26
Protozoa adalah mikroorganisme menyerupai hewan yang merupakan salah satu filum dari Kingdom Protista. Seluruh kegiatan hidupnya dilakukan oleh sel itu sendiri dengan menggunakan organel-organel antara lain membran plasma, sitoplasma, dan mitokondria. Ciri-ciri umum : 1. Organisme uniseluler (bersel tunggal) 2. Eukariotik (memiliki membran nukleus) 3. Hidup soliter (sendiri) atau berkoloni (kelompok) 4. Umumnya tidak dapat membuat makanan sendiri (heterotrof) 5. Hidup bebas, saprofit atau parasit 6. Dapat membentuk sista untuk bertahan hidup 7. Alat gerak berupa pseudopodia, silia, atau flagela Klasifikasi Protozoa memiliki 4 kelas yang dibedakan berdasarkan alat geraknya. klasifikasi-protozoa Rhizopoda Bergerak dengan kaki semu (pseudopodia)yang merupakan penjuluran protoplasma sel. Hidup di air tawar, air laut, tempat-tempat basah, dan sebagian ada yang hidup dalam tubuh hewan atau manusia.Jenis yang paling mudah diamati adalah Amoeba. Ektoamoeba adalah jenis Amoeba yang hidup di luar tubuh organisme lain (hidup bebas), contohnya Ameoba proteus, Foraminifera, Arcella, Radiolaria. Entamoeba adalah jenis Amoeba yang hidup di dalam tubuh organisme, contohnya Entamoeba histolityca, Entamoeba coli. Flagellata (Mastigophora) flagellata Bergerak dengan flagel (bulu cambuk) yang digunakan juga sebagai alat indera dan alat bantu untuk menangkap makanan. Dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu : Fitoflagellata Flagellata autotrofik (berkloroplas), dapat berfotosintesis. Contohnya : Euglena viridis, Noctiluca milliaris, Volvox globator.Zooflagellata Flagellata heterotrofik (Tidak berkloroplas).Contohnya : Trypanosoma gambiens, Leishmania Ciliata (Ciliophora) cillliata

Protozoa Adalah Mikroorganisme Menyerupai Hewan Yang Merupakan Salah Satu Filum Dari Kingdom Protista

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Protozoa adalah mikroorganisme menyerupai hewan yang merupakan salah satu filum dari Kingdom Protista

Citation preview

Protozoa adalah mikroorganisme menyerupai hewan yang merupakan salah satu filum dari Kingdom Protista. Seluruh kegiatan hidupnya dilakukan oleh sel itu sendiri dengan menggunakan organel-organel antara lain membran plasma, sitoplasma, dan mitokondria.Ciri-ciri umum :1. Organisme uniseluler (bersel tunggal)2. Eukariotik (memiliki membran nukleus)3. Hidup soliter (sendiri) atau berkoloni (kelompok)4. Umumnya tidak dapat membuat makanan sendiri  (heterotrof)5. Hidup bebas, saprofit atau parasit6. Dapat membentuk sista untuk bertahan hidup7. Alat gerak berupa pseudopodia, silia, atau flagela

KlasifikasiProtozoa memiliki 4 kelas yang dibedakan berdasarkan alat geraknya.

klasifikasi-protozoa

RhizopodaBergerak dengan kaki semu (pseudopodia)yang merupakan penjuluran protoplasma sel.    Hidup di air tawar, air laut, tempat-tempat basah, dan sebagian ada yang hidup dalam tubuh hewan atau manusia.Jenis yang paling mudah diamati adalah Amoeba.Ektoamoeba adalah jenis Amoeba yang hidup di luar tubuh organisme lain (hidup bebas), contohnya Ameoba proteus, Foraminifera, Arcella, Radiolaria.Entamoeba adalah jenis Amoeba yang hidup di dalam tubuh organisme, contohnya Entamoeba histolityca, Entamoeba coli.

Flagellata (Mastigophora)

flagellata

Bergerak dengan flagel (bulu cambuk)     yang digunakan juga sebagai alat inderadan alat bantu untuk menangkap makanan.Dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu :FitoflagellataFlagellata autotrofik (berkloroplas), dapat  berfotosintesis. Contohnya : Euglena viridis,  Noctiluca milliaris, Volvox globator.ZooflagellataFlagellata heterotrofik (Tidak berkloroplas).Contohnya : Trypanosoma gambiens, Leishmania

Ciliata (Ciliophora)

cillliata

Anggota Ciliata ditandai dengan adanya silia (bulu getar) pada suatu fase hidupnya, yang digunakan sebagai alat gerak dan mencari makanan. Ukuran silia lebih pendek dari flagelMemiliki 2 inti sel (nukleus), yaitu makronukleus (inti besar) yang mengendalikan fungsi hidup sehari-hari dengan cara mensisntesis RNA, juga penting untuk reproduksi aseksual, dan mikronukleus (inti kecil) yang dipertukarkan pada saat konjugasi untuk proses reproduksi seksual.Ditemukan vakuola kontraktil yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan air dalam tubuhnya. Banyak ditemukan hidup di laut maupun di air tawar.Contoh : Paramaecium caudatum, Stentor, Didinium, Vorticella, Balantidium coli.

Apicomplexa (Sporozoa)Tidak memiliki alat gerak khusus, menghasilkan spora (sporozoid) sebagai cara perkembang biakannya. Sporozoid memiliki organel-organel kompleks pada salah satu ujung (apex) selnya yang dikhususkan untuk menembus sel dan jaringan inang.Hidupnya parasit pada manusia dan hewan.Contoh : Plasmodium falciparum, Plasmodium malariae,Plasmodium vivax. Gregarina.

Perkembangbiakan.

pembelahan-mitosis

Sebagian besar Protozoa berkembang biak secara aseksual (vegetatif) dengan cara :1. pembelahan mitosis (biner), yaitu pembelahan yang diawali dengan pembelahan inti dan diikuti pembelahan sitoplasma, kemudian menghasilkan 2 sel baru.Pembelahan biner terjadi pada Amoeba. Paramaecium, Euglena. Paramaecium membelah secara membujur/ memanjang setelah terlebih dahulu melakukan konjugasi.Euglena membelah secara membujur /memanjang (longitudinal).2. Spora, Perkembangbiakan aseksual pada kelas Sporozoa (Apicomplexa) dengan membentuk spora melalui proses sporulasi di dalam tubuh nyamuk Anopheles. Spora yang dihasilkan disebut sporozoid.

Seksual (Generatif)Perkembangbiakan secara seksual pada Protozoa dengan cara :1. Konjugasi, Peleburan inti sel pada organisme yang belum jelas alat kelaminnya.Pada Paramaecium mikronukleus yang  sudah dipertukarkan akan melebur dengan makronukleus, proses ini disebut singami.2. Peleburan gamet Sporozoa (Apicomplexa) telah dapat menghasilkan gamet jantan dan gamet betina. Peleburan gamet ini berlangsung di dalam tubuh nyamuk.

Entamoeba histolytica

Morfologi

Ameba ini memiliki bentuk trofozoit dan kista. Trofozoitnya memiliki ciri-ciri morfologi:

1. ukuran 10-60 μm

2. sitoplasma bergranular dan mengan-dung eritrosit, yang merupakan pe-nanda penting untuk diagnosisnya

3. terdapat satu buah inti entamoeba, ditandai de-ngan karyosom padat yang terletak di tengah inti, serta kromatin yang tersebar di pinggiran inti

4. bergerak progresif dengan alat gerak ektoplasma yang lebar, disebut pseudopodia. Kista Entamoeba histolytica memiliki ciri-ciri morfologi sebagai berikut:

1. bentuk memadat mendekati bulat, ukuran 10-20 μm

2. kista matang memiliki 4 buah inti entamoba

3. tidak dijumpai lagi eritrosit di dalam sito-plasma

4. kista yang belum ma-tang memiliki glikogen (chromatoidal bodies) berbentuk seperti cerutu, namun biasanya meng-hilang setelah kista matang. Dalam peralihan bentuk trofozoit menjadi kista, ektoplasma memendek dan di dalam sitoplasma tidak dijumpai lagi eritrosit. Bentuk ini dikenal dengan istilah prekista (dulu disebut minuta). Bentuk prekista dari Entamoeba histolytica sangat mirip dengan bentuk trofozoit dari Entamoeba coli, spesies lainnya dari ameba usus.

Siklus Hidup

Siklus hidup dari seluruh ameba usus hampir sama. Bentuk yang infektif adalah kista. Setelah tertelan, kista akan mengalami eksistasi di ileum bagian bawah menjadi trofozoit kembali. Trofozoit kemudian memperbanyak diri dengan cara belah pasang.

Trofozoit kerap mengalami enkistasi (merubah diri menjadi bentuk kista). Kista akan dikeluarkan bersama tinja. Bentuk trofozoit dan kista dapat dijumpai di dalam tinja, namun trofozoit biasanya dijumpai pada tinja yang cair.

Entamoeba histolytica bersifat invasif, sehingga trofozoit dapat menembus dinding usus dan kemudian beredar di dalam sirkulasi darah (hematogen).

Penularan

Entamoeba histolytica tersebar sangat luas di dunia. Penularan umumnya terjadi karena makanan atau minuman yang tercemar oleh kista ameba. Penularan tidak terjadi melalui bentuk trofozoit, sebab bentuk ini akan rusak oleh asam lambung. Kista Entamoeba histolytica mampu bertahan di tanah yang lembab selama 8-12 hari, di air 9-30 hari, dan di air dingin (4ºC) dapat bertahan hingga 3 bulan. Kista akan cepat rusak oleh pengeringan dan pemanasan 50ºC.

Makanan dan minuman dapat terkontaminasi oleh kista melalui cara-cara berikut ini:

1. persediaan air yang terpolusi

2. tangan infected food handler yang terkontaminasi

3. kontaminasi oleh lalat dan kecoa

4. penggunaan pupuk tinja untuk tanaman

5. higiene yang buruk, terutama di tempat-tempat dengan populasi tinggi, seperti asrama, rumah sakit, penjara, dan lingkungan perumahan

Penularan yang berlangsung melalui hubungan seksual baisanya terjadi di kalangan pria homoseksual.

Patogenesis dan Patologi

Masa inkubasi dapat terjadi dalam beberapa hari hingga beberapa bulan. Amebiasis dapat berlangsung tanpa gejala (asimtomatis). Penderita kronis mungkin memiliki toleransi terhadap parasit, sehingga tidak menderita gejala penyakit lagi. Dari hal iniberkembang istilah symptomless carrier.

Gejala dapat bervariasi, mulai rasa tidak enak di perut (abdominal discomfort) hingga diare. Gejala yang khas adalah sindroma disentri, yakni kumpulan gejala gangguan pencernaan yang meliputi diare berlendir dan berdarah disertai tenesmus.

Lesi yang tipikal terjadi di usus besar, yakni adanya ulkus dikarenakan kemampuan ameba ini untuk menginvasi dinding usus. Lesi primer biasanya terjadi di sekum, apendiks, dan bagian-bagian di sekitar kolon asendens. Gambaran ulkusnya seperti gaung botol (flaskshaped

ulcer), dengan hanya satu atau beberapa titik penetrasi di mukosa usus. Ulkus terjadi di submukosa hingga lamina muskularis dari usus. Ulkus yang lebih dalam dapat melibatkan lamina serosa, sehingga dapat terjadi perforasi hingga rongga peritoneum.

Dari ulkus primer tersebut dapat berkembang lesi sekunder di bagian usus yang lain serta organ dan jaringan ekstraintestinal. Kadang-kadang terbentuk massa tumor granulomatosa (ameboma) di usus besar sebagai lanjutan dari ulkus. Gambaran rontgen dan endoskopi menyerupai karsinoma.

Insiden tertinggi untuk terjadinya lesi ekstraintestinal berlangsung di hati melalui vena porta, dan mayoritas berkembang di lobus kanan, menimbulkan abses hati ameba (amebic liver abscess).

Amebiasis di paru biasanya merupakan akibat dari perforasi abses hepatik melalui diafrgama. Sedangkan amebiasis kulit terjadi akibat penjalaran abses hingga ke kulit. Penjalaran dapat pula terjadi melalui jalan aliran darah (hematogen). Dengan jalan ini penjalaran dapat berlangsung hingga ke organ-organ yang jauh, seperti limpa dan otak, sehingga menimbulkan abses di tempat-tempat tersebut.

Abses ameba dapat terjadi di serviks, vulva, vagina, dan penis melalui penularan secara hubungan seksual, yakni seks anal.

Diagnosis

Selain menilai gejala dan tanda, diagnosis amebiasis yang akurat membutuhkan pemeriksaan tinja untuk mengidentifikasi bentuk trofozoit dan kista. Metode yang paling disukai adalah teknik konsentrasi dan pembuatan sediaan permanen dengan trichrom stain.

Namun yang paling sederhana dan berguna untuk skrining adalah pembuatan sediaan basah dengan menggunakan bahan saline. Sediaan basah yang sederhana ini dapat diwarnai dengan pewarnaan Lugol (menggunakan iodin encer) agar terlihat lebih jelas.

Untuk menemukan bentuk trofozoit, tinja sebaiknya segera diperiksa. Waktu yang paling baik adalah di bawah 30 menit. Pada tinja encer dengan gejala klinis yang nyata dapat dijumpai bentuk trofozoit, sedangkan pada symptomless carrier dengan tinja yang padat akan dijumpai bentuk kista.

Selain tinja, spesimen lain yang dapat diperiksa berasal dari enema, aspirat, dan biopsi. Pada aspirasi abses hati adakan diperoleh cairan berwarna coklat, dan bentuk trofozoit dapat ditemukan pada akhir aspirasi atau di tepi ulkus.

Pemeriksaan yang lebih maju adalah dengan prosedur serologis. Namun dipastikan bahwa pemeriksaan ini jauh lebih mahal. Jenis-jenis pemeriksaan serologis adalah indirecthemagglutination assay (IHA), enzyme-linked imunosorbent assay (ELISA), dan indirect immunofluorescent (IFA).

Pengobatan

Penderita amebiasis harus diobati, dengan atau tanpa gejala. Obat-obat amebisidal dibagi atas dua grup, yakni luminal amebicides dan tissue amebicides. Termasuk golongan yang pertama adalah iodoquinol dan diloxadine furoat, dan termasuk golongan kedua adalah metronidazol, klorokuin, dan dehidroemetin. Belum pernah dilaporkan resistensi terhadap obat-obatan ini.

Pencegahan

Banyak cara dalam penularan parasit ini, dan banyak pula cara untuk menanggulanginya.

1. Setiap penderita harus diobati, termasuk symptomless carrier

2. Karena media air sangat penting peranannya dalam penularan, maka perlu diperhatikan kebersihan suplai air minum. Hal ini akan berhubungan dengan jarak jamban dari sumur

Entamoeba coli

Morfologi

E. coli memiliki bentuk trofozoit dan kista. Trofozoit ditandai dengan ciri-ciri morfologi berikut:

1. bentuk ameboid, ukuran 15-50 μm

2. sitoplasma mengandung banyak vakuola yang berisi bakteri, jamur dan debris (tanpa eritrosit)

3. nukleus dengan karyosom sentral dan kromatin mengelilingi pinggirannya

4. pseudopodia kurang lebar, sehingga tidak progresif dalam bergerak

Dengan morfologi demikian, maka trofozoit E. coli sangat mirip dengan bentuk prekista dari E. histolytica.

Kista E. coli memiliki ciri-ciri berikut:

1. bentuk membulat dengan ukuran 10-35 μm

2. kista matang berisi 8-16 inti

3. chromatoidal bodies berupa batang-batang langsing yang menyerupai jarum

Siklus hidup dan Patogenesis

Siklus hidup E. coli menyerupai E. histolytica, namun tanpa adanya penjalaran ekstraintestinal. Penularan terjadi karena termakan bentuk kista malalui jalan yang sama dengan penularan E. histolytica.

Infeksi E. coli bersifat asimtomatis dan non patogen. Namun parasit E. coli sering dijumpai bersamaan dengan infeksi E. histolytica pada penderita amebiasis.

Diagnosis dilakukan dengan pemeriksaan tinja. Bentuk trofozoit E. coli agak sukar dibedakan dengan bentuk prekista E. histolytica. Kista mudah dibedakan bila telah memiliki lebih dari 4 inti. Pengobatan tidak diperlukan karena protozoa ini non patogen.

CILIATA INTESTINALIS

Balantidium coli

Balantidium coli merupakan satu-satunya ciliata usus yang patogen. Ciliata ini adalah protozoa usus yang terbesar yang menimbulkan gastroenteritis pada manusia. B. coli berasal dari filum Ciliophora dan klas Kinetomastigophorea.

Morfologi

B. coli memiliki bentuk trofozoit dan kista. Bentuk trofozoitnya memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. bentuk oval, panjang 30-100 μm, lebar 30-80 μm, seluruh permukaan tubuh ditumbuhi rambut (cilia)

2. terdapat cytostome (mulut sel) pada bagian anterior dan cytopyge (alat pembuangan) pada bagian posterior

3. memiliki dua buah inti, makronukleus berbentuk seperti ginjal dan mikro-nukleus berbentuk bulat, keduanya berdekatan

4. terdapat vakuola kontraktil pada sitoplasma Bentuk kistanya memiliki morfologi sebagai berikut:

1. bentuk bulat hingga elips dengan ukuran 45-65 μm

2. dinding dua lapis, di antara keduanya terdapat cilia, namun

dapat meng-hilang pada kista yang matang

3. memiliki makro dan mikronukleus

4. terdapat vakuola

Siklus hidup

Infeksi B. coli terjadi dengan memakan bentuk kista melalui makanan atau minuman yang tercemar. Di dalam usus halus kista akan mengalami eksistasi menjadi bentuk trofozoit. Bentuk trofozoit ini akan bermultiplikasi dengan cara belah pasang di dalam lumen ileum dan cekum. Di dalam kolon bentuk trofozoit akan mengalami enkistasi menjadi kista yang akan dikeluarkan bersama tinja.

Patogenesis

B. coli menimbulkan gastroenteritis yang disebut balantidiasis, ditandai dengan gejala nyeri abdomen dan diare yang berdarah, mirip dengan infeksi oleh Entamoeba histolytica. Pada infeksi berat dapat timbul abses dan ulkus di mukosa dan submukosa usus besar dengan gambaran seperti disentri ameba. Infeksi kronis dapat timbul tanpa terlihat gejala. Komplikasi ekstraintestinal bisa terjadi di hati, paru, dan organ lainnya, tetapi hal ini jarang terjadi.

Insiden balantidiasis cukup rendah, walaupun organisme ini tersebar di seluruh dunia. Hospes reservoir yang penting adalah babi.

Diagnosis dan Terapi

Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan tinja, didukung oleh klinis yang sesuai. Terapi dapat diberikan dengan obat-obatan antimikroba seperti metronodazol, tetrasiklin, dan iodoquinol. Karena penularan terjadi dengan jalan fecal-oral route, maka pencegahan yang terbaik adalah menjaga higiene pribadi maupun lingkungan. Penularan dapat terjadi dari babi, sehingga penting untuk mencegah kontak dengan kotoran hewan tersebut.

FLAGELLATA INTESTINALIS

Flagellata termasuk filum Sarcomastigophora, subfilum Mastigophora. Grup ini memiliki karakteristik yang beragam. Beberapa organelnya menyerupai struktur amebae, namun dengan tambahan struktur lain yang unik.

Berdasarkan habitatnya dikenal flagellata intestinal, darah, urogenital, dan oral. Free-living flagellata juga terdiri dari jumlah yang banyak.

Beberapa organel yang penting pada flagellata antara lain adalah:

1. flagella: cambuk yang keluar dari tubuh, berfungsi sebagai alat gerak

2. axoneme: bagian flagella yang berada di dalam sitoplasma

3. undulating membrane: struktur membranous yang berundulasi yang melekat pada ektoplasma

4. axostyle: terdiri dari sepasang axoneme yang membantu rigiditas flagella.

Banyak spesies flagellata usus yang dikenal, namun yang pasti bersifat patogen adalah Giardia lamblia.

Giardia lamblia

Giardia lamblia merupakan flagellata usus yang paling patogen, hidup di usus halus (duodenum) hospes.

Morfologi

Giardia lamblia memiliki bentuk trofozoit dan kista. Bentuk trofozoit memiliki ciri-ciri berikut:

• pear-shaped dengan ukuran panjang 9-20 μm dan lebar 5-15μm

• bagian anterior lebar, terdapat sebuah sucking disc

• memiliki dua buah inti yang terletak simetris, karyosom sentral yang besar tanpa kromatin di perifer

• axostyle membagi tubuh menjadi dua bagian simetris

• dua buah benda parabasal menyilang axostyle

• memiliki 8 buah flagella; 2 di ventral, 2 di kaudal, dan 4 di lateral

• bergerak seperti daun jatuh

Ciri-ciri bentuk kistanya adalah:

• berbentuk oval, panjang 8-18 μm, lebar 7-10μm

• kista matang mengandung 4 buah inti

• dapat terlihat axostyle dan benda parabasal

Siklus hidup dan Patogenesis

Bentuk infektif adalah kista. Penularan terjadi karena termakan kista melalui fecal-oral route. Di dalam duodenum kista akan mengalami eksistasi menjadi trofozoit, selanjutnya bermultiplikasi dengan cara belah pasang.

Trofozoit menempel pada mukosa usus halus dengan bantuan sucking disc, sehingga engganggu penyerapan makanan. Kelainan di saluran cerna dapat menyebabkan defisiensi nutrisi, terutama vitamin, asam folat, protein dan gammaglobulin. Sindrom malabsorbsi dan steatorrhea dapat timbul dan merupakan penanda infeksi berat.

Diagnosis dan Terapi

Diagnosis ditegakkan melalui pemeriksaan tinja, didukung oleh gejala dan tanda klinis. Obat pilihan adalah metronidazol.

Pencegahan dilakukan dengan mencegah kontaminasi air. Kista G. lamblia biasanya resisten terhadap pemakaian klorin, sehingga penyaringan air minum diperlukan. Hospes reservoir yang penting adalah sapi, sehingga pencemaran air sungai oleh peternakan sapi di sekitarnya dianggap penting dalam epidemiologi.

FLAGELLATA ATRIAL

Trichomonas vaginalis

Class: Flagellata

Family: Trichomonadidae

Genus: Trichomonas

Speciees: Trichomonas vaginalis

Trichomonas hominis

Trichomonas faetus

Spesies parasit ini ditemukan pertama kali oleh Donne 1836 pada sekresi purulen dari vagina wanita dan sekresi traktus urogenital pria. Pada tahun 1837, protozoa ini dinamakan Trichomonas vaginalis. Parasit ini bersifat cosmopolitan ditemukan pada saluran reproduksi pria dan wanita.

Biologi

Parasit hidup dalam vagina dan urethra wanita dan prostata, vesica seminalis dan urethra pria. Penyakit ditularkan lewat hubungan kelamin, bahkan pernah ditemukan pada anak yang baru lahir. Juga pernah secara kebetulan ditemukan pada anak dan wanita yang masih perawan, mungkin terjadi infeksi melalui handuk dan pakaian yang tercemar. Derajat keasaman normal pada vagina adalah 4,0-4,5, tetapi bila terinfeksi akan berubah menjadi 5,0-6,0 sehingga organisme ini dapat tumbuh baik.

Patologi

Kebanyakan spesies Trichomonas tidak begitu patogen dan gejalanya hampir tidak terlihat. Tetapi beberapa strain dapat menyebabkan inflamasi, gatal-gatal, keluar cairan putih yang mengandung trichomonas. Protozoa ini memakan bakteri, leukosit dan sel eksudat. Seperti mastigophora lainnya T. vaginalis membelah diri secara longitudinal dan tidak membetuk cyste.

Beberapa hari setelah infeksi, terjadi degenerasi epithel vagina diikuti infiltrasi leukosit. Sekresi vagina akan bertambah banyak berwarna putih kehijauan dan terjadi radang pada jaringan tersebut. Pada infeksi akut, biasanya akan menjadi kronis dan gejalanya menjadi tidak jelas. Pada pria yang terinfeksi, gejalanya tidak terlihat, tetapi kadang ditemukan adanya radang urethritis atau prostitis.

Diagnosis dan pengobatan

Diagnosis bergantung pada ditemukannya trichomonas dalam sekresi penderita. Dapat juga dilakukan dengan tes haemaglutination indirek (tidak langsung).

Pengobatan dengan cara oral seperti metronidazole biasanya dapat sembuh dalam waktu 5 hari. Dapat terjadi reinfeksi kembali melalui hubungan kelamin. Obat suppositoria dan “douches” cukup baik dilakukan untuk membuat pH vagina menjadi asam. Pasangan sex juga harus diobati bersamaan untuk mencegah terjadinya reinfeksi.

Protozoa Jaringan

Toxoplasmosis

Pertama ditemukan pada tahun 1908 pada tikus gurun, sejak itu parsit tersebut ditemukan disetiap negara di dunia. Banyak spesies terserang parasit ini antara lain: carnivora, insectivora, rodentia, babi, herbivora, primata dan mamalia lainnya. Parasit ini bersifat cosmopolitan pada orang tetapi dapat menyebabkan sakit.

Biologi

Toxoplasma merupakan parasit intra seluler pada bermacam-macam jaringan tubuh termasuk otot dan epithel intestinum. Pada infeksi berat parasit dapat ditemukan dalam darah dan eksudat peritoneal. Daur hidupnya termasuk dalam epithel intestinum (enteroepithelial) dan fase “extraintestinal” terdapat dalam kucing rumah dan hewan piaraan lainnya. Reproduksi sexual dari toxoplasma terjadi pada waktu hidup dalam tubuh kucing, dan reproduksi asexual terjadi pada hospes lainnya.

Fase extra intestinal : dimulai pada waktu kucing atau hospes lainnya memakan oocyst yang bersporulasi atau termakan tachyzoid atau bradyzoites yang merupakan fase infektif. Oocyst dengan ukuran 10-13 um X 9-11 um pada dasarnya mirip dengan oocyst jenis isospora lainnya. Sporozoits keluar dari sporocyst, sebagian masuk kedalam sel epithel dan tinggal di lokasi tersebut, lainnya masuk kedalam mukosa dan berkembang di lamina propria, kelenjar lymfe mesenterica, organ lainnya dan dalam sel darah putih. Pada hospes lain seperti kucing tidak ada perkembangan di daerah enteroepithelial, tetapi sporocyst masuk dalam sel hospes dan memperbanyak diri dengan “endodyogeny”. Sel yang membelah diri secara cepat dan menyebabkan infeksi akut disebut “tachyzoits”. Sekitar 8-16 tachyzoit mengumpul dalam sel vacuola parasitophorus sebelum sel mengalami disintegrasi, bila parasit membebaskan diri dari sel tersebut merka akan menginfeksi sel lain. Tachyzoit tidak tahan terhadap sekresi asam lambung, tetapi tachyzoit bukanlah sumber infeksi yang penting dibanding fase lainnya.

Bilamana infeksi menjadi kronis, zoits yang berada dalam otak, jantung dan otot memperbanyak diri lebih lambat daripada fase akut. Dalam hal ini zoit tersebut dinamakan “bradyzoites” dan mereka terakumulasi dalam jumlah besar dalam sel hospes. Mereka kemudian dikeleilingi oleh lapisan dinding yang kuat disebut “zoitocyst”. Cyste tersebut dapat bertahan selama berbulan-bulan atau beberapa tahun terutama dalam jaringan saraf. Pembentukan cyste tersebut diikuti dengan perkembangan imunitas terhadap infeksi baru, yang biasanya permanen. Bila daya imunitas menurun, bradyzoit melepaskan diri dan merupakan booster untuk menimbulkan daya imunitas lagi pada tingkat semula. Proteksi terhadap reinfeksi dengan adanya agen infeksi dalam tubuh disebut “premunition”. Imunitas terhadap toxoplasma ada dua yaitu: imunitas “humoral” dan “cell mediated”. Dinding cyste dan bradyzoites sangat resisten terhadap pepsin dan trypsin dan bila tertelan parasit tersebut dapat menginfeksi hospes baru.

Fase enteroepithelial: Dimulai pada waktu kucing memakan zoitocyst yang berisi bradyzoits, oocyst yang berisi sporozoit atau tachyzoit. Kemungkinan lain adalah adanya migrasi zoit dari extraintestinal kedalam intestinal dalam tubuh kucing. Begitu parasit masuk sel epithel usus halus atau colon, parasit berubah menjadi trophozoit dan siap tumbuh untuk mengalami proses schizogony. Telah diteliti ada 5 strain toxoplasma yang dipelajari pada fase ini, dari yang memproduksi 2 sampai 40 merozoit dari scizogony, polygony, atau endodyogeni, dimana prosesnya asexual. Gametogony tumbuh di dalam usus terutama usus halus, tetapi sering terjadai dalam ileum. Sekitar 2-4% gametocyst adalah jantan yang masing-masing dapat memproduksi 12 microgamet. Oocyst yang ditemukan dalam feses kucing terjadi setelah 3-5 hari post infeksi dari cyste, dengan jumlah tertinggi pada hari ke 5-8. Oocyst memerlukan oksigen untuk sporulasi, sporulasi terjadi pada hari ke 1-5.

Patologi

Tipe enteroepithelial hanya hidup selama beberapa hari, terutama pada ujung vili. Tetapi fase extraepithelial, terutama yang berlokasi di retina atau otak, cenderung menyebabkan infeksi yang serius.

Infeksi pada umur dewasa biasanya tidak menunjukkan gejala (asymptomatik). Tetapi bila terjadi penurunan daya tahan oleh karena obat (obat imunosupresif seperti corticosteroid) gejala akan menjadi tampak. Infeksi yang memperlihatkan gejala (symptomatik infection) di kelompokkan dalam 3 kategori yaitu: infeksi akut, sub akut dan kronis.

Infeksi akut: Infeksi pertama terjadi dalam extraintestinal pada kucing dan hospes lain termasuk manusia, yang diserang adalah organ kelenjar lymfe mesenterica dan parenchym hati. Dua jaringan tersebut akan cepat mengalami regenerasi untuk melawan parasit. Gejala yang terlihat adalah rasa sakit, pembengkakan kelenjar lymfe di daerah cervic, supra

clavicula dan inguinal. Gejala ini diikuti demam, sakit kepala, sakit otot, anemia dan komplikasi paru. Gejala ini dapat dikelirukan dengan penyakit flu. Bilamana imunitas berkembang akan menyebabkan terjadinya infeksi sub-akut.

Infeksi sub-akut: Terjadi waktu daya imunitas terbentuk dan menekan proses proliferasi tachyzoit. Hal ini bersamaan dengan terbentuknya cyste. Cyste ini bertahan beberapa tahun dan tidak memeprlihatkan gejala klinis. Kadang cyste pecah dan keluar bradyzoit dan biasanya dibunuh oleh reaksi tubuh hospes, walaupun beberapa lainnya membentuk cyste baru. Kematian bradyzoit akan merangsang terbentuknya reaksi hipersensitif dalam bentuk peradangan pada area yang terkena. Pada otak secara perlahan diganti dengan nodule sel glia. Bila banyak nodule terbentuk, akan terlihat gejala encephalitis kronis yaitu “spasmic patalysis”. Terjadinya reinfeksi pada sel retina oleh tachyzoit dapat merusak retina. Cyste dan cyste yang pecah dalam retina dan choroid akan menyebabkan kebutaan. Gejala patologik toxoplasma yang kronis lainnya adalah myocarditis, kerusakan jantung permanen dan pneumonia.

Congenital toxoplasmosis

Bila ibu yang sedang hamil terinfeksi toxoplasma akut, organisme akan menginfeksi faetus yang dikandungnya. Untungnya infeksi neonatal kebanyakan tidak memperlihatkan gejala, tetapi banyak kasus terjadi kematian fetus dan gagal melahirkan. Diduga toxoplasma masuk ke fetus melalui plasenta dari darah ibunya, tetapi karena uterus sendiri terinfeksi berat, terjadinya transmisi langsung dapat terjadi.

Abortus spontan terjadi bila faetus terinfeksi toxoplasma baik pada orang maupun hewan. Pada suatu penelitian diantara 118 kasus infeksi maternal pada awal dan selama masa kehamilan terjadi 9 kasus abortus atau kematian neonatal, 39 kasus congenital akut toxoplasmosis dengan dua kasus kematian dan 28 kasus infeksi sub-klinis. Infeksi maternal pada triwulan pertama masa kehamilan akan menyebabkan patogenik yang ekstensif, tetapi transmisi parasit ke fetus lebih sering terjadi infeksi maternal pada triwulan ke 3.

Lesi pada toxoplasma congenital adalah hydrocephalus, mikrocephali, cerebral calcifikasi, chorioretinitis dan gangguan psychomotor. Pada kasus kehamilan kembar, salah satu fetus memperlihatkan gejala yang serius daripada lainnya yang tidak menunjukkan gejala infeksi. Pada anak yang lahir selamat dari infeksi congenital, terjadi kerusakan otak congenital, terlihat dengan gangguan mental dan epilepsi. Hal inilah toxoplasmois adalah penyebab serius pada ibu hamil.

Diagnosis dan pengobatan

Diagnosis spesifik pada orang berdasarkan beberapa hasil tes laboratorium. Penggunaan hewan percobaan dengan inokulsi dari hasil biopsi kelenjar lymfe, hati atau limpa pada tikus hasilnya lebih akurat. Penggunaan teknik komplemen fixation di kombinasi dengan hemaglutinasi dan tes pewarnaan juga menghasilkan diagnosis yang tepat.

Pengobatan dengan pyrimetamin dan sulfonamide bersamaan banyak digunakan sebagai obat toxoplasmosis ini.

Penyakit Malaria

2.2.1 Siklus Hidup Plasmodium spp

Siklus hidup semua spesies parasit malaria pada manusia adalah sama, yaitu mengalami stadium-stadium yang berpindah dari vektor nyamuk ke manusia dan kembali ke nyamuk lagi. Siklus hidup tersebut terdiri dari siklus seksual (sporogoni) yang berlangsung pada nyamuk Anopheles spp. betina, dan siklus aseksual yang berlangsung pada manusia yang terdiri dari fase eritrosit (erythrocytic schizogony) dan fase yang berlangsung di dalam parenkim sel hepar (exo- erythrocytic schizogony).

1. Siklus pada manusia

Pada saat nyamuk Anopheles spp. betina yang infektif menghisap darah manusia, sporozoit yang berada di dalam kelenjar liur nyamuk akan masuk ke dalam peredaran darah selama lebih kurang 30 menit. Setelah itu, sporozoit akan masuk ke dalam sel hepar dan menjadi trophozoit hati. Kemudian berkembang menjadi skizon hati yang terdiri dari 10,000 – 30,000 merozoit hati (tergantung spesiesnya). Siklus ini disebut sebagai siklus eksoeritrositer yang berlangsung selama kurang lebih dua minggu. Pada P. vivax dan P. ovale, sebagian tropozoit hati tidak langsung berkembang menjadi skizon, tetapi ada yang menjadi bentuk dormant yang disebut hipnozoit. Hipnozoit tersebut dapat tinggal di dalam sel heti selama berbulan-bulan samapi bertahun-tahun. Pada suatu saat, bila imunutas tubuh menurun, hipnozoit ini akan kembali aktif dan menimbulkan kekambuhan (relaps).

Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke dalam peredaran darah dan menginfeksi sel darah merah. Di dalam sel darah merah, parasit tersebut berkembang dari stadium tropozoit sampai skizon (8 – 30 merozoit, tergantung spesisnya). Proses perkembangan aseksual ini disebut skizogoni. Selanjutnya eritrosit yang terinfeksi oleh skizon akan pecah dan merozoit yang keluar akan menginfeksi sel darah merah lainnya. Siklus ini dikenal sebagai silkus eritrositer.

Setelah 2 – 3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit yang menginfeksi sel darah merah akan membentuk stadium seksual (gametosit jantan dan betina).

1. Siklus pada nyamuk Anopheles spp. betina.

Apabila nyamuk Anopheles spp betina menghisap darah yang mengandung gametosit, di dalam tubuh nyamuk, gamet jantan dan gamet betina akan melakukan pembuahan menjadi zigot. Zigot kemudian akan berkembang menjadi ookinet kemudian menembus dinding lambung nyamuk. Pada dinding luar lambung nyamuk, ookinet akan menjadi ookista dan selanjutnya menjadi sporozoit. Sporozoit ini bersifat infektif dan siap ditularkan ke manusia.

Gambar 2.1 Siklus Hidup Plasmodium Spp

2.2.2 Gejala Klinis

Penyakit malaria yang ditemukan berdasarkan gejala-gejala klinis dengan gejala utama demam mengigil secara berkala dan sakit kepala kadang-kadang dengan gejala klinis lain sebagai berikut :

• Badan terasa lemas dan pucat karena kekurangan darah dan berkeringat.

• Nafsu makan menurun.

• Mual-mual kadang-kadang diikuti muntah.

• Sakit kepala yang berat, terus menerus, khususnya pada infeksi dengan plasmodium Falciparum.

• Dalam keadaan menahun (kronis) gejala diatas, disertai pembesaran limpa.

• Malaria berat, seperti gejala diatas disertai kejang-kejang dan penurunan.

• Pada anak, makin muda usia makin tidak jelas gejala klinisnya tetapi yang menonjol adalah mencret (diare) dan pusat karena kekurangan darah (anemia) serta adanya riwayat kunjungan ke atau berasal dari daerah malaria.

• Gejala klasik malaria merupakan suatu paroksisme biasanya terdiri atas 3 stadium yang berurutan yaitu :

1. Stadium dingin (cold stage).

2. Stadium demam (Hot stage).

3. Stadium berkeringat (sweating stage).

Ketiga gejala klinis tersebut diatas ditemukan pada penderita berasal dari daerah non endemis yang mendapat penularan didaerah endemis atau yang pertama kali menderita penyakit malaria. 3

Di daerah endemis malaria ketiga stadium gejala klinis di atas tidak berurutan dan bahkan tidak semua stadium ditemukan pada penderita sehingga definisi malaria klinis seperti dijelaskan sebelumnya dipakai untuk pedoman penemuan penderita di daerah endemisitas. Khususnya di daerah yang tidak mempunyai fasilitas laboratorium serangan demam yang pertama didahului oleh masa inkubasi (intrisik). Masa inkubasi ini bervariasi antara 9 -30 hari tergantung pada species parasit, paling pendek pada plasmodium Falciparum dan paling panjang pada plasmodium malaria. Masa inkubasi ini tergantung pada intensitas infeksi, pengobatan yang pernah didapat sebelumnya dan tingkat imunitas penderita. 3

Cara penularan, apakah secara alamiah atau bukan alamiah, juga mempengaruhi. Penularan bukan alamiah seperti penularan malalui transfusi darah, masa inkubasinya tergantung pada jumlah parasit yang turut masuk bersama darah dan tingkat imunitas penerima arah. Secara umum dapat dikatakan bahwa masa inkubasi bagi plasmodium falciparum adalah 10 hari setelah transfusi, plasmodium vivax setelah 16 hari dan plasmodium maJariae setelah 40 hari lebih. 3

Masa inkubasi pada penularan secara alamiah bagi masing-masing species parasit adalah sebagai berikut :

• Plasmodium Falciparum 12 hari.

• Plasmodium vivax dan Plasmodium Ovale 13 -17 hari.

• Plasmodium malariae 28 -30 hari.

Beberapa strain dari Plasmodium vivax mempunyai masa inkubasi yang jauh lebih panjang yakni sampai 9 bulan. Strain ini terutama dijumpai didaerah Utara dan Rusia nama yang diusulkan untuk strain ini adalaJl plasmodium vivax hibernans. 3

Gejala Klasik dari malaria meliputi :

1. Stadium Dingin

Stadium ini mulai dengan menggigil dan perasaan yang sangat dingin. Gigi gemeretak dan penderita biasanya menutup tubuhnya dengan segala macam pakaian dan selimut yang tersedia nadi cepat tetapi lemah. Bibir dan jari jemarinya pucat kebiru-biruan, kulit kering dan pucat. Penderita mungkin muntah dan pada anak-anak sering terjadi kejang. Stadium ini berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam. 3

2. Stadium Demam

Setelah merasa kedinginan, pada stadium ini penderita merasa kepanasan. Muka merah, kulit kering dan terasa sangat panas seperti terbakar, sakit kepala menjadi –jadi dan muntah kerap terjadi, nadi menjadi kuat lagi. Biasanya penderita merasa sangat hasil dan suhu badan dapat meningkat sampai 41°C atau lebih. Stadium ini berlangsung antara 2 sampai 4 jam. Demam disebabkan oleh pecahnya sison darah yang telah matang dan masuknya merozoit darah kedalam aliran darah. 3

Pada plasmodium vivax dan P. ovate sison-sison dari setiap generasi menjadi matang setiap 48 jam sekali sehingga demam timbul setiap tiga hari terhitung dari serangan demam sebelumnya. Nama malaria tertiana bersumber dari fenomena ini. Pada plasmodium malariaa, fenomena tersebut 72 jam sehingga disebut malaria P. vivax/P. ovale, hanya interval demamnya tidak jelas. Serangan demam di ikuti oleh periode laten yang lamanya tergantung pada proses pertumbuhan parasit dan tingkat kekebalan yang kemudian timbul pada penderita. 3

3. Stadium Berkeringat

Pada stadium ini penderita berkeringat banyak sekali sampai-sampai tempat tidurnya basah. Suhu badan meningkat dengan cepat, kadang-kadang sampai dibawah suhu normal. Penderita biasanya dapat tidur nyenyak. Pada saat bangun dari tidur merasa lemah tetapi tidak ada gejala lain, stadium ini berlangsung antara 2 sampai 4 jam. Gejala-gejala yang

disebutkan diatas tidak selalu sama pada setiap penderita, tergantung pada species parasit dan umur dari penderita, gejala klinis yang berat biasanya terjadi pada malaria tropika yang disebabkan oleh plasmodium falciparum. Hal ini disebabkan oleh adanya kecenderungan parasit (bentuk trofosoit dan sison). Untuk berkumpul pada pembuluh darah organ tubuh seperti otak, hati dan ginjal sehingga menyebabkan tersumbatnya pembuluh darah pada organ-organ tubuh tersebut. 3

Gejala mungkin berupa koma/pingsan, kejang-kejang sampai tidak berfungsinya ginjal. Kematian paling banyak disebabkan oleh jenis malaria ini. Kadang–kadang gejalanya mirip kholera atau dysentri. Black water fever yang merupakan gejala berat adalah munculnya hemoglobin pada air seni yang menyebabkan warna air seni menjadi merah tua atau hitam. Gejala lain dari black water fever adalah ikterus dan muntah-muntah yang warnanya sama dengan warna empedu, black water fever biasanya dijumpai pada mereka yang menderita infeksi P. falcifarum yang berulang -ulang dan infeksi yang cukup berat.3

2.2.3 Diagnosis

Diagnosis malaria sering memerlukan anamnesis yang tepat dari penderita tentang asal penderita apakah dari daerah endemic malaria, riwayat berpergian ke daerah malaria, riwayat pengobatan kuratif maupun preventif. 2

Selain anamnesis dan pemeriksaan fisik, pemeriksaan darah tepi untuk menegakkan diagnosis. Pemeriksaan pada saat penderita demam akan meningkatkan ditemukannya parasit. Adapun pemeriksaan darah yang dapat dilakukan melalui: 2

1. Preparat Tetes Darah Tebal

Merupakan cara terbaik untuk menemukan parasit malaria karena tetesan darah cukup banyak untuk menemukan parasit malaria dibandingkan preparat darah tipis.

1. Preparat Tetes Darah Tipis

Digunakan untuk identifikasi jenis plasmodium jika dengan preparat darah tebal sulit ditemukan. 2

2.2.4 Pengobatan

Secara global WHO telah menetapkan dipakainya obat ACT (Artemisinin base Combination Therapy). Golongan artemisinin (ART) telah dipilih sebagai obat utama karena efektif dalam mengatasi plasmodium yang resisten dengan pengobatan. Selain itu juga bekerja membunuh plasmodium dalam semua stadium termasuk gametosit. Juga efektif juga terhadap semua spesies P. falciparum, P. vivax maupun lainnya.2

Golongan Artemisinin

Berasal dari tanaman Artemisia annua. L yang disebut dalam bahasa Cina sebagai Qinghaosu. Obat ini termasuk dalam kelompok seskuiterpen lakton mempunyai beberapa formula seperti : artemisin, artemeter, asam artelinik, dan dihidroartemisin. Beberapa obat golongan Artemisin ialah: 2

1. Artesunat

Hari ke-I: 2 mg/KgBB, 2x sehari, hari ke-II-V: dosis tunggal.

1. Artemeter

4 mg/kg dibagi 2 dosis hari ke-I, 2 mg/kg/hari untuk 6 hari

1. Artemisinin

20 mg/kgBB dibagi 2 dosis pada hari ke-I, 10 mg/kg untuk 6 hari.

Pengobatan ACT (Artemisin base Combination Therapy)

Pengobatan artemisin secara monoterapi akan mengakibatkan terjadinya rekrudesensi. Karenanya WHO memberikan petunjuk penggunaan artemisninin dengan mengkombinasikan dengan obat antimalaria yang lain, dan hal ini disebut ACT (Artemisin base Combination Therapy). Kombinasi ini berupa kombinasi dosis tetap (fixed dose) dan kombinasi dosis tidak tetap (non-fixed dose). 2

Dari kombinasi yang tersedia di Indonesia saat ini ialah kombinasi dan artesunat + amodiakuin dengan nama dagang “Artesdiaquine” atau Artesumoon. Dosis orang dewasa yaitu artesunate (50mg/tablet) 200mg pada hari I-III (4 tablet). Untuk Amodiaquine (200 mg/tablet) yaitu 3 tablet hari I dan II dan 1 ½ tablet hari ke-III.

Sedangkan ACT kombinasi tidak tetap, misalnya:2

ü Artesunate + mefloquine

ü Artesunate + amodiaquine

ü Artesunate + kloroquine

ü Artesunate + pyronaridine

ü Artecom + Primaquine

Obat Non-ACT

Walaupun resistensi terhadap obat-obat standar golongan non ACT telah dilaporkan dari seluruh propinsi di Indonesia, beberapa daerah masih cukup efektif baik terhadap klorokuin maupun sulfadoksin pirimetamin (kegagalan masih kurang 25%). Di beberapa daerah menggunakan obat standar seperti klorokuin dan sulfadoksin-pirimetamin masih dapat digunakan dengan pengawasan terhadap respon pengobatan. Obat non-ACT antara lain:2

1. Kloroquin difosfat/Sulfat

Dosis 25mg basa/kgBB untuk 3 hari, terbagi 10 mg/kgBB hari I dan hari II, 5 mg /kgBB pada hari III.

1. Kina Sulfat

1 tablet 220 mg, dosis 3 x 10 mg/kg BB selama 7 hari, dapat dipakai untuk P. Falciparum maupun P. Vivax.

1. Primakuin

1 tablet 15 mg, dipakai untuk pengobatan pelengkap atau radikal terhadap P. Falciparum dan P. Vivax. Pada P. Falciparum dosisnya 45 mg (3 tablet) dosis tunggal untuk membunuh gamet, sedangkan untuk P. Vivax dosisnya 15 mg/hari selama 14 hari yaitu membunuh gamet dan hipnozoit.

1. Sulfadoksin-Pirimetamin

1 tablet mengandung 500 mg sulfadoksin dan 25 pirimetamin, dosis orang dewasa ialah 3 tablet dosis tunggal.

2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Epidemiologi

Terdapat hal-hal penting yang harus diuraikan dalam mempelajari epidemiologi malaria. Hal-hal tersebut ialah hubungan antara host (pejamu), agent (penyebab), dan environment (lingkungan). Hubungan tersebut dapat diuraikan secara ringkas sebagai berikut :10

1. Dalam epidemiologi, terdapat tiga faktor yang harus selalu diperhatikan dan diselidiki hubungannya yaitu (1) host (manusia); (2) agent (penyebab penyakit); dan (3) environment (lingkungan). Manusia disebut sebagai immediate host (pejamu sementera), sedangkan nyamuk malaria disebut sebagai definitive host (pejamu tetap).

2. Selain ketiga komponen di atas, terdapat sejumlah pertanyaan penting yang harus selalu diingat, yaitu sebagai berikut :

- What : Apakah sebenarnya yang terjadi (atau kejadian apa)? Apakah ada wabah, kejadian luar biasa, atau ada peningkatan jumlah suatu penyakit?

- Where : Di mana kejadian terjadi atau berlangsung? Apakah di perkotaan, pedesaan, pegunungan?

- When : Bilamana kejadian tersebut berlangsung? Apakah insidental, sepanjang tahun, atau pada musim-musim tertentu?

- Who : Siapakah yang terkena penyakit tersebut? Bagaimana dengan umur dan jenis kelaminnya? Apakah ia pendatang? dan lain sebagainya.

Seperti yang telah disebutkan di atas, penyebaran penyakit malaria ditentukan oleh tiga faktor yang dikenal sebagai host, agent, dan environment. Penyebaran malaria terjadi apabila ketiga komponen tersebut di atas saling mendukung. Secara skematis, ketiga faktor tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :

Bagan 2.1 Hubungan Antara Host, Agent, dan Enviroment

HOST

AGENT ENVIRONMENT

2.3.1 Host

2.3.1.1 Manusia sebagai intermediate host (pejamu sementara)

Secara umum dapat dikatakan bahwa pada dasarnya setiap orang dapat terkena penyakit malaria. Bagi host ada beberapa factor intrinsic yang mempengaruhi derajat kerentanan pejamu terhadap penyebab.1

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa jenis kelamin perempuan mempunyai respons imun yang lebih kuat dibandingkan laki-laki, tetapi apabila mengenai kaum ibu hamil maka akan menyebabkan anemia yang lebih berat, berat badan lahir rendah, abortus, lahir prematur dan kematian janin intrauterin.1

Ras atau suku bangsa, pada orang yang mempunyai Haemoglobin S (Hb S) tinggi ternyata tahan terhadap infeksi P.faciparum. Penelitian menunjukkan bahwa Hb S menghambat perkembangbiakan P.falciparum pada waktu invasi sel darah merah maupun pada waktu pertumbuhannya.10

Kekurangan enzym Glukose 6 phospate dehydrogenase (G6PD) ternyata dapat memberi perlindungan terhadap infeksi P.falciparum yang berat. Keuntungan dari kurangnya enzym ini ternyata merugikan dari segi pengobatan penderita dengan obat-obatan golongan sulfonamide dan primakuin dimana dapat terjadi hemolisa darah. 10

Kekebalan/imunitas terhadap penyakit malaria adalah adanya kemampuan tubuh manusia untuk menghancurkan Plasmodium yang masuk atau membatasi perkembangbiakannya. Kekebalan ada dua macam yaitu kekebalan alamiah (natural immunity) yaitu kekebalan yang timbul tanpa memerlukan infeksi terlebih dahulu dan kekebalan yang didapat (acquired immunity) yang juga terbadi menjadi dua jenis yaitu kekebalan aktif (active immunity) merupakan penguatan dari mekanisme tubuh sebagai akibat dari infeksi sebelumnya atau akibat dari vaksinasi dan kekebalan pasif (passive immunity) yaitu kekebalan yang didapat dari pemindahan antibodi atau zat-zat yang berfungsi aktif dari ibu kepada janinnya atau melalui pemberian serum dari seseorang yang kebal penyakit. 10

Keadaan sosial ekonomi masyarakat yang bertempat tinggal di daerah endemis malaria erat hubungannya dengan infeksi malaria.

Keadaan gizi agaknya tidak menambah kerentanan terhadap malaria. Ada beberap studi yang menunjukkan pada anak yang bergizi baik justru lebih sering mendapat kejang dan malaria cerebral dibandingkan dengan anak yang bergizi buruk. Akan tetapi anak yang bergizi baik dapat mengatasi malaria berat dengan lebih cepat dibandingkan anak bergizi baik.1

2.3.1.2 Nyamuk sebagai definitive host (pejamu tetap)

Malaria pada manusia hanya dapat ditularkan oleh nyamuk betina anopheles. Dari lebih 400 spesies anopheles di dunia, hanya sekitar 67 yang terbukti mengandung sporozoit dan dapat menularkan malaria.

PARASITOLOGIMenurut perannya dalam ilmu kedokteran, arthropoda dibagi dalam 5 golongan :1. Yang menularkan penyakit (vektor dan hospes perantara)2. Yang menyebabkan penyakit (parasit)3. Yang menimbulkan kelainan karena toksin yang dikeluarkan4. Yang menyebabkan alergi pada orang yang rentan 5. Yang menimbulkan entomofobia

Arthropoda sebagai Vektor PenyakitVektor adalah arthropoda yang dapat menimbulkan dan menularkan suatu infectious agent dari sumber infeksi kepada induk semang yang rentan. Menurut WHO (1993) vektor adalah seekor binatang yang membawa bibit penyakit dari seekor binatang atau seorang manusia kepada binatang lainnya atau manusia lainnya. Chandra (2006) menyebutkan bahwa vektor adalah organisme hidup yang dapat menularkan agen penyakit dari suatu hewan ke hewan lain atau manusia. Arthropoda merupakan vektor penting dalam penularan penyakit parasit dan virus yang spesifik.

Macam-macam VektorAda dua jenis vektor yaitu vektor biologis dan vektor mekanis. Vektor disebut vektor biologis jika sebagian siklus hidup parasitnya terjadi dalam tubuh vektor tersebut.Vektor disebut sebagai vektor mekanis jika sebagian siklus hidup parasitnya tidak terjadi dalam tubuh vektor tersebut (Natadisastra dan Agoes, 2005).Contohnya lalat sebagai vektor mekanis dalam penularan penyakit diare, trakoma, keracunan makanan, dan tifoid, sedangkan nyamuk Anopheles sebagai vektor biologis dalam penularan penyakit malaria (Chandra, 2006).

Klasifikasi VektorArthropoda (arthro+pous) adalah filum dari kerajaan binatang yang termasuk di dalamnya kelas Insecta, kelas Arachnida serta kelas Crustacea, yang kebanyakan speciesnya penting secara medis, sebagai parasit, atau vektor organisme yang dapat menularkan penyakit. Klasifikasi arthropoda sebagai vektor penyakit secara rinci sebagai berikut :Kelas InsectaMosquito (Nyamuk)AnophelesneCulicinesAedes Nyamuk Anopheles

Flies (Lalat)Houseflies (lalat rumah, Musca domestica) Lalat Rumah (Musca domestica)Sandflies (lalat pasir, genus Phlebotomus)Tsetse flies (lalat tsetse, genus Glossina)

Blackflies (lalat hitam, genus Simulium)Human Lice (Tuma)Head and body lice (tuma kepala atau Pediculus humanus var capitis dan tuma badan atau Pediculus humanus var corporis) Kutu Kepala (Pediculus humanus)Crab lice (tuma kemaluan atau Phthirus pubis)

Fleas (Pinjal)Rat fleas (pinjal tikus)Beberapa pinjal tikus yang penting untuk bidang media adalah sebagai berikut:Rat fleas (oriental) Xenopsylla chepisXenopsylla astilaXenopsylla braziliensisRat fleas (temperate zone) yaitu Nospsylla fasciatus Human fleas yaitu Pulex irritansDog and cat fleas yaitu Ctenocephalus felisReduviid bugs (kissing bugs, Penggigit Muka)

Kelas ArachnidaTick (Sengkenit)Hard Ticks (sengkenit keras, famili Ixodidae)Soft Ticks (sengkenit keras, famili Argasidae).SengkenitMites (Chiggers, famili Trombidiidae)Leptotrombidium dan Trombiculid mites (tungau musim panen, tungau merah)Itch mites (tungau kudis, scabies, famili Sascoptidae)Kelas Crustacae yaitu CyclopsPenularan penyakit pada manusia melalui vektor penyakit berupa serangga dikenal sebagai arthropod-borne diseases atau sering juga disebut sebagai vektor-borne diseases.

Ada 3 jenis cara transmisi arthropod-bome diseases, yaitu :Kontak LangsungTransmisi MekanikTransmisi Biologik

1. Kontak langsungArthropoda secara langsung memindahkan penyakit atau infestasi dari satu orang ke orang lain melalui kontak langsung. Contohnya adalah scabies dan pediculus.

2. Transmisi Secara MekanikSecara karakteristik arthropoda sebagai vektor mekanik membawa agen penyakit dari manusia berupa tinja, darah, ulkus superfisial, atau eksudat. Kontaminasi bisa hanya pada permukaan tubuh arthropoda tapi juga bisa dicerna dan kemudian dimuntahkan atau dikeluarkan melalui ekskreta.Misalnya telur cacing dan kista protozoa dapat dipindahkan dari tinja ke makanan melalui kaki atau badan lalat rumah.

3. Transmisi Secara BiologiPenularan secara biologik dilakukan setelah parasit/agen yang diisap serangga vektor mengalami proses biologik dalam tubuh vektor.

• PropagativeBila di dalam tubuh vektor, parasit hanya membelah diri menjadi banyak, penularan ini disebut penularan propagatif, misalnya Yersinia pestis dalam pinjal tikus (Xenopsylla cheopis).• Cyclo-propagatifBila di dalam tubuh vektor, parasit (Plasmodium, Leishmania, Trypanosoma) berubah bentuk dan membelah diri menjadi banyak, disebut penularan siklo-propagatif, misalnya Plasmodium falcifarum dalam nyamuk Anopheles.• Cyclo-developmentalBila di dalam tubuh vektor, parasit (Wuchereria, Brugia, Onchocerca) hanya berubah bentuk menjadi bentuk infektif, disebut penularan sikliko-developmental, misalnya Wuchereria bancrofti dalam badan nyamuk Culex.

Beberapa istilah dalam proses transmisi atrhropod-borne disease sebagai berikut :• Inokulasi (inoculation)Masuknya agen penyakit atau bibit yang berasal dari arthropoda kedalam tubuh manusia melalui gigitan pada kulit atau deposit pada membrana mucosa disebut sebagai inokulasi.• Infestasi (infestation)Masuknya arthropoda pada permukaan tubuh manusia kemudian berkembang biak disebut sebagai infestasi, contohnya scabies.• Extrinsic Incubation Period dan Intrinsic Incubation PeriodWaktu yang diperlukan untuk perkembangan agen penyakit dalam tubuh vektor disebut sebagai masa inkubasi ektrinsik, sedangkan waktu yang diperlukan untuk perkembangan agen penyakit dalam tubuh manusia disebut sebagai masa inkubasi intrinsik. Contohnya parasit malaria dalam tubuh nyamuk anopheles berkisar antara 10-14 hari tergantung dengan temperatur lingkungan. Masa inkubasi intrinsik dalam tubuh manusia berkisar antara 12-30 hari tergantung dengan jenis plasmodium malaria.• Definitive Host dan Intermediate HostApabila terjadi siklus seksual dalam tubuh vektor atau manusia maka vektor atau manusia tersebut disebut sebagai host definitif, sedangkan apabila terjadi siklus aseksual maka disebut sebagai host intermediet. Contohnya parasit malaria mengalami siklus seksual dalam tubuh nyamuk dan siklus aseksual dalam tubuh manusia, maka nyamuk Anopheles adalah host definitif dan manusia adalah host intermediet.

Arthropoda sebagai ParasitBerdasarkan lamanya hidup pada hospes, dibedakan :• Parasit permanen, yang seluruh atau sebagian besar hidupnya ada pada satu hospes, misalnya tungau kudis dan tuma pada manusia, pinjal dan sengkenit keras pada binatang.• Parasit periodik, berpindah-pindah dari satu hospes ke hospes lain dalam daur hidupnya, misalnya nyamuk dan sengkenit lunak.

Serangga dapat bertindak sebagai parasit dan dapat dibagi berdasarkan habitatnya.• Endoparasit, hidup atau mengembara di dalam jaringan tubuh, misalnya larva lalat penyebab miasis, dan pinjal (Tunga penetrans) penyebab tungiasis.• Ektoparasit, hidup pada permukaan tubuh hospes, misalnya tungau, tuma, pinjal, nyamuk

Respon imun

Parasit mengevasi imunitas protektif dengan mengurangi imunogenisitas dan menghambat respon imun host. Parasit yang berbeda menyebabkan imunitas pertahanan yang berbeda.

1. Parasit mengubah permukaan antigen mereka selama siklus hidup dalam host vertebrata. Dua bentuk variasi antigenik: 1. Stage-specific change dalam ekspresi antigen, misalnya antigen stadium sporosit pada malaria berbeda dengan antigen merozoit. 2. Adanya variasi lanjutan antigen permukaan mayor pada parasit, misalnya yang terlihat pada Trypanosoma

Afrika: Trypanosoma brucei dan Trypanosoma rhodensiensi. Adanya variasi lanjutan kemungkinan karena variasi terprogram dalam ekspresi gen yang mengkode antigen permukaan mayor.

2. Parasit menjadi resisten terhadap mekanisme efektor imun selama berada dalam host. Misalnya larva Schistosomae yang berpindah ke paru-paru host dan selama migrasi membentuk tegumen yang resisten terhadap kerusakan oleh komplemen dan CTLs.

3. Parasit protozoa dapat bersembunyi dari sistem imun dengan hidup di dalam sel host atau membentuk kista yang resisten terhadap efektor imun. Parasit dapat menyembunyikan mantel antigeniknya secara spontan ataupun setelah terikat pada antibodi spesifik.

4. Parasit menghambat respon imun dengan berbagai mekanisme untuk masing-masing parasit. Misalnya Leishmania menstimulus perkembangan CD25 sel T regulator, yang menekan respon imun. Contoh lain pada malaria dan Tripanosomiasis yang menunjukkan imunosupresi non spesifik. Defisiensi imun menyebabkan produksi sitokin imunosupresi oleh makrofag dan sel T aktif serta mengganggu aktivasi sel T.

Regulasi imun adaptif sebagai respon terhadap infeksi malaria dilakukan oleh sitokin yang diproduksi oleh sel pada respon imun adaptif. Parasit dikenali oleh pattern-recognition receptors (PRRs), seperti Toll-like receptors (TLRs) dan CD36, atau sitokin inflamatori, seperti interferon- gamma (IFN-gamma), dendritic cells (DCs) mature dan bermigrasi ke spleen — area primer respon imun menyerang stadium Plasmodium di darah. Maturasi sel dendritik berasosiasi dengan upregulasi ekspresi MHC II, CD40, CD80, CD86 dan molekul adhesi dan produksi sitokin termasuk interleukin-12 (IL-12). IL-12 mengaktivasi natural gamma killer (NK) cells untuk memproduksi IFN- dan menginduksi diferensiasi T helper 1 (TH1) cells. Produksi sitokin, IFN-gamma, oleh NK cells menyebabkan maturasi sel dendritik dan meningkatkan efek parasit yang diturunkan dari rangsangan pematangan, memfasilitasi ekspansi klonal antigen sel T CD4 naive spesifik. IL-2 yang diproduksi oleh antigen sel Th1 spesifik kemudian mengaktifkan NK cell untuk memproduksi IFN-gamma, yang menginduksi maturasi sel dendritik dan mengaktivasi makrofag. Sitokin, seperti IL-10 dan pembentukan TGF-beta meregulasi innate dan adaptive immune responses: NO (nitric oxide); TCR (T-cell receptor); TNF (tumour-necrosis factor).