terhadap Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. Diponegoro Journal of Accounting, Vol. 3, No. 3, pp 1-11.
Patrick, Patricia A. 2007. The Determinants of Organizational Innovativeness: The Adoption of GASB 34 in Pennsylvania Local Government. Ph.D. dissertation. The Pennsylvania State University: United States - Pennsylvania.
Peraturan Pemerintah No.71 Tahun 2010. Standar Akuntansi Pemerintahan. Jakarta.
Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005. Standar Akuntansi Pemerintahan. Jakarta.
Rahman, Aditya., Sutaryo., dan Budiatmanto, Agus. 2013. Determinan Internet Financial Local Government Reporting di Indonesia. Simposium Nasional Akuntansi XVI. Manado.
Robbins, Walter A dan Austin, Kenneth R. 1986. Disclosure Quality in Governmental Financial Reports: An Assessment of the Appropriateness of a Compound Measure. Journal of Accounting Research, Vol. 24, No. 2, pp 412-421.
Sebaa, Ali Ahmed., Wallace, James., dan Cornelius, Nelarine. 2009. Managerial Characteristics, Strategy and Performance in Local Government. Measuring Business Excelllence, Vol. 13, No. 4, pp 12-21.
Sekaran, Uma dan Bougie, Roger. 2013. Research Methods for Business. 6th Edition. John Wiley and Sons Inc.
Setyaningrum, Dyah dan Syafitri, Febriyani. 2012. Analisis Pengaruh Karakteristik Pemerintah Daerah terhadap Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Vol. 9, No. 2, pp 154-170.
Sudarmadji, Ardi Murdoko and Sularto, Lana. 2007. Pengaruh Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, Leverage, dan Tipe Kepemilikan Perusahaan terhadap Luas Voluntary Disclosure Laporan Keuangan Tahunan. Proceeding PESAT (Psychology, Economy, Art, Architect and Civil), Vol. 2, pp A53-A61.
Sudarsana, Hafidh Susila dan Rahardjo, Shiddiq Nur. 2013. Pengaruh Karakteristik
Pemerintah Daerah dan Temuan Audit BPK terhadap Kinerja Pemerintah Daerah (Studi pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Indonesia). Diponegoro Journal of Accounting, Vol. 2, No. 4, pp 1-13.
Suhardjanto, Djoko dan Yulianingtyas, Rena Rukmita. 2011. Pengaruh Karakteristik Pemerintah Daerah terhadap Kepatuhan Pengungkapan Wajib dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (Studi Empiris pada Kabupaten/Kota di Indonesia). Jurnal Akuntansi dan Auditing, Vol. 8, No. 1, pp. 30-42.
Sutaryo dan Carolina, Okki. 2014. Ketepatan Waktu Penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Pemerintah Daerah di Indonesia. Simposium Nasional Akuntansi XVII. Mataram
Suwardjono. 2005. Teori Akuntansi (Perekayasaan Laporan Keuangan). Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003. Keuangan Negara. Jakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004. Pemerintah Daerah. Jakarta.
Zimmerman, Jerold L. 1977. The Municipal Accounting Maze: An Analysis of Political Incentives. Journal of Accounting Research, Vol. 15, No. 5, pp 107-155.