44
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT atas karunia dan rahmatNya serta junjungan besar Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita menuju zaman yang terang benderang seperti sekarang ini sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas referat yang telah diberikan oleh pembimbing. Tugas referat ini dibuat dalam rangka penyelesaian tugas ujian kepaniteraan klinik bagi Ko-As Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi yang diberikan oleh SMF Bagian Anestesi Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat I Raden Said Sukanto. Tugas ini membahas secara menyeluruh tentang Pneumonia. Bahan untuk tugas diambil dari buku maupun jurnal dan artikel yang didapat dari internet. Penulis berharap bahwa tugas yang dibuat ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Harapan penulis bahwa dengan hadirnya tugas ini dapat membantu memahami secara mendetail mengenai topik yang dibicarakan. Terima kasih kepada s emua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian pembuatan tugas ini. Terutama para pembimbing di bagian Anestesi, khususnya dr Riza M. Farid, Sp.An., dr Asep Hendradiana, Sp.An.,KIC,M.Kes., dr Sonny Trisnadi, Sp.An., dr Muhammad Naufal, Sp.An., dr Nini Memen, Sp.An., dan para perawat bagian Anestesi serta semua pihak yang memberi arahan dan dukungan dalam penyelesaian tugas ini. 1

Referat Anestesi (Isi)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

pneumonia, kasus ICU.

Citation preview

Page 1: Referat Anestesi (Isi)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas karunia dan rahmatNya serta junjungan besar

Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita menuju zaman yang terang benderang

seperti sekarang ini sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas referat yang telah

diberikan oleh pembimbing. Tugas referat ini dibuat dalam rangka penyelesaian tugas ujian

kepaniteraan klinik bagi Ko-As Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi yang diberikan oleh

SMF Bagian Anestesi Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat I Raden Said Sukanto.

Tugas ini membahas secara menyeluruh tentang Pneumonia. Bahan untuk tugas

diambil dari buku maupun jurnal dan artikel yang didapat dari internet. Penulis berharap

bahwa tugas yang dibuat ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Harapan penulis bahwa

dengan hadirnya tugas ini dapat membantu memahami secara mendetail mengenai topik

yang dibicarakan.

Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian

pembuatan tugas ini. Terutama para pembimbing di bagian Anestesi, khususnya dr Riza M.

Farid, Sp.An., dr Asep Hendradiana, Sp.An.,KIC,M.Kes., dr Sonny Trisnadi, Sp.An., dr

Muhammad Naufal, Sp.An., dr Nini Memen, Sp.An., dan para perawat bagian Anestesi

serta semua pihak yang memberi arahan dan dukungan dalam penyelesaian tugas ini.

Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna dan memiliki

banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis menerima segala kritik dan masukan yang

diberikan agar tugas ini menjadi lebih sempurna. Akhir kata, semoga tugas ini dapat

berguna bagi penulis dan pembaca. Semoga Allah SWT merahmati dan menyayangi kita

semua. Amin.

Jakarta, Februari 2015

Penulis

1

Page 2: Referat Anestesi (Isi)

Daftar Isi

Lembar Pengesahan

Kata Pengantar…………...……………………………….....……………………...............1

Daftar Isi…………………………………………………………..…………..................…2

Bab I Pendahuluan……………………………………………………………….................3

Bab II Tinjauan Pustaka………………………………………………………….................5

II.1. Definisi........…….…...............………………………………………..…….................5

II.2. Epidemiologi...........……….…………………………………………..…....................5

II.3. Etiologi..............................................…………………………………….....................7

II.4 Klasifikasi…...……………………………………..………………………...................7

II.5 Patogenesis……...………………………………………………………….................11

II.6 Masalah Pada Geriatri………………………………………………………................11

II.7 Gejala Klinis.......……….………………………………………..…............................15

II.8 Diagnosis..…………..……………………………………………………...................15

II.9 Penatalaksanaan………………………………………………………….....................18

II.10 Komplikasi..................................................................................................................23

II.11 Pencegahan.................................................................................................................23

II.12 Prognosis…………….…………………………………………….…...…................25

Bab III Kesimpulan......………………………………………………….……...................26

Daftar Pustaka…………………………………………………………………..................27

2

Page 3: Referat Anestesi (Isi)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1.LATAR BELAKANG

Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam

bidang kesehatan, baik di negara sedang berkembang maupun negara maju. Di

samping itu infeksi saluran napas bawah menimbulkan angka kesakitan dan kematian

yang tinggi serta kerugian produktivitas kerja. Infeksi saluran napas bawah dapat

dijumpai dalam berbagai bentuk, tersering adalah bentuk pneumonia.1,2 Pneumonia

merupakan infeksi pada parenkim paru. Berbagai spesies bakteri, mikoplasma,

klamidia, riketsia, virus, fungi dan parasit dapat menyebabkan pneumonia. Jadi

pneumonia bukan penyakit yang tunggal melainkan infeksi spesifik yang masing-

masing dengan epidemiologis, patogenesis, gambaran klinik dan perjalanan klinis yang

berlainan.2

Proses menua adalah sebuah proses yang mengubah orang dewasa sehat

menjadi rapuh disertai menurunnya cadangan hampir semua sistem fisiologis dan

meningkatnya kerentanan terhadap penyakit dan kematian. Proses menua normalnya

merupakan suatu proses yang ringan, ditandai dengan turunnya fungsi secara bertahap

tetapi tidak ada penyakit sama sekali sehingga kesehatan tetap terjaga baik. Sebaliknya

proses menua patologis ditandai dengan kemunduran fungsi organ saja, melainkan

ditambah dengan penyakit yang muncul pada usia tua. Tiga hal fundamental yang

berkaitan dengan kesamaan dalam pola proses menua pada hampir semua spesies

mamalia.

1. Proses menua dipengaruhi oleh kemunduran fungsi organ.

2. Laju proses menua ditentukan oleh gen yang bervariasi antar spesies.

3. Laju proses menua dapat diperlambat oleh restriksi kalori, paling tidak pada

hewan tikus.

Banyak hal dimasa lalu yang diduga berhubungan dengan faktor risiko penyakit

pada proses penuaan seperti diet, merokok, alkohol, dan pajanan lingkungan. 1,2,3

3

Page 4: Referat Anestesi (Isi)

Peningkatan insiden dan prevalensi pneumonia pada usia tua juga dikaitkan dengan

penyakit yang diderita pasien seperti diabetes melitus, penyakit jantung, malnutrisi dan

penyakit hati kronik. Sebagai contoh, diabetes melitus menyebabkan penurunan fungsi

sistim imun tubuh baik proses kemotaksis maupun fagositosis. Pada gagal jantung

kongestif yang disertai edema paru, fungsi clearance paru berkurang sehingga kolonisasi

kuman disaluran napas mudah berkembang biak. Pasien yang sebelumnya sering

mengkonsumsi obat-obatan bersifat sedatif atau hipnotik berisiko tinggi mengalami

aspirasi sehingga mempermudah terjadinya infeksi. Hal itu disebabkan kedua obat tersebut

menekan rangsang batuk.2,3,4

4

Page 5: Referat Anestesi (Isi)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. DEFINISI

Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari

bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorik dan alveoli sehingga

menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.1

Pneumonia juga didefinisikan sebagai suatu peradangan akut parenkim paru akibat

infeksi mikroorganisme (bakteri, mikoplasma, klamidia, riketsia, virus, fungi dan

parasit). 1-4

Geriatrik (geriatrics= geriatric medicine) berasal dari kata – kata geros (usia

lanjut), yaitu cabang ilmu kedokteran yang mengobati kondisi dan penyakit yang

dikaitkan dengan proses menua dan usia lanjut. Dimana pasien geriatri adalah

pasien usia lanjut dengan penyakit ganda. 1,2

Pneumonia geriatri adalah suatu peradangan akut parenkim paru yang

berasal dari suatu infeksi mikroorganisme pada usia lanjut. 1

II.2. EPIDEMIOLOGI

Penyakit saluran napas menjadi penyebab angka kematian dan kecacatan

yang tinggi di seluruh dunia. Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum

berhubungan dengan infeksi saluran napas yang terjadi di masyarakat (pneumonia

komunitas) atau di dalam rumah sakit (pneumonia nosokomial). Pneumonia

merupakan bentuk infeksi saluran napas bawah akut parenkim paru yang serius

dijumpai sekitar 15-20%.1 Pneumonia juga merupakan penyakit yang mengenai

sekitar 1% dari seluruh penduduk Amerika. Bayi dan anak kecil lebih rentan

terhadap penyakit ini karena respons imunitas mereka masih belum berkembang

dengan baik. Pneumonia seringkali merupakan hal yang terakhir terjadi pada orang

tua dan orang yang lemah akibat penyakit kronik tertentu.4

5

Page 6: Referat Anestesi (Isi)

Penyakit paling banyak diderita para lansia adalah infeksi akut paru

(pneumonia) dan kardiovaskular. Penyakit pneumonia saat ini menjadi ancaman

bagi usia tua dan berdampak pada morbiditas maupun mortalitas.5 Di negara maju

saja, seperti Amerika, pneumonia dan influenza menduduki peringkat ke-4 sebagai

penyebab kematian tertinggi. Ditemukan sekitar 18,2 kasus pneumonia per 1000

penduduk berusia 65-69 tahun. Angka itu meningkat menjadi 52,3 kasus per 1000

penduduk berusia 85 tahun ke atas. Di Taiwan, kematian akibat pneumonia

mencapai hampir 200 per 100.000 pasien lansia pada 2002. Dapat pula

disimpulkan, risiko pneumonia pada usia >65 tahun lebih tinggi 6 kali dibanding

usia <60 tahun. 1,3,7

Bila tidak ditangani, penambahan lansia akan menimbulkan masalah di

bidang kesehatan, sosial, dan ekonomi. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah

memperhitungkan pada tahun 2020 Indonesia akan mengalami peningkatan jumlah

warga lansia sebesar 41,4%, Sebuah peningkatan tertinggi di dunia. 5,7

Berdasarkan sensus penduduk 2000, Indonesia jumlah lansia mencapai

15,8 juta jiwa atau 7,6%. Pada 2005 meningkat menjadi 18,2 juta jiwa atau 8,2%.

Sedangkan pada 2015 diperkirakan mencapai 24,4 juta jiwa atau 10%. Data Badan

Pusat Statistik dan Depsos 2001 menyebutkan bahwa 21,75% dari jumlah lansia

yang mencapai 15,8 juta itu, dikategorikan sebagai lansia terlantar, Sedangkan

33,89% masuk ke dalam rawan terlantar. 6.7

Hasil survei kesehatan rumah tangga Depkes tahun 2001, penyakit infeksi

saluran napas bawah menempati urutan ke 2 sebagai penyebab kematian di

Indonesia. Di RSUD Dr. Soetomo Surabaya di dapatkan data sekitar 180

pneumonia dengan angka kematian antara 20-35%. Pneumonia geriatri menduduki

peringkat keempat dari sepuluh penyakit terbanyak yang dirawat per tahun.2

Menurut Divisi Geriatri Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSUPN

Cipto Mangunkusumo, salah satu masalah penting dihadapi para lansia adalah

kesehatan. Masalah kesehatan pada populasi usia lanjut, bukan saja terletak pada

aspek penyakit kronis dan degeneratif, melainkan juga kerentanan terhadap infeksi

cukup tinggi. 1,2

6

Page 7: Referat Anestesi (Isi)

II.3. ETIOLOGI

Infeksi saluran napas bawah akut dapat disebabkan oleh berbagai

mikroorganisme, bakteri gram positif seperti S. Pneumoniae (60-70%), H Influenzae

(5%), Mycoplasma (5-20%). Pada gangguan imunitas atau terdapat penyakit dasar

paru kronik dapat disebabkan oleh S. aureus, sedangkan pneumonia di rumah sakit

banyak disebabkan gram negatif seperti K. pneumoniae, P. aeruginosa.1,2 Akhir –

akhir ini sejumlah kuman baru / oportunis telah menimbulkan infeksi pada pasien

dengan kekebalan tubuh rendah, misalnya legionella, Chlamydia trachomatis, M.

atypical, berbagai jenis jamur (C.albicans, Aspergillus fumigatus) dan virus.1,2,8,9

II.4. KLASIFIKASI

1. Klasifikasi tradisional, meninjau ciri radiologis dan gejala klinis dibagi atas:

a. Pneumonia Tipikal

Bercirikan tanda-tanda pneumonia lobaris yang klasik antara lain berupa

awitan yang akut dengan gambaran radiologis berupa opasitas lobus atau

lobularis, dan disebabkan kuman terutama S.Pneumonia, Klebsiella

pneumonia atau H.Influenzae. 2,6,7

b. Pneumonia Atipikal

Ditandai oleh gangguan respirasi yang meningkat lambat dengan

gambaran infiltrat paru bilateral yang difus. Biasanya disebabkan organisme

yang atipikal termasuk Mycoplasma pneumoniae, virus, Legionella

pneumophila, Chlamydia psitasi dan Coxiella burnetti. Di negara barat

mikroplasma adalah prototipe penyebab pneumonia atipikal, disamping

menyebabkan penyakit saluran napas atas dan penyakit diluar paru antara

lain pada kulit, susunan saraf pusat, darah jantung dan sendi-sendi.

Mikroplasma menjadi penyebab pada 15-20% pneumonia, bahkan mencapai

60% pada usia sekolah dan dewasa muda. Dapat juga terjadi infeksi pada

usia diatas 60 tahun. Klasifikasi ini praktis tidak digunakan lagi karena

disadari bahwa gambaran klinis radiologis atau laboratorium dari berbagai

7

Page 8: Referat Anestesi (Isi)

pneumonia saling tumpang tindih dan pada klasifikasi ini tidak tercakup

pneumonia yang gambarannya tidak khas. 2,6,7

2. Klasifikasi berdasarkan faktor lingkungan dan pejamu :1,2

Tabel 1. Klasifikasi berdasarkan faktor lingkungan dan penjamu

Tipe klinis Epidemiologi

- Pneumonia komunitas

- Pneumonia nosokomial

- pneumonia rekurens

- pneumonia aspirasi

- pneumonia pada gangguan

imun

Sporadis atau endemik mudah atau orangtua

Didahului perawatan di RS

Terdapat dasar penyakit paru kronik

Alkoholik, usia tua

Pada pasien transplantasi, onkologi, AIDS

Klasifikasi ini adalah yang lebih banyak dipakai karena dapat

diperkirakan etiologi pneumonia dan pemberian antibiotiknya secara empirik.

3. Klasifikasi berdasarkan sindrom klinis :

1) Pneumonia bakterial (Sindrom Klinis Pneumonia Bakterial).

Diketahui bahwa kuman kelompok bakteri tertentu memberikan

gambaran klinis pneumonia yang akut dengan konsolidasi paru, dapat

berupa :

a. Pneumonia bakterial tipe tipikal yang terutama mengenai parenkim paru

dalam bentuk bronkopneumonia dan pneumonia lobar.

b. Pneumonia bakterial tipe campuran (mixed type) dengan presentasi

klinis atipikal yaitu perjalanan penyakit yang lebih ringan dan jarang

disertai konsolidasi paru. Biasanya pada pasien dengan penyakit kronik. 1,2

2) Pneumonia non bakterial

8

Page 9: Referat Anestesi (Isi)

Pneumonia atipikal umumnya yang disebabkan oleh Mycoplasma,

Chlamydia pneumoniae atau Legionella. Kemudian istilah sindrom

pneumonia atipikal dipakai untuk merangkum pula bentuk lain dengan ciri

gambaran klinis yang beraneka ragam dan gambaran radiologis yang

menyimpang dari normal. Pada Pneumonia atipikal ini refrakter terhadap

terapi antibiotik standar, lambat dalam penyembuhannya dan mempunyai

kecendurangan untuk kambuh, yaitu yang biasanya disebabkan oleh bakteri,

jamur, virus atau mikroorganisme lain. Dan penyakit peradangan paru yang

bukan infeksi, termasuk tumor. Peradangan gambaran klinis antara

ketiganya terlihat pada tabel di bawah ini.1,2

Tabel 2. Gambaran klinis pneumonia komunitas dan kelompok kuman penyebabnya 1

Gejala Bakterial/tipikal Nonbakterial /

atipikal

Pola campuran (mixed

type)

- usia

- awitan

- batuk

- sputum

- nyeri dada

- konsolidasi

- leukositosis

- foto dada

- penyebab

Lebih tua

Cepat

Produktif

Purulen / berdarah

Sering

Sering

Jelas

Segmen/lobar

Bakteri

Muda

Lebih lambat

Tidak

Negatif/mukoid

Jarang

Jarang

Tidak ada

Interstitial, difus

Mikoplasma / virus

/ jamur

Lebih tua

Cepat

Tidak menonjol

Dapat purulen

Sering

Jarang

Ringan

patchy infiltrat

(lobus/interstisial)

Bakteri – presentasi

Atipikal

Tuberkulosis

Legionella

Klamidia

9

Page 10: Referat Anestesi (Isi)

4. Klasifikasi etiologi dibagi atas

1. Bakterial : Streptococcus pneumonia, H.Influenzae, L.pneumonia , Klebsiella,

Pseudomonas, E-Coli, Mycoplasma, Chlamydia, dll.

2. Non bakterial : tuberkulosis, virus, fungi dan parasit. 1,2

5. Klasifikasi berdasar prediksi infeksi.

a. Pneumonia lobaris, sering pada pneumonia bakterial, jarang pada bayi dan

orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen kemungkinan

sekunder, dapat disebabkan oleh obstruksi bronkus misal : pada aspirasi benda

asing, atau proses keganasan.

b. Bronkopneumonia, ditandai dengan bercak infiltrat pada lapangan paru, dapat

disebabkan oleh bakteria maupun virus, sering pada bayi dan orang tua,serta

jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkus.

c. Pneumonia Interstisial, yaitu penyakit yang melibatkan dinding alveolus dan

jaringan penunjang lain di paru., dimulai dari perlukaan dinding epitel yang

menyebabkan peradangan dinding alveolus atau alveolitis. Pada gambaran foto

toraks terdapat infiltrat di lobus atas dan tengah yang cenderung ke tepi

sehingga bagian tengah atau hilus lebih bersih. 2,4,6

II.5. PATOGENESIS

Dalam keadaan sehat tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme di paru,

keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi

ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dan lingkungan maka

mikroorganisme dapat berkembang biak dan menimbulkan penyakit.2,7

Risiko infeksi di paru sangat tergantung pada kemampuan mikro organisme

untuk sampai dan merusak permukaan epitel saluran napas. Ada beberapa cara

mikroorganisme mencapai permukaan saluran napas.

1. Inokulasi langsung

2. Penyebaran melalui pembuluh darah

10

Page 11: Referat Anestesi (Isi)

3. Inhalasi bahan aerosol4. Kolonisasi dipermukaan mukosa. 2,7

Dari keempat cara tersebut yang terbanyak adalah secara kolonisasi. Secara

inhalasi bakteri yang dapat masuk ke bronkus terminalis dengan ukuran 0,5 – 2,0

mikrometer. Kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring) bila terjadi

aspirasi dapat terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan

infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari sebagian kecil sekret

orofaring terjadi pada orang normal sewaktu meminum alkohol dan pemakai obat

(drug abuse). 2,7,8

Sekresi orofaring mengandung konsentrasi bakteri yang tinggi 108-10 /ml

sehingga aspirasi dari sebagian kecil sekret (0,001 – 1,1 ml) dapat memberikan titer

maksimal bakteri yang tinggi dan terjadi pneumonia. Pada pneumonia

mikroorganisme biasanya masuk secara inhalasi atau aspirasi. Umumnya

mikroorganisme yang terdapat di saluran napas bagian bawah, akan tetapi pada

beberapa penelitian tidak ditemukan jenis mikroorganisme yang sama.5,6,7

II.6. MASALAH PADA GERIATRI

Proses menua adalah sebuah proses yang mengubah orang dewasa sehat

menjadi rapuh disertai menurunnya cadangan hampir semua sistem fisiologis dan

meningkatnya kerentanan terhadap penyakit dan kematian. Proses menua

normalnya merupakan suatu proses yang ringan, ditandai dengan turunnya fungsi

secara bertahap tetapi tidak ada penyakit sama sekali sehingga kesehatan tetap

terjaga baik. Sebaliknya proses menua patologis ditandai dengan kemunduran

fungsi organ saja, melainkan ditambah dengan penyakit akibat penyakit yang

muncul pada usia tua. Tiga hal fundamental yang berkaitan dengan kesamaan

dalam pola proses menua pada hampir semua spesies mamalia. Pertama, Proses

menua dipengaruhi oleh kemunduran fungsi organ. Kedua, laju proses menua

ditentukan oleh gen yang bervariasi antar spesies. Ketiga, laju proses menua dapat

diperlambat oleh restriksi kalori, paling tidak pada hewan tikus. Banyak hal dimasa

11

Page 12: Referat Anestesi (Isi)

lalu yang diduga berhubungan dengan faktor risiko penyakit pada proses penuaan

seperti diet, merokok, alkohol, dan pajanan lingkungan. 1,2,3,5

Dari berbagai teori yang dikemukakan untuk menjelaskan proses menua,

sebagian besar dapat dikelompokan ke dalam 2 kelompok yakni teori genetik dan

teori akumulasi kerusakan. Teori genetika mengasumsikan bahwa rentang hidup

(life span) dan laju proses menua dikontrol oleh informasi di dalam molekul DNA

di dalam gen. Teori akumulasi kerusakan menyatakan bahwa laju proses menua

ditentukan oleh kerusakan dalam molekul DNA, RNA dan sintesis protein spesifik,

enzim dan juga mutasi somatik akibat terpajan terhadap berbagai pengaruh yang

merusak seperti radiasi ion. Teori proses menua dapat pula dikelompokan

berdasarkan tingkat organisasi biologi di dalam suatu organisme. Teori organ

didasarkan pada fakta bahwa perubahan fungsi organ sejalan dengan usia tua. Ide

dasar teori ini adalah sebuah organ tunggal bertanggung jawab terhadap proses

menua organisme secara keseluruhan. 3,4

PERUBAHAN BERBAGAI ORGAN AKIBAT PROSES MENUA

Perubahan yang berhubungan dengan proses menua normal sebagian besar

merupakan akibat kehilangan atau penurunan kapasitas fungsional secara bertahap.

Kehilangan tersebut sudah dimulai sejak usia muda tetapi pada sebagian besar

sistem organ, kehilangan tersebut baru bermakna secara fungsional setelah terjadi

kehilangan yang besar. Perubahan fungsi kardiovaskular juga berkaitan dengan

meningkatnya usia. Respons terhadap latihan jasmani berubah bersamaan dengan

usia meliputi denyut jantung yang menurun, volume ventrikel kiri akhir sistolik

menigkat dan berkurangnya ejection fraction ventrikel kiri. Presbiesofagus adalah

berkurangnya motilitas esofagus akibat proses menua yang menyebabkan

menurunnya peristaltik usus. Namun, gangguan motilitas yang berat hanya terdapat

pada proses yang patologis. 5-7

Terdapat beberapa hal mengapa usia tua lebih mudah terkena infeksi

dibandingkan dengan usia muda seperti, daya tahan tubuh dan perubahan anatomi

12

Page 13: Referat Anestesi (Isi)

maupun fungsi pada sistem organ tubuh seorang dengan usia tua. Perubahan

tersebut antara lain :

1. Pada kulit, terdapat penipisan dermis dan penurunan vaskularisasi pada

kulit yang dapat meningkatkan resiko terjadinya selulitis dan infeksi pada

dekubitus.

2. Pada saluran napas, terjadi penurunan fungsi dan jumlah mukosilia serta

penurunan refleks batuk sehingga mempernudah terjadinya pneumonia.

3. Pada peristaltik usus yang cenderung melambat dan atrofi villi usus serta

menurunnya imunitas, menyebabkan usia tua mudah terkena gastroenteritis

akut baik yang ditularkan melalui air maupun makanan yang tercemar.

4. Pada saluran kemih, terjadi pengosongan vesica urinaria yang tidak

sempurna dan penurunan keasaman urin, menyebabkan lebih mudah atau

lebih sering terkena ISK (Infeksi Saluran Kemih).

5. Terjadi penurunan imunitas seluler akibat penuaan pada thymus, produksi

sel T juga menurun, sehingga terjadi peningkatan kejadian alergi. Respons

proliferasi sel T terhadap antigen/mitogen juga menuru, dan juga terjadi

penurunan aktivitas sel T helper dan sel T Cytotoxic. Sintesis sitokin juga

menurun disebabkan karena kesalahan ekspresi m-RNA atau tanda

tranduksi pada usia lanjut.Peningkatan antagonis sitokin pada usia lanjut

juga menjadi salah satu penyebab menurunnya produksi atau proliferasi sel

T yang berakibat supresi imunitas.

6. Penurunan fungsi limfosit B dan pembentukan antibodi secara tidak

bermakna berkurang pada usia lanjut.

7. Berbagai penyakit kronis seperti Diabetes Melitus, Penyakit jantung

koroner, Penyakit Paru Obstruksi Kronik, gagal hati, gagal ginjal dll yang

diderita seorang usia lanjut juga sangat mempengaruhi daya tahan tubuh

terhadap infeksi, serta menghasilkan tampilan klinik ataupun pengobatan

yang jauh berbeda antara usia lanjut dan dewasa muda.

8. Kondisi lain seperti penurunan napsu makan, kesadaran menurun, jatuh

berulang, inkontinensia sering menjadi faktor pemicu sekaligus faktor risiko

terjadinya infeksi dan penurunan daya tahan.1-3

13

Page 14: Referat Anestesi (Isi)

Berbagai perubahan fisiologis terkait usia tentu memberikan implikasi

klinis yang penting untuk dipahami. Implikasi pertama, variasi antara individu

merupakan gambaran penting proses menua yang perlu mendapat perhatian secara

seksama, sehingga pendekatan algoritma, teknik triase dan strategi pemeriksaan

diagnostik tidak mungkin ditentukan hanya berdasarkan usia semata. Implikasi

kedua proses menua adalah bahwa sistem biologi sangat sedikit dipengaruhi oleh

usia semata, melainkan lebih sering dipengaruhi oleh gaya hidup seperti merokok,

aktivitas fisis, asupan nutrisi, dan kondisi ekonomi. Melalui pengkajian yang

holistik akan dapat ditetapkan berbagai faktor predisposisi dan faktor pencetus,

serta segala yang dapat menjadi masalah utama atau pemberatan yang harus segera

diselesaikan karena dapat menimbulkan berbagai komplikasi serius dan fatal pada

pasien usia lanjut. Dalam pengelolaan pasien geriatrik, perlu diingat bahwa

kemampuan individu usila untuk berfungsi tergantung pada kombinasi karakteristik

usia tua ( misalnya motivasi, toleransi terhadap nyeri ) dan tempat di mana usila

diharapkan berfungsi. Tidak kalah pentingnya adalah berbagai upaya pencegahan

seperti gaya hidup yang baik dan benar, nutrisi yang baik dan seimbang, tidak

merokok, lingkungan yang sehat, yang seyogyanya sudah dimulai sendiri mungkin

sebelum seseorang memasuki usia lanjut, bahkan sejak kanak-kanak agar proses

menua dapat berlangsung normal. Bila kondisi tersebut dimungkinkan seseorang

dapat menjalani masa tuanya dengan kualitas hidup yang lebih baik. 3,4,6

II.7. GEJALA KLINIS

Pneumonia pada lansia menjadi masalah penting untuk dibahas. Selain

prevalensi nya yang semakin meningkat , gejala klasik pneumonia tidak jelas

ditemukan pada pasien lansia. 1,4 Gejala klasik yang tidak jelas menjadi salah satu

penyebab tingginya angka mortalitas pneumonia pada usia tua. Tiga gejala yang

paling sering ditemui pada lansia adalah sesak napas (dispnea), batuk dan demam.

Beberapa studi mengungkapkan sekitar 35-65% pasien lansia tidak dijumpai

demam. 1,2,6,7 Gejala lain yang juga jarang adalah nyeri dada pleuritik, sakit kepala,

mialgia, mual/muntah, diare, jatuh dan nyeri tenggorokan. Sedangkan batuk, sesak

napas, produksi sputum dan tubuh lemah merupakan gejala yang paling sering

14

Page 15: Referat Anestesi (Isi)

dijumpai. Dapat pula dijumpai pasien menggigil, berkeringat, takikardi, dan

delirium. 1,2,4,8

Penyakit ko-morbid yang berat serta keadaan umum yang jelek sering

menimbulkan sepsis. Dari pemeriksaan fisik didapatkan ronki, suara pernapasan

bronkial . Pada gambaran rontgen paru, tampak gambaran infiltrat pada segmen

paru unilateral (70%) yang mungkin disertai kavitas dan efusi pleura. Seringkali

kecurigaan pasien lansia mengidap pneumonia baru muncul setelah dilakukan

pemeriksaan penunjang, yakni ditemukannya leukositosis dan perubahan gambaran

paru yang progresif pada foto rontgen. 1,7

 

II.8. DIAGNOSIS

Diagnosis pneumonia atau infeksi saluran napas bawah akut umumnya

ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit yang lengkap, pemeriksaan fisis yang

sesuai dengan gejala dan tanda, disertai pemeriksaan penunjang radiologi yang

menunjukkan konsolidasi.1,7

Anamnesis

Pada anamnesis biasanya didapat sesak napas, nyeri dada, batuk berdahak

dan demam (suhu > 37,8o C ). Pada pneumonia pada usia tua sering kali

memberikan gejala yang tidak khas. Selain batuk dan demam pasien tidak jarang

datang dengan keluhan gangguan kesadaran (delirium), tidak mau makan, jatuh dan

inkontinensia akut. 7

Pemeriksaan Fisik

Tanda-tanda fisis pada tipe pneumonia klasik bisa didapatkan berupa

demam, sesak napas, tanda-tanda konsolidasi paru (perkusi paru yang pekak, ronki

nyaring, suara pernapasan bronkial). Bentuk klasik pada Pneumonia komunitas

(PK) primer berupa bronkopneumonia (pneumonia lobaris atau pleuro pneumonia).

Gejala atau batuk yang tidak khas dijumpai pada Pk sekunder ataupun Pneumonia

nosokomial (Pn). Dapat diperoleh bentuk manifestasi lain infeksi paru seperti efusi

15

Page 16: Referat Anestesi (Isi)

pleura, pneumotoraks / hidropneumotoraks. Pada pasien Pn atau dengan gangguan

imun dapat dijumpai gangguan kesadaran oleh hipoksia. Warna, konsistensi, dan

jumlah sputum penting untuk diperhatikan. 1,2

Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan radiologis

Foto torak dapat memastikan keberadaan dan lokasi infiltrat pada paru

yaitu: menilai derajat infeksi paru, mendeteksi adanya kelainan pleura, kavitasi

paru atau limfadenopati hilus; dan mengukur respon pasien terhadap terapi

antimikroba.3 Sehingga foto toraks merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk

menegakkan diagnosis.2,3

Pola radiologis dapat berupa pneumonia alveolar dengan gambaran air

bronchogram (airspace disease) misalnya oleh Streptococcus pneumoniae :

bronkopneumonia (segmental disease) oleh antara lain staphylococcus. Virus atau

mikoplasma; dan pneumonia interstisial (interstisial disease) oleh virus dan

mikoplasma. Distribusi infiltrat pada segmen apikal lobus bawah atau inferior lobus

atas sugestif untuk kuman aspirasi. Tetapi pada pasien yang tidak sadar, lokasi ini

bisa dimana saja. Infiltrat dilobus atas sering ditimbulkan telebsiella, tuberkulosis

atau amiloidosis. Pada lobus bawah dapat terjadi infiltrat akibat Staphylococcus

atau bakteriemia.1

Bentuk lesi berupa kavitasi dengan air fluid level sugestif untuk abses paru,

infeksi anaerob gram negatif atau amiloidosis. Efusi pleura dengan pneumonia

sering ditimbulkan S.pneumoniae. Dapat juga oleh kuman anaerob, S.pyogenes, E-

coli dan Staphylococcus (pada anak). Kadang-kadang oleh K.pneumoniae,

P.pseudomallei.1

Pneumonia hematogenus yang terjadi akibat embolisi septik pada pasien

tromboflebitis atau endokarditis sisi kanan atau akibat bakterimia pada pasien

dengan endokarditis sisi kiri terlihat pada hasil foton toraknya sebagai daerah

multipel infiltrasi paru yang selanjutnya dapat mengalami kavitasi. Distribusi yang

difus menujukkan infeksi oleh P.carinii, sitomegali virus, virus campak atau cirus

Herpes zoster, infeksi oleh kedua mikroorganisme yang disebutkan terakhir ini. Di

16

Page 17: Referat Anestesi (Isi)

diagnosis dengan adanya ruam yang jelas yang selalu menyertai pneumonia.

Empiema dan pembesaran kelenjar limfe hilus tidak lazim terdapat pada pneumonia

pneumocytis dan sitomegalovirus.3

Kavitas yang terjadi jika bahan yang nekrotik diekskresikan ke dalam jalan

napas yang berhubungan sehingga terjadi pneumonia nekrotikan (kavitas kecil yang

multipel yang masing-masing berdiameter < 2 cm dalam satu atau lebih lobus atau

segmen bronkopulmoner). Kuman anaerob oral, S.aureus, S.pneumoniae serotipe

III, baksil aerob gram negatif, M.tuberkulosis atau fungi dan keadaan kavitas.

Sebaliknya H.Influenzae, M.pneumoniae, virus dan kebanyakan S.pneumoniae

dengan serotipe lainnya hampir tidak pernah menyebabkan kavitas.1,7,8

Foto toraks perlu diulang untuk melihat kemungkinan infeksi sekunder /

tambahan. Efusi pleura penyerta yang terinfeksi atau pembentukan abses. Pada

pasien yang mengalami perbaikan klinis ulangan foto toraks dapat ditunda karena

resolusi pneumonia berlangsung 4-12 minggu. 1,7,8,9

2. Pemeriksaan Laboratorium1,2

Leukositosis umumnya menandai adanya infeksi bakteri, biasanya lebih dari

10000/l kadang-kadang mencapai 30.000/l, dan pada hitung jenis leukosit

terdapat pergeseran ke kiri, yaitu terjadinya infeksi akut serta terjadi peningkatan

LED (Laju Endap Darah). Leukosit normal / rendah dapat disebabkan oleh infeksi

virus/ mikoplasma atau pada infeksi yang berat sehingga tidak terjadi respons

leukosit ,orangtua atau orang dengan keadaan umum lemah. Leukopenia

menunjukan depresi imunitas misalnya neutropeni pada infeksi kuman gram negatif

atau S. aureus. 1,2,4,7

3. Pemeriksaan bakteriologis

Untuk menentukan diagnosis etiologi diperlukan bahan yang berasal dari

sputum, darah, aspirasi, jarum transtorakal. Torakosentris, bronkospi atau biopsi.

Untuk tujuan terapi empiris dilakukan pemeriksaan apus gram, burri gin, quellung

tes dan Z. Nielson. Kuman predominan pada sputum yang disertai PMN

kemungkinan merupakan penyebab infeksi. Kultur kuman merupakan pemeriksaan

17

Page 18: Referat Anestesi (Isi)

utama praterapi dan bermanfaat untuk evaluasi terapi selanjutnya. Kultur darah

dapat positif pada 20-25% penderita yang tidak diobati. 1,2,4,7

4. Pemeriksaan Khusus

Titer antibodi terhadap virus, legionela dan mikoplasma. Nilai diagnostik

bila titer tinggi atau ada kenaikan titer 4 kali. Analisis gas darah menujukkan

hipoksemia dan hipokarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik. 1,2,4,7,9

II.9. PENATALAKSANAAN

Pengobatan terdiri dari antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian

antibiotik pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data mikroorganisme

dan hasil uji kepekaan, akan tetapi karena beberapa alasan yaitu :

1. Penyakit berat yang dapat mengancam jiwa

2. Bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab

3. Hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu

maka pada penderita dapat diberikan terapi secara empiris.2

Terapi Suportif Umum.

1. Terapi O2 untuk mencapai PaO2 80 – 100 mmHg atau saturasi >90%

berdasarkan pemeriksaan analisis gas darah

2. Humidifikasi dengan nebulizer untuk pengenceran dahak yang kental, dapat

disertai rebulizer untuk pemberian bronkodilator bila terdapat bronkospasme

3. Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak, khususnya anjuran untuk batuk dan

napas dalam. Bila perlu dikerjakan fish mouth breathing untuk melancarkan

ekspirasi dan pengeluaran CO2. Posisi tidur setengah duduk untuk melancarkan

pernapasan

4. Pengaturan cairan. Keutuhan kapiler paru sering terganggu pada pneumonia dan

paru lebih sensitif terhadap pembebanan cairan terutama bila terdapat

pneumonia bilateral. Pemberian cairan pada pasien harus diatur dengan baik,

18

Page 19: Referat Anestesi (Isi)

terutama pada keadaan gangguan sirkulasi dan gagal ginjal. Overhidrasi untuk

maksud mengencerkan dahak tidak diperkenankan

5. Pemberian kortikosteroid pada fase sepsis berat perlu diberikan. Terapi ini tidak

bermafaat pada keadaan renjatan septik

6. Obat inotropik seperti dobutamin atau dopamin kadang diperlukan bila terdapat

komplikasi gangguan sirkulasi atau gagal ginjal prerenal

7. Ventilasi mekanis, Indikasi pemasangan ventilator pada pneumonia adalah:

a. Hipoksemia persisten meskipun telah diberikan O2 100% dengan

menggunakan masker. Konsentrasi O2 yang tinggi menyebabkan penurunan

pumonary compliance hingga tekanan inflasi meninggi. Dalam hal ini perlu

dipergunakan Positive End Expiratory Pressure/ PEEP untuk memperbaiki

oksigenasi dan menurunkan H2O menjadi 50% atau lebih rendah.

b. Gagal napas yang ditandai oleh peningkatan respiratory distress dengan

atau didapati asidosis respiratorik

c. Henti napas

d. Retensi sputum yang sulit diatasi secara konservatif

8. Pengeluaran pus pada empiema bila ada

9. Bila terdapat gagal napas, diberikan nutrisi dengan kalori yang cukup yang

didapatkan terutama dari lemak (> 50%) hingga dapat dihindari pembentukan

CO2 yang berlebihan.3,6,9

1. Antibiotik Empirik

  Keputusan memilih antibiotik yang tepat disesuaikan setelah mengetahui

etiologinya. Beberapa cara untuk menentukan etiologi adalah pewarnaan gram, uji basil

tahan asam, tes fluoresensi langsung terhadap antibodi Legionella, atau menggunakan

polymerase chain reaction (PCR) terhadap M. pneumoniae, C. pneumoniae, dan M.

tuberculosis. Tidak semua fasilitas tersebut ada di pelayanan kesehatan.dan hasilnya juga

tidak bisa didapat dengan segera.

Antibiotik empirik haruslah yang bisa mengeradikasi S. pneumoniae. Beberapa

pilihan antibiotik yang direkomendasikan adalah sefalosporin generasi ke-2, atau beta-

laktam/inhibitor beta laktamase, atau trimethoprim-sufamethoxazol, dengan/tanpa

makrolid atau kuinolon untuk membasmi kuman atipikal.1,2,5

19

Page 20: Referat Anestesi (Isi)

Biasanya pasien lansia tidak hanya menderita pneumonia saja, banyak penyakit

yang menyertainya dan disebabkan tak hanya satu mikroorganisme tetapi

polimikroorganisme. Untuk kelompok ini, antibiotik yang dianjurkan adalah sefalosporin

generasi 2 dan 3 atau beta laktam/inhibitor beta laktamase dengan/tanpa makrolida atau

kuinolon. 1,2

Bila pasien menderita pneumonia komuniti berat, kemungkinan mikroorganisme

penyebabnya adalah S pneumoniae, Legionella, basil gram negatif aerobik (terutama P.

aeruginosa), dan M. pneumoniae. Terapinya berupa makrolida atau kuinolon dan

sefalosporin generasi 3 dengan antipseudomonas seperti imipenem/cilastatin, meropenem,

atau siprofloksasin. Insiden pneumonia komuniti berat yang disebabkan P. aeruginosa

terus meningkat, dan lebih mudah terjadi pada pasien yang sebelumnya sudah mempunyai

kelainan paru seperti bronkiektasis.2,4,7,9

Tabel 3. Antibiotik Pilihan Berdasarkan IDSA 2003

Karakteristik Pasien Antibiotik Pilihan

Rawat jalan

Sebelumnya sehat

·   Tidak mengkonsumsi antibiotik dalam 3 bulan terakhir

·   Mengkonsumsi antibiotik dalam 3 bulan terakhir

Komorbid (PPOK, diabetes, gagal ginjal atau jantung kongestif, atau keganasan)

·  Tidak mengkonsumsi antibiotik dalam 3 bulan terakhir

·   Mengkonsumsi antibiotik dalam 3 bulan terakhir

Diduga terjadi infeksi akibat aspirasi Influenza

Dengan bakteri superinfeksi

 

 

Makrolida atau doksisiklin

 Fluorokuinolon respirasi saja; makrolida advanced + amoksisilin dosis tinggi; atau makrolida advanced + amoksisilin-klavulanat dosis tinggi

 

 Makrolida advanced atau fluorokuinolon respirasi

 Fluorokuinolon respirasi saja atau makrolida advanced + beta-laktam

Amoksisilin-klavulanat atau klindamisin

Beta-laktam atau fluorokuinolon respirasiRawat inap

Bangsal

·   Tidak mengkonsumsi antibiotik dalam 3 bulan terakhir

·   Mengkonsumsi antibiotik dalam 3 bulan terakhir

ICU

 

 

Fluorokuinolon respirasi saja atau makrolida advanced + beta laktam

 Makrolida advanced + beta-laktam atau fluorokuinolon respirasi saja

 

20

Page 21: Referat Anestesi (Isi)

·   Bukan infeksi Pseudomonas

·   Bukan infeksi Pseudomonas tetapi pasien punya alergi beta-laktam

·   Ada infeksi Pseudomonas

 

·   Ada infeksi Pseudomonas tetapi pasien punya alergi beta-laktam

Perawatan di rumah

·    Mendapat obat selama perawatan di rumah

 

Dirawat di rumah sakit

Beta-laktam + makrolida advanced/fluorokuinolon respirasi

Fluorokuinolon respirasi, dengan/tanpa klindamisin

 

Antipseudomonal + siprofloksasin, atau antipseudomonal + aminoglikosida + fluorokuinolon respirasi atau makrolida

Aztreonam + levofloxacin, atau aztreonam + moxifloxacin atau gatifloxacin, dengan/tanpa aminoglikosida

 

Fluorokuinolon respirasi saja, atau amoksisilin-klavulanat + makrolida advanced

Sama dengan obat yang diberikan pada bangsal dan ICU

Keterangan:

Makrolida = Eritromisin, Azitromisin atau Klaritromisin

Makrolida advanced = Azitromisin atau Klaritromisin

Fluorokuinolon respirasi =Moxifloxasin, Gatifloxasin, Levofloxasin atau Gemifloxasin

Amoksisilin dosis tinggi = 1 gram per oral, 3x/hari

Amoksisilin-klavulanat dosis tinggi = 2 gram per oral, 2x/hari

 

2. Nutrisi

  Penatalaksanaan pneumonia pada lansia tidak hanya dengan antibiotika saja, tetapi

disertai pula dengan perbaikan keadaan umum seperti dengan: nutrisi, hidrasi, oksigenasi,

elektrolit dan albumin. Penyakit ko-morbid yang berat serta keadaan umum yang jelek

sering menimbulkan sepsis. Terapi nutrisi sangat penting bagi usia lanjut sehingga

penatalaksanaan pada usia tua juga meningkat. Upaya lain adalah dengan meningkatkan

status nutrisi lansia. Malnutrisi dianggap sebagai faktor risiko pneumonia pada lansia.

Penelitian case control dan cohort yang dilakukan oleh Riquelme R dkk,menunjukkan

bahwa rendahnya kadar albumin (<3,0 mg/dl) merupakan faktor risiko independen

terhadap kejadian pneumonia. Beberapa studi menunjukkan pemberian suplemen vitamin

21

Page 22: Referat Anestesi (Isi)

memberi hasil lebih baik. 1,5-7 Bila penderita tidak dapat/ tidak mau makan seperti biasa,

perlu diberikan personde atau kalau perlu parenteral. 1,6,7

Cairan juga harus cukup, monitor osmolaritas plasma dan balans cairannya,

sehingga untuk mengetahui kecukupan cairan pada penderita. Peranan asuhan keperawatan

sangat diperlukan seperti menjaga kenyamanan penderita, kebersihan penderita dan tempat

tidurnya terutama bila ada inkontinensia, mencegah terjadinya dekubitus dan kontraktur

pada penderita penderita yang tidak dapat bergerak maupun dengan penurunan kesadaran. 1

II.10. KOMPLIKASI

- Efusi pleura dan empiema.

Terjadi pada sekitar 45% kasus terutama pada infeksi bakterial akut berupa

efusi parapneumonik gram negatif sebesar 60% Staphylococcus aures 50%.

S.pneumoniae 40-60% kuman anaerob 35%. Sedangkan pada mycoplasma

pneumoniae sebesar 20%. Cairannya transudat dan steril, terkadang pada

infeksi bakterial terjadi empiema dengan cairan eksudat.

- Komplikasi sistemik.

Dapat terjadi akibat invasi kuman atau bakteriemia berupa meningitis. Dapat

juga terjadi dehidrasi dan hiponatremia, anemia pada infeksi kronik, peninggian

ureum dan enzim hati. Kadang-kadang terjadi peninggian fosfotase alkali dan

bilirubin akibat adanya kolestasis intrahepatik.

- Hipoksemia akibat gangguan difusi

Menurunnya suplai oksigen dalam darah karena gangguan difusi.Pada

hipoksemia tidak selalu disertai dengan hipoksia atau oksigenisasi yang tidak

memadai karena gangguan pengiriman oksigen dan penggunaan oksigen oleh

sel sel.

- Bronkiektasis

Biasanya terjadi karena pneumonia pada masa anak-anak tetapi dapat juga oleh

infeksi berulang di lokasi bronkus distal pada cystic fibrosis atau

hipogamoglobulinemia, tuberkulosis atau pneumonia nekrotikans. 1,2,7,8

22

Page 23: Referat Anestesi (Isi)

II.11. PENCEGAHAN

1. Vaksinasi

Selain medikamentosa, upaya preventif terus diupayakan agar angka mortalitas

dan morbiditas dapat ditekan seminimal mungkin. Salah satu upaya preventif itu

adalah pemberian vaksin influenza dan pneumonia.

Vaksin influenza. Vaksin ini mengandung 3 subtipe yaitu influenza A, B, dan

C. Yang paling mematikan adalah subtipe A dan B. Masa perlindungan hanya sekitar

1 tahun. Efek samping lokal berupa nyeri setempat yang timbul sekitar 24 jam

setelah penyuntikan; biasanya ditoleransi baik dan hilang tanpa pengobatan dalam 2-

3 hari. Efek samping sistemik berupa demam, malaise, sakit kepala, mialgia, dan

artralgia yang dapat muncul dalam 6-12 jam setelah penyuntikan; dan hilang dalam

1-2 hari. Vaksin ini menjadi kontraindikasi pada pasien yang alergi telur karena

dapat memicu reaksi hipersensitifitas. 1,2,8

Vaksin pneumonia. Sebenarnya masih banyak perdebatan mengenai

keefektivitasan vaksin ini. WHO menetapkan bahwa vaksin pneumonia cukup efektif

pada lansia terutama untuk melindungi lansia sehat dari invasive pneumococcal

disease (pneumonia yang berpenyulit meningitis, septikemia, dan pneumococcal

pneumonia). Vaksin ini mengandung 23 serotipe S. pneumoniae yang telah

dimurnikan. Efek samping yang timbul berupa kulit kemerahan tanpa nyeri dan

demam. 1,2,6,8

 

2. Menghindari Nosokomial

Pencegahan pneumonia berkaitan erat dengan prinsip umum pencegahan

infeksi. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya Pneumonia

Nosokomial seperti pada tabel 4. Sedangkan faktor untuk mengurangi terjadinya

Pneumonia Nosokomial,terlihat pada tabel 5. 1,7

Tabel 4.Faktor Risiko Pneumonia Nosokomial 1,7

23

Page 24: Referat Anestesi (Isi)

Pneumonia Nosokomial di ruangan

Umum

Pneumonia Nosokomial d ruangan ICU

Usia > 70 tahun

Penyakit paru kronik

Penurunan kesadaran

Posisi pasien

Aspirasi dalam jumlah banyak

Trauma dada

Pemantauan tekanan Intrakranial

Penggunaan penghambat Histamin tipe II

Gangguan aliran ventilator yg sering

Musim dingin

Peralatan :

Nebulizer langsung

Nassogastric feeding

Endotracheal tube

Ventilasi mekanik

Perawatan ICU yang lama

Intubasi yang lama

Malnutrisi pada pasien sakit berat

Penyakit paru kronik

Antasid dan penghambat Histamin tipe II

Usia lanjut

Obesitas

Gangguan refleks respirasi

Perokok

Pelembab udara

Enteral feeding

Tabel 5. Pencegahan Pneumonia Nosokomial 1

Mengobati penyakit dasar

Menghindari penghambat histamin tipe II dan antasida

Meninggikan posisi kepala

Pengangkatan selang nasogastrik dan endotrakeal

Mengontrol pemakaian antibiotik

Menghindari stress bleeding

Mengontrol infeksi :

- Pengawasan

- Pendidikan

24

Page 25: Referat Anestesi (Isi)

- Desinfektasi peralatan

- Perawatan saluran napas yang benar

Dekontaminasi selektif saluran cerna.

II.12. PROGNOSIS

Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia menurun sejak ditemukannya

antibiotik. Faktor yang berperan adalah patogenesis kuman, usia, penyakit dasar

dan kondisi pasien. Secara umum angka kematian pneumonia pneumokokus adalah

sebesar 5% namun dapat meningkat menjadi 60% pada orang tua dengan kondisi

yang buruk misalnya gangguan imunologis, sirosis hepatis, penyakit paru obstruktif

kronik atau kanker. Leukopeni, ikterus, terkenanya 3 atau lebih lobus paru dan

komplikasi ekstra paru merupakan pertanda prognosis yang buruk. Kuman garam

negatif menimbulkan prognosis yang lebih jelek.2,6

Prognosis pada orangtua kurang baik, karena itu perlu perawatan di RS

kecuali bila penyakitnya ringan atau dengan keadaan umum baik. Orang dewasa (<

60 tahun) dapat berobat jalan kecuali :

1. Bila terdapat penyakit paru kronik

2. Disertai gambaran klinis yang berkaitan dengan mortalitas yang tinggi yaitu :

a. Usia > 60 tahun

b. Dijumpai gejala pada saat masuk perawatan RS : frekuensi napas > 30

x/menit, tekanan diastolik < 60 mmHg atau sistolik < 90 mmHg, nadi

>125 x/ menit,suhu < 35o C atau > 40o C, binggung atau terjadi

penurunan kesadaran.c. Hasil pemeriksaan laboratorium leukosit abnormal (< 4.000 atau >

30.000/mm3), PO2 turun, dan albumin serum rendah (< 3,5 g%). 2,7

25

Page 26: Referat Anestesi (Isi)

BAB III

KESIMPULAN

Pneumonia adalah peradangan mengenai parenkim paru, distal dari

bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratonus dan alveoli serta

menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.1

Pneumonia juga didefinisikan sebagai suatu peradangan akut parenkim paru yang

berasal dari suatu infeksi mikroorganisme (bakteri, mikoplasma, klamidia, riketsia,

virus, fungi dan parasit) 2,3,4 Infeksi saluran pernapasan telah menjadi penyakit yang

sering diderita bagi lansia. . Masalah kesehatan pada populasi usia lanjut, lanjutnya,

bukan saja terletak pada aspek penyakit kronis dan degeneratif, melainkan juga

kerentanan terhadap infeksi cukup tinggi.

Gejala klinis yang tidak jelas dapat menjadi salah satu penyebab tingginya

angka mortalitas pneumonia pada lansia. Tiga gejala yang paling sering ditemui

pada lansia adalah sesak napas (dispnea), batuk, dan demam. Beberapa studi

mengungkapkan sekitar 35-65% pasien lansia tidak dijumpai demam. 1,2,6

Biasanya pasien lansia tidak hanya menderita pneumonia saja, banyak

penyakit yang menyertai. Infeksi pneumonianya pun disebabkan tak hanya satu

mikroorganisme tetapi polimikroorganisme. Untuk kelompok ini, antibiotik yang

dianjurkan adalah sefalosporin generasi 2 dan 3 atau beta laktam/inhibitor beta

laktamase, dengan/tanpa makrolida atau kuinolon.2,4,6 

Penatalaksanaan Pneumonia pada lansia tidak hanya dengan antibiotika saja

tetapi terapi terhadap penyakit penyakit lainnya dan perbaikan keadaan umum

( nutrisi, hidrasi, oksigenasi,elektrolit dan albumin dll ). 2

26

Page 27: Referat Anestesi (Isi)

DAFTAR PUSTAKA

1) Sudoyo W.Aru, Setiyohadi B, Alwi I, Marcellus S.K, Setiati S. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam , Edisi IV.Jakarta: Balai Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit

Dalam FK-UI, 2006.

2) Noer S, Waspadji S, Rachman AM, et al, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,

Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FK-UI, 1996.

3) Darmojo, B. 2004, Geriatri, Ilmu Kesehatan Usia Lanjut, Balai Penerbit FKUI,

Jakarta.

4) Ganong, W.F. 1999, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, EGC, Jakarta.

5) Hazzard, R.W. 1990, Principles of Geriatric Medicine and Gerontology, 2nd ed.

McGraw-Hill, New York.

6) Setiati, S. 2004, Current Diagnosis and Treatment In Internal Medicine 2004,

7) Pusat Informasi dan Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta.

8) British Thoracic Society Standards of Care Committee. British Thoracic Society

Guidelines for the Management of Community Acquired Pneumonia in

Adults.Thorax 2001.URL:http://thorax.bmjjournals.com. diakses tanggal 17 Januari

2009

27