22
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ulkus peptikum masih merupakan masalah kesehatan yang penting. Insidensi penyakit ini di Indonesia sekitar 36-41%, terutama terjadi pada lanjut usia (lansia). Ulkus Peptikum merupakan komplikasi atau lanjutan dari penyakit gastritis, terjadi akibat ketidakseimbangan antara faktor penyebab iritasi lambung (disebut juga faktor agresif, seperti HCl, pepsin) dengan faktor pertahanan lambung (disebut juga faktor defensif, yaitu adanya mukus bikarbonat). Penyebab ketidakseimbangan faktor agresif- defensif antara lain adanya infeksi Helicobacter pylori (H.pylori) yang merupakan penyebab yang paling sering (30– 60%), penggunaan obat-obatan yaitu obat golongan Anti-inflamasi Non-Steroid (OAINS), kortikosteroid, obat-obat anti tuberkulosa serta pola hidup dengan tingkat stres tinggi, minum alkohol, kopi, dan merokok (Ritias, dkk., 2000) Penderita gastritis sering mengeluhkan rasa sakit di ulu hati, rasa terbakar, mual, dan muntah. Hal ini sering mengganggu aktivitas sehari-hari yang pada akhirnya menyebabkan produktivitas dan kualitas hidup penderita menurun. Terapi yang tidak optimal menyebabkan penyakit ini 1

Refarat Pegagan Herbal

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Refarat Pegagan Herbal

Citation preview

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Ulkus peptikum masih merupakan masalah kesehatan yang penting. Insidensi penyakit ini di Indonesia sekitar 36-41%, terutama terjadi pada lanjut usia (lansia).Ulkus Peptikum merupakan komplikasi atau lanjutan dari penyakit gastritis, terjadi akibat ketidakseimbangan antara faktor penyebab iritasi lambung (disebut juga faktor agresif, seperti HCl, pepsin) dengan faktor pertahanan lambung (disebut juga faktor defensif, yaitu adanya mukus bikarbonat). Penyebab ketidakseimbangan faktor agresif-defensif antara lain adanya infeksi Helicobacter pylori (H.pylori) yang merupakan penyebab yang paling sering (30 60%), penggunaan obat-obatan yaitu obat golongan Anti-inflamasi Non-Steroid (OAINS), kortikosteroid, obat-obat anti tuberkulosa serta pola hidup dengan tingkat stres tinggi, minum alkohol, kopi, dan merokok (Ritias, dkk., 2000)Penderita gastritis sering mengeluhkan rasa sakit di ulu hati, rasa terbakar, mual, dan muntah. Hal ini sering mengganggu aktivitas sehari-hari yang pada akhirnya menyebabkan produktivitas dan kualitas hidup penderita menurun. Terapi yang tidak optimal menyebabkan penyakit ini menimbulkan komplikasi perdarahan, peritonitis, kanker, bahkan kematian. (Valle, 2008)Pengobatan ulkus peptikum terdiri dari terapi konservatif dan medikamentosa. Terapi konservatif meliputi perubahan pola hidup, mengatasi stres, tidak merokok, berhenti minum alkohol, atau kopi. Terapi medikamentosa atau terapi farmakologis adalah terapi yang menggunakan obat obatan. Terapi farmakologis meliputi obat obatan yang menetralisir keasaman lambung seperti antasida, obat yang dapat mengurangi produksi asam lambung yaitu Antagonis Histamin-2 (AH2), Proton Pump Inhibitor (PPI), obat yang meningkatkan faktor defensif lambung yaitu Agonis Prostaglandin atau Sukralfat dan Antibiotik untuk eradikasi H.pylori (McQuaid, 2007)Kenyataannya dilingkungan masyarakat menunjukkan bahwa masih banyak yang menganggap remeh atau tidak memperdulikan penyakit ini, sedangkan bila tidak ditatalaksana dengan optimal penyakit ini akan menimbulkan komplikasi yang lebih serius. Kebiasaan malas minum obat menjadi penyebab tidak tertanganinya penyakit ini dengan baik. Namun, jika diberi pilihan, masyarakat akan cenderung memilih pengobatan yang berasal dari bahan alam alami daripada pengobatan konvensional, dan semangat untuk mengobati juga lebih tinggi. Mungkin dikarenakan pengobatan herbal lebih hemat secara ekonomi/murah dan efek sampingnya tidak banyak terlihat.Pegagan, tanaman yang tumbuh liar dilingkungan tropis dan subtropis, memberi efek dalam pengobatan ulkus peptikum. Beberapa zat kimia aktif yang terkandung didalamnya berkhasiat untuk mengobati penyakit ini. Tumbuhan ini juga mudah didapat disekitar lingkungan masyarakat Indonesia, khususnya ditanah yang kelembabannya tinggi. Bahkan, tanaman ini sudah diakui oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sebagai obat untuk ulkus peptikum.

1.2 Tujuan Penulisan

1.2.1 UmumUntuk mengetahui bagaimana efek penggunaan herba pegagan pada penyakit ulkus peptikum.1.2.2 Khusus Untuk mengetahui epidemiologi penyakit ulkus peptikum di Indonesia Untuk mengetahui faktor penyebab ulkus peptikum Untuk mengetahui patofisiologi terjadinya ulkus peptikum Untuk mengetahui klasifikasi, fungsi, farmakokinetik dan cara penggunaan tanaman pegagan Untuk mengetahui efek penggunaan herba pegagan pada penyakit ulkus peptikum Sebagai pemenuhan tugas di blok Herbal Medicine

1.3 Manfaat Penulisan

1. Refarat ini dapat menambah wawasan pengetahuan mahasiswa tentang penggunaan pegagan dalam mengatasi penyakit ulkus peptikum serta dapat menjadi bahan masukan bagi mahasiswa lain untuk melakukan penulisan atau penelitian tentang pengaruh pegagan dalam kesehatan.2. Refarat ini dapat menambah wawasan masyarakat dalam memilih pengobatan terhadap ulkus peptikum dengan menggunakan tanaman obat, yaitu pegagan.

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ULKUS PEPTIKUM

2.1.1 Definisi Ulkus Peptikum Ulkus : luka yang menjadi erosi berbentuk bulat / oval. Pepsin : suatu enzim yang bekerja sama dengan asam lambung / asam klorida (HCl) yang dihasilkan oleh lapisan lambung untuk mencerna makanan, terutama protein. Ulkus peptikum : erosi karena luka yang berbentuk bulat / oval yang terjadi pada lapisan saluran pencernaan yang terpapar oleh asam dan enzim-enzim pencernaan terutama lambung dan usus dua belas jari.

2.1.2 Epidemiologi di IndonesiaPrevalensi keluhan saluran cerna menurut suatu pengkajian sistematik atas berbagai penelitian berbasis populasi (systematic review of population based study) menyimpulkan angka bervariasi dari 11-41%. Jika keluhan terbakar di ulu hati dikeluarkan maka angkanya berkisar 4-14%. Keluhan dispepsia merupakan keadaan klinis yang sering dijumpai dalam praktek sehari hari. Diperkirakan hampir 30% kasus pada praktek umum dan 60% pada praktek gastroenterologis merupakan kasus dispepsia. Dispepsia menggambarkan keluhan atau kumpulan gejala yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung, cepat kenyang, rasa perut penuh, sendawa, regurgitasi dan rasa panas yang menjalar di dada.Di Indonesia menunjukkan prevalensi 36-41% dengan usia termuda adalah 5 bulan. Pada kelompok usia muda dibawah 5 tahun, 5,3-15,4% telah terinfeksi, dan diduga infeksi pada usia dini berperan sebagai faktor resiko timbulnya degenerasi maligna pada usia yang lebih lanjut. Asumsi ini perlu diamati lebih lanjut, karena kenyataannya prevalensi kanker lambung di Indonesia relatif rendah, demikian pula prevalensi tukak peptik.Data penelitian klinis di Indonesia menunjukkan bahwa prevalensi tukak peptik pada pasien dispepsia di Jakarta yang telah diendoskopi berkisar antara 5,78%. Sedangkan di Medan sekitar 16,91%. Pada kelompok pasien dispepsia non ulkus, prevalensi dari infeksi H.pylori yang dilaporkan berkisar antara 20 40% , dengan metoda diagnostik yang berbeda yaitu serologi, kultur dan histopatologi.

2.1.3 Etiologi dan Patofisiologi

Ulkus Peptikum dapat disebabkan oleh Helicobacter pylori, Obat NSAID, Stres, Kafein, alkohol, dan nikotin.Penurunan Produksi Mukus sebagai Penyebab UlkusKebanyakan ulkus terjadi jika sel-sel mukosa usus tidak menghasilkan produksi mukus yang adekuat sebagai perlindungan terhadap asam lambung. Penyebab penurunan produksi mukus dapat termasuk segala hal yang menurunkan aliran darah ke usus, menyebabkan hipoksia lapisan mukosa dan cedera atau kematian sel-sel penghasil mukus. Ulkus jenis ini disebut ulkus iskemik. Penurunan aliran darah terjadi pada semua jenis syok. Jenis khusus ulkus iskemik yang timbul setelah luka bakar yang parah disebut ulkus Curling (Curling Ulcer).Penurunan produksi mukus di duodenum juga dapat terjadi akibat penghambatan kelenjar penghasil mukus di duodenum, yang disebut kelenjar Brunner. Aktivitas kelenjar Brunner dihambat oleh stimulasi simpatis. Stimulasi simpatis meningkat pada keadaan stres kronis sehingga terdapat hubungan antara stres kronis dan pembentukan ulkus.Penyebab utama penurunan produksi mukus berhubungan dengan infeksi bakterium H.pylori membuat koloni pada sel-sel penghasil mukus di lambung dan duodenum, sehingga menurunkan kemampuan sel memproduksi mukus. Sekitar 90% pasien ulkus duodenum dan 70% ulkus gaster memperlihatkan infeksi H.pylori. Infeksi H.pylori endemik di beberapa negara berkembang. Infeksi terjadi dengan cara ingesti mikroorganisme.Penggunaan beberapa obat, terutama obat anti-inflamasi non-steroid (NSAID), juga dihubungkan dengan peningkatan risiko berkembangnya ulkus. Aspirin menyebabkan iritasi dinding mukosa, demikian juga dengan NSAID lain dan glukokortikosteroid. Obat-obat ini menyebabkan ulkus dengan menghambat perlindungan prostaglandin secara sistemik atau di dinding usus. Sekitar 10% pasien pengguna NSAID mengalami ulkus aktif dengan persentase yang tinggi untuk mengalami erosi yang kurang serius. Perdarahan lambung atau usus dapat terjadi akibat NSAID. Lansia terutama rentan terhadap cedera GI akibat NSAID. Obat lain atau makanan dihubungkan dengan perkembangan ulkus termasuk kafein, alkohol, dan nikotin. Obat-obat ini tampaknya juga mencederai perlindungan lapisan mukosa.Kelebihan Asam sebagai Penyebab UlkusPembentukan asam di lambung penting untuk mengaktifkan enzim pencernaan lambung. Asam hidroklorida (HCl) dihasilkan oleh sel-sel parietal sebagai respons terhadap makanan tertentu, hormon (termasuk gastrin), histamin, dan stimulasi parasimpatis. Makanan dan obat seperti kafein dan alkohol menstimulasi sel-sel parietal untuk menghasilkan asam. Sebagian individu memperlihatkan reaksi berlebihan pada sel- sel perietalnya terhadap makanan atau zat tersebut, atau mungkin memiliki jumlah sel parietal yang lebih banyak dari normal sehingga menghasilkan lebih banyak asam. Aspirin bersifat asam, yang dapat langsung mengiritasi atau mengerosi lapisan lambung.Peningkatan Penyaluran Asam sebagai Penyebab Ulkus DuodenumPerpindahan isi lambung yang terlalu cepat ke duodenum dapat memperberat kerja lapisan mukus protektif di duodenum. Hal ini terjadi pada iritasi lambung oleh makanan tertentu atau mikroorganisme, serta sekresi gastrin yang berlebihan atau distensi abnormal.

2.2 PEGAGAN

2.2.1 Klasifikasi/Taksonomi PegaganKingdom: PlantaeDivisi: SpermatophytaeSub divisi: AngiospermaeKelas: DikotiledonaeBangsa: UmbellalesSuku: UmbelliferaeMarga: CentellaJenis: Centella asiatica L.

2.2.2 Sinonim PegaganCentella coriacea Nannfd., Hydrocotyle asiatica L., H. Lunata Lamk., H. Lurida Hance., Trisanthus cochichinensis Lour.

2.2.3 Nama Daerah Pegagana. Sumatra: Pegaga (Aceh), daun kaki kuda, daun penggaga, penggaga, rumput kaki kuda, pegagan, kaki kuda (Melayu), pegago, pugago (Minangkabau).b. Jawa: Cowet gompeng, antanan, antanan bener, antanan gede (Sunda), gagan-gagan, gangganan, kerok batok, pantegowang, panigowang, rendeng, calingan rambut, pacul gowang, gan-gagan (Madura).c. Nusa Tenggara : Bebele (Sasak), paiduh, kelai lere (Sawo)d. Bali: Panggaga (Bali)e. Sulawesi : Pagaga, wisu-wisu (Makasar), cipubalawo (Bugis), hisu-hisu (Salayar)f. Maluku : Sarowati (Halmahera), koloditi manora (Ternate)g. Papua: Dogauke, gogauke, sandanan.

2.2.4 Nama Asing Pegagana. Inggris: gotu kola, asiatic pennywort, indian pennywort.b. Brunei: pegagac. Filipina: takip-kohol, tapingan-daga, hahang halod. Singapura: pegagae. Myanmar: min-kuabinf. Kamboja: tranchiek-kranhg. Laos: phak nokh. Thailand: bua bok, pa-na-ekhaa-doh, phak waeni. Vietnam: Rau m[as], t[is]ch tuy[ees], th[ar]o

2.2.5 Deskripsi Pegagan2.2.5.1 TanamanTumbuhan berhabitus terna menahun, batang menjalar, memiliki umbi pendek, percabangan dengan geragih (stolon) merayap, panjang 10-80 cm. Daun tunggal, tersusun dalam roset akar, terdiri dari 2-10 daun, kadang-kadang agak berambut, panjang tangkai daun 1-50 mm, helai daun berbentuk ginjal, ukuran 1-7 x 1,5-9 cm, tepi daun beringgit sampai bergigi tidak tajam, terutama ke arah pangkal daun. Perbungaan berupa bunga majemuk payung tunggal atau 2-5 payung bersama, payung tunggal tersusun atas 3 bunga, ukuran 3-4 mm: panjang ibu tungkai bunga 5-50 mm, mula-mula tegak kemudian menggangguk; daun pelindung 2-3 helai; tangkai bunga sangat pendek. Daun mahkota ungu samapi kemerahan dengan pangkal hijau muda, panjang 1-1,5 mm, lebar hingga 0,75 mm. Buah pipih, lebar lebih kurang 7 mm dan tinggi lebih kurang 3 mm, berlekuk dua, jelas berusuk, berwarna kuning kecoklatan, berdinding agak tebal.

2.2.5.2 SimplisiaDaun tunggal, berkeriput, rapuh, tersusun dalam roset dengan pangkal tangkai melebar, helai daun berbentuk ginjal, lebar, atau berbentuk bulat, berwarna hijau sampai hijau keabu-abuan, umumnya dengan 7 tulang daun yang menjari, pangkal helaian daun berlekuk, ujung daun membulat, tepi daun beringgit sampai bergerigi, pangkal daun bergigi, kedua permukaan daun umumnya licin, tulang daun pada permukaan bawah agak berambut, stolon dan tangkai daun berwarna coklat keabu-abuan, berambut halus. Berbau lemah, aromatik, mula-mula tidak berasa, lama-kelamaan agak pahit.

2.2.6 Habitat PegaganTumbuhan baik di Indonesia terutama di daerah beriklim tropis baik di daratan rendah sampai ketinggian 2500 m dpl. Tumbuh di tempat yang terbuka atau sedikit ternaung, pada tanah yang lembab dan subur seperti pematang sawah, padang rumput, tepi parit dan di tepi jalan.

2.2.7 Kandungan Kimia (Zat aktif) Pegagan Asam triterpen: Asam asiatat dan asam madekasat (komponen utama), asam terminolat; Glikosida turunan triterpen ester (pseudosaponin, tidak kurang dari 2%) : Asiatikosida (asiatikosida A dan B), madekasosida, indosentelosida, brahmosida, brahminosida, tankunisida, isotankunisida, kuersetin, kaempferol, dan stigmasterol.

BAB 3PEMBAHASAN

3.1 Farmakologi Pegagan Dalam Pengobatan Ulkus Peptikum

Pada studi pendahuluan mengenai aktivitas asam asiatat dan asiatikosid dari C.asiatica melawan bakteri Gram negatif dan positif yang sudah dipilih, menunjukkan aktivitas asam asiatat yang menghambat pertumbuhan bakteri H.pylori dengan zona hambatan berdiameter 8 mm pada dosis 10 g.

Norzaharaini MG, Wan Norzhaswani WS, et al. The preliminary study on the antimicrobial activities of asiaticoside and Asiatic acid against selected gram positives and gram negatives bacteria. Health and The environment journal : 2011. Vol. 2 No. 1 ;23-6.

Dari penelitian lain, dibuktikan bahwa ekstrak C.asiatica menghambat secara signifikan ulkus peptikum yang diinduksi oleh cold-restraint stress, aspirin, etanol, dan ligasi pylorus pada tikus. Efek inhibisi pada ulkus peptikum yang diinduksi oleh cold-restraint stress sama seperti efek famotidine dan natrium valproat. Ekstrak yang diberikan 2 kali sehari secara oral dengan dosis 200mg/kgBB dan 600mg/kgBB selama 5 hari menunjukkan perlindungan yang signifikan. Bahkan pada dosis yang lebih tinggi (600mg/kgBB) menunjukkan peningkatan sekresi musin dan glikoprotein yang akhirnya meningkatkan mukus lambung. Penulis menyimpulkan bahwa ekstrak C.asiatica meningkatkan faktor pertahanan mukosa.Ekstrak air C.asiatica dan komponennya yaitu asiatikosid, mempunyai aktivitas anti-inflamasi yaitu menghambat aktivitas inducible nitric oxide synthase (iNOS) yang berperan menghambat nitrat oksida dalam penyembuhan ulkus pada tikus, yang menunjukkan penurunan ukuran ulkus pada hari ke-1, 3 dan 7.Pada penelitian aktivitas anti ulkus dari ekstrak daun C.asiatica melawan cedera mukosa gaster yang diinduksi oleh alkohol pada tikus menunjukkan hasil yang signifikan sebagai gastroprotektor. Proteksi ini terlihat dari penurunan daerah ulkus pada dinding gaster dengan adanya reduksi atau inhibisi edema dan infiltrasi leukosit pada lapisan submukosa, yang efektif pada dosis 400mg/kgBB ekstrak daun C.asiatica.

Abdulla MA, AL-Bayaty FH, et al. Anti-ulcer activity of Centella asiatica leaf extract against ethanol-induced gastric mucosal injury in rats. Journal of Medicinal Plants Research Vol. 4(13) : 4 July 2010; 1253-9.

Dalam penelitian efek penyembuhan dari ekstrak air C.asiatica dan komponennya yaitu asiatikosid, pada ulkus peptikum yang diinduksi oleh asam asetat menunjukkan hasil yang signifikan. Terjadi pengurangan ukuran ulkus dan hambatan aktivitas mieloperoksidase pada hari ke-3 dan ke-7 pada jaringan ulkus, serta terjadi proliferasi sel epitel dan angiogenesis pada jaringan tersebut. Ekspresi dari basic fibroblast growth factor juga ditingkatkan. Hasil ini menunjukkan manfaat yang potensial dari C.asiatica dan komponennya sebagai obat anti ulkus.

3.2 Cara Penggunaan dan Dosis

Dosis harian : 0,6 gram serbuk kering atau infusa 3 kali sehari. Dosis tunggal normal : 0,33 sampai 0,68 gram.Sebanyak 15 gram serbuk daun (simplisia) diseduh dengan gelas air panas matang , kemudian disaring, air hasil penyaringan diminum.

3.3 Interaksi dan Toksisitas

3.3.1 Interaksi obat : Hati-hati pada penggunaan bersama obat antiplatelet lainnya seperti aspirin, karena memiliki aktivitas anti agregasi platelet. Pegagan juga dapat menurunkan efektifitas obat anti diabetes atau anti hiperlipidemia, serta dapat berinteraksi dengan efedrin, teofilin, atropin, dan kodein.3.3.2 Toksisitas : Tanaman ini tidak toksik sampai dosis 350 mg/kg BB, tetapi pada penggunaan berulang bersifat karsinogenik pada kulit (saat diujikan pada tikus). Sampai dosis 5 gram/kg BB tikus tidak muncul manifestasi toksik apapun selama 14 hari pengamatan.

3.4 Efek Samping

Dapat menyebabkan infertilitas, dan ada kemungkinan terjadi reaksi alergi kulit pada penggunaan secara topikal untuk beberapa individu. Penggunaan ekstrak pegagan dalam dosis sangat besar memberikan efek sedatif, hal ini kemungkinan terjadi karena adanya senyawa kimia glikosida saponin, brahmosida, dan brahminosida. Pernah dilaporkan adanya rasa terbakar pada pemberian sediaan aerosol yang mengandung pegagan dan pruritus pada pemberian oral.

BAB 4PENUTUP

4.1 KesimpulanPegagan (C.asiatica) memiliki dua kandungan kimia utama yaitu asam triterpen dan glikosida turunan triterpen ester. Senyawa yang berperan penting sebagai anti ulkus adalah asam asiatat dan asiatikosida. Asam asiatat terutama berperan dalam menghambat pertumbuhan H.pylori, sedangkan asiatikosida berperan sebagai anti inflamasi. Pengurangan ukuran ulkus, penghambatan pertumbuhan H.pylori dan peningkatan sekresi mukus merupakan manfaat yang potensial dari pegagan sebagai anti-ulkus.

4.2 SaranSedikitnya data yang memuat tentang manfaat pegagan sebagai obat herbal mendorong kita untuk melakukan penelitian yang mengeksplorasi obat-obatan tradisional di Indonesia sehingga kiranya dapat meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

1. Norzaharaini MG, Wan Norzhaswani WS, et al. The preliminary study on the antimicrobial activities of asiaticoside and Asiatic acid against selected gram positives and gram negatives bacteria. Health and The environment journal : 2011 Vol 2 No. 1 ;23-6.2. Sairam K, Rao CV, Goel RK. Effect ofCentella asiaticaLinn on physical and chemical factors induced gastric ulceration and secretion in rats.Indian J Exp Biol.2001;39:13742.[PubMed]3. Chatterjee TK, Chakraborty A, Pathak M, Sengupta GC. Effects of plant extractCentella asiatica(Linn.) on cold restraint stress ulcer in rats.Indian J Exp Biol.1992;30:88991.[PubMed]4. Scatton B, Bartholini G. Gamma-aminobutyric acid (GABA) receptor stimulation. IV. Effect of progabide (SL 76002) and other GABAergic agents on acetylcholine turnover in rat brain areas.J Pharmacol Exp Ther.1982;220:68995.[PubMed]5. Guo JS,Cheng CL,Koo MW. Inhibitory effects of Centella asiatica water extract and asiaticoside on inducible nitric oxide synthase during gastric ulcer healing in rats. Planta Med, 2004 Dec;70(12):1150-4. (PubMed)6. Abdulla MA, AL-Bayaty FH, et al. Anti-ulcer activity of Centella asiatica leaf extract against ethanol-induced gastric mucosal injury in rats. Journal of Medicinal Plants Research Vol. 4(13), 4 July 2010; 1253-97. Cheng CL,Guo JS,Luk J,Koo MW. The healing effects of Centella extract and asiaticoside on acetic acid induced gastric ulcers in rats. Life Sci 2004 Mar 19;74(18):2237-49.8. Acuan Sediaan Obat Herbal Vol. 5, Edisi 1. Jakarta: Direktorat OAI, Badan POM RI, 2010.9. http://medicastore.com/penyakit/531/Ulkus_Peptikum.html. Diunduh pada tanggal 17 Februari 2014.10. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24519/5/Chapter%20I.pdf. Diunduh pada tanggal 17 Februari 2014. 11. http://web.unair.ac.id/admin/file/f_27340_Ulkus_Peptikum.pdf. Diunduh pada tanggal 17 Februari 2014.

15