Upload
others
View
5
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
REDUKSI WASTE PADA PRODUKSI KACANG GARING DENGAN
PENDEKATAN LEAN SIX SIGMA
(STUDI KASUS: PT. DUA KELINCI PATI – JAWA TENGAH)
Aqil Azizi, Hari Supriyanto.
Jurusan Teknik Industri
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111
E-mail: [email protected], [email protected]
ABSTRAK Produk kacang garing merupakan salah satu produk dari PT. Dua Kelinci selain
kacang atom. Produk kacang garing sendiri memiliki tiga jenis produk diantaranya produk
eksport dks, produk dkk dan medium dky. Produk eksport dks adalah produk yang mempunyai
kualitas lebih bagus dibanding jenis produk yang lainnya tetapi dari data didapatkan produk
tersebut memiliki jumlah defect yang lebih banyak dibandingkan dengan jumlah produksi dan
jenis kualitas produk yang lainnya, sehingga perusahaan harus dapat meningkatkan atau
mempertahankan kualitas dari produknya agar dapat tetap bersaing di pasar, karena saat ini
banyak bermunculan perusahaan yang bergerak dibidang yang sama. Sehingga dalam
persaingan perusahaan harus memiliki harga yang murah dengan kualitas yang baik. Namun
pada kenyataannya kacang garing kualitas eksport dks yang dihasilkan ini masih banyak
mengalami defect, dimana defect yang sering terjadi adalah pada proses produksinya
ditemukan adanya ketidakstabilan proses mengakibatkan terjadinya cacat pada produk kacang
garing tersebut dengan CTQ (critical to quality) cacat diantaranya pecah, biji 2 kecil,
muda/cenos, biji 1, afal film, burik.
Berdasarkan fakta tersebut, maka perlu dilakukan penelitian ini yang bertujuan untuk
menganalisa dan melakukan peningkatan kualitas produksi kacang garing khususnya produk
eksport dks tesebut dengan pendekatan Lean Six Sigma dengan metode FMEA. Sehingga
diperoleh beberapa alternatif terbaik yang dapat menurunkan waste diantaranya kebijakan
membuat SOP baru dibagian gravity dan sortir untuk standar refraksi dan melakukan
pengecekan set up mesin gravity secara berkala juga yang menjadi fokus utama adalah
diberikan pelatihan kepada operator inspeksi di bagian packing dan sortir kacang sehingga
operator lebih teliti ketika melakukan inspeksi. Dengan alternatif tersebut disinyalir dapat
meningkatkan performansi, sehingga value dapat meningkat dibandingkan dengan value
kondisi perusahaan saat ini sehingga dapat menghemat biaya kegagalan yang terjadi.
Kata Kunci: Kualitas Produk, Waste, Defect, Lean Six Sigma.
ABSTRACK Crunchy peanut is one of PT Dua kelinci’s products beside coated peanut. Crunchy
peanut has three kinds of products such as dks export product, dkk product and dky medium.
Dks export product is product have better quality than kind of other but from the data of the
product has more defect than total production and the other kinds of quality product, that the
company must increase or maintain quality from the product to can compete the market,
because present have appear company that activation in the same area. So that, in this
competence company must have low price and good quality. Both in fact crunchy peanut
especially dks export product that produce still there are many defect, where the defect which
often happen is in production process is found there is instability process that make the defect
in crunchy peanut especially dks export with CTQ (critical to quality) defect such as broken
beans, two small seed beans, young/cenos bean, one seed bean, afal film, motled beans. Based
on the factual condition, some research should be done in order to analyze and improve the
2
product’s quality by mean of Lean Six Sigma approach and FMEA method to find out the
failure that might be happened during the process.
Finally we could obtain some of the best alternatives in reducing waste such as create
new policies (SOP) section for standard gravity and sorting checks refraction and gravity of
the machine set up at regular intervals is also the main focus is given to the operator training
inspection at the packing and sorting nuts so that the operator more carefully when conducting
inspection. Through implementing those alternatives, the business value of PT.Dua Kelinci will
be better than present condition. So the company will be able to reduce their failure cost.
Keyword : Product Quality, Waste, Defect, Lean six sigma.
1. Pendahuluan
Persaingan global saat ini membuat setiap
pelaku industri untuk berlomba-lomba
menyediakan produk yang berkulitas. Untuk
bisa bertahan industri dituntut untuk
memberikan pelayanan terbaik kepada
konsumen, dapat dilihat para pelaku industri
yang sukses dapat menjamin produk produknya
dalam keadaan prima.PT.Dua Kelinci sebagai
pelaku food industry tidak ketinggalan untuk
melakukan penjagaan terhadap mutu
produknya.Quality control telah menjadi
perhatian khusus seiring kemajuan perusahaan
yang sangat pesat, terutama permintaan ekspor
yang semakin meningkat.Dengan dimilikinya
standar ISO 9002 dan melakukan standar
HACCP sehingga PT Dua Kelinci harus
menjaga produknya dari segala macam kelalaian
dan kerusakan.
Kualitas merupakan keseluruhan
karakteristik dan keistimewaan dari suatu
produk atau jasa yang dihasilkan dari
kemampuan produk atau jasa untuk memuaskan
sebagian atau secara keseluruhan bebutuhan dari
konsumen.Konsumen sebagai pemakai produk
semakin kritis dalam memilih atau memakai
produk,keadaan ini mengakibatkan peranan
kualitas semakin penting.Bebagai macam
metode dikembangkan untuk mewujudkan suatu
kondisi yang ideal dalam sebuah proses
produksi,yaitu zero defect atau tanpa cacat.
Salah satu studi yang cukup
revolusioner adalah mengenai six sigma,yang
dilakukan dan dikembangkan oleh
Motorola.Studi ini dapat dikatakan cukup
berhasil ,meskipun belum mampu mewujudkan
kondisi zero defect,tetapi diharapkan mampu
menekan defect yang terjadi sampai 3,4 per satu
juta kesempatan.Dengan terciptanya kondisi
ideal tersebut dalam sebuah proses
produksi,maka defect yang terdapat pada proses
tersebut dapat ditekan,yang berarti keuntungan
bagi pihak perusahaan.
Produk Kacang garing merupakan salah
satu produk dari PT.Dua kelinci selain Kacang
atom tentunya.Produk kacang garing di PT Dua
kelinci memiliki 3 jenis produk diantaranya
produk eksport dks,produk eksport dkk dan
medium.Produk eksport dks adalah produk yang
mempunyai kualitas tinggi dibanding jenis
produk yang lainnya tetapi dari data didapatkan
produk tersebut memiliki jumlah defect yang
cukup banyak dibandingkan dengan jumlah
produksi dibandingkan dengan jenis kualitas
produk yang lainnya.Produk yang diamati untuk
produk kacang garing dks (luar negeri) pada
proses sortor baik sortir awal maupun final
masih banyak ditemukan cacat produk kacang
garing sehingga terdapat sejumlah produk yang
tidak bisa dikemas sesuai kualitas yang
diharapkan.Berdasarkan penelitian yang
dilakukan dengan bagian quality control
(QC),maka penelitian ini difokuskan pada
produk kacang garing DKS pada proses sortir
baik awal maupun final serta ditambahkan pada
proses pengemasannya.Hal ini dilakukan karena
berdasarkan informasi yang didapat di bagian
quality control bahwa pada waktu memproduksi
produk tersebut banyak mengalami
cacat.Disamping itu,produk kacang garing luar
negeri merupakan produk unggulan yang
pesanannnya cukup besar,yang apabila
dibandingkan dengan produk – produk lainnya
termasuk kategori critical.
Salah satu produk unggulan PT Dua
kelinci yaitu kacang garing khususnya kualitas
dks eksport. Produk ini juga diproduksi dengan
berbagai macam pengendalian kualitasnya ditiap
proses produksi,dimulai dengan pembelian
kacang hingga proses pengemasan dengan
standar quality control yang ketat sehingga
memberikan jaminan mutu yang dapat
dipertanggungjawabkan. Seperti dijelaskan
diatas masalah yang diangkat dalam proses
sortir final ini adalah proses sortir yang
dilakukan manual dilakukan pengendalian
3
kualitas dengan mengukur refraksi maksimal 8
% untuk sortir awal dan 3 % untuk sortir final,
sehingga jika melebihi maka akan dilakukan
sortir ulang.Namun tentunya konsep ini masih
meninggalkan berbagai permasalahan
diantaranya standar refraksi yang sering
melebihi batas hingga ketidakefisienan sistem
kerja pengendalian kualitas.Hal ini
menyebabkan terjadinya ketidaksesuian mutu
kacang seperti bugel,kulit kotor,biji 3, pecah,
burik, bolong, biji 1 & biji 2 kecil yang tidak
seharusnya ada dalam produk kacang garing
kualitas luar negeri masih masuk.Sehingga
terdapat keluhan dari konsumen untuk produk
ekspor atau luar negeri juga dalam proses
packing atau pengemasan masih didapati
masalah berupa terjadinya afal film (kerusakan
pada kemasan) dan afal dos,terjadinya afal film
ini seharusnya bisa diminimalisir karena akan
memperlambat proses produksi dan akan
menimbulkan biaya atas afal film tersebut,jenis
cacat pada proses pengemasan diantaranya pada
penampilan kemasan, massa, kecembungan,
kebocoran yang ada pada kemasan.
Disinyalir penyebab terjadinya waste
ini adalah inefisiensi dan inefektif pada proses
produksi. Akibatnya dapat terjadi kekurangan
atau kelebihan pada prosesnya produksinya serta
sering terjadi kegagalan dalam proses packaging
serta waktu produksi menjadi lebih lama.Waste
yang terjadi menyebabkan menurunnya kualitas
produk yang dihasilkan. Akibat banyaknya biaya
yang muncul diakibatkan defect yang terjadi.
Sistem pengendalian kualitas perlu dilakukan
oleh PT. Dua kelinci pada proses produksinya
mulai dari bahan baku diterima sampai produk
jadi ke tangan user, hal ini merupakan faktor
kunci kesuksesan atau keberhasilan dalam
berbisnis.Sehingga dengan pendekatan Lean,
ditujukan agar dapat mengetahui waste yang
disinyalir dapat meningkatkan biaya produksi.
Sedangkan pendekatan six sigma dengan
menggunakan metode FMEA dapat melakukan
improve atau perbaikan untuk mengurangi defect
yang terjadi pada produk. Maka penelitian kali
ini mencoba melakukan pengurangan waste pada
proses sortir produk kacang garing dks luar
negeri dengan pendekatan lean six sigma
menggunakan metode FMEA.
Permasalahan yang akan dibahas pada
tugas akhir ini adalah “Bagaimana Melakukan
pengurangan waste pada produksi kacang garing
dks dengan pendekatan Lean six Sigma?”
Tujuan yang ingin dicapai dalam
penelitian tugas akhir ini adalah :
1. 1.Mengidentifikasi waste yang terjadi pada
proses produksi kacang garing PT.Dua
Kelinci;
2.Mengidentifikasi waste yang paling sering
terjadi dan berpengaruh terhadap kualitas
produk;
3.Mengidentifikasi penyebab terjadinya waste
dan memberikan solusi terhadap waste yang
paling berpengaruh terhadap kualitas produk;
4.Memberikan rekomendasi perbaikan yang
bertujuan untuk mengurangi waste pada
produksi kacang garing di PT.Dua Kelinci
Batasan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah:
1.Objek penelitian dilakukan pada produk
kacang garing dks (luar negeri).
2.Data yang digunakan adalah data sekunder
bulan Februari – Juli 2011
3.Penelitian ini dimulai dari define, measure,
analyze, improve tanpa melakukan control.
4.Waste yang diteliti adalah 8 waste antara lain
defect, waiting, over inventory, over process,
over production, transportation, underutilized
people and unnecessary motion.
Asumsi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Proses produksi berjalan
dalam kondisi standar dan tidak mengalami
perubahan selama dilakukan penelitian serta
kebijakan perusahaan selama dilakukannya
penelitian ini tidak mengalami perubahan secara
signifikan.
2. Metodologi Penelitian
Secara umum terdapat empat tahapan
dalam penelitian ini yaitu tahap identifikasi
permasalahan, tahap pengumpulan dan
pengolahan data, tahap analisa data dan tahap
kesimpulan.
Tahap Identifikasi Permasalahan
menjelaskan tentang tahapan dalam
mengidentifikasi permasalahan yang ada dalam
perusahaan dan kerangka umum penyelesaian
masalahnya.
Tahap Pengumpulan dan Pengolahan Data
menjelaskan tahapan pengumpulan dan
pengolahan data dari permasalahan yang ada
dalam perusahaan. Untuk pengumpulan dan
pengolahan data menggunakan pendekatan
metodologi Six Sigma yaitu fase pertama Define
dan fase Measure. Dimana pada fase Define
dilakukan pendefinisian dan pendeskripsian
4
waste pada kacang kualitas dks, serta
mengumpulkan data-data yang dibutuhkan dan
melakukan identifikasi permasalahan mengenai
waste pada kacang kualitas dks. Sedangkan fase
measure dilakukan pengukuran Identifikasi
waste yang paling berpengaruh terhadap kualitas
produk, berdasarkan eksplorasi 8 waste yang
terjadi pada proses produksi dari hasil kuisioner
dan juga pengamatan di lapangan. Mengukur
kapabilitas proses produksi kacang garing di
PT.Dua Kelinci saat ini yang nantinya akan
dijadikan acuan perbaikan.
Pada Tahap Analisa dan Peningkatan
menjelaskan tentang tahapan analisa dan
peningkatan dari pendefinisian dan pengukuran
permasalahan yang ada di dalam perusahaan
menyangkut penyebab dari waste tersebut dan
Analisa pengukuran kapabilitas proses saat ini,
dilakukan sabagai acuan/dasar untuk melakukan
perbaikan dan peningkatan kinerja/performansi.
Dalam tahap ini digunakan pendekatan
metodologi Six Sigma yaitu fase ketiga Analyze
dan fase Improve sedangkan fase kelima tidak
digunakan karena keterbatasan waktu. Dimana
pada fase Analyze dilakukan pendefinisian
sumber-sumber dan akar penyebab masalah dari
setiap waste dan sub waste yang kritis dalam
keseluruhan item dalam kategori Hasil-hasil
Bisnis. Sedangkan pada tahap Improve dilakukan
untuk mengenerate, menyeleksi dan
mengimplementasikan solusi. Selain itu juga
bertujuan untuk mengembangkan dan
mengimplementasikan perbaikan untuk
meningkatkan performansi, dengan melakukan
alternatif perbaikan yang berupa suatu
eksperimen.
Pada tahap kesimpulan dilakukan
penarikan kesimpulan dari penelitian yang
dilakukan.
3. Pengumpulan dan Pengolahan Data
Pada tahap ini akan dijelaskan tentang
tahapan pengumpulan dan pengolahan data dari
permasalahan yang ada pada proses produksi
kacang dks PT. Dua Kelinci.
3.1 Define
Pada unit produksi kacang terdapat
beberapa tahapan pemrosesan kacang garing
diantaranya adalah proses-proses sebagai
berikut:
1. Aliran fisik dimulai dengan adanya forecaste
demand perhari, maka permintaan bahan baku
kepada supplier dilakukan. Lama kira-kira
penerimaan bahan baku dari supplier 1
minggu.
2. Setelah 1 minggu bahan baku telah dikirim
kepada perusahaan. Dan perusahaanpun
melakukan proses produksi. Bahan baku
yang telah diterima dilakukan inspeksi
terlebih dahulu, setelah itu bahan baku
dibongkar dari kendaraan,setelah itu
dilakukan penimbangan kacang dan
kendaraan,setelah itu kendaraan ditimbang
kembali sehingga diketahui berat kacang
tanah dari margin pengurangan tersebut.
3. Bahan baku yang telah dimasukkan
kemudian akan dilakukan proses cleaning
baik cleaning kering maupun cleaning
basah yaitu dengan pemisahan dan
penyemprotan kacang dari tanah dan
kotoran yang selanjutnya dilakukan proses
pembersihan (washing) kacang itu sendiri.
4. Selanjutnya dilakukan proses pemasakan
(cooking) dengan mengambil sampel dari
kacang untuk diukur kadar garam dengan
alat refractometer maupun diukur PH nya
untuk mengetahui keasinan dan keasaman
dari kacang.Setelah dilakukan pemasakan
maka dilakukan pengeringan(drying),drying
menggunakan indikator utama kadar air
Pengecekan kadar air dengan alat moisture
analyzer dilakukan tiap proses sirkulasi.
Proses sirkulasi sendiri dilakukan agar
kekeringan kacang merata.
5. Proses selanjutnya dilakukan proses
pengayakan,Dari proses Drying kemudian
dialirkan lagi ke mesin ayak yang berfungsi
untuk memisahkan Material kacang tanah
dengan jembros ( kacang muda kecil,
serabut, dan akar).Waste dari proses ini
digunakan untuk pakan ternak. Setelah
melewati proses ini akan masuk ke dalam
mesin gravity dengan belt conveyor.
6. Proses selanjutnya adalah proses Gravity
yang bertujuan untuk mengklasifikasikan
kacang tanah menjadi kualitas
tertentu,Kacang akan melalui tiga tahap
ayak dan diklasifikasikan menjadi tiga
corong. Corong pertama akan mengalirkan /
memisahkan kacang kualitas terbaik
(dks),corong kedua untuk kualitas dky
(middle), dan corong ketiga untuk kacang
kualitas medium.
7. selanjutnya dilakukan sortir awal yaitu
dilakukan proses penyortiran dari kacang
dengan dilakukan proses pemilahan sampel
kacang yang dinilai buruk dan dilakukan
5
pengukuran nilai refraksi dengan standar
yang ditetapkan sebesar 8% dan pengecekan
nilai refraksi berdasarkan hasil sampel
pilahan.
8. Setelah dari proses sortir awal maka
selanjutnya akan dilakukan proses
pengovenan,dilakukan proses pengukuran
kadar air diproses pengovenan.Hal yang di
cek dalam proses ini meliputi diantaranya
kadar air, kematangan,rasa,aroma dan kadar
minyak.
9. selanjutnya dilakukan sortir final yaitu
dilakukan proses penyortiran final (terakhir)
sebelum masuk packing.Proses penyortiran
dari kacang dengan dilakukan dengan proses
pemilahan sampel kacang yang dinilai buruk
dan dilakukan pengukuran nilai refraksi
dengan standar 3% dan pengecekan nilai
refraksi berdasarkan hasil sampel pilahan.
10. Selanjutnya proses terakhir adalah Proses
packing meliputi proses penimbangan,
pengemasan dalam Ball dan Kardus.Sebelum
kacang masuk dalam proses packing, kacang
sortir final ditampung terlebih dahulu dalam
sekbin dan dialirkan ke dalam mesin packing
otomatis.Perusahaan memiliki 62 mesin
packing untuk produk lokal dan 8 buah untuk
produk ekspor. Setelah kacang dikemas
kemudian kemasan tersebut dibungkus ke
dalam Ball atau kardus.Pengendalian kualitas
pada proses packing meliputi pengendalian
massa produk setelah dipacking, tampilan
kemasan, kebocoran dan kecembungan
kemasan.
Berdasarkan hasil brainstrorming dan
pengamatan terhadap proses pada proses
produksi kacang garing, maka dapat
diidentifikasi waste (pemborosan) yang terjadi
pada unit kacang garing yang terbagi ke dalam
8 jenis waste yaitu:
1. Overproduction
Proses produksi yang berlebihan dapat
menyebabkan produk yang dihasilkan
melebihi permintaan, meskipun tidak terlalu
besar.
2. Defects
Cacat yang terjadi pada proses produksi
kacang garing dks di PT.Dua Kelinci,
meliputi masalah kualitas produk sebagai
berikut :
Pada produk kacang
1. Pecah
2. Bolong
3. Burik
4. Bujel
5. Muda/cenos
6. Biji 1
7. Biji 2 kecil
8. Biji 3 panjang
9. Kulit kotor/busam
10. Kulit
Pada pembungkus kacang
1. Afal film
2. Afal Dos
3. Unnecessary inventory
Terjadi inventory yang berlebih, hal ini
biasa diakibatkan karena :
1. Produksi yang terlalu banyak
2. Berkurangnya permintaan yang
mendadak
4. Inappropriate processing
Sering kali terjadi kesalahan dalam
penggunaan peralatan, adanya proses yang
berlebihan padahal tidak dibutuhkan.
5. Excessive transportation
Biasa terjadi kesalahan dalam pergerakan
beberapa orang saat proses produksi
sehingga dapat menyebabkan pemborosan
6. Waiting
Sering terjadi rework karena sering
terjadi pembungkus bocor.
Keterlambatan pada proses pengemasan
7. Unnecessary motion
Dapat diartikan sebagai pergerakan staf atau
pegawai proses produksi unit 2 yang tidak
produktif (berpindah, mencari dan berjalan).
Aktivitas yang tergolong unnecessary
motion antara lain :
Pegawai melakukan aktivitas yang tidak
produktif pada waktu jam kerja seperti
bersenda gurau, mondar-mandir,
berjalan-jalan di area kerja tanpa tujuan.
Pegawai meninggalkan pekerjaannya
pada saat jam kerja.
8. Underutilized People
Beberapa pegawai yang telah jenuh dan
tenaga yang mereka miliki telah habis dapat
mengurangi tingkat produktifitas mereka,
maka utilitas pegawai tidak memenuhi
target.
3.2 Measure
Pada tahap ini dilakukan pengukuran
waste yang paling sering terjadi dan
berpengaruh terhadap kualitas proses produksi
garam berdasarkan hasil penyebaran kuisoner.
6
Setelah itu dilakukan pengukuran kapabilitas
proses produksi untuk objek amatan produk
kacang garing berdasarkan waste yang paling
sering terjadi.
Identifikasi waste yang paling berpengaruh pada
proses produksi kacang garing menurut konsep
lean dilakukan dengan penyebaran kuisioner.
Kuisioner dilakukan untuk mengetahui tingkat
keseringan waste terjadi pada proses produksi
kacang garing. Dengan menggunakan metode
BORDA yaitu dengan memberikan peringkat
untuk masing-masing jenis waste serta
mengalikkannya dengan bobot yang telah sesuai
yaitu peringkat 1 mempunyai bobot tertinggi
yaitu ( n – 1 ) demikian seterusnya. Dimana
waste yang mempunyai nilai tertinggi adalah
waste yang sering terjadi pada proses produksi
kacang garing . Berikut ini merupakan rekap
hasil kuisioner untuk mengetahui waste yang
paling sering terjadi pada proses produksi
kacang garing. Berdasarkan hasil kuisioner di
atas maka dapat diketahui urutan keseringan
waste yang terjadi pada proses produksi kacang
garing pada tabel 1 seperti berikut :
Tabel 1 Urutan Waste Proses produksi kacang
garing
Setelah dilakukan pengolahan untuk
mengetahui tingkat keseringan jenis waste yang
terjadi pada proses produksi kacang garing .
Langkah selanjutnya adalah menentukan bobot
tiap waste yang terjadi untuk mengetahui waste
yang dianggap berpengaruh terhadap penyebab
kegagalan yang terjadi. Hal ini dilakukan
dengan menanyakan kepada pemilik
perusahaan.
Berdasarkan hasil di atas maka
defect,unnecesarry inventory dan over
production merupakan jenis waste yang paling
sering terjadi dan berpengaruh pada proses
produksi Kacang garing di PT.Dua Kelinci.
Oleh karena itu, peningkatan kualitas proses
produksi kacang garing dilakukan dengan
mereduksi waste tersebut.
Selanjutnya identifikasi CTQ proses
produksi kacang garing dari bulan februari
sampai dengan juli untuk menentukan CTQ
potensial yang terjadi berikut contoh identifikasi
CTQ proses produksi kacang garing di bulan
Februari
Gambar 1 Diagram Pareto jenis defect Bulan
Februari 2011
Sehingga CTQ (critical to quality)
produksi kacang garing dks pada bulan Februari
2011 terdiri dari 6 yaitu:
Afal film
Pecah
Biji 2 kecil
Biji1
Burik
Muda/cenos
Berdasarkan CTQ (critical to quality)
yang telah diidentifikasi sebelumnya,maka
langkah selanjutnya adalah pengukuran
kapabilitas proses berdasarkan CTQ pada ke
tiga waste yang terjadi per bulan dari bulan
Februari-Juli 2011. Berikut adalah contoh
pengukuran kapabilitas proses produksi
berdasarkan CTQ (critical to quality) untuk
setiap waste :
Tabel 2 Perhitungan kapabilitas proses bulan
Februari berdasarkan CTQ Defect
7
Langkah Tindakan Persamaan Hasil
1 Proses apa yang ingin diketahui?Produk kacang garing
2 Berapa jumlah Produksi kacang
garing yang di inspeksi? 335863
3 Berapa jumlah produk kacang garing
yang defect ? 202861
4 Tingkat kegagalan berdasar langkah
3
Langkah 3/langkah 20.60399925
5 Banyaknya CTQ potensial6
6 Peluang tingkat kegagalan per
karakteristik CTQ
Langkah 4/langkah 50.100666542
7 Kemungkinan gagal per sejuta
kemungkinan
Langkah 6 * 1000000100666.5416
8 Konversi DPMO ke nilai sigma 2.78
Jadi, kapabilitas proses produksi kacang garing
dks bulan Februari 2011 adalah 2.78 sigma
Gambar 2 kapabilitas proses berdasarkan CTQ
defect ,over production dan over inventory
Terlihat pada perhitungan kapabilitas
proses untuk proses produksi kacang garing
berdasarkan CTQ defect,over inventory & over
production mengalami penurunan untuk 3 bulan
.
4. Analisa dan Peningkatan
Pada bab ini dilakukan analisa terhadap waste
dan penyebabnya. Selanjutnya dilakukan
penentuan prioritas perbaikan berdasarkan RCA
dan FMEA kemudian dilakukan improve untuk
meminimasi waste.
4.1 Analyze
Setelah kita mengetahui waste-waste
kritis yang akan menjadi obyek penelitian maka
langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi
faktor-faktor penyebab waste kritis tersebut
dimana untuk mengidentifikasinya dilakukan
dengan menggunakan RCA dan FMEA.
RCA atau dapat dikatakan 5 Why ini
digunakan untuk mengidentifikasi akar-akar
penyebab permasalahan dari setiap sub waste
baik subwaste dari waste defect maupun waste
over inventory & over production. Sedangkan
FMEA digunakan untuk mengidentifikasi akar
penyebab yang kritis atau memiliki nilai RPN
tertinggi. Pembuatan RCA maupun FMEA
a. Root Cause Analyze (RCA)
RCA adalah suatu metode untuk mencari
akar penyebab dari permasalahan yang
terjadi. Untuk mencari akar permaslahan
ini digunakan metode 5 Why. Secara
umum, RCA terbagi menjadi dua jenis
yaitu RCA pada waste defect dan RCA
pada waste over inventory & over
production. Dimana pada waste defect
terbagi kedalam subwaste defect yang
terdiri dari afal film, pecah, burik, biji 1,
biji 2 kecil, muda/cenos.
a.1. RCA waste defect
Untuk mencari akar penyebab masalah
pada waste defect, maka pencarian akar
penyebab dibagi menjadi dua sesuai
dengan banyaknya subwaste defect yang
ada. Dimana Rekap akhir RCA untuk
subwaste Defect adalah seperti terlihat pada
tabel 3.
8
Tabel 3. Rekap Akhir RCA Sub Waste Defect Waste sub waste Why 4
operator tidak hati-hati
permintaan yang kurang dan jumlah
permintaan yang tidak stabil
tidak adanya belt conveyor dari proses
gravity ke
proses penyortiran
kurangnya operator melakukan set up
mesin gravity
Operator kurang teliti dalam
pengecekan sampel bahan baku kacang
kurang operator melakukan set up
mesin gravity
kurangnya operator melakukan set up
mesin gravity
Operator kurang hati - hati dalam
penyortiran
kurangnya operator melakukan set up
mesin gravity
Operator kurang hati - hati dalam
penyortiran
Operator kurang hati - hati dalam
penyortiran
Operator kurang hati - hati dalam
penyortiran
Operator kurang hati - hati dalam
penyortiran
Defect
Afal film
pecah
Burik
Biji 1
biji 2 kecil
Muda/cenos
a.2. RCA waste over inventory & over
roduction
Untuk mencari akar penyebab masalah
pada waste over inventory & over
production, maka pencarian akar penyebab
dibagi menjadi tiga sesuai dengan
banyaknya subwaste over inventory & over
production yang kritis. Dimana Rekap
akhir RCA untuk subwaste waiting adalah
seperti terlihat pada tabel 4.
Tabel 4. Rekap Akhir RCA Sub Waste over inventory
& over production
b. Failure Mode Effect Analyze (FMEA)
Secara umum, FMEA terbagi menjadi dua
jenis yaitu FMEA pada waste defect dan
FMEA pada waste over inventory & over
production. Dimana pada waste defect
terbagi kedalam subwaste defect yang
terdiri dari afal film, pecah, burik, biji 1,
biji 2 kecil, muda/cenos.
b.1. FMEA waste Defect
Setelah memperoleh informasi yang
dibutuhkan untuk membentuk FMEA dari
RCA yaitu Potential Failure Mode,
Potential Cause dan Current Process
Control. Sementara itu nilai severity,
occurrence dan detection diperoleh dengan
cara brainstorming dengan pihak
manajemen perusahaan, dengan begitu nilai
RPN (Risk Priority Number) dapat
diketahui. Besarnya nilai RPN
mengindikasikan permasalahan pada
potential failure mode tersebut, semakin
besar nilai RPN maka menunjukkan
semakin bermasalah dan memerlukan
perhatian yang lebih. Pada tabel 5
merupakan potential failure mode dari
waste defect yang memiliki nilai RPN
tertinggi, yang dianggap sebagai
permasalahan utama dari tiap waste.
Tabel 5. FMEA dengan RPN tertinggi pada waste
defect
Dari tabel 5 dapat dilihat bahwa penyebab
kritis atau yang memiliki nilai RPN
tertinggi pada sub waste afal film , pecah
dan muda/cenos adalah disebabkan karena
ke kurang hati-hatian operator dalam
pengoperasian mesin,set up mesin gravity
yang kurang dan dan operator kurang hati-
hati dalam penyortiran kacang. Sehingga
nantinya untuk melakukan improve
Waste sub waste why 4
Waste sub waste why 4
kurangnya
pemasaran
over productionjumlah produksi kacang
yang berlebih
kurangnya
pemasaran
over inventoryTerlalu produk lama
disimpan
9
diutamakan menyelesaikan permasalahan
yang disebabkan oleh ketiga penyebab
tersebut.
b.2. FMEA waste over inventory & over
production
Setelah memperoleh informasi yang
dibutuhkan untuk membentuk FMEA dari
RCA yaitu Potential Failure Mode,
Potential Cause dan Current Process
Control. Sementara itu nilai severity,
occurrence dan detection diperoleh dengan
cara brainstorming dengan pihak
manajemen perusahaan, dengan begitu nilai
RPN (Risk Priority Number) dapat
diketahui. Besarnya nilai RPN
mengindikasikan permasalahan pada
potential failure mode tersebut, semakin
besar nilai RPN maka menunjukkan
semakin bermasalah dan memerlukan
perhatian yang lebih. Pada tabel 7
merupakan potential failure mode dari
waste over inventory & over production
yang memiliki nilai RPN tertinggi, yang
dianggap sebagai permasalahan utama dari
tiap waste.
Tabel 6. FMEA dengan RPN tertinggi pada waste
over inventory & over production
Dari tabel 7 dapat dilihat bahwa penyebab
kritis atau yang memiliki nilai RPN
tertinggi pada sub waste over invetory &
over production adalah permintaan yang
kurang dan tidak stabil . Hal ini sama
dengan prioritas perbaikan pada subwaste
over invetory & over production efect MC
dan temp. Untuk memperbaiki sub waste
ini maka prioritas perbaikan tertuju pada
peningkatan pemasaran.
Pada FMEA dapat diketahui efek yang
kritis dengan melihat nilai RPN yang tertinggi
sehingga dapat diambil beberapa alternatif
solusi dari setiap efek tersebut seperti terlihat
pada tabel 7
Tabel 7. Daftar Usulan Alternatif Improvement
4.2 Improve
Tahap ini merupakan sekumpulan
aktivitas untuk mengenerate, menyeleksi dan
mengimplementasikan solusi. Selain itu juga
bertujuan untuk mengembangkan dan
mengimplementasikan perbaikan untuk
meningkatkan performansi, dengan melakukan
alternatif perbaikan yang berupa suatu
eksperimen.
Untuk mengetahui tingkat performansi
yang dihasilkan oleh setiap alternatif maka
dilakukan pengukuran performansi dengan
brainstorming dengan pihak manajemen PT.
Dua Kelinci untuk mengukur perbandingan
antara performansi sekarang dan performansi
hasil improvement. Penentuan kriteria di tujukan
untuk mengetahui keinginan internal pihak
perusahaan. Kriteria tersebut untuk
membedakan performansi tiap alternatif usulan
perbaikan, dimana kriteria tersebut menyakup
semua jenis perbaikan yang diusulkan. Maka
ditetapkan kriteria yang tepat dalam membantu
melakukan pemilihan usulan perbaikan yang
terbaik sebagai berikut :
Pengurangan Defect
Peningkatan kapasitas produksi
Setelah memperoleh kombinasi
perbaikan yang mungkin dilakukan, maka dalam
menentukan kombinasi perbaikan yang terbaik
dapat dilakukan dengan menentukan nilai
performansi dan biaya untuk memperoleh value
serta membandingkan dengan value kondisi
perusahaan saat ini. Sehingga usulan perbaikan
akan diterima jika value yang dihasilkan
10
melebihi value kondisi perusahaan saat ini.
Performansi dan biaya didapatkan melalui
brainstorming dengan para ahli di
perusahaan.Dimana pengolahan performansi
serta biaya yang dikeluarkan dapat Diuraikan di
lampiran III, dimana untuk alternatif 0 dengan
total biaya Rp.374.999.600 dengan rincian
jumlah rata-rata defect kacang dks/bulan yaitu
110294 kg x harga 1 kg kacang basah dengan
harga 1 kg kacang basah Rp.3400 sedangkan
alternatif 1 dengan total biaya Rp.19.000.000
dengan rincian terdapat 6 mesin packing eksport
dengan terdapat jumlah shift ada 3 shift dengan
6 orang operator/shift sehingga berjumlah 108
orang peserta dengan asumsi biaya konsumsi
peserta Rp 5.000 per peserta sedangkan untuk
biaya trainer ada 2 trainer untuk masing-masing
shift dengan jumlah shift ada 3 dengan biaya
Rp.3.000.000 untuk 1 trainer/shift. Sedangkan
untuk alternatif 2 dengan asumsi total biaya
Rp.7.000.000 untuk biaya penerapan kebijakan
SOP baru,sedangkan alternatif 3 dengan biaya
Rp.75.000.000 didapat dengan perincian
terdapat 10 orang pekerja sortir dalam satu bed
conveyor dan didalam proses penyortiran
terdapat 30 bed sehingga 1 shift terdapat 300
orang untuk 3 shift maka berjumlah 900 orang
dengan asumsi biaya konsumsi peserta Rp.5.000
per peserta sedangkan untuk biaya trainer ada 4
trainer untuk masing-masing shift dengan
jumlah shift ada 3 dengan biaya Rp.2.500.000
untuk 1 trainer/shift. Setelah dilakukan
pengolahan data kuisioner,maka value yang
diperoleh untuk masing-masing kombinasi
usulan perbaikan sebagai berikut:
Tabel 8 perhitungan value
Setelah diperoleh hasil diatas maka
terdapat 3 kombinasi perbaikan yang
terbaik.Dimana kombinasi usulan terbaik
pertama adalah alternatif 1,3 yaitu dengan
pelatihan operator di bagian packing dan
Pelatihan kepekaan quality management (quality
control) kepada pekerja sortir.Usulan terbaik
kedua adalah alternatif 1 saja yaitu pelatihan
operator di bagian packing saja.Usulan terbaik
ketiga adalah pemilihan kombinasi alternatif 2,3
yaitu arah kebijakan perusahaan untuk membuat
SOP baru di bagian gravity dan sortir dan
pelatihan quality control kepada pekerja sortir di
bagian sortir dan 3 yaitu Pelatihan kepekaan
quality management (quality control) kepada
pekerja sortir saja. Pada alternatif yang lain
tidak diterima bisa jadi dikarenakan performa
yang tidak meningkat dalam artian terjadi trade
off pada beberapa kriteria sebagai contoh
alternatif 1,2,3 yaitu penerapan semua alternatif
dimana value yang ada tidak mengalami
perubahan yg signifikan dengan cost yang
cenderung besar,berdasarkan olah hasil kuisoner
terjadi pengurangan defect namun kecepatan
produksi tidak terlalu meningkat secara
signifikan, karena pada alternatif yang lain yang
menggunakan kombinasi alternatif 2 perusahaan
belum ada arah kebijakan untuk membangun
atau menerapkan SOP atau standar yang baru
karena mungkin banyak pertimbangan dan
sosialisasi yang perlu dilakukan lagi.
5. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diberikan pada
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.Berdasarkan identifikasi waste yang terjadi
pada proses produksi kacang garing
dks.Terdapat 8 waste yang terjadi di PT.Dua
kelinci yaitu defect, waiting, over production
unnecessary inventory, unnecesarry
motion,excessive transportation,inappropriate
processing & under utilized people.
2. Berdasarkan hasil kuisoner identifikasi waste
yang paling sering terjadi pada proses
produksi kacang garing dks PT.Dua kelinci
adalah defect.
3.Defect yang terjadi antara lain afal
film,bugel,kulit
kotor,biji3,pecah,burik,bolong,biji1,biji2
kecil,afal dos
4. Berdasarkan RCA (root cause analyze)
penyebab terjadinya masing-masing waste
adalah :
Defect :
A.Afal film penyebab utama adalah ketidak
hati-hatian operator dalam pemasangan dan
pengoperasian film seperti pemasangan ball
film,kesalahan mensetting suhu suhu
cleam,long dan end seam,kesalahan
mensetting letak sensor dan kesalahan
mensetting volume gas nitrogen selain dari
11
kerusakan yang ada pada supplier waktu
pemesanan.
B.Cacat pecah disebabkan antara lain adanya
jumlah permintaan yang kurang dan tidak
stabil yang menyebabkan kacang banyak
dipenampung selo/sekbin yang menyebabkan
kacang mudah rapuh dan tipis yang
menyebabkan kacang akan mudah pecah jika
terkena material handling yang ada selain
menurut kami tidak adanya belt conveyor dari
proses gravity menuju proses sortir juga
menjadi penyebab dari banyaknya kacang
pecah saat material handling selain ketidak
telitian dan kehati-hatian operator saat proses
penyortiran.
C.Cacat burik disebabkan antara lain
kurangnya set up dari mesin gravity didalam
proses pengelompokan kacang berdasarkan
kualitasnya sehingga kacang dengan kualitas
jelek ikut masuk dalam corong dengan
kualitas yang baik(ke-3 dari mesin
gravity),selain itu kurang telitian dari
pengecekan sampel bahan baku kacang saat
penerimaan bahan baku kacang juga
mempengaruhinya selain dari kurang teliti dan
kehati-hatian operator saat proses penyortiran.
D. Cacat biji1,biji2 kecil, dan muda/cenos
disebabkan proses gravity yang kurang bagus
didalam pengelompokan jenis kacang selain
dari kekurangtelitian dan ke hati-hatian
operator didalam proses penyortiran.
3. Nilai sigma untuk kondisi perusahaan saat ini
untuk tiap waste bulan februari 2011 yaitu
defect dengan nilai sigma 2,78,unnecesarry
inventory dengan nilai sigma 2 dan over
production dengan nilai sigma 1,88. dri hasil
tersebut maka ketiga waste perlu dilakukan
improvement.
4. Berdasarkan hasil perhitungan baik pada
pengukuran performansi alternatif dan
pengukuran biaya dan value didapatkan
bahwa kombinasi dari ketiga alternatif
perbaikan merupakan rekomendasi yang
terbaik.
Berdasarkan perhitungan didapatkan
usulan perbaikan untuk mereduksi waste yang
menjadi fokus utama adalah:
Kebijakan membuat SOP baru dibagain
gravity dan sortir untuk standar refraksi
dan set up mesin gravity secara berkala.
Pelatihan pada operator inspeksi akan
membawa efek yang baik untuk
meningkatkan skill dan kepekaan
terhadap sortir kualitas kacang maupun
packaging di pembungkus kacang yang
dihasilkan sehingga operator lebih teliti
ketika melakukan inspeksi.
6. Daftar Pustaka
Bagus Satrio, Bintang (2006), Pengurangan
waste pada Produksi Garam dengan
Pendekatan Lean Six Sigma Menggunakan
Metode FMEA PT. Susanti Megah Surabaya.
Surabaya : Tugas Akhir JurusanTeknik
Industri, Institut Teknologi Sepuluh
November
Gaspersz, Vincent. (2007), Lean Six Sigma for
Manufacturing and Service Industries. Jakarta
: PT Gramedia Pustaka Utama
Gaspersz, Vincent. (2002), Pedoman
Implementasi Program Six Sigma Terintegrasi
Dengan ISO 9001:2000, MBNQA, dan
HACCP. Jakarta : PT Gramedia Pustaka
Utama
Hines, Peter, and Taylor, David. (2000), “Going
Lean”. Proceeding of Lean Enterprise
Research Centre Cardiff Business School, UK
Hines, Peter and Rich, Nick (1997), The Seven
Value Stream Mapping Tools. Lean
Enterprises Research Center, Cardiff Business
School, Cardiff, UK. International Journal Of
Operation And Production Management. Vol.
1, No. 1, pp. 46-04.
Pande, Peter S, Neuman Robert P, and Roland
R.Cavanagh (2002), The Six Sigma Way :
TeamFieldbook, an Implementation Guide for
Process Improvement. McGraw-Hill
Pujawan, I Nyoman, (2005), Supply Chain
Management. Surabaya : Penerbit Guna
Widya
Rizal Basuki, Muhammad . (2007), Evaluasi dan
perbaikan proses produksi genteng beton
dengan pendekatan Lean Six sigma di plat
beton ringan (Studi Kasus : PT Varia Usaha
Beton). Waru-Surabaya : Tugas Akhir Jurusan
Teknik Industri, Institut Teknologi Sepuluh
Nopember
Taylor, D. and Brunt, D. (2001).Manufacturing
Operations and Supply Chain Management :
The Lean Approach. High Holborn, London :
Thomson Learning.
12