Upload
brilliantine
View
60
Download
7
Embed Size (px)
DESCRIPTION
xcfgcfgcf
Citation preview
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Aneurisma serebral (aneurisma otak) adalah kelemahan pada dinding
pembuluh darah otak, baik pembuluh darah nadi maupun pembuluh darah balik
(tunika media dan tunika intima dari arteri maupun vena) yang menyebabkan
penggelembungan pembuluh darah otak tersebut secara terlokalisir.1
Pembuluh darah nadi (arteri) normal memiliki 3 lapisan,2 yakni (1) tunika
intima (lapisan terdalam yang merupakan lapisan endotelial); (2) tunika media
(terdiri dari otot polos); dan (3) tunika adventisia (terdiri dari jaringan ikat).
Dinding kantung aneurisma terdiri dari tunika intima dan tunika adventisia.
Sedangkan tunika media berakhir pada daerah pertemuan kantung aneurisma
dengan pembuluh darah induk. Tunika intima biasanya normal walau di bawahnya
sering terjadi proliferasi sel. Namun, membran elastik di dalam tunika intima,
berkurang jumlahnya atau bahkan tidak ada. Sedangkan tunika adventisia pada
aneurisma biasanya terinfiltrasi oleh sel-sel radang seperti limfosit dan fagosit.2
Kantung aneurisma sendiri sering berisi sisa-sisa bekuan darah (trombotik)
dan pembuluh darah induk dari kantung aneurisma seringkali mengalami
penumpukan lemak dan pengapuran (aterosklerotik).2
Aneurisma dapat terjadi di seluruh pembuluh darah tubuh kita. Apabila
aneurisma terjadi pada pembuluh darah di dada, beberapa gejalanya adalah rasa
sakit di dada, batuk yang menetap, dan kesulitan untuk menelan. Pada perokok
sering terjadi aneurisma pada pembuluh darah di lutut, yang menimbulkan gejala
seperti tertusuk-tusuk di belakang lutut.1
Apabila aneurisma ini terjadi pada pembuluh darah di dasar tengkorak,
gejalanya dapat berupa sakit kepala yang hebat, berdenyut, dapat disertai atau
tidak disertai dengan muntah. Komplikasi aneurisma otak dapat menyebabkan
pecahnya pembuluh darah di otak sehingga terjadi pendarahan subaraknoid,
intraserebral, subdural, infark serebri, atau hidrosefalus.1
Lokasi aneurisma biasanya terjadi pada pembuluh darah nadi (arteri) di
dasar otak, yaitu di bagian depan Sirkulus Wilisi (kira-kira 85%) yang memberi
suplai darah ke daerah depan dan tengah otak.1 Pertama, arteri serebri anterior dan
1
komunikans anterior (30–35%). Kedua, percabangan arteri karotis interna dan
arteri komunikans posterior (30–35%). Ketiga, percabangan arteri serebri media
(20%). Keempat, arteri vertebrobasilaris (15%).
Aneurisma yang terjadi pada bagian belakang pembuluh darah otak,
biasanya disebabkan oleh trauma.1
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Aneurisma adalah dilatasi atau menggelembungnya dinding pembuluh
darah, yang didasarkan atas hilangnya dua lapisan dinding pembuluh darah, yaitu
tunika media dan tunika intima, sehingga menyerupai tonjolan atau balon.
Dinding pembuluh darah pada aneurisma ini biasanya menjadi lebih tipis dan
mudah pecah.3
Pengertian aneurisma yang sesungguhnya adalah dilatasi abnormal dari
arteri. Hal ini harus dibedakan dari “false” aneurisma, dimana terjadi
pengumpulan darah disekitar dinding pembuluh darah akibat trauma. Aneurisma
sering terbentuk secara perlahan selama bertahun-tahun dan sering juga tanpa
gejala tetapi jika telah terjadi ruptur maka ini adalah kegawatdaruratan bedah yang
dapat mengancam nyawa pasien.3
2.2 Epidemiologi
Di banyak negara, prevalensi penyakit ini tergolong tinggi. Di Amerika
Serikat, misalnya, aneurisma mencapai rata-rata lima per 100.000 kasus, tergolong
paling tinggi dibandingkan dengan gangguan atau kelainan otak lainnya. Kasus ini
di banyak negara ditemui pada pasien berusia 3 - 50 tahun. Insiden dari
aneurisma baik yang pecah maupun yang utuh pada otopsi ditemukan sebesar 5 %
dari populasi umum. Insiden pada wanita ditemukan lebih banyak dibandingkan
pria, yaitu: 2 - 3 : 1, dan aneurisma multiple atau lebih dari satu didapatkan antara
15 - 31%.4
2.3 Klasifikasi
Berdasarkan bentuknya, aneurisma dapat dibedakan menjadi aneurisma tipe
fusiformis dan aneurisma tipe sakular atau aneurisma kantung, dan aneurisma tipe
disekting.2
1. Tipe aneurisma tipe fusiformis (5–9%). Penderita aneurisma ini mengalami
kelemahan din-ding melingkari pembuluh darah setempat sehingga
3
menyerupai badan botol. Paling sering disebabkan oleh aterosklerosis
(penumpukan lemak dalam pem-buluh darah).
2. Aneurisma tipe sakular atau aneurisma kantung (90–95%). Pada aneurisma
ini, kelemahan hanya pada satu per-mukaan pembuluh darah sehingga dapat
berbentuk seperti kantung dan mempunyai tangkai atau leher. Dari seluruh
aneurisma dasar tengkorak, kurang lebih 90% merupakan aneurisma sakuler.
3. Aneurisma tipe disekting (<1%).
Berdasarkan diameternya aneurisma sakuler dapat dibedakan atas:
1. aneurisma sakuler kecil dengan diameter <15 mm;
2. aneurisma sakuler sedang dengan diameter antara 15–25 mm;
3. aneurisma sakuler besar dengan diameter <25–50 mm;
4. aneurisma sakuler raksasa dengan diameter >50 mm.
Aneurisma Berry adalah aneurisma sakular yang leher dan batangnya
menyerupai buah beri.Laporan otopsi insidensi aneurisma kongenital sebesar
4.9%- 20% yang terdiri dari 15% multiple dan 85% soliter. Lokasi aneurisma
kongenital dilaporkan : 85 - 90% pada bagian depan sirkulus WILLISI; 30--
40% pada arteri carotis interna; 30 - 40% di a. cerebri anterior/communicans
anterior; 20 - 30% di a. cerebri media; 10 - 15% di a.vertebro-basilaris.1,2
Gambar 1. Tipe aneurisma a. Saccular aneurysm, b.Saccular wide neck, c. Fusiform, d.
Mycotic
2.4 Etiologi
Aneurisma dapat disebabkan oleh berbagai faktor:
1. Melemahnya struktur dinding pembuluh darah arteri. Merupakan kasus yang
paling sering terjadi. Kelemahan pada dinding pembuluh darah ini
4
menyebabkan bagian pembuluh yang tipis tidak mampu menahan tekanan
darah yang relatif tinggi sehingga akan menggelembung.
2. Hipertensi (tekanan darah tinggi)
3. Aterosklerosis (penumpukan lemak pada dinding pembuluh darah arteri) dapat
juga menyebabkan pertumbuhan dan pecahnya aneurisma.
4. Beberapa infeksi dalam darah
5. Bersifat genetik
6. Malformasi arteriovenosa, yaitu kelainan anatomis di dalam arteri atau vena di
dalam atau di sekitar otak. Malformasi arteriovenosa merupakan kelainan
bawaan, tetapi baru diketahui keberadaannya jika telah menimbulkan gejala.
Perdarahan dari malformasi arteriovenosa bisa secara tiba-tiba menyebabkan
pingsan dan kematian, dan cenderung menyerang remaja dan dewasa muda.3,4
Faktor keturunan Faktor resiko lain
a. Autosomal dominant polycystic
kidney disease Type IV
b. Ehlers-Danlos syndrome
c. Pseudoxanthoma elasticum
d. Hereditary Hemorrhagic
telangiectasia
e. Neurofibromatosis type 1 Alpha1-
antitrypsin deficiency
f. Coarctation of the aorta
g. Fibromuscular dysplasia
h. Pheochromocytoma Klinefelter's
syndrome
i. Tuberous sclerosis Noonan's
a. Age over 50 years
b. Female gender
c. Current cigarette smoking
d. Cocaine use Infection of vessel
wall
e. Head trauma Intracranial
neoplasm or neoplastic emboli
f. Hypertension*
g. Alcohol*
h. Oral contraceptive pill use*
i. Hypercholesterolemia*
5
syndrome
j. Alpha-glucosidase deficiency
Tabel 1 Faktor Resiko Aneurisma Intracranial
2.5 Patofisiologi
Normalnya, pembuluh darah mempunyai tiga lapisan utama yaitu:
1. Lapisan pertama disebut lapisan intima yang terdiri dari satu lapis endotel.
2. Lapisan kedua adalah lapisan media yang terdiri dari lapisan otot yang elastis.
3. Lapisan ketiga adalah lapisan adventisia yang terdiri dari jaringan ikat longgar
dan lemak.5
Gambar 2. Lapisan normal pembuluh darah arteri
Aneurisma sakular berkembang dari defek lapisan otot (tunika muskularis)
pada arteri. Perubahan elastisitas membran dalam (lamina elastika interna) pada
arteri otak, dipercayai melemahkan dinding pembuluh darah dan mengurangi daya
tahan arteri otak terhadap perubahan dalam pembuluh darah. Perubahan ini
banyak terjadi pada pertemuan pembuluh darah yang aliran darahnya turbulen dan
tahanan aliran darah pada dinding arteri paling besar.2
Aneurisma fusiformis berkembang dari arteri serebri yang berliku yang
biasanya berasal dari pembuluh darah vertebro-basiler dan diameternya bisa
mencapai beberapa sentimeter. Pasien aneurisma fusiformis khas mengalami
gejala kompresi saraf otak, tetapi tidak selalu disertai pendarahan subaraknoid.2
6
Sedangkan aneurisma diseksi diakibatkan oleh nekrosis atau trauma pada
arteri yang menyebabkan darah masuk melalui tunika intima yang robek atau
pendarahan interstisial (terutama di aorta) sehingga memberi gambaran seperti
gumpalan darah di sepanjang pembuluh darah.2
Aneurisma serebral dapat timbul lebih dari satu (multipel) pada 10–30 %
kasus. Kira-kira 75% dari kasus multipel aneurisma tersebut memiliki 2
aneurisma, 15% memiliki 3 aneurisma, dan 10 % memiliki lebih dari 3 aneurisma.
Aneurisma multipel lebih banyak diidap oleh wanita daripada pria, yaitu sekitar
5:1, perbandingan ini akan meningkat menjadi 11:1 pada pasien yang memiliki
lebih dari 3 aneurisma.6
Gambar 3. Sirkulasi Willisi
Aneurisma multipel juga berhubungan dengan vaskulopati, seperti penyakit
fibromuskuler dan penyakit jaringan ikat yang lain. Aneurisma multipel dapat
terjadi simetris bilateral (disebut aneurisma cermin) atau terletak asimetris pada
pembuluh darah yang berbeda. Multipel aneurisma dapat terjadi pada satu arteri
yang sama.
7
Gambar 4. Vaskularisasi intracranial menunjukkan frekuensi lokasi aneurisma
Tempat yang biasanya timbul aneurisma adalah pada daerah :
1. Sirkulasi anterior : pembuluh darah arteri komunikans anterior dan arteri
cerebri media
2. Sirkulasi posterior : pembuluh darah arteri komunikans posterior dan
percabangan arteri basilaris (basilar tip aneurism).3
Aneurisma sakular biasanya berbentuk “first and second order arteries”,
berasal dari siklus arteri serebral (siklus willisi) pada dasar otak. Aneurisma
multipel bekembang pada 30% pasien. Aneurisma fusiformis berkembang dari
arteri serebri yang ektatik dan berliku-liku yang biasanya berasal dari sistem
vertebra basiler dan bisa sampai beberapa sentimeter pada diameternya. Pasien
aneurisme fusiformis berkarakter dengan gejala kompresi sel induk otak atau
nervus kranialis tapi gejala tidak selalu disertai dengan perdarahan subarakhnoid.3
2.6 Gejala Klinis
Aneurisma serebral hampir tidak pernah menimbulkan gejala, kecuali terjadi
pembesaran dan menekan salah satu saraf otak, sehingga memberikan gejala
sebagai kelainan saraf otak yang tertekan.
8
Aneurisma yang kecil dan tidak progresif, hanya akan menimbulkan sedikit
bahkan tidak menimbulkan gejala. Pertanda awal bisa terjadi dalam beberapa
menit sampai beberapa minggu sebelum aneurisma pecah (ruptur).
Sebelum aneurisma berukuran besar mengalami ruptur, pasien akan
mengalami gejala seperti,1 yakni sakit kepala berdenyut yang mendadak dan berat,
mual dan muntah, gangguan penglihatan (pandangan kabur/ ganda, kelopak mata
tidak membuka), kaku leher, nyeri daerah wajah, kelumpuhan sebelah anggota ge-
rak kaki dan tangan, denyut jantung dan laju per-napasan naik turun, hilang
kesadaran (kejang, koma, kematian), dan tidak mengalami gejala apapun
Rupturnya aneurisma serebral dapat menimbulkan pendarahan di dalam
selaput otak (meninges) dan otak sehingga mengakibatkan pendarahan sub-
araknoid (PSA) dan pendarahan intraserebral (PIS), yang keduanya dapat
menimbulkan gejala stroke. Juga dapat terjadi pendarahan ulang, hidrosefalus
(akumulasi berlebihan dari cairan otak), vasospasme (penyempitan pembuluh
darah), dan aneurisma multipel.
Risiko ruptur aneurisma serebral tergantung pada besarnya ukuran
aneurisma. Makin besar ukurannya, makin tinggi risiko untuk ruptur. Angka
ruptur aneurisma serebral kira-kira 1,3% per tahun.6 Sebenarnya dapat dilakukan
skrining pencitraan, tetapi tidak efektif dari segi pembiayaan.7
Tingkat keparahan dari pendarahan subaraknoid (PSA) yang terjadi pada
ruptur aneurisma serebral, dapat menggunakan Skala Hunt-Hess1:Perdarahan
Intraserebral.
Tabel 2. Skala Perdarahan Subaraknoid Hunt dan Hess
A. Perdarahan Intraserebral
9
Perdarahan intraserebral merupakan salah satu jenis stroke, yang
disebabkan oleh adanya perdarahan ke dalam jaringan otak. Perdarahan
intraserebral terjadi secara tiba-tiba, dimulai dengan sakit kepala, yang diikuti
oleh tanda-tanda kelainan neurologis (misalnya kelemahan, kelumpuhan, mati
rasa, gangguan berbicara, gangguan penglihatan dan kebingungan). Sering
terjadi mual, muntah, kejang dan penurunan kesadaran, yang biasa timbul
dalam waktu beberapa menit. Perdarahan intraserebral ini menimbulkan gejala
tergantung banyaknya dan lokasi perdarahan.4
B. Perdarahan subaraknoid
Perdarahan subaraknoid adalah perdarahan tiba-tiba ke dalam rongga
diantara otak dan selaput otak (rongga subaraknoid). Sumber dari perdarahan
adalah pecahnya dinding pembuluh darah yang lemah (apakah suatu
malformasi arteriovenosa ataupun suatu aneurisma) secara tiba-tiba. Kadang
aterosklerosis atau infeksi menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah
sehingga pembuluh darah pecah. Pecahnya pembuluh darah bisa terjadi pada
usia berapa saja, tetapi paling sering menyerang usia 25-50 tahun.4
Perdarahan subaraknoid karena aneurisma biasanya tidak menimbulkan
gejala. Kadang aneurisma menekan saraf atau mengalami kebocoran kecil
sebelum pecah, sehingga menimbulkan pertanda awal, seperti sakit kepala,
nyeri wajah, penglihatan ganda atau gangguan penglihatan lainnya.4
Pertanda awal bisa terjadi dalam beberapa menit sampai beberapa
minggu sebelum aneurisma pecah. Jika timbul gejala-gejala tersebut harus
segera dibawa ke dokter agar bisa diambil tindakan untuk mencegah
perdarahan yang hebat. Pecahnya aneurisma biasanya menyebabkan sakit
kepala mendadak yang hebat, yang seringkali diikuti oleh penurunan
kesadaran sesaat. Beberapa penderita mengalami koma, tetapi sebagian besar
terbangun kembali, dengan perasaan bingung dan mengantuk. Darah dan
cairan serebrospinal di sekitar otak akan mengiritasi selaput otak (meningen),
dan menyebabkan sakit kepala, muntah dan pusing.5,8
Denyut jantung dan laju pernafasan sering naik turun, kadang disertai
dengan kejang. Dalam beberapa jam bahkan dalam beberapa menit, penderita
kembali mengantuk dan linglung. Sekitar 25% penderita memiliki kelainan
neurologis, yang biasanya berupa kelumpuhan pada satu sisi badan. Gejala
10
lainnya adalah: kekakuan leher, kejang, pada kasus yang tergolong berat,
dapat terjadi koma atau kematian.9
Perdarahan subaraknoid ini kemudian dapat berlanjut menjadi kondisi
''vasospasme'', yaitu penyempitan pembuluh darah arteri di otak, yang dapat
menyebabkan stroke atau kerusakan saraf yang lain. Perdarahan akibat
pecahnya aneurisma otak juga dapat menyebar ke dalam otak (perdarahan
intraserebral) walaupun lebih jarang dibandingkan penyebaran ke ruang
subaraknoid.9
Kebanyakan aneurisma intrakranial adalah asimptomatik dan jika
menetap, tidak terdeteksi sampai terjadi ruptur. Perdarahan subarahnoid
merupakan suatu keadaan darurat medis yang paling sering menimbulkan
manifestasi klinis. Adanya serangan sakit kepala yang berat dan atipikal
merupakan gejala khas dari perdarahan subarahnoid. sakit kepala boleh atau
tidak boleh dihubungkan dengan hilangnya kesadaran, mual dan muntah,
defisit neurologis fokal, atau meningismus.9,10
2.7 Pemeriksaan Penunjang
Di negara maju, aneurisma pada stadium dini lebih banyak ditemukan. Hal
ini karena banyak orang yang menjalani pemeriksaan magnetic resonance imaging
(MRI), sehingga aneurisma pada tingkat awal dapat terlihat jelas.1
Kadang aneurisma tidak sengaja ditemukan saat pemeriksaan kesehatan
dengan menggunakan CT scan, MRI atau angiogram. Diagnosis pasti aneurisma
pembuluh darah otak, beserta lokasi dan ukuran aneurisma dapat ditetapkan
dengan menggunakan pemeriksaan angiogram yang juga dipakai sebagai panduan
dalam pembedahan.1
Biasanya pungsi lumbal tidak perlu dilakukan, kecuali jika diduga terdapat
meningitis atau infeksi lainnya. Jika diperlukan, bisa dilakukan pungsi lumbal
untuk melihat keberadaan darah di dalam cairan serebrospinal. Kemungkinan juga
bisa terjadi leukositosis yang tidak terlalu berarti.1
Modalitas Sensitivitas (%) Spesivisitas(%)
Magnetic resonance angiography 69 to 100 75 to 100
Computed tomographic angiography 85 to 95 Tidak dilaporkan
11
Transcranial Doppler
ultrasonography
50 to 91 87.5
Tabel 3 Sensitivitas dan spesifisitas dari modalitas imaging untuk mendeteksi aneurisma
intrakranial
Gambar 5. Pencitraan dengan CT scan yang menunjukkan pendarahan subaraknoid pada fisur sylvii
sebelah kanan, tidak tampak adanya hidrosefalus
Gambar 6. anak panah kuning menunjukkan pecahnya aneurisma ukuran besar dengan beberapa trombus di antara kantung aneurisma. Anak panah hijau menunjukkan masuknya darah ke ruang sub arachnoid. Gambar ini menunjukkan aneurisma yang mengakibatkan PSA
12
Gambar 7. pencitraan dengan MRI yang menunjukkan sirkulasi wilisi pada area dasar otak dengan 6 anak panah berwarna kuning yang menunjukkan aneurisma dititik yang berbeda
2.8 Penatalaksanaan
Untuk aneurisma yang belum ruptur, terapi ditujukan untuk mencegah agar
aneurisma tidak ruptur, dan juga agar tidak terjadi penggelembungan lebih lanjut
dari aneurisma tersebut. Sedangkan untuk aneurisma yang sudah ruptur, tujuan
terapi adalah untuk men-cegah pendarahan lebih lanjut dan mencegah atau
membatasi terjadinya vasospasme. Penderita harus segera dirawat dan tidak boleh
melakukan aktivitas berat. Obat pereda nyeri diberikan untuk mengatasi sakit
kepala hebat. Kadang dipasang selang drainase di dalam otak untuk mengurangi
tekanan.1
Terapi darurat untuk pasien yang mengalami ruptur aneurisma serebral
mencakup pemulihan fungsi pernapasan dan mengurangi tekanan dalam rongga
tengkorak (tekanan intrakranial). Saat ini, ada dua alternatif terapi untuk
tatalaksana aneurisma serebral, yaitu kliping operatif dan koiling endovaskuler.
Jika memungkinkan, kedua jenis terapi ini dilakukan pada 24 jam pertama setelah
pendarahan untuk mengatasi aneurisma yang ruptur, serta mengurangi risiko
pendarahan ulang.11,12
A. Kliping operatif
Kliping operatif diperkenalkan pada tahun 1937. Terapi ini mencakup
kraniotomi (pembukaan tengkorak), melihat aneurismanya, dan menutup dasar
aneurisma dengan klip yang dipilih khusus sesuai dengan area terjadinya
aneurisma. Pemasangan klip logam kecil di dasar aneurisma bertujuan supaya
bagian dari pembuluh darah yang menggelembung itu tertutup dan tidak bisa
13
dilalui oleh darah.1 Teknik operasi ini telah berkembang dan menurunkan
angka kekambuhan aneurisma.
Gambar 8. Microsurgical Clipping of an Aneurysm of the posterior communicating artery
B. Koiling endovaskuler
Koiling endovaskuler diperkenalkan tahun 1991. Teknik ini dilakukan
dengan pemasangan kateter melalui pembuluh nadi paha (arteri femoralis)
menuju aorta, pembuluh nadi otak, dan akhirnya ke aneurismanya. Dengan
bantuan sinar X, dipasang koil logam di tempat aneurisma pembuluh darah
otak tersebut. Ketika kateter berada di dalam aneurisma, koil platina didorong
masuk ke dalam aneurisma, lalu dilepaskan. Setelah itu dialirkan arus listrik
ke koil logam tersebut, dan diharapkan darah di tempat aneurisma itu akan
membeku dan menutupi seluruh aneurisma tersebut.1
Gambar 9. Endovascular occlusion of an aneurysm of the posterior communicating artery
with detachable Coils
14
Koil-koil ini akan merangsang reaksi pembekuan di dalam aneurisma
sehingga dapat menghilangkan aneurisma itu sendiri. Teknik ini hanya
memerlukan insisi kecil sebagai tempat masuknya kateter. Pada kasus
aneurisma dengan leher yang lebar, sebuah sten dipasang pada pembuluh
darah nadi sebagai pemegang kumparan, namun studi pemasangan sten jangka
lama dalam pembuluh darah otak belum dilakukan.
2.9 Komplikasi
A. Komplikasi kliping operatif, antara lain:13
1. Komplikasi pendarahan
2. Komplikasi iskemik
3. Kerusakan pembuluh darah utama dan cabangcabangnya
4. Trauma iatrogenik yang mengakibatkan defisit neurologis akut atau
tertunda
5. Meningitis
6. Selulitis dan infeksi luka
7. Sindroma posoperatif yang nonspesifik, mirip dengan sindroma
poskonkusif
B. Komplikasi koiling endovaskuler yang sering terjadi, antara lain
1. ruptur aneurisma
2. tromboembolisme dengan defisit neurologis akut atau tertunda,
3. ruptur balon atau deflasi.13
2.10 Prognosis
Terlepas dari perkembangan terapi, angka mortalitas pasien yang
mengalami pendarahan subaraknoid akibat aneurisma, tetap 50% pada tahun
pertama. Angka harapan hidup tergantung pada derajat pendarahan yang terjadi.
Kira-kira 25% pasien yang hidup, mengalami defisit neurologis persisten.13
Data menunjukkan bahwa pasien memiliki angka harapan hidup sebesar
70% untuk pasien dengan skala Hunt-Hess derajat 1, 60% untuk pasien dengan
skala Hunt-Hess derajat 2, 50% untuk pasien dengan skala Hunt-Hess derajat 3,
20% untuk pasien dengan skala Hunt-Hess derajat 4, dan 10% untuk pasien
dengan skala Hunt-Hess derajat 5.13
15
Prognosis pasien dengan aneurisma serebral yang ruptur, tergantung luas
dan lokasi aneurisma, umur pasien, kesehatan umum, dan kondisi neurologis.1
Beberapa orang dengan aneurisma serebral yang ruptur, meninggal setelah
pendarahan awal. Orang lain dengan aneurisma serebral, pulih dengan sedikit
atau bahkan tidak ada gangguan saraf. Faktor yang paling berpengaruh dalam
menentukan prognosis adalah skala Hunt-Hess dan usia pasien. Umumnya,
pasien dengan skala Hunt-Hess grade 1 dan 2 atau berusia lebih muda, memiliki
prognosis baik karena dapat terhindar dari kematian ataupun cacat permanen.
Sebaliknya, pasien yang berusia lebih tua dengan skala Hunt-Hess yang jelek,
memiliki prognosis yang buruk. Secara umum, dua pertiga pasien memiliki
prognosis yang buruk, meninggal atau mengidap cacat permanen.14,15
Terapi gen sebagai alternatif tatalaksana aneurisma. Sekarang juga sedang
dikembangkan terapi gen sebagai alternatif terapi untuk aneurisma.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Untuk aneurisma yang belum ruptur, pemilihan terapi harus memperhatikan
riwayat pasien atau risiko jika tidak diterapi. Jika berisiko ruptur, terapi ditujukan
untuk mencegah agar aneurisma tidak ruptur, dan juga agar tidak terjadi
penggelembungan lebih lanjut dari aneurisma tersebut. Sedangkan untuk
aneurisma yang sudah ruptur, tujuan terapi adalah untuk mencegah pendarahan
lebih lanjut dan mencegah/membatasi terjadinya vasospasme.
Terapi darurat untuk pasien yang mengalami ruptur aneurisma serebral
mencakup pemulihan fungsi pernapasan dan mengurangi tekanan intrakranial.
Ada dua alternatif terapi, yaitu kliping operatif dan koiling endovaskuler, yang
dilakukan pada 24 jam pertama setelah pendarahan untuk mengatasi aneurisma
yang pecah, serta mengurangi risiko pendarahan ulang. Keputusan jenis terapi
16
harus dilakukan oleh tim yang telah berpengalaman memakai kedua teknik terapi
tersebut, disertai pertimbangan berbagai hal bersama pasien. Terapi gen untuk
mengatasi aneurisma, masih dalam tahap pengembangan.
17