Upload
akbar-prima-utomo
View
252
Download
7
Embed Size (px)
Citation preview
2.1 Pengujian Benih
Menurut Amrik (2012) pengujian mutu benih merupakan salah satu bagian yang
sangat penting dari suatu proses produksi benih disamping pemeriksaan lapangan,
penanganan hasil produksi dan pabelan.
Pengujian benih itu sangat penting, terujinya benih berarti terhindarnya para petani
dari berbagai kerugian yang dapat timbul dalam pelaksanaan usaha taninya. Selain itu benih
yang baik atau unggul ditunjang dengan kultur teknik yang mantap, akan dapat meningkatkan
berbagai produk pertanian (Kartasapoetra, 2003). Pengujian benih ditujukan untuk
mengetahui mutu dan kualitas benih. Informasi tersebut tentunya akan sangat bermanfaat
bagi produsen, penjual maupun konsumen benih. Karena mereka bisa memperoleh
keterangan yang dapat dipercaya tentang mutu atau kualitas dari suatu benih (Sutopo, 2002).
Pengujian Mutu Benih
Faktor kualitas benih ditentukan oleh persentase dari benih murni, benih tanaman lain,
biji herba, kotoran yang tercampur, gaya berkecambah atau daya tumbuh benih, benih
berkulit keras, terdapatnya biji-bijian herba yang membahayakan benih, terbebasnya benih
dari penyakit dan hama tanaman, kadar air benih serta hasil pengujian berat benih per seribu
biji benih yang dimaksud (Kartasapoetra, 2003).
Viabilitas benih atau daya hidup benih yang dicerminkan oleh dua informasi masing-
masing daya kecambah dan kekuatan tumbuh dapat ditunjukkan melalui gejala metabolisme
benih dan/atau gejala pertumbuhan. Uji viabilitas benih dapat dilakukan secara tak langsung,
misalnya dengan mengukur gejala-gejala metabolisme ataupun secara langsung dengan
mengamati dan membandingkan unsur-unsur tumbuh penting dari benih dalam suatu periode
tumbuh tertentu.
Selain uji viabilitas benih terdapat pula uji kesehatan benih, yaitu untuk mengetahui
kondisi kesehatan dari suatu kelompok benih. Kesehatan benih juga merupakan salah satu
faktor yang menentukan nilai lapangannya. Di samping itu uji kesehatan benih juga
ditunjukkan untuk mengetahui penyebab dari abnormalitas kecambah dalam uji
perkecambahan di laboratorium (Sutopo, 2002).
2.2 Pengujian Mutu Benih Tanaman Perkebunan
Pengujian Standar Mutu Benih di Laboratorium:
1. Penetapan Kadar Air
Kadar air adalah kandungan air dalam benih yang diukur berdasarkan hilangnya
kandungan air tersebut dan dinyatakan dalam persen. Kadar air yang terkandung di
dalam benih akan sangat mempengaruhi kualitas fisiologis benih. Bahkan untuk kondisi
tertentu dapat berpengaruh juga terhadap kualitas fisik benih. Kandungan kadar air benih
juga menjadi salah satu faktor penting yang harus diperhatikan pada kegiatan
pemanenan, pengolahan, penyimpanan dan pemasaran benih serta kemampuan benih
dalam mempertahankan viabilitasnya selama penyimpanan.
Penetapan kadar air benih dapat dilakuakan dengan dua metode langsung dan metode
tidak langsung. Dalam Sutopo (2002), pada prinsipnya metode yang digunakan dalam
menentukan kadar air ada dua macam yaitu:
a. Metode praktis/langsung
Metode ini mudah dilaksanakan tetapi hasilnya seringkali kurang akurat karena
rentang nilai hasil pengujian dari beberapa kali ulangan seringkali terlalu besar,
yang termasuk metode ini adalah metode Calcium carbide, Metode Electric
moisture meter, dan lain-lain.
b. Metode dasar/tidak langsung
Dalam metode ini kadar air ditentukan dengan mengukur kehilangan berat yang
diakibatkan oleh pengeringan/pemanasan pada kondisi tertentu, dan dinyatakan
sebagai persentase dari berat mula-mula. Yang termasuk dalam metode
dasaradalah metode Oven, metode Destilasi, Metode Karl Fisher dan lain-lain.
2. Pengujian Daya Kecambah
Tujuan pengujian daya berkecambah adalah untuk menentukan potensi
perkecambahan maksimal suatu lot benih, yang selanjutnya dapat digunakan untuk
membandingkan mutu benih dari lot-lot yang berbeda serta untuk menduga nilai
pertanaman di lapang. Prosentase daya berkecambah menunjukkan proporsi jumlah
benih yang menghasilkan kecambah normal di kondisi dan dalam periode pengujian
tertentu.
Metode perkecambahan dengan pengujian dilaboratorium untuk menentukan
prosentase perkecambahan total. Pengujian ini dibatasi pada pemunculan dan
perkembangan struktur penting dari embrio, yag menunjukkan kemampuan untuk
menjadi tanaman normal pada kondisi lapangan yang optimum. Sedangkan kecambah
yang tidak menunjukkan kemampuan tersebut dinilai sebagai kecambah yang abnorman
(Sutopo, 2002).
3. Kesegaran benih
Uji kesegaran biji dilakukan berdasarkan pada tingkat kesegaran jaringan endosperm.
Biji yang masih segar dinilai masih viabel dan sebaliknya (Siagian, 2010). Pengujian ini
dalam tanaman perkebunan biasanya dilakukan pada biji karet. Pengujian dilakukan
dengan mengupas cangkang biji karet yang kemudian dibelah memanjang (membujur)
menjadi dua belahan yang sama, kemudian dikelompokkan dalam kelas-kelas
berdasarkan tingkat kesegaran endosperm.
Biji yang termasuk dalam kelas I dan II dianggap masih viabel, sedangkan kelas III dan
IV dianggap sudah kehilangan viabilitasnya. Jika kesegaran tinngi, maka daya
kecambahnya juga tinggi dan persentase kesegaran biji tidak kurang dari 70%
4. Analisa Kemurnian
Analisis kemurnian benih merupakan kegiatan-kegiatan untuk menelaah tentang
kepositifan fisik komponen-komponen benih termasuk pula persentase berat dari benih murni
(pure seed), benih tanaman lain, benih varietas lain, biji-bijian herba (weed seed), dan
kotoran-kotoran pada masa benih (Sutopo, 2002).
Yang termasuk dalam kategori benih murni adalah meliputi semua varietas dan setiap
species yang diakui sebagaimana yang dinyatakan oleh pengirim atau penguji di
laboratorium, dan biji yang masih utuh meskipun berukuran lebih kecil dari ukuran normal,
belum terbentuk sempurna, keriput, terkena penyakit atau telah tumbuh. Selain itu benih yang
patah atau rusak masih tergolong sebagai benih murni asalkan berukuran lebih besar dari
setengah ukuran sebenarnya. Analisis Kemurnian hanya mencari seberapa banyak persentase
benih dalam beberapa kriteria seperti tersebut di atas dalam suatu contoh benih, sedangkan
kemampuan benih untuk tumbuh dan berkembang tidak termasuk dalam materi yang diuji.
Yang termasuk dalam kategori benih tanaman lain akan mencakup semua benih dari
tanaman pertanian yang ikut tercampur dalam contoh dan tidak dimaksudkan untuk diuji.
Yang termasuk dalam kategori biji-bijian herba/gulma adalah merupakan bji dari tanaman
lain yang tidak kehendaki, dan bublet, tuber dari tanaman yang dinyatakan sebagai gulma,
herba menurut undang-undang, peraturan resmi atau pendapat umum.
Kotoran benih terdiri dari semua materi asing dalam sampel termasuk bagian/serpihan
tanaman, tanah, pasir, batu, tubuh jamur serta semua materi dan struktur yang tidak secara
khusus diklasifikasikan sebagai benih murni atau biji lain.
Pada pelaksanaan pengujian kemurnian benih dimana komponen-komponen telah
berhasil dipisah-pisahkan, yang merupakan hasil-hasil uji benih murni, benih tanaman lain
dan atau varietas lain, biji-bijian herba, serta benda-benda mati atau kotoran, selanjutnya
masing-masing harus ditimbang dengan seksama dengan contoh kerja dalam satuan gram
(Kartasapoetra, 2003)
Dari hasil analisis akan terungkap apakah benih itu memenuhi persyaratan sertifikasi
atau tidak, atau apakah mengandung benih dari spesies tertentu yang mungkin telah
dinyatakan berbahaya atau dilarang di daerah tertentu atau pasar, atau memerlukan
pengolahan lebih lanjut untuk meningkatkan kualitas lot benih secara keseluruhan.
Pengujian Khusus Mutu Benih di Laboratorium
1. Penentuan berat 1000 butir,
Penentuan berat untuk 100 butir benih dilakukan karena karakter ini merupakan salah
satu ciri dari suatu jenis benih yang juga tercantum dalam deskripsi jenis. Tujuan yang
ingin dicapai dengan pengukuran berat 1000 butir benih adalah untuk mengetahui berat
setiap kelompok benih per 1000 butir benih dan menentukan efisiensi penentuan berat
1000 butir yang dinyatakan dalam gram. Penentuan berat 1000 butir dapat dipergunakan
untuk mengetahui jumlah benih per kg dari suatu jenis yang dapat dijadikan standar
dalam perencanaan kebutuhan benih untuk persemaian maupun penanaman.
2. Pengujian viabilitas benih secara biokemis
Viabilitas benih adalah daya hidup benih yang dapat ditunjukkan melalui gejala
metabiolisme dan atau gejala pertumbuhan, Selain itu daya kecambah juga merupakan
tolak ukur parameter viabilitas potensial benih (Sadjat, 1993). Pengujian viabilitas benih
secara biokemis salah satunya adalah dengan uji tetrazolium. Disebut uji biokemis
karena uji tetrazolium mendeteksi adanya proses kimia yang berlangsung di dalam sel-
sel benih khususnya sel-sel embrio. Adapun kegunaan uji tetrazolium antara lain untuk
mengetahui viabilitas benih yang segera akan ditanam, untuk mengetahui viabilitas benih
dorman, untuk mengetahui hidup atau matinya benih segar tidak tumbuh dalam
pengujian daya berkecambah benih.
3. Pengujian vigor benih
Vigor adalah sejumlah sifat-sifat benih yang mengindikasikan pertumbuhan dan
perkembangan kecambah yang cepat dan seragam pada kisaran kondisi lapang yang luas.
Pengujian vigor benih bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang nilai daya tumbuh
(planting value) dalam kondisi lingkungan kisaran luas dan atau potensi penyimpanan
dari lot benih.
4. Pengujian Kesehatan Benih
Kesehatan benih terutama ditandai oleh ada tidaknya penyakit yang disebabkan oleh
mikroorganisme seperti cendawan, bakteri, virus dan penyakit. Tujuan pengujian
kesehatan benih adalah untuk menentukan status (keadaan) kesehatan contoh benih dan
kesehatan lot benih darimana benih tersebut berasal.
5. Pengujian Spesies dan Varietas
Pengujian spesies dan varietas dilaksanakan bergantung pada species, varietas atau
karakter spesifik apakah pada benih, kecambah atau tanaman yang lebih dewasa
dilaboratorium atau yang ditanam di rumah kaca, petak percobaan. Hasil pengujian
dikatakan valid jika species atau varietas disebutkan (dinyatakan) oleh pemohon dan
tersedia standar yang akan dibandingkan. Untuk membandingkan karakter dapat
dilakukan secara morfologi, fisiologi, sitologi atau kimia.
6. Penetapan Heterogenitas Lot Benih
Kehomogenan mungkin tidak tercapai secara sempurna, tetapi pencampuran yang baik
diharapkan sedapat mungkin benih dalam lot benih tersebut dapat homogen. Terdapat
tiga pengujian dalam menentukan heterogenitas antara lain persentase berat komponen
kemurnian, persentase komponen pengujian perkecambahan dan total benih atau jumlah
dari spesies tunggal dalam penetapan benih lain berdasarkan jumlahnya.
2.3 Pengujian Tanaman Hortikultura dan Pangan
Pelaksanaan pengujian mutu benih meliputi beberapa tahapan, yang pertama dilakukan
adalah pengambilan contoh benih, kemudian pengujian kemurnian benih dan kadar air.
Setelah itu barulah dilakukan uji daya kecambah, uji kekuatan tumbuh benih ataupun uji
kesehatan benih terhadap contoh tersebut (Kartasapoetra, 2003).
1. Pengambilan Contoh Benih
Sebagai langkah pertama dalam pelaksanaan pengujian benih adalah
menyediakan suatu contoh benih yang dapat dianggap seragam dan memenuhi
persyaratan yang telah ditentukan oleh ISTA. Suatu contoh benih yang diuji harus
dapat mewakili keseluruhan kelompok benih yang lebih besar jumlahnya. Ada empat
macam contoh benih yang dinyatakan dalam peraturan ISTA, yaitu :
a. Contoh primer (primary sampel) adalah benih yang diambil dalam jumlah besar
dari berbagai tempat penyimpanan baik wadah maupun bulk.
b. Contoh campuran (composite sample) adalah semua contoh primer yang dijadikan
satu dan dicampur dalam satu tempat (kantong, kotak, tray, dan lain-lain). Biasanya
contoh campuran jauh lebih besar dari yang diperlukan sehingga harus dikurangi.
c. Contoh yang dikirim ke laboratorium (submitted sample) adalah contoh campuran
yang telah dikurangi sampai jumlah berat tertentu yang telah ditetapkan dan kemudian
dikirim ke laboratorium penguji benih.
d. Contoh uji (working sample) adalah contoh benih yang diambil dari “submitted
sample” dan digunakan sebagai bahan uji benih di laboratorium(Sutopo, 2002).
Dari sampel-sampel benih tersebut hanya jumlah yang diperlukan dalam analisis, sisa
dari sample kemudian disimpan dalam rak-rak khusus sebagai persediaan sekiranya
tes perlu diulang. Dalam pengujian benih penguji harus memperhatikan dan menjaga
bahwa benih-benih yang diuji itu tetap asli atau utuh (Kartasapoetra, 2003).
2. Pengujian Kemurnian Benih
Pengujian kemurnian benih merupakan kegiatan-kegiatan untuk menelaah tentang
kepositifan fisik komponen-komponen benih termasuk pula persentase berat dari
benih murni (pure seed), benih tanaman lain, benih varietas lain, biji-bijian herba
(weed seed), dan kotoran-kotoran pada masa benih (Sutopo, 2002).
a. Benih murni
Meliputi semua varietas dan setiap species yang diakui sebagaimana yang
dinyatakan oleh pengirim atau panguji di laboratorium.
b. Benih tanaman lain/varietas lain
Komponen ini mencakup semua benih dari tanaman pertanian yang ikut
tercampur dalam contoh dan tidak dimaksudkan untuk diuji.
b. Biji-bijian herba/gulma
Merupakan bji dari tanaman lain yang tidak kehendaki, dan bublet, tuber dari
tanaman yang dinyatakan sebagai gulma, herba menurut undang-undang,
peraturan resmi atau pendapat umum.
d. Bahan lain atau kotoran
Merupakan bagian-bagian dari sejumlah benih yang sedang diuji yang tidak
berupa benih, melainkan benda-benda mati yang hanya mengotori benih, seperti
misalnya kerikil, gumpalan tanah, sekam, serta bentuk-bentuk lain yang
menyerupai benih dan gulma.
Pada pelaksanaan pengujian kemurnian benih dimana komponen-komponen
telah berhasil dipisah-pisahkan, yang merupakan hasil-hasil uji benih murni, benih
tanaman lain dan atau varietas lain, biji-bijian herba, serta benda-benda mati atau
kotoran, selanjutnya masing-masing harus ditimbang dengan seksama dengan
contoh kerja dalam satuan gram (Kartasapoetra, 2003).
3. Pengujian Kadar Air
Kadar air benih selama penyimpanan merupakan faktor yang paling mempengaruhi
masa hidupnya, maka benih yang sudah masak dan cukup kering penting untuk segera
dipanen, atau benihnya masih berkadar air tinggi yang juga harus segerea dipanen. Kadar
air optimum dalam penyimpanan bagi sebagian besar benih adalah antara 6% - 8%. Kadar
air yang terlalu tinggi dapat menyebabkan benih berkecambah sebelum ditanam. Sedang
dalam penyimpanan menyebabkan naiknya aktivitas pernapasan yang dapat berakibat
terkuras habisnya bahan cadangan makanan dalam benih. Selain itu merangsang
perkembangan cendawan pathogen di dalam tempat penyimpanan. Tetapi perlu diingat
bahwa kadar air yang terlalu rendah akan menyebabkan kerusakan pada embrio (Justice
dan Bass, 2002). Menurut Sutopo (2002), pada prinsipnya metode yang digunakan dalam
menentukan kadar air ada dua macam yaitu :
a. Metode praktis; metode ini mudah dilaksanakan tetapi hasilnya kurang teliti
sehingga sering perlu dikalibrasikan terlebih dahulu, yang termasuk metode ini
adalah metode Calcium carbide, metode Electric moisture meter, dan lain-lain
b. Metode dasar; di sini kadar air ditentukan dengan mengukur kehilangan berat
yang diakibatkan oleh pengeringan/pemanasan pada kondisi tertentu, dan
dinyatakan sebagai persentase dari berat mula-mula, yang termasuk dalam metode
dasar adalah: metode Oven, metode Destilasi, Metode Karl Fisher dan lain-lain
4. Uji Daya Kecambah (Viabilitas)
Pengujian viabilitas benih dipakai untuk menilai suatu benih untuk dipasarkan atau
membandingkan antar seed lot karena viabilitas merupakan gejala pertama yang tampak
pada benih yang menua. Daya kecambah benih memberikan informasi kepada pemakai
benih akan kemampuan benih yumbuh normal menjadi tanaman yang berproduksi wajar
dalam keadaan biofisik lapang yang serba optimum (Kuswanto, 1996).
Metode perkecambahan dengan pengujian di laboratorium hanya menentukan
persentase perkecambahan total. Pengujian ini dibatasi pada pemunculan dan
perkembangan struktur-struktur penting dari embrio, yang menunjukkan kemampuan
untuk menjadi tanaman normal pada kondisi lapangan yang optimum. Sedangkan
kecambah yang tidak menunjukkan kemampuan terssebut dinlai sebagai kecambah yang
abnormal. Benih yang tidak dorman tetapi tidak tumbuh setelah periode pengujian tertentu
dinilai sebagai mati (Sutopo, 2002).
Pengujian viabilitas terhadap suatu varietas perlu dicari metode standar agar penilaian
terhadap atribut perkecambahan dapat dilakukan dengan mudah. Kita mengenal beberapa
metode pengujian yang dapat dipakai untuk menguji viabilitas, yaitu :
a. UDK (Uji di Atas Kertas)
Pada metode pengujian ini benih diletakkan di atas kertas substrat yang telah dibasahi.
Metode ini sangat baik digunakan untuk benih yang membutuhkan cahaya bagi
perkecambahannya.
b. UAK (Uji Antar Kertas)
Pada metode pengujian ini benih diletakkan di antara kertas substrat. Metode ini
digunakan bagi benih yang tidak peka terhadap cahaya untuk perkecambahannya.
c. UKDD (Uji Kertas Digulung Didirikan)
Pada metode pengujian ini benih diletakkan diantara kertas substrat yang digulung
dan didirikan. Dapat digunakan bagi benih yang tidak peka terhadap cahaya untuk
perkecambahannya.
d. UKD dpd (Uji Kertas Digulung diberi plastik didirikan)
Metode ini merupakan modifikasi dari metode UKDD, dilakukan dengan tujuan untuk
memperkuat kertas substrat agar tidak tembus oleh akar yang dapat mengakibatkan kertas
substrat menjadi rusak sehingga pengamatan dapat jadi sulit untuk dilakukan.
e. Uji TZT (Tetra Zolim Test)
Uji tetrazolium (indikator cepat viabilitas benih) menggunakan zat indikator 2.3.5
Trifenil tetrazolium. Uji tetrazolium juga disebut uji biokhemis benih dan uji cepat
viabilitas. Disebut uji biokhemis karena uji tetrazolium mendeteksi adanya proses
biokimia yang berlangsung di dalam sel-sel benih khususnya sel-sel embrio. Disebut uji
cepat viabilitas karena indikasi yang diperoleh dari pengujian tetrazolium bukan berupa
perwujudan kecambah, melainkan pola-pola pewarnaan pada embrio yang akan terbentuk
dalam beberapa saat saja setelah diterapkan, sehingga waktu yang diperlukan untuk
pengujian tetrazolium tidak sepanjang waktu yang diperlukan untuk pengujian yang
indikasinya berupa kecambah yang memerlukan waktu berhari-hari. Klorida/bromida
yang larut dalam air digunakan untuk mengindikasi adanya sel-sel yang hidup. Bila
indikator diimbibisi oleh benih ke dalam sel-sel benih yang hidup dengan bantuan enzim
dehidrogenase akan terjadi proses reduksi sehingga terbentuk zat yang disebut trifenil
formazan, suatu endapan yang berwarna merah. Pada sel-sel yang mati tidak terjadi
reduksi dan tidak terbentu trifenil formazan sehingga warnanya tetap. Adanya pola-pola
warna merah pada bagian-bagian penting pada embrio benih mengindikasikan bahwa
benih mampu menumbuhkan embrio menjadi kecambah yang normal.
Kegunaan uji tetrazolium cukup banyak yaitu untuk mengetahui viabilitas benih yang
segera akan ditanam, untuk mengetahui viabilitas benih dorman, untuk mengetahui hidup
atau matinya benih segar tidak tumbuh dalam pengujian daya berkecambah benih. Uji
tetrazolium sebagai uji vigor bisa dilakukan, dengan cara membuat penilaian benih lebih
ketat untuk katagori benih vigor diantar benih viabel.Metode ini dapat dilakukan dengan
cepat. Dalam metode ini benih tidak dikecambahkan tetapi hanya direndam dengan
larutan tetra zolium selama satu jam dan kemudian dinilai embrionya. Prinsip dari metode
ini adalah terjadi pengecatan bagian embrio, sebagai hasil oksidasi larutan tetrazolium.
sehingga bagian embrio yang hidup akan berwarna merah sedangkan yang mati atau cacat
akan berwarna putih.
f. Uji dengan Memakai Sinar X
Dengan sinar X kita bisa melihat kondisi embrio dalam benih, apakah embrionya cacat
atau tidak, tapi metode ini juga tidak dapat mendeteksi apakah benih dapat berkecambah atau
tidak.
g. Uji Pasir
Untuk pengujian viabilitas bisa dipakai pasir sebagai media perkecambahannya. Pada
metode ini yang perlu diperhatikan adalah besarnya butiran pasir dan kadar air media, karena
pasir memiliki WHC yang rendah (Kuswanto, 1996).
5. Uji Kekuatan Kecambah (Vigor)
Vigor merupakan derajat kehidupan benih dan diukur berapa benih yang berkecambah,
kecepatan perkecambahan, jumlah kecambah normal, pada berbagai lingkungan yang
memadai. Vigor dipisahkan antara vigor genetik dan vigor fisiologi. Vigor genetik adalah
vigor benih dari galur genetik yang berbeda-beda, sedangkan vigor fisiologi adalah vigor
yang dapat dibedakan dalam galur genetik yang sama (Kartasapoetra, 2003).
Uji kevigoran benih bertujuan untuk melihat kemampuan benih untuk tumbuh di lahan.
Pengujian ini amat penting karena pada pengujian viabilitas di laboratorium kondisi
lingkungannya telah dibuat seoptimal mungkin sehingga peluang bagi benih untuk
berkecambah menjadi lebih besar. Pada umumnya uji vigor benih hanya sampai pada tahapan
bibit. Karena terlalu sulit dan mahal untuk mengamati seluruh lingkaran hidup tanaman. Oleh
karena itu digunakanlah kaidah korelasi misal dengan mengukur kecepatan berkecambah
sebagai parameter vigor, karena diketahui ada korelasi antara kecepatan berkecambah dengan
tinggi rendahnya produksi tanaman. Rendahnya vigor pada benih dapat disebabkan oleh
beberapa hal antara lain faktor genetis, fisiologis, morfologis, sitologis, mekanis dan
mikrobia. (Sutopo, 2002). Menurut Kuswanto (1996), metode pengujian vigor benih dapat
dibagi menjadi 2 jenis pengujian, yaitu :
a. Pengujian Langsung (Direct Method)
Pada pengujian ini benih dikecambahkan dalam kondisi yang menyerupai
keadaan di lapangan. Kelemahan metode ini terletak pada suhu pengujian yang
dibuat standar. Macam-macam metodenya antara lain :
1. Deep Soil Test
2. Hoppe Method
3. Total Growth of Plants or Seedlings
b. Pengujian Tidak Langsung
Dengan metode pengujian ini mudah dibuat standarisasi tetapi tidak dapat
menggambarkan kevigoran yang nyata seperti yang didapat pada metode langsung.
Macam-macam metodenya antara lain :
1. Physiological Methode
2. Physical Measurements Test
3. Biochemice Method
6. Uji Kesehatan Benih
Benih dikatakan sehat kalau benih tersebut terbebas dari patogen, baik berupa bakteri,
cendawan, virus, maupun nematode. Pada uji kesehatan benih tidak semuanya akan dideteksi.
Uji dilakukan secara selektif, hanya yang diduga penting saja yang perlu diperiksa.
Umumnya pemeriksaan ditekankan pada cendawan patogen, baik cendawan lapangan
maupun cendawan gudang yang xerophytic. Uji kesehatan benih tidak merupakan ramalan,
tetapi memberikan suatu informasi tentang kemungkinan adanya suatu resiko. Maksud dari
uji kesehatan benih adalah untuk :
a. Mengetahui adanya inokulum yang patogenik, sehingga dapat ditentukan kondisi kesehatan
dari kelompok benih, yang dalam hal ini faktor kesehatan juga merupakan salah satu faktor
penentu nilai lapangan dari benih.
b. Mempelajari penyebab dari abnormalitas kecambah dalam uji daya kecambah.
Ada berbagai metode yang dapat dipergunakan untuk mendeteksi patogen yang terbawa
benih. Pada dasarnya yang telah dikenal yaitu :
a. Pemeriksaan Benih Kering
Dengan metode ini sejumlah benih diperiksa secara kering, apakah tercampur
dengan kotoran-kotoran seperti sisa-sisa tanaman, sklerotia, gall, insekta dan lain-
lain. Selain diperhatikan pula adanya gejala atau tanda-tanda penyakit pada benih,
seperti tubuh buah cendawan, miselia, spora dan lain-lain. Dapat juga dideteksi
adanya bercak-bercak pada benih dan kerusakan mekanis yang dapat
menyebabkan kebusukan pada benih atau kecambah. Untuk melaksanakan
pemeriksaan ini dipergunakan mikroskop stereokopik (perbesaran 10-40 kali).
b. Pemeriksaan Secara Perendaman Benih
Metode ini dapat dipergunakan untuk mendeterminasi cendawan yang melekat
atau tumbuh pada permukaaan benih. Caranya adalah dengan memasukkan
sejumlah benih dalam air kemudian digoyang-goyangkan untuk waktu tertentu.
Air cucian tersebut dapat diperiksa langsung dengan mikroskop stereokopik
(perbesaran 20-40 kali) atau setelah disentrifugal terlebih dahulu.
c. Pemeriksaan Dengan Cara Inkubasi
Pemeriksaan dengan cara inkubasi dapat dilakukan dengan beberapa metode,
yaitu:
1) Metode kertas.
Cara ini didasarkan pada pertumbuhan inokulum dan kecambah. Dengan cara
ini dapat dilihat macamnya patogen yang menyerang benih. Pengamatan benih
dan kecambah dilakukan setelah diinkubasikan pada medium kertas
2) Metode agar.
Pengujian dengan menggunakan metode agar lebih didasarkan pada
pertumbuhan inokulum. Untuk keperluan media biasa dipergunakan Maltose
Extract Agar (MEA) atau Potato Dextrose Agar (PDA). Metode inkubasi dengan
media batubata, pasir, tanah.
3) Metode “Growing on Test”.
Pengujian ini didasarkan kepada pertumbuhan tanaman setelah melewati
masa kecambahnya dengan memperlihatkan gejala penyakit (Sutopo, 2002).
DAFTAR PUSTAKA
AAK. 2001. Teknik Bercocok Tanam Jagung. Kanisius, Yogyakarta. 139 hal.
Adisarwanto dan Y.E. Widyastuti. 2001. Meningkatkan Produksi Jagung di Lahan Kering,
Sawah dan Pasang Surut. Penebar Swadaya, Jakarta. 86 hal.
Depkes.2003.Diversifikasipangan.http://www.depkes.go.id/Ind/News/Kliping/2003/
F2003/k 10209000. Diakses 23 mei 2008.
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura. 2010. Pedoman Laboratorium
Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura. Departemen pertanian,
Jakarta. 282 hal.
Hasanah, Maharani, 2002. Peran Mutu Fisiologik Benih dan Pengembangan Industri Benih
Tanaman Industri. Jurnal Litbang Pertanian, 21(3).
Humandini, Amrik, tanpa tahun. Pengujian Benih Laboratorium.
http://jsc.jogjaprov.go.id/images/pengujian%20mutu%20benh
%20laboratorium.pdf. Akses 1 Oktober 2011
Justice, O.L., dan Louis, N.B. 2002. Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih. Raja Grafindo
Persada, Jakarta. 446 hal.
Kartasapoetra, A.G. 2003. Teknologi Benih (Pengolahan Benih dan Tuntunan Praktikum).
Rineka Cipta, Jakarta. 179 hal.
Kuswanto, Hendarto. 1997. Analisis Benih. Andi, Yogyakarta. 140 hal.
_________________. 1996. Dasar-Dasar Teknologi, Produksi dan Sertifikasi Benih. Andi,
Yogyakarta. 191 hal.
Mugnisjah, W.Q., dan Asep S. 1995. Pengantar Produksi Benih. CV. Rajawali, Jakarta. 610
hal.
Prabowo,A.Y.,2007.BudidayaJagung.http://teknisbudidaya.blogspot.com/2007/10/budidaya-
jagung.html. Diakses 25 Mei 2012.
Purwono dan Rudi Hartono. 2005. Bertanam Jagung Unggul. Penebar Swadaya, Jakarta. 67
hal.
Rukmana, Rahmat. 2005. Usaha Tani Jagung. Kanisius, Yogyakarta. 112 hal.
Suprapto, H.S., dan H. A. Rasyid M. 2005. Bertanam Jagung. Penebar Swadaya, Jakarta. 59
hal.
Sutopo, Lita. 2002. Teknologi Benih. CV. Rajawali, Jakarta. 245 hal.
Tanah karo. 2007. Jagung: sejarah, jenis, dan manfaatnya. http://www.tanahkaro.com/html.
Diakses 25 juni 2008.
Siagian, Nurhawaty, 2010. Viabilitas Biji Karet. Disampaikan pada Magang Petugas Balai
Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan. Balai Penelitian Sungei Putih
Pusat Penelitian Karet.
Wirawan, 1998. Peranan benih dalam usaha pengembangan palawija 1. Buletin Agronomi XII
(1): 12-15. Seleksi Benih Tahan Kering Melalui Uji PEG
Yogyakarta, Oktober 2011
Ditulis oleh : Ir. Amrik Humandini
Pengawas Benih Madya
Balai Pangawasan dan Sertifikasi Benih Pertanian
Dinas Pertanian Provinsi DIY Jl. GondosuliNo. 6 Yogyakarta
Oleh: Yeti Ernaningtyas,S.Si,MP
Uji Perkecambahan
Suatu pengujian perkecambahan di laboratorium mengukur proporsi benih yang mampu menghasilkan bibit yang normal, yaitu bibit yang menunjukkan kemampuan untuk tumbuh dan menghasilkan tanaman yang berguna pada kondisi lingkungan yang menguntungkan. Hasil pengujian tersebut juga akan melaporkan proporsi bibit yang abnormal, benih yang masih segar dan / atau benih keras dan benih mati.
Analisis Kemurnian
Analisis kemurnian benih merupakan kegiatan-kegiatan untuk menelaah tentang kepositifan fisik komponen-komponen benih termasuk pula persentase berat dari benih murni (pure seed), benih tanaman lain, benih varietas lain, biji-bijian herba (weed seed), dan kotoran-kotoran pada masa benih (Sutopo, 2002).
Yang termasuk dalam kategori benih murni adalah meliputi semua varietas dan setiap species yang diakui sebagaimana yang dinyatakan oleh pengirim atau penguji di laboratorium, dan biji yang masih utuh meskipun berukuran lebih kecil dari ukuran normal, belum terbentuk sempurna, keriput, terkena penyakit atau telah tumbuh. Selain itu benih yang patah atau rusak masih tergolong sebagai benih murni asalkan berukuran lebih besar dari setengah ukuran sebenarnya. Analisis Kemurnian hanya mencari seberapa banyak persentase benih dalam beberapa kriteria seperti tersebut di atas dalam suatu contoh benih, sedangkan kemampuan benih untuk tumbuh dan berkembang tidak termasuk dalam materi yang diuji.
Yang termasuk dalam kategori benih tanaman lain akan mencakup semua benih dari tanaman pertanian yang ikut tercampur dalam contoh dan tidak dimaksudkan untuk diuji.
Yang termasuk dalam kategori biji-bijian herba/gulma adalah merupakan bji dari tanaman lain yang tidak kehendaki, dan bublet, tuber dari tanaman yang dinyatakan sebagai gulma, herba menurut undang-undang, peraturan resmi atau pendapat umum.
Kotoran benih terdiri dari semua materi asing dalam sampel termasuk bagian/serpihan tanaman, tanah, pasir, batu, tubuh jamur serta semua materi dan struktur yang tidak secara khusus diklasifikasikan sebagai benih murni atau biji lain.
Pada pelaksanaan pengujian kemurnian benih dimana komponen-komponen telah berhasil dipisah-pisahkan, yang merupakan hasil-hasil uji benih murni, benih tanaman lain dan atau varietas lain, biji-bijian herba, serta benda-benda mati atau kotoran, selanjutnya masing-masing harus ditimbang dengan seksama dengan contoh kerja dalam satuan gram (Kartasapoetra, 2003)
Dari hasil analisis akan terungkap apakah benih itu memenuhi persyaratan sertifikasi atau tidak, atau apakah mengandung benih dari spesies tertentu yang mungkin telah dinyatakan berbahaya atau dilarang di daerah tertentu atau pasar, atau memerlukan pengolahan lebih lanjut untuk meningkatkan kualitas lot benih secara keseluruhan.
Pengujian Kadar Air
Kadar air benih selama penyimpanan merupakan faktor yang paling mempengaruhi masa hidupnya, maka benih yang sudah masak dan cukup kering penting untuk segera dipanen, atau benihnya masih berkadar air tinggi yang juga harus segera dipanen. Kadar air yang terlalu tinggi dapat menyebabkan benih berkecambah sebelum ditanam. Sedang dalam penyimpanan menyebabkan naiknya aktivitas pernapasan yang dapat berakibat terkuras habisnya bahan cadangan makanan dalam benih. Selain itu merangsang perkembangan cendawan patogen di dalam tempat penyimpanan. Tetapi perlu diingat bahwa kadar air yang terlalu rendah juga akan menyebabkan kerusakan pada embrio (Justice dan Bass, 2002). Selain itu terdapat juga dua faktor eksternal yang cukup penting dan berpengaruh pada panjang pendeknya umur benih, yaitu suhu dan kelembaban relatif lingkungan di mana benih disimpan dan kedua faktor ini saling bergantung. Benih bersifat higroskopis yaitu benih secara otomatis akan menyeimbangkan kadar kelembabannya dengan lingkungan tempat
penyimpanannya, sehingga jika benih disimpan dalam suatu tempat dengan kondisi kelembaban yang relatif tinggi akan menyerap kandungan air dari lingkungan sekitarnya dan menyebabkan kadar air benih juga menjadi tinggi.
Kualitas benih yang disimpan dengan kadar air yang relatif tinggi akan lebih cepat mengalami penurunan dibanding dengan benih yang berkadar air rendah. Ada sebuah rumusan mengenai hal ini, yaitu untuk setiap penurunan kelembaban sebanyak 1% atau pengurangan suhu sebanyak 5ºC, lama simpan benih akan meningkat dua kali lipat.
Pengujian kadar kelembaban benih di laboratorium pengujian benih akan dapat mengindikasikan apakah perlu dilakukan proses pengeringan benih lebih lanjut sebelum disimpan, atau dapat juga mengindikasikan bahwa kadar kelembaban benih tersebut sudah sesuai dengan pesyaratan.
Menurut Sutopo (2002), pada prinsipnya metode yang digunakan dalam menentukan kadar air ada dua macam yaitu :
a. Metode praktis; metode ini mudah dilaksanakan tetapi hasilnya seringkali kurang akurat karena rentang nilai hasil pengujian dari beberapa kali ulangan seringkali terlalu besar, yang termasuk metode ini adalah metode Calcium carbide, metode Electric moisture meter, dan lain-lain.
b. Metode dasar; dalam hal ini kadar air ditentukan dengan mengukur kehilangan berat yang diakibatkan oleh pengeringan/pemanasan pada kondisi tertentu, dan dinyatakan sebagai persentase dari berat mula-mula, yang termasuk dalam metode dasar adalah metode Oven, metode Destilasi, Metode Karl Fisher dan lain-lain.
Uji Daya Kecambah (Viabilitas)
Pengujian viabilitas benih dipakai untuk menilai suatu benih untuk dipasarkan atau membandingkan antar seed lot karena viabilitas merupakan gejala pertama yang tampak pada benih yang menua. Daya kecambah benih memberikan informasi kepada pemakai benih akan kemampuan benih tumbuh normal menjadi tanaman yang berproduksi wajar dalam keadaan biofisik lapang yang serba optimum (Kuswanto, 1996).
Metode perkecambahan dengan pengujian di laboratorium hanya menentukan persentase perkecambahan total. Pengujian ini dibatasi pada pemunculan dan perkembangan struktur-struktur penting dari embrio, yang menunjukkan kemampuan untuk menjadi tanaman normal pada kondisi lapangan yang optimum. Sedangkan kecambah yang tidak menunjukkan kemampuan terssebut dinilai sebagai kecambah yang abnormal. Benih yang tidak dorman tetapi tidak tumbuh setelah periode pengujian tertentu dinilai sebagai mati (Sutopo, 2002).
Pengujian viabilitas terhadap suatu varietas perlu dicari metode standar agar penilaian terhadap atribut perkecambahan dapat dilakukan dengan mudah. Kita mengenal beberapa metode pengujian yang dapat dipakai untuk menguji viabilitas, yaitu :
a. Uji di Atas Kertas
Pada metode pengujian ini benih diletakkan di atas kertas substrat yang telah dibasahi. Metode ini sangat baik digunakan untuk benih yang membutuhkan cahaya bagi perkecambahannya.
b. Uji Antar Kertas
Pada metode pengujian ini benih diletakkan di antara kertas substrat. Metode ini digunakan bagi benih yang tidak peka terhadap cahaya untuk perkecambahannya.
c. Uji Kertas Digulung Didirikan
Pada metode pengujian ini benih diletakkan diantara kertas substrat yang digulung dan didirikan. Dapat digunakan bagi benih yang tidak peka terhadap cahaya untuk perkecambahannya.
d. Uji Tetrazolium
Uji tetrazolium (indikator cepat viabilitas benih) menggunakan zat indikator 2.3.5 Trifenil tetrazolium. Uji tetrazolium juga disebut uji biokhemis benih dan uji cepat viabilitas. Disebut uji biokhemis karena uji tetrazolium mendeteksi adanya proses biokimia yang berlangsung di dalam sel-sel benih khususnya sel-sel embrio. Disebut uji cepat viabilitas karena indikasi yang diperoleh dari pengujian tetrazolium bukan berupa perwujudan kecambah, melainkan pola-pola pewarnaan pada embrio yang akan terbentuk dalam beberapa saat saja setelah diterapkan, sehingga waktu yang diperlukan untuk pengujian tetrazolium tidak sepanjang waktu yang diperlukan untuk pengujian yang indikasinya berupa kecambah yang memerlukan waktu berhari-hari. Klorida/bromida yang larut dalam air digunakan untuk mengindikasi adanya sel-sel yang hidup. Bila indikator diimbibisi oleh benih ke dalam sel-sel benih yang hidup dengan bantuan enzim dehidrogenase akan terjadi proses reduksi sehingga terbentuk zat yang disebut trifenil formazan, suatu endapan yang berwarna merah. Pada sel-sel yang mati tidak terjadi reduksi dan tidak terbentu trifenil formazan sehingga warnanya tetap. Adanya pola-pola warna merah pada bagian-bagian penting pada embrio benih mengindikasikan bahwa benih mampu menumbuhkan embrio menjadi kecambah yang normal.
Kegunaan uji tetrazolium cukup banyak yaitu untuk mengetahui viabilitas benih yang segera akan ditanam, untuk mengetahui viabilitas benih dorman, untuk mengetahui hidup atau matinya benih segar tidak tumbuh dalam pengujian daya berkecambah benih. Uji tetrazolium sebagai uji vigor bisa dilakukan, dengan cara membuat penilaian benih lebih ketat untuk katagori benih vigor diantar benih viabel.Metode ini dapat dilakukan dengan cepat. Dalam metode ini benih tidak dikecambahkan tetapi hanya direndam dengan larutan tetra zolium selama satu jam dan kemudian dinilai embrionya. Prinsip dari metode ini adalah terjadi pengecatan bagian embrio, sebagai hasil oksidasi larutan tetrazolium. sehingga bagian embrio yang hidup akan berwarna merah sedangkan yang mati atau cacat akan berwarna putih.
e. Uji Pada Pasir
Untuk pengujian viabilitas bisa dipakai pasir sebagai media perkecambahannya. Pada metode ini yang perlu diperhatikan adalah besarnya butiran pasir dan kadar air media, karena pasir memiliki WHC yang rendah (Kuswanto, 1996).