15
PSIKOTERAPI I. PENDAHULUAN Dalam perspektif bahasa, psikoterapi berasal dari kata psyche dan therapy. Kata psyche berarti jiwa, sedangkan therapy yang berarti penyembuhan. Jika digabungkan psikoterapi mempunyai arti penyembuhan jiwa. Psikoterapi merupakan salah satu modalitas terapi yang terandalkan dalam tatalaksana pasien psikiatri disamping psikofarmaka dan terapi fisik. Sebetulnya dalam kehidupan sehari-hari, prinsip-prinsip dan beberapa kaidah yang ada dalam psikoterapi ternyata juga digunakan, antara lain dalam konseling, pendidikan dan pengajaran, atau pun pemasaran. Dalam praktek, psikoterapi dilakukan dengan percakapan dan observasi. Percakapan dengan seseorang dapat mengubah pandangan, keyakinan serta perilakunya secara mendalam, dan hal ini sering tidak kita sadari. Beberapa contohnya, antara lain seorang penakut, dapat berubah menjadi berani, atau, dua orang yang saling bermusuhan satu sama lain, kemudian dapat menjadi saling bermaafan, atau, seseorang yang sedih dapat menjadi gembira setelah menjalani percakapan dengan seseorang yang dipercayainya. Bila kita amati contoh-contoh itu, akan timbul pertanyaan, apakah sebenarnya yang telah dilakukan terhadap mereka sehingga dapat terjadi perubahan tersebut. Pada hakekatnya yang dilakukan ialah pembujukan atau persuasi. Caranya dapat bermacam-macam, antara lain dengan memberi nasehat, memberi contoh, memberikan 1

Psikoterapi Novia

Embed Size (px)

DESCRIPTION

RSJ KLENDER

Citation preview

PSIKOTERAPI

I. PENDAHULUAN

Dalam perspektif bahasa, psikoterapi berasal dari kata psyche dan therapy. Kata psyche berarti jiwa, sedangkan therapy yang berarti penyembuhan. Jika digabungkan psikoterapi mempunyai arti penyembuhan jiwa. Psikoterapi merupakan salah satu modalitas terapi yang terandalkan dalam tatalaksana pasien psikiatri disamping psikofarmaka dan terapi fisik. Sebetulnya dalam kehidupan sehari-hari, prinsip-prinsip dan beberapa kaidah yang ada dalam psikoterapi ternyata juga digunakan, antara lain dalam konseling, pendidikan dan pengajaran, atau pun pemasaran.

Dalam praktek, psikoterapi dilakukan dengan percakapan dan observasi. Percakapan dengan seseorang dapat mengubah pandangan, keyakinan serta perilakunya secara mendalam, dan hal ini sering tidak kita sadari. Beberapa contohnya, antara lain seorang penakut, dapat berubah menjadi berani, atau, dua orang yang saling bermusuhan satu sama lain, kemudian dapat menjadi saling bermaafan, atau, seseorang yang sedih dapat menjadi gembira setelah menjalani percakapan dengan seseorang yang dipercayainya. Bila kita amati contoh-contoh itu, akan timbul pertanyaan, apakah sebenarnya yang telah dilakukan terhadap mereka sehingga dapat terjadi perubahan tersebut. Pada hakekatnya yang dilakukan ialah pembujukan atau persuasi. Caranya dapat bermacam-macam, antara lain dengan memberi nasehat, memberi contoh, memberikan pengertian, melakukan otoritas untuk mengajarkan sesuatu, memacu imajinasi, melatih, dsb. Pembujukan ini dapat efektif asal dilakukan pada saat yang tepat, dengan cara yang tepat, oleh orang yang mempunyai cukup pengalaman. Pada prinsipnya pembujukan ini terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dalam berbagai bidang, dan dapat dilakukan oleh banyak orang.

Dalam dunia kedokteran, komunikasi antara dokter dengan pasien merupakan hal yang penting oleh karena percakapan atau pembicaraan merupakan hal yang selalu terjadi diantara mereka. Komunikasi berlangsung dari saat perjumpaan pertama, yaitu sewaktu diagnosis belum ditegakkan hingga saat akhir pemberian terapi. Apa pun hasil pengobatan, berhasil atau pun tidak, dokter akan mengkomunikasikannya dengan pasien atau keluarganya; hal itu pun dilakukan melalui pembicaraan. Dalam keseluruhan proses tatalaksana pasien, hubungan dokter-pasien merupakan hal yang penting dan sangat menentukan, dan untuk dapat membentuk dan membina hubungan dokter-pasien tersebut, seorang dokter dapat mempelajarinya melalui prinsip-prinsip psikoterapi.

II. DEFENISI

Psikoterapi (Psychotherapy) berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu Psyche yang artinya jiwa, pikiran atau mental dan Therapy yang artinya penyembuhan, pengobatan atau perawatan. Maka psikoterapi disebut juga dengan istilah terapi kejiwaan, terapi mental atau terapi pikiran.

Psikoterapi adalah terapi atau pengobatan yang menggunakan cara-cara psikologik, dilakukan oleh seseorang yang terlatih khusus, yang menjalin hubungan kerjasama secara profesional dengan seorang pasien dengan tujuan untuk menghilangkan, mengubah atau menghambat gejala-gejala dan penderitaan akibat penyakit. Definisi yang lain yaitu psikoterapi adalah cara pengobatan dengan ilmu kedokteran terhadap gangguan mental emosional dengan mengubah pola pikiran, perasaan, dan perilaku agar terjadi keseimbangan dalam diri individu tersebut.

Psikoterapi merupakan salah satu modalitas terapi yang terandalkan dalam tatalaksana pasien psikiatri disamping psikofarmaka dan terapi fisik. Terapi ini menggunakan metode dan teknik psikologik dan memanfaatkan pengaruh psikologik untuk mencapai hasil terapeutik. Psikoterapi sering disalahartikan sebagai konseling, padahal keduanya merupakan jenis intervensi yang berbeda, karena konseling merupakan proses dimana pasien dapat mengeksplorasi diri yang berfokus pada masalah yang dimiliki pasien yaitu dengan peningkatan kesadaran dapat memilih dan menyingkirkan hal-hal yang bersifat negative. Konseling berjangka waktu singkat serta hanya berfokus mengatasi krisis yang dihadapi oleh pasien. Sedangkan psikoterapi memusatkan pada proses-proses dalam diri pasien yang terjadi di dalam alam bawah sadar yang dapat mengubah struktur kepribadian pasien. Psikoterapi lebih berusaha untuk meraih pemahaman diri yang intensif tentang dinamika-dinamika yang bertanggung jawab atas terjadinya krisis kehidupan klien.

TUJUAN PSIKOTERAPI

1. Menguatkan daya tahan mental yang telah dimiliki atau membuat seseorang merasa bahagia dan sejahtera.

2. Mengembangkan mekanisme daya tahan mental yang baru dan lebih baik untuk mempertahankan fungsi pengontrolan diri, ataupun membuat seseorang lebih mengenal dan mengerti tentang dirinya sendiri.

3. Meningkatkan kemampuan adaptasi terhadap lingkungannya.

III. PRINSIP PRINSIP UMUM PSIKOTERAPI

Psikoterapi dilakukan dengan cara percakapan atau wawancara (interview). Dalam suatu wawancara, tidak dapat dipisahkan antara sifat terapeutik dan penegakan diagnosis. Biasanya, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan mengandung kedua aspek tersebut, yaitu untuk mengoptimalkan hubungan interpersonal dengan pasien (sifat terapeutik), dan untuk melengkapi data dalam usaha menegakkan diagnosis. Dalam melakukan psikoterapi, wawancara harus lebih mengutamakan aspek terapeutiknya, data yang diperlukan akan berangsur terkumpul dengan kian membaiknya hubungan interpersonal yang terjalin antara dokter dengan pasiennya, sehingga berartinya suatu wawancara tergantung dari sifat hubungan terapis dengan pasiennya tersebut.

Dalam melakukan wawancara, hendaknya kita juga melakukan observasi secara menyeluruh dengan teliti. Sambil mengajukan pertanyaan, kita juga mengamati dan turut serta (sebagai participant observer) dalam proses yang sedang berlangsung pada saat dan situasi tersebut (the here and now). Yang kita amati yaitu : apa yang terjadi pada pasien, apa yang terjadi pada pewawancara atau terapis sendiri, serta apa yang terjadi di antara terapis dan pasiennya. Dalam berhadapan dengan pasien, dokter atau terapis mempengaruhi pasien dengan sikap dan perkataannya, dari menit ke menit, saat ke saat. Dalam hal ini, yang perlu diperhatikan sebetulnya bukan hanya apa yang kita bicarakan, tetapi juga bagaimana cara kita melakukannya, kapan (saat atau waktu yang tepat) kita mengungkapkan hal tertentu yang ingin kita sampaikan,dan bagaimana hubungan antara si penolong (dokter atau terapis) dan yang ditolong (pasien) tersebut. Hal-hal tersebut dapat membuat pasien menjadi lebih tenang atau sebaliknya menjadi tegang, lebih terbuka atau tertutup, lebih percaya atau pun curiga, sehingga dapat disimpulkan bahwa selalu ada pengaruh terapeutik maupun kontraterapeutik, dan tidak pernah netral sama sekali, karena setiap orang mempunyai latar belakang kepribadian dan pengalaman hidup yang berbeda-beda, yang mempengaruhi cara pandang, cara berpikir dan menghayati segala sesuatu.

Hal yang sebaliknya juga perlu diingat, bahwa wawancara bukan hanya menghasilkan pengaruh dokter atau terapis atas pasien, namun juga pengaruh pasien terhadap dokternya. Sang dokter, sadar atau tidak, akan terpengaruh oleh sikap dan perkataan pasien, yang akan tercermin dalam sikap, perasaan dan perilakunya sendiri. Dipacu oleh sikap dan perilaku pasien terhadapnya (ditambah lagi dengan kehidupan fantasinya sendiri), dokter atau terapis dapat menjadi tenang, tegang, santai, kuatir, terbuka, tertutup, bosan, sedih, kesal, malu, terangsang, dll. Perasaan-perasaan tersebut turut menentukan apa yang dikatakannya kepada pasien (atau tidak dikatakannya) dan bagaimana ia mengatakannya. Untuk dapat mengatasi hal ini seorang dokter atau terapis perlu belajar untuk memantau perasaan-perasaan reaktifnya tersebut, agar ucapan-ucapan dan sikapnya terhadap pasien sedapat-dapatnya beralasan profesional dan sedikit mungkin tercampur dengan unsur-unsur yang berasal dari respons emosional subyektifnya sendiri. Agar tujuan terapeutik tercapai, hendaknya senantiasa diusahakan agar dokter dapat menciptakan dan memelihara hubungan yang optimal antara dokter dan pasien. Dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada pasien, senantiasa harus dipertimbangkan bilamana dan bagaimana kita akan menanyakan hal tersebut. Bila konteksnya kurang tepat, misalnya : pasien justru dapat merasa tersinggung atau dipermalukan oleh pertanyaan kita (nyata atau tidak nyata), pasien mungkin akan menolak atau menyangkal, atau akan membuat-buat jawabannya.

IV. JENIS JENIS PSIKOTERAPI

a. Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai, psikoterapi terbagi atas : psikoterapi suportif, psikoterapi reedukatif, dan psikoterapi rekonstruktif.

1. Psikoterapi Suportif. Psikoterapi suportif berfokus pada penggunaan langkah-langkah langsung untuk memperbaiki gejala, mengembangkan, dan meningkatkan harga diri, dan dukungan fungsi ego dan mekanisme pertahanan adaptif. Bentuk terapi ini bertujuan untuk membantu pasien supaya lebih baik dalam mengatasi gejala dan memecahkan masalah, bukan untuk mencapai perubahan perilaku yang mendasar. Sementara teknik yang mendukung dapat digunakan sebagai bagian dari modalitas lainnya, faktor-faktor pasien seperti krisis yang parah, kecemasan miskin dan toleransi frustrasi, kurangnya pikiran psikologis dan kapasitas untuk pengamatan-diri, pikiran dan perilaku tidak teratur, kecerdasan terbatas, gangguan realitas, afektif miskin dan kontrol impuls, dan gangguan kemampuan relasional menghalangi terapi lebih ekspresif. Psikoterapi suportif adalah bentuk yang paling banyak dipraktekkan dari psikoterapi individu. Cara atau pendekatan: bimbingan, reassurance, terapi kelompok.

2. Psikoterapi Reedukatif. Bertujuan untuk mengubah pola perilaku dengan meniadakan kebiasaan (habits) tertentu dan membentuk kebiasaan yang lebih menguntungkan. Prinsipnya adalah dengan belajar. Cara atau pendekatan yaitu dengan terapi perilaku, terapi kelompok, terapi keluarga, psikodrama. Pasien yang diterapi dengan cara ini memiliki gangguan jiwa yang dianggap berasal dari pengalaman belajar yang salah (ex: tempat tinggi menakutkan, kucing berbahaya, dll), sehingga perlu diajarkan kembali bahwa semua itu tidak berbahaya.

3. Psikoterapi Rekonstruktif. Bertujuan untuk tercapainya tilikan (insight) akan konflik-konflik nirsadar, dengan usaha untuk mencapai perubahan luas struktur kepribadian seseorang. Cara atau pendekatan: Psikoanalisis klasik, psikoterapi berorientasi psikoanalitik atau dinamik. Terapis menggunakan pendekatan psikoanalitik (cara Freud dan non-Freud) sehingga memerlukan waktu yang panjang. Terapis akan membantu pasien untuk mengenal proses nirsdar yang mendasari gejalanya, melalui analisis yang sistematik terhadap kata-kata pasien, mekanisme defensifnya, analisis mimpi, serta simbolisasi dari suatu hal yang buruk di masa lalu. Contoh: pada pasien dengan gejala takut gelap, terapis membantu pasien untuk berpikir, merenung dan menggali apa sebenarnya yang ia takutkan (bisa jadi gelap tersebut adalah simbolisasi dari suatu hal buruk di masa lalu).

b. Berdasarkan dalamnya, psikoterapi terbagi atas psikoterapi yang bersifat superficial dan mendalam.

1. Superficial, yaitu yang menyentuh hanya kondisi atau proses pada permukaan, yang tidak menyentuh hal-hal yang nirsadar atau materi yang direpresi.

2. Mendalam (deep), yaitu yang menangani hal atau proses yang tersimpan dalam alam nirsadar atau materi yang direpresi.

c. Menurut teknik yang terutama digunakan (teknik perubahan), antara lain:

Psikoterapi ventilatif, sugestif, katarsis, ekspresif, operant conditioning, modeling, asosiasi bebas, interpretatif, dll.

d. Konsep teoritis mengenai motivasi dan perilaku

1. Psikoterapi perilaku atau behavioral (kelainan mental-emosional dianggap teratasi bila deviasi perilaku telah dikoreksi)

2. Psikoterapi kognitif (problem diatasi dengan mengkoreksi sambungan kognitif automatis yang keliru)

3. Psikoterapi evokatif, analitik, dinamik (membawa ingatan, keinginan, dorongan, ketakutan, dll. yang nirsadar ke dalam kesadaran).

e. Berdasarkan setting-nya, psikoterapi terdiri atas psikoterapi individual dan kelompok (terdiri atas terapi marital/pasangan, terapi keluarga, terapi kelompok).

1. Terapi individual.

2. Terapi marital atau pasangan diindikasikan bila ada problem di antara pasangan, misalnya komunikasi, persepsi.

3. Terapi keluarga,dilakukan bila struktur dan fungsi dalam suatu keluarga tidak berjalan sebagaimana mestinya. Bila salah satu anggota keluarga mengalami gangguan jiwa, akan mempengaruhi keadaan dan interaksi dalam keluarga dan sebaliknya, keadaan keluarga akan mempengaruhi gangguan serta prognosis.

f. Menurut nama pembuat teori atau perintis metode psikoterapeutiknya, psikoterapi dibagi menjadi psikoanalisis Freudian, analisis Jungian, analisis transaksional Eric Berne, dll.

g. Menurut teknik tambahan khusus yang digabung dengan psikoterapi, misalnya narkoterapi, hypnoterapi, terapi musik , dll.

V. PROSES PSIKOTERAPI

Dalam psikoterapi, begitu banyak variabel yang berperan sehingga kita dapat kehilangan arah dan terhalang oleh faktor-faktor yang mempengaruhi proses, baik dari sisi pasien, dokter maupun sifat hubungan antara dokter-pasien.

Dari sisi pasien, faktor yang dapat mempengaruhi proses, antara lain adanya motivasi, fenomena transferensi, resistensi, mekanisme defensi, dsb. Transferensi adalah suatu distorsi persepsi pada pasien, yang secara nirsadar menganggap seorang terapis sebagai figur yang bermakna pada masa lalunya. Bila hal ini diketahui/disadari oleh terapis, justru dapat digunakan sebagai alat atau sarana untuk mencapai tujuan psikoterapi. Resistensi (berbeda dengan definisi menurut ilmu kedokteran umum - yang berarti daya tahan organisme terhadap penyakit) yaitu perlawanan pasien terhadap usaha-usaha untuk mengubah pola perilakunya, memberikan suatu tilikan, membuat unsur nirsadar menjadi sadar. Mekanisme defensi, yaitu mekanisme nirsadar untuk mengelakkan pengetahuan sadar tentang konflik dan ansietas yang berkaitan dengan hal itu.

Dari pihak dokter atau terapis, hal yang sama dapat pula dialami, yaitu kontra-transferensi (salah persepsi terapis terhadap pasiennya), resistensi, dsb., disertai teknik dan ketrampilan yang dimiliki oleh sang terapis, turut mempengaruhi proses terapi. Secara garis besar, untuk psikoterapi yang terstruktur, terdapat kerangka umum yang terencana, sehingga seseorang dapat lebih terarah dan mantap dalam usaha untuk mencapai tujuan terapeutik yang bermakna. Kerangka kerja umum tersebut hendaknya cukup luwes dan luas (holistik), yang dapat mencakup berbagai orientasi dan disiplin. Adapun kerangka proses psikoterapi tersebut :

1. Fase Awal:

Tujuannya membentuk hubungan kerja dengan pasien. Tugas Terapeutik : 1. Memotivasi pasien untuk menerima terapi, 2. Menjelaskan dan menjernihkan salah pengertian mengenai terapi (bila ada), 3. Meyakinkan pasien bahwa terapis mengerti penderitaannya dan bahwa terapis mampu membantunya, 4. Menetapkan secara tentatif mengenai tujuan terapi.

Resistensi pada pasien dapat tampil dalam bentuk: 1. Tidak ada motivasi terapi dan tidak dapat menerima fakta bahwa ia dapat dibantu, 2.Penolakan terhadap arti dan situasi terapi, 3. Tidak dapat dipengaruhi, terdapat hostilitas dan agresi, dependensi yang mendalam, dan 4. Berbagai resistensi lain yang menghambat terjalinnya hubungan yang sehat dan hangat.

Masalah kontratransferensi dalam diri terapis, antara lain: 1. Tidak mampu bersimpati, berkomunikasi dan saling mengerti secara timbal balik,2. Timbul iritabilitas terhadap penolakan pasien untuk terapi dan terhadap terapis, 3. Tidak mampu memberi kehangatan kepada pasien, dan 4. Tidak dapat menunjukkan penerimaan dan pengertian terhadap pasien dan masalahnya.

2. Fase Pertengahan:

Tujuannya: menentukan perkiraan sebab dan dinamik gangguan yang dialami pasien, menerjemahkan tilikan dan pengertian (bila telah ada), menentukan langkah korektif. Tugas terapeutik: 1.Mengeksplorasi berbagai frustrasi terhadap lingkungan dan hubungan interpersonal yang menimbulkan ansietas. Bila melakukan psikoterapi dinamik, gunakan asosiasi, analsisi karakter, analisis transferensi, interpretasi mimpi. Pada terapi perilaku, kita menilai faktor-faktor yang perlu diperkuat dan gejala-gejala yang perlu dihilangkan. 2. Membantu pasien dalam mengatasi ansietas yang berhubungan dengan problem kehidupan.

Resistensi pada pasien dapat tampil dalam bentuk: 1. Rasa bersalah terhadap pernyataan dan pengakuan adanya gangguan dan kesulitan dalam hubungan interpersonal dengan lingkungan, 2. Tidak mau, atau tidak mampu (bila ego lemah), menghadapi dan mengatasi ansietas yang berhubungan dengan konflik, keinginan dan ketakutan

Masalah kontratransferensi dalam diri terapis dapat berupa: 1.Terapis mengelak dari problem pasien yang menimbulkan ansietas dalam diri terapis; 2. Ingin menyelidiki terlalu dalam dan cepat pada fase permulaan, 3. Merasa jengkel terhadap resistensi pasien.

3. Fase akhir:

Tujuannya yaitu: terminasi terapi. Tugas terapeutiknya antara lain: 1. Menganalisis elemen-elemen dependensi hubungan terapis pasien; 2. Mendefinisikan kembali situasi terapi untuk mendorong pasien membuat keputusan, menentukan nilai dan cita-cita sendiri. 3. Membantu pasien mencapai kemandirian dan ketegasan diri yang setinggi-tingginya.

Resistensi pada pasien dapat berupa: 1. Penolakan untuk melepaskan dependensi; 2. Ketakutan untuk mandiri dan asertif

Masalah kontratransferensi pada terapis: 1. Kecenderungan untuk mendominasi dan terlalu melindungi pasien; 2. Tidak mampu mengambil sikap/peran yang non direktif sebagai terapis.

VI. EFEKTIVITAS PSIKOTERAPI

Dari berbagai penelitian statistik yang telah dilakukan, ternyata di antara sekian banyak bentuk dan jenis psikoterapi yang ada, tidak satu pun terbukti lebih unggul daripada yang lain. Perbaikan terapeutik yang dicapai, ditentukan oleh faktor-faktor:

- tujuan yang ingin dicapai

- motivasi pasien

- kepribadian dan ketrampilan terapis

- teknik yang digunakan

VII. KESIMPULAN

Psikoterapi adalah cara cara atau pendekatan yang menggunakan teknik teknik psikologik untuk menghadapi ketidakserasian atau gangguan mental. Psikoterapi menggarap hal hal yang dasar dan rasional, serta nirsadar dan irasional. Gejala gejala yang tampak secara klinis pada pasien, menggambarkan perilakunya menghadapi hidup. Apabila ingin menyembuhkan jiwa atau mencari jalan untuk kesembuhan jiwa, kita harus memahami hal-hal yang mempengaruhi seseorang sejak masa dini hingga kini.

Dalam melakukan psikoterapi, hendaknya kita mengoptimalkan fungsi mendengar dengan seksama (theraupeutic or empathic listening) dan mengoptimalkan hubungan terapeutik (theraupetic alliance). Kita jangan berpreokupasi pada tujuan yang ingin dicapai (misanya harus memberikan saran apa bagi pasien). Semakin kita mendengar, kian jelas apa yang harus kita lakukan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan, Sadocks. 2010. Psikoterapi, Buku Ajar Psikiatri Klinis Psikiatri, Edisi Kedua. Jakarta: EGC ; hal 434-456

2. Elvira D Sylvia dan Hadisukanto Gitayani. 2014. Psikoterapi, Buku Ajar Psikiatri, Edisi Kedua. Jakarta: Badan Penerbit FKUI ; hal 390-416

3. Tomb, David A: Buku Saku Psikiatri, ed-6, EGC, 2004

4. Maramis WF; Psikoterapi, Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa ed. 7, Airlangga University, 2009 : hal : 478-490

8