22
1. PELAYANAN ANGKUTAN UMUM DI DALAM WILAYAH KOTA BOGOR Sampai dengan tahun 2013, jaringan pelayanan angkutan umum dengan panjang lintasan trayek telah mencapai 328.560 Km atau mencakup 52,43 % apabila dibandingkan dengan panjang jalan yang menjadi kewenangan Pemerintah Kota Bogor (626.651 Km). Adapun jaringan pelayanan angkutan umum di dalam wilayah Kota Bogor terdiri dari: 23 trayek Angkutan Kota (AK) dengan jumlah armada 3.412 unit, 10 trayek Angkutan (Perkotaan) Antar Kota Dalam Propinsi (AKDP) dengan jumlah armada 4.426 unit, 3 koridor Angkutan Massal Trans Pakuan dengan jumlah armada 30 unit. REALISASI TRAYEK ANGKUTAN PERKOTAAN (AKDP) REALISASI JARINGAN TRAYEK DAN KENDARAAN ANGKUTAN KOTA MASUK WILAYAH KOTA BOGOR

Realisasi Kerja Bidang Angkutan - DLLAJ Kota Bogor.pdf

Embed Size (px)

Citation preview

  • 1. PELAYANAN ANGKUTAN UMUM DI DALAM WILAYAH KOTA BOGOR

    Sampai dengan tahun 2013, jaringan pelayanan angkutan umum dengan panjang

    lintasan trayek telah mencapai 328.560 Km atau mencakup 52,43 % apabila

    dibandingkan dengan panjang jalan yang menjadi kewenangan Pemerintah Kota Bogor

    (626.651 Km). Adapun jaringan pelayanan angkutan umum di dalam wilayah Kota

    Bogor terdiri dari:

    23 trayek Angkutan Kota (AK) dengan jumlah armada 3.412 unit,

    10 trayek Angkutan (Perkotaan) Antar Kota Dalam Propinsi (AKDP) dengan jumlah

    armada 4.426 unit,

    3 koridor Angkutan Massal Trans Pakuan dengan jumlah armada 30 unit.

    REALISASI TRAYEK ANGKUTAN PERKOTAAN (AKDP)

    REALISASI JARINGAN TRAYEK DAN KENDARAAN ANGKUTAN KOTA MASUK WILAYAH KOTA BOGOR

  • 2. PENERAPAN OPERASIONAL ANGKUTAN UMUM DENGAN SISTEM SHIFT

    Pada dasarnya pemberlakuan

    pengoperasian angkutan umum melalui penerapan

    sistem shift adalah penanganan yang sifatnya

    sementara (kondisional), karena terjadinya

    ketidak seimbangan jumlah penumpang dan

    jumlah kendaraan (supply dan demand), yang

    berdampak terhadap kinerja angkutan umum yang

    semakin menurun, dimana ;

    a. Telah terjadi akumulasi pelayanan angkutan

    umum di wilayah Kota Bogor (sebanyak 23

    trayek dengan 3.412 kendaraan Angkutan Kota

    dan 10 trayek dengan 4.644 kendaraan Angkutan

    Perkotaan AKDP),

    b. Telah terjadi under demand

    (permintaan/pengguna jasa yang semakin

    menurun), sebagai dampak peningkatan

    penggunaan kendaraan pribadi/sepeda motor,

  • c. Terjadinya persaingan yang tidak sehat sesama pengemudi selama operasional,

    dengan tingkat pelanggaran lalu lintas yang tinggi;

    - menaikan/menurunkan penumpang disembarang tempat,

    - menunggu penumpang (ngetem) disembarang tempat, sehingga waktu tempuh pengguna jasa bertambah

    - tidak melayani sampai tujuan (kenyamanan pengguna jasa berkurang)

    Pengoperasian angkutan umum melalui penerapan sistem shift dimaksudkan sebagai

    upaya peningkatan kinerja angkutan umum, dengan tujuan memberikan

    kemanfaatan berbagai aspek.

    MANFAAT PENERAPAN SISTEM SHIFT YANG DIHARAPKAN;

    BAGI PENGEMUDI BAGI PEMILIK BAGI MASYARAKAT

    UMUM

    PENGHASILAN AKAN LEBIH

    MENINGKAT

    EFISIENSI BIAYA

    OPERASIONAL (BBM)

    ADA WAKTU ISTIRAHAT

    DAN DAPAT

    DIPERGUNAKAN UNTUK

    MENCARI PENGHASILAN

    LAINNYA

    KETERCAPAIAN SETORAN

    EFISIENSI BIAYA

    PEMELIHARAAN/PERA WATAN

    (SPAREPART, OLIE, BAN)

    AKIBAT PRODUKSI KM

    MENURUN

    WAKTU ISTIRAHAT UNTUK

    PERBAIKAN/ PEMELIHARAAN

    KENDARAAN

    PENINGKATAN

    WAKTU TEMPUH PERJALANAN

    MENGURANGI POLUSI/

    PENCEMARAN UDARA

    AKIBAT EMISI GAS

    BUANG

  • 3. KEBIJAKAN PENGEMBANGAN ANGKUTAN UMUM MASSAL PERKOTAAN DENGAN SISTEM

    TRANSIT BUS TRANSIT SYSTEM - BTS

    Melalui Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP.113 Tahun 2009, Kota Bogor

    ditetapkan sebagai salah satu Kota Percontohan Penataan Transportasi Perkotaan,

    dan dalam implementasinya difasilitasi oleh Tim GIZ (Internationale Zusammenarbeit

    GmbH) melalui Proyek Perbaikan Transportasi Perkotaan Berkelanjutan Sustainable

    Urban Transport Improvement Project (SUTIP)

  • Pengembangan angkutan umum massal berbasis jalan diawali dengan penandatanganan

    MoU antara Pemerintah Kota Bogor dan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor :

    SK.1386/UM 007/DRJD/ 2005 dan 551/KK.7DLLAJ/2005 tanggal 03 Oktober 2005 yang

    ditindaklanjuti dengan terbitnya Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor:

    SK.859/HK/601/DJPD/2006 tentang Pembentukan Tim Kerjasama Pelaksanaan

    Kesepakatan Bersama Antara Dirjend. Hubdat dan Pemkot Bogor, serta terbitnya Peraturan

    Daerah Kota Bogor Nomor: 5 Tahun 2007 tentang Perusahaan Daerah Jasa Transportasi (PDJT)

    Kota Bogor yang salah satu segmen usahanya adalah mengusahakan angkutan umum dan

    dalam hal ini sebagai operator angkutan umum massal TRANS PAKUAN

  • a. Pengembangan Koridor BTS Trans Pakuan

    Pada tahun 2007 dibantu oleh Ditjend. Perhubungan Darat sebanyak 10 bus yang dioperasikan

    pada koridor-1 Terminal Bubulak Terminal Baranangsiang/Cidangiang via Jl. KH. Sholeh

    Iskandar dan di launching pada tanggal 3 Juni 2007 dengan nama TRANS PAKUAN dan

    pada tahun 2010 mendapat tambahan sebanyak 20 bus yang dioperasikan pada koridor-2

    Terminal Baranangsiang/Cidangiang Ciawi.

    LAUNCHING OLEH WALIKOTA BOGOR TGL 3 JUNI 2007

  • Pelayanan bus Trans Pakuan diharapkan sebagai icon angkutan umum di Kota Bogor. Misalnya jika

    sebelumnya operator angkutan kota (ANGKOT) dibayar sesuai setoran, maka Trans Pakuan mengganti dengan

    system gaji bulanan, dengan konsekuensi operator harus menjalankan standar operasional prosedur (SOP)

    yang sudah ditentukan dan sekaligus sebagai bentuk pelayanan public dengan memberikan kepastian waktu

    pelayanan dengan penerapan time table (jadual perjalanan).

    No Koridor

    Pelayanan Asal - Tujuan Keterangan

    1 Koridor 1 Cidangiang - Terminal Bubulak operasional

    2 Koridor 2 Cidangiang - Harjasari operasional

    3 Koridor 3 Cidangiang - Bellanova operasional

    4 Koridor 4 Cidangiang - Bubulak (Jalur Tengah) tahap sosialisasi

    5 Koridor 5 Ekalokasari - Lanud. Atang Sanjaya (perencanaan target

    operasional

    6 Koridor 6 Terminal Merdeka - Ciluar perencanaan

    7 Koridor 7 Ciawi - Tanah Baru (via R3) perencanaan

  • b. Prasarana Dan Sarana Angkutan Umum Massal BTS Trans Pakuan

    1) Jaringan Jalan

    Rata-rata lebar jalan di Kota Bogor + 18 m, sehingga hanya dimungkinkan untuk pengembangan

    jalur Soft Barrier & No Barrier dengan tetap harus Mixed Traffic dengan kendaraan lain

    (sehingga di Kota Bogor hanya mungkin dikembangkan dengan Bus Transit System dan tidak

    Bus Rapid Transit

    2) Fasilitas Pejalan Kaki (Pedestrian)

    Insfrastruktur atau fasilitas pejalan kaki (pedestrian) sebagai fasilitas penunjang (konekting)

    pelayanan angkutan umum, kondisinya sangat memprihatinkan dimana; 3) Kontinuitas rendah,

    terjadinya Disfungsi PKL dan Belum ramah kaum Difable

  • 3) Shelter

    Kondisi dan kelayakan dari ruang tunggu (shelter) calon pengguna jasa Trans

    Pakuan belum seperti yg diharapkan dalam hal menjamin keamanan dan

    N O

    BANGUNAN

    JUMLAH SHELTER PADA KORIDOR

    I II III Jmlh

    1 PERMANEN ( Tertutup )

    0 15 1 32

    2 PERMANEN ( ) Terbuka

    16 0 1 32

    3 SEMI PERMANEN 11 0 0 11

    4 PORTABLE 13 32 1 46

    JUMLAH 40 47 2 89

  • 4) Sarana

    Keseluruhan armada yang beroperasi melayani 3 koridor adalah bus bantuan Ditjend.

    Perhubungan Darat pada tahun 2007 (10 bus) dan 2009 (20 bus) dengan kondisi saat ini

    memerlukan pembiayaan pemeliharaan dan perawatan yang tinggi. Dari Business Plan

    PD. Jasa Transportasi Kota Bogor sebagai operator bus Trans Pakuan belum Nampak

    akan melakukan peremajaan untuk peningkatan pelayanan, terlebih untuk

    pengembangan layanan (menambah koridor layanan).

    EKSTERIOR LAMA

    EKSTERIOR BARU

  • 5) Fasilitas Lalu Lintas

    Sebagai upaya menunjang

    kelancaran operasional

    angkutan umum massal

    BTS Trans Pakuan secara

    bertahap dibangun fasilitas

    lalu linta berupa; Area

    Traffic Control System

    (ATCS) di 4 simpang dan

    dimungkinkan terkoneksi

    dengan Bus Priority System

    di 30 bus Trans Pakuan,

    serta dibangun Public

    Transport Information

    System (PTIS) di Shelter

    Transit Cidangiang (tetapi

    belum optimal dalam

    operasionalnya).

  • c. Penumpang Terangkut BTS Trans Pakuan

    Meskipun belum mampu mengembangkan koridor layanan dan menambah jumlah bus untuk

    memenuhi permintaan jasa angkutan, dari 3 koridor pelayanan BTS Trans Pakuan setiap

    tahunnya menunjukkan peningkatan penumpang terangkut, dan secara signifikan tampak

    pada rata-rata penumpang terangkut Per-hari.

    REALISASI JUMLAH PENUMPANG BUS TRANS PAKUAN PER TAHUN

    2007 mulai Mei 2008 2009 2010 2011 2012

    2013 s/d Agustus

    Koridor - 1 410,368 824,472 1,087,154 982,676 917,871 1,296,106 784,228

    Koridor - 2 - - 15,388 11,881 2,380 21,615

    Koridor - 3 - - - 77,740 110,830 177,718 181,732

    Jml Pnp / Th 410,368 824,472 1,102,542 1,072,297 1,031,081 1,495,439 965,960

  • Sebagai arahan kebijakan pengembangan angkutan perkotaan yang berkelanjutan dilakukan

    melalui kebijakan reformasi angkutan umum baik Angkutan Kota maupun Angkutan

    Perkotaan AKDP, yang berkaitan dengan; Jaringan Trayek, Rasionalisasi Jumlah Kendaraan,

    Pembatasan Perpanjangan Izin, Perubahan Manajemen Angkutan Umum.

    Rasionalisasi jumlah kendaraan, khususnya pada Koridor BTS Trans Pakuan dilakukan:

    1. Penghapusan angkutan BEMO sebanyak 155 kendaraan dan saat ini tidak ada satupun yang beroperasi kembali.

    2. Realisasi Pencabutan Izin Usaha & Izin Trayek Angkutan Kota (ANGKOT) terhadap kendaraan yang tidak memperpanjang izinnya dan sebanyak 94 kendaraan.

    3. Pembatasan Usia Kendaraan dan Penghapusan Kendaraan ANGKOT.

    4. Pengalihan kendaraan ANGKOT dari trayek padat ke trayek lain &/atau trayek pengembangan.

    .

  • PENGHAPUSAN/ SCRAPPING KENDARAAN BEMO

  • 4. DELMAN DAN BECAK

    Keberadaan delman dan becak kerap dianggap sebagai salah satu penyebab kemacetan dan

    keruwetan lalu lintas. Tetapi sebagai sarana transportasi local yang tidak menggunakan

    bahan bakar minyak (BBM), alat transportasi tradisional ini masih diperlukan dan

    dimungkinkan untuk dikembangkan menjadi sarana angkutan wisata dan pada kawasan

    tertentu melalui pengaturan dan batasan-batasan yang dimungkinkan.

    -

    TANDJAKAN EMPANG TEMPO DOELOE (1872)

  • Becak sebagai alat transportasi non motorized, jika ditata dan pengemudinya memiliki

    kesadaran untuk tertib di jalan akan mendukungdan menunjang sistem transportasi

    perkotaan yang berkelanjutan (sustainable urban transport). Dan melalui Peraturan Walikota

    Bogor Nomor 15 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan Angkutan Becak di Kota Bogor,

    dilakukan Pengaturan Pembatasan Penertiban operasional becak.

  • 5. PENGEMBANGAN BAHAN BAKAR ALTERNATIF

    Sebagai upaya pembangunan

    berkelanjutan di tingkat

    pemerintah daerah (local

    government for sustainability) dan

    berkaitan dengan perubahan iklim

    (global warming), serta

    mendukung komitmen Pemerintah

    RI untuk mengurangi emisi gas

    buang kendaraan s/d 26 % pada

    Th. 2020 (Pidato Presiden RI di

    Chopenhagen), Pemerintah Kota

    Bogor menjadi bagian ICLEI (The

    International Council for Local

    Environmental Initiatives) melalui

    kebijakan menjadikan Bogor kota

    yang ramah lingkungan (Green City)

  • Penggunaan Bio Diesel Fuel (BDF) berupa campuran dari Minyak Jelantah selain menjadi bagian

    program Green City melalui pengurangan emisi gas buang kendaraan dari Bahan Bakar Minyak

    (BBM) adalah sebagai upaya menciptakan udara bersih (sehingga warga masyarakat akan

    lebih nyaman berada di luar rumah untuk berinteraksi). Selain hal tersebut, minimalisasi

    penggunaan minyak jelantah dimasyarakat adalah sebagai upaya pengurangan dampak

    lanjutan terhadap kesehatan masyarakat, karena minyak jelantah mengandung unsur

    carsinogen yang dapat menyebabkan penyakit kanker.

    Pada tanggal 13 November 2007 dilakukan launching penggunaan Bio Diesel Fuel (BDF)

    berupa campuran dari Minyak Jelantah dengan rata-rata campuran 20 % BDF dan secara

    signifikan setiap tahun penggunaannya terus mengalami peningkatan, meskipun dalam

    pengadaan dan pengepulan minyak jelantah mengalami kendala dan minimnya anggaran.