27
ABSTRAK Inhibin, aktivin, dan folistatin (FS) dimerik awalnya dikenal sebagai hormon endokrin reproduksi yang mengatur sekresi Follicle Stimulating Hormone (FSH). Namun hal tersebut telah berkembang jauh melebihi bukti medis terkini. Aktivin dianggap memerankan peran auto dan parakrin sentral di jaringan reproduktsi dan nonreproduksi. Inhibin dan FS masing-masing memiliki fungsi sebagai regulator balik yang penting dalam signaling aktivin. Dengan adanya penuaan reproduktif, produksi inhibin B akan menurun bersamaan dengan simpanan folikel serta akan mengganggu dinamika siklus menstruasi normal pada wanita usia midreproduktif. Berkurangnya sekresi FSH yang disebabkan berkurangnya inhibin tersebut akan mempengaruhi sistem endokrin yang berakibat memendeknya siklus menstruasi dan ketidakteraturan hormonal pada akhir masa reproduktif. Pengurangan tersebut juga dianggap mempengaruhi penurunan kesuburan yang terjadi pada penuaan reproduktif. Pada pria, inhibin B merupakan penanda yang baik bagi kompetensi gonad, dimana penurunan inhibin B yang terjadi seiring dengan penuaan menggambarkan berkurangnya simpanan gonad baik pada jenis kelamin pria maupun wanita. Aktivin yang bersirkulasi akan meningkat seiring dengan penuaan, tapi efeknya pada reproduksi pria dan wanita tidak jelas. Pada pria dan wanita, FS tampaknya 1

Refer At

Embed Size (px)

DESCRIPTION

referat

Citation preview

REFERAT

ABSTRAK

Inhibin, aktivin, dan folistatin (FS) dimerik awalnya dikenal sebagai hormon endokrin reproduksi yang mengatur sekresi Follicle Stimulating Hormone (FSH). Namun hal tersebut telah berkembang jauh melebihi bukti medis terkini. Aktivin dianggap memerankan peran auto dan parakrin sentral di jaringan reproduktsi dan nonreproduksi. Inhibin dan FS masing-masing memiliki fungsi sebagai regulator balik yang penting dalam signaling aktivin. Dengan adanya penuaan reproduktif, produksi inhibin B akan menurun bersamaan dengan simpanan folikel serta akan mengganggu dinamika siklus menstruasi normal pada wanita usia midreproduktif. Berkurangnya sekresi FSH yang disebabkan berkurangnya inhibin tersebut akan mempengaruhi sistem endokrin yang berakibat memendeknya siklus menstruasi dan ketidakteraturan hormonal pada akhir masa reproduktif. Pengurangan tersebut juga dianggap mempengaruhi penurunan kesuburan yang terjadi pada penuaan reproduktif. Pada pria, inhibin B merupakan penanda yang baik bagi kompetensi gonad, dimana penurunan inhibin B yang terjadi seiring dengan penuaan menggambarkan berkurangnya simpanan gonad baik pada jenis kelamin pria maupun wanita. Aktivin yang bersirkulasi akan meningkat seiring dengan penuaan, tapi efeknya pada reproduksi pria dan wanita tidak jelas. Pada pria dan wanita, FS tampaknya tidak akan mengalami perubahan yang terlalu besar meskipun terdapat penuaan. Fluktuasi terkait usia pada trias regulator yang diseimbangkan dengan sangat tepat ini akan mempengaruhi kapasitas reproduksi dan sekuele penuaan kronologis. Penjelasan molekuler yang bertanggung jawab terhadap fungsi hormon-hormon ini memungkinkan integrasi yang lebih baik mengenai peran konseptual ketiga hormon tersebut dalam proses penuaan.BAB I

PENDAHULUAN

Trias regulator inhibin, aktivin, dan folistatin (FS) dimerik telah diteliti secara observasional maupun molekuler untuk mencari tahu peran ketiga regulator ini dalam siklus menstruasi manusia. Beberapa penelitian difokuskan pada perubahan hormon-hormon tersebut pada wanita ovulatorik paruh baya dan telah dapat mengungkapkan peran aksis inhibin-aktivin-FS dalam penuaan reproduktif wanita dan pria. Artikel ini berusaha memberikan sintesis yang didasarkan pada bukti-bukti yang telah ada untuk menjelaskan dinamika perubahan-perubahan kronologis dalam penuaan pada pria dan wanita, serta mempelajari kemungkinan implikasinya.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKAStruktur dan Fungsi Dasar Aksis Endokrinologis.

Baik inhibin maupun aktivin adalah anggota keluarga peptida transforming growth factor (TGF-). Inhibin yang diproduksi oleh sel-sel granulosa adalah glikoprotein heterodimerik yang terdiri atas sebuah subunit umum yang terikat secara kovalen dengan subunit khusus yang dapat berupa sebuah A (inhibin A) atau B (inhibin B). Keduanya berfungsi dalam sistem endokrin untuk menekan sekresi Follicle Stimulating Hormone (FSH) dari gonadotrop di pituitari. Sebuah molekul lain yang kurang lebih sama dengan inhibin adalah aktivin, yaitu sebuah homodimer yang merupakan kombinasi apa saja dari dari beberapa subunit . Aktivin adalah anggota keluarga peptide TGF- yang dapat ditemukan dimana saja dan dianggap memiliki berbagai fungsi dalam perkembangan dan penuaan. Pada sistem reproduksi, aktivin dianggap menstimulasi produksi dan sekresi FSH dari pituitari melalui reseptor aktivin tipe II. Secara in vitro, RNA messenger FSH- distimulasi oleh aktivin dalam kecepatan yang lebih tinggi dibanding gonadotropin-releasing hormon (GnRH). 1,2,3,4Inhibin dapat terikat secara lemah dengan reseptor aktivin tipe II, namun yang lebih penting, pada reseptor TGF- tipe III yang disebut sebagai betaglycan. Betaglycan berfungsi sebagai koreseptor inhibin yang memfasilitasi pengikatan dan antagonisme yang menyertai pelepasan FSH yang diperantarai oleh aktivin di pituitari. Kemungkinan besar kompetisi antara efek stimulasi aktivin yang diproduksi secara lokal dengan efek penghambatan endokrin inhibin ketika terikat pada betaglycan di reseptor aktivin tipe II menjadi jalur regulatorik definitif sekresi FSH dari pituitari. 1,2,3,4Awalnya FS dikenal sebagai regulator tidak langsung dari FSH. FS adalah sebuah polipeptida rantai tunggal yang diglikosilasi secara bervariasi dan akan menghambat sekresi FSH dengan jalan terikat secara ireversibel dengan aktivin pada dua subunit- aktivin, dan dengan demikian menginaktivasi kedua subunit- tersebut. Hingga saat ini masih belum jelas apakah FS, karena memiliki satu subunit-, dapat menghambat terikatnya inhibin pada reseptor aktivin tipe II atau koreseptor betaglycan. Bukti-bukti yang ada menmperlihatkan bahwa FS memang terikat pada inhibin namun tidak mengantagonis inhibin karena kinetika pengikatannya yang lemah. Terdapat dua isoform utama FS, yaitu FS315 yang merupakan bentuk predominan dalam serum manusia dan FS288 yang terutama dapat ditemukan dalam cairan folikuler manusia. Konsentrasi FS melebihi aktivin baik dalam serum maupun dalam cairan folikuler. yang berarti bahwa secara praktis semua aktivin terikat dan akan inaktif pada hampir semua kondisi fisiologis. Inhibin, aktivin, dan FS, ketiganya memiliki fungsi auto dan parakrin penting yang akan didiskusikan lebih lanjut. 2,3,4,5Teknologi awal yang dapat digunakan untuk mengukur inhibin adalah radioimmunoassay (RIA) yang secara kolektif mengukur semua bentuk inhibin yang mengandung subunit-, baik Inh-A maupun Inh-B, termasuk subunit- yang tidak aktif secara biologis. Pada tahun 1994, sebuah enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) dua sisi yang spesifik untuk masing-masing bentuk dimerik inhibin mulai dioperasikan. Teknologi ini mampu mengukur secara cermat konsentrasi inhibin baik dalam serum maupun dalam cairan folikuler. Tempat-tempat produksi inhibin telah dikonfirmasi dengan pemeriksaan imunohistokimia dan hibridisasi in situ. Sekresi Inh-A terlokalisir di folikel-folikel matur dan korpus luteum, sedangkan sekresi Inh-B terlokalisir di folikel-folikel antral kecil. Pola sekresi Inh-A dan Inh-B yang bersirkulasi secara logis akan mengikuti temuan-temuan histologist tersebut. 2,3,4,5Pengukuran aktivin secara cermat dipersulit oleh pengikatannya pada FS dan protein pengikat lainnya. Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk aktivin-A adalah RIA, competitive binding assay, dan ELISA dua sisi. Sedangkan pemeriksaan untuk aktivin-B dapat menggunakan sensitive immunoenzymometric assay (IEMA). Assay untuk FS telah berevolusi selama beberapa waktu, mulai dari RIA dan immunoradiometric assays (IRMA) hingga pada penggunaan ELISA dua sisi. Pengukuran FS juga dipersulit oleh pengikatannya pada aktivin dan pada isoformnya yang berbeda.4,5,6Aksis Endokrin Inhibin-Aktivin-Folistatin Endocrine pada Reproduksi Wanita.

Regulasi FSH selama siklus menstruasi midreproduktif kompeten akan dibahas dengan singkat untuk membandingkan dan menekankan perbedaan siklus pada wanita dengan usia reproduktif yang lebih tua. Pada awal fase folikuler kadar estradiol dan progesteron masih rendah, sedangkan kadar FSH berada pada puncaknya. Lingkaran umpan balik terbuka ini akan menginduksi pertumbuhan folikular. Setelah mencapai fase midfolikuler, kadar estradiol akan meningkat, demikian juga dengan Inh-B, yang menggambarkan pemilihan dan pertumbuhan folikel-folikel antral. Sesudahnya folikel yang dominan akan dipilih. Hal ini akan memulai umpan balik negatif sentral oleh Inh-B dan estradiol untuk menurunkan sekresi FSH. Setelah mencapai fase folikuler akhir, folikel yang dominan akan mensekresikan Inh-A dan kadar estradiol akan berada pada puncaknya. Konsentrasi puncak Inh-A tercapai pada pertengahan siklus dan akan meningkat lagi pada fase midluteal. Estradiol akan menyebabkan peningkatan cepat kadar hormon luteinizing (LH) dan mengakibatkan umpan balik negatif untuk ovulasi folikel dominan di hipotalamus dan pituitari. Fase luteal ditandai dengan kadar Inh-A (yang disekresikan oleh korpus luteum) yang tinggi dan akan dijaga supaya tetap tinggi hingga terjadinya luteolisis di akhir fase luteal. Konsentrasi FSH luteal sangat rendah, yang dapat dicek dengan adanya umpan balik dari kadar estradiol, progesteron, dan Inh-A yang meningkat. Konsentrasi Inh-A akan menurun secara cepat bersamaan dengan luteolisis dan melepaskan hambatan terhadap sekresi FSH sehingga kadar FSH meningkat tajam selama masa transisi luteal-folikuler untuk memicu aktivitas sekelompok folikel preantral berikutnya. 7,8Penelitian terhadap pola sekresi aktivin selama siklus menstruasi menunjukkan ketiadaan fluktuasi yang bermakna dalam satu hari. Dalam salah satu penelitian, pengukuran kadar aktivin bebas menunjukkan tidak adanya perubahan kadar serum selama berlangsungnya siklus menstruasi. Hasil penelitian lain terhadap aktivin-A total juga gagal memperlihatkan perbedaan-perbedaan terkait siklus mestruasi. Namun demikian, sekelompok peniliti yang lain menemukan bahwa kadar aktivin-A total memang bervariasi selama siklus menstruasi, dengan peningkatan pada midsiklus dan pada fase luteal akhir, bersamaan dengan peningkatan tajam kadar FSH (FSH surge). Kadar aktivin-B tetap sama pada fase folikuler maupun luteal dan tidak berkorelasi selama siklus stimulasi fertilisasi in vitro. FS secara konsisten tidak memperlihatkan hubungan dengan fase-fase siklus menstruasi. 7,8,9Perubahan Endokrin Inhibin, Aktivin, dan Folistatin pada Penuaan Reproduktif.

Siklus menstruasi pada wanita ovulatorik paruh baya ditandai oleh peningkatan FSH yang tidak diikuti oleh peningkatan LH atau penurunan estradiol yang nyata. Hal ini tidak dapat dijelaskan dengan hilangnya umpan balik atau reseptivitas estradiol. Fase folikuler wanita ovulatorik paruh baya memendek karena folikulogenesis yang dipercepat dan ovulasi awal yang diinduksi oleh tingginya kadar FSH. Bukti sirkumstansial kuat menghubungkan peningkatan FSH monotropik dengan penurunan konsentrasi Inh-B yang menggambarkan berkurangnya jumlah folikel primordial yang tersedia pada wanita usia reproduktif yang lebih tua. Penurunan simpanan folikuler dan sekresi Inh-B ini terjadi secara perlahan-lahan. Penurunan tersebut akan menyebabkan peningkatan FSH yang bersirkulasi dan mendahului penurunan kadar Inh-A. 10,11

Sebaliknya, kadar Inh-A dan estradiol akan tetap sama pada serum maupun cairan folikuler hingga transisi menopausal akhir dimana sudah ada pemendekan atau ketidakteraturan siklus. Hal ini dapat dijelaskan dengan sekresi koordinat Inh-A oleh folikel dominan dan korpus luteum. Dengan demikian, konsentrasi tinggi FSH yang diinduksi oleh penurunan kadar Inh-B masih mampu merekrut folikel dominan, meskipun simpanan folikel primordial sudah menurun, yang mampu mensekresi kadar Inh-A dan estradiol normal. Ada juga bukti yang menunjukkan bahwa FSH mampu menginduksi Inh-A tapi tidak dapat menginduksi Inh-B. Pola ini dapat berlanjut selagi FSH meningkat secara progresif, hingga mayoritas siklus menjadi anovulatorik di akhir masa transisi menopausal. Tampaknya folikel dominan yang dipilih pada lingkungan dengan FSH tinggi ini mampu mensekresi steroid dan Inh-A, namun memiliki ukuran yang lebih kecil dan dengan sel-sel granulosa yang lebih sedikit per folikelnya. Sebaliknya, beberapa penelitian telah memperlihatkan penurunan longitudinal Inh-A pada wanita usia reproduktif yang lebih tua, dan bukan konservasi kadarnya hingga terjadi anovulasi persisten. Hingga akhir periode menstrual, seperti yang ditunjukkan oleh Melbourne Women's Midlife Health Project, Sebagian besar wanita memiliki kadar inhibin yang tidak dapat dideteksi. 10,11,12Aktivin-A serum total memperlihatkan kenaikan yang signifikan pada 10 wanita usia reproduktif yang dibandingkan dengan 7 wanita yang lebih muda. Selain itu, pada suatu penelitian terbesar yang pernah dicatat (yang melibatkan 151 wanita dan 106 pria), aktivin serum menunjukkan peningkatan longitudinal pada kedua jenis kelamin hingga usia 50 tahun. Cairan folikel dari folikel dominan pada waniat ovulatorik paruh baya memperlihatkan kadar aktivin-A total yang lebih tinggi dibanding pada kontrol yang berusia lebih muda, namun hal ini diimbangi oleh peningkatan FS dalam cairan folikuler pada saat yang bersamaan. Konsentrasi FS serum bebas dan total tidak berubah baik pada wanita usia reproduktif yang muda maupun yang tua, tapi meningkat dalam cairan folikuler folikel dominan pada wanita ovulatorik paruh baya. 11,12,13

Gambar 1. Konsentrasi aktivin-A serum pada berbagai kelompok usia, pria (a) lebih tinggi dibanding wanita (b). Pada wanita, konsentrasi rata-rata aktivin-A paling tinggi pada usia 40 hingga 50 tahun. Pada pria, konsentrasi rata-rata aktivin-A akan meningkat seiring pertambahan usia.

Model yang memperlihatkan kegagalan yang terkompensasi dan pada akhirnya tak terkompensasi pada aksis endokrin reproduktif wanita yang mengalami penuaan dapat disimpulkan dalam sistem klasifikasi the Stages of Reproductive Aging Workshop (STRAW) yang dapat dilihat dalam gambar 2. Jumlah folikel primordial dan Inh-B yang mereka sekresikan akan menurun secara perlahan selama stadium awal, puncak, dan akhir usia reproduktif. Keteraturan dan kualitas siklus menstruasi akan dipertahankan sepanjang berbagai stadium ini. Transisi menopausal awal ditandai oleh ketidakteraturan atau bahkan tidak terjadinya siklus yang disertai pemendekan fase folikuler namun dengan folikel-folikel dominan yang masih kompeten. Pada stadium transisi menopausal akhir, siklus menstruasi akan menjadi semakin tidak teratur (terdapat lebih dari tiga siklus yang dilewati) dan terdapat peningkatan cepat kadar FSH. Di stadium inilah simpanan ovarium menjadi sangat rendah dan kadar Inh-A akan turun dengan sangat cepat. Pada stadium ini juga terdapat penurunan kadar Inh-B. 11,12,13

Gambar 2. Klasifikasi Stages of Reproductive Aging Workshop (STRAW). Diagram ini menggambarkan usia reproduksi wanita, termasuk masa transisi menopausal. Fase-fase reproduktif adalah minus 5 hingga minus 3. Periode menstrual final terletak pada titik waktu nol, sedangkan transisi menopausal (stadium -2 hingga 0) mencakup awitan peningkatan ketidakteraturan atau ketiadaan menstruasi. FSH, Follicle Stimulating Hormone. (Dicetak ulang dari Soules dkk, dengan ijin dari American Society for Reproductive Medicine).

Konsentrasi postmenopausal dari hormon-hormon yang telah disebutkan di atas akan mengikuti pola yang berbeda-beda. Inhibin dimerik tidak dapat dideteksi saat stadium 0 dari klasifikasi STRAW telah tercapai. Bukti-bukti yang ada mendukung adanya peningkatan kronologis dari aktivin-A, tapi hal ini tidak sesuai dengan klasifikasi STRAW. Kadar FS akan tetap sama sepanjang masa transisi menopausal. Temuan-temuan di atas dirangkum dalam gambar 3. 11,12,13

Gambar 3. Konsentrasi rata-rata inhibin A, inhibin B, aktivin-A, serta folistatin bebas dan total yang bersirkulasi pada wanita muda dan wanita usia reproduktif yang lebih tua. Tanda bintang mengindikasikan adanya perbedaan. (Dicetak ulang seijin Reame dkk. Hak cipta 1998, The Endocrine Society)

Inhibin, Activin, dan Folistatin pada Pria yang Menua

Fisiologi inhibin pada fertilitas pria normal lebih jelas dibanding pengaturan koordinat yang terlihat pada wanita. Inh-B adalah peptida primer yang berhubungan dengan fungsi sel Sertoli pada pria. Sedangkan Inh-A tampaknya tidak memiliki peran apa pun dalam reproduksi pria. Inh-B tidak diinduksi secara langsung oleh FSH. Meskipun demikian, stimulasi testis oleh FSH akan menyebabkan peningkatan kadar Inh-B. Karena alasan ini maka Inh-B dianggap sebagai penanda fungsi testikular normal karena merupakan produk sel Sertoli yang sehat. Inh-B yang bersirkulasi dikorelasikan dengan hitung sperma, status spermatogenik, dan volume testikuler. Pada pria didapatkan bahwa produksi inhibin akan mengikuti ritme sirkadian. Ritme ini akan bertahan meskipun terdapat penuaan. 14,15,16

Terdapat penurunan Inh-B terkait usia yang telah dikonfirmasi oleh beberapa penelitian cross-sectional. Pada salah satu analisis cross-sectional terhadap para pekerja di sebuah pabrik besar, penurunan tersebut didapatkan terjadi pada rentang usia 19 hingga 60 tahun. Pada sebuah penelitian cross-sectional lain terhadap 906 pria berusia 16 hingga 89 tahun didapatkan penurunan yang kecil tapi bermakna si sepanjang rentang usia ini. Sebuah penelitian lain terhadap 119 pria dalam kelompok yang lebih tua dan lebih muda mengkaitkan kadar Inh-B dengan volume testikuler. Temuan yang sama telah dilaporkan oleh penelitian-penelitian lain. Dari berbagai penelitian cross-sectional ini, tampaknya kadar basal dari penurunan Inh-B akan turun drastis pada dekade ke-4 kehidupan, dan setelahnya hanya akan turun sedikit. Provokasi sekresi inhibin oleh pemberian klomifen akut dan kronik kepada para pria memberikan respon produksi Inh-B yang lebih sedikit pada pria yang lebih tua dibanding pada pria yang lebih muda. Hasil-hasil ini didapatkan melalui pemeriksaan menggunakan RIA Monash yang kuno dan kurang spesifik, namun dapat menggambarkan kapasitas testikular secara lebih akurat bahwa Inh-A bukanlah produk dari testis. Human Chorionic Gonadotropin dan LH tidak akan memprovokasi produksi Inh-B oleh pria. Dengan demikian, sama seperti pada wanita, cadangan testikuler tampaknya akan menurun seiring dengan penuaan. Penurunan tersebut dikaitkan dengan penurunan produksi Inh-B basal dan terinduksi. Meskipun demikian, tidak seperti pada wanita, hilangnya fungsi cadangan testikuler ini tidak selalu berhubungan dengan potensi fertilitas. 14,15,16

Mirip dengan keadaan pada wanita, aktivin-A didapatkan meningkat seiring penuaan. Meskipun demikian, saat ini peran aktivin yang bersirkulasi dalam fisiologi reproduksi masih belum jelas. Selain itu, pada sebuah penelitian terhadap pria dan wanita, secara keseluruhan kadar aktivin akan lebih rendah pada wanita dibanding pria pada semua usia namun memiliki peningkatan longitudinal yang proporsional pada kedua jenis kelamin hingga usia 50 tahun. Setelahnya, kadar pada wanita akan stabil sedangkan pada pria akan terus naik (gambar 1). Kadar-kadar ini tidak berkorelasi dengan FSH. 14,15,16Diduga ada peran khusus dari inhibin, aktivin, dan FS pada gametogenesis pria. Didapatkan bahwa betaglycan diekspresikan pada gonad pria. Seperti akan didiskusikan kemudian, efek auto dan parakrin dari ketiga hormon ini pada jaringan nonreproduktif seperti tulang, inflamasi, dan penyembuhan luka, dapat ditemukan pada pria. 15,16 Aktivin dan Folistatin Sebagai Hormon Reproduksi Autokrin dan Parakrin

Inhibin, aktivin, dan FS didapatkan dan awalnya dikenal sebagai regulator endokrin sekresi FSH, namun terdapat sejumlah besar bukti yang menunjukkan peran auto dan parakrin dari ketiga hormon ini. Seperti telah dijelaskan, aktivin ditemukan hampir secara eksklusif dalam bentuk terikat FS, sehingga menghambat penyebaran fungsi endokrinnya karena kinetika keterikatannya yang ireversibel. Supaya aktivin dapat berfungsi sebagai endokrin mayor maka diperlukan mekanisme perubahan dari bentuknya yang terikat menjadi tidak terikat, yang sayangnya saat ini belum ditemukan. Secara reproduktif, aktivin lebih terlihat sebagai hormon yang bekerja secara lokal dan memiliki peranan dalam pertumbuhan dan diferensiasi yang mirip dengan anggota keluarga TGF- yang lain. 17,18,19Terdapat bukti yang kuat bahwa aktivin adalah pemicu local utama sekresi FSH di pituitari. Selain itu juga terdapat bukti kuat bahwa FS adalah regulator lokal utama efek aktivin. Tema penting yang muncul kemudian adalah pengaturan koordinat aktivin di pituitari oleh inhibin (endokrin) dan FS (auto dan parakrin) untuk mengontrol waktu, durasi, dan besarnya sekresi FSH. 17,18,19Di gonad, hormon-hormon ini juga memiliki efek auto dan parakrin. Aktivin memperlihatkan diri sebagai agen atretogenik parakrin, dan pada beberapa eksperimen didapatkan berfungsi sebagai inhibitor pertumbuhan folikel. Aktivin yang diinjeksikan kepada hewan pengerat akan menginduksi atresia folikel, ovulasi prematur, dan degenerasi oosit. Aktivin juga didapati mampu menghambat aktivitas aromatase dan luteinisasi pada sel-sel granulose matur. Efek yang terakhir ini dapat dinetralisir oleh pemberian FS. Secara in vitro, aktivin dapat meningkatkan sintesis DNA pada sel granulosa, meingkatkan pertumbuhan folikel, dan bersinergi dengan FSH dalam menyebabkan siklus sel granulosa pada folikel-folikel imatur. Secara in vitro, FS dapat menghambat aktivin di ovarium dengan jalan menahan aktivin pada proteoglikan di permukaan sel granulosa karena target dari aktivin adalah pengikatan moietik heparin sulfat. Dengan demikian FS juga dapat menghambat penetrasi parakrin dan aktivin yang bersirkulasi ke dalam sel. 17,18,19Dalam folikulogenesis, bukti yang ada memperlihatkan bahwa transisi dari dominasi aktivin awal menjadi dominasi Inh-A/FS diperlukan untuk mendukung pertumbuhan folikuler normal. Dengan demikian, efek aktivin yang berkebalikan pada sel-sel granulosa dan folikel-folikel ini menggambarkan peran stimulatorik awal yang diikuti penghambatan setelah folikel mencapai stadium pertumbuhan lanjut. 18,19Bukti-bukti baru yang bermunculan ini menunjukkan bahwa inhibin, aktivin, dan FS memiliki fungsi reproduktif auto dan parakrin penting pada wanita yang melebihi fungsi endokrin mereka pada beberapa keadaan fisiologis tertentu. Bagaimana hubungan lokal ini berubah sejalan dengan usia memperlihatkan adanya celah pengetahuan yang masih harus diisi. Diperkirakan bahwa peningkatan longitudinal aktivin memainkan peran dalam folikulogenesis yang dipercepat dan ovulasi prematur pada wanita ovulatorik paruh baya. Sekali lagi, kemungkinan ini diperkecil oleh fakta bahwa kadar FS bebas lebih banyak dibanding aktivin. Secara teoritis terdapat kemungkinan bahwa penurunan kronologis konsentrasi inhibin dapat mengubah trias hormonal ini hingga menyebabkan oosit dan sperma berfungsi secara abnormal. 18,19,20Fungsi Nonreproduktif Inhibin, Aktivin, dan Folistatin yang Dapat Mempengaruhi Penuaan.

Terdapat beberapa fungsi nonreproduktif trias inhibin-aktivin-FS yang akan mempengaruhi pria dan wanita yang mengalami penuaan. Metabolisme tulang adalah salah satunya yang telah dipelajari secara mendalam. Aktivin dan FS terdapat pada berbagai jenis jaringan tulang, sedangkan reseptor aktivin telah ditemukan dalam osteoblas. Aktivin akan menstimulasi rekrutmen osteoblastik, pertumbuhan, dan diferensiasinya; sedangkan inhibin memiliki memiliki efek supresi pada perkembangan dan maturasi. Diperkirakan bahwa perubahan inhibin/aktivin dapat mengganggu perkembangan osteoblas/osteoklas dan dengan demikian menghalangi resorpsi tulang. Hal ini akan meningkatkan pergantian tulang bahkan sebelum transisi menopausal awal (stadium minus dua), ketika kadar Inh-B menurun secara perlahan namun kadar estradiol serum tetap sama. Pada pria, inhibin akan menurun dan aktivin akan meningkat secara longitudinal dan terbukti menjadi faktor risiko osteopenia pada pria yang tidak memiliki hormon steroid yang cukup. 21,22,23,24Inhibin harus turun hingga mencapai klasifikasi STRAW stadium 0; adanya residu inhibin serum perlu mendapatkan perhatian akan adanya kemungkinan keganasan dalam kelompok usia ini. Penyakit-penyakit vaskuler akan meningkat sejalan dengan penuaan kronologis. Aktivin-A dan FS dapat ditemukan di aorta kelinci normal dan akan meingkat pada daerah-daerah lesi arteriosklerotik. Aktivin-A akan mengkofasilitasi terjadinya lesi vascular fibro-proliferatif pada model perlukaan karotis tikus. Dengan demikian secara hipotetis terdapat perubahan fungsi aktivin, dimana aktivin dianggap memainkan peran dalam terjadinya penyakit-penyakit vaskuler dalam proses penuaan dan kemungkinan juga dalam menopause. 22,23,24Respon renal terhadap iskemia juga diatur sebagian oleh keseimbangan diantara aktivin dan FS. Pada tikus, aktivin akan mensupresi morfogenesis tubulus ginjal; sedangkan FS akan menghambat efek ini, bahkan justru menginduksi morfogenesis tubulus. Pemberian aktivin-A akan menyebabkan penurunan sintesis DNA dan peningkatan apoptosis pada model percobaan iskemia, sedangkan pemberian FS akan menurunkan kerusakan jaringan dan meningkatkan proses penyembuhan. Hal ini kemungkinan dikarenakan kesimbangan aktivin-FS akan mengkoregulasi regenerasi pada ginjal setelah terjadinya iskemia. Manusia yang mengalami penuaan cenderung lebih mudah mengalami kerusakan renal dikarenakan adanya faktor-faktor komorbiditas yang terakumulasi. Dengan cara yang sama aktivin dan FS juga dianggap berperan dalam pengaturan respon inflamasi. 21,22,23,24Aspek-aspek nonreproduktif dari trias inhibin-aktivin-FS ini terlihat jelas pada populasi yang mengalami penuaan namun masih perlu dipelajari lebih lanjut. Mekanisme kerja yang pasti dari trias ini masih harus dicari, namun pesan kuncinya adalah bahwa trias ini memiliki efek lokal di jaringan-jaringan yang dipengaruhi oleh penuaan atau komorbiditas yang berkaitan dengan penuaan. 23,24,25,26BAB III

KESIMPULAN

Inhibin, aktivin, dan FS dimerik pada awalnya dikenal sebagai hormon-hormon endokrin reproduksi yang mengatur sekresi FSH. Model ini telah berkembang jauh dengan adanya berbagai penelitian, yang pada akhirnya menempatkan aktivin dalam peran auto dan parakrin sentral di jaringan-jaringan reproduksi dan nonreproduksi; termasuk gonad, pituitari, plasenta, tulang, ginjal, hati, jaringan vaskuler, respon inflamasi, dan jaringan lainnya. Pada saat ini inhibin telah ditetapkan sebagai hormon endokrin yang memiliki fungsi reproduksi penting yang berubah sejalan dengan terjadinya penuaan pada baik pria maupun wanita. Saat ini telah jelas bahwa inhibin dan FS berfungsi sebagai modulator ekstraseluler lokal dari aktivin untuk mempertahankan kadar aktivin intraseluler yang diperlukan dalam proses signaling. Masing-masing hormon tersebut juga memiliki fungsi auto dan parakrin. Fluktuasi terkait usia dari trias regulator yang diseimbangkan secara cermat ini akan mempengaruhi kapasitas reproduksi dan sekuele dari proses penuaan kronologis. Saran untuk penelitian lebih lanjut dalam bidang ini antara lain penentuan jalur molekuler untuk ketiga hormon tersebut dan interaksi ketiganya dengan anggota keluarga TGF- lainnya. Jika jalur molekuler tersebut telah berhasil dijelaskan, maka akan didapatkan integrasi yang lebih baik berkaitan dengan peran konseptual ketiga hormon tersebut dalam proses penuaan.

DAFTAR PUSTAKA1. Klein N, Illingworth P, Groome M, McNeilly A, Battaglia D, Soules M. Decreased inhibin B secretion is associated with a monotropic FSH rise in older, ovulatory women: a study of serum and follicular fluid levels of dimeric inhibin A and B in spontaneous menstrual cycles. J Clin Endocrinol Metab 1996; 81:2742-2745

2. Burger HG, Dudley EC, Hopper JL, et al. The endocrinology of the menopausal transition: a cross-sectional study of a population-based sample. J Clin Endocrinol Metab 1995;80: 3537-3545

3. Burger H, Cahir N, Robertson D, et al. Serum inhibins A and B fall differentially as FSH rises in perimenopausal women. Clin Endocrinol (Oxf) 1998;48:809-813

4. Reame N, Wyman T, Phillips D, de Kretser D, Padmanabhan V. Net increase in stimulatory input resulting from a decrease in inhibin B and an increase in activin A may contribute in part to the rise in follicular phase FSH of aging cycling women. J Clin Endocrinol Metab 1998;83:3302-3307

5. Burger HG, Dudley EC, Hopper JL, et al. Prospectively measured levels of serum FSH, estradiol, and the dimeric inhibins during the menopausal transition in a population-based cohort of women. J Clin Endocrinol Metab 1999;84: 4025-4030

6. Santoro N, Adel T, Skurnick H. Decreased inhibin tone and increased activin A secretion characterize reproductive aging in women. Fertil Steril 1999;71:658-662

7. Welt C, McNicholl D, Taylor A, Hall J. Female reproductive aging is marked by decreased secretion of dimeric inhibin. J Clin Endocrinol Metab 1999;84:105-111

8. Burger HG, Dudley EC, Robertson DM, Dennerstein L. Hormonal changes in the menopause transition. Recent Prog Horm Res 2002;57:257-275

9. MacNaughton JA, Banagh ML, McCloud PI, Burger HG. Inhibin and age in men. Clin Endocrinol (Oxf) 1991;35:341-346

10. Tenover JS, Bremner WJ. The effects of normal aging on the response of the pituitary-gonadal axis to chronic clomiphene administration in men. J Androl 1991;12:258-263

11. Haji M, Tanaka S, Nishi Y, et al. Sertoli cell function declines earlier than Leydig cell function in aging Japanese men. Maturitas 1994;18:143-153

12. Bohring C, Krause W. Serum levels of inhibin B in men of different age groups. Aging Male 2003;6:73-78

13. Meachem SJ, Nieschlag E, Simoni M. Inhibin B in male reproduction: pathophysiology and clinical relevance. Eur J Endocrinol 2001;145:561-571

14. Mahmoud AM, Goemaere S, El-Garem Y, Van Pottelbergh I, Comhair FH, Kaufman JM. Testicular volume in relation to hormonal indices of gonadal function in community-dwelling elderly men. J Clin Endocrinol Metab 2003;88:179-184

15. Ling N, DePaolo LV, Bicsak TA, Shimasaki S. Novel ovarian regulatory peptides: inhibin, activin, and follistatin. Clin Obstet Gynecol 1990;33:690-702

16. Carroll R, Corrigan A, Gharib S, Vale W, Chin W. Inhibin, activin and follistatin: regulation of FSH messenger RNA levels. Mol Endocrinol 1989;3:1969-1989

17. Rivier C, Schwall R, Mason A, Burton L, Vaughan J, Vale W. Effect of recombinant inhibin on LH and FSH secretion in the rat. Endocrinology 1991;128:1548-1554

18. Weiss J, Crowley WF Jr, Halvorsan LM, Jameson JL. Perfusion of rat pituitary cells with gonadotropin-releasing hormone, activin, and inhibin reveals distinct effects on gonadotropin gene expression and secretion. Endocrinology 1993;132:2307-2311

19. Ying SY. Inhibins, activins and follistatins: gonadal proteins modulating the secretion of FSH. Endocr Rev 1988;9:267-293

20. Stouffer R, Woodruff T, Dahl K, Hess D, Mather J, Molskness T. Human recombinant activin-A alters pituitary LH and FSH secretion, follicular development and steroido-genesis during the menstrual cycle in rhesus monkeys. J Clin Endocrinol Metab 1993;77:241-248

21. Schneyer AL, Rzucidlo DA, Sluss PM, Crowley WF Jr. Characterization of unique binding kinetics of follistatin and activin or inhibin in serum. Endocrinology 1994;135:667-674

22. Chapman SC, Woodruff TK. Betaglycan localization in the female rat pituitary: implications for the regulation of FSH by inhibin. Endocrinology 2003;144(12):5640-5649

23. Weiss J, Harris PE, Halvorson LM, Crowley WF Jr, Jameson JL. Dynamic regulation of follicle-stimulating hormone-beta messenger ribonucleic acid levels by activin and gonadotropin-releasing hormone in perifused rat pituitary cells. Endocrinology 1992;131:1403-1408

24. Lewis KA, Gray PC, Blount AL, et al. Betaglycan binds inhibin and can mediate functional antagonism of activin signaling. Nature 2000;404:411-414

25. Esparza-Lopez J, Montiel JL, Vilchis-Landeros MM, Okadome T, Miyazono K, Lopez-Casillas F. Ligand binding and functional properties of betaglycan, a co-receptor of the transforming growth factor-beta superfamily. Specialized binding regions for transforming growth factor beta and inhibin A. J Biol Chem 2001;276:14588-14596

26. Chapman SC, Bernard DJ, Jelen J, Woodruff TK. Properties of inhibin binding to betaglycan, InhBP/p120 and the activin type II receptors. Mol Cell Endocrinol 2002;196:79-93

PAGE 1