40
BAB I PENDAHULUAN Antipsikotik adalah antagonis dopamin dan menyekat reseptor dopamin dalam berbagai jaras di otak. Obat antipsikotik baik tipikal maupun atipikal tentunya memiliki efek samping yang perlu diketahui agar pengobatan klinis bisa efisien dan sesuai dengan proporsi dan tentunya agar mencapai target terapi. Untuk itu kita harus mengenali obat antipsikotik ini terlebih dahulu, karena selain manfaatnya, antipsikotik juga mempunyai kerugian yang menyertainya. Antipsikotik merupakan pengobatan yang terbaik untuk penyakit skizofrenia dan penyakit psikotik lainnya. Antipsikotik digunakan secara klinis pada tahun 1950an, ketika Chlorpromazine (CPZ), turunan dari phenotiazine (rantai aliphatik), telah disintetis di Perancis. Walaupun dikembangkan sebagai potensial antihistamin, chlorpromazine memiliki antipsikotik pada pemakaian klinis. CPZ digunakan sebagai model dalam pengembangan antipsikotik, tapi semua generasi pertama (kecuali clozapine) mempunyai efek yang menyebabkan gejala ekstrapiramidal berdasarkan atas property utama, 1

Referat antipsikotik atipikal

Embed Size (px)

DESCRIPTION

T

Citation preview

Page 1: Referat antipsikotik atipikal

BAB I

PENDAHULUAN

Antipsikotik adalah antagonis dopamin dan menyekat reseptor

dopamin dalam berbagai jaras di otak. Obat antipsikotik baik tipikal maupun

atipikal tentunya memiliki efek samping yang perlu diketahui agar

pengobatan klinis bisa efisien dan sesuai dengan proporsi dan tentunya agar

mencapai target terapi. Untuk itu kita harus mengenali obat antipsikotik ini

terlebih dahulu, karena selain manfaatnya, antipsikotik juga mempunyai

kerugian yang menyertainya.

Antipsikotik merupakan pengobatan yang terbaik untuk penyakit

skizofrenia dan penyakit psikotik lainnya. Antipsikotik digunakan secara

klinis pada tahun 1950an, ketika Chlorpromazine (CPZ), turunan dari

phenotiazine (rantai aliphatik), telah disintetis di Perancis. Walaupun

dikembangkan sebagai potensial antihistamin, chlorpromazine memiliki

antipsikotik pada pemakaian klinis. CPZ digunakan sebagai model dalam

pengembangan antipsikotik, tapi semua generasi pertama (kecuali clozapine)

mempunyai efek yang menyebabkan gejala ekstrapiramidal berdasarkan atas

property utama, antagonis kuat dari reseptor dopamine D2. Sebagai tambahan

property antipsikotik, obat-obat ini memiliki fungsi lain, berdasarkan

kemampuan memblok reseptor Dopamin D2 (seperti antiemetic dan

mengurangi beberapa kelainan gerak yang ditandai dengan adanya gerakan

yang berlebih). Antipsikotik antagonis D2 disebut dengan antipsikotik tipikal,

(untuk memisahkan dengan clozapine dan obat-obat atipikal) yang memiliki

efek ekstrapiramidal yang rendah.

1

Page 2: Referat antipsikotik atipikal

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Sekelompok (bermacam-macam) obat yang menghambat reseptor

dopamine tipe 2 (D2 reseptor) sering disebut sebagai antipsikotik. Indikasi

utama untuk pemakaian obat-obatan ini adalah terapi skizofrenia dan

gangguan psikotik lainnya. Beberapa contoh obat antipsikotik adalah

termasuk chlorpromazine, thioridazine, fluphenazine dan haloperidol.

Antipsikotik digunakan secara klinis ketika Chlorpromazine telah disintetis di

Perancis. Satu obat antipsikotik baru yaitu risperidone, telah dikenalkan di

Amerika serikat. Walaupun risperidone adalah antagonis reseptor D2 yang

poten, ia memiliki ciri farmakologis tambahan yang memberikan keuntungan

terapeutik dan memperbaiki profil efek samping ekstrapiramidal yang lebih

baik, dibandingkan dengan antagonis reseptor dopamine yang tersedia

sebelumnya. 1

Antipsikotik dan antagonis reseptor dopamine tidak sepenuhnya sama.

Clozapine adalah suatu antipsikotik yang efektif tetapi berbeda dengan semua

obat karena memiliki aktivitas pada reseptor D2 yang kecil. Obat-obat ini

dinamakan sebagai neuroleptik dan transkuilizer mayor. Istilah neuroleptik

menekankan efek neurologis dan motorik dari sebagian besar obat.

Perkembangan senyawa baru, seperti risperidone dan remoxipine, yang

disertai dengan efek neurologis yang sedikit, menyebabkan pemakaian istilah

neuroleptik menjadi tidak akurat sebagai label keseluruhan senyawa. Istilah

transkuilizer mayor secara tidak akurat menekankan bahwa efek primer dari

obat adalah untuk mensedasi pasien dan dikacaukan oleh obat yang disebut

transkuiliser minor, seperti benzodiazepin. 1

2

Page 3: Referat antipsikotik atipikal

B. SEJARAH

Reserpine (serpasil) bukan merupakan antagonis reseptor dopamine,

obat ini justru menurunkan cadangan nerurotransmiter amin biogenik

prasinaptik, termasuk dopamine. Namun demikian, reserpin secara historik

merupakan obat antipsikotik efektif pertama. Reserpine adalah unsur dari

semak belukar rauwolfa, yang tumbuh di daerah India, Afrika, dan Amerika

Selatan dan telah dicampurkan kedalam campuran obat-obatan tradisional

selama berabad-abad. Pada tahun 1931 Sen dan Bose menerbitkan tulisan

pertama yang melaporkan efektivitas rauwolfa pada hipertensi dan mania. Di

tahun 1953 unsur aktif, reserpine, di identifikasi dan dengan cepat masuk ke

dalam pendekatan farmakologis yang terbatas untuk psikosis. 1

Chlorpromazine, suatu derivate phenotiazine selanjutnya terbukti

merupakan antagonis reseptor dopamine, adalah yang pertama dinamakan

antipsikotik klasik atau tipikal yang disintesis pada awal tahun 1950-an dan

memasuki pemakaian klinis yang luas. Chlorpromazine awalnya digunakan

sebagai tambahan anestesi, tetapi dua ahli anastesiologi di Perancis, Henry

Laborit dan Huguenard, mengamati adanya psikis yang tidak biasa dari

senyawa. Dua dokter psikiatrik Perancis, Jean Delay dan Pierre Deniker,

mencoba obat pada pasien skizofrenik dan melaporkan keberhasilanya di

tahun 1952. Dibandingkan dengan reserpine, chlorpromazine lebih efektif dan

memiliki onset yang cepat. 1,2

Pengenalan klinis chlorpromazine dengan cepat diikuti oleh

pengenalan senyawa phenotiazine lain, seperti perpherazine (Trifalon) dan

fluphenazine. Selanjutnya, berbagai senyawa antipsikotik yang secara

struktural berbeda tetapi tidak berbeda secara farmakodinamik dari

phenotiazine diperkenalkan dalam praktek klinis. Laboratorium dari salah

satu riset Belgia khususnya, Paul Jenssen, adalah penyebab diperkenalkannya

haloperidol, suatu butyrophenon, pimozide, suatu diphenylbutylpiperidine

dan risperidone, suatu benzioxasole. Risperidone dan remoxipride

3

Page 4: Referat antipsikotik atipikal

mencerminkan adanya usaha yang terus menerus dari klinisi, peneliti, dan

perusahaan farmasi untuk mengembangkan obat antipsikotik yang lebih

efektif yang memiliki efek samping yang lebih kecil, khususnya efek

merugikan neurologis, seperti tardive dysinesia, parkinsonisme, distonia dan

akathisia. 1,2

Berbeda dengan yang dinamakan antipsikotik tipikal (contohnya CPZ

dan haloperidol), tiga obat antipsikotik yang paling luas diteliti (clozapine,

risperidone,dan remoxipride) sering dinamakan obat atipikal, walaupun tidak

ada definisi yang disetujui secara umum tentang perbedaan antara

antipsikotik tipikal dan atipikal. 1

Diperkenalkannya obat antipsikotik merupakan revolusi terapi pasien

skizofrenia dan pasien psikotik serius. Pemakaian antipsikotik tipikal

menghasilkan perbaikan klinis yang bermakna pada kira-kira 50-75% pasien

psikotik, dan hampir 90% pasien psikotik mendapatkan suatu manfaat klinis

dari obat antipsikotik. 1

Suatu akibat tambahan dari diperkenalkannya obat antipsikotik

akhirnya adalah pemahaman tentang kenyataan bahwa semua obat

antipsikotik tipikal bekerja dengan menghambat efek pada reseptor dopamine

D2. Secara spesifik, terdapat kesan korelasi negative antara afinitas obat

tersebut terhadap reseptor D2 dan potensi klinisnya. Jadi, haloperidol, yang

memiliki afinitas tinggi terhadap reseptor D2, digunakan secara klinis dalam

dosis rendah, tetapi chlorpromazine, yang memilki afinitas rendah terhadap

reseptor D2, digunakan dengan dosis tinggi didalam klinis. Pengamatan

tersebut menyebabkan perkembangan hipotesa dopamine dari skizofrenia.

Diperkenalkannya obat atipikal baru telah terus menerus memberikan data

dasar dan klinis yang telah memungkinkan evolusi stabil dari hipotesis yang

hanya melibatkan satu reseptor menjadi hipotesis yang melibatkan interaksi

dengan banyak subtype reseptor dopamine (D3 dan D4) dan reseptor

neurotransmitter lainnya. 1

4

Page 5: Referat antipsikotik atipikal

Antispikotik atipikal terbaru, seperti klozapin, risperidon, olanzapin,

dan quetiapin, mempunyai efek klinis yang lebih besar daripada antipsikotik

kelas lain dengan efek samping ekstrapiramidal akut yang minimal. 1,2,3

Penggunaan utama antipsikotik untuk skizofrenia, sindrom otak

organik dengan psikosis. Obat ini juga berguna untuk pasien yang mengalami

ansietas berat dan penyalahgunakan obat atau alkohol, karena benzodiazepin

dikontraindikasikan bagi mereka. 1

C. INDIKASI PENGGUNAAN

Gejala sasaran (target syndrome) : SINDROM PSIKOSIS

Butir-butir diagnostik Sindrom Psikosis 4

Hendaya berat dalam kemampuan daya menilai realitas (reality testing

ability), bermanifestasi dalam gejala: kesadaran diri (awareness) yang

terganggu, daya nilai norma sosial (judgment) terganggu, dn daya tilikan

diri (insight) terganggu.

Hendaya berat dalam fungsi-fungsi mental, bermanifestasi dalam gejala

POSITIF: gangguan asosiasi pikiran (inkoherensi), isi pikaran yang tidak

wajar (waham), gangguan persepsi (halusinasi), gangguan perasaan

(tidak sesuai dengan situasi), perilaku yang aneh atau tidak dapat

terkendali (disorganized), dan gejala NEGATIF: gangguan perasaan

(afek tumpul, respon emosi minimal), gangguan hubungan sosial

(menarik diri, pasif, apatis), gangguan prosses berfikir (lambat,

terhambat), isi pikiran yang stereotip dan tidak ada inisiatif, perilaku

yang sangat terbatas dan cenderung menyendiri (abulia).

Hendaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari, bermanisfestasi

dalam gejala: tidak mampu bekerja, menjalin hubugan sosial, dan

melakukan kegiatan rutin.

5

Page 6: Referat antipsikotik atipikal

D. JENIS-JENIS ANTIPSIKOTIK

ANTIPSIKOTIK GENERASI PERTAMA (APG I)

Obat antipsikotik yang ada di pasaran saat ini, dapat di kelompokkan

dalam dua kelompok besar yaitu antipsikotik generasi pertama (APG

I/antipsikotik tipikal) dan antipsikotik generasi kedua (APG II/antipsikotik

atipikal). Antipsikotik generasi pertama mempunyai cara kerja dengan

memblok reseptor D2 khususnya di mesolimbik dopamine pathways, oleh

karena itu sering disebut juga dengan Antagonist Reseptor Dopamin (ARD)

atau antipsikotik konvensional atau tipikal.4

Kerja dari APG I menurunkan hiperaktivitas dopamin di jalur

mesolimbik sehingga menyebabkan gejala positif menurun tetapi ternyata

APG I tidak hanya memblok reseptor D2 di mesolimbik tetapi juga memblok

reseptor D2 di tempat lain seperti di jalur mesokortikal, nigrostriatal, dan

tuberoinfundibular. Apabila APG I memblok reseptor D2 di jalur

mesokortikal dapat memperberat gejala negatif dan kognitif disebabkan

penurunan dopamin di jalur tersebut. blokade reseptor D2 di nigrostriatal

secara kronik dengan menggunakan APG I menyebabkan gangguan

pergerakan hiperkinetik (tardive dyskinesia). Blokade reseptor D2 di

tuberoinfundibular menyebabkan peningkatan kadar prolaktin sehingga dapat

menyebabkan disfungsi seksual dan peningkatan berat badan.4

APG I mempunyai peranan yang cepat dalam menurunkan gejala

positif seperti halusinasi dan waham, tetapi juga menyebabkan kekambuhan

setelah penghentian pemberian APG I. 4

Kerugian pemberian APG I: 4

1. Mudah terjadi EPS dan tardive dyskinesia

6

Page 7: Referat antipsikotik atipikal

2. Memperburuk gejala negatif dan kognitif

3. Peningkatan kadar prolaktin

4. Sering menyebabkan terjadinya kekambuhan

Keuntungan pemberian APG I adalah jarang menyebabkan terjadinya

Sindrom Neuroleptik Malignant (SNM) dan cepat menurunkan gejala positif.4

APG I dapat dibagi berdasarkan potensi dan rumus kimia. Pembagian

berdasarkan potensi adalah potensi tinggi, sedang, dan rendah. Sedangkan

pembagian berdasarkan rumus kimia adalah phenotiazine dan non-

phenotiazine.4

Potensi tinggi bila dosis yang digunakan kurang atau sama dengan 10

mg. APG I potensi tinggi diantaranya adalah haloperidol, fluphenazine,

trifluoperazine dan thiothixine. Potensi anti dopaminergik tinggi,

kemungkinan efek samping tinggi seperti distonia, akatisia, dan

parkinsonisme. Pengaruhnya terhadap tekanan darah rendah.4

Potensi sedang bila dosis APG I yang digunakan antara 10- 50 mg.

APG I potensi sedang diantaranya perphenazine, loxapine dan molindone.

Digunakan untuk penderita yang sulit terhadap toleransi efek samping APG I

potensi tinggi dan potensi rendah.4

Potensi rendah bila dosis APG I yang digunakan lebih dari 50 mg.

APG I potensi rendah diantaranya adalah clorpromazine, thiridazine, dan

mesoridazine. Mempunyai efek samping sedasi, hipotensi ortostatik, lethargi

dan gejala antikolinergik meningkat berupa mulut kering retensi urine,

pandangan kabur dan konstipasi.4

Pembagian APG I bedasarkan rumus kimia: 5

1. Phenotiazine

Rantai Aliphatic: Clorpromazine

7

Page 8: Referat antipsikotik atipikal

Rantai piperazine: Perphenazine, Trifluoperazine, fluphenazine.

Rantai Piperidine: Thioridazine

2. Butyrophenoone: Haloperidol

3. Diphenyl-butyl-piperidine: Pimozide

ANTIPSIKOTIK GENERASI KEDUA (APG II)

APG II sering disebut juga sebagai Serotonin Dopamin Antagosis

(SDA) atau antipsikotik atipikal. APG II mempunyai mekanisme kerja

melalui interaksi anatar serotonin dan dopamin pada ke 4 jalur dopamin di

otak. Hal ini yang menyebabkan efek samping EPS lebih rendah dan sangat

efektif untuk mengatasi gejala negatif. Perbedaan antara APG I dan APG II

adalah APG I hanya dapat memblok reseptor D2 sedangkan APG II memblok

secara bersamaan reseptor serotonin (5HT2A) dan reseptor dopamin (D2).

APG II yang dikenal saat ini adalah clozapine, risperidone, olanzapine,

quetiapine, zotepine, ziprasidone, aripiprazole. Saat ini antipsikotik

ziprasidone belum tersedia di Indonesia. 2,4

Kerja obat antipsikotik generasi kedua pada dopamin pathways:3,4

1. Mesokortikal Pathways

Antagonis 5HT2A tidak hanya akan menyababkan berkurangnya blokade

terhadap antagonis D2 tetapi juga menyebabkan terjadinya aktivitas dopamin

pathways sehingga terjadi keseimbangan antara serotonin dan dopamin. APG

II lebih berpengaruh banyak dalam memblok reseptor 5HT2A dengan

demikian meningkatkan pelepasan dopamin dan dopamin yang dilepas

menang dari pada yang dihambat di jalur mesokortikal. Hal ini menyebabkan

berkurangnya gejala negatif maka tidak terjadi lagi penurunan dopamin di

jalur mesokortikal dan gejala negatif yang ada dapat diperbaiki.

APG II dapat memperbaiki gejala negatif jauh lebih baik dibandingkan APG

I karena di jalur mesokortikal reseptor 5HT2A jumlahnya lebih banyak dari

reseptor D2, dan APG II lebih banyak berkaitan dan memblok reseptor 5HT2A

8

Page 9: Referat antipsikotik atipikal

dan sedikti memblok reseptor D2 akibatnya dopamin yang di lepas jumlahnya

lebih banyak, karena itu defisit dopamin di jalur mesokrtikal berkurang

sehingga menyebabkan perbaikan gejala negatif skizofrenia.

2. Mesolimbik Pathways

APG II di jalur mesolimbik, antagonis 5HT2A gagal untuk mengalahkan

antagonis D2 di jalur tersebut. jadi antagonsis 5HT2A tidak dapat

mempengaruhi blokade reseptor D2 di mesolimbik, sehingga blokade reseptor

D2 menang. Hal ini yang menyebabkan APG II dapat memperbaiki gejala

positif. Pada keadaan normal serotonin akan menghambat pelepasan dari

dopamin.

3. Tuberoinfundibular Pathways

APG II di jalur tuberoinfundibular, antagonis reseptor 5HT2A dapat

mengalahkan antagonis reseptor D2. Hubungan antara neurotransmiter

serotonin dan dopamin sifatnya antagonis dan resiprokal dalam kontrol

sekresi prolaktin dari hipofise. Dopamin akan menghambat pengelepasan

prolaktin, sedangkan serotonin menigkatkan pelepasan prolaktin. Pemberian

APG II dalam dosis terapi akan menghambat reseptor 5HT2A sehingga

menyebabkan pelepasan dopamin menigkat. Ini mengakibatkan pelepasan

prolaktin menurun sehingga tidak terjadi hiperprolaktinemia.

4. Nigrostriatal Pathways

Jalur ini berproyeksi dari substansia nigra menuju ganglia basalis. Fungsi

jalur nigrostriatal adalah untuk mengontrol pergerakan. Bila jalur ini diblok,

akan terjadi kelainan pergerakan seperti pada Parkinson yang disebut

extrapyramidal reaction (EPR). Gejala yang terjadi antara lain akhatisia,

dystonia (terutama pada wajah dan leher), rigiditas, dan akinesia atau

bradikinesia.3

APG II dalam klinis praktis, memiliki empat keuntungan, yaitu: 4

1. APG II menyebabkan EPS jauh lebih kecil dibandingkan APG I, umunya

pada dosis terapi sangat jarang terjadi EPS.

9

Page 10: Referat antipsikotik atipikal

2. APG II dapat mengurangi gejala negatif dari skzofrenia dan tidak

memperburuk gejala negatif seperti yang terjadi pada pemberian APG I.

3. APG II menurunkan gejalan afektif dari skizofrenia dan sering digunakan

untuk pengobatan depresi dan gangguan bipolar yang resisten.

4. APG II menurunkan gejala kognitif pada pasien skizofrenia dan penyakit

Alzheimer.

Antipsikotik generasi kedua yang digunakan sebagai berikut: 4

First line: Risperidone, Olanzapine, Quetiapine, Ziprasidone, Aripiprazole

Second line: Clozapine.

Obat antipsikotik yang sering digunakan ada 21 jenis yaitu 15 jenis

berasal dari APG I dan 6 jenis berasal dari APG II. Keuntungan yang

didapatkan dari pemakaian APG II selain efek samping yang minimal juga

dapat memperbaiki gejala negatif, kognitif dan mood sehingga mengurangi

ketidaknyamanan dan ketidakpatuhan pasien akibat pemakian obat

antipsikotik. 4

Pemakaian APG II dapat meningkatkan angka remisi dan

menigkatkan kualitas hidup penderita skizofrenia karena dapat

mengembalikan fungsinya dalam masyarakat. Kualitas hidup seseorang yang

menurun dapat dinilai dari aspek occupational dysfunction, social

dysfunction, instrumental skills deficits, self-care, dan independent living. 4

CLOZAPINE

Merupakan APG II yang pertama dikenal, kurang menyebabkan

timbulnya EPS, tidak menyebabkan terjadinya tardice dyskinesia dan tidak

terjadi peningkatan dari prolaktin. Clozapine merupakan gold standard pada

pasien yang telah resisten dengan obat antipsikotik lainnya. Profil

farmakoligiknya atipikal bila dibandingkan dengan antipsikotik lain.

Dibandingkan terhadap psikotropik yang lain, clozapine menunjukkan efek

dopaminergik rendah, tetapi dapat mempengaruhi fungsi saraf dopamin pada

10

Page 11: Referat antipsikotik atipikal

sistem mesolimbik-mesokortikal otak, yang berhubungan dengan fungsi

emosional dan mental yang lebih tinggi, yang berbeda dari dopamin neuron di

daerah nigrostriatal (daerah gerak) dan tuberoinfundibular (daerah

neruendokrin). 4

Clozapine efektif untuk menggontrol gejala-gejala psikosis dan

skizofrenia baik yang positif (iritabilitias) maupun yang negatif (social

disinterest dan incompetence, personal neatness). Efek yang bermanfaat

terlihat dalam waktu 2 minggu, diikuti perbaikan secara bertahap pada

minggu-minggu berikutnya. Obat ini berguna untuk pasien yang refrakter dan

terganggu berat selama pengobatan. Selain itu, karena resiko efek samping

EPS yang sangat rendah, obat ini cocok untuk pasien yang menunjukkan

gejala EPS yang berat bila diberikan antipsikosis yang lain. Namun, karena

clozapin memiliki efek resiko agranulositosis yang lebih tinggi dibandingkan

antipsikosis yag lain, maka pengunaannya di batasi hanya pada pasien yang

resisten atau tidak dapat mentoleransi antipsikosis lain. Pasien yang diberi

clozapine perlu di pantau sel darah putihnya setiap minggu. 4,6,10

Secara farmakokinetik, clozapine di absorpsi secara cepat dan

sempurna pada pemberian per oral. Kadar puncak plasma tercapai pada kira-

kira 1,6 jam setelah pemberian obat. Clozapine secara ekstensif diikat protein

plasma (>95%), obat ini di metabolisme hampir sempurna sebelum dieksresi

lewat urin dan tinja (30% melaui kantong empedu dan 50% melaui urine),

dengan waktu paruh rata-rata 11,8 jam sehingga pemberiannya dianjurkan 2

kali dalam sehari. 6 Distribusi dari clozapine dibandingkan obat antipsikotik

lainnya lebih rendah. Umunya afinitas dari clozapine rendah pada reseptor D2

dan tinggi pada reseptor 5HT2A sehingga cenderung rendah untuk

menyebabkan terjadinya efek samping EPS. Pada reseptor D4 afinitasnya

lebig tinggi 10 kali lipat dibandingkan antipsikotik lainnya, dimana reseptor

D4 terdapat pada daerah korteks dan sedikit pada daerah striatal. Hal ini lah

yang membedakan clozapine dengan APG I. 4

Dosis : 4,7

- Hari 1 : 1 – 2 x 12,5 mg.

11

Page 12: Referat antipsikotik atipikal

- Berikutnya ditingkatkan 25 – 50 mg / hari sp 300 – 450 mg / hari dengan

pemberian terbagi.

- Dosis maksimal 600 mg / hari.

- Sediaan yang ada di pasaran tablet 25 mg dan 100 mg

Efek samping : 4,7,10

- Granulositopeni, agranulositosis, trombositopeni, eosinofilia, leukositosis,

leukemia.

- Ngantuk, lesu, lemah, tidur, sakit kepala, bingung, gelisah, agitasi, delirium.

- Mulut kering atau hipersalivasi, penglihata kabur, takikardi, postural

hipotensi, hipertensi.

- Dsb.

Kontra indikasi : 4,7

- Ada riwayat toksik/hipersensitif.

- Gangguan fungsi Sumsum tulang.

- Epilepsi yang tidak terkontrol.

- Psikosis alkoholik dan psikosis toksik lainnya.

- Intoksikasi obat.

- Koma.

- Kollaps sirkulasi.

- Depresi SSP.

- Ganguan jantung dan ginjal berat.

- Gangguan liver.

RISPERIDONE

Risperidone merupakan obat APG II yang kedua diterima oleh FDA

(Food and Drug Administration) sebagai antipsikotik setelah clozapine.

Rumus kimianya adalah benzisoxazole derivative. Absorpsi risperidone di

usus tidak di pengaruhi oleh makanan dan efek terapeutik nya terjadi dalam

12

Page 13: Referat antipsikotik atipikal

dosis rendah, pada dosis tinggi dapat terjadi EPS. Pemakaian risperidone

yang teratur dapat mencegah terjadinya kekambuhan dan menurunkan jumlah

dan lama perawatan sehingga baik digunakan dalam dosis pemeliharaan.

Pemakaian riperidone masih diizinkan dalam dosis sedang, setelah pemberian

APG I dengan dosis yang kecil dihentikan, misalnya pada pasien usia lanjut

dengan psikosis, agitasi, gangguan perilaku yang di hubungkan dengan

demensia. 4

Risperidone dapat memperbaiki skizofrenia yang gagal di terapi

dengan APG I tetapi hasil pengobatannya tidak sebaik clozapine. Obat ini

juga dapat memperbaiki fungsi kognitif tidak hanya pada skizofrenia tetapi

juga pada penderita demensia misalnya demensia Alzheimer. 4

Metabolisme risperidone sebagian besar terjadi di hati oleh enzim

CYP 2D6 menjadi 9-hydroxyrisperidone dan sebagian kecil oleh enzim CYP

3A4. Hydroxyrisperidone mempunyai potensi afinitas terhadap reseptor

dopamin yang setara dengan risperidone. Eksresi terutama melalui urin.

Metabolisme risperiodne dihambat oleh antidepresan fluoxetine dan

paroxetine, karena antidepresan ini menghambat kerja dari enzim CYP 2D6

dan CYP 3A4 sehingga pada pemberian bersama antidepresan ini, maka dosis

risperidone harus dikurangi untuk meminimalkan timbulnya efek samping

dan toksik. Metabolisme obat ini dipercepat bila diberikan bersamaan

carbamazepin, karena menginduksi CYP 3A4 sehingga perlu peningkatan

dosis risperidone pada pemberiaan bersama carbamazepin disebabkan

konsentrasi risperidone di dalam plasma rendah. 4,8

Indikasi : 4,7

- Skizofrenia akut dan kronik dengan gejala positif dan negatif.

- Gejala afektif pada skizofrenia (skizoafektif).

Dosis : 4,7

- Hari 1 : 1 mg, hari 2 : 2mg, hari 3 : 3 mg.

13

Page 14: Referat antipsikotik atipikal

- Dosis optimal - 4 mg / hari dengan 2 x pemberian.

- Pada orang tua, gangguan liver atau ginjal dimulai dengan 0,5 mg,

ditingkatkan sp 1 – 2 mg dengan 2 x pemberian.

- Umunya perbaikan mulai terlihat dalam 8 minggu dari pengobatan awal,

jika belum terlihat respon perlu penilaian ulang.

- Kadar puncak plasma dicapai dalam waktu 1-2 jam setelah pemberian oral.

Efek samping: 4,7

- EPS

- Peningkatan prolaktin (ditandai dengan gangguan menstruasi, galaktorea,

disfungsi seksual)

- Sindroma neuroleptik malignan

- Peningkatan berat badan

- Sedasi

- Pusing

- Konstipasi

- Takikardi

OLANZAPINE

Merupakan derivat dari clozapine dan dikelompokkan dalam

golongan dibenobenzodiazepine. Absorpsi tidak dipengaruhi oleh makanan.

Plasma puncak olanzapine dicapai dalam waktu 5-6 jam setalah pemberian

oral, sedangkan pada pemberian intramuskular dapat dicapai setelah 15-45

menit dengn waktu paruh 30 jam (antara 21-54 jam) sehingga pemberian

cukup 1 kali sehari. 4

Olanzapine merupaka antagonis monoaminergik selektif yang

mempunyai afinitas yang kuat terhadap reseptor dopamin (D1-D4), serotonin

(5HT2A/2c), Histamin (H1) dan α1 adrenergik. Afinitas sedang dengan reseptor

kolinergik muskarinik (M1-5) dan serotonin (5HT3). Berikatan lemah dengan

reseptor GABAA, benzodiazepin dan β-adrenergik. Metabolisme olanzapine

di sitokrom P450 CYP 1A2 dan 2D6. Metabolisme akan meningkat pada

14

Page 15: Referat antipsikotik atipikal

penderita yang merokok dan menurun bila diberikan bersama dengan

antidepresan fluvoxamine atau antibiotik ciprofloxacin. Afinitas lemah pada

sitokrom P450 hati sehingga pengaruhnya terhadap metabolisme obat lain

rendah dan pengaruh obat lain minimal terhadap konsentrasi olanzapine. 4

Eliminasi waktu paruh dari olanzapine memanjang pada penderita

usia lanjut. Cleareance 30% lebih rendah pada wanita dibanding pria, hal ini

menyebabkan terjadinya perbedaan efektivitas dan efek samping antara

wanita dan pria. Sehingga perlu modifikasi dosis yang lebih rendah pada

wanita. Cleareance olanzapine meningkat sekitar 40% pada perokok

dibandingkan yang tidak merokok, sehingga perlu penyesuaian dosis yang

lebih tinggi pada penderita yang merokok. 4,8

Indikasi : 4,7

- Sizofrenia atau psikosis lain dengan gejala positive dan negatif.

- Episode manik moderat dan severe.

- Pencegahan kekambuhan gangguan bipolar.

Dosis : 4,7

- Untuk skizofrenia mulai dengan dosis 10 mg 1 x sehari.

- Untuk episode manik mulai dengan dosis 15 mg 1 x sehari.

- Untuk pecegahan kekambuhan gangguan bipolar 10 mg / hari.

Efek samping: 4,7

- Penigkatan berat badan

- Somnolen

- Hipotensi ortostatik berkaitan dengan blokade reseptor α1

- EPS dan kejang rendah

- Insiden tardive dyskinesia rendah

15

Page 16: Referat antipsikotik atipikal

QUETIAPINE

Struktur kimia yang mirip dengan clozapine, masuk dalam

kelompok dibenzodiazepine derivates. Absorpsinya berlangsung cepat setelah

pemberian oral, konsentrasi plasma puncak dicapai dalam waktu 1,5 jam

setelah pemberian. Metabolisme terjadi di hati, pada jalur sulfoxidation dan

oksidasi menjadi metabolit tidak aktif dan waktu paruhnya 6 jam. 4

Quetiapine merupaka antagonis reseptor serotonin (5HT1A dan

5HT2A), reseptor dopamin (D1 dan D2), reseptor histamin (H1), reseptor

adrenergik α1 dan α2. Afinitasnya lemah pada reseptor muskarinik (M1) dan

reseptor benzodiazepin. Cleareance quetiapine menurun 40% pada penderita

usia lanjut, sehinga perlu penyesuaian dosis yang lebih rendah dan menurun

30% pada penderita yang mengalami gangguan fungsi hati. Cleareance

quetiapine meningkat apabila pemberiannya dilakukan bersamaan dengan

antiepileptik fenitoin, barbiturat, carbamazepin dan antijamur ketokonazole. 4

Quetiapine dapat memperbaiki gejala positif, negatif, kognitif dan

mood. Dapat juga memperbaiki pasien yang resisten dengan antipsikotik

generasi pertama tetapi hasilnya tidak sebaik apabila di terapi dengan

clozapine. Pemberian pada pasien pertama kali mendapat quetiapine perlu

dilakukan titrasi dosis untuk mencegah terjadinya sinkope dan hipotensi

postural. Dimulai dengan dosis 50 mg per hari selama 4 hari, kemudian

dinaikkan menjadi 100 mg selama 4 ahri, kemudian dinaikkan lagi menjadi

300 mg. Sete;ah itu dicari dosis efektif antara 300-450 mg/hari.

Efek samping obat ini yang sering adalah somnolen, hipotensi postural,

pusing, peningkatan berat badan, takikardi, dan hipertensi. 4

ZIPRASIDONE

APG II dengan struktur kimia yang baru, obai ini belum tersedia di

Indonesia. Ziprasidone merupakan antipsikotik dengan efek antagonsis antara

16

Page 17: Referat antipsikotik atipikal

reseptor 5HT2A dan D2. Berinteraksi juga denga reseptor 5HT2C, 5HT1D dan

5HT1A, afinitasnya pada reseptor ini sama atau lebih besar dari afinitas pada

reseptor D2. Afinitas sedang pada reseptor histamin dan α1. Ziprasidone tidak

bekerja pada muskarinik (M1). 4

Ziprasidone juga antipsikotik yang mempunyai mekanisme kerja

yang unik karena menghambat pengambilan kembali (reuptake)

neurotransmiter serotonin dan norepineprine di sinaps. Obat ini efektif

digunakan untuk gejala negatif dan penderita yang refrakter dengan

antipsikotik. Obat ini aman diberikan pada penderita usia lanjut. 5

Absorpsi ziprasidone akan meningkat dengan adanya makan, tetapi

tidak dipangruhi oleh usia, jenis kelamin, gangguan fungsi hati atau ginjal.

Konsentrasi plasma puncak dicapai dalam waktu 2-6 jam setelah pemberian

oral dengan waktu paruh obat rata-rata 5-10 jam, sehingga pemberiannya 2

kali sehari. Metabolsime ziprasidone melalui hati, sebagian besar pada

isoenzim CYP 3A4 dan sebagian kecil di CYP 1A2. Mekanisme kerja

farmakologik diperkirakan pro-serotonergik dan pro-noradregenik sehingga

di prediksi dapat bekerja sebagai antidepresan dan ansiolitik. Efikasi dari

ziprasidone terjadi pada dosis 80-160 mg/hari, untuk pengobatan terhadap

gejala positif, negatif, dan depresif pada pasien skizofrenia. 4

Dosis intial yang aman diberikan tanpa dosis titrasi adalah sebesar

40 mg perhari. Pemberiannya akan semakin efektif bila bersamaan dengan

makanan. Dosis pemeliharaan berkisar antara 40-60 mg per hari. 7

Terjadinya efek samping EPS rendah dan tidak terjadi peningkatan

kadar prolaktin. Efek samping yang dijumpai selama uji klinis adalah

somnolen (14%), peningkatan berat badan (10%), gangguan pernafasan (8%),

EPS (5%), dan bercak-bercak merah di kulit (4%). Peningkatan berat badan

sangat kecil atau dapat dikatan tidak ada, karena bekerja sangat lemah pada

reseptor AH1 walaupun bekerja juga sebagai antagonis pada reseptor 5HT2c.

Ziprasidone tidak menyebabkan gangguan jantung. 4

17

Page 18: Referat antipsikotik atipikal

ARIPIPRAZOLE

Merupakan antipsikotik generasi baru, yang bersifat partial agonis

pada reseptor D2 dan reseptor serptonin 5HT1A serta antagonis pada reseptor

serotonin 5HT2A. Aripiprazole bekerja sebagai dopamin sistem stabilizer

artinya menghasilkan signal transmisi dopamin yang sama pada keadaan

hiper atau hipo-dopaminergik karena pada keadaan hiperdopaminergik

aripiprazole afinitasnya lebih kuat dari dopamin akan mengeser secara

kompetitif neurotransmiter dopamin dan berikatan dengan reseptor dopamin.

Pada keadaan hipodopaminergik maka aripiprazole dapat menggantikan

peran neurotransmiter dopamin dan akan berikatan dengan reseptro dopamin. 4

Aripiprazole di metabolisme di hati melaui isoenzim P450 pada

CYP 2D6 dan CYP 3A4, menjadi dehydro-aripiprazole. Afinitas dari hasil

metabolisme ini mirip dengan aripiprazole pada reseptor D2 dan berada di

plasma sebesar 40% dari keseluruhan aripiprazole. Waktu paruh berkisar

antara 75-94 jam sehingga pemberian cukup 1 kali sehari. Absorpsi

aripiprazole mencapai konsentrasi plasma ouncak dalam waktu 3-5 jam

setelah pemberian oral. Aripiprazole sebaiknya diberikan sesudah makan,

terutama pada pasien yang mempunyai keluhan dispepsia, mual dan muntah. 4

Indikasi :

- Skizofrenia.

Dosis :

- 10 atau 15 mg 1 x sehari.

Efek samping :

- Sakit kepala.

- Mual, muntah.

- Konstipasi.

18

Page 19: Referat antipsikotik atipikal

- Ansietas, insomnia, somnolens.

- Akhatisia.

E. PROFIL EFEK SAMPING

Efek samping pada obat anti-psikosis dapat berupa: 5

Sedasi dan inhibisi psikomotor (rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang,

kinerja psikomotor menurun, kemampuan kognitif menurun.

Gangguan otonomik (hipotensi, antikolinergik/parasimpatolitik: mulut

kering, kesulitan miksi dan defekasi, hidung tersumbat, pandangan mata

kabur, tekanan intraokuler meninggi, gangguan irama jantung)

Gangguan ekstrapiramidal (distonia akut, akathisia, sindrom parkinson:

tremor, bradikinesia, rigiditas).

Gangguan endokrin (amenorrhoe, gynaecomastia), metabolik (jaundice),

hematologik (agranulocytosis), biasanya pada pemakaian jangka panjang.

Efek samping ini ada yang dapat di tolerir oleh pasien, ada yang

lambat, dan ada yang sampai membutuhkan obat simptomatis untuk

meringankan penderitaan pasien.

Dalam penggunaan obat anti-psikosis yang ingin dicapai adalah

“optimal response with minimal side effect”.

Efek samping dapat juga “irreversible” : tardive dyskinesia (gerakan

berulang involunter pada : lidah, wajah, mulut/rahang, dan anggota gerak,

dimana pada waktu tidur gejala tersebut menghilang). Biasanya terjadi pada

pemakaian jangka panjang (terapi pemeliharaan) dan pada pasien usia lanjut.

Efek samping ini tidak berkaitan dengan dosis obat anti-psikosis (non dose

related).

Bila terjadi gejala tersebut : obat anti-psikosis perlahan-lahan

dihentikan, bisa dicoba pemberian obat Reserpine 2,5 mg/h, (dopamine

depleting agent), pemberian obat anti parkinson atau I-dopa dapat

memperburuk keadaan. Obat pengganti anti-psikosis yang paling baik adalah

Clozapine 50-100 mg/h.

19

Page 20: Referat antipsikotik atipikal

Pada penggunaan obat anti-psikosis jangka panjang, secara periodik

harus dilakukan pemeriksaan laboratorium : darah rutin, urine lengkap,

fungsi hati, fungsi ginjal, untuk deteksi dini perubahan akibat efek samping

obat.

Obat anti-psikosis hampir tidak pernah menimbulkan kematian

sebagai akinat overdosis atau untuk bunuh diri. Namun demikian untuk

menghindari akibat yang kurang menguntungkan sebaiknya dilakukan

“lavage lambung” bila obat belum lama dimakan. 2

F. INTERAKSI OBAT 5

Antipsikosis + Antipsikosis lain = potensi efek samping obat dan tidak ada

bukti lebih efektif (tidak ada sinergis antara 2 obat anti-psikosis). Misalnya,

Chlorpromazine + Reserpine = potensiasi efek hipotensif.

Antipsikosis + Antidepresan trisiklik = efek samping antikolinergik

meningkat (hati-hati pada pasien dengna hipertrofi prostat, glaukoma, ileus,

penyakit jantung).

Antipsikosis + anti-anxietas = efek sedasi meningkat, bermanfaat untuk

kasus dengan gejala dan gaduh gelisah yang sangat hebat (acute adjunctive

therapy).

Antispikosis + ECT = dianjurkan tidak memberikan obat anti-psikosis pada

pagi hari sebelum ECT (Electro Convulsive Therapy) oleh karena angka

mortalitas yang tinggi.

Antipsikosis + antikonvulsan = ambang konvulsi menurun, kemungkinan

serangan kejang meningkat, oleh karena itu dosis antikonvulsan harus

lebih besar (dose-related). Yang paling minimal menurunkan ambang

kejang adalah obat anti-psikosis Haloperidol.

Antipsikosis + Antasida = efektivitas obat antu-psikosis menurun

disebabkan gangguan absorpsi.

G. CARA PENGGUNAAN

Pemilihan Obat

20

Page 21: Referat antipsikotik atipikal

Pada dasarnya semua obat anti-psikosis mempunyai efek primer (efek

klinis) yang sama pada dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek

sekunder (efek samping ; sedasi, otonomik, ekstrapiramidal). 5

Pemilihan jenis obat anti-psikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang

dominan dan efek samping obat. Pergantian obat disesuaikan dengan dosis

ekivalen.

Apabila obat anti-psikosis tidak memberikan respons klinis dalam dosis

yang sudah optimal setelah jangka waktu yang memadai, dapat diganti

dengan obat anti-psikosis lain (sebaiknya dari golongan yang tidak sama),

dengan dosis ekivalen-nya, dimana profil efek samping belum tentu sama.

Apabila dalam riwayat penggunaan obat anti-psikosis sebelumnya, jenis

obat anti-psikosis tertentu yang sudah terbukti efektif dan ditolerir dengan

baik efek samping-nya, dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang.

Apabila gejala negatif (afek tumpul, penarikan diri, hipobulia, isi pikiran

miskin) lebih menonjol dari gejala positif (waham, halusinasi, bicara kacau,

perilaku tak terkendali) pada pasien Skizofrenia, pilihan obat antipsikosis –

atipikal perlu dipertimbangkan. Khususnya pada penderita Skizofrenia

yang tidak dapat mentolerir efek samping ekstrapiramidal atau mempunyai

risiko medik dengan adanya gejala ekstrapiramidal (neuroleptic induced

medical complication).

Pengaturan Dosis

Dalam pengaturan dosis perlu dipertimbangkan : 5

Onset efek primer (efek klinis) : sekitar 2 – 4 minggu

Onset efek sekunder (efek samping) : sekitar 2 – 6 jam.

Waktu paruh : 12 – 14 jam (pemberian obat 1-2 x perhari).

Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak dari efek

samping (dosis pagi kecil, dosis malam lebih besar) sehingga tidak begitu

mengganggu kualitas hidup pasien.

21

Page 22: Referat antipsikotik atipikal

Mulai dengan “dosis awal” sesuai dengan “dosis anjuran”, dinaikkan

setiap 2-3 hari sampai mencapai “dosis efektif” (mulai timbul peredaran

Sindrom Psikosis) dievaluasi setiap 2 minggu dan bila perlu dinaikkan

“dosis optimal” dipertahankan sekitar 8-12 minggu (stabilisasi)

diturunkan setiap 2 minggu “dosis maintenance” dipertahankan 6

bulan sampai 2 tahun (diselingi “drug holiday” 1-2 hari/minggu)

tapering off (dosis diturunkan tiap 2-4 minggu) stop.

Lama Pemberian

Untuk pasien dengan serangan Sindrom Psikosis yang “multi

episode”, terapi pemeliharaan (maintenance) diberikan paling sedikit selama

5 tahun. Pemberian yang cukup lama ini dapat menurunkan derajat

kekambuhan 2,5 – 5 kali.

Efek obat anti-psikosis secara relatif berlangsung lama, sampai

beberapa hari setelah dosis terakhir masih mempunyai efek klinis. Sehingga

tidak langsung menimbulkan kekambuhan setelah obat dihentikan, biasanya

satu bulan kemudian baru gejala Sindrom Psikosis kambuh kembali.

Hal tersebut disebabkan metabolisme dan ekskresi obat sangat lambat,

metabolit-metabolit masih mempunyai keaktifan anti-psikosis.

Pada umumnya pemberian obat anti-psikosis sebaiknya dipertahankan

selama 3 bulan sampai 1 tahun setelah semua gejala psikosis mereda sama

sekali. Untuk “Psikosis Reaktif Singkat” penurunan obat secara bertahap

setelah hilangnya gejala dalam kurun waktu 2 minggu – 2 bulan.

Obat anti psikosis tidak menimbulkan gejala lepas obat yang hebat

walaupun diberikan dalam jangka waktu lama, sehingga potensi

ketergantungan obat kecil sekali.

Pada penghentian yang mendadak dapat timbul gejala “Cholinergic

Rebound” : gangguan lambung, mual, muntah, diare, pusing, gemetar dan

lain-lain. Keadaan ini akan mereda dengan pemberian “anticholinergic

agent” (injeksi Sulfas Atropin 0,25 mg (im), tablet Trihexyphenidyl 3x 2

mg/h).

22

Page 23: Referat antipsikotik atipikal

Oleh karena itu pada penggunaan bersama obat anti-psikosis +

antiparkinson, bila sudah tiba waktu penghentian obat, obat antipsikosis

dihentikan lebih dahulu, kemudian baru menyusul obat antiparkinson. 5

Penggunaan Parenteral

Obat anti-psikosis “long acting” Fluphenazine Decanoate 25 mg/cc

atau Haloperidol Decanoas 50 mg/cc, im, setiap 2 – 4 minggu sangat berguna

untuk pasien yang tidak mau atau sulit teratur makan obat atau apapun yang

tidak efektif terhadap medikasi oral.

Sebaiknya sebelum penggunaan parenteral diberikan secara oral lebih

dahulu beberapa minggu untuk melihat apakah terdapat efek hipersensitivitas.

Dosis mulai dengan ½ cc setiap 2 minggu pad bulan pertama

kemudian bau ditingkatkan menjadi 1 cc setiap bulan.

Pemberian obat anti psikosis “long acting” hanya untuk terapi

stabilisasi dan pemeliharaan (maintenance therapy) terhadap kasus

Skizofrenia. 15 – 25 % kasus menunjukkan toleransi yang baik terhadap efek

samping ektrapiramidal. 5

H. PERHATIAN KHUSUS

Efek samping yang sering timbul dan tindakan mengatasinya : 5

Penggunaan Chlorpromazine injeksi (im) : sering menimbulkan

Hipotensi Ortostatik pada waktu perubahan posisi tubuh (efek alfa adrenergic

blockade). Tindakan mengatasinya dengan injeksi Nor-adrenaline (Nor-

epinephrine) sebagai “alfa adrenergic stimulator”.

Dalam keadaan ini tidak diberikan Adrenaline oleh karena bersifat “alfa

dan beta adrenergic stimulator” sehingga efek beta-adrenergic tetap ada dan

dapat terjadi Shock.

Hipotensi ortostatik seringkali dapat dicegah dengan tidak langsung

bangun setelah mendapat suntikan dan dibiarkan tiduran selama sekitar 5-10

menit.

23

Page 24: Referat antipsikotik atipikal

Bila dibutuhkan dapat diberikan Norepinephrine bitartrate (LEVOPHED

– Abbot atau RAIVAS – Dexa Medica atau VASCON – Fahrenheit) ampul 4

mg/4cc dalam infus 1000 ml dextrose 5% dengan kecepatan infus

2-3cc/menit.

Obat anti-psikosis yang kuat (Haloperidol) sering menimbulkan gejalan

Ekstrapiramidal/Sindrom Parkinson. Tindakan mengatasinya dengan tablet

Trihexyphenidyl (Artane) 3-4x 2 mg/hari, Sulfas Atropin 0,50-0,75 mg (im).

Apabila Sindrom Parkinson sudah terkendali diusahakan penurunan dosis

secara bertahap, untuk menentukan apakah masih dibutuhkan penggunaan

obat antiparkinson.

Secara umum dianjurkan penggunaan obat antiparkinson tidak lebih lama

dari 3 bulan (risiko timbul “atropine toxic syndrome”). Tidak dianjurkan

pemberian “antiparkinson profilaksis”, oleh karena dapat mempengaruhi

penyerapan/absorpsi obat anti-psikosis sehingga kadarnya dalam plasma

rendah, dan dapt menghalangi manifestasi gejala psikopatologis yang

dibutuhkan untuk penyesuaian dosis obat anti-psikosis agar tercapai dosis

efektif.

“Rapid Neuroleptizattion” : Haloperidol 5 – 10 mg (im) dapt diulangi

setiap 2 jam, dosis maksimum adalah 100 mg dalam 24 jam. Biasanya dalam

6 jam sudah dapat mengatasi gejala-gejala akut dari Sindrom Psikosis

(agitasi, hiperaktivitas psikomotorm impulsif, menyerang, gaduh-gelisah,

perilaku destruktif dll).

Kontraindikasi :

- Penyakit hati (hepato-toksik),

- Penyakit darah (hemato-toksik),

- Epilepsi (menurunkan ambang kejang),

- Kelainan jantung (menghambat irama jantung),

- Febris yang tinggai (thermoregulator di SSP),

- Ketergantungan alkohol (penekanan SSP meningkat),

- Penyakit SSP (parkinson, tumor otak dll),

24

Page 25: Referat antipsikotik atipikal

BAB III

KESIMPULAN

Antipsikotik adalah sekelompok obat yang menghambat reseptor

dopamine tipe 2 (D2) dan reseptor serotonin (5HT2A). Obat antipsikotik baik

tipikal maupun atipikal selain berfungsi untuk mengobati penyakit

skizofrenia dan sebagai antipsikotik, tentunya juga memiliki efek samping.

Efek samping yang ditimbulkan oleh pemakaian antipsikotik atipikal:

peningkatan berat badan sedang sampai berat, diabetes mellitus,

hiperkolesterolemia, sedasi, gangguan pergerakan yang sedang, hipotensi

postural, hiperprolaktinemia, kejang, salivasi nocturnal, agranulositosis,

25

Page 26: Referat antipsikotik atipikal

miokarditis, lensa mata bertambah, sindrom neuroleptik maligna, EPS

(rendah).

Selain melihat dari efek samping yang dapat ditimbulkan dari obat

antipsikotik atipikal, kita juga harus mempertimbangkan kondisi pasien yang

akan diberikan obat antipsikotik dan juga harus mengingat kontraindikasi

dari obat-obatan antipsikotik atipikal. Karena tidak semua obat antipsikotik

dapat kita berikan dalam kondisi/keadaaan pasien yang berbeda-beda.

26