43
DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN…………………………………………………………………….. I KATA PENGANTAR …………………………………………………………………………..II DAFTAR ISI………….…………………………………………………………………………..1 BAB I – PENDAHULUAN ……………………………………………………………………..2 BAB II – TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………………………...3 2.1Pengertian obat antipsikotik ……………..…………………………………………………...3 2.2. Pengertian Partisipasi ………………………………………………………………….……3 2.2.1. Antipsikotik generasi pertama ……..………………………………………………5 2.2.1.1. efek samping antipsikotik tipikal ………………………………………..7 2.2.2. Antipsikotik generasi kedua ……………………………………………………...15 2.2.2.1. Risperidone……………………………………………………………..17 2.2.2.2. Clozapine………………………………………………………………..18 2.2.2.3. Olanzapine………………………………………………………………20 2.2.2.4. Quetipine………………………………………………………………..21 2.2.2.5. Aripriprazole……………………………………………………………21 2.3. Interaksi Obat ……………………………………………………………………………..22 2.4. Cara Pemilihan Obat…………………..…………………………………………………...23 2.5. Pengaturan dosis..………………………………………………………………………….24 2.6. Lama Pemberian Terapi ……………………………………………………………………25 2.7. Penggunaan Parenteral……………………………………………………………………..25 BAB III – KESIMPULAN……………………………………………………………………..26 BAB IV – DAFTAR PUSTAKA…… ………………………………………………………….27 1

Referat Obat Antipsikotik (Print)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

antipsikotik

Citation preview

Page 1: Referat Obat Antipsikotik (Print)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN…………………………………………………………………….. I

KATA PENGANTAR …………………………………………………………………………..II

DAFTAR ISI………….…………………………………………………………………………..1

BAB I – PENDAHULUAN ……………………………………………………………………..2

BAB II – TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………………………...3

2.1Pengertian obat antipsikotik ……………..…………………………………………………...3

2.2. Pengertian Partisipasi ………………………………………………………………….……3

2.2.1. Antipsikotik generasi pertama ……..………………………………………………5

2.2.1.1. efek samping antipsikotik tipikal ………………………………………..7

2.2.2. Antipsikotik generasi kedua ……………………………………………………...15

2.2.2.1. Risperidone……………………………………………………………..17

2.2.2.2. Clozapine………………………………………………………………..18

2.2.2.3. Olanzapine………………………………………………………………20

2.2.2.4. Quetipine………………………………………………………………..21

2.2.2.5. Aripriprazole……………………………………………………………21

2.3. Interaksi Obat ……………………………………………………………………………..22

2.4. Cara Pemilihan Obat…………………..…………………………………………………...23

2.5. Pengaturan dosis..………………………………………………………………………….24

2.6. Lama Pemberian Terapi ……………………………………………………………………25

2.7. Penggunaan Parenteral……………………………………………………………………..25

BAB III – KESIMPULAN……………………………………………………………………..26

BAB IV – DAFTAR PUSTAKA…… ………………………………………………………….27

1

Page 2: Referat Obat Antipsikotik (Print)

BAB I

PENDAHULUAN

Antipsikotik adalah antagonis dopamin dan menyekat reseptor dopamin dalam berbagai

jaras di otak. Obat-obatan antipsikotik dapat diklasifikasikan dalam kelompok tipikal dan

atipikal. Antipsikotik tipikal merupakan golongan obat yang memblokade dopamine pada

reseptor pasca-sinaptik neuron di otak, khususnya sistem limbik dan sistem ekstrapiramidal

(dopamine D-2 receptor antagonist).1

Dopamine memiliki peran yang sangat penting dalam etiologi psikosis. Berdasarkan penelitian

menggunakan amfetamin dan methamphetamine yang mengeksaserbasi delusi dan halusinasi

pada pasien skizofrenia didapatkan bahwa dopamine merupakan peranan penting dalam etiologi

halusinasi dan delusi tersebut. 1,2

Obat-obat antipsikotik tipikal merupakan antagonis reseptor dopamine sehingga menahan

terjadinya dopaminergik pada jalur mesolimbik dan mesokortikal. Blokade reseptor D dopamine

dapat memberikan efek samping sindrom ekstrapiramidal. 3,4

Sedangkan antipsikotik atipikal merupakan golongan yang selain berafinitas terhadap

Dopamine D-2 receptor juga berafinitas terhadap 5 HT2 Reseptor (Serotonin-

dopamine antagonist ). Secara signifikan tidak memberikan efek samping gejala ekstrapiramidal

bila diberikan dalam dosis klinis yang efektif.3,4

Pemberian obat antipsikotik tipikal umumnya pada pasien dengan gejala posititf seperti

halusinasi, delusi, gangguan isi pikir dan waham. Sedangkan untuk pasien psikotik dengan gejala

negatif obat tipikal hanya memberikan sedikit perbaikan. Sehingga pemberian obat psikotik

atipikal lebih dianjurkan karena obat atipikal memiliki kemampuan untuk meningkatkan aktivitas

dopaminergik kortikal prefrontal sehingga dengan peningkatan aktivitas tersebut dapat

memperbaiki fungsi kognitif dan gejala negatif yang ada.4

2

Page 3: Referat Obat Antipsikotik (Print)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Obat Antipsikotik

Obat antipsikotik adalah sekelompok bermacam-macam obat yang menghambat reseptor

dopamine tipe 2 (D2). Indikasi utama untuk pemakaian obat adalah terapi skizofrenia dan

gangguan psikotik lainnya. 3

Antipsikotik dan antagonis reseptor dopamine tidak sepenuhnya sama. Clozapine adalah

suatu antipsikotik yang efektif tetapi berbeda dengan semua obat karena memiliki aktivitas pada

reseptor D2 yang kecil. Obat-obat ini dinamakan sebagai neuroleptik dan transkuiliser mayor.

Istilah neuroleptik menekankan efek neurologis dan motorik dari sebagian besar obat. 1

2.2 Jenis-Jenis Antipsikotik 3

No Nama obat

1 Antipsikotik tipikal :

- Phenothiazine

Rantai aliphatic : chlorpromazine

Rantai piperazine : perphenazine, trifluoperazine, fluphenazine

Rantai piperidine : thioridazine

- Butyrophenone : Haloperidol

- Diphenyl-butyl-piperidine : pimozide

2 Antipsikotik atipikal :

- Benzamide : sulpiride

- Dibenzodiazepin : clozapine, olanzapine, quetiapine, zotepine

- Benzisoxazole : risperidon, aripiprazole

3

Page 4: Referat Obat Antipsikotik (Print)

Sediaan obat antipsikotik 4

No Nama obat Sediaan Dosis anjuran

1 Chlorpromazine Tab 25-100 mg

Amp 50mg/2cc

150-600mg/h

50-100 mg(im) setiap 4-6 jam

Anak anak >5 tahun ½ dosis orang

dewasa, anak anak < 5 tahun 1

mg/kgBB . bila perlu diberikan 2x

sehari.

2 Haloperidol Tab 0,5-1,5 mg- 5 mg

Amp 5mg/cc

Amp 50mg/cc

5-15 mg/h

5-10mg(im) setiap 4-6 jam

50 mg (im) setiap 2-4 minggu

3 Perphenazine Tab 2-4-8 mg 12-24 mg/h

4 Fluphenazine Tab 2,5-5 mg

Vial 25 mg/cc

10-15 mg/h

25 mg(im) setiap 2-4 minggu

5 Trifluoperazine Tab 1-5 mg 10-15 mg/h

6 Thioridazine Tab 50-100 mg 150-300 mg/h

7 Sulpiride Amp 100mg/2cc

Tab 200 mg

3-6 amp/h

300-600mg/h

8 Pimozide Tab 4 mg 2-4 mg/h

9 Risperidone Tab 1-2-3 mg

Vial 25 mg/cc

Vial 50 mg/cc

2-6 mg/h

25-50 mg(im) setiap 2 minggu

10 Clozapine Tab 25-100 mg 25-100mg/h

11 Quetiapine Tab 25-100 mg

200 mg

50-400 mg

12 Olanzapine Tab 5-10mg 10-20 mg/h

13 Zotepine Tab 25-50 mg 75-100 mg/h

14 Aripiprazole Tab 10-15 mg 10-15 mg/h

4

Page 5: Referat Obat Antipsikotik (Print)

2.2.1 ANTIPSIKOTIK GENERASI PERTAMA (APG I)

Obat antipsikotik yang ada di pasaran saat ini, dapat di kelompokkan dalam dua

kelompok besar yaitu antipsikotik generasi pertama (APG I) dan antipsikotik generasi kedua

(APG II). Antipsikotik generasi pertama mempunyai cara kerja dengan memblok reseptor D2

khususnya di mesolimbik dopamine pathways, oleh karena itu sering disebut juga dengan

Antagonist Reseptor Dopamin (ARD) atau antipsikotik konvensional atau tipikal.Dapat

menurunkan gejala positif hingga 60-70% dan hanya sedikit berpengaruh pada gejala negative.1,5

Mekanisme kerja : Mekanisme kerja obat antipsikotik tipikal adalah memblokade

dopamin pada reseptor pasca-sinaptik neuron di otak khusunya di sistem limbik dan sistem

ekstrapirimidal (dopamin D2 receptor antagonists), sehingga efektif untuk gejala positif.

Dopamin merupakan neurotransmitter yang disekresikan oleh neuron-neuron yang

berasal dari substansia nigra di batang otak. Neuron-neuron ini terutama berakhir pada region

striata ganglia basalis. Pengaruh dopamin biasanya bersifat inhibisi. Pada skizofrenia diduga

terjadi produksi dopamin yang berlebihan akibat sekresi dari sekelompok neuron proyeksi

dopamine. Neuron-neuron ini menghasilkan system dopaminergik mesolimbik yang menjulurkan

serabut-serabut saraf dan sekresi dopamine ke bagian medial dan anterior dari sistem limbik,

khususnya ke dalam hipokampus, amigdala, nukleus kaudatus anterior dan sebagian lobus

prefrontalis. Semua ini merupakan pusat-pusat pengatur tingkah laku yang sangat berpengaruh.

Dengan menggunakan antipsikotik tipikal dianggap mampu mengurangi efek produksi dopamin

yang berlebihan. Potensi antipsikotik untuk menurunkan gejala psikotik sangat berhubungan

dengan afinitas obat tersebut dengan reseptor D2. Antipsikotik tipikal bekerja mengurangi

produksi dopamine yang berlebihan dengan cara menghambat atau mencegah dopamine endogen

untuk mengaktivasi reseptor.5,8

Antipsikotik tipikal mempunyai cara kerja dengan memblok reseptor D2 khususnya di

mesolimbik dopamine pathways, oleh karena itu sering disebut juga dengan antagonis reseptor

dopamin (ARD) atau antipsikotik konvensional. Kerja dari antipsikotik ini menurunkan

hiperaktivitas dopamine dijalur mesolimbik sehingga menyebabkan gejala positif menurun tetapi

ternyata tidak hanya memblok reseptor D2 di mesolimbik tetapi juga di tempat lain seperti

dijalur mesokortikal, nigrostriatal, dan tuberoinfundibular.1,5,8

5

Page 6: Referat Obat Antipsikotik (Print)

Apabila antipsikotik tipikal memblok reseptor D2 dijalur mesokortikal, dapat

memperberat gejala negatif dan gejala kognitif disebabkan penurunan dopamin di jalur tersebut.

Jika hal ini terjadi, maka merupakan sebuah tantangan terapi, karena blokade reseptor dopamin

di jalur ini secara teoritis akan menyebabkan memburuknya gejala negatif dan kognitif.5,8

Blokade reseptor D2 di nigrostriatal dapat menyebabkan timbulnya gangguan dalam

mobilitas seperti pada parkinson, bila pemakaian secara kronik dapat menyebabkan gangguan

pergerakan hiperkinetik (tardive dyskinesia). Jalur nigrostriatal dopamin, sebagai bagian dari

sistem saraf ekstrapiramidal, mengontrol movements atau pergerakan.2,8

Blokade reseptor D2 di tuberoinfundibular oleh antipsikotik tipikal menyebabkan

peningkatan kadar prolaktin sehingga dapat terjadi disfungsi seksual dan peningkat berat badan.

Fungsi normal jalur dopamin tuberoinfundibular menghambat pelepasan prolaktin. Pada wanita

postpartum, aktivitas di jalur ini menurun, sehingga memungkinkan laktasi.2,8

Antipsikotik selain menyebabkan terjadinya blokade reseptor D2 pada keempat jalur

dopamine, juga menyebabkan terjadinya blokade reseptor kolinergik muskarinik sehingga timbul

efek samping antikolinergik berupa mulut kering, pandangan kabur, konstipasi dan kognitif

tumpul. Reseptor histamin (H1) juga terblok sehingga timbul efek samping mengantuk dan

meningkatkan berat bdan. Selain itu antipsikotik juga memblok reseptor alfa1 adrenergik

sehingga dapat menimbulkan efek samping pada kardiovaskuler berupa hipotensi ortostatic,

mengantuk, pusing, dan tekanan darah menurun.2,8

9

6

Page 7: Referat Obat Antipsikotik (Print)

10

Kerugian pemberian APG I:

1. Mudah terjadi EPS dan tardive dyskinesia

2. Memperburuk gejala negatif dan kognitif

3. Peningkatan kadar prolaktin

4. Sering menyebabkan terjadinya kekambuhan

2.2.1.1. Efek samping antipsikotik tipikal

Mekanisme kerja antipsikotik pada penghambatan reseptor dopamine ternyata memberi

efek merugikan pada neurologis dan endokrinologi. Selain itu, berbagai antipsikotik juga

menghambat reseptor noradrenergik, kolinergik, dan histaminergik jadi menyebabkan

bervariasinya sifat efek merugikan yang ditemukan pada obat-obat tersebut.

7

Page 8: Referat Obat Antipsikotik (Print)

Interferensi dengan transmisi dopaminergik dapat mengakibatkan efek samping baik

endokrinologis seperti hiperprolaktinemia, yang dapat memanifestasikan dirinya sebagai

galaktorea, amenorea dan ginekomastia, dan efek samping ekstrapiramidal (EPS). Selanjutnya,

penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan penambahan berat badan. Kombinasi dari

semua efek samping tersebut akan sangat mungkin mempengaruhi kualitas-kualitas hidup pasien

dan keinginan mereka untuk melanjutkan dan mematuhi terapi .1,2,3

A. Efek Samping Non neurologis1,5,8

1. Efek pada jantung

Antipsikotik potensi rendah lebih bersifat kardiotoksik dibandingkan dengan

antipsikotik potensi tinggi. Chlorpromazine menyebabkan perpanjangan interval QT dan PR,

penumpulan gelombang T, dan depresi segmen ST. Thioridazine, khususnya memiliki efek

yang nyata pada gelombang T dan disertai dengan aritmia malignan, seperti torsade de

8

Page 9: Referat Obat Antipsikotik (Print)

pointes yang sangat mematikan. Selain itu kematian mendadak juga disebabkan karena

timbulnya takikardia ventrikuler atau fibrilasi ventrikuler. Untuk mengantisipasi hal tersebut

sebaiknya pada pasien yang berusia lebih dari 50 tahun dilakukan pemeriksaan EKG serta

pemberian serum potassium dan magnesium.1

2. Hipotensi ortostatik (postural)

Hipotensi ortostatik (postural) terjadi akibat penghambatan adrenergic yang paling

sering disebabkan oleh antipsikotik potensi rendah, khususnya chlorpromazine dan

thioridazine. Keadaan ini terjadi selama beberapa hari pertama terapi dan memiliki toleransi

yang cepat yaitu sekitar 2-3 bulan. Bahaya utama dari hipotensi ortostatik adalah adanya

kemungkinan pasien terjatuh, pingsan, dan mencederai dirinya.

Jika menggunakan antipsikotik potensi rendah intramuscular (IM), tekanan darah

pasien harus diperiksa sebelum dan setelah pemberian dosis pertama dalam beberapa hari

pertama terapi. Bila diperlukan edukasi tentang efek kemungkinan terjatuh dan pingsan akan

sangat membantu pasien sehingga pasien akan lebih berhati-hati. Bila hipotensi terjadi pada

pasien yang mendapatkan medikasi, gejala biasanya dapat ditangani dengan membaringkan

pasien dengan kaki lebih tinggi dibandingkan kepala. Ekspansi volume dengan cairan sangat

membantu. Pemberian epinefrin dikontraindikasikan karena dapat memperburuk hipotensi.

Metaraminol dan norepinefrin sebagai agen pressor adrenergic α-1 murni adalah obat

terpilih. Untuk antipsikosis dosis dapat diturunkan atau diganti dengan obat yang tidak

menghambat adrenergic.1,5,8

3. Efek hematologis

Gangguan hematologis yang membahayakan yang dapat terjadi akibat pemakaian

antipsikotik tipikal seperti chlorpromazine, thioridazine dan pada hamper semua antipsikotik

adalah agranulositosis. Agranulositosis adalah suatu kumpulan gejala yang ditandai dengan

penurunan bermakna jumlah granulosit yang beredar, neutropeni berat yang menimbulkan

lesi-lesi di tenggorokan, selaput lendir lain, saluran cerna dan kulit. Pada kebanyakan kasus,

gejala ini disebabkan oleh sensitasi terhadap obat-obatan, zat kimia, radiasi yang

mempengaruhi sumsum tulang dan menekan granulopoiesis.

Agranulositosis paling sering terjadi selama tiga bulan pertama terapi dengan

insidensi sekitar 5 dari 10.000 pasien yang diobati dengan antipsikotik. Jika pasien

melaporkan adanya suatu nyeri tenggorokan atau demam, hitung darah lengkap harus segera

9

Page 10: Referat Obat Antipsikotik (Print)

dilakukan untuk memeriksa kemungkinan terjadinya agranulositosis. Jika indeks darah

rendah, antipsikotik harus segera dihentikan. Angka mortalitas dari komplikasi setinggi 30%.

Purpura trombositopenia, anemia hemolitik, atau pansitopenia kadang-kadang dapat terjadi

pada pasien yang diobati dengan antipsikotik. 1

4. Efek Antikolinergik Perifer

Efek kolinergik perifer sangat serimg ditemukan, terdiri dari mulut dan hidung

kering, hidung tersumbat, pandangan kabur, konstipasi, retensi urin, dan midriasis. Beberapa

pasien juga mengalami mual dan muntah. Obat antipsikotik tipikal seperti chlorpromazine,

thioridazine, dan trifluoperazine adalah antikolinergik yang poten.

Mulut kering merupakan efek yang mengganggu beberapa pasien dan dapat

mempengaruhi kepatuhan terapi. Pasien dapat dianjurkan sering membilas mulutnya dengan

air dan tidak mengunyah permen karet atau permen yang mengandung gula, karena hal

tersebut dapat menyebabkan infeksi jamur pada mulut dan peningkatan insidensi karies gigi.

Konstipasi harus diobati dengan perbanyak olahraga, cairan, diet tinggi serat, serta preparat

laksatif biasa, tetapi kondisi ini masih dapat berkembang menjadi ileus paralitik. Pada kasus

tersebut diperlukan penurunan dosis atau penggantian dengan obat yang kurang

antikolinergik. Pilocarpine mungkin berguna pada beberapa pasien dengan retensi urin. 1,5,8

5. Efek Endokrin

Penghambatan reseptor dopamine pada saluran tuberinfundibular menyebabkan

peningkatan sekresi prolaktin, yang dapat menyebabkan pembesaran payudara, galaktorea,

impotensi pada laki-laki, dan amenore serta penghambatan orgasme pada wanita. Untuk

mengatasi efek samping tersebut dapat dilakukan penggantian obat antipsikotik yang

diberikan. Pada keadaan impotensi sebagai efek obat dapat diberikan bromokriptin. Untuk

gangguan pada orgasme maupun penurunan libido dapat diberikan brompheniramine

(bromfed), ephedrine (Primatene), phenylpropanolamin (Comtrex), midrione, dan imipramin

(tofranil). Priapisme dan laporan orgasme yang nyeri juga dilaporkan, kemungkinan kedua

hal tersebut terjadi akibat aktivitas antagonis adrenergic α1. Peningkatan berat badan juga

merupakan efek endokrin yang paling sering terjadi akibat penggunaan antipsikotik tipikal.

Peningkatan berat badan nantinya akan menjadi resiko terjadinya DM tipe 2, hipertensi dan

10

Page 11: Referat Obat Antipsikotik (Print)

dislipidemia. Peningkatan berat badan juga didaptkan karena adanya blok pada reseptor 5

HT2c1,5,8

.

6. Efek Dermatologis

Dermatitis alergik dan fotosensitivitas dapat terjadi pada sejumlah kecil pasien, paling

sering terjadi pada mereka yang menggunakan antipsikotik tipikal potensi rendah, khusunya

chlorpromazine. Berbagai erupsi kulit seperti urtikaria, makulopapular, peteki, dan erupsi

edematous telah dilaporkan. Erupsi terjadi pada awal terapi, biasanya dalam minggu pertama

dan menghilang dengan spontan. Reaksi fotosensitivitas yang menyerupai proses terbakar

matahari (sunburn) yang parah juga terjadi pada beberapa pasien yang menggunakan

chlorpromazine. Pasien harus diperingatkan tentang efek tersebut, yaitu agar tidak berada

dibawah sinar matahari lebih dari 30-60 menit, dan harus menggunakan tabir surya.

Penggunaan chlorpromazine juga disertai beberapa kasus diskolorasi biru-kelabu pada kulit

pada daerah yang terpapar dengan sinar matahari. 1

7. Efek pada Mata

Thioridazine disertai dengan pegmentasi ireversibel pada retina bila diberikan dalam

dosis lebih besar dari 800 mg sehari. Gejala awal dari efek tersebut kadang-kadang berupa

kebingungan nocturnal yang berhubungan dengan kesulitan penglihatan malam. Pigmentasi

dapat berkembang menjadi kebutaan walaupun thioridazine dihentikan karena tidak bersifat

reversible.

Chlorpromazine berhubungan dengan pigmentasi mata yang relatif ringan, ditandai

oleh deposit granular coklat keputihan yang terpusat di lensa anterior dan kornea posterior

yang dapat timbul bila pasien mengingesti 1-3 kg chlorpromazine selama hidupnya. Deposit

dapat berkembang menjadi granula putih opak dan coklat kekuningan. Keadaan ini hampir

tidak mempengaruhi penglihatan pasien. 5,8

8. Ikterus

Ikterus obstruktif atau kolestatik adalah suatu efek samping yang relative jarang

terjadi dalam penggunaan antipsikotik tipikal. Biasanya ikterus muncul pada bulan pertama

terapi dan ditandai oleh nyeri abdomen bagian atas, mual, muntah, gejala mirip flu, demam,

ruam, bilirubin pada urin dan peningkatan bilirubin serum, alkali fosfatase dan transaminase

hati. Jika ikterus terjadi, maka terapi harus diberhentikan dan diganti. Ikterus dilaporkan

11

Page 12: Referat Obat Antipsikotik (Print)

terjadi pada penggunaan promazine, thioridazine, dan sangat jarang terjadi pada fluphenazine

dan trifluoperazine. 3

9. Overdosis Antipsikotik

Gejala overdosis antipsikotik berupa gejala ekstrapiramidal, midriasis, penurunan

reflex tendon dalam, takikardia, dan hipotensi. Gejala overdosis yang parah adalah delirium,

koma, depresi pernapasan, dan kejang. Terapi overdosis antipsikotik harus termasuk

pemakaian arang aktif (activated charcoal), jika memungkinkan lavage lambung dapat

dipertimbangkan. Terapi kejang dengan diazepam serta hipotensi dengan norepinefrin juga

merupakan terapi overdosis antipsikotik atipikal.1

B. Efek Samping Neurologis

Obat antipsikotik tipikal memiliki efek samping neurologis yang mengganggu dan

beberapa efek neurologis yang kemungkinan bersifat serius. Efek neurologis tersebut dikenal

sebagai efek sindrom ekstrapiramidal. Pentingnya mengetahui efek samping neurologis

akibat terapi dibuktikan pada DSM-IV yang memasukkan efek samping tersebut sebagai

kelompok tersendiri gangguan pergerakan akibat medikasi. 1,2

1. Parkinsonisme akibat Neuroleptik

Efek samping berupa parkinsonisme terjadi pada kira-kira 25 % pasien yang diobati

dengan antipsikotik tipikal. Biasanya terjadi dalam 5-30 hari setelah awal terapi. Gejala-

gejala yang timbul berupa kekakuan otot atau rigiditas pipa besi (lead-pipe rigidity), rigiditas

gigi gergaji (cog-wheel rigidity), gaya berjalan menyeret, postur membungkuk dan air liur

menetes. Tremor menggulung pil (pill-rolling) pada parkinsonisme idopatik jarang terjadi,

tetapi tremor yang teratur dan kasar yang serupa dengan tremor esensial mungkin ditemukan

dan dinamakan sebagai tremor ppostural akibat medikasi dalam DSM-IV. Suatu tanda fisik

parkinsonisme adalah reflek ketukan glabela yang positif yang ditimbulkan dengan mengetuk

dahi antara alis mata. Dikatakan reflek positif bila orbikularis okuli tidak dapat membiasakan

diri dengan ketukan yang berulang. Wajah yang mirip topeng, bradikinesia, akinesia (tidak

ada inisitatif), dan ataraksia (kebingungan terhadap lingkungan) merupakan gejala

12

Page 13: Referat Obat Antipsikotik (Print)

parkinsonisme yang sering didiagnosis keliru sebagai gambaran gejala negative atau deficit

pada skizofrenia. 1,3,8

Perbandingan wanita dengan laki-laki yang terkena parkinsonisme akibat neuroleptik

adalah 2:1 dan dapat terjadi pada setiap usia walaupun jarang terjadi pada usia lebih dari 40

tahun. Semua antipsikotik tipikal dapat menyebabkan gejala parkinsonisme, khususnya obat

potensi tinggi dengan aktivitas antikolinergik yang rendah.Penghambatan transmisi

dopaminergik dalam traktus nigrostriatal adalah penyebab dari parkinsonisme akibat

neuroleptik. 1

Gangguan berupa parkinsonisme ini dapat diobati dengan pemberian obat

antikolinergik, amantadine atau diphenhydramine. Antikolinergik harus dihentikan setelah

4-6 minggu untuk menilai apakah pasien telah mengembangkan suatu toleransi terhadap

efek parkinsonisme sebab kira-kira 50% pasien dengan parkinsonisme akibat neuroleptik

dapat meneruskan terapi.Pemberian anti Parkinson seperti levodopa lebih baik jangan

diberikan karena akan memperbuuk gejala psikotiknya.1,3,8

Pada pasien lanjut usia, setelah antipsikotik dihentikan, gejala parkinsonisme dapat

terus berjalan sampai 2 minggu dan bahkan sampai 3 bulan sehingga perlu meneruskan

pemberian antikolinergik setelah menghentikan antipsikotik sampai gejala parkinsonisme

pulih sepenuhnya. 1

2. Distonia Akut akibat Neuroleptik

Kira-kira terdapat 10% dari semua pasien yang diberikan terapi antipsikotik tipikal

mengalami distonia sebagai efek samping. Biasanya terjadi dalam beberapa jam atau 90%

pada tiga hari pertama terapi. Gerakan distonia disebabkan oleh kontraksi atau spasme otot

yang perlahan dan terus-menerus yang dapat menyebabkan gerakan involunter. Distonia

dapat mengenai leher (tortikolis atau retrokolis spasmodik), rahang (pembukaan paksa yang

menyebabkan dislokasi rahang atau trismus), lidah (prostrusi, memuntir), dan keseluruhan

tubuh (opistotonus). Terkenanya mata dapat menyebabkan krisis okulorigik, ditandai oleh

gerakan mata yang ke lateral atas. Tidak seperti tipe distonia lainnya, krisis okulorigik dapat

terjadi secara lambat dalam terapi. Distonia lain berupa blefarospasme dan distonia

glosofaringeal menyebabkan diartria, disfagia, dan kesulitan bernapas yang dapat

menyebabkan sianosis. 1,2

13

Page 14: Referat Obat Antipsikotik (Print)

Distonia dapat terjadi pada semua umur dan pada kedua jenis kelamin tetapi paling

sering terjadi pada laki-laki muda (<40 tahun), dapat terjadi pada semua antipsikotik dan

paling sering disebabkan oleh antipsikotik potensi tinggi IM. Mekanisme kerja diperkirakan

merupakan suatu hiperaktivitas dopaminergik di ganglia basalis yang terjadi jika kadar

antipsikotik dalam SSP mulai menurun diantara pemberian dosis. 1,3,8

Profilaksis dengan antikolinergik atau obat yang berhubungan biasanya mencegah

berkembangnya distonia, walaupun risiko terapi profilaksis melebihi manfaatnya. Terapi

dengan antikolinergik IM atau diphenhydramine IV atau IM (50 mg) hampir selalu

menghilangkan gejala. Diazepam (10 mg IV), amobarbital (Amytal), caffeine sodium

benzoate dan hipnosis dilaporkan juga efektif. 1,3

3. Sindrom Neuroleptik Maligna

Sindrom neuroleptik maligna adalah komplikasi yang membahayakan yang dapat

terjadi setiap waktu selama pemberian terapi antipsikotik.Hal ini dapat terjadi karena reaksi

idiosinkrasi terhadap obat psikotik khususnya pada long acting.1

Gejala motorik dan perilaku adalah rigiditas otot dan distonia, akinesia, mutisme,

obtundasi, dan agitasi. Gejala otonomik adalah hiperpireksia, berkeringat dan peningkatan

kecepatan denyut nadi dan tekanan darah. Temuan laboratorium adalah peningkatan hitung

sel darah putih, kreatinin fosfokinase, enzim hati, mioglobin plasma, dan mioglobinuria,

kadang-kadang disertai dengan gagal ginjal. 1,3

Untuk pengobatan segera hentikan anti psikotik dan berikan perawatan suprotif dan

berikan obat dopamine agonist (bromokriptin 7,5-60 mg/h 3x sehari, l-dopa2x 100 mg/h atau

amantadine 200 mg/h). Menurut kepustakaan lain, pengobatan dengan datrolene juga efektif

dengan dosis 0,8-2,5 mg/kgbb, setiap 6 jam iv, apabila gejala berkurang diberikan oral

dengan dosis 100-200 mg/hari dapat ditambahkan bromocriptin dengan dosis 20-30 mg/hari

dalam 4x pemberian, terapi berlangsung selama 5-20 hari, bila pada penanganan SNM

membaik maka pengobatan anti psikotik dapat dilanjutkan kembali.1,3

4. Efek Epileptogenik

Pemberian antipsikotik ternyata menyebabkan perlambatan dan peningkatan

sinkronisasi EEG. Efek tersebut merupakan mekanisme dimana antipsikotik menurunkan

ambang kejang. Chlorpromazine dan antipsikotik potensi rendah lain diperkirakan lebih

epileptogenik dibandingkan obat potensi tinggi. 1,3,5

14

Page 15: Referat Obat Antipsikotik (Print)

5. Sedasi

Sedasi terutama merupakan akibat dari penghambatan reseptor dopamine tipe-1.

Chlorpromazine adalah antipsikotik yang paling menimbulkan sedasi. Memberikan dosis

antipsikotik harian sebelum tidur biasanya menghilangkan masalah dari sedasi, dan toleransi

untuk efek merugikan tersebut dapat terjadi. 1,2

6. Efek Antikolinergik Sentral

Gejala aktivasi antikolinergik sentral adalah agitasi parah; disorientasi terhadap

waktu, orang dan tempat; halusinasi; kejang; demam tinggi; dilatasi pupil. Stupor dan koma

dapat timbul. Terapi toksisitas antikolinergik adalah pertama menghentikan obat penyebab

dan pemberian anticholinergic agents seperti injeksi sulfas atropine 0,25 mg(im), tablet

trihexyphenidyl 3x2mg/hari. Hal ini juga dapat terjadi bila pengehntian mendadak dari

antipsikotik. 1,3

2.2. 2 ANTIPSIKOTIK GENERASI KEDUA (APG II)

APG II sering disebut juga sebagai Serotonin Dopamin Antagosis (SDA) atau

antipsikotik atipikal. APG II mempunyai mekanisme kerja melalui interaksi antara serotonin dan

dopamin pada ke 4 jalur dopamin di otak. Hal ini yang menyebabkan efek samping EPS lebih

rendah dan sanagat efektif untuk mengatasi gejala negatif. Perbedaan antara APG I dan APG II

adalah APG I hanya dapat memblok reseptor D2 sedangkan APG II memblok secara bersamaan

reseptor serotonin (5HT2A) dan reseptor dopamin (D2). APG yang dikenal saat ini adalah

clozapine, risperidone, olanzapine, quetiapine, zotepine, ziprasidone, aripiprazole. Saat ini

antipsikotik ziprasidone belum tersedia di Indonesia. 1,3,6

Kerja obat antipsikotik generasi kedua pada dopamin pathways:

15

Page 16: Referat Obat Antipsikotik (Print)

11

1. Mesokortikal Pathways

Antagonis 5HT2A tidak hanya akan menyababkan berkurangnya blokade terhadap

antagonis D2 tetapi juga menyebabkan terjadinya aktivitas dopamin pathways sehingga terjadi

keseimbangan antara keseimbangan antara serotonin dan dopamin. APG II lebih berpengaruh

banyak dalam memblok reseptor 5HT2A dengan demikian meningkatkan pelepasan dopamin dan

dopamin yand dilepas menang dari pada yang dihambat di jalur mesokortikal. Hal ini

menyebabkan berkurangnya gejala negatif maka tidak terjadi lagi penurunan dopamin di jalur

mesokortikal dan gejala negatif yang ada dapat diperbaiki.

APG II dapat memperbaiki gejala negatif jauh lebih baik dibandingkan APG I karena di

jalur mesokortikal reseptor 5HT2A jumlahnya lebih banyak dari reseptor D2, dan APG II lebih

banyak berkaitan dan memblok reseptor 5HT2A dan sedikti memblok reseptor D2 akibatnya

dopamin yang di lepas jumlahnya lebih banyak, karena itu defisit dopamin di jalur mesokrtikal

berkurang sehingga menyebabkan perbaikan gejala negatif skizofrenia.1,6,8

2. Mesolimbik Pathways

APG II di jalur mesolimbik, antagonis 5HT2A gagal untuk mengalahkan antagonis D2 di

jalur tersebut. jadi antagonsis 5HT2A tidak dapat mempengaruhi blokade reseptor D2 di

mesolimbik, sehingga blokade reseptor D2 menang. Hal ini yang menyababkan APG II dapat

memperbaiki gejala positif skizofrenia. Pada keadaan normal serotonin akan menghambat

pelepasan dari dopamin.1,6

3. Tuberoinfundibular Pathways

APG II di jalur tuberoinfundibular, antagonis reseptor 5HT2A dapat mengalahkan

antagonis reseptor D2. Hubungan antara neurotransmiter serotonin dan dopamin sifatnya

antagonis dan resiprokal dalam kontrol sekresi prolaktin dari hipofise. Dopamin akan

menghambat pengelepasan prolaktin, sedangkan serotonin menigkatkan pelepasan prolaktin.

Pemberian APG II dalam dosis terapi akan menghambat reseptor 5HT2A sehingga menyebabkan

16

Page 17: Referat Obat Antipsikotik (Print)

pelepasan dopamin menigkat. Ini mengakibatkan pelepasan prolaktin menurun sehingga tidak

terjadi hiperprolaktinemia.1,6

4. Nigrostriatal Pathways

APG II dalam klinis praktis, memiliki empat keuntungan, yaitu:

1. APG II menyebabkan EPS jauh lebih kecil dibandingkan APG I, umunya pada dosis

terapi sangat jarang terjadi EPS.

2. APG II dapat mengurangi gejala negatif dari skzofrenia dan tidak memperburuk gejala

negatif seperti yang terjadi pada pemberian APG II.

3. APG II menurunkan gejalan afektif dari skizofrenia dan sering digunakan untuk

pengobatan depresi dan gangguan bipolar yang resisten.

4. APG II menurunkan gejala kognitif pada pasien skizofrenia dan penyakit Alzheimer.1,6

Antipsikotik generasi kedua yang digunakan sebagai:

First line: Risperidone, Olanzapine, Quetiapine, Ziprasidone, Aripiprazole

Second line: Clozapine.

Keuntungan yang didapatkan dari pemakaian APG II selain efek samping yang minimal

juga dapat memperbaiki gejala negatif, kognitif dan mood sehingga mengurangi

ketidaknyamanan dan ketidakpatuhan pasien akibat pemakian obat antipsikotik.

Pemakaian APG II dapat meningkatkan angka remisi dan menigkatkan kualitas hidup

penderita skizofrenia karena dapat mengembalikan fungsinya dalam masyarakat.3

2.2.2.1 RISPERIDONE

Risperidone merupakan obat APG II yang kedua diterima oleh FDA (Food and Drug

Administration) sebagai antipsikotik setelah clozapine. Absorpsi risperidone di usus tidak di

pengaruhi oleh makanan dan efek terapeutik nya terjadi dalam dosis rendah, pada dosis tinggi

dapat terjadi EPS. Pemakaian risperidone yang teratur dapat mencegah terjadinya kekambuhan

dan menurunkan jumlah dan lama perawatan sehingga baik digunakan dalam dosis

pemeliharaan.1

17

Page 18: Referat Obat Antipsikotik (Print)

Risperidone dapat memperbaiki skizofrenia yang gagal di terapi dengan APG I tetapi

hasil pengobatannya tidak sebaik clozapine. Obat ini juga dapat memperbaiki fungsi kognitif

tidak hanya pada skizofrenia tetapi juga pada penderita demensia misalnya demensia Alzheimer.

Metabolisme risperidone sebagian besar terjadi di hati oleh enzim CYP 2D6 menjadi 9-

hydroxyrisperidone dan sebagian kecil oleh enzim CYP 3A4. Hydroxyrisperiodne mempunyai

potensi afinitas terhadap reseptor dopamin yang setara dengan risperidone. Eksresi terutama

melalui urin. Metabolisme risperiodne dihambat oleh antidepresan fluoxetine dan paroxetine,

karena antidepresan ini menghambat kerja dari enzim CYP 2D6 dan CYP 3A4 sehingga pada

pemberian bersama antidepresan ini, maka dosis risperidone harus dikurangi untuk

meminimalkan timbulnya efek samping dan toksik. Metabolisme obat ini dipercepat bila

diberikan bersamaan carbamazepin, karena menginduksi CYP 3A4 sehingga perlu peningkatan

dosis risperidone pada pemberiaan bersama carbamazepin disebabkan konsentrasi risperidone di

dalam plasma rendah. 1,3,7

Indikasi :

- Skizofrenia akut dan kronik dengan gejala positif dan negatif.

- Gejala afektif pada skizofrenia (skizoafektif).1,8

Dosis :

- Hari 1 : 1 mg, hari 2 : 2mg, hari 3 : 3 mg.

- Dosis optimal 2- 6 mg / hari dengan 2 x pemberian.

- Dosis anjuran 25-50mg (im) setiap 2 minggu.

- Sediannya tab 1-2-3 mg. vial 25 mg, 50 mg/cc

- Umunya perbaikan mulai terlihat dalam 8 minggu dari pengobatan awal, jika belum

terlihat respon perlu penilaian ulang.

- Kadar puncak plasma dicapai dalam waktu 1-2 jam setelah pemberian oral.1,3

Efek samping: 1,3

- EPS

- Peningkatan prolaktin (ditandai dengan gangguan menstruasi, galaktorea, disfungsi

seksual)

- Sindroma neuroleptik malignan

18

Page 19: Referat Obat Antipsikotik (Print)

- Peningkatan berat badan

- Sedasi

- Pusing

- Konstipasi

- Takikardi

2.2.2.2 CLOZAPINE

Merupakan APG II yang pertama dikenal, kurang menyebabkan timbulnya EPS, tidak

menyebabkan terjadinya tardice dyskinesia dan tidak terjadi peningkatan dari prolaktin.

Clozapine merupakan gold standard pada pasien yang telah resisten dengan obat antipsikotik

lainnya. Profil farmakoligiknya atipikal bila dibandingkan dengan antipsikotik lain.

Dibandingkan terhadap psikotropik yang lain, clozapine menunjukkan efek dopaminergik

rendah, tetapi dapat mempengaruhi fungsi saraf dopamin pada sistem mesolimbik-mesokortikal

otak, yang berhubungan dengan fungsi emosional dan mental yang lebih tinggi, yang berbeda

dari dopamin neuron di daerah nigrostriatal (darah gerak) dan tuberoinfundibular (daerah

neruendokrin). 1

Clozapine efektif untuk menggontrol gejala-gejala psikosis dan skizofrenia baik yang

positif (iritabilitias) maupun yang negatif (social disinterest dan incompetence, personal

neatness). Efek yang bermanfaat terlihat dalam waktu 2 minggu, diikuti perbaikan secara

bertahap pada minggu-minggu berikutnya. Obat ini berguna untuk pasien yang refrakter dan

terganggu berat selam pengobatan.1,3

Secara farmakokinetik, clozapine di absorpsi secara cepat dan sempurna pada pemberian

per oral. Kadar puncak plasma tercapai pada kira-kira 2 jam setelah pemberian obat, dengan

waktu paruh rata-rata 12 jam (antara 10-16 jam) sehingga pemberiannya dianjurkan 2 kali dalam

sehari. Distribusi dari clozapine dibandingkan obat antipsikotik lainnya lebih rendah. Umunya

afinitas dari clozapine rendah pada reseptor D2 dan tinggi pada reseptor 5HT2A sehingga

cenderung rendah untuk menyebabkan terjadinya efek samping EPS. 1,3,8

Dosis :1,3

- Hari 1 : 1 – 2 x 12,5 mg.

- Berikutnya ditingkatkan 25 – 50 mg / hari sp 300 – 450 mg / hari dengan pemberian

terbagi.

- Dosis maksimal 150-600 mg / hari.

19

Page 20: Referat Obat Antipsikotik (Print)

- Sediaan tablet 25 mg dan 100 mg

Efek samping : 1,3

- Granulositopeni, agranulositosis, trombositopeni, eosinofilia, leukositosis, leukemia.

- Ngantuk, lesu, lemah, tidur, sakit kepala, bingung, gelisah, agitasi, delirium.

- Mulut kering atau hipersalivasi, penglihatan kabur, takikardi, postural hipotensi,

hipertensi.

Kontra indikasi :

- Ada riwayat toksik/hipersensitif.

- Gangguan fungsi Sumsum tulang.

- Psikosis alkoholik dan psikosis toksik lainnya.

- Koma.

- Depresi SSP.

- Ganguan jantung dan ginjal berat.

- Gangguan liver.

2.2.2.3 OLANZAPINE

Merupakan derivat dari clozapine dan dikelompokkan dalam golongan

Thienobenzodiazepine. Absorpsi tidak dipengaruhi oleh makanan. Plasma puncak olanzapine

dicapai dalam waktu 5 jam setalah pemberian oral, sedangkan pada pemberian intramuskular

dapat dicapai setelah 15-45 menit dengn waktu paruh 31 jam (antara 21-54 jam) sehingga

pemberian cukup 1 kali sehari. 1,3

Olanzapine merupaka antagonis monoaminergik selektif yang mempunyai afinitas yang

kuat terhadap reseptor dopamin (D1-D4), serotonin (5HT2A/2c), Histamin (H1) dan α1 adrenergik.

Afinitas sedang dengan reseptor kolinergik muskarinik (M1-5) dan serotonin (5HT3). Berikatan

lemah dengan reseptor GABAA, benzodiazepin dan β-adrenergik. Metabolisme olanzapine di

sitokrom P450 CYP 1A2 dan 2D6. Metabolisme akan meningkat pada penderita yang merokok

dan menurun bila diberikan bersama dengan antidepresan fluvoxamine atau antibiotik

ciprofloxacin. 1

20

Page 21: Referat Obat Antipsikotik (Print)

Bila dibandingkan dengan clozapine, olanzapine memblok D2 lebih besar sehingga dosis

tinggi dapat menyebabkan peningkatan kadar prolactin dan efek pada EPS Olanzapine juga

agonis pada 5HT1a sehingga baik untuk antianxietas dan antidepresi. 1

Indikasi :1,3

- Sizofrenia atau psikosis lain dengan gejala positive dan negatif.

- Episode manik moderat dan severe.

- Pencegahan kekambuhan gangguan bipolar.

Dosis :1,3

- Dosis anjuran 10-20mg/ hari.

- Sedian tablet 5-10mg

- Untuk skizofrenia mulai dengan dosis 10 mg 1 x sehari.

- Untuk episode manik mulai dengan dosis 15 mg 1 x sehari.

- Untuk pecegahan kekambuhan gangguan bipolar 10 mg / hari.

Efek samping:

- Penigkatan berat badan

- Somnolen

- Hipotensi ortostatik berkaitan dengan blokade reseptor α1

- EPS dan kejang rendah

- Insiden tardive dyskinesia rendah

2.2.2.4 QUETIAPINE

Quetiapine merupakan antagonis reseptor serotonin (5HT1A dan 5HT2A), reseptor dopamin

(D1 dan D2), reseptor histamin (H1), reseptor adrenergik α1 dan α2. Afinitasnya lemah pada

reseptor muskarinik (M1) dan reseptor benzodiazepin. Cleareance quetiapine menurun 40% pada

penderita usia lanjut, sehinga perlu penyesuaian dosis yang lebih rendah dan menurun 30%-50%

pada penderita yang mengalami gangguan fungsi hati. Cleareance quetiapine meningkat apabila

pemberiannya dilakukan bersamaan dengan antiepileptik fenitoin, barbiturat, carbamazepin dan

antijamur ketokonazole.1,2,3

21

Page 22: Referat Obat Antipsikotik (Print)

Quetiapine dapat memperbaiki gejala positif, negatif, kognitif dan mood. Dapat juga

memperbaiki pasien yang resisten dengan antipsikotik generasi pertama tetapi hasilnya tidak

sebaik apabila di terapi dengan clozapine. Pemberian pada pasien pertama kali mendapat

quetiapine perlu dilakukan titrasi dosis untuk mencegah terjadinya sinkope dan hipotensi

postural.Waktu untuk konsentrasi penuh setelah pemberian oral adalah 2 jam dengan waktu

paruh berkisar 3-5 jam, setelah 8-12 jam reseptor masih diduduki. 1

Dosis anjuran 50-400mg/hari dan sediaannya 25-100mg dan 200mg dan 300mg tablet XR

(50mg, 300mg dan 400mg). Efek samping obat ini yang sering adalah somnolen, hipotensi

postural, pusing, peningkatan berat badan, takikardi, dan hipertensi. 1,3

2.2.2.5 ARIPIPRAZOLE

Merupakan antipsikotik generasi baru, yang bersifat partial agonis pada reseptor D2 dan

reseptor serptonin 5HT1A serta antagonis pada reseptor serotonin 5HT2A. Aripiprazole bekerja

sebagai dopamin sistem stabilizer artinya menghasilkan signal transmisi dopamin yang sama

pada keadaan hiper atau hipo-dopaminergik karena pada keadaan hiperdopaminergik

aripiprazole afinitasnya lebih kuat dari dopamin akan mengeser secara kompetitif

neurotransmiter dopamin dan berikatan dengan reseptor dopamin. Pada keadaan

hipodopaminergik maka aripiprazole dapat menggantikan peran neurotransmiter dopamin dan

akan berikatan dengan reseptro dopamin. 3,7,8

Aripiprazole di metabolisme di hati melaui isoenzim P450 pada CYP 2D6 dan CYP 3A4,

menjadi dehydro-aripiprazole. Afinitas dari hasil metabolisme ini mirip dengan aripiprazole pada

reseptor D2 dan berada di plasma sebesar 40% dari keseluruhan aripiprazole. Waktu paruh

berkisar antara 75-94 jam sehingga pemberian cukup 1 kali sehari. Absorpsi aripiprazole

mencapai konsentrasi plasma ouncak dalam waktu 3-5 jam setelah pemberian oral. Aripiprazole

sebaiknya diberikan sesudah makan, terutama pada pasien yang mempunyai keluhan dispepsia,

mual dan muntah.3,7

Indikasi : Skizofrenia.

Dosis : dosis anjuran 10—15mg/hari dan sedian tablet (5mg, 10mg dan 15mg). Pemberuannya

dapat 10 atau 15 mg 1 x sehari.

Efek samping :

22

Page 23: Referat Obat Antipsikotik (Print)

- Sakit kepala.

- Mual, muntah.

- Konstipasi.

- Ansietas, insomnia, somnolens.

- Akhatisia.

2.3 Interaksi Obat

Antipsikosis + Antipsikosis lain = potensi efek samping obat dan tidak ada bukti lebih

efektif (tidak ada sinergis antara 2 obat anti-psikosis). Misalnya, Chlorpromazine +

Reserpine = potensiasi efek hipotensif.3

Antipsikosis + Antidepresan trisiklik = efek samping antikolinergik meningkat (hati-hati

pada pasien dengna hipertrofi prostat, glaukoma, ileus, penyakit jantung).3

Antipsikosis + anti-anxietas = efek sedasi meningkat, bermanfaat untuk kasus dengan

gejala dan gaduh gelisah yang sangat hebat (acute adjunctive therapy).3

Antispikosis + ECT = dianjurkan tidak memberikan obat anti-psikosis pada pagi hari

sebelum ECT (Electro Convulsive Therapy) oleh karena angka mortalitas yang tinggi.3

Antipsikosis + antikonvulsan = ambang konvulsi menurun, kemungkinan serangan

kejang meningkat, oleh karena itu dosis antikonvulsan harus lebih besar (dose-related).

Yang paling minimal menurunkan ambang kejang adalah obat anti-psikosis Haloperidol.3

Antipsikosis + Antasida = efektivitas obat antu-psikosis menurun disebabkan gangguan

absorpsi.3

2.4 Cara Pemilihan Obat

Pada dasarnya semua obat anti-psikosis mempunyai efek primer (efek klinis) yang sama

pada dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek sekunder (efek samping ; sedasi,

otonomik, ekstrapiramidal). 3

Anti-psikosis Mg. Eq Dosis (Mg/h) Sedasi Otonomi

k

Eks.Pir

.

Chlopromazine 100 150 - 1600 +++ +++ ++

Thioridazine 100 100 - 900 +++ +++ +

Perphenazine 8 8 - 48 + + +++

23

Page 24: Referat Obat Antipsikotik (Print)

Trifluoperazine 5 5 - 60 + + +++

Fluphenazine 5 5 - 60 ++ + +++

Haloperidol 2 2 - 100 + + ++++

Pimozide 2 2 - 6 + + ++

Clozapine 25 25 - 200 ++++ + -

Zotepine 50 75 - 100 + + +

Sulpiride 200 200 - 1600 + + +

Risperidone 2 2 - 9 + + +

Quetiapine 100 50 - 400 + + +

Olanzapine 10 10 - 20 + + +

Aripiprazole 10 10 - 20 + + +

Pemilihan jenis obat anti-psikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan dan

efek samping obat. Pergantian obat disesuaikan dengan dosis ekivalen.3

Apabila obat anti-psikosis tidak memberikan respons klinis dalam dosis yang sudah

optimal setelah jangka waktu yang memadai, dapat diganti dengan obat anti-psikosis lain

(sebaiknya dari golongan yang tidak sama), dengan dosis ekivalen-nya, dimana profil

efek samping belum tentu sama.

Apabila dalam riwayat penggunaan obat anti-psikosis sebelumnya, jenis obat anti-

psikosis tertentu yang sudah terbukti efektif dan ditolerir dengan baik efek samping-nya,

dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang.

Apabila gejala negatif (afek tumpul, penarikan diri, hipobulia, isi pikiran miskin) lebih

menonjol dari gejala positif (waham, halusinasi, bicara kacau, perilaku tak terkendali)

pada pasien Skizofrenia, pilihan obat antipsikosis – atipikal perlu dipertimbangkan.

Khususnya pada penderita Skizofrenia yang tidak dapat mentolerir efek samping

ekstrapiramidal atau mempunyai risiko medik dengan adanya gejala ekstrapiramidal

(neuroleptic induced medical complication).3

2.5 Pengaturan Dosis3

Dalam pengaturan dosis perlu dipertimbangkan :

Onset efek primer (efek klinis) : sekitar 2 – 4 minggu

24

Page 25: Referat Obat Antipsikotik (Print)

Onset efek sekunder (efek samping) : sekitar 2 – 6 jam.

Waktu paruh : 12 – 14 jam (pemberian obat 1-2 x perhari).

Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak dari efek samping (dosis

pagi kecil, dosis malam lebih besar) sehingga tidak begitu mengganggu kualitas hidup

pasien.

Mulai dengan “dosis awal” sesuai dengan “dosis anjuran”, dinaikkan setiap 2-3 hari

sampai mencapai “dosis efektif” (mulai timbul peredaran Sindrom Psikosis)

dievaluasi setiap 2 minggu dan bila perlu dinaikkan “dosis optimal” dipertahankan

sekitar 8-12 minggu (stabilisasi) diturunkan setiap 2 minggu “dosis maintenance”

dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun (diselingi “drug holiday” 1-2 hari/minggu)

tapering off (dosis diturunkan tiap 2-4 minggu) stop.

2.6 Lama Pemberian Terapi3

Untuk pasien dengan serangan Sindrom Psikosis yang “multi episode”, terapi

pemeliharaan (maintenance) diberikan paling sedikit selama 5 tahun. Pemberian yang cukup

lama ini dapat menurunkan derajat kekambuhan 2,5 – 5 kali.

Efek obat anti-psikosis secara relatif berlangsung lama, sampai beberapa hari setelah

dosis terakhir masih mempunyai efek klinis. Sehingga tidak langsung menimbulkan

kekambuhan setelah obat dihentikan, biasanya satu bulan kemudian baru gejala Sindrom

Psikosis kambuh kembali.

Pada umumnya pemberian obat anti-psikosis sebaiknya dipertahankan selama 3 bulan

sampai 1 tahun setelah semua gejala psikosis mereda sama sekali. Untuk “Psikosis Reaktif

Singkat” penurunan obat secara bertahap setelah hilangnya gejala dalam kurun waktu 2 minggu

– 2 bulan.

Obat anti psikosis tidak menimbulkan gejala lepas obat yang hebat walaupun diberikan

dalam jangka waktu lama, sehingga potensi ketergantungan obat kecil sekali.

Pada penghentian yang mendadak dapat timbul gejala “Cholinergic Rebound” :

gangguan lambung, mual, muntah, diare, pusing, gemetar dan lain-lain. Keadaan ini akan

mereda dengan pemberian “anticholinergic agent” (injeksi Sulfas Atropin 0,25 mg (im), tablet

Trihexyphenidyl 3x 2 mg/h). Oleh karena itu pada penggunaan bersama obat anti-psikosis +

25

Page 26: Referat Obat Antipsikotik (Print)

antiparkinson, bila sudah tiba waktu penghentian obat, obat antipsikosis dihentikan lebih dahulu,

kemudian baru menyusul obat antiparkinson.

2.6 Penggunaan Parenteral

Obat anti-psikosis “long acting” (Fluphenazine Decanoate 25 mg/cc atau Haloperidol

Decanoas 50 mg/cc, im, setiap 2 – 4 minggu sangat berguna untuk pasien yang tidak mau atau

sulit teratur makan obat atau apapun yang tidak efektif terhadap medikasi oral. Sebaiknya

sebelum penggunaan parenteral diberikan secara oral lebih dahulu beberapa minggu untuk

melihat apakah terdapat efek hipersensitivitas. Dosis mulai dengan ½ cc setiap 2 minggu pad

bulan pertama kemudian bau ditingkatkan menjadi 1 cc setiap bulan. Pemberian obat anti

psikosis “long acting” hanya untuk terapi stabilisasi dan pemeliharaan (maintenance therapy)

terhadap kasus Skizofrenia. 15 – 25 % kasus menunjukkan toleransi yang baik terhadap efek

samping ektrapiramidal.

BAB III

KESIMPULAN

Antipsikotik adalah sekelompok bermacam-macam obat yang menghambat reseptor

dopamine tipe 2 (D2).

Efek samping yang sering ditimbulkan pada pemakaian antipsikotik tipikal seperti :

gangguan pergerakan seperti distonia, tremor, bradikinesia, akatisia, koreoatetosis, anhedonia,

sedasi, peningkatan berat badan yang sedang, disregulasi tempertur, hiperprolaktinemia, dengan

galaktorea dan amenorea pada wanita dan ginekomastia pada pria, serta disfungsi seksual pada

pria dan wanita, hipotensi postural (ortostatik), interval QT memanjang, risiko terjadi fatal

aritmia.

26

Page 27: Referat Obat Antipsikotik (Print)

Efek samping yang ditimbulkan oleh pemakaian antipsikotik atipikal seperti: gangguan

pergerakan yang sedang, sedasi, hiperkolesterolemia, peningkatan berat badan sedang sampai

berat, hipotensi postural, hiperprolaktinemia, kejang.

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1. Amir N.Buku Ajar Psikiatri Fakultas Kedokteran Universias Indonesia. Edisi kedua.

Jakarta : Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia. 2013.Bab 12. Skizofrenia; p.

173-95.

2. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadock’s synopsis of psychiatry : Behavioral

sciences/clinical psychiatry.10 th edition. Philadelphia : Lippincott Williams and

WOLTERS Kluwer business.2007.Bab 13.Schizophrenia.;p.467-97.

3. Muslim R. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik.Edisi ketiga. Jakarta :

Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya.Bab 3. Penggolongan obat

psikotropik; p.10-11.

27

Page 28: Referat Obat Antipsikotik (Print)

4. Muslim R. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik.Edisi ketiga. Jakarta :

Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya.Bab 3. Obat antipsikosis; p.14-22.

5. Stahl SM. Psychopharmacology of Antipsychotic.United Kingdon : Martin Dunitz

Ltd.1999.Bab 4.Conventional Antipsychotic: the classical neuroleptics;p.35-47.

6. Stahl SM. Psychopharmacology of Antipsychotic.United Kingdon : Martin Dunitz

Ltd.1999.Bab 5.Atypical Antipsychotic and Seotonine-Dopamine Antagonism;p.50-62.

7. Stahl SM. Psychopharmacology of Antipsychotic.United Kingdon : Martin Dunitz

Ltd.1999.Bab 6. Beyond the serotonine-dopamine antagonism concept : how individual

atypical antipsychotic differ;p.63-96.

8. Ebert MH, Loosen PT, Nurcombe B. Current Diagnosis & Treatment in

PSYCHIATRY.Singapore : McGraw-Hill Book.2000.Bab III.Syndrome and their

treatments in adult psychiatric : schizophrenia and other psychotic disorders; p.260-89.

9. Psychopharmacology Institute. First Generation of Antipsychotic. Accessed on : 3

November 2014. Available at :

http://psychopharmacologyinstitute.com/antipsychotics/first-generation-antipsychotics/

10. Medlibes online medical library. Dopamine Pathways. Accessed on : 3 November

2014.Available at : http://medlibes.com/entry/dopamine-pathways

11. Episodes Self-Negotiated Unit: Side Effects of Atypical Antipsychotic Drugs..Accessed

on 3 November 2014.Available at : http://followpics.co/episodes-self-negotiated-unit-

side-effects-of-atypical-antipsychotic-drugs

28

Page 29: Referat Obat Antipsikotik (Print)

29

Page 30: Referat Obat Antipsikotik (Print)

30