Upload
fadia-danniswara
View
214
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
referat anestesi : general anestesi
Citation preview
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Premedikasi
Maksud dan tujuan dari premedikasi yang terpenting adalah :
1. Menghilangkan cemas dan takut
2. Mengurangi sekret pada saluran nafas dan rongga mulut
3. Memperkuat efek hipnotik dari agen anesthesia umum(sedasi)
4. Mengurangi mual muntah pasca operasi.
Contoh: Metoklopramid 10-20 mg oral,im/iv
Ondansetron 4-8 mg im/iv
5. Menimbulkan amnesia
6. Mengurangi volume dan meningkatkan keasaman isi lambung
Contoh: Ranitidin 150 mg oral
Omeprazol 40 mg oral
7. Menghindari terjadinya vagal reflex
8. Membatasi respons simpatoadrenal
2.2 Jenis Obat Premedikasi
Sesuai dengan maksud dan tujuan dari premedikasi , maka obat yang dipilih
umumnya dari golongan anti kholenergik , sedative hipnotik dan narkotik
analgetik.
A. Golongan Anti Kholinergik
1. Sulfas Atropin dan Skopolamin
Atropin lebih unggul dibandingkan skopolamin untuk mengendalikan
bradikardia dan aritmia lainnya terutama pada bayi usia kurang dari enam
bulan. Biasanya bradikardia timbul karena manipulasi pembedahan atau
karena obat obat anestesi seperti halothan dosis tinggi dan suksinilkolin.
Sedangkan apabila diharapkan mengurangi sekresi lair liur (Drying Effect)
yang disertai dengan efek sedasi dan amnesia maka sebaiknya dipilih
skopolamin. Atropin dan skopolamin sebaiknya tidak diberikan kepada
penderita dengan suhu tinggi dan takikardia. Dosis sulfas atropine: 0,02 –
0.03 mg /kg BB.
B. Golongan Hipnotik Sedatif
1. Diazepam
Merupakan obat golongan sedatif yang banyak digunakan sebagai
premedikasi untuk anak , karena berkhasiat menenangkan pada sekitar 80%
kasus tanpa mendepresi nafas dan sedikit sekali menimbulkan muntah.
2. Midazolam
Termasuk golongan benzodiazepin yang mudah larut dalam air dengan
waktu kerja sangat cepat dan lama kerja yang tidak terlalu lama Dapat
diberikan secara parenteral dan oral. Dosis : IM : 0,05 mg per kg BB Per
oral : 7,5 – 15 mg, Per rectal : 0,35 – 0.45 mg per kg BB.
C. Golongan Narkotik Analgetik
Narkotik jarang diberikan sebagai obat premedikasi pada bayi / anak kecil
karena sering menimbulkan rasa pusing, mual, muntah dan sampai depresi
pernafasan. Pemberian morfin biasanya diberikan atas indikasi adanya cacat
jantung bawaan yang sianotik dengan dosis 0,05 – 0,20 mg per kg BB IM, 1
jam pra bedah. Meperidine (Pethidine) merupakan obat golongan narkotik
dengan sedasi ringan dan juga sering menimbulkan muntah sehingga jarang
dipergunakan untuk premedikasi pada anak. Methadone merupakan obat
golongan narkotik yang dapat diberikan per oral dengahn dosis 0,1 – 0,3 mg
per kg BB.
2.3. Klasifikasi ASA
Klasifikasi ASA (American Society of Anesthesiologist) merupakan deskripsi
yang mudah menunjukkan status fisik pasien yang berhubungan dengan indikasi
apakah tindakan bedah harus dilakukan segera/cito atau elektif. Klasifikasi ini
sangat berguna dan harus diaplikasikan pada pasien yang akan dilakukan
tindakan pembedahan, meskipun banyak faktor lain yang berpengaruh terhadap
hasil keluaran setelah tindakan pembedahan. Klasifikasi ASA dan hubungannya
dengan tingkat mortalitas tercantum pada tabel 3 di bawah ini.
Tabel 3. Klasifikasi ASA 3
Klasifikasi
ASADeskripsi Pasien
Angka
Kematian
(%)
Kelas I Pasien tidak memiliki kelainan organik maupun
sistemik selain penyakit yang akan dioperasi
0,06- 0,08
Kelas II Pasien yang memiliki kelainan sistemik ringan
sampai dengan sedang selain penyakit yang
akan dioperasi
0,27-0.4
Kelas III Pasien yang memiliki kelainan sistemik berat
selain penyakit yang akan dioperasi, tetapi
belum mengancam jiwa.
1,8-4,3
Kelas IV Pasien yang memiliki kelainan sistemik berat
yang mengancam jiwa selain penyakit yang
7,8-23
akan dioperasi.
Kelas V Pasien dalam kondisi sangat jelek dimana
tindakan anestesi mungkin saja dapat
menyelamatkan tapi risiko kematian tetap jauh
lebih besar.
9,4- 51
Kelas VI Pasien yang telah dinyatakan telah mati
otaknya yang mana organnya akan diangkat
untuk kemudian diberikan sebagai organ donor
bagi yang membutuhkan.
Kelas E Bila operasi dilakukan darurat/ cito
2.4 Anestesi Umum
Anestesi umum atau biasa disebut dengan general anaesthesia adalah teknik
anestesi yang digunakan untuk menghilangkan rasa sakit seluruh tubuh secara
sentral dan disertai hilangnya kesadaran yang bersifat reversibel (dapat kembali
sadar jika efek anestesi dihilangkan). Komponen anestesia yang ideal terdiri
analgesia, sedasi, relaksasi.1
Teknik pemberian anestesi umum bermacam macam, dapat secara parenteral,
inhalasi atau dapat pula per rectal. Obat anestesi umum yang diberikan secara
parenteral dapat berupa injeksi intravena (obat yang sering digunakan antara lain
penthotal, ketamin, propofol, etomidat dan golongan benzodiazepin), injeksi
intramuskular (obat yang sering digunakan adalah ketamin), dan perectal (obat
yang sering digunakan adalah etomidat untuk induksi anestesi pada pasien anak
anak). Pemberian obat anestesi umum dapat yang mana saja tergantung kondisi,
indikasi dan kontraindikasi pasien yang akan dilakukan anestesi.
Dikatakan anestesi umum karena semua obat anestesi yang dilakukan secara
general anestesi akan memasuki peredaran darah (baik diberikan secara
parenteral, inhalasi ataupun perectal) dan akan didistribusikan ke seluruh tubuh,
sehingga efek anestesi (sedasi, analgesi dan atau relaksasi) akan mengenai
seluruh bagian tubuh, mulai dari sentral maupun perifer.
2.4.1 Sifat-Sifat Anestesi Umum yang Ideal
Sifat anestesi umum yang ideal adalah: (1) bekerja cepat, induksi dan pemilihan
baik, (2) cepat mencapai anestesi yang dalam, (3) batas keamanan lebar; (4) tidak
bersifat toksis. Untuk anestesi yang dalam diperlukan obat yang secara langsung
mencapai kadar yang tinggi di SSP (obat intravena) atau tekanan parsial yang tinggi
di SSP (obat ihalasi). Kecepatan induksi dan pemulihan bergantung pada kadar dan
cepatnya perubahan kadar obat anastesi dalam SSP.5
2.4.2 Stadium anestesi general
Guedel membagi stadium kedalaman anestesi menjadi 4 stadium dengan
menilai beberapa aspek seperti pernafasan, gerakan bola mata, pupil, tonus otot dam
reflex :
Stadium I, disebut juga stadium analgesi atau disorientasi. Stadium ini dimulai
sejak diberikan anestesi hingga terjadi hilangnya kesadaran. Pada stadium ini
operasi kecil dapat mulai dilakukan.
Stadium II, disebut juga stadium delirium atau stadium eksitasi. Stadium ini
dimulai dari hilang kesadaran dan diakhiri dengan tanda tandan berupa hilang
refleks menelan, refleks kelopak mata dan timbul nafas teratur. Pada stadium
ini pasien dalam kondisi yang berbahaya, untuk itu harus segera diakhiri dan
pasien harus mendapat premedikasi yang adekuat sebelumnya. Segera setelah
stadium II berakhir, pasien akan masuk stadium dan fase yang siap untuk
dilakukan prosedur operasi.
Stadium III, disebut juga stadium operasi. Dimulai dari nafas teratur sampai
paralisis otot nafas. Stadium III dibagi menjadi 4 plana :
o Plana I : Dimulai dari nafas teratur sampai dengan berhentinya gerakan
bola mata. Gerakan bola mata berhenti, pupil mengecil, refleks cahaya (+),
lakrimasi meningkat, refleks faring dan muntah menghilang, tonus otot
menurun.
o Plana II : Dimulai dari berhentinya gerakan bola mata sampai permulaan
paralisis sebagian otot intercostal. Nafas teratur, volume tidal menurun oleh
karena itu frekuensi nafas akan meningkat, mulai terjadi depresi nafas
thoracal, pupil mulai melebar dan refleks cahaya menurun, refleks kornea
menghilang dan tonus otot akan semakin menurun.
o Plana III : Dimulai dari paralisis sebagian otot intercostal sampai paralisis
otot intercostal total. Nafas abdominal akan menjadi lebih dominan, pupil
makin melebar dan refleks cahaya menghilang, lakrimasi (-), refleks laring
dan peritoneal (-), tonus otot semakin menurun dari sebelum sebelumnya.
o Plana IV : Dimulai dari paralisis otot intercostal total sampai paralisis
diafragma. Pernafasan melambat, iregular dan tidak adekuat, terjadi jerky
karena paralisis otot diafragma. Tonus otot menjadi flaccid dan refleks
spincter ani (-).
Stadium IV , disebut juga stadium overdosis atau stadium paralisis. Dimulai
dari paralisis diafragma sampai apneu dan akhirnya pasien akan meninggal.
Ditandai dengan hilangnya semua refleks, pupil dilatasi, terjadi respiratory
failure dan diikuti circulatory failure.
2.4.3 Jenis-jenis anestesi umum1
1. Anestesi inhalasi
Anestesi inhalasi bekerja secara spontan menekan dan membangkitkan
aktivitas neuron berbagai area di dalam otak. Untuk mendapatkan reaksi
yang secepat-cepatnya, obat ini pada permulaan harus diberikan dalam dosis
tinggi, yang kemudian diturunkan sampai hanya sekadar memelihara
keseimbangan antara pemberian dan pengeluaran. Keuntungan anestesi
inhalasi dibandingkan dengan anestesi intravena adalah kemungkinan untuk
dapat lebih cepat mengubah kedalaman anestesi dengan mengurangi
konsentrasi dari gas / uap yang diinhalasi. Contoh obat-obat anestesi inhalasi
halotan, enfluran, isofluran, sevofluran, desfluran, dan methoxyfluran
merupakan cairan yang mudah menguap.
a. Halotan
Halotan merupakan cairan yang mudah menguap, tidak berwarna,
berbau manis, tidak mudah terbakar, mudah rusak jika kena cahaya, tetap
stabil disimpan memakai botol berwarna gelap. Kelarutannya dalam darah
relative rendah induksi lambat, mudah digunakan, tidak merangsang
mukosa saluran napas. Bersifat menekan refleks dari faring dan laring,
melebarkan bronkioli dan mengurangi sekresi ludah dan sekresi bronchi.
Famakokinetik: sebagian dimetabolisasikan dalam hati bromide, klorida
anorganik, dan trifluoacetik acid. Efek samping halotan menekan
pernapasan dan kegiatan jantung, hipotensi, jika penggunaan berulang,
maka dapat menimbulkan kerusakan hati. Dosis induksi inhahalasi adalah
2-4%. Dosis induksi anak 1,5-2%. Pada induksi inhalasi kedalaman yang
cukup terjadi setelah 10 menit. Dosis pemeliharaan adalah 1-2% dan dpat
dikurangi bila digunakan N2O atau narkotik. Waktu pulih sadar sekitar 10
menit.
Pada system kardiovaskuler, halotan dapat menurunkan aliran darah
coroner akibat turunnya tekanan darah sistemik. Pada bayi halotan dapat
menurunkan curah jantung karena turunnya kontraktilitas miokardium
dan menurunnya laju jantung.
Halotan juga dapat menyebabkan Ventrikel ekstra sistol, ventrikel
takikardi, dan ventrikel fibrilasi. Halotan juga dapat menyebabkan
sensitifitas jantung pada adrenalin meningkat, maka dari itu harus
dihindari pemakaian epinefrin melebihi 1,5 mikrogram/kgbb pada
anestesi dengan halotan. MAC : 0,75.
b. Enfluran
Anestesi inhalasi kuat yang digunakan pada berbagai jenis
pembedahan, juga sebagai analgetikum pada persalinan. Memiliki daya
relaksasi otot dan analgetis yang baik, melemaskan otot uterus. Tidak
begitu menekan SSP. Resorpsinya setelah inhalasi, cepat dengan waktu
induksi 2-3 menit . Sebagian besar diekskresikan melalui paru-paru dalam
keadaan utuh, dan sisanya diubah menjadi ion fluoride bebas.
Pada system kardiovaskuler, enfluran menimbulkan depresi
kontraktilitas miokard, disritmia dan hipotensi akibat turunnya curah
jantung. Efek samping: hipotensi, menekan pernapasan, aritmi, dan
merangsang SSP. Pasca bedah dapat timbul hipotermi, serta mual dan
muntah, dapat meningkatkan perdarahan pada saat persalinan, SC dan
abortus. MAC : 1,7.
c. Isoflurane
Bau tidak enak. Termasuk anestesi inhalasi kuat dengan sifat analgetis
dan relaksasi otot baik. Daya kerja dan penekanannya thdp SSP =
enfluran. Efek samping: hipotensi, aritmi, menggigil, konstriksi bronkhi,
meningkatnya jumlah leukosit. Pasca bedah dapat timbul mual, muntah,
dan keadaan tegang. Sediaan : isofluran 3-3,5% dlm O2; + NO2-O2 =
induksi; maintenance : 1%-2,5%. MAC : 1,2.
Pada system kardiovaskuler, isofluran menimbulkan depresi ringan
pada jantung, curah jantung dipertahankan dengan meningkatnya
frekuensi jantung. Isofluran dapat meningkatkan aliran darah pada otot
rangka, menurunkan tahanan vaskuler sistemik, dan menurunnya tekanan
darah. Isofluran dapat menyebabkan iskemik miocard karena dilatasi
arteri coroner normal yang menyebabkan aliran darah mengalir ke a.
coronaria dan menjauh dari a. coronaria yang mengalami stenosis.
Sedangkan pada ginjal isofluran dapat menurunkan GFR dan produksi
urin.
d. Desfluran
Desfluran merupakan senyawa yang sangat stabil, jernih, tidak
berwarna, berbau tajam, tidak mudah terbakar. Desfluran sangat mudah
menguap dibandingkan anestesi volatil lain, sehingga perlu menggunakan
vaporizer khusus (TEC-6). Titik didihnya mendekati suhu ruangan
(23.50C).
Pada kardiovaskuler, desflurane menurunkan resistensi vaskuler
sistemik, menyebabkan turunnya tekanan darah. Menyebabkan
peningkatan tekanan darah, laju jantung, dan katekolamin. Desflurane
aman digunakan bersama epinefrin karena tidak mengubah sensisitas
disritmogenik epinefrin pada miokardium. Merangsang jalan napas atas,
sehingga tidak digunakan untuk induksi anestesi. MAC : 6,0
e. Sevofluran
Merupakan halogenasi eter, cairan jernih, tidak berwarna, berbau enak,
dan tidak iritatif. . Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat
dibandingkan dengan isofluran. Baunya tidak menyengat dan tidak
merangsang jalan napas.
Pada kardiovaskuler menimbulkan depresi ringan kontraksi
miokardium, penurunan tekanan vaskuler sistemik.. Sefofluran dapat
memperpanjang interval QT. Efek terhadap sistem saraf pusat seperti
isofluran dan belum ada laporan toksik terhadap hepar. Setelah pemberian
dihentikan sevofluran cepat dikeluarkan oleh badan. MAC : 2,0.
f. Nitrogen Oksida (N2O)
N2O merupakan gas inert yang tidak berwarna, tidak iritatif, berbau
manis. N2O diabsorbsi melalui paru masuk kedalam plasma dan
didistribusikan ke seluruh tubuh. Pemakaian N2O biasanya didahului
dengan premedkasi, induksi obat intravena atau obat inhalasi lainnya.
Pada system kardiovaskuler N2O cenerung merangsang system saraf
simpatis, mendepresi kontraktilitas miokardium sehingga tekanan darah,
curah jantung, dan laju jantung tidak mengalami perubahan apapun.
Depresi miokardium dapat terjadi pada pasien dengan penyakit coroner
dan hipovolemi berat. Kontriksi otot polos pembuluh darah paru akan
meningkatkan tekanan atrium kanan.
Hampir semua anestesi inhalasi yang mengakibatkan sejumlah efek samping
dan yang terpenting adalah :
1. Menekan pernapasan pada anestesi dalam terutama ditimbulkan oleh
halotan, enfluran dan isofluran. Efek ini paling ringan pada N2O dan
eter.
2. Menekan sistem kardiovaskuler, terutama oleh halotan, enfluran dan
isofluran. Efek ini juga ditimbulkan oleh eter.
3. Merangsang sistem saraf simpatis, maka efek keseluruhannya menjadi
ringan.
4. Merusak hati dan ginjal, terutama senyawa klor, misalnya kloroform.
5. Oliguri (reversibel) karena berkurangnya pengaliran darah di ginjal,
sehingga pasien perlu dihidratasi secukupnya.
6. Menekan sistem regulasi suhu, sehingga timbul perasaan kedinginan
(menggigil) pasca-bedah.
2. Anestesi intravena
Obat-obat intravena seperti thiopental, etomidate, dan propofol
mempunyai mula kerja anestetis yang lebih cepat dibandingkan terhadap
senyawa gas inhalasi yang terbaru, misalnya desflurane dan sevoflurane.
Senyawa intravena ini umumnya digunakan untuk induksi anestesi.
Kecepatan pemulihan pada sebagian besar senyawa intravena juga sangat
cepat.
Beberapa obat digunakan secara intravena (baik tunggal atau
dikombinasikan dengan obat lain) untuk menimbulkan anestesi, atau sebagai
komponen anestesi berimbang (balans anestesi), atau untuk menenangkan
pasien di unit rawat darurat yang memerlukan bantuan napas buatan untuk
jangka panjang. Balans anestesi adalah teknik anestesi umum berdasar
konsep pemberian campuran agen inhalasi dan intravena atau teknik
kombinasi untuk untuk mendapatkan keuntungan efek anestesi. Termasuk
golongan ini adalah: barbiturate (thiopental, methothexital); benzodiazepine
(midazolam); opioid analgesic (morphine, fentanyl, sufentanil, alfentanil,
remifentanil); propofol; ketamin, suatu senyawa arylcylohexylamine yang
dapat menyebabkan keadaan anestesi .
a. Barbiturat
Blokade sistem stimulasi di formasi retikularis. Hambat pernapasan di
medula oblongata. Hambat kontraksi otot jantung, tidak timbulkan
sensitisasi jantung terhadap ketekolamin.
b. Ketamin
Sifat analgesik, anestetik, kataleptik dengan kerja singkat. Analgesik
kuat untuk sistem somatik, lemah untuk sistem visceral. Ketamin sering
menimbulkan takikardi, hipertensi, hipersalivasi, nyeri kepala, pasca
anestesi dapat menimbulkan mual-muntah, pandangan kabur, dan mimpi
buruk. Kalau harus diberikan sebaiknya sebelumnya diberikan sedasi
midazolam dengan dosis 0.1 mg/kg intravena dan untuk mengurangi
salivasi diberikan sulfas atropin 0.001 mg/kg. Dosis bolus untuk induksi
intravena adalah 1-2 mg/kg dan untuk intramuskular 3-10 mg.
c. Fentanil dan droperidol
Analgesik & anestesi neuroleptic. Aman diberikan pada pasien yang
mengalami hiperpireksia oleh karena anestesi umum lain. Fentanil : masa
kerja pendek, mulai kerja cepat. Droperidol : masa kerja lama & mulai
kerja lambat. Dosis fentanyl untuk suplemen analgesik pada anestesi
umum: low dose 2 mcg/kg; moderate dose 2-20mcg/kg; high dose 20-
50mcg/kg iv. Dosis droperidol : 1,25 mg iv/im.
d. Propofol
Propofol dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu
bersifat isotonik dengan kepekatan 1% (1 ml=10 mg). Suntikan intravena
sering menyebabkan nyeri, sehingga beberapa detik sebelumnya dapat
diberikan lidokain 1-2 mg/kg intravena.. Dosis bolus untuk induksi 2-2.5
mg/kg, dosis rumatan untuk anestesi intravena total 4- 12 mg/kg/jam dan
dosis sedasi untuk perawatan intensif 0.2 mg/kg. . Pengenceran propofol
hanya boleh dengan dekstrosa 5%. Pada manula dosis harus dikurangi,
pada anak <3 tahun dan pada wanita hamil tidak dianjurkan.
e. Ketorolac
Tersedia dalam bentuk tablet dan injeksi. Terapi Ketorolac
tromethamine baik secara injeksi ataupun tablet hanya diberikan selama 5
hari untuk mencegah ulcerasi peptic dan nyeri abdomen. Efek analgesic
selama 4-6 jam setelah injeksi.
- Injeksi intramuscular :
o Pasien dengan umur <65 tahun diberikan dosis 60 mg
Ketorolac/dosis.
o Pasien dengan umur >65 tahun dan mempunyai riwayat gagal ginjal
atau berat badannya kurang dari 50 kg, diberikan dosis 30 mg/dosis.
- Injeksi intravena :
o Pasien dengan umur <65 tahun diberikan dosis 30 mg
Ketorolac/dosis.
o Pasien dengan umur >65 tahun dan mempunyai riwayat gagal ginjal
atau berat badannya kurang dari 50 kg, diberikan dosis 15 mg/dosis.
Selain mempunyai efek yang menguntungkan, ketorolac juga
mempunyai efek samping, diantaranya : Efek pada gastrointestinal, ginjal,
perdarahan, dan hipersensitifitas.
2.5 Intubasi Endotrakeal
Tindakan pembedahan terutama yang memerlukan anestesi umum diperlukan
teknik intubasi endotrakeal. Intubasi endotrakeal adalah suatu tehnik
memasukkan suatu alat berupa pipa ke dalam saluran pernafasan bagian atas.5
Tujuan dilakukannya intubasi endotrakeal untuk mempertahankan jalan nafas
agar tetap bebas, mengendalikan oksigenasi dan ventilasi, mencegah terjadinya
aspirasi lambung pada keadaan tidak sadar, tidak ada refleks batuk ataupun
kondisi lambung penuh, sarana gas anestesi menuju langsung ke trakea,
membersihkan saluran trakeobronkial.5
Komplikasi akibat intubasi endotrakeal antara lain nyeri tenggorok, suara
serak, paralisa pita suara, edem laring, laring granuloma dan ulser, glottis dan
subglotis granulasi jaringan, trachealstenosis, tracheamalacia,
tracheoesophagial fistula.6
2.5.1 Indikasi dan Kontraindikasi
Indikasi bagi pelaksanaan intubasi endotrakeal menurut Gisele tahun
2002 antara lain :
a. Keadaan oksigenasi yang tidak adekuat yang tidak dapat dikoreksi dengan
pemberian suplai oksigen melalui masker nasal.
b. Keadaan ventilasi yang tidak adekuat karena meningkatnya tekanan
karbondioksida di arteri.
c. Kebutuhan untuk mengontrol dan mengeluarkan sekret pulmonal atau
sebagai bronchial toilet.
d. Menyelenggarakan proteksi terhadap pasien dengan keadaan yang gawat
atau pasien dengan refleks akibat sumbatan yang terjadi.
e. Pada pasien yang mudah timbul laringospasme.
f. Trakeostomi.
g. Pada pasien dengan fiksasi vocal cord.
2.5.2 Posisi Pasien untuk Tindakan Intubasi
Gambaran klasik yang benar adalah leher dalam keadaan fleksi ringan,
sedangkan kepala dalam keadaan ekstensi. Ini disebut sebagai Sniffing in the
air position. Kesalahan yang umum adalah mengekstensikan kepala dan
leher.7
2.5.3 Persiapan intubasi endotrakeal
Persiapan untuk intubasi termasuk mempersiapkan alat‐alat dan
memposisikan pasien. ETT sebaiknya dipilih yang sesuai. Pengisian cuff
ETT sebaiknya di tes terlebih dahulu dengan spuit 10 milliliter. Jika
menggunakan stylet sebaiknya dimasukkan ke ETT.
Berhasilnya intubasi sangat tergantung dari posisi pasien, kepala pasien
harus setentang dengan pinggang anestesiologis atau lebih tinggi untuk
mencegah ketegangan pinggang selama laringoskopi. Persiapan untuk
induksi dan intubasi juga melibatkan preoksigenasi rutin. Preoksigenasi
dengan nafas yang dalam dengan oksigen 100 %.
Persiapan untuk intubasi antara lain7 :
1. Jalur intravena yang adekuat
2. Obat‐obatan yang tepat untuk induksi dan relaksasi otot
3. Pastikan alat suction tersedia dan berfungsi
4. Peralatan yang tepat untuk laringoskopi termasuk laryngoskop dengan
blade yang tepat, ETT dengan ukuran yang diinginkan, jelly, dan stylet
5. Pastikan lampu laringoskop hidup dan berfungsi serta cuff ETT
berfungsi
6. Sumber oksigen, sungkup dengan ukuran yang tepat, ambu bag dan
sirkuit anestesi yang berfungsi
7. Monitor pasien termasuk elektrokardiografi, pulse oksimeter dan
tekanan darah noninvasive
8. Tempatkan pasien pada posisi Sniffing Position selama tidak ada
kontraindikasi
9. Alat‐alat untuk ventilasi
10. Stetoskop
2.5.4 Cara Intubasi Endotrakeal 5,7
1. Mulut pasien dibuka dengan tangan kanan dan gagang laringoskop
dipegang dengan tangan kiri
2. Daun laringoskop dimasukkan dari sudut kanan dan lapangan pandang
akan terbuka. Daun laringoskop didorong ke dalam rongga mulut.
3. Gagang diangkat ke atas dengan lengan kiri dan akan terlihat uvula,
faring serta epiglotis.
4. Ekstensi kepala dipertahankan dengan tangan kanan.
5. Epiglotis diangkat sehingga tampak arytenoid dan pita suara yang
tampak keputihan bebentuk huruf V. Jeratan bibir antara gigi dan blade
laringoskop sebaiknya dicegah.
6. Tracheal tube diambil dengan tangan kanan dan ujungnya dimasukkan
melewati pita suara sampai balon pipa tepat melewati pita suara. Bila
perlu, sebelum memasukkan pipa asisten diminta untuk menekan laring
ke posterior sehingga pita suara akan tampak dengan jelas. Bila
mengganggu, stylet dapat dicabut.
7. Ventilasi atau oksigenasi diberikan dengan tangan kanan memompa
balon dan tangan kiri memfiksasi.
8. Balon pipa dikembangkan dan daun laringoskop dikeluarkan selanjutnya
pipa difiksasi dengan plester.
9. Dada dipastikan mengembung saat diberikan ventilasi.
10. Evaluasi ventilasi, dilakukan auskultasi dada dengan stetoskop,
diharapkan suara nafas kanan dan kiri sama. Bila dada ditekan terasa
ada aliran udara di pipa endotrakeal. Bila terjadi intubasi endotrakeal
yang terlalu dalam akan terdapat tanda-tanda berupa suara nafas kanan
berbeda dengan kiri, kadang timbul wheezing, sekret lebih banyak dan
tahanan jalan nafas terasa lebih berat. Jika ada ventilasi ke satu sisi
seperti ini, pipa ditarik sedikit sampai ventilasi kedua paru sama.
Sedangkan bila terjadi intubasi ke daerah esophagus maka daerah
epigastrium atau gaster akan mengembang, terdengar suara saat ventilasi
(dengan stetoskop), kadang-kadang keluar cairan lambung dan makin
lama pasien akan nampak semakin membiru. Untuk hal tersebut pipa
dicabut dan intubasi dilakukan kembali setelah diberikan oksigenasi
yang cukup.