69
HIPERTENSI 1. Definisi Hipertensi adalah kondisi dimana tekanan darah 140/90 atau lebih, dimana penanganan farmakologis terbukti memiliki dampak pada tingkat tekanan darah pada percobaan kontrol plasebo. Menurut data epidemiologi, hipertensi dengan tekanan sistolik >140 memilki peningkatan resiko mengalami penyakit jantung koroner dan stroke. 2. Etiologi dan Faktor Resiko Etiologi Sleep apnea Induksi oleh obat atau penyebab terkait Penyakit ginjal kronis Aldosteronism primer Penyakit renovaskuler Terapi steroid kronis dan sindroma Cushing Pheochromocytoma Coarctation of the aorta Penyakit tiroid dan paratiroid Faktor Resiko Kardiovaskuler Hipertensi Merokok Obesitas Kurang aktivitas fisik 1

referat farmasi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

farmasi

Citation preview

Page 1: referat farmasi

HIPERTENSI

1. Definisi

Hipertensi adalah kondisi dimana tekanan darah 140/90 atau lebih, dimana

penanganan farmakologis terbukti memiliki dampak pada tingkat tekanan darah pada

percobaan kontrol plasebo.

Menurut data epidemiologi, hipertensi dengan tekanan sistolik >140 memilki

peningkatan resiko mengalami penyakit jantung koroner dan stroke.

2. Etiologi dan Faktor Resiko

Etiologi

Sleep apnea

Induksi oleh obat atau penyebab terkait

Penyakit ginjal kronis

Aldosteronism primer

Penyakit renovaskuler

Terapi steroid kronis dan sindroma Cushing

Pheochromocytoma

Coarctation of the aorta

Penyakit tiroid dan paratiroid

Faktor Resiko Kardiovaskuler

Hipertensi

Merokok

Obesitas

Kurang aktivitas fisik

Dislipidemia

Diabetes Mellitus

Mikroalbuminemia atau GFR <60 mL/min

Umur (lebih dari 55 untuk pria, 65 untuk wanita)

1

Page 2: referat farmasi

Riwayat penyakit keluarga penyakit kardiovaskular prematur (pria <55 atau

wanita <65)

Kerusakan Organ Target

Jantung

Hipertrofi ventrikel kiri

Angina atau miokardial infark

Revaskularisasi koroner

Gagal jantung

Otak

Stroke atau transient ischemic attack

Penyakit Ginjal Kronis

Penyakit arterial perifer

Retinopati

3. Klasifikasi Hipertensi

2

Page 3: referat farmasi

Klasifikasi berdasarkan penyebab Hipertensi

1. Hipertensi Primer (esential)

Penyebab hipertensi tidak diketahui pada 90-95% pasien.

2. Hipertensi Sekunder

Disebabkan oleh:

a. Gangguan ginjal

Renal parenchymal disease : penyakit ginjal glomeruler, penyakit tubulo-

interstisiil kronik, penyakit polikistik, uropati obstruktif

Renovascular disease : Renal Artery Steanosis (RAS) karena

atherosklerosis dan displasia fibromuskuler, arthritis, kompresi arteri

renalis oleh faktor ekstrinsik

Lain-lain : tumor yang menghasilkan renin, retensi natrium ginjal (Liddle’s

syndrome)

b. Gangguan Endokrin

Kelainan adreno-kortikal : aldosteronisme primer, hiperplasia adrenal

kongenital, sindroma cushing.

Adrenal-medullary tumors : phaeochromocytoma

Thyroid disease : hipertiroid, hipotiroid

Hyperparathyroidism : hiperkalsemia

Akromegali

Carcinoid tumors

c. Exogenous medication and drugs

Kontrasepsi oral, simpatomimetik, glukokortikoid, mineralokortikoid, OAINS,

cyclosporine, eritropoetin, MAO inhibitor, dan lain-lain

d. Kehamilan: pre eklamsia dan eklamsia

e. Co-arctation of the aorta

f. Gangguan neurologi

Sleep apnea, peningkanan tekanan intrakranial (tumor otak), gangguan afektik,

spinal cord injury (Guillain-Barre syndrome), disregulasi Baroreflex

g. Faktor psikososial

h. Intravascular volume overload

3

Page 4: referat farmasi

i. Hipertensi sistolik

Hilangnya elastisitas aorta dan pembuluh darah besar

Hyperdynamic cardiac output : Hipertiroid, insufisiensi aorta, anemia,

fistula arteriovenous, beri-beri, penyakit Paget tulang.

4. Patogenesis dan Patofisiologi

Patogenesis hipertensi esensial adalah multifaktorial dan sangat kompleks.

Beberapa faktor memodulasi tekanan darah (BP) untuk perfusi jaringan yang memadai

dan termasuk mediator humoral, reaktivitas vaskular, volume sirkulasi darah, kaliber

pembuluh darah, viskositas darah, curah jantung, elastisitas pembuluh darah, dan

stimulasi saraf. Kemungkinan patogenesis hipertensi esensial telah diusulkan di mana

beberapa faktor, termasuk kecenderungan genetik, asupan garam berlebih, dan nada

adrenergik, dapat berinteraksi untuk menghasilkan hipertensi. Meskipun genetika

tampaknya berkontribusi terhadap hipertensi esensial, mekanisme yang tepat belum

ditetapkan.

Karena penyelidikan patofisiologi hipertensi, baik pada hewan dan manusia,

semakin banyak bukti menunjukkan bahwa hipertensi mungkin memiliki dasar

imunologi. Penelitian telah menunjukkan bahwa hipertensi berhubungan dengan

infiltrasi ginjal sel imun dan imunosupresi farmakologis (seperti dengan obat

mycophenolate mofetil) atau imunosupresi patologis (seperti yang terjadi dengan HIV)

menghasilkan tekanan darah berkurang pada hewan dan manusia. Bukti menunjukkan

bahwa limfosit T dan sitokin T-sel yang berasal (misalnya, interleukin 17, tumor necrosis

factor alpha) memainkan peran penting dalam hipertensi.

Satu hipotesis adalah bahwa hasil prehipertensi oksidasi dan kekuatan mekanik

diubah yang mengarah pada pembentukan neoantigens, yang kemudian

dipresentasikan kepada sel T, yang menyebabkan aktivasi T-sel dan infiltrasi organ

penting (misalnya, ginjal, pembuluh darah). Hal ini menyebabkan persisten atau berat

hipertensi dan organ akhir kerusakan. Aktivasi sistem saraf simpatik dan rangsangan

noradrenergik juga telah ditunjukkan untuk mempromosikan aktivasi T-limfosit dan

infiltrasi dan memberikan kontribusi pada patofisiologi hipertensi.

Riwayat alami hipertensi esensial berkembang dari sesekali hipertensi. Setelah

periode asimtomatik berubah-ubah panjang, hipertensi persisten berkembang menjadi

4

Page 5: referat farmasi

hipertensi rumit, di mana kerusakan end-organ ke aorta dan arteri kecil, jantung, ginjal,

retina, dan sistem saraf pusat jelas.

Perkembangan hipertensi esensial adalah sebagai berikut :

Prehipertensi pada orang berusia 10-30 tahun (dengan meningkatnya curah

jantung)

Hipertensi Awal pada orang berusia 20-40 tahun (di mana peningkatan

tahanan perifer menonjol)

Didirikan hipertensi pada orang berusia 30-50 tahun

Hipertensi Complicated pada orang berusia 40-60 tahun

Salah satu mekanisme hipertensi telah digambarkan sebagai output tinggi

hipertensi. Hasil output tinggi hipertensi dari penurunan resistensi pembuluh darah

perifer dan stimulasi jantung bersamaan dengan hiperaktivitas adrenergik dan diubah

homeostasis kalsium. Mekanisme kedua memanifestasikan dengan curah jantung

normal atau berkurang dan resistensi pembuluh darah sistemik meningkat karena

peningkatan vasoreactivity. Lain (dan tumpang tindih) mekanisme meningkat garam

dan reabsorpsi air (sensitivitas garam) oleh ginjal, yang meningkatkan volume darah

yang bersirkulasi.

Reaktivitas kortisol, indeks hipotalamus-hipofisis-adrenal fungsi, merupakan

mekanisme lain dimana stres psikososial dikaitkan dengan hipertensi di masa depan.

[19] Dalam subpenelitian prospektif kohort Whitehall II, dengan 3 tahun tindak lanjut

dari kohort kerja pada pasien yang sebelumnya sehat, peneliti melaporkan 15,9% dari

sampel pasien menderita hipertensi dalam menanggapi stres mental yang diinduksi

laboratorium dan menemukan hubungan antara reaktivitas kortisol stres dan kejadian

hipertensi.

5. Diagnosa

Diagnosa pada penderita hipertensi meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik,

pemeriksaan laboratorium, dan prosedur diagnostik lain.

Tanda dan Gejala

5

Page 6: referat farmasi

Pada dasarnya hipertensi tidak memberi gejala yang spesifik. Umumnya gejala

yang dikeluhkan berkaitan dengan :

1. Peningkatan TD : sakit kepala (pada hipertensi berat), paling sering di daerah

occipital dan dikeluhkan pada saat bangun pagi, selanjutnya berkurang secara

spontan setelah beberapa jam, dizziness, palpitasi, mudah lelah.

2. Gangguan vaskuler : epistaksis, hematuria, penglihatan kabur karena perubahan di

retina, episode kelemahan atau dizziness oleh karen transient cereberal ischemia,

angina pectoris, sesak karena gagal jantung.

3. Penyakit yang mendasari : pada hiperaldosteronisme primer didapatkan poliuria,

polidipsi, kelemahan otot karena hipokalemia, pada sindroma Cushing didapatkan

peningkatan berat badan dan emosi labil, pada Pheochromocytoma bisa didapatkan

sakit kepala episodik, palpitasi, diaphoresis, postural dizzines.

Anamnesis lain yang menunjang :

1. Riwayat hipertensi pada keluarga disertai riwayat peningkatan TD secara intermiten

menunjang adanya hipertensi esensial.

2. Hipertensi sekunder sering terjadi pada umur < 35 tahun atau > 55 tahun.

3. Riwayat infeksi saluran kemih berulang bisa dikaitkan dengan Pyelonefritis kronis.

4. Nokturia dan polidipsi mengesankan gangguan ginjal atau endokrin.

5. Adanya beberapa gejala, seperti angina pectoris, gejala insufisiensi sereberal, gagal

jantung kongestif menggambarkan adanya kelainan vaskuler yang progresif ke arah

kondisi yang membahayakan.

6. Adanya faktor resiko, seperti merokok, diabetes mellitus, dilipidemia, riwayat

keluarga yang meninggal dalam usia relatif muda karena penyakit kardiovaskuler.

7. Gaya hidup seperti diet, aktivitas fisik, pekerjaan, tingkat pendidikan, dan lain-lain.

Pemeriksaan Fisik

Kesan umum : misalnya wajah bulat dan obesitas trunkal mengesankan sindroma

Cushing.

Peningkatan TD dan nadi :

1. Bandingkan kanan-kiri, posisi tidur/duduk dan berdiri

2. Bila pada saat berdiri TDD meningkat mengesankan hipertensi esensial, bila TDD

turun (tanpa terapi antihipertensi) kemungkinan hipertensi sekunder.

6

Page 7: referat farmasi

Catat berat badan dan tinggi badan untuk perhitungan Body Mass Index (BMI).

Pemeriksaan mata yang teliti : terutama funduskopi untuk memperkirakan lamanya

hipertensi dan prognosis.

Palpasi dan auskultasi a. Carotid : mencari kemungkinan oklusi/stenosis yang mungkin

merupakan manifestasi penyakit hipertensi vaskuler, dan mungkin juga bagian dari lesi

a. Renalis.

Pemeriksaan kelenjar tiroid

Pemeriksaan dada :

1. Jantung : left vebtricular hypertrophy (LVH), gagal jantung

2. Paru : rales

3. Bising ekstrakardiak dan kolateral (Coarctation aorta).

Pemeriksaan abdomen :

1. Bising pada sisi kanan/kiri garis tengah, di atas umbilikus kemungkinan penyempitan

a. Renalis (Renal Artery Stenosis).

2. Pembesaran ginjal karena polikistik ginjal, massa pada ginjal.

3. Palpasi denyut a. Femoralis, bila menurun dan atau terlambat dibandingkan a.

Radialis maka TD pada kaki harus diukur. Walaupun denyut a. Femoralis normal, bila

didapatkan hipertensi pada umur < 30 tahun, tekanan arteri ekstremitas bawah

harus diukur.

Pemeriksaan ekstremitas : edema, tanda adanya cerebrovaskuler accident (CVA)

sebelumnya.

Pemeriksaan Laboratorium

Masih terdapat silang pendapat mengenai seberapa jauh/luas pemeriksaan

laboratorium yang harus dilakukan pada pasien hipertensi, khususnya hipertensi

sekunder atau subset dari hipertensi esensial. Tetapi secara umum sebelum memulai

terapi perlu dilakukan pemeriksaan darah yang meliputi :

1. Urin lengkap

2. Elektrolit serum (K, Na, Ca, P)

3. Darah lengkap

4. Profil lipid

5. Gula darah

7

Page 8: referat farmasi

6. Elektrokardiogram (EKG)

7. BUN dan kreatinin serum

8. Foto dada

Bila dipandang perlu bisa dilengkapi pemeriksaan :

1. Ekskresi albumin urin

2. Rasio albumin/kreatinin

Tidak direkomendasikan bermacam-macam pemeriksaan lain untuk mencari penyebab

hipertensi, kecuali TD tidak dapat dikontrol.

6. Terapi

Tujuan terapi pasien hipertensi adalah :

Target tekanan darah < 140/90 mmHg, untuk individu berisiko tinggi (diabetes, gagal

ginjal proteinuria) < 130/80 mmHg

Penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular

Menghambat laju penyakit ginjal proteinuria

Selain pengobatan hipertensi, pengobatan terhadap faktor resiko atau kondisi penyerta

lainnya seperti diabetes mellitus atau dislipidemia juga harus dilaksanakan hinggap

mencapai target masing-masing kondisi.

Pengobatan hipertensi terdiri dari terapi non-farmakologis dan farmakologis. Terpai

nonfarmakologis harus dilaksanakan oleh semua pasien hipertensi dengan tujuan

menurunkan tekanan darah dan mengendalikan faktor-faktor resiko serta penyakit penyerta

lainnya.

Terapi non-farmakologis :

Menghentikan merokok

Menurunkan berat badan berlebih

Menurunkan konsumsi alkohol berlebih

Latihan fisik

Menurunkan asupan garam

Meningkatkan konsumsi buah dan sayur serta menurunkan asupan lemak.

Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang dianjurkan oleh

JNC VII :

8

Page 9: referat farmasi

Diuretika, terutama jenis Thiazide (Thiaz) atau Aldosterone Antagonis (Aldo Ant)

Beta blocker

Calsium Channel Blocker atau Calsium antagonist (CCB)

Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI)

Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 receptor antagonis/blocker (ARB)

Masing-masing obat antihipertensi memiliki efektivitas dan keamanan dalam pengobatan

hipertensi, tetapi pemilihan obat antihipertensi juga dipengaruhi beberapa faktor, yaitu :

Faktor sosio ekonomi

Profil faktor resiko kardiovaskuler

Ada tidaknya kerusakan organ target

Ada tidaknya penyakit penyerta

Variasi individu dari respon pasien terhadap obat antihipertensi

Kemungkinan adanya interaksi dengan obat yang digunakan pasien untuk penyakit

lain

Bukti ilmiah kemampuan obat antihipertensi yang akan digunakan dalam

menurunkan resiko kardiovaskuler

Berdasarkan uji klinis, hampir seluruh pedoman penanganan hipertensi menyatakan

bahwa keuntungan pengobatan antihipertensi adalah penurunan tekanan darah itu sendiri,

terlepas dari jenisatau kelas obat antihipertensi yang digunakan. Tetapi terdapat pula bukti-

bukti yang menyatakan bahwa kelas obat antihipertensi tertentu memiliki kelebihan untuk

kelompok pasien tertentu.

Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terpai dimulai secara bertahap, dan target

tekanan darah dicapai secara progresif dalam beberpa minggu. Dianjurkan untuk

menggunakan obat antihipertensi dengan masa kerja panjang atau yang memberikan efikasi

24 jam dengan pemberian sekali sehari. Pilihan apakah memulai terpai dengan satu jenis

obat antihipertensi atau dengan kombinasi tergantung pada tekanan darah awal dan ada

tidaknya komplikasi. Jika terapi dimulai dengan satu jenis obat dan dalam dosis rendah, dan

kemudian tekanan darah belum mencapai target, maka langkah selanjutnya adalah

meningkatkan dosis obat tersebut, atau berpindah ke antihipertensi lain dengan dosis

rendah. Efek samping umumnya bisa dihindari dengan menggunakan dosis rendah, baik

tunggal maupun kombinasi obat antihipertensi untuk mencapai target tekanan darah, terapi

9

Page 10: referat farmasi

kombinasi dapat meningkatkan biaya pengobatan dan menurunkan kepatuhan pasien

karena jumlah obat yang harus diminum bertambah.

Kombinasi yang telah terbukti efektif dan dapat ditoleransi :

Diuretik dan ACEI atau ARB

CCB dan BB

CCB dan ACEI atau ARB

CCB dan diuretika

AB dan BB

Kadang diperlukan tiga atau empat kombinasi obat.

7. Farmakoterapi Obat – Obat Anti Hipertensi

Dikenal 5 kelompok obat lini pertama (first line drug) yang lazim digunakan untuk

pengobatan awal hipertensi, yaitu : i. Diuretik; ii. Penyekat reseptor beta adrenergik (β-

blocker); iii. Penghambat angiotensin-converting enzyme (ACE-inhibitor); iv. Penghambat

reseptor angiotensin (Angiotensin-reseptor blocker, ARB); v. Antagonis kalsium.

Pada JNC VII, penyekat reseptor alfa adrenergik (α-blocker) tidak dimasukkan dalam

kelompok obat lini pertama. Sedangkan pada JNC sebelumnya termasuk lini pertama.

Selain itu dikenal juga tiga kelompok obat yang dianggap lini kedua yaitu : i. Penghambat

saraf adrenergik; ii. Agonis α-2 sentral; dan iii. Vasodilator.

1. Diuretik

Diuretik bekerja meningkatkan ekskresi natrium, air, dan klorida sehingga

menurunkan volume darah dan cairan ekstraseluler. Akibatnya, terjadi penurunan

curah jantung dan tekanan darah. Selain mekanisme tersebut, beberapa diuretik juga

menurunkan resistensi perifer sehingga menambah efek hipotensinya. Efek ini diduga

akibat penurunan natrium di ruang interstisial dan di dalam sel otot polos pembuluh

darah yang selanjutnya menghambat influks kalsium. Hal ini terlihat jelas pada diuretik

tertentu seperti golongan tiazid yang mulai menunjukkan efek hipotensif pada dosis

kecil sebelum timbulnya diuresis yang nyata. Pada pemberian kronik curah jantung akan

kembali normal, namun efek hipotensif masih tetap ada. Efek ini diduga akibat

penurunan resistensi perifer.

10

Page 11: referat farmasi

Penelitian-penelitian besar membuktikan bahwa efek proteksi kardiovaskuler

diuretik belum terkalahkan oleh obat lain sehingga diuretik dianjurkan untuk sebagian

besar kasus hipertensi ringan dan sedang. Bahkan bila menggunakan kombinasi dua

atau lebih anti hipertensi, maka salah satunya dianjurkan diuretik.

Golongan Tiazid. Terdapat beberapa obat termasuk golongan tiazid antara lain

hidroklorotiazid, bendroflumetiazid, klorotiazid, dan diuretik lain yang memiliki gugus

aryl-sulfonamida (indapamid dan klortalidon). Obat golongan ini bekerja dengan

menghambat transport bersama (symport) Na-Cl di tubulus distal ginjal, sehingga

ekskresi Na+ dan Cl- meningkat.

Hidroklorotiazid (HCT) merupakan prototipe golongan tiazid dan dianjurkan untuk

sebagian besar kasus hipertensi ringan dan sedang dan dalam kombinasi dengan

berbagai antihipertensi lain. Dalam dosis yang ekuipoten berbagai golongan tiazid

memiliki efek dan efek samping yang kurang lebih sama. Perbedaan utama terletak

pada masa kerjanya. Bendroflumetiazid memiliki waktu paruh 3 jam, hidroklorotiazid

10-12 jam dan indapamid 15-25 jam. Golongan tiazid umumnya kurang efektif pada

gangguan fungsi ginjal, dapat memperburuk fungsi ginjal dan pada pemakaian lama

menyebabkan hiperlipidemia (peningkatan kolesterol, LDL, dan trigliserida). Efek

hipotensif tiazid baru terlihat setelah 2-3 hari dan mencapai maksimum setelah 2-4

minggu. Karena itu, peningkatan dosis tiazid harus dilakukan dengan interval waktu

tidak kurang dari 4 minggu.

Indapamid memiliki kelebihan karena masih efektif pada pasien gangguan fungsi

ginjal, bersifat netral pada metabolisme lemak dan efektif meregresi hipertrofi

ventrikel.

Penggunaan

Sampai sekarang tiazid merupakan obat utama dalam terapi hipertensi. Berbagai

penelitian besar membuktikan bahwa diuretik terbukti paling efektif dalam

menurunkan resiko kardiovaskuler.

Pada pasien gagal ginjal, tiazid kehilangan efektivitas diuretik dan antihipertensinya;

untuk pasien ini dianjurkan penggunaan diuretik kuat. Tiazid terutama efektif untuk

pasien hipertensi dengan kadar renin yang rendah, misalnya pada orang tua. Pada

kebanyakan pasien, efek antihipertensi mulai terlihat dengan dosis HCT 12,5 mg/hari.

Bila digunakan sebagai monoterapi, dosis maksimal sebaiknya tidak melebihi 25mg HCT

11

Page 12: referat farmasi

atau klortalidon per hari, karena peningkatan dosis hipokalemia dan efek samping

lainnya tanpa meningkatkan efek antihipertensi secara nyata.

Tiazid dapat digunakan sebagai obat tunggal pada hipertensi ringan sampai sedang,

atau dalam kombinasi dengan antihipertensi lain bila TD tidak berhasil diturunkan

dengan antidiuretik saja.

Tiazid jarang menyebabkan hipotensi ortostatik dan ditoleransi dengan baik,

harganya murah, dapat diberikan satu kali sehari, dan efek antihipertensinya bertahan

pada pemakaian jangka panjang.

Tiazid seringkali dikombinasi dengan antihipertensi lain karena : 1) dapat

meningkatkan efektivitas antihipertensi lain dengan mekanisme kerja yang berbeda

sehingga dosisnya dapat dikurangi, 2) tiazid mencegah retensi cairan oleh

antihipertensi lain sehingga efek obat-obat tersebut dapat bertahan.

Antihipertensi tiazid mengalami antagonisme oleh antiinflamasi non steroid (AINS),

terutama indometasin, karena AINS menghambat sintesis prostaglandin yang berperan

penting dalam pengaturan aliran darah ginjal dan transport air dan garam. Akibatnya

terjadi retensi natrium dan air yang akan mengurangi efek hampir semua obat

antihipertensi.

Efek samping

Tiazid, terutama dalam dosis tinggi dapat menyebabkan hipokalemia yang dapat

berbahaya pada pasien yang mendapat digitalis. Efek samping ini dapat dihindari bila

tiazid diberikan dalam dosis rendah atau dikombinasi dengan obat lain seperti diuretik

hemat kaliu, atau penghambat enzim konversi angiotensin (ACE-inhibitor). Sedangkan

suplemen kalium tidak lebih efektif. Tiazid juga dapat mengakibatkan hiponatremia dan

hipomagnesemia serta hiperkalsemia. Selain itu, tiazid dapat menghambat ekskresi

asam urat dari ginjal, dan serangan gout akut. Untuk menghindari efek metabolik ini,

tiazid harus digunakan dalam dosis rendah dan dilakukan pengaturan diet. Tendensi

hiperkalsemia oleh tiazid dilaporkan dapat mengurangi resiko osteoporosis.

Tiazid dapat meningkatkan kadar kolesterol LDL dan trigliserida, tetapi

kemaknaannya dalam peningkatan resiko penyakit jantung koroner belum jelas. Pada

penderita DM, tiazid dapat menyebabkan hiperglikemia karena mengurangi sekresi

insulin. Pada pasien pria, gangguan fungsi seksual merupakan efek samping tiazid yang

kadang-kadang cukup mengganggu.

12

Page 13: referat farmasi

DIURETIK KUAT (LOOP DIURETICS, CEILING DIURETICS)

Diuretik kuat bekerja di ansa Henle asenden bagian epitel tebal dengan cara

menghambat kotransport Na+, K+, Cl- dan menghambat resorpsi air dan elektrolit. Mula

kerjanya lebih cepat dan efek diuretiknya lebih kuat daripada golongan tiazid, oleh

karena itu diuretik kuat jarang digunakan sebagai antihipertensi, kecuali pada pasien

dengan gangguan fungsi ginjal atau gagal jantung.

Termasuk dalam golongan diuretik kuat antara lain furosemid, torasemid,

bumetanid, dan asam etakrinat. Waktu paruh diuretik kuat umumnya pendek sehingga

diperlukan pemberian 2 atau 3 kali sehari.

Efek samping diuretik kuat hampir sama dengan tiazid, kecuali bahwa diuretik kuat

menimbulkan hiperkalsiuria dan menurunkan kalsium darah, sedangkan tiazid

menimbulkan hipokalsiuria dan meningkatkan kadar kalsium darah.

DIURETIK HEMAT KALIUM

Amilorid, triamteren, dan spironolakton merupakan diuretik lemah. Penggunaan

teruatam dalam kombinasi dengan diuretik lain untuk mencegah hipokalemi. Diuretik

hemat kalium dapat menimbulkan hiperkalemia bila diberikan pada pasien dengan

gagal ginjal, atau bila dikombinasi dengan peghambat ACE, ARB, β-blocker, AINS atau

dengan suplemen kalium. Penggunaan harus dihindarkan bila kreatinin serum lebih dari

2,5 mg/dL.

Spironolakton merupakan antagonis aldosteron sehingga merupakan obat yang

terpilih pada hiperaldosteronisme primer (sindrom Conn). Obat ini sangat berguna pada

pasien dengan hiperurisemia, hipokalemia, dan dengan intoleransi glukosa. Berbeda

dengan golongan tiazid, spironolakton tidak mempengaruhi kadar Ca++ dan gula darah.

Efek samping spironolakton antara lain ginekomastia, mastodinia, gangguan menstruasi

dan penurunan libido pada pria.

Interaksi

Efek hipokalemia dan hipomagnesemia akibat tiazid dan diuretik kuat mempermudah

terjadinya aritmia oleh digitalis. Pemberian kortikosteroid, agonis β-2 dan amfoterisin B

memperkuat efek hipokalemia diuretik. Penggunaan diuretik bersamaan dengan

kuinidin dan obat lain yang dapat menyebabkan aritmia ventrikel polimorfik akan

meningkatkan resiko efek samping ini. Semua diuretik mengurangi klirens litium. AINS

mengurangi efek antihipertensi diuretik karena menghambat sintesis prostaglandin di

13

Page 14: referat farmasi

ginjal. AINS, penghambat ACE dan β-blocker dapat meningkatkan resiko hiperkalemia

bila diberikan bersama diuretik hemat kalium.

2. Penghambat Sistem Adrenergik

PENGHAMBAT ADRENOSEPTOR BETA (Β-BLOCKER)

Mekanisme antihipertensi

Berbagai mekanisme penurunan tekanan darah akibat pemberian β-blocker dapat

dikaitkan dengan hambatan reseptor β1, antara lain : 1) penurunan frekuensi denyut

jantung dan kontraktilitas miokard sehingga menurunkan curah jantung; 2) hambatan

sekresi renin di sel-sel jukstaglomerular ginjal dengan akibat penurunan produksi

angiotensi II; 3) efek sentral yang mempengaruhi aktivitas saraf simpatis, perubahan

pada sensitivitas baroreseptor, perubahan aktivitas neuron adrenergik perifer dan

peningkatan biosintesis prostasiklin.

Penurunan TD oleh β-blocker yang diberikan per oral berlangsung lambat. Efek ini mulai

terlihat dalam 24 jam sampai 1 minggu setelah terapi dimulai, dan tidak diperoleh

penurunan TD lebih lanjut setelah 2 minggu bila dosisnya tetap. Obat ini tidak

menimbulkan hipotensi ortostatik dan tidak menimbulkan retensi air dan garam.

Penggunaan

Β-blocker yang digunakan sebagai obat tahap pertama pada hipertensi ringan sampai

sedang terutama pada pasien dengan penyakit jantung koroner (khususnya sesudah

infark miokard akut), pasien aritmia supravetrikel dan ventrikel tanpa kelainan

konduksi, pada pasien muda dengan sirkulasi hiperdinamik, dan pada pasien yang

memerlukan antidepresan trisiklik atau antipsikotik (karena efek antihipertensi β-

blocker tidak dihambat oleh obat-obat tersebut). Β-blocker lebih efektif pada pasien

muda dan kurang efektif pada pasien lanjut.

Efektivitas antihipertensi berbagai β-blocker tidak berbeda satu sama lain bila diberikan

dalam dosis yang ekuipoten. Ada atau tidaknya kardioselektivitas, aktivitas

simpatomimetik intrinsik (ASI) dan aktivitas stabilisasi membran (MSA), menentukan

pemilihan obat ini dalam kaitannya dengan kondisi patologi pasien. Semua β-blocker

dikontraindikasikan pada pasien asma bronkial. Bila harus diberikan pada pasien

dengan diabetes atau dengan gangguan sirkulasi perifer, maka penghambat selektif β1

adalah lebih baik dibandingkan dengan β-blocker nonselektif, karena efek hipoglikemi

14

Page 15: referat farmasi

relatif ringan serta tidak menghambat reseptor β2 yang memperantarai vasodilatasi

otot rangka. Β-blocker dengan ASI kurang efektif untuk PJK dan belum terbukti efektif

untuk pasca infark miokard, meskipun kurang menimbulkan efek samping metabolik.

Pada pasien dengan gangguan fungsi kronik, pemakaian β-blocker dapat memperburuk

fungsi ginjal karena penurunan aliran darah ginjal.

Dari berbagai β-blocker, atenolol merupakan obat yang sering dipilih. Obat ini bersifat

kardioselektif dan penetrasi ke SSP minimal, sehingga kurang menimbulkan efek

samping sentral dan cukup diberikan sekali sehari sehingga diharapkan akan

meningkatkan kepatuhan pasien. Dosis lazim adalah 50-100 mg per oral sekali sehari.

Metoprolol perlu diberikan dua kali sehari dan kurang kardioselektif dibandingkan

dengan atenolol. Dosisnya adalah 50-100 mg dua kali sehari. Labetolol dan karvedilol

memiliki efek vasodilatasi karena selain menghambat reseptor β, obat ini juga

menghambat reseptor α. Secara teroitis sifat ini akan memperkuat efek antihipertensi

dan mengurangi efek samping seperti rasa dingin di ekstremitas. Tetapi efek

vasodilatasi ini dapat menimbulkan hipotensi postural.

Efek samping, perhatian dan kontraindikasi

Β-blocker dapat menyebabkan bradikardia, blokade AV, hambatan nodus SA, dan

menurunkan kekuatan kontraksi miokard. Oleh karena itu obat golongan ini

dikontraindikasikan pada keadaan bradikardia, blokade AV derajad 2 dan 3, sick sinus

syndrome dan gagal jantung yang belum stabil. Khusus pada gagal jantung, pendapat

lama mengatakan bahwa β-blocker merupakan kontraindikasi karena bersifat inotropik

negatif. Namun pendapat terbaru membuktikan bahwa β-blocker, terutama carvedilol

(α-β-blocker) dan juga bisoprolol, terbukti bermanfaat dan telah direkomendasikan

dalam JNC VI dan VII untuk pengobatan gagal jantung dalam kombinasi dengan ACE-

inhibitor.

Β-blocker merupakan obat yang baik untuk hipertensi dengan angina stabil kronik, tapi

dapat memperberat gejala angina Prinzmetal (angina variant), sehingga pemberiannya

pada pasien hipertensi dengan angina harus memperhatikan perbedaan kedua jenis

angina ini. Selain itu, penghentian β-blocker pada pasien dengan angina tidak boleh

dilakukan secara mendadak karena dapat menimbulkan kambuhnya serangan

hipertensi ke tingkat yang lebih tinggi (rebound hypertesion) kambuhnya serangan

angina bahkan infark miokard pada pasien angina pektoris.

15

Page 16: referat farmasi

Bonkospasme merupakan efek samping yang penting pada pasien dengan riwayat asma

bronkial atau penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), sehingga pemakaian β-blocker

termasuk yang kardioselektif merupakan konraindikasi untuk keadaan ini.

Gangguan sirkulasi perifer lebih jarang terjadi dengan β-blocker kardioselektif atau yang

memiliki efek vasodilatasi seperti labetolol dan karvedilol.

Efek sentral berupa depresi, mimpi buruk, halusinasi dapat terjadi dengan β-blocker

yang lipofilik seperti propanolol dan oksprenolol.

Gangguan fungsi seksual sering terjadi akibat pemakaian β-blocker, terutama yang tidak

selektif.

Pemakaian β-blocker pada pasien DM yang mendapat insulin atau obat hipoglikeik oral,

sebaiknya dihindari. Sebab β-blocker dapat menutupi gejala hipoglikemia.

PENGHAMBAT ADRENOSEPTOR ALFA (α-blocker)

Hanya alfa-bloker yang selektif menghambat reseptor alfa-1 yag digunakan sebagai

antihipertensi. Alfa-bloker non selektif kurang efektif sebagai antihipertensi karena

hambatan reseptor alfa-2 di ujung saraf adrenergik akan meningkatkan pelepasan

norepinefrin dan meningkatkan aktivitas simpatis.

Mekanisme antihipertensi

Hambatan resptor α1 menyebabkan vasodilatasi di arteriol dan venula sehingga

menurunkan resistensi perifer. Disamping itu, venodilatasi menyebabkan aliran balik

vena berkurang yang selanjutnya menurunkan curah jantung. Venodilatasi ini dapat

menyebabkan hipotensi ortostatik terutama pada pemberian dosis awal (fenomena

dosis pertama), menyebabkan refleks takikardia dan peningkatan aktivitas renin

plasma. Pada pemakaian jangka panjang refleks kompensasi ini akan hilang, sedangkan

refleks antihipertensi tetap bertahan.

Αlfa-blocker memiliki beberapa keunggulan antara lain efek positif terhadap lipid darah

(menurunkan LDL, dan trigliserida dan meningkatkan HDL) dan mengurangi resistensi

insulin, sehingga cocok untuk pasien hipertensi dengan dislipidemia dan /atau diabetes

mellitus. Alfa-bloker juga sangat baik untuk pasien hipertensi dengan hipertrofi prostat,

karena hambatan reseptor alfa-1 akan merelaksasi otot polos prostat dan sfingter

uretra sehingga mengurangi resistensi urin. Obat ini juga memperbaiki insufisiensi

16

Page 17: referat farmasi

vaskuler perifer, tidak mengganggu aliran darah ginjal dan tidak berinteraksi dengan

AINS.

Efek samping

Hipotensi ontostatik sering terjadi pada pemberian dosis awal atau pada peningkatan

dosis (fenomena dosis pertama), terutama dengan obat yang kerjanya singkat seperti

prazosin. Pasien dengan deplesi cairan (dehidrasi, puasa) dan usia lanjut lebih mudah

mengalami fenomena dosis pertama ini. Gejalanya berupa pusing sampai sinkop. Untuk

menghindari hal ini sebaiknya pengobatan dimulai dengan dosis kecil dan diberikan

sebelum tidur.

Efek samping lain antara lain sakit kepala, palpitasi, edema perifer, hidung tersumbat,

mual dan lain-lain.

ADRENOLITIK SENTRAL

Metildopa, klonidin, guanfasin, guanabenz, moksinidin, rimedin.

Yang paling sering digunakan dalam klas ini adalah metildopa dan klonidin. Guanabenz

dan guanfasin sudah jarag digunakan, dan analog klonidin yaitu moksonidin dan rimedin

masih dalam penelitian.

Metildopa

Mekanisme kerja

Metildopa merupakan prodrug yang dalam SSP menggantikan kedudukan DOPA dalam

sintesis katekolamin dengan hasil akhir α-2 di sentral sehingga mengurangi sinyal

simpatis ke perifer. Metildopa menurunkan resistensi vaskuler tanpa banyak

mempengaruhi frekuensi dan curah jantung. Tapi pada pasien usia lanjut, dilatasi vena,

penurunan beban hulu dan penurunan frekuensi jantung dapat menyebabkan curah

jantung menurun. Efek maksimal tercapai 6-8 jam setelah pemberian oral atau i.v.

Walaupun penurunan tekanan darah waktu berdiri lebih besar dibanding waktu

berbaring, hipotensi ortostatik lebih jarang terjadi dibandingkan dengan pemberian

obat yang bekerja di perifer atau diganglion otonom. Aliran darah ginjal dan fungsi

ginjal tidak dipengaruhi oleh metildopa. Pada pemakaian jangka panjang sering terjadi

retensi air sehingga efek antihipertensinya makin berkurang. Hal ini disebut sebagai

toleransi semu (pseudo tolerance) dan dapat diatasi dengan pemberian diuretik.

Penggunaan

17

Page 18: referat farmasi

Metildopa merupakan antihipertensi tahap kedua. Obat ini terbukti efektif bila

dikombinasi dengan diuretik. Tapi pemakaiannya terbatas oleh seringnya timbul efek

samping. Obat ini masih merupakan pilihan utama untuk pengobatan hipertensi pada

kehamilan karena terbukti efektif aman untuk janin.

Dosis efektif adalah 2x125 mg per hari dan dosis maksimal 3g perhari. Untuk hipertensi

pasca bedah sering diberikan secara intermiten 250-1000mg tiap 6 jam.

Kinetik

Absorpsi melalui saluran cerna bervariasi dan tidak lengkap. Bioavabilitas oral rata-rata

20-50%. Sekitar 50-70% dieksresi melalui urin dalam konjugasi dengan sulfat dan 25%

dalam bentuk utuh. Pada insufisiensi ginjal terjadi akumulasi obat dan metabolitnya.

Waktu paruh obat sekitar 2 jam, tapi efek puncak tercapai setelah 6-8 jam pemberial

oral atau i.v., dan efektivitas berlangsung sampai 24 jam. Perlambatan efek ini

nampaknya berkaitan dengan proses transport ke SSP, konversinya menjadi metabolit

aktif dan eliminasi yang terlambat dari jaringan otak.

Efek samping

Yang paling sering adalah sedasi, hipotensi postural, pusing, mulut kering dan sakit

kepala. Efek samping lain adalah depresi, gangguan tidur, impotensi, kecemasan,

penglihatan kabur dan hidung tersumbat. Jarang-jarang terjadi anemia hemolitik

autoimun, trombositopenia, leukopenia, demam obat (drug fever) dan sindrom seperti

lupus (lupus-like syndrome) dengan pembentukan antibodi anti nukleus (ANA). Pada

pemakaian lama, uji Coombs positif terjadi pada 10-20% pasien, sedangkan anemia

hemolitik terjadi pada kurang dari 5%. Penghentian mendadak dapat menimbulkan

fenomena rebound berupa peningkatan TD mendadak.

Interaksi. Pemberian bersama preparat besi dapat mengurangi absorpsi metildopa

sampai 70%, tapi sekaligus mengurangi eliminasi dan menyebabkan akumulasi

metabolit sulfat. Hal ini diperlukan pada kehamilan dimana kedua obat ini sering

diberikan bersamaan. Efek hipotensif metildopa ditingkatkan oleh diuretik dan

dikurangi oleh antidepresan trisiklik dan amin simpatomimetik.

3. Vasodilator

Hidralazin, minoksidil, dan diazoksid

HIDRALAZIN

18

Page 19: referat farmasi

Mekanisme kerja

Hidralazin bekerja langsung merelaksasi otot polos arteriol dengan mekanisme yang

belum dapat dipastikan. Sedangkan oto polos vena hampir tidak dipengaruhi.

Vasodilatasi yang terjadi menimbulkan reflek kompensasi yang kuat berupa

peningkatan kekuatan dan frekuensi denyut jantung, peningkatan renin dan

norepinefrin plasma.

Hidralazin menurunkan tekanan darah berbaring dan berdiri. Karena lebih selektif

bekerja pada arteriol, maka hidralazin jarang menimbulkan hipotensi ortostatik.

Penggunaan

Hidralazin tidak digunakan sebagai obat tunggal karena takifilaksis akibat retensi cairan

dan reflek simpatis akan mengurangi efek antihipertensinya. Obat ini biasanya

digunakan sebagai obat kedua atau ketiga setelah diuretik dan β-blocker. Retensi cairan

dapat diatasi oleh diuretik dan reflek takikardi akan dihambat oleh β-blocker.

Dosis pemberian oral 25-100mg dua kali sehari. Untuk hipertensi darurat seperti pada

glomerulonefritis akut dan eklampsia, dapat juga diberikan i.m. atau i.v. dengan dosis

20-40 mg. Dosis maksimal 200mg / hari.

Farmakokinetik

Hidralazin diabsorpsi dengan baik melalui saluran cerna, tapi bioavabilitasnya relatif

rendah (16% pada asetilator cepat dan 32% pada asetilator lambat) karena adanya

metabolisme lintas pertama yang besar. Pada asetilator lambat dicapai kadar plasma

yang lebih tinggi, dengan efek hipotensi berlebihan dan efek samping yang lebih sering.

Efek samping dan perhatian

Hidralazin dapat menimbulkan sakit kepala, mual, flushing, hipotensi, takikardi,

palpitasi, angina pektoris. Iskemia miokard dapat terjadi pada pasien PJK, yang dapat

dicegah dengan pemberian bersama β-blocker. Retesni air dan natrium disertai edema

dapat dicegah dengan pemberian bersama diuretik.

Sindrom lupus dengan uji antibodi antinuklear (ANA) positif yang bersifat reversible

setelah penghentian obat dapat terjadi setelah terapi lama (6 bulan atau lebih) berupa

demam, artralgia, splenomegali, sel E positif di darah perifer.

Efek samping lain adalah neuritis perifer, diskrasia darah, hepatotoksisitas dan

kolangitis akut. Neuropati perifer dapat dikoreksi dengan pemberian piridoksin.

19

Page 20: referat farmasi

Obat ini dikontraindikasikan pada hipertensi dengan PJK dan tidak dianjurkan pada

pasien usia diatas 40 tahun.

4. Penghambat Sistem Renin-Angiotensin

SISTEM RENIN-ANGIOTENSIN-ALDOSTERON (SRAA)

SRAA berperan dalam pengaturan tekanan darah dan volume cairan tubuh. Sistem ini

tidak terlalu aktif pada individu dengan volume darah dan kadar natrium normal, tapi

sangat penting bila ada penurunan tekanan darah atau deplesi cairan atau garam.

Reaksi pertama tubuh terhadap penurunan volume darah adalah peningkatan sekresi

renin dari sel jukstaglomerular di arteriol aferen ginjal.

Renin adalah enzim proteolitik yang disintesis oleh sel-sel jukstaglomerular di ginjal dan

merupakan penentu (rate limiting step) aktivitas SRAA. Sekresinya meningkat bila

terjadi penurunan aliran darah ginjal (misalnya akibat penurunan TD, stenosis arteri

renalis, gagal jantung, perdarahan dan dehidrasi), hiponatremia (akibat diet rendah

garam) dan rangsangan adrenergik melalui reseptor β1.

Angiotensin adalah suatu α globulin yang disintesis dalam hati dan beredar dalam

darah. Renin berfungsi mengubah angiotensinogen menjadi angiotensi 1 yang

merupakan hormon yang belum aktif. Selanjutnya angiotensi 1 akan diubah oleh

angiotensin converting enzyme (ACE) menjadi angiotensin 2 yang memiliki efek

vaskonstriksi yang sangat kuat dan merangsang sekresi aldosteron dari korteks adrenal.

ACE disintesis dalam sel-sel endotel seluruh sistem vaskular terutama dalam sistem

kapiler paru-paru dan ginjal. Disamping mengubah angiotensin 1 menjadi angiotensin 2,

ACE juga berperan dalam degradasi bradikinin menjadi kinin non aktif. Bradikinin

merupakan vasodilator yang poten yang bekerja dengan meningkatkan sintesis EDRF

(endothelium derived relaxing factor) dan prostasiklin (PGI2) di sel-sel endotel vaskular.

PENGHAMBAT ANGIOTENSIN CONVERTING ENZYME (ACE INHIBITOR)

Kaptopril merupakan ACE-inhibitor yang pertama ditemukan dan banyak digunakan di

klinik untuk pengobatan hipertensi dan gagal jantung. Secara umum ACE-inhibitor

dibedakan atas 2 kelompok : 1) yang bekerja langsung, contohnya kaptopril dan

lisinopril. 2) Prodrug, contohnya enalapril, kuinapril, perindopril, ramipril, silazapril,

benazepril, fosinopril, dan lain-lain. Obat ini dalam tubuh diubah menjadi bentuk aktif

20

Page 21: referat farmasi

yaitu, berturut-turut, enalaprilat, kuinaprilat, perindoprilat, ramiprilat, silazaprilat,

benazeprilat, fosinoprilat, dan lain-lain.

ACE-inhibitor menghambat perubahan AI menjadi AII sehingga terjadi vasodilatasi dan

penurunan sekresi aldosteron. Selain itu, degradasi bradikinin juga dihambat sehingga

kadar bradikinin dalam darah meningkat dan berperan dalam efek vasodilatasi ACE-

inhibitor. Vasodilatasi secara langsung akan menurunkan tekanan darah, sedangkan

berkurangnya aldosteron akan menyebabkan ekskresi air dan natrium dan retensi

kalium.

Pada gagal jantung kongestif efek ini akan sangat mengurangi beban jantung dan akan

memperbaiki keadaan pasien. Walaupun kadar Ang1 dan renin meningkat, namun

pemberian ACE-inhibitor jangka panjang tidak menimbulkan toleransi dan penghentian

obat ini biasanya tidak menimbulkan hipertensi rebound. Selain itu, ACE-inhibitor

menurunkan resistensi perifer tanpa diikuti refleks takikardi. Besarnya penurunan

tekanan darah pada pemberian akut sebanding dengan tingginya kadar renin plasma.

Namun obat golongan ini tidak hanya efektif pada hipertensi dengan renin normal

amupun rendah. Hal ini karena ACE-inhibitor menghambat degradasi bradikinin yang

mempunyai efek vasodilatasi. Selain itu, ACE-inhibitor juga diduga berperan

menghambat pembentukan angiotensin 2 secara lokal di endotel pembuluh darah.

Pemberian diuretik dan pembatan asupan garam akan memperkuat efek

antihipertensinya.

Berkurangnya produksi angiotensin 2 oleh ACE-inhibitor akan mengurangi sekresi

aldosteron di korteks adrenal. Akibatnya terjadi ekskresi air dan natrium, sedangkan

kalium mengalami retensi sehingga ada tendensi terjadinya hiperkalemia terutama

pada gangguan fungsi ginjal.

Di ginjal ACE-inhibitor menyebabkan vasodilatasi arteri renalis sehingga meningkatkan

aliran darah ginjal dan secara umum akan meningkatkan aliran darah ginjal dan secara

umum akan memperbaiki laju filtrasi glomerulus.

Namun, pada stenosis arteri renalis bilateral atau stenosis unilateral pada ginjal tunggal

ACE-inhibitor dapat memperburuk fungsi ginjal. Penurunan tekanan filtrasi glomerulus

pada keadaan stenosis arteri renalis di atas dapat menimbulkan kegagalan filtrasi.

Penggunaan

21

Page 22: referat farmasi

ACE-inhibitor efektif untuk hipertensi ringan, sedang, maupun berat. Bahkan beberapa

diantaranya dapat digunakan pada krisis hipertensi seperti kaptopril dan enalaprilat.

Obat ini efektif pada sekitar 70% pasien. Kombinasi dengan diuretik memberikan efek

sinergik (sekitar 85% pasien TD-nya terkendali dengan kombinasi ini), sedangkan efek

hipokalemia diuretik dapat dicegah. Kombinasi dengan β-blocker memberikan efek

aditif. Kombinasi dengan vasodilator lain, termasuk prazosin dan antagonis kalsium,

memberi efek yang baik. Tetapi pemberian bersama penghambat adrenergik lain yang

menghambat respons adrenergik α dan β (misalnya klonidin, metildopa, labetalol, atau

kombinasi α dan β-blocker) sebaiknya dihindari karena dapat menimbulkan hipotensi

berat dan berkepanjangan.

Efek samping

1. Hipotensi

2. Batuk kering

3. Hiperkalemi

4. Rash

5. Edema angioneurotik

6. Gagal ginjal akut

7. Proteinuria

8. Efek teratogenik

Farmakokinetik

Kaptopril. Diabsorpsi dengan baik pada pemberian oral dengan bioavabilitas 70-75%.

Pemberian bersama makanan akan mengurangi absorpsi sekitar 30%, oleh karena itu

obat ini harus diberikan 1 jam sebelum makan.

Sebagian besar ACE-inhibitor mengalami metabolisme di hati, kecuali lisinopril yang

tidak dimetabolisme. Eliminasi umumnya melalui ginjal, kecuali fosinopril yang

mengalami eliminasi di ginjal dan bilier.

Perhatian dan kontraindikasi

ACE-inhibitor dikontraindikasikan pada wanita hamil karena bersifat teratogenik.

Pemberian pada ibu menyusui juga kontraindikasi karena ACE-inhibitor diekskresi

melalui ASI dan berakibat buruk terhadap fungsi ginjal bayi.

22

Page 23: referat farmasi

Dalam JNC VII, ACE-inhibitor diindikasikan untuk hipertensi dengan penyakit ginjal

kronik. Namun harus berhati-hati terutama bila ada hiperkalemia karena ACE-inhibitor

akan memperberat hiperkalemia. Kadar kreatinin darah perlu dipantau peningkatan

kreatinin, maka obat ini harus dihentikan. ACE-inhibitor dikontraindikasikan pada

stenosis arteri renalis bilateral atau unilateral pada keadaan ginjal tunggal.

Pemberian bersama diuretik hemat kalium dapat menimbulkan hiperkalemia.

Pemberian bersama antasida akan mengurangi absorpsi, sedangkan kombinasi dengan

AINS akan mengurangi efek antihipertensi dan menambah resiko hiperkalemia.

ANTAGONIS RESEPTOR ANGIOTENSIN II (Angiotensin receptor blocker, ARB)

Reseptor AngII terdiri dari dua kelompok besar yaitu reseptor AT1 dan AT2. Reseptor

AT1 terdapat terutama di otot polos pembuluh darah dan di otot jantung. Selain itu

terdapat juga di ginjal, otak, dan kelenjar adrenal. Reseptor AT1 memperantarai semua

efek fisiologis AngII terutama yang berperan dalam homeostasis kardiovaskular.

Reseptor AT2 terdapat di medulla adrenal dan mungkin juga di SSP, tapi sampai

sekarang fungsinya belum jelas.

Losartan merupakan prototipe obat golongan ARB yang bekerja selektif pada reseptor

AT1. Pemberian obat ini akan menghambat semua efek AngII, seperti vasokonstriksi,

sekresi aldosteron rangsangan saraf simpatis, efek sentral AngII (sekresi vasopresin,

rangsangan haus), stimulasi jantung, efek renal serta efek jangka panjang berupa

hipertrofi otot polos pembuluh darah dan miokard. Dengan kata lain, ARB menimbulkan

efek yang mirip dengan pemberian ACE-inhibitor. Tapi karena tidak mempengaruhi

metabolisme bradikinin, maka obat ini dilaporkan tidak memiliki efek samping batuk

kering dan angioedema seperti sering terjadi dengan ACE-inhibitor.

ARB sangat efektif menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi dengan kadar

renin yang tinggi seperti hipertensi renovaskuler dan hipertensi genetik, tapi kurang

efektif pada hipertensi dengan aktivitas renin yang rendah. Pada pasien dengan

hipovolemia, dosis ARB perlu diturunkan.

Pemberian ARB menurunkan tekanan darah tanpa mempengaruhi frekuensi denyut

jantung. Penghentian mendadak tidak menimbulkan hipertensi rebound. Pemberin

jangka panjang tidak mempengaryhu lipid dan glukosa darah. Losartan menunjukkan

23

Page 24: referat farmasi

efek urikosurik yang cukup nyata, sedangkan valsartan tidak mempengaruhi asam urat

darah.

Farmakokinetik

Losartan diabsorpsi dengan baik melalui saluran cerna dengan bioavabilitas sekitar 33%.

Absorpsinya tidak dipengaruhi oleh adanya makanan di lambung.

Waktu paruh eliminasi adalah ±1-2 jam, tapi obat ini cukup diberikan satu atau dua kali

sehari, karena kira-kira 15% losartan dalam tubuh diubah menjadi metabolit dengan

potensi 10 sampai 40 kali losartan dan masa paruh yang jauh lebih panjang (6-9 jam).

Losartan danmetabolitnya tidak dapat menembus sawar darah otak. Sebagian besar

obat dieksresi melalui feses sehingga tidak diperlukan penyesuaian dosis pada

gangguan fungsi ginjal termasuk pasien hemodialisis dan pada usia lanjut. Tapi dosis

harus disesuaikan pada gangguan fungsi hepar.

Efek samping dan perhatian

Hipotensi dapat terjadi pada pasien dengan kadar renin tinggi seperti hipovolemia,

gagal jantung, hipertensi renovaskuler dan sirosis hepatis.

Hiperkalemia biasanya terjadi dalam keadaan tertentu seperti insufisiensi ginjal, atau

bila dikombinasi dengan obat-obat yang cenderung meretensi kalium seperti diuretik

hemat kalium dan AINS dan juga bila asupan kalium berlebihan.

Fetotoksik : Seperti ACE-inhibitor, anagonis reseptor AII potensial bersifat fetotoksik,

sehingga harus dihentikan bila pemakainya ternyata hamil.

Kontraindikasi

Seperti ACE-inhibitor, ARB dikontraindikasikan pada kehamilan trimester 2 dan 3, dan

harus segera dihentikan bila pemakainya ternyata hamil. Obat ini tidak dianjurkan untuk

diberikan pada wanita hamil menyusui, karena ekskresinya ke dalam air susu ibu belum

diketahui. Selain itu, juga dikontraindikasikan pada stenosis arteri renalis bilateral atau

stenosis pada satu-satunya ginjal yang masih berfungsi.

5. Antagonis Kalsium

Antagonis kalsium menghambat influks kalsium pada sel-sel otot olos pembuluh darah

dan miokard. Di pembuluh darah, antagonis kalsium terutama menimbulkan relaksasi

24

Page 25: referat farmasi

arteriol, sedangkan vena kurang dipengaruhi. Penurunan resistensi perifer ini sering

diikuti oleh refleks takikardi dan vasokonstriksi, terutama bila menggunakan golongan

dihidropiridin kerja pendek (nifedipin). Sedangkan diltiazem dan verapamil tidak

menimbulkan takikardia karena efek kronotropik negatif langsung pada jantung. Bila

refleks takikardia kurang baik, seperti pada orang tua, maka pemberian antagonis

kalsium dapat menimbulkan hipotensi yang berlebihan.

Sifat berbagai antagonis kalsium :

1. Golongan dihidropiridin (DHP, yakni nifedipin, nikardipin, isradipin, felodipin,

dan amlodipin) bersifat vaskuloselektif dan generasi yang baru memiliki

selektic=vitas yang lebih tinggi. Sifat vaskuloselektif ini menguntungkan

karena : a) efek langsung pada nodus AV dan SA minimal; b) menurunkan

resistensi perifer tanpa penurunan fungsi jantung yang berarti; c) relatif

aman dalam kombinasi dengan β-blocker.

2. Bioavabilitas oral relatif rendah. Hal ini disebabkan karena eliminasi

presistemik (metabolisme lintas pertama) yang tinggi di hati. Amlodipin

memiliki bioavabilitas yang relatif tinggi dibanding antagonis kalsium yang

lain.

3. Kadar puncak tercapai dengan cepat untuk kebanyakan antagonis kalsium.

Hal ini menyebabkan TD turun dengan cepat, dan ini dapat mencetuskan

iskemia miokard atau sereberal. Absorpsi amlodipin dan sediaan lepas

lambat alinnya terjadi secara pelan-pelan sehingga dapat mencegah

penurunan tekanan darah yang mendadak.

4. Waktu paruh umumnya pendek/sedang sehingga kebanyakan antagonis

kalsium harus diberikan 2 atau 3 kali sehari. Amlodipin memiliki waktu paruh

yang panjang sehingga cukup diberikan sekali sehari. Kadarnya pada jam ke

24 masih 2/3 dari kadar puncak.

5. Semua antagonis kalsium dimetabolisme di hati. Penggunaan pada pasien

sirosis hati dan usia lanjut harus dilakukan dengan sangat hati-hati.

6. Antagonis kalsium hanya sedikit sekali yang diekskresi dalam bentuk utuh

lewat ginjal sehingga tidak perlu penyesuaian dosis pada gangguan fungsi

ginjal.

25

Page 26: referat farmasi

7. Isradipin dan amlodipin tidka mempengaruhi kadar digoksin yang diberikan

bersama. Kadar verapamil dan amlodipin tidak dipengaruhi oleh simetidin.

Penggunaan

Sejak JNC VII, antagonis kalsium telah menjadi salah satu golongan AH tahap pertama.

Sebagai monoterapi antagonis kalsium memberikan efektivitas sama dengan AH lain.

Antagonis kalsium terbukti sangat efektif pada hipertensi dengan kadar renin yang

rendah seperti pada orang tua. Kombinasi dengan ACE-inhibitor, metildopa, atau β-

blocker, sebaiknya dipilih antagonis yang bersifat vaskuloselektif (dihidropiridin).

Kombinasi dengan diuretik tidak jelas meningkatkan efek antihipertensi antagonis

kalsium.

Nifedipin oral sangat bermanfaat untuk mengatasi hipertensi darurat. Dosis awal 10mg

akan menurunkan tekanan darah dalam waktu 10 menit dan dengan efek maksimal

setelah 30-40 menit. Untuk mempercepat absorpsi, obat sebaiknya dikunyah lalu

ditelan. Pemberian sublingual tidak mempercepat pencapaian efek maksimal.

Antagonis kalsium tidak mempunyai efek samping metabolik, baik terhadap lipid, gula

darah, maupun asam urat.

Pada pasien dengan penyakit jantung koroner , pemakaian nifedipin kerja singkat dapat

meningkatkan resiko infark miokard dan stroke iskemik dan dalam jangka panjang

terbukti mempertinggi mortalitas. Oleh karena itu antagonis kalsium kerja singkat tidak

dianjurkan untuk hipertensi dengan PJK. Pemakaian dosis tinggi sebaiknya dihindarkan

untuk semua hipertensi.

Efek samping

Nifedipin kerja singkat paling sering menyebabkan hipotensi dan dapat menyebabkan

iskemia miokard atau serebral. Refleks tekikardia dan palpitasi mempermudah

terjadinya serangan angina pada pasien dengan PJK. Hipotensi sering terjadi pada

pasien usia lanjut, keadaan deplesi cairan dan yang mendapat antihipertensi lain.

Amlodipin dan nifedipin lepas lambat dengan mula kerja yang lambat menimbulkan

efek samping yang lebih janrang dan lebih ringan.

Sakit kepala, muka merah terjadi karena vasodilatasi arteri meningeal dan di daerah

muka.

Edema perifer terutama terjadi oleh dihidropiridin, dan yang paling sering adalah

nifedipin.

26

Page 27: referat farmasi

Bradiaritmia dan gangguan konduksi terutama terjadi akibat verapamil, kurang

dengan diltiazem dan tidak terjadi dengan dihidropiridin. Oleh karena itu verapamil dan

diltiazem tidak boleh diberikan pada pasien dengan bradikardia, blok AV derajat 2 dan 3

dan sick sinus syndrome.

Efek inotropik negatif, terutama oleh verapamil dan diltiazem dan minimal oleh

dihidropiridin. Hal ini dapat berbahaya bila diberikan pada pasien dengan gagal jantung.

Pada gagal jantung kongestif akut pemberian nifedipin masih dapat dibenarkan bila

tidak tersedia vasodilator yang lain, dan amlodipin dianggap aman.

Konstipasi dan retensi urin akibat relaksasi otot polos saluran cerna dan kandung

kemih terutama terjadi dengan verapamil. Kadang-kadang dapat terjadi refluks

esofagus.

Hiperplasia gusi dapat terjadi dengan semua antagonis kalsium.

8. Komplikasi Hipertensi

Komplikasi hipertensi bukanlah pembahasan yang singkat. Sebelum berbicara

tentangkomplikasi hipertensi, perlu diketahui bahwa tekanan yang berlebihan pada dinding

pembuluh darah Anda yang disebabkan oleh tekanan darah tinggi dapat merusak pembuluh

darah, serta organ dalam tubuh Anda. Semakin tinggi tekanan darah Anda dan semakin

lama waktu berjalan tidak terkendali, semakin besar kerusakan yang ditimbulkan. Akibat

komplikasi darah tinggi yang berkelanjutan sangatlah fatal karena ini akan berhubungan

dengan kematian.

Komplikasi hipertensi karena tekanan darah tidak terkontrol

Komplikasi hipertensi sangat erat kaitannya dengan riwayat tekanan darah tinggi yang tidak

terkontrol. Tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol dapat mengakibatkan:

1. Serangan jantung atau stroke. Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan pengerasan

dan penebalan arteri (aterosklerosis), yang dapat menyebabkan serangan jantung

(penyakit jantung), stroke atau komplikasi lain. Serangan jantung dan stroke

merupakan komplikasi hipertensi yang sangat umum ditemukan.

27

Page 28: referat farmasi

2. Aneurisma atau Aneurysm. Peningkatan tekanan darah dapat menyebabkan

pembuluh darah melemah, membentuk suatu aneurisma. Jika aneurisma pecah,

dapat mengancam jiwa. Komplikasi darah tinggi/hipertensi akibat aneurisma

memerlukan perhatian gawat darurat yang khusus.

3. Gagal jantung. Untuk memompa darah terhadap tekanan tinggi dalam pembuluh,

otot jantung perlu berkontraksi lebih sehingga otot akan menjadi kental. Otot kental

memiliki kesulitan memompa darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh,

hal ini dapat menyebabkan komplikasi hipertensi yang berupa gagal jantung.

4. Lemah dan menyempitnya pembuluh darah padaginjal. Hal ini dapat mencegah dari

organ-organ lain berfungsi normal. Untuk menentukan komplikasi hipertensi

menyempitnya pembuluh darah memerlukan beberapa pemeriksaan penunjang

yang dilakukan oleh dokter yang ahli dalam bidang Cardiovascular.

5. Sindrom metabolik. Sindrom ini adalah sekelompok gangguan metabolisme tubuh –

termasuk lingkar pinggang meningkat, trigliserida tinggi, rendah high density

lipoprotein (HDL), tekanan darah tinggi, dan tingkat insulin yang tinggi. Jika Anda

memiliki tekanan darah tinggi, Anda lebih mungkin memiliki komponen lain dari

sindrom metabolik. Komponen-komponen yang Anda miliki, semakin memperbesar

risiko diabetes, penyakit jantung atau stroke.

6. Masalah dengan memori atau pemahaman. Tekanan darah tinggi yang tidak

terkontrol juga dapat mempengaruhi kemampuan Anda untuk berpikir, mengingat

dan belajar. Masalah dengan konsep memori atau pemahaman yang lebih umum

pada orang yang memiliki tekanan darah tinggi/hipertensi.

7. Angina. Ini dikenal sebagai jenis khusus dari nyeri dada. Bila Anda memiliki angina,

Anda akan merasa nyeri di dada, lengan, bahu, atau punggung. Anda mungkin

merasa sakit lebih saat jantung Anda bekerja lebih cepat, seperti ketika Anda

berolahraga tetapi rasa sakit mungkin hilang waktu kita istirahat.

9. Preventif

Adapun hal-hal yang harus diperhatikan untuk mencegah komplikasi hipertensi adalah :

28

Page 29: referat farmasi

1. Mengendalikan tekanan darah dan memeriksa tekanan darah secara rutin disertai

pemeriksaan untuk pemantauan risiko komplikasi

2. Apabila anda juga penderita diabetes, maka kendalikan kadar gula dalam diri anda

3. Mengkonsumsi obat secara rutin

4. Berolah raga

5. Menghindari makan makanan yang berkadar lemak jenuh tinggi (otak, ginjal, paru,

minyak kelapa, gajih).Makanan yang diolah dengan menggunakan garam natrium

(biscuit, craker, keripik dan makanan kering yang asin).Makanan dan minuman

dalam kaleng (sarden, sosis, korned, sayuran serta buah-buahan dalam kaleng, soft

drink).Makanan yang diawetkan (dendeng, asinan sayur/buah, abon, ikan asin,

pindang, udang kering, telur asin, selai kacang).Susu full cream, mentega, margarine,

keju mayonnaise, serta sumber protein hewani yang tinggi kolesterol seperti daging

merah (sapi/kambing), kuning telur, kulit ayam).Bumbu-bumbu seperti kecap, maggi,

terasi, saus tomat, saus sambal, tauco serta bumbu penyedap lain yang pada

umumnya mengandung garam natrium.Alkohol dan makanan yang mengandung

alkohol seperti durian, tape.

DIABETES MELLITUS

A. Definisi

29

Page 30: referat farmasi

Menurut Ammerican Diabetes Assosiation (ADA) 2010, diabetes mellitus merupakan suatu

kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik hiperglikemik yang terjadi karena

kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. (1)

B. Epidemiologi

Secara epidemilogik diabetes mellitus sering tidak terdeteksi dan dikatakan onset atau

terjadinya diabetes adalah 7 tahun sebelum diagnosis ditegakkan sehingga morbiditas dan

mortalitas dini terjadi terjadi pada kasus yang tidak terdeteksi ini. Penelitian lain

menyatakan bahwa dengan adanya urbanisasi populasi diabetes tipe 2 akan meningkat 5-10

kali lipat karena terjadi perubahan perilaku rural-tradisisonal menjadi urban. Faktor resiko

yang berubah secara epidemiologic diperkirakjan adalah usia, lebih banyak dan lebih

lamanya obesitas, distribusi lemak tubuh, kurangnya aktifitas jasmani dan hiperinsulinemia.

Semua faktor ini berinteraksi dengan beberapa faktor genetic yang berhubungan dengan

DM tipe 2.

C. Klasifikasi

Tabel klasifikasi etiologi DM

Tipe 1 Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin

absolute:

- Autoimun

- Idiopatik

Tipe 2 Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertai

defisiensi insulin relative sampai yang dominan defek sekresi

insulin disertai resistensi insulin

DM Tipe Lain - Defek genetic fungsi sel beta

- Defek genetic kerja insulin

- Penyakit eksokrin pancreas

- Endokrinopati

- Karena obat atau zat kimia

30

Page 31: referat farmasi

- Infeksi

- Sebab imunologis yang jarang

- Sindrom genetic lain yang berkaitan dengan DM

DM gestational DM yang didapat saat kehamilan

D. Faktor Resiko

- Usia ≥ 45 tahun

- Usia lebih muda, terutama dengan Index Massa Tubuh >23 kg/m2

- Kebiasaan tidak aktif

- Turunan pertama dari orang tua yang DM

- Riwayat melahirkan dengan BB bayi >4000 gram atau riwayat DM gestational

- Hipertensi (≥140/90 mmHg)

- Kolesterol HDL ≤35 mg/dl dan atau trigliserida ≥250 mg/dl

- Menderita polycystis ovarian syndrome (PCOS) atau keadaan klinis lain yang terkait

dengan resistensi insulin

- Adanya riwayat toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa

terganggu (GDPT) sebelumnya

- Memiliki riwayat penyakit kardiovaskular

E. Patofisiologi Diabetes Melitus

1. Diabetes Tipe 1

Terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel pankreas telah

dihancurkan oleh proses autoimun.Pankreas tidak mampu sintesis dan sekresi insulin

dalam kuantitas dan atau kualitas yang cukup, bahkan kadang-kadang tidak ada

sekresi insulin sama sekali.

Glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap

dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan).

Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap

kembali semua glukosa yang tersaring keluar akibatnya glukosa tersebut dieksresikan

dalam urin (glukosuria). Eksresi ini akan disertai oleh pengeluaran cairan dan

31

Page 32: referat farmasi

elekrolit yang berlebihan, keadaan ini disebut diuresis osmotik. Pasien mengalami

peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsi).

2. Diabetes Tipe 2

Diabetes tipe 2 adalah diabetes yang tidak tergantung insulin pada tipe ini, pada

awalnya kelainan terletak pada jaringan perifer (resistensi insulin) dan kemudian

disusul dengan disfungsi sel beta pancreas (defek pada fase pertama sekresi insulin),

yaitu sebagai berikut :

Sekresi insulin oleh pancreas mungkin cukup atau kurang, namun terdapat

keterlambatan sekresi insulin fase 1 (fase cepat), sehingga glukosa sudah

diabsorbsi masuk darah tetapi jumlah insulin yang efektif belum memadai.

Jumlah reseptor di jaringan perifer kurang.

Kadang jumlah reseptor cukup, tetapi kualitas reseptor jelek, sehingga kerja

insulin tidak efefktif.

Terdapat kelainan pasca reseptor, sehingga proses glikolisis intraselular

terganggu.

3. Diabetes Gestasional

Didefenisikan sebagai permulaan intoleransi glukosa atau pertama sekali didapat

selama kehamilan

4. Diabetes Melitus Terkait Malnutrisi

Dapat terjadi karena beberapa hal antara lain sebagai berikut :

Kekurangan protein dalam jangka waktu panjang yang bersamaan dengan

makanan utama singkong akibatnya HCN yang ada dalam singkong merusak sel

beta pancreas.

Kekurangan protein dan kalori jangka panjang dapat menyebabkan gangguan

atau rusaknya sel beta

Atau sebab lain yang belum jelas, misalnya akibat dari toxic agent lain.

F. Gejala Klinis Diabetes Melitus

Seseorang dapat dikatakan menderita Diabetes Melitus apabila menderita dua dari tiga

gejala yaitu:

32

Page 33: referat farmasi

a. Keluhan TRIAS: Banyak minum, Banyak kencing dan Penurunan berat badan.

b. Kadar glukosa darah pada waktu puasa lebih dari 120 mg/dl.

c. Kadar glukosa darah dua jam sesudah makan lebih dari 200 mg/dl.

Keluhan yang sering terjadi pada penderita Diabetes Mellitus adalah: Poliuria,

Polidipsia, Polifagia, Berat Badan menurun, Lemah, Kesemutan, Gatal, Visus menurun,

Bisul/luka, Keputihan).

G. Diagnosa DM

Menurut PERKENI

Kadar glukosa darah sewaktu >200 mg/dl, plus gejala klasik : poliuria, polidipsia

dan penurunan berat badan yang tidak jelas sebabnya.

Kadar glukosa darah puasa >126 mg/dl

Kadar glukosa plasma >200mg/dl pada 2 jam sesudah makan atau beban glukosa

75 gram pada TTGO.

H. Terapi DM

Penatalaksanaan dasar terapi DM meliputi pentalogi terapi DM

33

Page 34: referat farmasi

Terapi primer

Penyuluhan kesehatan masyarakat tentang DM

Latihan fisik

Diet

Terapi Sekunder

Obat hipoglikemia (OHO dan insulin)

Cangkok pancreas

Diet

Kebutuhan kalori sesuai : kelamin, umur , berat badan, aktifitas fisik,

pekerjaan, kehamilan, menyusui, komplikasi

3 kali makan utama dan 3 kali makan kecil

Jumlah dan waktu makan harus tepat

Latihan Fisik

Frekuensi : Teratur 3-5 kali perminggu

Intensitas : Ringan sampai sedang

Durasi : 30 –60 menit / 5 X30 menit /minggu

Tipe : Aerobik (jalan, joging, ber sepeda)

OHO

1. Insulin Secretagogues : yaitu OHO yang memicu sekresi insulin. Glongan obat ini

dibedakan menjadi 2 kelompok.

Sulfonylureas1st generation e.g. chlorpropamide, tolbutamide

2nd generation e.g. glyburide, gliclazide, glipizide, gliquidone

3rd generation e.g. glimepiride

Modified release

Non-sulfonylureic e.g. repaglinide, nateglinide

2. Insulin Sensitizer : yaitu OHO yang memperbaiki sensitivitas insulin, terbagi dalam

2 kelompok.

34

Page 35: referat farmasi

Thiazolidinedioness :. rosiglitazone, pioglitazone, ciglitazone, englitazone,

darglitazone

Non TZD : Muraglitazar, ragaglitazar, tesaglitazar

Metaglidasen

Biguanides : Metformin

3. Intestine Enzyme Inhibitor : yaitu bekerja dengan menghambat enzyme di usus

sehingga menghambat penyerapan glukosa

α – Glucoside Inhibitors : Acarbose , vogiblose, miglitol

α –Amylase Inhibitor : Tendamistase

4. Other Spesifik Type :

Insulin mimetic drugs , memiliki efek seperti insulin : glimepirid, chromium

β – cell replaces : Exedin

inhibitor dari Dipeptidyl Peptidase : Metformin, liraglutide

penghambat sekresi glucagon : Amylin Analogues

5. Fixed drugs kombinasi

OHO Generik Mg/tab Dosis

harian

(mg)

Lama

kerja

(jam)

Frek/hari Pemberian

SU Klorpropamid 100-250 100-

500

24-36 1 Sebelum

makan

Glibenklamid 2,5-5 2,5-15 12-24 1-2

Glipizid 5-10 5-20 10-16 1-2

Gliklazid 80 80-240 10-20 1-2

Glikuidon 30 30-120 - -

Glimepirid 1-4 0,5-6 24 1

Glinid Repaglinid 0,5-2 1,5-6 - 3

Netaglinid 120 360 - 3 Tidak

35

Page 36: referat farmasi

bergantung

jadwal

makan

Tiazolinidione Rosiglitazon 4 4-8 24 1 Idem

Pioglitazone 15,30 15,30 24 1 Idem

Penghambat

glukoside α

Acarbose 50-100 100-

300

3 Bersama

suapan

pertama

Biguanid Metformin 500-850 250-

3000

6-8 1-3 Bersama

atau

sesudah

makan

Glibenklamid

Insulin

Kelas Mulai efek Puncak Lama

Aksi pendek (Actrapid,

Humulin R)

15-30menit 2-4 jam 6-8 jam

Campuran (Humulin 30/70 ) 60 menit 1-8 jam 14-15 jam

Aksi sedang (Humulin N,

Insulatard)

2-4 jam 1-8 jam 14-15 jam

Aksi panjang (Lantus,

levemiir)

24 jam

I. Komplikasi Diabetes Mellitus

Komplikasi diabetes mellitus adalah semua komplikasi yang timbul sebagai akibat

dari diabetes mellitus baik sistemik ataupun organ dan jaringan tubuh yang lainya. Proses

glikosilasi merupakan faktor penting terjadinya komplikasi ini. Didapatkan bahwa AGE

36

Page 37: referat farmasi

( advanced Glycosilated end product) yang bertanggung jawab munculnya komplikasi kronik

pada diabetes mellitus.

Klasifikasi Komplikasi diabetes Melitus

a. Komplikasi akut

1. Hipoglikemia

2. Koma laktoasidosis

3. Ketoasidosis diabetikum

4. Koma hiperosmoler non ketotik.

b. Komplikasi kronis

Komplikasi pada rambut, telinga , mata,mulut, jantung,paru, kaki, saraf, dan kulit.

A. KOMPLIKASI AKUT

1. HIPOGLIKEMIA

Hipoglikemia murni adalah kadar glukosa kurang dari 60mg/dl

Reaksi hipoglikemia adalah kadar glukosa yang turun secara mendadak

Koma hipoglikemia adalah keadaan koma akibat kadar glukosa kurang dari 30

mg/dl

Reaktif hipoglikemia adalah gejala hipoglikemia muncul setelah 3-5 jam

sesudah makan.

Gejala hipoglikemia

- Lapar, gemetar

- Keringat dingin

- Pusing, gelisah sampai koma

2. Koma lakto asidosis

Gejala klinis

- Stupor atau koma dengan hiperglikemik ringan

Diagnosis

37

Page 38: referat farmasi

- Diagnosa ditegakkan apabila terjasi stupor dengan kadar glikosa

250 mg/dl

- Anion gab lebih dari 15-20 mEq/l

3. Keto asidosis diabetik

Kriteria diagnosis KAD

- Poliuria,polidipsi,mual atau muntah,pernapasan kusmaul,lemah,

dehidrasi,hipotensi,kesadaran terganggu.

- Hiperglikemia dengan kadar glukosa lebih dari 300mg/dl.

- Bikarbonat kurang dari 20mEq/l

- Glukosuria dan ketonuria.

4. Koma hiperosmoler non ketotik

Kriteria diagnosis KHONK

- Hiperglikemia dengan tidak ada didapatkan riwayat diabetes

sebelumnya, tidak kussmaul, tidak ketonemia.

- Dehidrasi berat , hipotensi.

B. KOMPLIKASI KRONIK

1. Infeksi

Furunkel, karbunkel, tb paru,UTI, mikosis

2. Mata

- Neuritis optika

- Katarak

- Retinopati

- Glaukoma

- Perdarahan corpos vitreum

3. Mulut

38

Page 39: referat farmasi

- Xerostomia diabetik

- Ginggiva

- Periodontitis

4. Jantung

- Penyakit jantung koroner

5. Traktus urogenital

- Nefropati diabetik

- Pielonefritis

- UTI ( urinari track infection)

6. Saraf

Saraf perifer

- Parastesia ,anastesia,

- Neuropatik pain

Saraf otonom

- Gastroparese diabetikurum yang dapat menyebabkan mual,

muntah, diare

- Gastro Atrophi

- Gangguan kelenjar keringat

7. Kulit

- Gatal

- Pseudoikterik

- Selulitis

- Gangren

- Necrobiosis lipodica diabetikorum.

J. Preventif

Modifikasi gaya hidup dan obat obatan farmakologi dapat menghambat munculnya

onset diabetes mellitus. The Program Prevention Diabetes menunjukkan dengan perubahan

gaya hidup yang intensif dengan diet dan berolah raga 30 menit dalam sehari untuk

39

Page 40: referat farmasi

beberapa minggu dapat mengurangi dan mencegah pada sesorang dengan gangguan

toleransi glukosa menuju diabetes mellitus. Seseorang dengan keturunan DM dan gannguan

toleransi glukosa serta gangguan glukosa puasa dapat menjaga BMI yang normal dan

aktivitas fisik yang cukup. ADA ( american diabetes assosiation) menyarankan pengunaan

metformin pada sesorang dengan faktor risiko tinggi diabetes mellitus yaitu pada seseorang

yang mengalami gangguan glukosa puasa dan ganguan toleransi glukosa, umur kurang dari

60 tahun,BMI lebih dari 35m/m2,keluarga dengan riwayat diabetes, peningkatan serum

trigliserida, HDL yang rendah,Hypertensi, A1C > 6%

INTERAKSI OBAT

Pemilihan obat untuk terapi antihipertensi akhir-akhir ini adalah masalah khusus

pada pasien diabetes. Selain itu pertimbangan dalam memilih agen antihipertensi, ada

kekhawatiran yang khusus pada individu-individu tertentu, misalnya, peningkatkan resiko

kardiovaskular dan komplikasi dari diabetes yang dapat memperburuk efek samping dan,

mungkin, mengubah efektivitas agen farmakologis. Karena individu diabetes jauh lebih

mungkin dibandingkan orang nondiabetes untuk memiliki komplikasi seperti hipotensi

ortostatik dan impotensi, obat-obatan yang memperburuk ini harus digunakan dengan hati-

hati. Dalam mengobati pasien dengan diabetes dan hipertensi, dokter harus menghindari

memburuknya glikemik kontrol atau meningkatkan frekuensi atau keparahan episode

hipoglikemik. Tingginya prevalensi dislipidemia, penyakit aterosklerotik kardiovaskular, dan

insufisiensi ginjal juga mempersulit pilihan terapi antihipertensi pada pasien diabetes.

Frekuensi dari penyakit diabetes dan hipertensi yang sering terjadi bersama-sama

selanjutnya akan meningkatkan pentingnya isu seputar pilihan yang tepat dari obat

antihipertensi. Pasien dengan non-insulin-dependent diabetes mellitus (NIDDM) memiliki

40

Page 41: referat farmasi

sekitar dua kali lipat peningkatan kemungkinan memiliki hipertensi .Penyakit diabetes dan

hipertensi ditandai dengan resistensi insulin perifer dan hiperinsulinemia Penelitian

menunjukkan bahwa hiperinsulinemia dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah (BP),

mungkin melalui peningkatan reabsorpsi Na + ginjal, aktivasi sistem saraf simpatik,

perubahan dalam tingkat kation intraseluler, atau langsung efek pada resistensi pembuluh

darah perifer. Hubungan korelasi diabetes hipertensi dan insulin-dependent mellitus (IDDM)

juga umum terjadi. patofisiologi kelainan, termasuk ditingkatkan retensi Na + oleh ginjal dan

peningkatan respon pressor, bersama oleh IDDM dan NIDDM pasien Namun, kenaikan

bersamaan dalam proteinuria dan BP pada pasien IDDM menunjukkan bahwa disfungsi

ginjal juga berkontribusi pada perkembangan hipertensi pada bagian ini diabetes pasien.

Beberapa penelitian, di sisi lain, telah menunjukan bahwa predisposisi untuk terjadinya baik

hipertensi dan nefropati diabetik dapat terjadi bersama-sama.

Mekanisme patofisiologi nefropati diabetik tidak sepenuhnya dipahami tetapi

mencakup glikasi protein, proteinuria, pengaruh genetik, dan perubahan hemodinamik yang

disebabkan oleh hipertensi dan gangguan autoregulasi ginjal. Renin-angiotensin sistem

sistemik dan intrarenal (RAS) dapat menjadi aktif dalam awal perjalanan diabetes.

Peningkatan angiotensin II, suatu efektor hilir RAS, terlibat langsung dalam cedera ginjal

melalui efek hemodinamik, stres oksidatif, induksi proinflamasi dan faktor fibrosis, dan efek

proliferatif seluler. Hipertensi berkontribusi pada nefropati dengan meningkatkan tekanan

intraglomerular, menyebabkan hiperfiltrasi dan kerusakan hemodinamik.

Karena RAS yang terlibat dalam patofisiologi nefropati diabetik, obat-obatan yang

menghambat RAS, seperti angiotensin-converting-enzyme (ACE) inhibitor dan angiotensin II

receptor blocker-(ARB), efektif dalam pencegahan dan pengobatan nefropati diabetik. Studi

klinis menunjukkan bahwa agen ini, selain kemampuan mereka untuk menurunkan tekanan

darah, juga memperlambat perkembangan nefropati diabetik. Manfaat yang terlihat

tersebut tampaknya melebihi dari akibat perubahan tekanan darah saja.

ACE penghambatan RAS telah terbukti memperlambat perkembangan untuk

nefropati diabetik pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 1. Perlindungan terhadap

fungsi ginjal pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 juga telah dibuktikan dengan

inhibitor ACE di beberapa klinik penelitian.

Pada pasien diabetes, terutama mereka dengan ringan sampai HTN moderat,

pengobatan lini pertama meliputi modifikasi gaya hidup, yaitu, mengontrol berat badan,

41

Page 42: referat farmasi

rendah lemak diet anti-aterogenik, pembatasan garam, penurunan asupan alkohol,

penghentian merokok, dan aktivitas fisik. Langkah selanjutnya akan menjadi administrasi

obat antihipertensi. Lima kelas obat yang dianggap efektif untuk monoterapi. Diuretik, beta-

blockers, calcium channel blocker, alpha 1 adrenergik blockers, ACE inhibitor, dan

kemungkinan antagonis angiotensin-receptor adalah obat lini pertama yang tersedia untuk

digunakan.

farmakologis Terapi

ACE INHIBITOR

Mungkin kelompok yang paling menjanjikan dari obat yang digunakan untuk

mengobati hipertensi pada pasien dengan diabetes adalah inhibitor ACE. Obat ini memiliki

karakteristik yang membuat mereka, dalam banyak ideal untuk mengobati hipertensi

diabetes pasien. Tidak seperti banyak kelas-kelas lain dari obat antihipertensi, ACE inhibitor

tampaknya meningkatkan sensitivitas insulin dan mungkin meningkatkan kontrol glikemik.

Juga, agen ini tidak mengubah tingkat lipid dan tidak memperburuk faktor resiko

kardiovaskular lainnya ketika menurunkan tekanan darah.

ACE inhibitors telah terbukti bermanfaat pada pasien yang telah memiliki infark

miokard atau gagal jantung kongestif, atau yang memiliki penyakit diabetic renal disease.

Agen ini dianggap terapi pilihan pada pasien dengan hipertensi dan diabetes, sesuai dengan

pedoman dari ADA , NKF, Organisasi Kesehatan Dunia, dan JNC VI.6,9,10,13, juga didukung

dari “Heart Outcomes Prevention Evidence” (HOPE), percobaan ini menunjukkan penurunan

kejadian kardiovaskular pada pasien yang memakai dosis maksimum inhibitor ACE.

Baru-baru ini, sebuah meta-analisis dari uji mengevaluasi penggunaan antihipertensi

pada pasien berisiko tinggi, termasuk mereka yang menderita diabetes, menunjukkan

bahwa terapi ACE inhibitor mengakibatkan penurunan 20 sampai 30 persen dalam risiko

stroke, penyakit jantung koroner, dan kardiovaskular events.

Sebuah meta-analisis kedua ACE inhibitor dibandingkan dengan obat antihipertensi

lain pada pasien dengan diabetes. [Evidence level A, meta-analisis] Tiga dari empat studi

dievaluasi menunjukkan inhibitor ACE untuk menjadi manfaat signifikan lebih besar bila

dibandingkan dengan antihipertensi lain di reduksi infark miokard akut, penyakit

kardiovaskular, dan semua penyebab kematian.

ACE inhibitors dapat memberikan manfaat tambahan pada pasien dengan diabetes.

Pasien-pasien ini mungkin memiliki gangguan fibrinolisis dan disfungsi endotel, yang

42

Page 43: referat farmasi

meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular. ACE inhibitors telah terbukti untuk

meningkatkan fibrinolisis dan endotel dysfunction. inhibitor ACE juga telah terbukti

meningkatkan sensitivitas insulin.

Salah satu bidang yang menjadi perhatian adalah penggunaan inhibitor ACE pada

orang dengan penyakit ginjal, yang umum pada pasien dengan diabetes. Sebuah analysis

post hoc terbaru dari percobaan HOPE menunjukkan bahwa pada pasien dengan penyakit

vaskular yang sudah ada sebelumnya atau diabetes dikombinasikan dengan faktor risiko

kardiovaskular, insufisiensi ginjal ringan (yaitu, tingkat serum kreatinin 1,4-2,3 mg per dL

[124-203 umol per L]) secara signifikan meningkatkan risiko kejadian kardiovaskular

berikutnya. Dalam penelitian ini, ramipril mengurangi risiko kardiovaskular tanpa

meningkatkan efek samping. Namun, pada pasien dengan stenosis arteri ginjal bilateral,

inhibitor ACE dapat menyebabkan insufisiensi ginjal. Untuk membantu mendeteksi

keberadaan stenosis arteri ginjal bilateral, dokter harus memantau tingkat serum kreatinin

pada awal dan satu minggu setelah memulai terapi inhibitor ACE.

ANGIOTENSIN RECEPTOR BLOCKER

Penelitian “the Candesartan and lisinopril Microalbuminuria” (CALM

membandingkan candesartan dengan lisinopril pada pasien dengan diabetes tipe 2,

hipertensi, dan microalbuminuria. Hasil penelitian menunjukkan bahwa CALM candesartan

sama efektifnya dengan lisinopril dalam penurunan tekanan darah dan meminimalisasi

mikroalbuminuria.

Baru-baru ini, “Reduction of Endpoints in Non–Insulin-Dependent Diabetes Mellitus

with the Angiotensin II Antagonist Losartan study” Para peneliti menemukan bahwa terapi

losartan menghasilkan efek renoprotektif yang diluar dari efek yang disebabkan penurunan

tekanan darah pada pasien dengan diabetes tipe 2 dan nefropati. Selain itu, penelitian

“Irbesartan Microalbuminuria Type 2 Diabetes Mellitus in Hypertensive Patient Study” baru-

baru ini menemukan irbesartan menjadi neuroprotektif pada pasien dengan diabetes tipe 2

yang memiliki microalbuminuria.] Penelitian terbaru telah selesai, “MicroAlbuminuria

Reduction with VALsartan” (MARVAL) dari percobaan, ditemukan bahwa valsartan

menurunkan ekskresi albumin urin untuk tingkat yang lebih besar daripada amlodipine pada

pasien diabetes tipe 2 dengan mikroalbuminuria. Hasil ini juga terlihat dalam subset dari

pasien studi yang tidak hipertensi, yang menunjukkan valsartan memiliki efek

antiproteinuric yang tidak terkait efek antihipertensinya.

43

Page 44: referat farmasi

Uji klinis lain juga telah menegaskan bahwa ARB dapat menurunkan tekanan darah

dan melindungi ginjal terhadap nefropati pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 2.

Sebagai contoh, Irbesartan Diabetes Nefropati Trial (idnt) melaporkan bahwa irbesartan

efektif dalam memperlambat progresi nefropati sekunder untuk diabetes tipe 2 mellitus.

Efek renoprotektif dari irbesartan didukung oleh temuan “Irbesartan Reduction of

Microalbuminuria-2” (IRMA-2). Pasien yang menerima 300 mg irbesartan sehari memiliki

penurunan signifikan risiko mengembangkan nefropati diabetik dibandingkan dengan

kelompok plasebo.

CALCIUM CHANNEL BLOCKER

Terdapat kontroversi mengenai penggunaan CCBs, terutama dihidropiridin

(misalnya, amlodipine [Norvasc], nifedipine [Procardia]) dalam mengobati hipertensi pada

pasien dengan diabetes. Lima studies telah mengevaluasi hasil kardiovaskular pada pasien

dengan hipertensi dan diabetes yang diobati dengan CCBs dihidropiridin. Baik percobaan

“the Appropriate Blood Pressure Control in Diabetes” (ABCD) dan Fosinopril vs Amlodipine

Cardiovascular Event Randomized Trial (FACET) menunjukkan tidak ada penurunan yang

signifikan dalam kejadian kardiovaskular dengan CCB dihidropiridin dibandingkan dengan

inhibitor ACE.

Sebaliknya, percobaan “Hipertensi Optimal Treatment” (HOT), “Systolic

Hypertension in Europe, dan Isolated Hypertension in China Study” menyimpulkan bahwa

penggunaan CCBs dihidropiridin, sebagai monoterapi atau kombinasi dengan agen lain,

dikaitkan dengan pengurangan risiko kardiovaskular. Dalam percobaan ini, risiko

kardiovaskular menurun muncul hasil dari pencapaian target tekanan darah, bukan dari

karakteristik intrinsik dari agen yang digunakan. Dalam semua tiga percobaan, banyak

pasien diperlukan penambahan inhibitor ACE atau antihipertensi lain ke CCB dihidropiridin

untuk mencapai tujuan tekanan darah sasaran. Kombinasi ACE inhibitor dan CCB

dihidropiridin telah terbukti mengurangi proteinuria.

The CCBs nondihydropyridine (misalnya, verapamil [Calan]) menunjukkan penurunan

risiko kardiovaskular bila digunakan sebagai monoterapi. Menggabungkan CCB

nondihydropyridine dengan inhibitor ACE pada pasien hipertensi dengan diabetes dikaitkan

dengan penurunan lebih besar dalam proteinuria dibandingkan jika obat digunakan secara

sendiri-sendiri.

BETA BLOCKERS

44

Page 45: referat farmasi

Secara umum, penggunaan beta blocker pada pasien dengan diabetes tidak

dianjurkan karena efek metabolik yang merugikan dan menutupi gejala hipoglikemik. Data

dari UKPDS 39 study8 menunjukkan tidak ada perbedaan dalam episode hipoglikemik pada

pasien yang diobati dengan atenolol dibandingkan dengan captopril, tapi berarti berat

badan pada kelompok atenolol lebih besar. Penelitian ini juga menunjukkan pengurangan

risiko serupa di mikrovaskuler dan penyakit makrovaskular pada kelompok yang diobati

dengan kaptopril dan atenolol.

Carvedilol, non-selektif ß-blocker, memiliki efek yang lebih baik pada tingkat

hemoglobin A1C, sensitivitas insulin, kadar kolesterol total, dan trigliserida dibandingkan

metoprolol pada pasien dengan diabetes melitus tipe 2 dan hipertensi sudah menerima ACE

inhibitor atau ARB. selain itu, terjadinya mikroalbuminuria secara signifikan lebih rendah

pada pasien yang menerima carvedilol dari metoprolol. Namun demikian, efek dari ß-

blocker pada homeostasis glukosa pada pasien dengan diabetes biasanya mudah dikelola,

bukan kontraindikasi untuk digunakan.

DIURETIK

Diuretik thiazide telah terbukti bermanfaat bagi pasien dengan diabetes dan

hipertensi sistolik. “The Systolic Hypertension in the Elderly Program trial” dilakukan untuk

menilai efek dari dosis rendah pengobatan antihipertensi berbasis diuretik pada tingkat

kejadian kardiovaskular mayor pada pasien yang lebih tua dengan hipertensi sistolik

terisolasi dan diabetes. studi menunjukkan bahwa terapi chlorthalidone dosis rendah efektif

dalam mencegah serebrovaskular utama dan kejadian kardiovaskular.

Dosis rendah dari tiazid (misalnya, hydrochlorothiazide [Esidrix], 12,5 mg per hari)

ditoleransi dengan baik dan tidak terkait dengan effects metabolik yang merugikan. Tapi

diuretik thiazide tidak efektif pada pasien dengan insufisiensi ginjal; pada pasien tersebut,

diuretik loop lebih disukai. Secara umum, diuretik efektif dalam pengobatan hipertensi.

Selain itu, banyak diuretik generik yang lebih murah dan banyak tersedia.

45

Page 46: referat farmasi

Daftar Pustaka

Braunwald's Heart Disease: A Textbook of Cardiovascular Medicine, 8th ed.

Das S. 2001 Management of Hypertension in Diabetes MellitusJournal, Indian Academy of

Clinical Medicine.

George L, Bakris MD, James R 2008, Treatment of Hypertension in Patients WithDiabetes—

An Update on behalf of the American Society of Hypertension Writing Group.

Gunawan S G, dkk. 2011. Farmakologi Dan Terapi. Jakarta. Badan Penerbit FKUI.

Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia, PERKENI

2011.

Paul P 2006 Managing Hypertension in Patients With Type 2 Diabetes Mellitus, Syst

Pharm. 2006;63(12):1140-1149.

Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu Penyakit Dalam,Edisi III, 2008,Rumah sakit

umum dokter soetomo Surabaya

46

Page 47: referat farmasi

Peter P, Henry R. 1991Drug Treatment of Hypertension in Patients With Diabetes Mellitus in

Diabetes Care Vol 14 1991.

Powers C A,2008. Diabetes mellitus in Harrison’s Principal Internal medicine, United State,

Mc Graw Hill p 2282.

Sherri L 2002 Controlling Hypertension in Patients With Diabetes

http://www.aafp.org/afp/2002/1001/p1209.html

Sudoyo A W, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta. InternaPublishing.

Tjokroprawiro A,Setiawan BP,Santoso J,Sugiarto G.2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,

Diabetes mellitus,surabaya, Airlangga University Press.

47