Upload
noraine-zainal-abidin
View
119
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
OBAT ANTIPSIKOTIK
I. PENDAHULUAN
Dopamine merupakan salah satu neurotransmitter pada manusia yang sangat
berperan pada mekanisme terjadinya gangguan psikotik. Dopamine sendiri diproduksi pada
beberapa area di otak, termasuk substantia nigra dan area ventral tegmental. Dopamine jua
merupakan neurohormon yang dihasilkan oleh hipotalamus. Fungsi utama hormone ini adalah
menghambat pembentukan prolaktin dan lobus anterior kelenjar pituitary.(1)(3)
Dopamine mempunyai banyak fungsi di otak termasuk peran pentingnya pada perilaku
dan kognisi, pergerakan volunteer, motivasi, penghambat produksi prolaktin (berperan dalam
masa menyusui), mood tidur, perhatian, dan proses belajar.(5)
Dopaminergik neuron (neuron yang menggunakan dopamine sebagai neurotransmitter
utamanya terdapat pada area ventral tegmental (AVT) pada midbrain, substantia nigra pars
compacta dan nucleus arcuata pada hipotalamus, jalur dopaminergik merupakan jalur neural
pada otak yang mengirimkan dopamine dari satu region di otak ke region lainnya. Ada 4 jalur
dopaminergik:
- Jalur mesolimbic : mengirimkan dopamine dari area ventral tegmental (AVT), ke nucleus
accumbens, AVT terletak pada daerah midbrain dan nucleus accumbens pada system
limbic.
- Jalur mesocorticoal: mengirimkan dopamine dari AVT ke frontal korteks. Gangguan
pada jalur ini berhubungan dengan skizofrenia.
- Jalur Nigrostriatal: mengirimkan dopamine dari substantia nigra ke striatum. Jalur ini
berhubungandengan control motorik dan degenerasi pada jalur ini berhubungan dengan
penyakit Parkinson.
- Jalur tuberoinfundibular: mengirimkan dopamine dari hipotalamus ke kelenjar pituitary.
Jalur ini mempengaruhi hormone tertentu termasuk prolaktin.
II. PEMBAHASAN
A. DEFINISI
Antipsikotik (juga disebut neuroleptik) adalah kelompok obat-obatan psikoaktif umum tetapi
tidak secara khusus digunakan untuk mengobati psikosis, yang ditandai oleh skizofrenia. Obat
antipsikotik memiliki beberapa sinonim antara lain neuroleptik dan transquilizer mayor. Seiring
waktu berbagai antipsikotik telah dikembangkan. Antipsikotik generasi pertama, yang dikenal
sebagai antipsikotik tipikal, ditemukan pada 1950-an. Sebagian besar obat-obatan pada generasi
kedua, yang dikenal sebagai antipsikotik atipikal, baru-baru ini telah dikembangkan, meskipun
anti-psikotik atipikal pertama, clozapine, ditemukan pada 1950-an, dan diperkenalkan secara
klinis pada 1970-an. Kedua kelas obat-obatan antipsikotik mencakup berbagai target reseptor.(1)(5)
Skizofrenia berhubungan dengan peningkatan aktifitas pada jalur mesolimbik dan jalur
mesocortikal dopaminergik. Dopamine memiliki reseptor yang berguna untuk menerima sinyal
yang dikirimkan dari satu bagian otak ke bagian yang lainnya. Reseptor dopamine sebenarnya
dibagi menjadi 2 tipe (D1 dan D2). Saat ini terdapat 5 reseptor dopamine yang digolongkan ke
dalam 2 tope ini. Reseptor yang menyerupai D1 termasuk D1 dan D5. Sementara yang
menyerupai D2 adalah D2,D3,D4. Reseptor dopamine yang menyerupai D1 terutama terlibat
dalam inhibisi pascasinaps. Sebagian besar obat neuroleptik memblok reseptor D1, tetapi aksi ini
tidak berhubungan dengan aktivitas antipsikotiknya. Secara khusus, butirofenon merupakan
neuroleptik poten, namun merupakan antagonis lemah reseptor D1. Reseptor dopamine yang
menyerupai D2 terlibat dalam inhibisi prasinaps dan pascasinaps. Reseptor D2 merupakan
subtipe yang dominan dalam otak dan terlibat dalam sebagian besar fungsi dopamine yang
diketahui. Reseptor D2 terdapat dalm system limbic, yang berhubungan dengan mood dan
kestabilan emosi, dan dalam ganglia basalis di mana reseptor D2 terlibat dalam kognisi dan
emosi.
Penilitian terbaru menggunakan single photon emission computed tomography (SPECT)
menunjukkan bahwa pada skizofrenia terdapat lebih banya reseptor D2 yang di tempati. Hal ini
menunjukkan stimulasi dopaminergik yang lebih hebat. Hal ini menyebabkan semua obat-obatan
antipsikotik ditujukan untuk memblokade reseptor ini. (1)(2)
MEKANISME KERJA OBAT ANTIPSIKOTIK DAN EFEK SAMPING SECARA
UMUM
Afinitas obat neuroleptik terhadap reseptor D2 berkaitan erat dengan potensi
antipsikotiknya, dan blockade reseptor D2 pada otak depan diyakini menjadi dasar efek
terapeutiknya. Sayangnya, blockade reseptor D2 pada ganglia basalis biasanya menyebabkan
gangguan pergerakan. Beberapa neuroleptik, selain memblok reseptor D2, juga merupakan
antagonis reseptor 5HT2. Beberapa peneliti menduga obat ini mungkin bias mengurangi
gangguan pergerakan yang disebabkan oleh antagonism D2.
INDIKASI PENGGUNAAN
Gejala sasaran untuk antipsikosis adalah pada sindrom psikosis. Butir-butir sindrom
psikosis adalah adanya hendaya berat dalam kemampuan daya menilai realitas, bermanifestasi
dalam gejala kesadaran diri yang terganggu, daya nilai norma sosial yang terganggu dan daya
tilikan yang terganggu. Terdapat hendaya berat dalam fungsi-fungsi mental, bermanifestasi
dalam gejala gangguan asosiasi pikiran (inkoherensi), isi pikiran yang tidak wajar(waham),
gangguan persepsi (halusinasi),gangguan perasaan (tidak sesuai dengan situasi), dan perilaku
yang aneh atau tidak terkendali (disorganized). Hendaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-
hari, bermanifestasi dalam gejala seperti tidak mampu bekerja, hubungan social terganggu dan
hendaya melakukan kegiatan rutin. Sindrom psikosis dapat terjadi pada sindrom psikosis
fungsional seperti skizofrenia, psikosis paranoid, psikosis afektif, psikosis reaktif singkat dll. Ia
juga biasa terjadi pada sindrom psikosis organik seperti pada sindrom delirium, dementia,
intoksikasi alkohol,dll.
JENIS-JENIS DAN KLASIFIKASI OBAT ANTIPSIKOTIK
I. OBAT ANTIPSIKOSIS TIPIKAL(4)
Phenothiazine
- rantai Aliphatic :
o CHLORPROMAZINE (Largactil)
o LEVOMEPROMAZINE (Nozinan)
- rantai Piperazine :
o PERPHENAZINE (Trilafon)
o TRIFLUOPERAZINE (Stelazine)
o FLUPHENAZINE (Anatensol)
- rantai Piperidine :
o THIORIDAZINE (Melleril)
Butyrophenone
- HALOPERIDOL (Haldol, Serenace, dll)
Diphenyl-butyl-piperide
- PIMOZIDE (Orap)
II. OBAT ANTIPSIKOSIS ATIPIKAL
Benzamide
- SULPIRIDE (Dogmatil)
Dibenzodiazepine
- CLOZAPINE (Clozaril)
- OLANZAPINE (Zyprexa)
- QUETIAPINE (Seroquel)
Benzisoxazole
- RISPERIDONE (Risperidal)
INDIKASI PENGGUNAAN ANTIPSIKOTIK
I. ANTIPSIKOTIK TIPIKAL
A. DERIVAT PHENOTHIAZINE
1)CHLORPROMAZINE
Prototype kelompok ini adalah chlorpromazine (CPZ).
KIMIA: Chlorpromazine (CPZ) adalah 2-chlor-N-(dimethyl-aminopropil)-phenothiazine.
Derivate phenothiazine lain didapat dengan cara substitusi pada tempat 2 dan 10 inti
phenothiazine.
FARMAKODINAMIK: CPZ (Largactil) berefek farmakodinamik sangat luas. Largactil
diambil dari kata large action.
INDIKASI.
Indikasi utama phenothiazine adalah skizofrenia gangguan psikosis yang sering
ditemukan. Gejala psikotik yang dipengaruhi secara baik phenothiazine dan antipsikosis
lain ialah ketegangan, hiperaktivitas, combativeness, hostility, halusinasi, delusi akut,
susah tidur, anoreksia, perhatian diri yang buruk, negativism, dan kadang-kadang
mengatasi sifat menarik diri. Pengaruhnya terhadap pandangan, penilaian, daya ingat dan
orientasi kurang. Pemberian antipsikotik sangat memudahkan perawatan pasien.
Walaupun antipsikosi sangat bermanfaat untuk mengatasi gejala psikosis akut, namun
penggunaan antipsikosis saja tidak mencukupi untuk merawat pasien psikotik. Perawatan,
perlindungan, dan dukungan mental spiritual terhadap pasien sangatlah penting.
CPZ merupakan obat terpilih menghilangkan hiccup. Obat ini hanya diberikan pada
hiccup yang berlangsung berhari-hari sangat mengganggu. Penyebab hiccup seringkali
tidak ditemukan, tetapi nervositas dan kelainan esophagus atau lambung mungkin
merupakan kausanya. Dalam hal yang terakhir, terapi kausal harus dilakukan.
SEDIAAN.
Chlorpromazine tersedia dalam bentuk tablet 25 mg dan larutan suntiksuntik
25mg/ml. Larutan CPZ dapat berubah warna menjadi merah jambu olah pengaruh
cahaya.
Perfhenazine tersedia sebagai obat suntik tablet 2 dan 4 mg.
Thioridazine tersedia dalam bentuk tablet 25 mg.
Fluphenazine tersedia dalam bentuk tablet 1 mg. masa kerja fluphenazine cukup
lama, sampai 24 jam.
FARMAKOKINETIK. Pada umumnya semua phenothiazine diabsorbsi dengan baik
bila diberikan per oral maupun parenteral. Penyebaran luas ke semua jaringan dengan
kadar tertinggi di paru-paru, hati, kelenjar suprarenal, dan limpa. Sebagian
phenothiazine mengalami hidroksisali dan konjugasi, sebagian lain diubah menjadi
sufoksid yang kemudian diekskresi bersama feses dan urin. Setelah pemberian CPZ
dosis besar, maka masih ditemukan ekresi CPZ atau metabolitnya selama 6-12 bulan.
2) THIORIDAZINE
Kelebihan obat ini adalah relative jarang menyebabkan rasa kantuk yang berarti. Aktifitas
antikolinergiknya jelas dan biasa menyebabkan disfungsi seksual, termasukejakulasi
retrograde. Dosis tinggi biasa menyebabkan degenerasi retina, walaupun jarang terjadi.
Thioridazine dapat menyebabkan aritmia ventrikel dan kini merupakan obat lini kedua
B. BUTYROPHENONE
HALOPERIDOL
Haloperidol berguna untuk menenangkan keadaan mania penderita psikosis yang karena
hal tertentu tidak dapat diberi phenothiazine. Reaksi ekstrapiramidal timbul pada 80%
penderita yang diobati haloperidol. Oksipertin merupakan derivative butirophenon yang
banyak persamaannya dengan CPZ. Oksipertine berefek blockade adrenergic dan
antiemetic serta dapat menimbulkan parkinsonisme pada manusia dan katalepsi pada
hewan.
INDIKASI.
Indikasi utama haloperidol ialah untuk psikosis. Butyrophenone merupakan obat pilihan
untuk mengobati sindrom Gilles de la Tourette, suatu kelainan neurologic yang aneh
yang ditandai dengan kejang otot hebat, menyeringai (grimacing) dan explosive
utterances of foul expletives (coprolalia, mengeluarkan kata-kata jorok).
FARMAKOKINETIK.
Haloperidol sepat diserap dari saluran cerna. Kadar puncaknya dalam plasma tercapai
dalam waktu 206 jam sejak menelan obat, menetap sampai 72 jam dan masih ditemukan
dalam plasma sampai berminggu-minggu. Obat ini ditimbun dalam hati dan kira-kira 1%
dari dosis yang diberikan diekskresikan melalui empedu. Ekskresi haloperidol lambat
melalui ginjal, kira-kira 40% obat dikeluarkan selama 5 hari sesudah pemberian dosis
tunggal.
II. OBAT ANTIPSIKOTIK ATIPIKAL
Obat-obat jenis ini disebut atipikal karena obat ini berhubungan dengan insidensi
gangguan pergerakan yang lebih rendah dan ditoleransi lebih baik daripada anpsikosis
lainnya. Mekanisme kerja secara umum obat ini adalah dengan menghambat reseptor
dopamine D2 dan reseptor serotonin 5HT2.(1)
1) CLOZAPINE
Clozapine efektif untuk mengontrol gejala-gejala psikosis dan skizofrenia baik
yang positif (irritabilitas) maupun yang negative (social disinterest dan
incompetence, personal neatness) efek yang bermanfaat terlihat dalam waktu 2
minggu, diikuti perbaikan secara bertahap pada minggu-minggu berikutnya. Obat
ini berguna untuk pengobatan pasien yang refrakter dan terganggu berat selama
pengobatan. Selain itu, karena resiko efek samping ekstrapiramidal yang sangat
rendah, obat ini cocok untuk pasien yang menunjukkan gejala ekstrapiramidal
yang berat bila diberikan antipsikosis yang lain, maka penggunaanya hanya
dibatasi pada pasien yang resisten atau tidak dapat mentoleransi antipsikosis yang
lain. Pasien yang diberi clozapine perlu dipantau jumlah sel darah putihnya setiap
minggu.
FARMAKOKINETIK. Clozapine diabsorbsi secara cepat dan sempurna pada
pemberian per oral; kadar puncak plasma tercapai pada kira-kira 1,6 jam setelah
pemberian obat. Clozapine secara ektensif diikat protein plasma (>95%), obat ini
dimetabolisme hamper sempurna sebelumdiekskresi lewat urin dan tinja, dengan
waktu paruh rata-rata 11,8 jam.
2) OLANZAPINE (Zyprexa)
Digunakan untuk mengobati gangguan psikotik termasuk skizofrenia, akut manic
episode, dan pemeliharaan dari gangguan bipolar. Dosing 2.5 hingga 20 mg per
hari.
3) RISPERIDONE (Risperdal)
Dosis 0,25-6 mg per hari dan dititrasi ke atas; dibagi dianjurkan dosis titrasi awal
sampai selesai, dan pada saat obat dapat diberikan sekali dalam sehari. Digunakan
off-label untuk mengobati sindrom Tourette dan gangguan kecemasan.
4) QUETIAPINE (Seroquel)
Digunakan terutama untuk mengobati gangguan bipolar dan skizofrenia, dan “off-
label” untuk mengobati kronis insomnia dansindrom kaki resah, melainkan obat
penenang yang kuat. Dosis dimulai pada 25 mg dan terus sampai maksimum
400mg per hari, tergantung pada keparahan dari gejala yang sedang dirawat.
EFEK SAMPING OBAT ANTI PSIKOTIK
I. EFEK SAMPING OBAT ANTI PSIKOTIK TIPIKAL
1) DERIVAT PHENOTHIAZINE
CHLORPROMAZINE
Batas keamanan CPZ cukup lebar sehingga obat ini cukup aman. Efek samping
umumnya merupakan efek perluasan farmakodinamiknya. Gejala idiosinkrasi mungkin
timbul berupa ikterus, dermatitis dan leucopenia. Reaksi ini disertai eosinofilia dalam
darah perifer
a) Neurologis
Pada dosis berlebihan, semua derivate phenothiazine dapat menyebabkan gejala
ekstrapiramidal serupa dengan yang terlihat pada parkinsonisme. Dikenal 6 gejala
sindrom neurologic yang karakteristik dari obat ini. Empat antaranya biasa terjadi
waktu obat diminum, yaitu distonia akut, akatisisa, parkinsonisme dan sindrom
neuroleptik malignant yang terakhir jarang terjadi. Dua sindrom yang terjadi
setelah pengobatan berbulan-bulan sampai bertahun-tahun berupa tremor perioral
(jarang) dan diskinesia Tardif. CPZ menimbulkan efek sedasi yang disertai sikap
acuh tak acuh terhadap rangsang dari lingkungan. Pada pemakaian lama, dapat
timbul toleransi terhadap efek sedasi. Timbulnya sedasi amat tergantung dari
status emosional penderita sebelum minum obat.
Chlorpromazine berefek antipsikosis terlepas dari efek sedasinya. Reflex
terkondisi yang diajarkan pada tikus hilang oleh CPZ. Pada manusia kepandaian
pekerjaan tangan yang memerlukan kecekapan dan daya pemikiran berkurang.
Aktivitas motorik diganggu antara lain terlihat sebagai efek kataleptik pada tikus.
CPZ menimbulkan efek yang menenangkan pada hewan buas. Efek ini juga
dimiliki oleh obat lain, misalnya barbiturate, narkotik, meprobamat, dan
chlordiazepoksid.
Berbeda dengan baibiturate, CPZ tidak dapat mencegah timbulnya konvulsi akibat
rangsang listrik maupun rangsang oleh obat. Semua derivate phenothiazine
mempengaruhi ganglia basal, sehingga menimbulkan gejala parkinsonisme (efek
ekstrapiramidal).
CPZ dapat mengurangi dan mencegah muntah yang disebabkan rangsang pada
chemoreceptor trigger zone. Muntah yang disebabkan oleh kelainan saluran cerna
atau vestibuler, kurang dipengaruhi tetapi phethiazine potensi tinggi dapat
berguna untuk keadaan tersebut.Phenothiazine yang terutama potensinya rendah
menurunkan ambang bangkitan sehingga penggunaannya pada pasien epilepsy
harus sangat berhati-hati. Derivate piperazine dapat digunakan secara aman pada
penderita epilepsy bila dosis diberikan bertahap dan bersama antikonvulsan.
b) Non-neurologis
Kardiovaskular.
Hipotensi ortostatik sering terlihat pada penderita dengan system masomotor
yang labil. Takar lajak tioridazin (lebih dari 300 mg) menyebabkan aritmia
ventricular dan blok jantung. Karena efek terhadap jantung mungkin aditif dengan
antitioridazin dan pimozoid dapat menyebabkan kelainan EKG mirip
hipokalemia. Efek samping hipotermia dapat digunakan pada terapi hibernasi.
Efek kolinergik berupa takikardia, mulut dan tenggorak kering sering terjadi pada
pemberian phenothazoine. Perlu digunakan berhati-hati pada penderita glaucoma
dan hipertrofi prostat.
Efek pada Otot Rangka
CPZ dapat menimbulkan relaksasi otot skelet yang berada dalam keadaan spastic.
Cara kerja relaksasi ini diduga bersifat sentral sebab sambungan saraf otot dan
medulla spinalis tidak dipengaruhi CPZ.
Efek pada Endokrin.
CPZ menghambat ovulasi dan menstruasi. CPZ juga menghambat sekresi ACTH.
Efek terhadap system endokrin ini terjadi berdasarkan efeknya terhadap
hypothalamus.
Semua phenothazine, kecuali chlorzapine menimbulkan hiperprolaktinemia lewat
penghambatan efek sentral dopamine.
pada jantung. Toleransi dapat timbul terhadap efek hipotensif CPZ.
Piperazine ( FLUPHENAZINE, PERPHENAZINE, TRIFLUOPERAZINE)
Aktivitas sedative dan antikolinergiknya kurang dibandingkan chlorpromazine,
tetapi obat ini mungkin menyebabkan gangguan pergerakan pada orang lanjut
usia.
2) BUTYROPHENONE
HALOPERIDOL
FARMAKOLOGI.
Struktur haloperidol berbeda dengan phenothiazine, tetapi butirophenon
memperlihatkan banyak sifat farmakologi phenothiazine. Pada orang normal, efek
haloperidol mirip phenothiazine perphenazin. Haloperidol memperlihatkan banyak
memperlihatkan banyak sifat farmakologi phenothiazine. Haloperidol
memperlihatkan antipsikotik yang kuat dan efektif untuk fase mania panyakit manic
depresif dan skizofrenia. Efek phenothiazinr perpherazine dan butyrophenone
berbeda secara kuantitatif karena butyrophenone selain menghambat efek dopamine
juga menghambat turn over ratenya.
a) Efek Neurologis
Haloperidol menenangkan dan menyebabkan tidur pada orang yang mengalami
eksitasi. Efek sedative haloperidol kurang kuat disbanding CPZ yakni memperlambat
dan menghambat jumlah gelombang teta. Haloperidol dan CPZ sama kuat
menurunkan ambang rangsang konvusif. Haloperidol menghambat sistem dopamine
dan hipotalamus. Juga menghambat muntah yang ditimbulkan oleh apomorfin.
Efek pada system saraf otonom.
Efek haloperidol terhadap system saraf otonom lebih kecil daripada efek antipsikotik
lain. Walaupun demikian haloperidol dapat menyebabkan pandangan kabur. Obat ini
menghambat aktivasi reseptor α yang disebabkan oleh amin simpatomimetik, tetapi
hambatannya tidak sekuat hambatan CPZ.
b) Efek Non-Neurologis
Efek pada Sistem Kardiovaskular dan respirasi.
Haloperidol menyebabkan hipotensi, tetapi tidak sesering dan sehebat CPZ.
Haloperidol menyebabkan takikardia meskipun EKG belum pernah dilaporkan.
Chlorpromazine atau haloperidol dapat menimbulkan potensiasi dengan obat
penghambat respirasi.
Efek pada Sistem Endokrin
Seperti CPZ, haloperidol menyebabkan galaktore dan response endocrine lain.
EFEK SAMPING DAN INTOKSIKASI.
Haloperidol menimbulkan reaksi ekstrapiramidal dengan insidens yang tinggi
terutama pada penderita usia muda. Pengobatan dengan haloperidol harus dimilai
dengan hati-hati. Dapat terjadi depresi akibat reverse keadaan mania atau sebagai efek
samping yang sebenarnya. Perubahan hematologic ringan dan selintas dapat terjadi
tetapi hanya agranulositosis sering dilaporkan. Frekuensi kejadian ikterus akibat
haloperidol rendah. Haloperidol sebaiknya tidak diberikan pada wanita hamil sampai
terdapat bukti bahwa obat ini menimbulkan efek teratogenik.
II. EFEK SAMPING OBAT ANTI PSIKOTIK ATIPIKAL
1) CLOZAPINE
Merupakan salah satu golongan obat ini yang menunjukkan efek antipsikosis
lemah. Profil farmakologiknya atipikal bila dibandingkan antiosikosis yang lain.
Terutama resiko timbulnya efek samping ekstrapiramidal obat ini sangat minimal,
dan kadar prolaktin serum pada manusia tidak ditingkatkan. Diskinesia Tardif
belum pernah dilaporkan terjadi pada pasien yang diberi obat ini, walaupun
beberapa pasien telah diobati hingga 10 tahun.
a) Efek Neurologis
Dibandingkan terhadap psikotropik yang lain, Clozapine menunjukkan efek
dopaminergik lemah, tetapi dapat mempengaruhi fungsi saraf dopamine pada
system mesolimbik-mesokortikal otak; yang berhubungan dengan fungsi
emosional dan mental yang lebih tinggi, yang berbeda dari dopamine neuron di
area nigrostriatal (daerah gerak) dan tuberinfundibular (daerah neuroendokrin).
b) Efek Non-neurologis
Agranulositosis merupakan efek samping utama yang ditimbulkan pada
pengobatan dengan clozapine. Pada pasien yang mendapatkan clozapine selama 4
minggu atau lebih, resiko terjadinya kira-kira 1,3%. Gejala ini paling sering
timbul 6-18 minggu setelah pemberian obat. Pengobatan dengan obat ini tidak
boleh lebih dari 6 minggu kecuali bila terlihat adanya perbaikan.
Efek samping lain yang dapat terjadi antara lain hipertermia, takikardia, sedasi,
pusing kepala, hipersalivasi.
Gejala takar lajak meliputi antara lain; kantuk, latergi, koma, disorientasi,
delirium, takikardia, depresi napas, aritmia, kejang dan hipertemia.
KESIMPULAN
Sindrom psikosis terjadi berkaitan dengan aktivitas neurotransmitter Dopamine yang
meningkat.(Hiperaktivitas system dopaminergi sentral). Mekanisme kerja obat antipsikosis
tipikal adalah memblokade Dopamine pada reseptor pascasinaptik neuron di otak, khususnya di
system limbic dan system ekstrapiramidal ( dopamine D2 receptor antagonist). Sedangkan obat
antipsikosis yang baru (atipikal) disamping berafinitas terhadap “Dopamine D2 receptors”, juga
terhadap “Serotonin 5HT2 receptors” (Serotonin-dopamin antagonists).Obat neuroleptik
membutuhkanwaktu beberapa minggu untuk mengendalikan gejala skizofrenia dan sebagian
besar pasien akan membutuhkan terapi rumatan selama bertahun-tahun. Relaps sering terjadi
bahkan pada pasien yang dipertahankan dengan obat dan lebih dari dari dua petiga pasien
mengalami relaps dalam 1 tahun bila menghentikan terapi. Sayangnya, neuroleptik juga
memblok reseptor dopamine pada ganglia basalis dan seringkali menyebabkan gangguan
pergerakan (efek ektrapiramidal, kanan) yang menyebabkan stress dan kecacatan. Gangguan ini
termasuk parkinsonisme, reaksi distonia akut ( yang bias membutuhkan terapi dengan obat anti-
kolinergik), akatisia (gerakan-gerakan motorik tidak terkendali), dan diskinesia tardiv (gerakan
orofasial dan batang tubuh) yang biasa ireversibel. Tidak diketahui apa yang menyebabkan
diskinesia tardiv, tetapi karena diskinesia tardiv bisa memperburuk dengan menghilangkan obat,
diduga bahwa reseptor dopamin striatum menjadi supersensitive. Beberapa obat atipikal bebas
atau relative bebas dari efek samping ekstrapiramidal pada dosis rendah.potensi masing-masing
obat dalam memblok reseptor otonom dan dominasi efek samping perifernya, tergantung pada
kelas kimia obat tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
1. Michael J. Neal, Medical Pharmacology at a Glance, fourth edition, 2002 by
Black well Science Ltd, a Blackwell Publishing Company,UK. Halaman 60-61.
2. Lawrence J. Albers,MD,Rhoda K Hahn, MD, Handbook of Psychiatric
Drugs,2005, Current Clinical Strategies Publishing, California. Halaman
3. Roni Shiloh and friends,Atlas of Psychiatric Pharmacotherapy,second edition,
Taylor and Francis Group,London and New York. Halaman 90-102.
4. Dr. Rusdi Maslim, SpKJ,Penggunaan Praktis Penggunaan Klinis Obat
Psikotropik, edisi ketiga,2007. Halaman 14-23.
5. Rosdiana, Obat Antipsikotik [online] 2010-2012 [cited Februari 2013]
www.artikelkedokteran.com/805/obat-antipsikotik.html
6. Laurence Brunton,Keith Parker, Goodmans & gilman’s Manual of Pharmacology
and Therapeutics,2008 by McGraw-Hills Company Inc. USA, halaman 299-306.
7. Heinz Lullmann,Klaus Mohr, Albrech Zigler, Color Atlas of Pharmacology,
second edition,2000,Thieme FlexiBook. Halaman 236-239.
ADE kamu tidak perbaiki reparatmu hanya mengikuti susunannya, tolong perbaiki
mekanisme kerja antara atipikal dan tipikal supaya kalo kamu ujian kamu sdh tau kr ini
yang paling sering ditanyakan, coba lht diagnosis banding skizofrenia. Dan efek
sampingnya secara umum neurologis dan non neurologis, tak usah satu persatu obat, kl
satu persatu boleh kamu simpang dicontoh obat tipikal dan atipikal. Efek samping itu
adalah neurologis itu seperti sindrom parkinsom, tardive diskinesia,distonia dan akatisia