13
PENATALAKSANAAN INFEKSI INTRAKRANIAL OTOGENIK Dr. M.Arifin Parenrengi, dr. SpBS BATASAN : Infeksi intrakranial otogenik adalah proses supuratif dalam ruang intrakranial yang disebabkan oleh infeksi saluran telinga tengah dan mastoid. Komplikasi ini meliputi: 1. Abses otak 2. Abses epidural 3. Abses subdural 4. Meningitis 5. Abses perisinus 6. Thrombosis sinus sigmoid PATOFISIOLOGI : Perluasan infeksi langsung dari fokus infeksi primer yaitu dari telinga tengah dan mastoid menjalar langsung ke ruang intra kranial. GEJALA KLINIS : Tanda dan gejala dari komplikasi intrakranial ini seringkali sulit dideteksi pada fase awal. Dugaan adanya komplikasi intrakranial perlu dibuat apabila ditemukan: 1. Infeksi otologik yang terjadi kembali 2 - 3 minggu setelah terapi awal

PROTAP INFEKSI INTRAKRANIAL OTOGENIK

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PROTAP INFEKSI INTRAKRANIAL OTOGENIK

PENATALAKSANAAN INFEKSI INTRAKRANIAL OTOGENIK

Dr. M.Arifin Parenrengi, dr. SpBS

BATASAN :

Infeksi intrakranial otogenik adalah proses supuratif dalam ruang intrakranial

yang disebabkan oleh infeksi saluran telinga tengah dan mastoid. Komplikasi

ini meliputi:

1. Abses otak

2. Abses epidural

3. Abses subdural

4. Meningitis

5. Abses perisinus

6. Thrombosis sinus sigmoid

PATOFISIOLOGI :

Perluasan infeksi langsung dari fokus infeksi primer yaitu dari telinga tengah

dan mastoid menjalar langsung ke ruang intra kranial.

GEJALA KLINIS :

Tanda dan gejala dari komplikasi intrakranial ini seringkali sulit dideteksi pada

fase awal. Dugaan adanya komplikasi intrakranial perlu dibuat apabila

ditemukan:

1. Infeksi otologik yang terjadi kembali 2 - 3 minggu setelah terapi awal

2. Adanya discharge telinga

3. Sefalgi atau perubahan status mental pada adanya kelainan otologik

4. Otalgi pada adanya penyakit telinga kronis

Gejala klinis tergantung dari :

a. Lokasi abses

b. Volume abses

c. Jumlah lesi

d. Edema serebri atau hidrosefalus yang menyertai

Page 2: PROTAP INFEKSI INTRAKRANIAL OTOGENIK

e. Luasnya thrombosis sinus

f. Fokus infeksi

g. Respon tubuh terhadap infeksi

h. Virulensi kuman

Gejala klinis yang tersering adalah :

- Nyeri kepala (70-90%) - Demam, menggigil

- Defisit neurologis fokal - Nusea, vomiting

- Syok septik - Gangguan bicara

- Hemiparestesia - Facial palsy

- Kejang - Kaku kuduk (25%)

- Chemosis, opthalmoplegi,

retinal engorgement

- Penurunan kesadaran

- Papil bendung

Lokasi tersering abses intrakranial adalah lobus temporalis (54%) dan

serebelum (44%).

CARA PEMERIKSAAN – DIAGNOSA

a. Kumpulan gejala dan tanda klinis

b. Laboratoris :

- 60 - 70% terjadi peningkatan jumlah leukosit

- 70 – 90% terjadi peningkatan laju endap darah (LED)

- Peningkatan C-reactive protein (CRP)

- Kultur darah dari dinding abses (bila telah dioperasi)

c. Radiologis

- CT-scan kepala serial dengan kontras merupakan pemeriksaan standar

untuk komplikasi intrakranial. Apabila hasil CT-scan meragukan, maka

perlu dikerjakan pemeriksaan MRI kranial dengan dan tanpa kontras.

- Berdasar CT-scan kontras, abses otak dapat dibagi empat fase yaitu :

Fase I : (serebritis awal) hari pertama sampai ke tiga, tampak gambaran

hipodens batas tidak tegas dan sedikit tepi yang menyerap kontras.

Page 3: PROTAP INFEKSI INTRAKRANIAL OTOGENIK

Fase II : (serebritis lanjut) hari ke 4 - 9 mulai tampak cincin yang

menyerap kontras melingkari daerah yang hipodens yang lebih luas.

Fase III : (kapsulasi awal) hari ke 10 - 13, tampak daerah hipodens yang

dilingkari oleh cincin yang menyerap kontras.

Fase IV : (kapsulasi lanjut) lebih dari 14 hari, terlihat daerah hipodens

dengan terbentuk cincin hiperden yang utuh dan tebal baik dengan maupun

tanpa kontras.

DIAGNOSA BANDING

a. Tumor otak (astrositoma)

b. Infark serebri

c. Tuberkuloma

d. Kista arachnoid

PENATALAKSANAAN

Tujuan terapi adalah menghilangkan sumber infeksi dan mencegah komplikasi.

Prinsip terapi adalah :

1. Pemberian antibiotika intravenous jangka panjang (+ 6 minggu)

2. Penanganan peningkatan tekanan intrakranial

3. Operatif: burrhole (aspirasi / drainase) atau kraniotomi (insisi / excisi).

Pada masa mendatang, penggunaan teknologi stereotaksis dan endoskopi

akan mengurangi indikasi kraniotomi, terutama pada kasus multiple dan

yang lokasinya dalam.

4. Penanganan satu tahap atau dua tahap terhadap fokus infeksi primer

tergantung pada kondisi neurologis penderita. Prinsipnya adalah operasi

terhadap fokus infeksi primer dikerjakan bila kondisi neurologis sudah

stabil.

5. Pemberian anti kejang jangka panjang

PENATALAKSANAAN BEDAH

Indikasi operasi adalah :

1. Kondisi neurologis menurun

Page 4: PROTAP INFEKSI INTRAKRANIAL OTOGENIK

2. Tekanan intrakranial yang meningkat

3. Efek pendesakan massa yang signifikan

4. Abses yang multipel (aspirasi-drainase) dan accessible

5. Tidak mampu dilakukan serial CT-scan setiap 1 – 2 minggu

6. Lokasi dekat ventrikel

7. Serial CT-scan menunjukkan adanya penambahan volume abses, atau tidak

menunjukkan pengurangan volume abses dengan terapi antibiotika selama

empat minggu

8. Diagnosis meragukan (diagnosis banding dengan SOP lain)

9. Mikroorganismenya diduga resisten.

Kontraindikasi operasi:

1. Fase serebritis (untuk eksisi)

2. Diameter abses kurang dari 3 cm

3. Gangguan faal hemostasis

Macam operasi:

Penanganan abses intrakranial

Burrhole aspirasi

1. Prosedur yang cepat dan sederhana, terutama bila menggunakan tehnik

stereotaksis, guiding ultrasound atau CT-scan

2. Direkomendasikan pada kasus lesi yang multiple dan dalam dengan

dinding yang tipis dan belum matur

3. Dapat dikerjakan dengan anestesia lokal, bed side atau penderita kritis dan

berisiko tinggi.

4. Aspirasi dapat dikerjakan pada seluruh fase abses. Pada fase serebritis

awal, hasil biopsi dapat memberikan kultur yang positif

Eksisi kraniotomi

1. Dikerjakan pada fase kapsulasi lanjut (eksisi primer) ataupun setelah

aspirasi (eksisi sekunder)

2. Mengurangi insidens kejang dan mencegah kekambuhan

Page 5: PROTAP INFEKSI INTRAKRANIAL OTOGENIK

3. Tidak sesuai untuk fase serebritis, lokasinya dalam, eloquent area dan

multipel.

Penanganan abses epidural dan subdural

Tindakan umum yang dilakukan adalah kraniotomi untuk explorasi, dekompresi,

debridemen dan kalau perlu dural graft.

Penanganan thrombosis sigmoid sinus

Pada saat ini, penanganannya lebih cenderung konservatif dengan pemberian

terapi medikamentosa. Sebelum era antibiotika, penanganannya meliputi drainase

prosesus mastoid, thrombectomi (dekompresi sinus sigmoid) dan kalau perlu

ligasi vena jugularis. Diagnosis dapat ditegakkan dengan cara aspirasi sinus

sigmoid selama pembedahan mastoid

Penanganan hidrosefalus

Pada prinsipnya adalah drainase cairan serebro-spinalis. Jenis operasinya

tergantung sterilitas cairan serebro-spinalis.

PENATALAKSANAAN MEDIKAMENTOSA

1. Antibiotika: Pemilihan antibiotika paling baik harus berdasar pengecatan gram

dan kultur.

1. Terapi empirik: bila belum diketahui kultur dan sensitivitasnya.

Cephalosporin generasi III

a. Cefotaxime

- dewasa : 1 gram tiap 8 jam, iv bila sangat berat dapat dinaikkan 2

gram tiap 4 jam iv

- Anak : 50 mg/kg iv setiap 6 jam

b. Ceftriaxone

- Dewasa : 2 gram iv tiap 12 jam

- Anak : 75 mg/kg dosis inisial dilanjutkan 100mg/kg/hari dibagi setiap

12 jam

Page 6: PROTAP INFEKSI INTRAKRANIAL OTOGENIK

Ditambah dengan salah satu dari dibawah ini :

- Metronidazole : Dewasa : 30 mg/kg/hari iv dibagi setiap 12 jam

Anak : 10 mg/kg iv setiap 8 jam atau

- Chloramphenicol : Dewasa : 1 gr iv tiap 6 jam

Anak : 15 – 25 mg/kg iv setiap 6 jam

2. Terapeutik: bila telah ada hasil kultur, maka antibiotika disesuaikan dengan

sensitivitasnya dan kemampuannya menembus sawar arah otak.

2. Kortiko steroid: hanya diberikan bila terdapat edema yang hebat yang

menimbulkan penurunan kondisi neurologis. Syarat lainnya adalah sensitivitas

kuman telah diketahui.

Dewasa: dexamethasone 10-12 mg loading dose diikuti 4 mg setiap 6 jam iv

atau PO.

Anak: 0,5 mg/kg setiap hari dosis terbagi tak lebih 16 mg perhari.

Kortokosteroid segera di tapering off setelah keadaan membaik. 300 – 600

mg per hari dibagi 2 – 3 dosis.

3. Manitol

4. Lasix

5. Anti-konvulsan: phenytoin 300-600 mg per hari dibagi 2-3 dosis atau 5 – 8

mm/kg BB selama 1-2 tahun.

PENYULIT

a. Herniasi

b. Hidrosefalus

c. Perdarahan dalam abses

d. Septisemia

e. Syok septik

f. Kejang grand mal (72% setelah lima tahun diagnosis ditegakkan)

g. Residif (5 - 10%, akibat antibiotika yang tidak memadai, sumber infeksi

primer tidak teratasi, fistula duramater)

h. Perubahan neuropsikiatri

i. Pecahnya abses ke dalam ventrikel atau ruang subarachnoid, seringkali

berakhir pada kematian.

Page 7: PROTAP INFEKSI INTRAKRANIAL OTOGENIK

PROGNOSIS

Prognosis umumnya baik bila usia muda, tidak disertai penurunan kesadaran,

dan defisit neurologis berat pada awal kunjungan, tidak terjadi penurunan

neurologis selama perawatan dan tidak disertai faktor komorbid.

Prognosis buruk bila terjadi meningitis, ependimitis atau empiema akibat

pecahnya abses ke dalam ventrikel, sumber primer tidak diketahui, kultur pus

steril, diameter besar, adanya hidrosefalus, abses metastasis, neonatus dan bayi,

multiple dal lokasinya dalam, diagnosis tidak akurat

Mortalitas umumnya 10 - 35%, tetapi pada kasus dengan tanda herniasi pada

awalnya, maka mortalitas dapat mencapai lebih dari 50%.

KEPUSTAKAAN

1. de Jong AL. Infectious intracranial complications of suppurative ear

disease. http://www.bcm.tmc.edu/oto/grand/31893.html

2. Ernoehazy W. Brain abscess.

http://www.emedicine.com/emerg/topic67.htm

3. Greenberg MS: Cerebral abscess. Handbook of Neurosurgery. Fifth

edition Theime medical publishers 2001, p. 217-223.

4. Long YT, Mahmud R, Sani A, Saim L. Complications of otitis media

requiring surgical intervention. Asian J Surg 25(2):170-4,2002

5. Petil PG: Newer Antimicrobials for Neurosurgery; Contemporary

Neurosurgery, 24 : Dec.1.2002.

6. Salahudeen MM, Inbasekaran V, Kumar NA, Rajan DK. Otogenic

intracranial suppuration at a rare site. Neurology India 49, March 2001.

7. Sennaroglu L, Sozeri B. Otogenic brain abscess: review of 41 cases.

Otol Head Neck Surg 123(6):751-5,2000.

8. Sharma BS, Gupta SK, Khosla VK. Current concepts in the

management of pyogenic brain abscess. Neurolgy India 48, June:105-111,

2000.

9. Shukla PC, Ramachandran TS. Intracranial epidural abscess.

http://www.emedicine.com/NEURO/topic176.htm

Page 8: PROTAP INFEKSI INTRAKRANIAL OTOGENIK

10. Thapa N, Shrivastav RP, Sinha BK, Bhattarai H. Complications of

chronic suppurative otitis media AA type-3 years experience at TUTH. JNMA

40:77-82,2001

11. Wilkins RH, Setti. SR : Diagnosis and management of brain abscess,

Neurosurgery; II et.al. 1996, p. 3285-3298.

Page 9: PROTAP INFEKSI INTRAKRANIAL OTOGENIK

CURRICULUM VITAE

DATA PRIBADI

Nama : M. Arifin ParenrengiLahir : 29 Maret 1962Pekerjaan : Staf pengajar FK. UNAIR / SMF. Bedah saraf RSU Dr.

Soetomo NIP : 140 209 881Pangkat/golongan : Penata Tk.I / IIID

PENDIDIKAN

1. Pendidikan Tinggi1987 : S1 FK UNAIR1995 : Spesialisasi Bedah Saraf FK UNAIR2002 : S3 Program Pasca Sarjana Unair

2. Pendidikan Tambahan1995 : Neuroendoscopy, Kualalumpur

Stereotactic surgery, Kuala Lumpur1995 : Pain management, Ujung Pandang 1995 : Neuroradiologi Invasif, Jakarta1995 : NUYNA, Sapporo1996 : Craniofascial surgery, Adelaide1997 : Neurovascular, Perth1998 : NUYNA, Osaka2001 : Neuroendoscopy, Singapore

PEKERJAAN1988-1990 : Kepala UGD, RSUP. Bidau Timor Timur1995- : Staf pengajar FK. UNAIR / SMF. Bedah Saraf RSU. Dr. Soetomo 2001- : Supervisor IRJ Bedah Saraf RSU. Dr. Soetomo2002- : Wakil Kepala SMF. Bedah saraf RSU. Dr. Soetomo2002- : Komite Medik RSU. Dr. Soetomo

ORGANISASI PROFESI1. IDI2. IKABI3. PERSPEBSI4. ACNS5. WFNS

KARYA ILMIAH (author / co. 2 tahun terakhir)1. Studi evaluasi terhadap manfaat penggunaan alat pantau tekanan intrakranial

pada penderita cedera kepala berat (2002)2. Hidrosefalus intrauterin (2002)3. Hipoplasia serebral kongenital karena infeksi Sitomegalovirus (2002)4. Neuroblastoma pada bayi dan anak (2002)

Page 10: PROTAP INFEKSI INTRAKRANIAL OTOGENIK

5. Peranan senyawa oksigen reaktif pada cedera kepala berat. Pengaruhnya pada gangguan fungsi enzim akonitase dan kondisi asidosis primer otak (disertasi- 2002)

6. Penanganan peningkatan tekanan intrakranial (2003)