18
INDIKASI PEMBERIAN OBAT ANTIPSIKOSIS I. Pendahuluan Berbagai agen yang digunakan untuk menerapi gangguan psikiatrik disebut dengan tiga istilah umum yang dapat saling menggantikan : obat psikotropik, obat psikoaktif, dan obat psikoterapeutik. Dahulu, agen-agen tersebut dibagi menjadi empat kategori : (1) obat antipsikotik atau neuroleptik, digunakan untuk menerapi psikosis; (2) obat antidepresan, digunakan untuk menerapi depresi; (3) obat antimaniak atau penstabil mood; dan (4) obat antiansietas atau ansiolitik yang digunakan untuk menerapi ansietas. Meskipun demikian, pembagian ini sekarang kurang sah daripada di masa lalu karena banyak obat dari satu golongan digunakan untuk menerapi gangguan yang sebelumnya diterapi dengan golongan obat lainnya. 1 Antipsikosis bermanfaat pada terapi psikosis akut maupun kronik suatu gangguan jiwa yang berat. Ciri terpenting antipsikosis ialah : (1) berefek antipsikosis, yaitu berguna mengatasi agresivitas, hiperaktivitas, dan labilitas emosional pada pasien psikosis; (2) dosis besar tidak menyebabkan koma dalam 1

refarat jiwa

  • Upload
    feeboo

  • View
    35

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: refarat jiwa

INDIKASI PEMBERIAN OBAT ANTIPSIKOSIS

I. Pendahuluan

Berbagai agen yang digunakan untuk menerapi gangguan

psikiatrik disebut dengan tiga istilah umum yang dapat saling

menggantikan : obat psikotropik, obat psikoaktif, dan obat

psikoterapeutik. Dahulu, agen-agen tersebut dibagi menjadi empat

kategori : (1) obat antipsikotik atau neuroleptik, digunakan untuk

menerapi psikosis; (2) obat antidepresan, digunakan untuk menerapi

depresi; (3) obat antimaniak atau penstabil mood; dan (4) obat

antiansietas atau ansiolitik yang digunakan untuk menerapi ansietas.

Meskipun demikian, pembagian ini sekarang kurang sah daripada di

masa lalu karena banyak obat dari satu golongan digunakan untuk

menerapi gangguan yang sebelumnya diterapi dengan golongan obat

lainnya.1

Antipsikosis bermanfaat pada terapi psikosis akut maupun

kronik suatu gangguan jiwa yang berat. Ciri terpenting antipsikosis

ialah : (1) berefek antipsikosis, yaitu berguna mengatasi agresivitas,

hiperaktivitas, dan labilitas emosional pada pasien psikosis; (2) dosis

besar tidak menyebabkan koma dalam ataupun anastesia; (3) dapat

menimbulkan gejala ekstrapiramidal yang reversibel atau ireversibel;

(4) tidak ada kecenderungan untuk menimbulkan ketergantungan fisik

dan psikis.2

Pada antipsikosis yang lebih baru, efek samping

ekstrapiramidal minimal sehingga antipsikotik menurut efek samping

ekstrapiramidal yang ditimbulkan terbagi menjadi antipsikotik yang

tipikal (efek samping ekstrapiramidal yang nyata) dan antipsikotik

yang atipikal (efek samping ekstrapiramidal yang minimal).2

Penggunaan klinis obat psikotropik dalam hal ini obat

antipsikotik ditujukan untuk meredam (suppression) gejala sasaran

1

Page 2: refarat jiwa

tertentu dan pemilihan jenis obat disesuaikan dengan tampilan gejala

sasaran yang ingin ditanggulangi, sehingga sangatlah penting untuk

mengetahui indikasi penggunaan obat psikotropik, dalam hal ini obat

antipsikosis.3

II. Klasifikasi obat antipsikosis

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, berdasarkan efek

ekstrapirmidal yang dapat ditimbulkan, obat antipsikosis dapat dibagi

menjadi1,2,3 :

a. Antipsikotik tipikal

Antipsikotik tipikal atau disebut juga dengan antipsikotik generasi

I (APG I) merupakan obat yang bekerja sebagai antagonis reseptor

dopamin 2 dan dapat menimbukan reaksi ekstrapiramidal yang

kuat. Obat ini mencakup golongan fenotiazin rantai alifatik (cth.

Klorpromazin), rantai piperidin (cth. Thioridazine), dan rantai

piperazine (cth. Perphenazine, Trifluoperazine, fluphenazine),

golongan butirofenon (cth. Haloperidol), dan golongan diphenyl-

butyl-piperidine (cth. Pimozide).

Prototip kelompok ini adalah klorpromazin (CPZ) yang merupakan

derivat fenotiazin golongan alifatik. Hingga saat ini obat tersebut

masih tetap digunakan sebagai antipsikosis karena ketersediaan dan

harganya yang murah. Obat antipsikosis tipikal lain yang sering

digunakan yaitu haloperidol yang merupakan golongan

butirofenon.2

b. Antipsikotik atipikal

Antipsikotik atipikal atau disebut juga dengan antipsikotik generasi

II (APG II) merupakan obat yang bekerja sebagai antagonis

serotonin-dopamin. Obat golongan ini hampir tidak dapat

menimbulkan reaksi ekstrapiramidal. Obat ini mencakup golongan

Benzamide (cth. Supiride), golongan Dibenzodiazepine (cth.

2

Page 3: refarat jiwa

Clozapine, Olanzapine, Quetiapine, Zotepine) dan golongan

benzisoxazole (cth. Risperidon, Aripiprazole).

III. Mekanisme kerja obat antipsikosis

Dopamin merupakan salah satu neurotransmitter pada manusia

yang sangat berperan pada mekanisme terjadinya gangguan psikotik.

Dopamin sendiri diproduksi pada beberapa area di otak, termasuk

subtantia nigra dan area ventral tegmental. Dopamin memiliki banyak

fugsi di otak, termasuk peran pentingnya pada perilaku dan kognisi,

pergerakan volunter, motivasi, penghambat produksi prolaktin (berperan

dalam masa menyusui), tidur, mood, perhatian, dan proses belajar.

Dopaminergik neuron (neuron yang menggunakan dopamin sebagai

neuro transmitter utamanya terdapat pada area ventral tegmental (AVT)

pada midbrain, substantia nigra pars compacta dan nucleus arcuata pada

hipotalamus, jalur dopaminergik merupakan jalur neural pada otak yang

mengirimkan dopamin dari satu regio di otak ke regio lainnya.

Ada 4 jalur utama dopamine:

1. Jalur mesolimbik memproyeksikan jalur dopamine dari

badan sel didaerah ventral tegmental batang otak terminal

akson daerah limbik seperti nucleus acumben. Jalur ini di

duga sangat berperan terhadap perilaku emosional,

khususnya halusinasi audiotorik dan delusi. Hiperaktivitas

dari jalur ini secara hipotesis diduga berperan penting

terhadap timbulnya gejala positif psikosis.

2. Jalur mesokortikal memproyeksikan jalur dopamine dari

badan sel ke daerah ventral tegmental batang otak 

(berdekatan dengan badan sel mesolimbic) ke daerah

korteks cerebri. Gangguan pada jalur ini di duga berperan

terhadap timbulnya gangguan kognitif dan timbulnya

gangguan gejala negative psikosis.

3.  Jalur nigrostriatal memproyeksikan jalur dopamine dari

badan sel substansia nigra batang otak yang menuju ke

3

Page 4: refarat jiwa

ganglia basal atau striatum. Jalur ini merupakan bagian dari

ekstrapiramidal yang berfungsi mengontrol gerakan

motorik.

4. Jalur tuberoinfundibular menghubungkan nucleus arkuatus

dan neuron preifentikuler ke hipotalamus dan pituitary

posterior. Dopamine yang dirilis oleh neuron-neuron ini

secara fisiologis menghambat sekresi prolactin. 

Mekanisme kerja obat antipsikotik berpusat pada keempat jalur

dopaminergik tersebut diatas. Antipsikotik tipikal bekerja dengan cara

menghambat reseptor Dopamin D2 receptors (D2 receptors) pada jalur

mesolimbik sehingga mengurangi gejala positif pada skizofrenia.

Sedangkan pada jalur mesokortikal, hambatan pada reseptor D2 dapat

berakibat timbulnya gejala kognitif atau gejala negatif yang semakin berat.

Antipsikosis tipikal juga menghambat reseptor D2 pada jalur nigrostriatal

yang berfungsi untuk mengontrol gerakan motorik. Hal inilah yang

menyebabkan terjadinya extrapyramidal syndrome (EPS) seperti

parkinsonism, diskinesia tardive, dan hyperkinetic movement disorder

pada penggunaan antipsikosis tipikal. Sedangkan efek antipsikosis tipikal

pada jalur tuberoinfundibular menyebabkan terjadinya

hyperprolactinemia.4

Antipsikotik atipikal sendiri disamping berafinitas terhadap

reseptor D2 juga terhadap serotonin 5 HT2 resceptors (serotonin-dopamin

antagonis). Pada jalur mesolimbik blokade reseptor D2 lebih kuat daripada

antagonis 5HT2A. Hal ini dapat membantu mengurangi gejala positif.

Sebaliknya pada jalur mesokortikal, terdapat lebih banyak reseptor 5 HT2

dibandingkan dengan reseptor D2. Hal ini dapat membantu mengurangi

gajala negatif sebab apabila reseptor D2 pada jalur ini dapat menyebabkan

gangguan kognitif dan gejala negatif yang nyata. 4

5HT2A antagonis pada antipsikosis atipikal berikatan dengan

reseptor 5HT2A pada jalur nigrostriatal dan menghambat pelepasan 5HT

sehingga menyebabkan pelepasan dopamin yang lebih banyak, hal ini

4

Page 5: refarat jiwa

dapat mengurangi kemungkinan timbulnya EPS. Pada jalur

tuberoinfundibular, dopamin antagonis menghambat pelepasan prolaktin

sedangkan seotonin antagonis menyebabkan pelepasan prolaktin. Kerja

antagonis antara keduanya menyebabkan tidak terjadinya pelepasan

prolaktin ke dalam darah.4

IV. Indikasi terapeutik

Gejala sasaran (target syndrome) dari penggunaan obat antipsikosis

adalah sindrom psikosis. Butir-butir diagnostik sindrom psikosis adalah3 :

1. Adanya hendaya berat dalam RTA (Reality Testing

Ability/kemampuan daya menilai realitas). Dengan adanya

ganguan RTA tersebut, maka akan bermanifestasi berupa

kesadaran diri (awareness) terganggu, daya nilai norma sosial

(judgement) terganggu, dan daya tilikan (insight) terganggu.

2. Hendaya berat dalam fungsi-fungsi mental yang akan

bermanifestasi berupa adanya Gejala Positif dan Gejala Negatif. 

Gejala Positif berupa gangguan asosiasi pikiran (inkoherensi), isi

Pikiran yang tidak wajar (waham), gangguan persepsi

(halusinasi), gangguan perasaan (tidak sesuai dengan situasi),

perilaku yang aneh atau tidak terkendali.

Gejala Negatif berupa gangguan perasaan (afek tumpul, respon

minimal), gangguan hubungan sosial (menarik diri, pasif, apatis),

gangguan proses pikir (lambat, terhambat), isi pikiran yang

stereotip dan tidak ada inisiatif, perilaku yang sangat terbatas dan

cenderung menyendiri (abulia).

3. Hendaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-

hari, bermanifestasi seperti tidak mau bekerja, menjalin

hubungan sosial, dan melakukan kegiatan rutin.

Berdasarkan jenisnya, indikasi penggunaan antipsikotik dapat

dijabarkan sebagai berikut :

5

Page 6: refarat jiwa

1. Antipsikotik tipikal

Antipsikotik tipikal sebagai anatagonis reseptor dopamin

efektif untuk penatalaksanaan skizofrenia jangka panjang maupun

jangka pendek, gangguan skizofreniform, gangguan skizoafektif,

gangguan waham, gangguan psikotik singkat, episode manik, dan

gangguan depresi berat dengan ciri psikotik. Obat ini mengurangi

gejala akut dan mencegah perburukan dimasa mendatang.1

Umumnya antagonis reseptor dopamin dianggap lebih efektif

pada terapi gejala positif skizofrenia (halusinasi, waham, dan agitasi)

dibandingkan terapi gejala negatif (penarikan diri secara emosional

dan ambivalensi) atau disosiasi kognitif. Antagonis reseptor dopamin

itu sendiri juga dapat menimbulkan gejala negatif. Pada umumnya juga

diyakini bahwa gejala paranoid lebih efektif diterapi dibandingkan

gejala nonparanoid, dan bahwa perempuan lebih responsif

dibandingkan laki-laki.1

Antipsikotik juga sering digunakan dalam kombinasi dengan

obat antimanik untuk menerapi psikosis atau manik pada gangguan

bipolar. Selain itu, antagonis reseptor dopamin juga efektif dalam

terapi gejala psikotik akibat penyebab organik (misal, tumor). Agitasi

dan psikosis akibat keadaan neurologis seperti demensia tipe

Alzheimer juga berespon terhadap terapi antipsikotik.1

Berikut ini beberapa obat antipsikotik tipikal yang sering

digunakan :

a. Klorpromazin (CPZ)

Indikasi utama klorpromazin ialah untuk mengurangi gejala

skizofrenia dan gangguan psikotik lainnya. Klorpromazin juga

dapat digunakan untuk mengurangi gejala mania pada pasien

dengan gangguan bipolar.5 Obat standar untuk terapi gangguan

bipolar, lithium, carbamazepine, dan valproat, umumnya memiliki

6

Page 7: refarat jiwa

onset kerja yang lebih lambat dibandingkan dengan antipsikotik di

dalam terapi gejala akut. Praktik yang umum adalah dengan

menggunakan terapi kombinasi pada awal terapi dan kemudian

secara bertahap menghentikan antipsikotik.1 Indikasi lain

penggunaan klorpromazin yaitu mengatasi rasa gelisah dan cemas

setelah menjalani operasi.5 Selain itu, klorpromazin dapat

digunakan untuk mengobati porphyria akut intermittent, yaitu suatu

penyakit herediter berupa kelainan pembentukan heme pada rantai

hemoglobin yang memiliki trias yaitu nyeri abdomen, sensifitas

terhadap cahaya matahari, dan gangguan pada sistem saraf yang

bermanifestasi sebagai gangguan mental dan kepribadian serta

gangguan otot berupa kejang.5,6

b. Haloperidol

Indikasi utama haloperidol ialah untuk psikosis. Haloperidol juga

merupakan obat pilihan untuk mengobati sindrom Gilles de la

Tourette yaitu suatu kelainan neurologik yang aneh yang ditandai

dengan kejang otot hebat, menyeringai (grimacing) dan explosive

utterances of foul expletives (korpolalia, mengeluarkan kata-kata

jorok). 2

Haloperidol menenangkan dan menyebabkan tidur pada orang

yang mengalami eksitasi. Efek sedatif haloperidol kurang kuat

dibandingkan dengan CPZ, namun sama kuatnya dalam hal

menurunkan ambang rangsang konvulsi. Haloperidol menghambat

sistem dopamin dan hipotalamus, juga menghambat muntah yang

disebabkan oleh apomorfin.2

Pada sistem otonom, haloperidol dapat menyebabkan pandangan

kabur (blurring of vision). Pada sistem kardiovaskular, haloperidol

dapat menyebabkan hipotensi tetapi tidak sesering CPZ. Reaksi

ekstrapiramidal timbul pada 80 % pasien yang diterapi dengan

haloperidol.2

7

Page 8: refarat jiwa

c. Trifluoperazine

Trifluoperazine adalah obat antipsikosis dari golongan

phenotiazine rantai piperazine dengan efek antipsikosis poten,

anxiolitic, dan antiemesis. Trifluoroperazine memiliki efek sedatif

sedang dan dapat menyebabkan hipotensi, dan seperti antipsikosis

pada umumnya, dapat pula menyebabkan reaksi ekstrapiramidal.7

Trifluoperazine dosis rendah diindikasikan sebagai terapi

tambahan untuk pasien dengan gangguan kecemasan, episode

depresi pada gangguan kecemasan, dan agitasi. Pada dosis yang

lebih tinggi, penggunaan Trifluoperazine diindikasikan untuk

mengatasi gejala dan mencegah kekambuhan pada penderita

dengan skizofrenia khususnya untuk tipe paranoid. Gejala-gejala

seperti iritabilitas berat, tidak adanya pengendalian impuls,

permusuhan berat, hiperaktivitas menyeluruh, dan agitasi

berespons terhadap terapi jangka pendek dengan trifluoperazine.7

d. Thioridazine

Thioridazine digunakan sebagai terapi lini kedua pada

penderita skizofrenia dewasa. Thioridazine dosis kecil sering

digunakan untuk pasien anak dengan hiperaktif, emosi labil, dan

perilaku destruktif. Thioridazone juga dapat digunakan pada pasien

usia lanjut dengan gangguan emosional berupa anxietas, depresi,

dan agitasi. Hal ini disebabkan karena thioridazine lebih cenderung

ke blokade reseptor dopamin di sistem limbik daripada sistem

ekstrapiramidal pada sistem saraf pusat.8

2. Antipsikotik atipikal

Antipsikotik atipikal efektif untuk menerapi psikosis akut

dan kronis seperti skizofrenia dan gangguan skizoafektif pada

orang dewasa dan remaja. Antipsikosis atipikal juga efektif untuk

menerapi depresi psikotik serta untuk psikosis akibat trauma

kepala, demensia, atau obat terapi.1

8

Page 9: refarat jiwa

Antipsikotik atipikal sama baiknya, atau lebih baik dibandingkan

dengan antipsikotik tipikal untuk terapi gejala positif pada

skizofrenia dan jelas mengunggulinya untuk terapi gejala negatif.

Dibandingkan dengan antipsikosis tipikal, mereka yang diterapi

dengan antipsokosis atipikal lebih jarang kambuh dan memerlukan

lebih sedikit perawatan di rumah sakit.1

Clozapine memiliki efek samping yang berpotensi

mengancam nyawa sehingga obat ini sekarang hanya digunakan

untuk pasien dengan skizofrenia yang resisten terhadap semua

antipsikotik lain. Terapi antipsikosis atipikal pada diskinesia

tardive ini menekan gerakan abnormal tetapi tidak tampak

memperburuk gangguan gerakan. Antipsikosis atipikal juga efektif

bagi pasien dengan ambang gejala ekstrapiramidal yang rendah.1

Antipsikotik atipikal juga berguna untuk pengendalian awal

agitasi selama episode manik, tetapi kurang efektif untuk

pengendalian jangka panjang gangguan bipolar. Olanzapine dan

risperidone dapat digunakan untuk memperkuat antidepresan

dalam penatalaksanaan jangka pendek depresi berat dengan ciri

psikotik. Antipsikosis atipikal juga efektif dalam terapi gangguan

skizoafektif meskipun risperidone dilaporkan mencetuskan mania

pada orang dengan gangguan skizoafektif. Penambahan olanzapine

dan clozapine dapat memperbaiki hingga dua pertiga orang dengan

gangguan bipolar refrakter.1

Berikut ini beberapa obat antipsikotik atipikal yang sering

digunakan :

a. Klozapin

Klozapin merupakan antipsikotik atipikal pertama dengan

potensi lemah. Kozapin efektif untuk mengontrol gejala-gejala

psikosis dan skizofrenia baik yang positif maupun yang negatif.

9

Page 10: refarat jiwa

Obat ini juga cocok bagi pasien yang menunjukkan gejala

ekstrapiramidal berat pada pemberian antipsikosis tipikal. Namun,

karena klozapin memiliki risiko timbulnya agranulositosis yang

lebih tinggi dibandingkan dengan antipsikosis yang lain, maka

penggunaannya dibatasi hanya pada pasien yang resisten atau tidak

dapat mentolerir antipsikosis yang lain. Indikasi lain clozapine

mencakup terapi pada pasien dengan diskinesia tardive berat.2

b. Risperidon

Indikasi risperidon adalah untuk terapi skizofrenia baik

untuk gejala positif maupun negatif. Disamping itu diindikasikan

juga untuk gangguan bipolar, depresi dengan ciri psikosis dan

Tourette syndrome.2

c. Olanzapin

Indikasi utama adalah mengatasi gejala negatif maupun

positif pada penderita skizofrenia dan sebagai antimania. Obat ini

juga menunjukkan efektivitas pada pasien depresi dengan gejala

psikotik.2

d. Quetiapin

Indikasi utama adalah mengatasi gejala negatif maupun

positif pada penderita skizofrenia. Obat ini dilaporkan juga

meningkatkan kemampuan kognitif pasien skizofrenia seperti

perhatian, kemampuan berpikir, berbicara dan kemampuan

mengingat membai. Disamping itu obat ini juga diindikasikan pula

untuk gangguan depresi dan mania.2

V. Pemilihan sediaan2

Obat golongan antipsikosis merupakan obat simtomatik.

Pemilihan obat ditujukan untuk sejauh mungkin menghilangkan gejala

penyakit dalam rangka pemulihan kesehatan mental pasien, obat

dengan efek samping seringan mungkin, dan bebas interaksi

merugikan dengan obat lain yang mungkin diperlukan.

10

Page 11: refarat jiwa

Pada dasarnya semua obat antipsikosis mempunyai efek primer (efek

klinis) yang sama pada dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek

sekunder (efek samping : sedasi, otonomik, ekstrapiramidal).

Pemilihan sediaan obat antipsikosis dapat didasarkan atas

struktur kimia serta efek farmakologi yang menyertainya. Berhubung

perbedaan efektivitas antargolongan antipsikosis lebih nyata daripada

perbedaan masing-masing obat dalam golongannya, maka cukup

dipilih salah satu obat dari tiap golongan untuk tujuan pengobatan

tertentu.

Pemilihan jenis obat antipsikosis juga dapat

mempertimbangkan gejala psikotik yang dominan dan efek samping

obat. Pergantian obat disesuaikan dengan dosis ekivalen.

11