Upload
jennifer-flores
View
221
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
nisa
Citation preview
1
PSORIASIS VULGARIS
I. PENDAHULUAN
Psoriasis adalah penyakit kulit eritropapulosquamosa bersifat kronik residif
dengan berbagai gambaran klinis. Lesi kulit sangat khas ditandai adanya plak
eritema berbatas tegas yang ditutupi oleh squama berwarna putih keabu-abuan
atau keperakan penyakit ini di tandai dengan hiperproliferasi epidermis karena
terjadi peningkatan 5-6 kali rata-rata turnover epidermis dan memendeknya waktu
pematangan keratinosit disertai proses peradangan pada epidermis dan dermis.1.
Psoriasis merupakan penyakit kulit kronis yang sering mengalami
kekambuhan. Penyakit ini memiliki banyak bentuk klinis,salah satu jenis psoriasis
yang paling sering terjadi adalah psoriasis vulgaris. Di Amerika Serikat 2% dari
populasinya menderita psoriasis. Prevalensi psoriasis rendah pada etnik Jepang,
dan tidak dijumpai penderita penyakit ini pada suku Aborigins Australia dan
penduduk India.2
II. DEFINISI
Psoriasis adalah suatu penyakit kulit kelompok dermatosis eritroskuamosa,
penyebab nya autoimun, bersifat kronik residif dengan lesi berupamakula eritem
berbatas tegas, ditutupi oleh skuama tebal berlapis, berwarna putih bening seperti
mika, disertai fenomena tetesan lilin dan tanda Auspitz. Psoriasis juga disebut
psoriasis vulgaris yang berarti psoriasis yang biasa atau paling lazim ditemukan.
Psoriasis bisa muncul pada seluruh usia, tetapi jarang pada usia kurangdari 10
tahun, biasanya muncul pada usia 15-30 tahun.3
III. EPIDEMIOLOGI
2
Psoriasis dijumpai di seluruh dunia dengan prevalensi yang berbeda-beda
dipengaruhi oleh ras, geografis, dan lingkungan. Di Amerika Serikat terjadi pada
2% dari populasi atau sekitar 150.000 kasus baru per tahun. Insiden tertinggi di
Denmark (2,9%) sedangkan rerata di Eropa Utara sekitar 2%. Insiden psoriasis
pada laki- laki dan perempuan hampir sama, namun insiden lebih sering pada
perempuan dibandingkan laki-laki dan meningkat sesuai usia. Distribusi usia
pasien psoriasis menunjukkan peningkatan sesuai dengan kronisitas penyakit,
namun terjadi penurunan setelah usia 75 tahun seiring berkurangnya usia harapan
hidup pada pasien psoriasis akibat hubungan psoriasis dengan diabetes atau
aterosklerosis.4
Psoriasis 1-2% populasi di dunia. Penyakit ini jauh lebih jarang dijumpai
pada orang Afrika barat, Amerika-afrika, amerika asli, dan Asia dari pada orang
kulit putih. Penyakit ini sama seringnya terjadi pada wanita dan pria. Paling sering
timbul pada dekade kedua atau ketiga kehidupan, meskipun dapat juga pada mulai
muncul pada bayi dan lanjut usia, sekitar 30% pasien memiliki riwayat penyakit
ini dalam keluarga pasien juga dapat mengalami artritis psoriasis, yang mungkin
mendahului atau mengikuti lesi kulitnya.5
Laki-laki dan perempuan memiliki prevalensi yang sama untuk terjadinya
psoriasis vulgaris. Sebuah penelitian di Jerman menunjukkan awal penyakit
psoriasis puncaknya terjadi pada onset usia 22 tahun pada pria dan 16 tahun pada
wanita.6
IV. ETIOPATOGENESIS
3
Psoriasis pada hakikatnya adalah penyakit kulit meradang disertai kelainan
diferensiasi dan hiperproliferasi epidermis. Diperkirakan bahwa proses
peradangan memiliki dasar imunologis dan kemungkinan besar dipicu dan
dipertahankan oleh sel T di dermis. Lesi psoriasis terjadi karena peningkatan
pergantian (turn over) sel epidermis. Waktu transit sel dan lapisan basal epidermis
ke stratum korneum berkurang dari normal 28 hari menjadi 3 atau 4 hari.
Epidermis ‘giat’ ini dengan akumulasi cepat sel, merupakan penyebab gambaran
khas lesi psoriasis : papul atau plak eritematosa berbatas tegas dikelilingi oleh
squama halus hal ini juga menjelaskan akumulasi squama putih atau keperakan
(seperti mika) sangat meningkatnya kinetika sel menyebabkan squama belum
sempat terlepas. Karena psoriasis kini dianggap sebagai suatu penyakit
imunologik maka sebagian besar terapi saat ini, termasuk kortikosteroid topical,
fototerapi, fotokemoterapi, metotereksat, dan siklosporin ditujukan untuk
menekan sel-sel T penyebab.5
Faktor yang diduga paling berperan adalah genetic. Bila orangtuanya tidak
menderita psoriasis risiko mendapat psoriasis 12%, sedangkan jika salah seorang
orang tua nya menderita psoriasis risikonya mencapai 34-39%.4,15 Berdasarkan
kemunculan penyakit ini dikenal dua tipe: psoriasis tipe I dengan awitan dini
bersifat familial dan psoriasis tipe II dengan awitan lambat bersifat non familial.
Hal lain yang menyokong adanya faktor genetik ialah bawah psoriasis berkaitan
dengan HLA, Psoriasis tipe I berhubungan dengan HLA-B13, B17, Bw57,9dan
Cw6. Psoriasis tipe II berkaitan dengan HLA-B27 dan Cw2, sedangkan psoriasis
pustulosa berkorelasi dengan HLA-B27.4,17Faktor lain yang juga berperan adalah
4
imunologi. Defek genetik pada psoriasis dapat diekspresikan pada salah satu dari
tiga jenis sel, yakni limfosit T, sel penyaji antigen (dermal) atau keratinosit.
Keratinosit psoriasis membutuhkan stimuli untuk aktivasinya. Lesi psoriasis
matang umumnya penuh dengan sebukan limfosit Tpada dermis yang terutama
terdiri atas limfosit T CD4 dengan sedikit sebukan limfosit T CD8. Pada lesi
psoriasis terdapat sekitar 17 sitokin yang produksinya bertambah. Sel Langerhans
juga berperan pada imunopatogenesis psoriasis. Terjadinya proliferasi epidermis
diawali dengan adanya pergerakan antigen,baikeksogen maupun endogen oleh sel
Langerhans. Pada psoriasis pembentukan epidermis (turn over time) lebih cepat,
hanya3-4 hari, sedangkan pada kulit normal lamanya 27 hari.7
Psoriasis merupakan penyakit autoimun. Lebih 90% kasus dapat
mengalami remisi setelah diobati dengan imunosupresif. Berbagai faktor pencetus
pada psoriasis yang disebut dalam kepustakaan,diantaranya adalah stres psikik,
infeksi fokal, trauma (fenomena Kobner), endokrin,gangguan metabolik, obat,
juga alkohol dan merokok. Stres psikik merupakan factor pencetus utama. Infeksi
fokal mempunyai hubungan erat dengan salah satu bentuk psoriasis ialah psoriasis
gutata, sedangkan hubungannya dengan psoriasis vulgari stidak jelas.8
Pernah dilaporkan kasus-kasus psoriasis gutata yang sembuh setelah 10
diadakan tonsilektomia. Umumnya infeksi disebabkan oleh Streptococcus. Faktor
endokrin rupanya mempengaruhi perjalanan penyakit. Puncak insiden psoriasis
pada waktu pubertas dan menopause. Pada waktu kehamilan umumnya membaik,
sedangkan pada masa setelah persalinan akan memburuk. Gangguan metabolisme,
contohnya hipokalsemia dan dialisis telah dilaporkan sebagai faktor pencetus.
5
Obat yang umumnya dapat menyebabkan residif ialah beta-adrenergic blocking
agents, litium, antimalaria dan penghentian mendadak kortikosteroid sistemik.9
V. GAMBARAN KLINIS
Psoriasis merupakan penyakit papuloskuamosa dengan gambaran
morfologi, distribusi, serta derajat keparahan penyakit yang bervariasi. Lesi
klasik psoriasis biasanya berupa plak berwarna kemerahan yang berbatas tegas
dengan skuama tebal berlapis yang berwarna keputihan pada permukaan lesi.
Ukurannya bervariasi mulai dari papul yang berukuran kecil sampai dengan plak
yang menutupi area tubuh yang luas. Lesi pada psoriasis umumnya terjadi secara
simetris, walaupun dapat terjadi secara unilateral. Dibawah skuama akan tampak
kulit berwarna kemerahan mengkilat dan tampak bintik-bintik perdarahan pada
saat skuama diangkat. Hal ini disebut dengan tanda Auspitz. Psoriasis juga dapat
timbul pada tempat terjadinya trauma, hal ini disebut dengan fenomena Koebner.
Penggoresan skuama utuh dengan mengggunakan pinggir gelas objek akan
menyebabkan terjadinya perubahan warna lebih putih seperti tetesan lilin.3
Selain dari presentasi klasik yang disebutkan diatas terdapat beberapa tipe
klinis psoriasis. Psoriasis vulgaris yang merupakan tipe psoriasis yang paling
sering terjadi, berupa plak kemerahan berbentuk oval atau bulat, berbatas tegas,
dengan skuama berwarna keputihan. Lesi biasanya terdistribusi secara simetris
pada ekstensor ekstremitas, terutama di siku dan lutut, kulit kepala, lumbosakral,
bokong dan genital. Bentuk lainnya yaitu psoriasis inversa (fleksural), psoriasis
gutata, psoriasis pustular, psoriasis linier, dan psoriasis eritroderma.3
6
Keluhan utama pasien psoriasis adalah lesi yang terlihat, rendahnya
kepercayaan diri, gatal dan nyeri terutama jika mengenai telapak tangan, telapak
kaki dan daerah intertriginosa. Selain itu psoriasis dapat mengganggu aktivitas
sehari-hari bukan hanya oleh karena keterlibatan kulit, tetapi juga menimbulkan
arthritis psoriasis. Gambaran klinis psoriasis adalah plak eritematosa sirkumskrip
dengan skuama putih keperakan diatasnya dan tanda Auspitz. Warna plak dapat
bervariasi dari kemerahan dengan skuama minimal, plak putih dengan skuama
tebal hingga putih keabuan tergantung pada ketebalan skuama. Pada umumnya
lesi psoriasis adalah simetris. Beberapa pola dan lokasi Psoriasis antara lain:10,11
5.1 Psoriasis Vulgaris
Merupakan bentuk yang paling umum dari psoriasis dan sering ditemukan
(80%). Psoriasis ini tampak berupa plak yang berbentuk sirkumskrip. Jumlah lesi
pada psoriasis vulgaris dapat bervariasi dari satu hingga beberapa dengan ukuran
mulai 0,5 cm hingga 30 cm atau lebih. Lokasi psoriasis vulgaris yang paling
sering dijumpai adalah ekstensor siku, lutut, sakrum dan scalp. Selain lokasi
tersebut diatas, psoriasis ini dapat juga timbul di lokasi lain.
5.2 Psoriasis Gutata
Tampak sebagai papul eritematosa multipel yang sering ditemukan
terutama pada badan dan kemudian meluas hingga ekstremitas, wajah dan scalp.
Lesi psoriasis ini menetap selama 2-3 bulan dan akhirnya akan mengalami
resolusi spontan. Pada umumnya terjadi pada anak-anak dan remaja yang
seringkali diawali dengan radang tenggorokan.
5.3 Psoriasis Pustulosa Generalisata (Von Zumbusch)
7
Psoriasis jenis ini tampak sebagai erupsi generalisata dengan eritema dan
pustul. Pada umumnya diawali oleh psoriasis tipe lainnya dan dicetuskan oleh
penghentian steroid sistemik, hipokalsemia, infeksi dan iritasi lokal.
5.4 Psoriasis Pustulosa Lokalisata
Kadang disebut juga dengan pustulosis palmoplantar persisten. Psoriasis ini ditandai
dengan eritema, skuama dan pustul pada telapak tangan dan kaki biasanya berbentuk
simetris bilateral.
(a) (b) (c)
Gambar 1. Gambaran klinis Psoriasis vulgaris : (a) Tipe Plak ,(b) Tipe Gutatta dan (c)
Tipe Eritrodermi
Dikutip dari kepustakaan 7
VI. DIAGNOSIS
Diagnosis psoriasis dengan pemeriksaan histopatologis dijumpai lesi
hiperkeratosis, parakeratosis, akantosis, dan hilangnya stratum granulosum. Aktivitas
mitosis sel epidermis tampak begitu tinggi, sehingga pematangan keratinisasi sel-sel
epidermis terlalu cepat dan stratum korneum tampak menebal. Dalam stratum korneum
8
ditemukan kantong-kantong kecil berisi sel radang polimorfonuklear yang dikenal
sebagai mikroabses Monroe.5,10
Diagnosis juga berdasarkan gambaran klinis secara keseluruhan. Penyakit ini
berlangsung kronis dengan lesi macula eritematus simetris khas, ditutupi oleh skuama
kasar berlapis-lapis, transparan pada tempat-tempat klasik.11
Tanda pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan fenomena tetesan lilin, Auspitz
sign, dan Koebner (isomorfik). Kedua fenomena yang disebut lebih dahulu dianggap
khas, sedangkan yang terakhir tidak khas, hanya kira-kira 47% yang positif dan
didapati pula pada penyakit lain, misalnya liken planus dan veruka plana juvenilis.
Fenomena tetesan lilin ialah yang berubah warnanya menjadi putih pada
goresan,seperti lilin yangdigores,disebabkan oleh berubahnya indeks bias. Cara
menggores dapat dengan pinggir gelas alas. Pada fenomena Auspitz tampak serum
atau darah berbintik-bintik bila skuama dikupas lapis demi lapis yang disebabkan oleh
papilomatosis. Trauma pada kulit penderita psoriasis, misalnya garukan,dapat
menyebabkan kelainan yang sama dengan kelainan psoriasis dan disebut fenomena
kobner yang timbul kira-kira setelah 2 minggu.5,12
9
Gambar 2. Auspitz sign pada psoriasis
Dikutip dari kepustakaan 7
Pada kasus psoriasis gutata dapat ditemukan riwayat infeksi tenggorokan karena
streptokokus. Riwayat psoriasis pada keluarga juga membantu, khususnya bila hanya
lesi awal yang ditemukan. Cari lekukan kuku sebagai temuan tambahan diagnosis.
Terkadang diperlukan biopsi untuk membedakan penyakit psoriasis ini dari penyakit
papulo skuamosa lainnya. Spesimen bioksi diambil dari lesi yang belum diobati dan
yang paling berkembang.12,13
Selain pemeriksaan fisik kulit dan biopsi, pemeriksaan laboratorium lain juga
perlu dilaksanakan untuk mencari faktor penyebab atau pencetus penyakit ini atau
mencari penyakit lain yang menyertai psoriasis, seperti pemeriksaan gula darah,
kolesterol untuk penyakit diabetes mellitus.13
10
VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Histopatologi
Psoriasis memberikan gambaran histopatologik yang khas, yakni
parakeratosis dan akantosis. Pada stratum spinosum terdapat kelompok leukosit
yang disebut abses munro. Serta terdapat pula papilomatosis dan vasodilatasi di
subepidermis.3
VIII. DIAGNOSIS BANDING
1. Sifilis Sekunder
- Lesi sering ditemukan di telapak tangan, telapak kaki dan wajah
serta dibadan.
- Pemeriksaan VRDL positif
2. Dermatitis Numular
- Timbul rasa sangat gatal
- Lesi kulit yang antara lain papul, vesikel, atau plak:
- Bentuk numular (seperti koin).
- Terutama pada tangan dan kaki.
- Umumnya melebar dan menyebar.
- Lembab dengan permukaan yang keras.
- Kulit bersisik atau ekskoriasi.
- Kulit yang kemerahan atau inflamasi.
- Lesi cenderung hilang timbul atau menetap
3. Pitiriasis Rosea
11
- Skuama Halus
- Tanda khas lesi awal berupa herald patch, umumnya di badan,
solitar, berbentuk oval dan anular, diameternya kira-kira 3 cm.
- Lesi berikutnya timbul 4-10 hari setelah lesi pertama, memberi
gambaran yang khas, sama dengan lesi pertama hanya lebih kecil,
susunannya sejajar dengan kosta, hingga menyerupai pohon
cemara terbalik.
- predileksi pada badan, lengan atas bagian proksimal dan paha atas.
IX. PENATALAKSANAAN
A. Topikal
Preparat Tar4
Obat topikal yang biasa digunakan adalah preparat tar, yang efeknya
adalah anti radang. Preparat tar berguna pada keadaan-keadaan: Bila psoriasis
telah resisten terhadap steroid topikal sejak awal atau pemakaian pada lesi luas.
Lesi yang melibatkan area yang luas sehingga pemakaian steroid topikal kurang
tepat. Bila obat-obat oral merupakan kontra indikasi oleh karena terdapat penyakit
sistemik. Menurut asalnya preparat tar dibagi menjadi 3, yakni yang berasal dari :
Fosil, misalnya iktiol. Kayu, misalnya oleum kadini dan oleum ruski dan
Batubara, misalnya liantral dan likuor karbonis detergens. Cara kerja obat ini
sebagai anti inflamasi ringan.4
12
Kortikosteroid
Kerja steroid topikal pada psoriasis diketahui melalui beberapa cara ,
yaitu:
1. Vasokonstriksi untuk mengurangi eritema.
2. Sebagai antimitotik sehingga dapat memperlambat proliferasi seluler.
3. Efek anti inflamasi, diketahui bahwa pada psoriasis terjadi peradangan kronis
akibat aktivasi sel T. Bila terjadi lesi plak yang tebal dipilih kortikosteroid dengan
potensi kuat seperti: Fluorinate, triamcinolone 0,1% dan flucinolone topikal
efektif untuk kebanyakan kasus psoriasis pada anak. Preparat hidrokortison 1%-
2,5% digunakan bila lesi sudah menipis.4
Ditranol (antralin)
Hampir sama dengan tar memiliki efek antiinflamasi ringan, sebab dapat
mengikat asam nukleat, menghambat sintesis DNA dan menggabungkan uridin ke
dalam RNA nukleus.
Vitamin D analog (Calcipotriol)
Calcipotriol ialah sintetik vit D yang bekerja dengan menghambat
proliferasi sel dan diferensiasi keratinosit, meningkatkan diferensiasi terminal
keratinosit. Preparatnya berupa salep atau krim 50 mg/g, efek sampingnya berupa
iritasi, seperti rasa terbakar dan menyengat.
Tazaroten
Merupakan molekul retinoid asetilinik topikal, efeknya menghambat
proliferasi dan normalisasi petanda differensiasi keratinosit dan menghambat
petanda proinflamasi pada sel radang yang menginfiltrasi kulit. Tersedia dalam
13
bentuk gel, dankrim dengan konsentrasi 0,05 % dan 0,1 %. Bila dikombinasikan
dengan steroid topikal potensi sedang dan kuat akan mempercepat penyembuhan
dan mengurangi iritasi. Efek sampingnya ialah iritasi berupa gatal, rasa terbakar,
dan eritema pada 30 % kasus, juga bersifat fotosensitif.
Humektan dan Emolien
Efek emolien ialah melembutkan permukaan kulit dan mengurangi hidrasi
kulit sehingga kulit tidak terlalu kering. Pada batang tubuh (selain lipatan),
ekstremitas atas dan bawah biasanya digunakan salep dengan bahan dasar vaselin
1-2 kali/hari, fungsinya juga sebagai emolien dengan akibat meninggikan daya
penetrasi bahan aktif. Jadi emolien sendiri tidak mempunyai efek antipsoriasis.
Fototerapi
Narrowband UVB untuk saat ini merupakan pilihan untuk psoriasis yang
rekalsitran dan eritroderma. Sinar ultraviolet masih menjadi pilihan di beberapa
klinik. Sinar ultraviolet B (UVA) mempunyai efek menghambat mitosis, sehingga
dapat digunakan untuk pengobatan psoriasis. Cara yang terbaik adalah dengan
penyinaran secara alamiah, tetapi tidak dapat diukur dan jika berlebihan maka
akan memperparah psoriasis. Karena itu, digunakan sinar ulraviolet artifisial,
diantaranya sinar A yang dikenal sebagai UVA. Sinar tersebut dapat digunakan
secara tersendiri atau berkombinasi dengan psoralen (8-metoksipsoralen,
metoksalen) dan disebut PUVA, atau bersama-sama dengan preparat ter yang
dikenal sebagai pengobatan cara Goeckerman. PUVA efektif pada 85 % kasus,
ketika psoriasis tidak berespon terhadap terapi yang lain.
14
B. Sistemik4,15
Kortikosteroid
Pemberian kortikosteroid sistemik masih kontroversial kecuali yang
bentuk eritrodermi, psoriasis artritis dan psoriasis pustulosa Tipe Zumbusch.
Dimulai dengan prednison dosis rendah 30-60 mg (1-2 mg/kgBB/hari), atau
steroid lain dengan dosis ekivalen. Setelah membaik, dosis diturunkan perlahan-
lahan, kemudian diberi dosis pemeliharaan. Penghentian obat secara mendadak
akan menyebabkan kekambuhan dan dapat terjadi Psoriasis Pustulosa
Generalisata.
Sitostatik
Bila keadaan berat dan terjadi eritrodermi serta kelainan sendi dapat
sitostatik yang biasa digunakan ialah metotreksat (MTX). Obat ini sering
digunakan Psoriasis Artritis dengan lesi kulit, dan Psoriasis Eritroderma yang
sukar terkontrol. Bila lesi membaik dosis diturunkan secara perlahan. Kerja
metotreksat adalah menghambat sintesis DNA dengan cara menghambat
dihidrofolat reduktase dan juga hepatotoksik maka perlu dimonitor fungsi hatinya.
Karena bersifat menekan mitosis secara umum, hati-hati juga terhadap efek
supresi terhadap sumsum tulang.
Etretinat (tegison, tigason)
Etretinat merupakan retinoid aromatik, derivat vitamin A digunakan bagi
psoriasis yang sukar disembuhkan dengan obat-obat lain mengingat efek
sampingnya. Etretinat efektif untuk Psoriasis Pustular dan dapat pula digunakan
untuk psoriasis eritroderma. Kerja retinoid yaitu mengatur pertumbuhan dan
15
diferensiasi terminal keratinosit yang pada akhirnya dapat menetralkan stadium
hiperproliferasi.
Efek samping dapat terjadi kulit menipis dan kering, selaput lendir pada
mulut, mata, dan hidung kering, kerontokan rambut, cheilitis, pruritus, nyeri
tulang dan persendian, peninggian lipid darah, gangguan fungsi hepar
(peningkatan enzim hati).
Siklosporin A
Digunakan bila tidak berespon dengan pengobatan konvensional. Efeknya
ialah imunosupresif. Dosisnya 1-4mg/kgbb/hari. Bersifat nefrotoksik dan
hepatotoksik, gastrointestinal, flu like symptoms, hipertrikosis, hipertrofi
gingiva,serta hipertensi. Hasil pengobatan untuk psoriasis baik, hanya setelah obat
dihentikan dapat terjadi kekambuhan.
TNF-antagonis
Tumor Necrosis Factor (TNF) alpha merupakan sitokin proinflamasi yang
memegang peran penting dalam patogenesis psoriasis. Saat ini sedang
dikembangkan sebagai terapi yang memberi haparan baru.
X. KOMPLIKASI
Komplikasi dari psoriasi antara lain:10
1. Menyerang sendi menimbulkan arthritis psoriasis
2. Jika menyerang telapak kaki dan tangan serta ujung jari disebut psoriasis pustul
tipe barber. Namun jika pustul timbul pada daerah psoriasis dan juga kulit
16
diluar lesi dan disertai gejala sistemik berupa panas atau rasa terbakar disebut
Zumbusch
3. Psoriasis eritroderma jika lesi psoriasis terdapat diseluruh tubuh dengan
skuama yang halus disertai gejala konstitusi berupa malaise.
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Walujo A dkk, Penurunan kadar Soluble Intercellular Adhesion Molecule-
1 Serum Penderita Psoriasis Vulgaris Setelah Pengobatan Dengan Krim
Klobetasol Propionat 0,05%,2007, MKB Volume XXXIX No.3, Artikel
penelitian, Bagian Ilmu Kesehatan kulit dan kelamin fakultas kedokteran
Universitas Padjajaran Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung
2. RGB Langley, et al. Psoriasis:Epidemiology, Clinical Features, and
Quality of Life. Annals of the Rheumatic Diseases. 2005; 64: ii18-ii23.
[accessed: mei 25, 2015]
3. Fitzpatrick BT, Richard AJ, Klaus W, Machiel KP, Dick S. Color Atlas
and Synopsis of Clinical Dermatology common and serious disease 3rd ed.
UnitedStates of America: McGraw-Hill Health Professions Division;
1997: 76-102.
4. Gudjonsson J. dan Elder J. 2012. Psoriasis Vulgaris. In: Wolff K.,
Goldsmith L., Katz S., Gilchrest B., Paller A., Leffell D. editors
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 8th ed. New York:
McGraw-Hill: 169–193.
5. Herbert P, Goodheart. Alih bahasa Brahm U. Goodheart Diagnosis
Fotografik & Penatalaksanaan Penyakit Kulit. Bab 3 Psoriasis. Edisi 3.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta 2013. Halaman 87-117.
6. Bolognia Jean, Joseph L, Ronald P. Dermatology 2nd edition. 2008.
Mosby Elsiever; United State of America : 115-134
18
7. Cantika, Adriani Sekar. Hubungan Derajat Keparahan Psoriasis Vulgaris
terhadap Kualitas Hidup Penderita. Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro; 2012
8. Budiastuti A, Sugianto R. Hubungan Umur dan Lama Sakit terhadap
Derajat Keparahan Penderita Psoriasis. Semarang: Fakultas Kedokteran
Universitas
Diponegoro; 2009.
9. Hunter John, John Mark. Clinical Dermatology 3rd edition. United State
of America. 2003. Blackwell Publishing: 48-62
10. Griffths C Camp R, Barker J. Psoriasis. In: Burns T, Breathnach S, Cox N,
Editors. Rook’s Textbook of dermatologi. 7th Edition. Volume 1-4. USA:
Blackwell Publishing. Massachusetts medical society.2004;20,1-60,
361.496-509
11. Daniel J Trozak, J. Tennenhouse L, and John J Russel. Dermatology Skills
for Primary Care. 2006. Humana Press; Totowa New Jersey: 83-91
12. Gudjonsson JE. and Thorarinsson AM., 2003. Streptococcal Throat
Infections and Excerbation of Chronic Plaque Psoriasis: a prospective
study. Br. J of Derm; 149:530-4..
13. Cohen A.D., Gilutz H., and Henkin Y. 2007. Psoriasis and the Metabolic
Syndrome. Acta Dermatol Venereol; 87: 506–509.
14. Lionel Fry. An Atlas of Psoriasis 2nd edition. 2004. United Kingdom.
London: 25-61
19
15. Erine A. Kupetsky, DO, MSc, and Matthew Keller, MD. Psoriasis
vulgaris. [online]. 2015 Feb 4 [cited 2015 Jun 5]; Available from: URL:
http://www.emedicine.medscape.com