22
OBAT ANTIPSIKOTIK PENDAHULUAN Antipsikotik (juga disebut neuroleptik) adalah kelompok obat-obatan psikoaktif umum tetapi tidak secara khusus digunakan untuk mengobati psikosis, yang ditandai oleh skizofrenia. Obat antipsikotik memiliki beberapa sinonim antara lain neuroleptik dan transquilizer mayor. Seiring waktu berbagai antipsikotik telah dikembangkan. Antipsikotik generasi pertama, yang dikenal sebagai antipsikotik tipikal, ditemukan pada 1950-an. Sebagian besar obat-obatan pada generasi kedua, yang dikenal sebagai antipsikotik atipikal, baru-baru ini telah dikembangkan, meskipun anti-psikotik atipikal pertama, clozapine, ditemukan pada 1950- an, dan diperkenalkan secara klinis pada 1970-an. Kedua kelas obat-obatan antipsikotik mencakup berbagai target reseptor. Dopamine merupakan salah satu neurotransmitter pada manusia yang sangat berperan pada mekanisme terjadinya gangguan psikotik. Dopamine sendiri diproduksi pada beberapa area di otak, termasuk substantia nigra dan area ventral tegmental. Dopamine jua merupakan neurohormon yang dihasilkan oleh hipotalamus. Fungsi utama hormone ini adalah menghambat pembentukan prolaktin dan lobus anterior kelenjar pituitary. Dopamine mempunyai banyak fungsi di otak termasuk peran pentingnya pada perilaku dan kognisi, pergerakan volunteer,

refarat OBAT ANTIPSIKOTIK

Embed Size (px)

DESCRIPTION

obat antispsikotik

Citation preview

Page 1: refarat OBAT ANTIPSIKOTIK

OBAT ANTIPSIKOTIK

PENDAHULUAN

Antipsikotik (juga disebut neuroleptik) adalah kelompok obat-obatan psikoaktif umum

tetapi tidak secara khusus digunakan untuk mengobati psikosis, yang ditandai oleh skizofrenia.

Obat antipsikotik memiliki beberapa sinonim antara lain neuroleptik dan transquilizer mayor.

Seiring waktu berbagai antipsikotik telah dikembangkan. Antipsikotik generasi pertama, yang

dikenal sebagai antipsikotik tipikal, ditemukan pada 1950-an. Sebagian besar obat-obatan pada

generasi kedua, yang dikenal sebagai antipsikotik atipikal, baru-baru ini telah dikembangkan,

meskipun anti-psikotik atipikal pertama, clozapine, ditemukan pada 1950-an, dan diperkenalkan

secara klinis pada 1970-an. Kedua kelas obat-obatan antipsikotik mencakup berbagai target

reseptor.

Dopamine merupakan salah satu neurotransmitter pada manusia yang sangat berperan

pada mekanisme terjadinya gangguan psikotik. Dopamine sendiri diproduksi pada beberapa area

di otak, termasuk substantia nigra dan area ventral tegmental. Dopamine jua merupakan

neurohormon yang dihasilkan oleh hipotalamus. Fungsi utama hormone ini adalah menghambat

pembentukan prolaktin dan lobus anterior kelenjar pituitary.

Dopamine mempunyai banyak fungsi di otak termasuk peran pentingnya pada perilaku

dan kognisi, pergerakan volunteer, motivasi, penghambat produksi prolaktin (berperan dalam

masa menyusui), mood tidur, perhatian, dan proses belajar.

Dopaminergik neuron (neuron yang menggunakan dopamine sebagai neurotransmitter

utamanya terdapat pada area ventral tegmental (AVT) pada midbrain, substantia nigra pars

compacta dan nucleus arcuata pada hipotalamus, jalur dopaminergik merupakan jalur neural

pada otak yang mengirimkan dopamine dari satu region di otak ke region lainnya. Ada 4 jalur

dopaminergik:

- Jalur mesolimbic : mengirimkan dopamine dari area ventral tegmental (AVT), ke nucleus

accumbens, AVT terletak pada daerah midbrain dan nucleus accumbens pada system

limbic.

Page 2: refarat OBAT ANTIPSIKOTIK

- Jalur mesocorticoal: mengirimkan dopamine dari AVT ke frontal korteks. Gangguan

pada jalur ini berhubungan dengan skizofrenia.

- Jalur Nigrostriatal: mengirimkan dopamine dari substantia nigra ke striatum. Jalur ini

berhubungandengan control motorik dan degenerasi pada jalur ini berhubungan dengan

penyakit Parkinson.

- Jalur tuberoinfundibular: mengirimkan dopamine dari hipotalamus ke kelenjar pituitary.

Jalur ini mempengaruhi hormone tertentu termasuk prolaktin.

RESEPTOR DOPAMIN

Skizofrenia berhubungan dengan peningkatan aktifitas pada jalur mesolimbik dan jalur

mesocortikal dopaminergik. Dopamine memiliki reseptor yang berguna untuk menerima sinyal

yang dikirimkan dari satu bagian otak ke bagian yang lainnya. Reseptor dopamine sebenarnya

dibagi menjadi 2 tipe (D1 dan D2). Saat ini terdapat 5 reseptor dopamine yang digolongkan ke

dalam 2 tope ini. Reseptor yang menyerupai D1 termasuk D1 dan D5. Sementara yang

menyerupai D2 adalah D2,D3,D4. Reseptor dopamine yang menyerupai D1 terutama terlibat

dalam inhibisi pascasinaps. Sebagian besar obat neuroleptik memblok reseptor D1, tetapi aksi ini

tidak berhubungan dengan aktivitas antipsikotiknya. Secara khusus, butirofenon merupakan

neuroleptik poten, namun merupakan antagonis lemah reseptor D1. Reseptor dopamine yang

menyerupai D2 terlibat dalam inhibisi prasinaps dan pascasinaps. Reseptor D2 merupakan

subtipe yang dominan dalam otak dan terlibat dalam sebagian besar fungsi dopamine yang

diketahui. Reseptor D2 terdapat dalm system limbic, yang berhubungan dengan mood dan

kestabilan emosi, dan dalam ganglia basalis di mana reseptor D2 terlibat dalam kognisi dan

emosi.

Penilitian terbaru menggunakan single photon emission computed tomography (SPECT)

menunjukkan bahwa pada skizofrenia terdapat lebih banya reseptor D2 yang di tempati. Hal ini

menunjukkan stimulasi dopaminergik yang lebih hebat. Hal ini menyebabkan semua obat-obatan

antipsikotik ditujukan untuk memblokade reseptor ini. (1)(2)

Page 3: refarat OBAT ANTIPSIKOTIK

MEKANISME KERJA OBATANTIPSIKOTIK DAN EFEK SAMPING SECARA UMUM

Afinitas obat neuroleptik terhadap reseptor D2 berkaitan erat dengan potensi

antipsikotiknya, dan blockade reseptor D2 pada otak depan diyakini menjadi dasar efek

terapeutiknya. Sayangnya, blockade reseptor D2 pada ganglia basalis biasanya menyebabkan

gangguan pergerakan. Beberapa neuroleptik, selain memblok reseptor D2, juga merupakan

antagonis reseptor 5HT2. Beberapa peneliti menduga obat ini mungkin bias mengurangi

gangguan pergerakan yang disebabkan oleh antagonism D2.

INDIKASI PENGGUNAAN

Gejala sasaran untuk antipsikosis adalah pada sindrom psikosis. Butir-butir sindrom

psikosis adalah adanya hendaya berat dalam kemampuan daya menilai realitas, bermanifestasi

dalam gejala kesadaran diri yang terganggu, daya nilai norma social yang terganggu dan daya

tilikan yang terganggu. Terdapat hendaya berat dalam fungsi-fungsi mental, bermanifestasi

dalam gejala gangguan asosiasi pikiran (inkoherensi), isi pikiran yang tidak wajar(waham),

gangguan persepsi (halusinasi),gangguan perasaan (tidak sesuai dengan situasi), dan perilaku

yang aneh atau tidak terkendali (disorganized). Hendaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-

hari, bermanifestasi dalam gejala seperti tidak mampu bekerja, hubungan social terganggu dan

hendaya melakukan kegiatan rutin. Sindrom psikosis dapat terjadi pada sindrom psikosis

fungsional seperti skizofrenia, psikosis paranoid, psikosis afektif, psikosis reaktif singkat dll. Ia

juga bias terjadi pada sindrom psikosis organic seperti pada sindrom delirium, dementia,

intoksikasi alcohol,dll.

JENIS-JENIS DAN KLASIFIKASI OBAT ANTIPSIKOTIK

I. OBAT ANTIPSIKOSIS TIPIKAL(4)

Phenothiazine

- rantai Aliphatic :

o CHLORPROMAZINE (Largactil)

o LEVOMEPROMAZINE (Nozinan)

- rantai Piperazine :

o PERPHENAZINE (Trilafon)

o TRIFLUOPERAZINE (Stelazine)

Page 4: refarat OBAT ANTIPSIKOTIK

o FLUPHENAZINE (Anatensol)

- rantai Piperidine :

o THIORIDAZINE (Melleril)

Butyrophenone

- HALOPERIDOL (Haldol, Serenace, dll)

Diphenyl-butyl-piperide

- PIMOZIDE (Orap)

II. OBAT ANTIPSIKOSIS ATIPIKAL

Benzamide

- SULPIRIDE (Dogmatil)

Dibenzodiazepine

- CLOZAPINE (Clozaril)

- OLANZAPINE (Zyprexa)

- QUETIAPINE (Seroquel)

Benzisoxazole

- RISPERIDONE (Risperidal)

PENGGUNAAN ANTIPSIKOTIK

A. ANTIPSIKOTIK TIPIKAL

1) DERIVAT PHENOTHIAZINE

CHLORPROMAZINE

Prototype kelompok ini adalah chlorpromazine (CPZ). Pembahasan terutama

mengenai CPZ dengan mengemukakan tentang phenothiazine bila ada.

KIMIA: Chlorpromazine (CPZ) adalah 2-chlor-N-(dimethyl-aminopropil)-

phenothiazine. Derivate phenothiazine lain didapat dengan cara substitusi pada

tempat2 dan 10 inti phenothiazine.

FARMAKODINAMIK: CPZ (Largactil) berefek farmakodinamik sangat luas.

Largactil diambil dari kata large action.

Efek pada Susunan Saraf Pusat

Page 5: refarat OBAT ANTIPSIKOTIK

CPZ menimbulkan efek sedasi yang disertai sikap acuh tak acuh terhadap

rangsang dari lingkungan. Pada pemakaian lama, dapat timbul toleransi terhadap

efek sedasi. Timbulnya sedasi amat tergantung dari status emosional penderita

sebelum minum obat.

Chlorpromazine berefek antipsikosis terlepas dariefek sedasinya. Reflex

terkondisi yang diajarkan pada tikus hilang oleh CPZ. Pada manusia kepandaian

pekerjaan tangan yang memerlukan kecekapan dan daya pemikiran berkurang.

Aktivitas motorik diganggu antara lain terlihat sebagai efek kataleptik pada tikus.

CPZ menimbulkan efek yang menenangkan pada hewan buas. Efek ini juga

dimiliki oleh obat lain, misalnya barbiturate, narkotik, meprobamat, dan

chlordiazepoksid.

Berbeda dengan baibiturate, CPZ tidak dapat mencegah timbulnya konvulsi akibat

rangsang listrik maupun rangsang oleh obat. Semua derivate phenothiazine

mempengaruhi ganglia basal, sehingga menimbulkan gejala parkinsonisme (efek

ekstrapiramidal).

CPZ dapat mengurangi dan mensegah muntah yang disebabkan rangsang pada

chemoreceptor trigger zone. Muntah yang disebabkan oleh kelainan saluran cerna

atau vestibuler, kurang dipengaruhi tetapi phethiazine potensi tinggi dapat

berguna untuk keadaan tersebut.

Phenothiazine yang terutama potensinya rendah menurunkan ambang bangkitan

sehingga penggunaannya pada pasien epilepsy harus sangat berhati-hati. Derivate

piperazine dapat digunakan secara aman pada penderita epilepsy bila dosis

diberikan bertahap dan bersama antikonvulsan.

Efek pada Otot Rangka

CPZ dapat menimbulkan relaksasi otot skelet yang berada dalam keadaan spastic.

Cara kerja relaksasi ini diduga bersifat sentral sebab sambungan saraf otot dan

medulla spinalis tidak dipengaruhi CPZ.

Efek pada Endokrin.

Page 6: refarat OBAT ANTIPSIKOTIK

CPZ menghambat ovulasi dan menstruasi. CPZ juga menghambat sekresi ACTH.

Efek terhadap system endokrin ini terjadi berdasarkan efeknya terhadap

hypothalamus.

Semua phenothazine, kecuali chlorzapine menimbulkan hiperprolaktinemia lewat

penghambatan efek sentral dopamine.

Efek pada Kardiovaskuler

CPZ dapat menimbulkan hipotensi berdasarkan beberapa hak yaitu : (1) reflek

pressor yang penting untuk mempertahankan tekanan darah dihambat oleh CPZ;

(2) CPZ berefek α-bloker; dan (3) CPZ menimbulkan efek inotropik negative

pada jantung. Toleransi dapat timbul terhadap efek hipotensif CPZ.

FARMAKOKINETIK. Pada umumnya semua phenothiazine diabsorbsi dengan

baik bila diberikan per oral maupun parenteral. Penyebaran luas ke semua

jaringan dengan kadar tertinggi di paru-paru, hati, kelenjar suprarenal, dan limpa.

Sebagian phenothiazine mengalami hidroksisali dan konjugasi, sebagian lain

diubah menjadi sufoksid yang kemudian diekskresi bersama feses dan urin.

Setelah pemberian CPZ dosis besar, maka masih ditemukan ekresi CPZ atau

metabolitnya selama 6-12 bulan.

EFEK SAMPING. Batas keamanan CPZ cukup lebar sehingga obat ini cukup

aman. Efek samping umumnya merupakan efek perluasan farmakodinamiknya.

Gejala idiosinkrasi mungkin timbul berupa ikterus, dermatitis dan leucopenia.

Reaksi ini disertai eosinofilia dalam darah perifer.

Neurologik. Pada dosis berlebihan, semua derivate phenothiazine dapat

menyebabkan gejala ekstrapiramidal serupa dengan yang terlihat pada

parkinsonisme. Dikenal 6 gejala sindrom neurologic yang karakteristik dari obat

ini. Empat antaranya biasa terjadi waktu obat diminum, yaitu distonia akut,

akatisisa, parkinsonisme dan sindrom neuroleptik malignant yang terakhir jarang

terjadi. Dua sindrom yang terjadi setelah pengobatan berbulan-bulan sampai

bertahun-tahun berupa tremor perioral (jarang) dan diskinesia Tardif.

Kardiovaskular. Hipotensi ortostatiksering terlihat pada penderita dengan system

masomotor yang labil. Takar lajak tioridazin (lebih dari 300 mg) menyebabkan

aritmia ventricular dan blok jantung. Karena efek terhadap jantung mungkin aditif

Page 7: refarat OBAT ANTIPSIKOTIK

dengan antitioridazin dan pimozoid dapat menyebabkan kelainan EKG mirip

hipokalemia. Efek samping hipotermia dapat digunakan pada terapi hibernasi.

Efek kolinergik berupa takikardia, mulut dan tenggorak kering sering terjadi pada

pemberian phenothazoine. Perlu digunakan berhati-hati pada penderita glaucoma

dan hipertrofi prostat.

INDIKASI. Indikasi utama phenothiazine adalah skizifrenia gangguan psikosis

yang sering ditemukan. Gejala psikotik yang dipengaruhi secara baik

phenothiazine dan antipsikosis lain ialah ketegangan, hiperaktivitas,

combativeness, hostility, halusinasi, delusi akut, susah tidur, anoreksia, perhatian

diri yang buruk, negativism, dan kadang-kadang mengatasi sifat menarik diri.

Pengaruhnya terhadap pandangan, penilaian, daya ingat dan orientasi kurang.

Pemberian antipsikotik sangat memudahkan perawatan pasien. Walaupun

antipsikosi sangat bermanfaat untuk mengatasi gejala psikosis akut, namun

penggunaan antipsikosis saja tidak mencukupi untuk merawat pasien psikotik.

Perawatan, perlindungan, dan dukungan mental spiritual terhadap pasien

sangatlah penting.

CPZ merupakan obat terpilih menghilangkan hiccup. Obat ini hanya diberikan

pada hiccup yang berlangsung berhari-hari sangat mengganggu. Penyebab hiccup

seringkali tidak ditemukan, tetapi nervositas dan kelainan esophagus atau

lambung mungkin merupakan kausanya. Dalam hal yang terakhir, terapi kausal

harus dilakukan.

SEDIAAN. Chlorpromazine tersedia dalam bentuk tablet 25 mg dan larutan

suntiksuntik 25mg/ml. larutan CPZ dapat berubah warna menjadi merah jambu

olah pengaruh cahaya.

Perfhenazine tersedia sebagai obat suntik tablet 2 dan 4 mg.

Thioridazine tersedia dalam bentuk tablet 25 mg.

Fluphenazine tersedia dalam bentuk tablet 1 mg. masa kerja fluphenazine cukup

lama, sampai 24 jam.

THIORIDAZINE

Kelebihan obat ini adalah relative jarang menyebabkan rasa kantuk yang berarti.

Aktifitas antikolinergiknya jelas dan biasa menyebabkan disfungsi seksual,

Page 8: refarat OBAT ANTIPSIKOTIK

termasukejakulasi retrograde. Dosis tinggi biasa menyebabkan degenerasi retina,

walaupun jarang terjadi. Thioridazine dapat menyebabkan aritmia ventrikel dan

kini merupakan obat lini kedua

Piperazine ( FLUPHENAZINE, PERPHENAZINE, TRIFLUOPERAZINE)

Aktivitas sedative dan antikolinergiknya kurang dibandingkan chlorpromazine,

tetapi obat ini mungkin menyebabkan gangguan pergerakan pada orang lanjut

usia.

2) BUTYROPHENONE

Haloperidol berguna untuk menenangkan keadaan mania penderita psikosis yang

karena hal tertentu tidak dapat diberi phenothiazine. Reaksi ekstrapiramidal

timbul pada 80% penderita yang diobati haloperidol. Oksipertin merupakan

derivative butirophenon yang banyak persamaannya dengan CPZ. Oksipertine

berefek blockade adrenergic dan antiemetic serta dapat menimbulkan

parkinsonisme pada manusia dan katalepsi pada hewan.

FARMAKOLOGI. Struktur haloperidol berbeda dengan phenothiazine, tetapi

butirophenon memperlihatkan banyak sifat farmakologi phenothiazine. Pada

orang normal, efek haloperidol mirip phenothiazine perphenazin. Haloperidol

memperlihatkan banyak memperlihatkan banyak sifat farmakologi phenothiazine.

Pada orang normal, efek haloperidol mirip phenothiazine perphenazine.

Haloperidol memperlihatkan antipsikotik yang kuat dan efektif untuk fase mania

panyakit manic depresif dan skizofrenia. Efek phenothiazinr perpherazine dan

butyrophenone berbeda secara kuantitatif karena butyrophenone selain

menghambat efek dopamine juga menghambat turn overratenya.

Efek pada Susunan Saraf Pusat.

Haloperidol menenangkan dan menyebabkan tidur pada orang yang mengalami

eksitasi. Efek sedative haloperidol kurang kuat disbanding CPZ yakni

memperlambat dan menghambat jumlah gelombang teta. Haloperidol dan CPZ

sama kuat menurunkan ambang rangsang konvusif. Haloperidol menghambat

Page 9: refarat OBAT ANTIPSIKOTIK

sisteem dopamine dan hipotalamus. Juga menghambat muntah yang ditimbulkan

oleh apomorfin.

Efek pada system saraf otonom. Efek haloperidol terhadap system saraf otonom

lebih kecil daripada efek antipsikotik lain. Walaupun demikian haloperidol dapat

menyebabkan pandangan kabur. Obat ini menghambat aktivasi reseptor α yang

disebabkan oleh amin simpatomimetik, tetapi hambatannya tidak sekuat hambatan

CPZ.

Efek pada Sistem Kardiovaskular dan respirasi.

Haloperidol menyebabkan hipotensi, tetapi tidak sesering dan sehebat CPZ.

Haloperidol menyebabkan takikardia meskipun EKG belum pernah dilaporkan.

Chlorpromazine atau haloperidol dapat menimbulkan potensiasi dengan obat

penghambat respirasi.

Efek pada Sistem Endokrin

Seperti CPZ, haloperidol menyebabkan galaktore dan response endocrine lain.

FARMAKOKINETIK. Haloperidol sepat diserap dari saluran cerna. Kadar

puncaknya dalam plasma tercapai dalam waktu 206 jam sejak menelan obat,

menetap sampai 72 jam dan masih ditemukan dalam plasma sampai berminggu-

minggu. Obat ini ditimbun dalam hati dan kira-kira 1% dari dosis yang diberikan

diekskresikan melalui empedu. Ekskresi haloperidol lambat melalui ginjal, kira-

kira 40% obat dikeluarkan selama 5 hari sesudah pemberian dosis tunggal.

EFEK SAMPING DAN INTOKSIKASI. Haloperidol menimbulkan reaksi

ekstrapiramidal dengan insidens yang tinggi terutama pada penderita usia muda.

Pengobatan dengan haloperidol harus dimilai dengan hati-hati. Dapat terjadi

depresi akibat reverse keadaan mania atau sebagai efek samping yang sebenarnya.

Perubahan hematologic ringan dan selintas dapat terjadi tetapi hanya

agranulositosis sering dilaporkan. Frekuensi kejadian ikterus akibat haloperidol

Page 10: refarat OBAT ANTIPSIKOTIK

rendah. Haloperidol sebaiknya tidak diberikan pada wanita hamil sampai terdapat

bukti bahwa obat ini menimbulkan efek teratogenik.

INDIKASI. Indikasi utama haloperidol ialah untuk psikosis. Butyrophenone

merupakan obat pilihan untuk mengobati sindrom Gilles de la Tourette, suatu

kelainan neurologic yang aneh yang ditandai dengan kejang otot hebat,

menyeringai (grimacing) dan explosive utterances of foul expletives (coprolalia,

mengeluarkan kata-kata jorok).

B. OBAT ANTIPSIKOTIK ATIPIKAL

Obat-obat jenis ini disebut atipikal karena obat ini berhubungan dengan insidensi

gangguan pergerakan yang lebih rendah dan ditoleransi lebih baik daripada anpsikosis

lainnya. Mekanisme kerja secara umum obat ini adalah dengan menghambat reseptor

dopamine D2 dan reseptor serotonin 5HT2.(1)

1) CLOZAPINE

Merupakan salah satu golongan obat ini yang menunjukkan efek antipsikosis

lemah. Profil farmakologiknya atipikal bila dibandingkan antiosikosis yang lain.

Terutama resiko timbulnya efek samping ekstrapiramidal obat ini sangat minimal,

dan kadar prolaktin serum pada manusia tidak ditingkatkan. Diskinesia Tardif

belum pernah dilaporkan terjadi pada pasien yang diberi obat ini, walaupun

beberapa pasien telah diobati hingga 10 tahun. Dibandingkan terhadappsikotropik

yang lain, Clozapine menunjukkan efek dopaminergik lemah, tetapi dapat

mempengaruhi fungsi saraf dopamine pada system mesolimbik-mesokortikal

otak; yang berhubungan dengan fungsi emosional dan mental yang lebih tinggi,

yang berbeda dari dopamine neuron di area nigrostriatal (daerah gerak) dan

tuberinfundibular (daerah neuroendokrin).

Clozapine efektif untuk mengontrol gejala-gejala psikosis dan skizofrenia baik

yang positif (irritabilitas) maupun yang negative (social disinterest dan

incompetence, personal neatness) efek yang bermanfaat terlihat dalam waktu 2

minggu, diikuti perbaikan secara bertahap pada minggu-minggu berikutnya. Obat

Page 11: refarat OBAT ANTIPSIKOTIK

ini berguna untuk pengobatan pasien yang refrakter dan terganggu berat selama

pengobatan. Selain itu, karena resiko efek samping ekstrapiramidal yang sangat

rendah, obat ini cocok untuk pasien yang menunjukkan gejalaekstrapiramidal

yang berat bila diberikan antipsikosis yang lain, maka penggunaanya hanya

dibatasi pada pasien yang resisten atau tidak dapat mentoleransi antipsikosis yang

lain. Pasien yang diberi clozapine perlu dipantau jumlah sel darah putihnya setiap

minggu.

EFEK SAMPING DAN INTOKSIKASI. Agranulositosis merupakan efek

samping utama yang ditimbulkan pada pengobatan dengan clozapine. Pada pasien

yang mendapatkan clozapine selama 4 minggu atau lebih, resiko terjadinya kira-

kira 1,3%. Gejala ini paling sering timbul 6-18 minggu setelah pemberian obat.

Pengobatan dengan oba ini tidak boleh lebih dari 6 minggu kecuali bila terlihat

adanya perbaikan.

Efek samping lain yang dapat terjadi antara lain hipertermia, takikardia, sedasi,

pusing kepala, hipersalivasi.

Gejala takar lajak meliputi antara lain; kantuk, latergi, koma, disorientasi,

delirium, takikardia, depresi napas, aritmia, kejang dan hipertemia.

FARMAKOKINETIK. Clozapine diabsorbsi secara cepat dan sempurna pada

pemberian per oral; kadar puncak plasma tercapai pada kira-kira 1,6 jam setelah

pemberian obat. Clozapine secara ektensif diikat protein plasma (>95%), obat ini

dimetabolisme hamper sempurna sebelumdiekskresi lewat urin dan tinja, dengan

waktu paruh rata-rata 11,8 jam.

2) OLANZAPINE (Zyprexa)

Digunakan untuk mengobati gangguan psikotik termasuk skizofrenia, akut manic

episode, dan pemeliharaan dari gangguan bipolar. Dosing 2.5 hingga 20 mg per

hari.

3) RISPERIDONE (Risperdal)

Page 12: refarat OBAT ANTIPSIKOTIK

Dosis 0,25-6 mg per hari dan dititrasi ke atas; dibagi dianjurkan dosis titrasi awal

sampai selesai, dan pada saat obat dapat diberikan sekali dalam sehari. Digunakan

off-label untuk mengobati sindrom Tourette dan gangguan kecemasan.

4) QUETIAPINE (Seroquel)

Digunakan terutama untuk mengobati gangguan bipolar dan skizofrenia, dan “off-

label” untuk mengobati kronis insomnia dansindrom kaki resah, melainkan obat

penenang yang kuat. Dosis dimulai pada 25 mg dan terus sampai maksimum

400mg per hari, tergantung pada keparahan dari gejala yang sedang dirawat.

KONKLUSI

Sindrom psikosis terjadi berkaitan dengan aktivitas neurotransmitter Dopamine yang

meningkat.(Hiperaktivitas system dopaminergi sentral). Mekanisme kerja obat antipsikosis

tipikal adalah memblokade Dopamine pada reseptor pascasinaptik neuron di otak, khususnya di

system limbic dan system ekstrapiramidal ( dopamine D2 receptor antagonist). Sedangkan obat

antipsikosis yang baru (atipikal) disamping berafinitas terhadap “Dopamine D2 receptors”, juga

terhadap “Serotonin 5HT2 receptors” (Serotonin-dopamin antagonists).Obat neuroleptik

membutuhkanwaktu beberapa minggu untuk mengendalikan gejala skizofrenia dan sebagian

besar pasien akan membutuhkan terapi rumatan selama bertahun-tahun. Relaps sering terjadi

bahkan pada pasien yang dipertahankan dengan obat dan lebih dari dari dua petiga pasien

mengalami relaps dalam 1 tahun bila menghentikan terapi. Sayangnya, neuroleptik juga

memblok reseptor dopamine pada ganglia basalis dan seringkali menyebabkan gangguan

pergerakan (efek ektrapiramidal, kanan) yang menyebabkan stress dan kecacatan. Gangguan ini

termasuk parkinsonisme, reaksi distonia akut ( yang bias membutuhkan terapi dengan obat anti-

kolinergik), akatisia (gerakan-gerakan motorik tidak terkendali), dan diskinesia tardiv (gerakan

orofasial dan batang tubuh) yang biasa ireversibel. Tidak diketahui apa yang menyebabkan

diskinesia tardiv, tetapi karena diskinesia tardiv bisa memperburuk dengan menghilangkan obat,

diduga bahwa reseptor dopamin striatum menjadi supersensitive. Beberapa obat atipikal bebas

atau relative bebas dari efek samping ekstrapiramidal pada dosis rendah.potensi masing-masing

obat dalam memblok reseptor otonom dan dominasi efek samping perifernya, tergantung pada

kelas kimia obat tersebut.

Page 13: refarat OBAT ANTIPSIKOTIK

DAFTAR PUSTAKA

1. Michael J. Neal, Medical Pharmacology at a Glance, fourth edition, 2002 by

Black well Science Ltd, a Blackwell Publishing Company,UK. Halaman 60-61.

2. Lawrence J. Albers,MD,Rhoda K Hahn, MD, Handbook of Psychiatric

Drugs,2005, Current Clinical Strategies Publishing, California. Halaman

3. Roni Shiloh and friends,Atlas of Psychiatric Pharmacotherapy,second edition,

Taylor and Francis Group,London and New York. Halaman 90-102.

4. Dr. Rusdi Maslim, SpKJ,Penggunaan Praktis Penggunaan Klinis Obat

Psikotropik, edisi ketiga,2007. Halaman 14-23.

5. Rosdiana, Obat Antipsikotik [online] 2010-2012 [cited Februari 2013]

www.artikelkedokteran.com/805/obat-antipsikotik.html

Page 14: refarat OBAT ANTIPSIKOTIK

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN REFARAT & LAPORAN KASUS

MAKASSAR FEBRUARI 2013

REFARAT:

OBAT ANTI-PSIKOTIK

DISUSUN OLEH:

NOOR HASHIMAH BINTI ISMAIL

C11109843